Jadi yang ingin dan berminat untuk berfilsafat maka harus memliki
kecerdasan, tidak berbeda dengan orang yang membahas masalah atau
subject matter yang lain.
1. Zaman Yunani kuno yang dari abad ke 6 SM, sampai pada tahun 20
M.
2. Zaman patristic dan pertengahan, yang dari tahun 200 sampai pada
tahun 1500.
3. Zaman modern, yang dari tahun 1500 sampai pada tahun 1800.
4. Zaman baru.
Filsafat pendidikan Islam dari sisi materinya telah lahir jauh sebelum
filsafat pendidikan. Jika filsafat pendidikan menurut Muhammad Labib An-Najihi
lahir pada abad ke -20, maka filsafat pendidikan Islam lahir pada abad ke-9
Masehi. Hal itu ditandai dengan lahirnya karya Ibnu Sahnun yang berjudul "adabu
al-mu'allimin".Dalam bukunya tersebut Ibnu Sahnun banyak membahas tentang
bagaimana guru mendidik anak dengan memperhatikan sifat kasih sayang,
khususnya terhadap anak-anak yatim dan tidak berbuat kasar terhadap orang
miskin. Kemudian beliau juga membahas batasan-batasan hukuman kepada anak
dalam pendidikan.
1
Poedjawidjatna, Pembimbingan Ke Alam Filsafat( Djakarta: Pembangunan, 1974). 1
Muzayyin Arifin berpendapat bahwa Filsafat Pendidikan Islam pada
hakekatnya adalah konsep berfikir tentang pendidikan yang bersumberkan
atau berlandaskan ajaran-ajaran Agama Islam tentang hakekat kemampuan
manusia untuk dapat dibina dan dikembangkan serta dibimbing menjadi
manusia Muslim yang seluruh pribadinya di jiwai oleh ajaran Islam.
Sedangkan menurut Omar Mohammad al-Toumy al-Syaibany mengatakan
bahwa Filsafat Pendidikan Islam tidak lain ialah pelaksanaan pandangan
filsafat dan kaidah filsafat dalam pendidikan yang didasarkan pada ajaran
Islam.2 Arifin menyatakan bahwa pengertian filsafat pendidikan islam pada
hakikatnya adalah “ konsep berfikir tentang pendidikan yang bersumber pada
ajaran islam tentang hakikat kemampuan manusia untuk dibina dan
dikembangkan serta dibimbing menjadi manusia muslim yang seluruh
pribadinya dijiwai oleh ajaran islam”.
Lebih jauh dikatakan agar Filsafat Pendidikan Islam itu dapat
memperoleh faedah, tujuan dan fungsi yang diharapkan dan dicita-citakan,
maka perlu diambil dari berbagai sumber termasuk dari para filosof. Dengan
demikian menjadi jelas bahwa Filsafat Pendidikan Islam merupakan suatu
kajian secara filosofis mengenai berbagai masalah yang terdapat dalam
berbagai kegiatan pendidikan yang berdasarkan pada Al-Qur’an dan al-Hadis
sebagai sumber yang primer dan pendapat para ahli seperti para filosof
sebagai sumber yang sekunder atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa
Filsafat Pendidikan Islam adalah Filsafat Pendidikan yang berdasarkan pada
ajaran-ajaran Islam atau Filsafat Pendidikan yang dijiwai dan disemangati
oleh ajaran-ajaran Islam, bukan filsafat yang bercorak liberal, bebas tanpa
batas etika sebagaimana pemikiran filsafat pada umumnya.3
B. Ruang lingkup filsafat pendidikan islam
Muzayyin Arifin mengatakan bahwa mempelajari filsafat pendidikan
islam berarti memasuki arena pemikiran yang mendasar, sistematik, logis,
dan menyeluruh (universal) tentang pendidikan, yang tidak hanya dilatar
2
M Rijal, “Jurnal Biology Science & Education 2014,” vol.3, no. 2 (2014), 3–4.
3
Ida Suri Sahara, “Pengertian, Ruang Lingkup, Tujuan dan Metode Filsafat Pendidikan Islam”
(n.d.), 2.
belakangi oleh pengetahuan agama islam saja, melainkan menuntut kita untuk
mempelajari ilmu-ilmu lain yang relevan. Pendapat ini memberi petunjuk
bahwa ruang lingkup filsafat pendidikan islam adalah masalah-masalah yang
terdapat dalam kegiatan pendidikan, seperti masalah tujuan pendidikan,
masalah guru, kurikulum, metode, dan lingkungan.
Bagaimanakah semua masalah tersebut disusun, tentu saja harus ada
pemikiran yang melatarbelakangi tersebut yaitu filsafat pendidikan islam.
Dalam hubungan dengan ruang lingkup filsafat pendidikan islam ini
Muzayyin Arifin lebih lanjut mengatakan bahwa ruang lingkup pemikirannya
bukan hanya mengenai hal-hal yang bersifat teknis operasional pendidikan,
melainkan menyangkut segala hal yang mendasari serta mewarnai corak
sistem pemikiran yang disebut filsafat itu.
Dengan demikian, secara umum ruang lingkup pembahasan filsafat
pendidikan islam adalah pemikiran yang serba mendalam, mendasar,
sistematis, terpadu logis, menyeluruh atau universal mengenai konsep-konsep
yang berkaitan dengan pendidikan atas dasar ajaran Islam. konsep-konsep
tersebut dari perumusan tujuan pendidikan, kurikulum, guru, metode,
lingukungan.4
Secara garis besar, yang menjadi ruang lingkup filsafat pendidikan
Islam adalah yang tercakup dalam objek material filsafat, yaitu mencari
keterangan secara radikal mengenai Tuhan, manusia, dan alam yang tidak
bisa dijangkau oleh pengetahuan biasa objek kajian filsafat pendidikan Islam
adalah hal-hal yang merupakan faktor atau komponen dalam proses
pelaksanaan pendidikan. Faktor atau komponen pendidikan ini ada lima, yaitu
tujuan pendidikan, pendidik, peserta didik, alat pendidikan (kurikulum,
metode, dan evaluasi pendidikan), dan lingkungan pendidikan.5
C. Tujuan Filsafat Pendidikan Islam
Al-shaibany secara khusus menjelaskan bahwa tujuan filsafat
pendidikan islam adalah:
4
Ibid., 3.
5
Ahmad Fahrudin, “Sekolah Tinggi Agama ISLAM Pati Jurusan Tarbiyah Tahun
Akademik 2019-2020” (t.t.), 10–11.
1) Untuk membantu para perencana dan para pelaksana pendidikan
membentuk suatu pemikiran yang sehat tentang pendidikan.
2) Untuk menjadikan prinsip-prinsip ajaran Islam sebagai dasar dalam
menentukan berbagai kebijakan pendidikan.
3) Untuk menjadikan prinsip-prinsip ajaran Islam sebagai dasar dalam
menilai keberhasilan dalam pendidikan.
4) Untuk menjadikan prinsip-prinsip ajaran Islam sebagai pedoman
intelektual bagi mereka yang berada dalam dunia praksis pendidikan.
Pedoman ini digunakan sebagai dasar ditengah-tengah maraknya berbagai
aliran atau sistem pendidikan yang ada.
5) Untuk menjadikan prinsip-prinsip ajaran Islam sebagai dasar dalam
pemikiran pendidikan dalam hubunganya dengan masalah spiritual,
kebudayaan, ekonomi, dan politik.6
6
Sahara, “Pengertian, Ruang Lingkup, Tujuan dan Metode Filsafat Pendidikan Islam,” 5.
BAB II
A. Pengertian Pendekatan
7
Daprtemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka,
1995), 652.
8
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, n.d.), 28.
9
Arifin, ILlmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksar, 2003), 54–55.
Hampir dari sebagian besar pendekatan ilmu atau disebut disiplin
ilmu dalam proses pengajarannya memakai metode agar suatu
penyelidikan fisafat dapat dilihat dari sudut pandang objek serta materi
yang akan dibahas akan menentukan apa yang cocok dipakai dalam proses
penyelidikan. 10 Berkaitan dengan itu, Menurut Jalaluddin dan Usman Said
pada garis besarnya ada dua pokok dalam mempelajari filsafat Pendidikan
Islam:11
2. Pendekatan Historis
10
Jamali Sahrodi, Metodologi Studi Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2004), 64.
11
Abdul dan Aziz, Filsafat Pendidikan Islam: Sebuah Gagasan MembangunPendidikan Islam
(Surabaya: El.Kaf, 2006), 17.
12
Pendekatan historis ini dilakukan dengancara mengambil
hikmah pembelajaran dari setiap peristiwa yang sudah terjadi.
Pendekatan ini digunakan dalam filsafat pendidikan Islam dengan
cara mengadopsi atau mengambi metode yang dipakai dalam
penelitian sejarah Islam. Maksud dari pendekatan ini adalah filsafat
Islam dikaji berdasarkan urutan dan rentang waktu yag terjadi pada
masa silam namun peristiwa masa lalu tersebut dapat dikaji pada
masa ini.
3. Pendekatan Bahasa (Linguistik)
4. Pendekatan Kontekstual
7. Pendekatan Perbandingan
Runes dalam kamusnya yang dikutip oleh Ali Anwar dan Tono TP,
epistemology is the branch of philosophy which investigates the origin,
structure, methods, and validity of knowledge.18 Sedangkan dalam Kaelan,
epistemologi adalah salah satu cabang filsafat yang pokok. Estemologi berasal
dari bahasa yunani dari kata “epestem” pengetahuan.19 Epistemologi adalah
cabang filsafat yang membahas mengenai ilmu pengetahuan yang meliputi
berbagai ruang lingkup meliputi sumber-sumber, watak dan kebenaran
manusia.20 Pembahasan berikutnya mengenai pengetahuan manusia, sebagai
mana dijelaskan di awal bahwasanya masalah epistemologi harus diletakkan
dalam kerangka bangunan filsafat manusia. Hal ini lebih mengarah kepada
hakika manusia yang terdiri dari beberapa unsur, di antaranya adalah
mengenai ilmu pengetahuan. Maka berbicara tentang hakikat manusia dalam
kerangka ini maka mau tidak mau harus berbicara tentang upaya manusia
memperoleh ilmu pengetahuan.
17
Beini Ahmad Saebani, Filsafat Ilmu, (PUSTAKA SETIA: Bandung), 2009. Hal 30
18
Ali Anwar dan Tono TP, Rangkuman Ilmu Perbandingan Agama dan Filsafat
(Bandung: Pustaka Setia, 2005), 33
19
Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam: Menguatkan Epistemologi Islam dalam
Pendidikan (Yogyakarta: ArRuzz Media, 2014), 30
20
Kaelan, Filsafat Bahasa: Realitas bahasa, Logika Bahasa Hemeneutika dan
Postmodernisme (Yogyakarta: Paradigma, 2002), 12.
ilmu.21 Oleh karena epistemologi dalam hal ini adalah mencoba
mempertanyakan tentang pengetahuan, maka juga harus mengenal tentang
pengetahuan itu sendiri. Dalam hal ini kebenaran pengetahuan dapat dibagi
menjadi dua macam, yaitu kebenaran mutlak atau absolut dan kebenaran
relatif atau nisbi.
Aksiologi berasal dari istilah Yunani yaitu; axios yang berarti sesuai
atau wajar. Sedangkan logos berari ilmu, akan tetapi aksiologi juga dapat
disebut juga dengan teori nilai. Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu
yang membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri dan
bagaimana manusia menggunakan ilmu tersebut. Dalam hal ini yang ingin
dicapai oleh aksiologi adalah hakikat dan manfaat yang terdapat dalam suatu
pengetahuan. Jadi aksiologi di sini adalah menyangkut masalah nilai kegunaan
ilmu. Dewasa ini, istilah axios = nilai dan logos = teori istilah ini sebenarnya
lebih akrab dipakai dalam istilah filosofi.48 Adapun aksiologi dalam Kamus
21
Anas Salahuddin, Filsafat Pendidikan (Bandung: Pustaka Setia, 2011), 131-132
22
Ibid., 135
Besar Bahasa Indonesia aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi
kehidupan manusia; atau kajian tentang nilai, khususnya etika.23
23
KBBI-Kamus Besar Bahasa Indonesia-digital.
24
Uyoh Sadulloh, Pengantar Filsafat Pendidikan, (Bandung: Penerbit Alfabeta, 2007), hlm. 36
25
Surono Zamroni Suhardi, Filsafat Ilmu( Medan, CV. Pusdikra Mitra Jaya, 2021). 11
26
Prof.Dr.,SutardjoA.Wiramihardja,Psi.Pengantar Filsafat,(Bandung:PT RefikaAditama
2009),181
27
Ibid.,hlm. 340
Dalam Encyclopedia of Philoshopy dijelaskan bahwa aksiologi
disamakan dengan value dan valucation .ada tiga bentuk value dan
valucation, yaitu:
1. Nilai, digunakan sebagai kata benda abstrak.dalam pengertian yang lebih
sempit seperti:baik,menarik dan bagus.sedangkan pengertian yang lebih
luas mencakup sebagai tambahan segala bentuk kewajiban, kebenaran
dan kesucian.
2. Nilai sebagai kata benda konkret. Contohnya ketika kita berkata sebuah
nilai atau nilai-nilai, ia seringkali dipakai untuk merujuk kesuatu yang
bernilai.
3. Nilai juga digunakan sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai,memberi
nilai dan dinilai.
Berbicara mengenai aksiologi dapat kita jumpai di kehidupan sehari-
hari seperti kata-kata adil dan tidak adil, jujur dan tidak jujur. Salah satu
yang mendapat perhatian adalah masalah etika atau kesusilaan dan dalam
etika objek materialnya adalah perilaku manusia yang dilakukan secara
sadar. Sedangkan objek formalnya adalah pengertian mengenai baik atau
buruk, bermoral atau tidak bermoral dari suatu perbuatan atau perilaku
manusia.28 Saat ini terdapat dua bidang yang paling popular tentang penilaian
yaitu yang bersangkutan dengan tingkah laku dan keadaan atau tampilan
fisik. Oleh karena itu, kita mengenal aksiologi dengan dua jenis yaitu:
1. Etika
Etika adalah bagian filsafat yang mempersoalkan penilaian atas
perbuatan manusia dari sudut baik atau jahat.yang dimaksud dengan
jahat disini adalah yang merendahkan orang lain atau merusak kehidupan
orang lain.
2. Estetika
Estetika merupakan bagian filsafat yang mempersoalkan penilaian
dari sudut indah atau jelek.secara umum,dapat disebut dengan telaah
filsafati mengenai apa yang membuat rasa senang secara visual dan
28
Ahmad Tafsir, filsafat ilmu, (Bandung:Rosdakarya, 2006), hlm.37
imajinatif kadang-kadang disebut juga dengan telaah mengenai
keindahan atau teori tentang cita rasa.
Dalam aksiologi selain pembagian antara etika dan estetika,para ahli
juga membaginya dalam liputan tentang hakikat penilaian atas kebenaran
yang dibedakan dengan kepalsuan atau kebohongan, kebaikan yang
dibedakan dengan keburukan dan dosa yang dipertentangkan dengan dosa.
Di dalam upaya memahami pendidikan Islam secara utuh, tidak bisa kita
hanya berhenti pada satu bentuk kajian. Terlebih masalah pendidikan
berkaitan dengan manusia sebagai subjek utamanya. Ketika berkaitan dengan
manusia pendidikan akan dihadapkan dengan masalah-masalah pokok dalam
kehidupan manusia. Dalam dunia pendidikan manusia adalah makhluk yang di
didik dan mendidik, menggali dan mentransfer ilmu adalah hal yang menjadi
bagian yang tak terpisahkan dalam dunia pendidikan.
Ada dua kategori dasar aksiologis, yaitu (1) objektivisme dan (2)
subjektivisme. Keduanya beranjak dari pertanyaan yang sama, yaitu, apakah
nilai itu bersifat bergantung atau tidak bergantung pada manusia? Dari sini,
muncul empat pendekatan etika, dua yang pertama beraliran objektivisme dan
dua berikutnya beraliran subjektivisme. Adapun yang dimaksud adalah (1)
teori nilai intuitif, (2) teori nilai rasional, (3) teori nilai alamiah dan (4) teori
nilai emotif.29
29
Hamdani, Filsafat Sains (Bandung: Pustaka Setia, 2011), 24-25
BAB V
b. Realisme
c. Perenialisme
b. Pragmatisme
c. Sosialisme
30
Saidah A.H, “Pemikiran Essensialisme, Eksistensialisme, Perenialisme, dan Pragmatisme dalam
Perspektif Pendidikan Islam,” Jurnal, vol.V, no. 02 (10 Februari 2020), 23.
31
Ibid., 21.
Aliran sosialisme adalah aliran filsafat yang memandang ilmu
sebagai kebutuhan hidup yang terpenting terutama yang ditentukan oleh
materi sebagai sesuatu yang tunduk terhadap kekuasaan lingkungan, dan
memandang agama sebagai sesuatu yang tidak lain hanya merupakan hasil
perkembangan materi belaka. Pendidikan memiliki tempat yang sangat
penting dalam aliran filsafat ini. Kalau sosialisme berdiri atas penguasaan
negara atas semua alat produksi untuk mewujudkan pertumbuhan maka
untuk mencapai upaya adanya pertumbuhan tersebut tidaklah sempurna
secara mutlak tanpa adanya pendidikan.
32
“Jurnal Cakrawala Pendas, Vol. 2, NO. 1 Januari 2016 ISSN: 2442-7470 29 TELAAH ALIRAN
PENDIDIKAN PROGRESIVISME DAN ESENSIALISME DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN
H.A. Yunus Universitas Majalengka,” Jurnal Cakrawala Pendas, vol.2, no. 1 (2016), 31.
Aliran filsafat progresivisme ini merupakan aliran yang terus
berusaha mengembangkan asas kemajuan dalam semua realita, terutama
dalam semua kehidupaan untuk tetap survive terhadap semua tantangan
hidup manusia. Dalam pendidikan, progresisvisme memiliki pandangan
bahwa kurikulum merupakan pengalaman mendidik, bersifat
eksperimental dan adanya rencana serta susunan langkah yang teratur.
Dalam prakteknya, progresivisme merupakan aliran yang memusatkan
pendidikan pada anak didik.
b. Esensialisme
BAB
33
Nurhayati, Filsafat Pendidikan Islam (Pekanbaru: Benteng Media, 2013), 67.
34
Rachman Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Rjawali Pers, 2011), 207.
sendiri, yang tidak bergantung kepada yang lain. Islam secara tegas
mengatakan bahwa substansi (substansi; unsur asal sesuatu yang ada ) dan
keduanya juga termaksud substansi alam. Sedangkan alam juga
merupakan ciptaan Allah jadi termaksud dalam makhluk yang diciptakan
oleh Allah SWT.
1. Hakikat Manusia
2. Kedudukan manusia
35
Zaini, Mengenal Manusia Lewat Al-Qur’an (Surabaya, 1980), 5–6.
strategis yaitu: Hamba Allah (‘abd Allah ) dan khalifah Allah (khalifah
fi al-ardh).
37
Gazaiba, Sistimatika Filsafat, 3rd ed. (Jakarta: Bulan Bintang, 1973).
melangsungkan proses pendidikan. Didalam alam semesta ini manusia
tidak dapat hidup dan mandiri dengan sesungguhnya karena antara
manusia untuk merawat dan memeliharanya sedangkan manusia butuh
alam semesta sebagai sarana berintraksi dengan manusia lainnya.38
2. Manfaat lingkungan
BAB V
38
Kaelany, Islam Kependudukan Dan Lingkungan Hidup (Jakarta: Rineka Cipta, 1996).
39
Abuddin, Pemikiran Pendidikan Islam Dan Barat (Jakarta: Rajawali Pers, 2013).
40
Ibid, Hal 288, n.d.
Menurut bahasa, hakikat dipahami sebagai kebenaran atau sesuatu
yang sesuai dengan kondisi sebenarnya (dipahami juga sebagai asal dari
segala sesuatu, inti dari segala sesuatu, menjadi jiwa sesuatu).
Proses pendidikan berorientasi untuk membelajarkan peserta didik
dengan mengenakan asas pembelajaran ataupun teori belajar sebagai
penentu keberhasilan dakam kegiatan ini merupakan ujung tombak demi
kemajuan suatu peradaban. Pendidikan ialah pertolongan atau bisa juga
dikatakan sebagai sesuatu yang mampu mempengaruhi peserta didik.
Sebagaimana yang telah diungkap diatas tentang asal kata
begitupun makna secara istilah dari kata pendidikan, memberikan
pemahaman bahwa dalam proses pendidikan diperlukan adanya kerja
keras untuk mengembangkan seluruh aspek kepribadian terhadap manusia,
melakukan pembentukan pribadi yang baik sebagaimana tujuan yang ingin
dicapai melalui proses pendidikan.
Hakikat pendidikan islam adalah untuk menunjukkan pemahaman
ataupun pemaknaan tentang hal yang paling mendasar terkait pendidikan
islam. Melalui perspektif para ahli sufi, hakikat dimaknai sebagai suatu
kondisi yang terdapat dalam diri peserta didik, yakni aspek ruhaniahnya
harus mendapatkan bimbingan dari pendidik agar senantiasa mengamalkan
perbuatan-perbuatan baik, jauh dari kemaksiatan agar tuhan menghadirkan
cinta melalui upaya kesucian dan pembersihan batin yang telah
dilakukan.41
B. Prinsi-prinsip pendidikan islam dalam perspektif filsafat
Menurut kamus besar bahasa indonesia, prinsip adalah kebenaran yag
menjadi pokok dasar berpikir, bertindak, dan lain sebagainya. Prinsip
dapat diartikan asas atau fondamen pokok untuk sesuatu terwujud.
Prinsip pendidikan islam artinya asas atau fondamen yag mendasari
terbentuknya pendidikan islam terutama sebagai sebuah sistem pendidika
41
Murnitita et al., Filsafat Pendidikan Islam, 1st ed. (Padang Sumatra Barat: PT. Global Ekseskutif
Teknologi, 2022), 40.
yang memiliki karakteristik tersendiri sekaligus membedakan dengan
sistem pendidikan lainnya.
Dalam pendidikan islam ada dua prinsip yaitu, prinsip umum da khusus.
1. Prinsip umum
Omar Muhammad Al-Toumy al-Syabani, dalam bukunya filsafat
pendidikan islam, menguraika panjang klebar terkait prinsip-prinsip
dalam pendidika islam, diantaranya yaitu:
a. Prinsip-prinsip yag m,enjadi dasar pandangan islam terhadap jagat
raya.
b. Prinsip-prinsip yag menjadi dasar pandangan islam terhadap
mausia.
c. Prinsip-prinsip yang menjadi dasar pandangan islam terhadap
masyarakat.
d. Prinsip-prinsip yang menjadi dasar teori pengetahuan pada
pemikiran islam.
e. Prinsip-prinsip yang menjadi dasar falsafah akhlak dalam islam.
2. Prinsip khusus
Dalam penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dituangkan dalam
UUSPN pasal 4 sebagai berikut:
a. Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan
serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi
manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan
bangsa.
b. Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistematik
dengan sistem terbuka dan multimakna.
c. Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan
dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang
hayat.
d. Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan,
membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta
didik dalam proses pembelajaran.
e. Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya
membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat.
f. Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua
komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan
dan pengendalian mutu layanan pendidikan.
42
Sudarto, Filsafat Pendidikan Islam, 1st ed. (Yogyakarta: CV Budi Utama, 2019), 69.
sistem yang mendukung kepada terbentuknya manusia yang baik, yang
menjadi tujuan utama dalam pendidikan.43
BAB VII
43
Ibid., 87.
A. Pengertian pendidik
B. Peserta didik
Secara Bahasa peserta didik adalah orang yang sedang berada pada
fase pertumbuhan dan perkembangan baik secara fisik maupun
psikis,pertumbuhan,dan perkembangan merupakan ciri dari seseorang
peserta didik yang perlu bimbingan dari seorang pendidik.
44
Siti Hawa, “Pendidik Dalam Prespektif Filsafat Pendidikan Islam,” Jurnal Azkia, vol.15, no. 2
(n.d.): 4.
45
H.Ahmad syar’i, “Filsafat Pendidikan Islam,” Puataka Firdaus, vol., no. 3 (March 2005): 31.
didik bukan anak didik.lebih lanjut abdul mujib mengatakan peserta didik
cakupannya sangat luas,tidak hanya melibatkan anak-anak tetpi mencakup
orang dewasa juga.sementara istilah anak didik hanya mengkhususkan bagi
individu yang berusia kanak-kanak.peserta didik tidak hanya dalam
Pendidikan formal seperti sekolah,madrasah dan sebagainya.tetapi peserta
didik dapat mencakup Pendidikan non formal seperti Pendidikan
dimasyarakat,dan majlis taklim.
C. Kurikulum
a. Mata pelajaran
b. System dan metode pembelajaran
c. Hubungan interaktif antara pendidik dan anak didik
d. Pengawasan perkembangan mental anak didik
e. System evaluasi.
D. Pendekatan dan metode
E. Evaluasi
46
Nurjannah Rianie, “Pendekatan Dan Metode Pendidikan Islam,” Jurnal Management Of
Education, vol.1, no. 2 (n.d.), 107.
47
Nurjannah Rianie, “Pendekatan Dan Metode Pendidikan,” Jurnal Management Of Education,
vol.1, no. 2 (n.d.).116
48
sehendri suhendri, “Evaluasi Pendidikan Dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam,” Almufida,
vol.3, no. 1 (n.d.): 31.
proses pelaksanaan penilaian lebih ditekankan pada akhir tindakan
Pendidikan.penilaian dalam Pendidikan dimaksudkan untuk menetapkan
keputusan-keputusan Pendidikan,baik yang menyangkut
perencanaan,pengelolahan,proses dan tindak lanjut Pendidikan.penialaian
dalam Pendidikan islam bertujuan agar keputusan -keputusan yang berkaitan
dengan Pendidikan islam benar-benar sesuia dengan nilai-nilai islami sehingga
tujuan Pendidikan islam yang di rencanakan dapat tercapai secara maksimal.
Dalam dunia Pendidikan ,sering kali istilah alat bantu atau media
komunikasi digunakan secara bergantian atau sebagai pengganti istilah media
Pendidikan.dengan penggunaan alat bantu berupa media
komunikasi,hubungan komunikasi guru dan murid akan dapat berjalan dengan
lancar dan dengan hasil yang maksimal. contoh media pembelajarnan yaitu
kaset, foto, computer, video, televisi,radio, film,dan slide.
G. Lembaga
49
Moh.Irmawan Jauhari, ‘Peran Media Pembelajaran Dalam Pendidikan Islam’, Jurnal Piwulang,
vol.1, no. 1 (n.d.): 69.
Secara Bahasa Lembaga adalah badan atau organisasi.dalam kamus
Bahasa Indonesia Lembaga adalah badan atau organisasi yang tujuannya
melakukan suatu penyelidikan keilmuan atau melakukan suatu
usaha.lembaga Pendidikan sebagai Lembaga atau tempat berlangsungnya
proses Pendidikan yang dilakukan dengan tujuan mengubah tingkah laku
individu kearah yang lebih baik melalui interaksi dengan lingkungan sekitar.
BAB X
BAB X
BAB XI
54
Ahyadi Abdul Aziz, Psikologi Agama (Bandung: Sinar Baru Al-gensindo, 1995), 13.
55
Jalaludin, Teologi Pendidikan (Jakarta: Paja Grasindo Persada, 2001), 45.
56
zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: bumi aksara, 1992), 186.
57
Sudarto, Filsafat Pendidikan Islam (Deepublish, 2021), 3.
Secara individu kepribadian seorang muslim menggambarkan ciri khas
yang berbeda. Ciri khas tersebut bisa kita dapatkan dengan potensi
bawaan, maka dari itu secara potensi (bawaan) dapat ditemukan dengan
kepribadian antara orang muslim dengan muslim lainya.
2. Kepribadian muslim sebagai ummah
Komunitas muslim (kelompok seakidah) dapat disebut ummah.
Individu
merupakan unsur dalam kehidupan masyarakat. Maka dengan
membentuk kesatuan pandangan hidup pada setiap individu, rumah
tangga, diharap kanakan ikut mempengaruhi sikap dan pandangan
hidup dalam masyrakat, bangsa, dan ummah. Adapun pedoman untuk
mewujudkan pembentukan hubungan itu secara garis besarnya terdiri
atas tiga macam usaha, yakni:
1. memberi motivasi untuk berbuat baik,
2. mencegah kemungkaran dan,
3. beriman kepada Alla
58
Jalaluddin dan usman said, Filsafat Pendidikan Islam (Konsep Dan Pengembangan Pemikiran)
(Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, n.d.), 94.
59
Abdul Azis Ahyadi, Psikologi Agama Kepribadian Muslim Pancasila (Bandung, 1991), 116.
1) Aspek-aspek kejasmanian meliputi tingkah laku luar yang mudah
nampak dan ketahuan dari luar, misalnya cara berbuat, berbicara dan
sebagainya.
2) Aspek-aspek kejiwaan meliputi aspek-aspek yang tidak segera dapat
dilihat dan ketahuan dari luar, misalnya: cara-caranya berpikir, sikap
dan minat.
3) Aspek-aspek kerohanian yang luhur, meliputi aspek kejiwaan yang
lebih abstrak yaitu filsafat hidup dan kepercayaan. Ini meliputi sistem
nilai yang telah meresap dalam kepribadian, yang telah menjadi
bagian dan mendarah daging dalam kepribadian atau dan memberi
corak seluruh individu tersebut.60
1. Kepribadian mukmin
Mukmin berarti orang yang beriman. Adapun ciri-ciri orang beriman
dapat ditinjau pada berbagai perilakunya dalam kehidupan, ciri yang
menonjol digambarkan dalam al-Qur’an antara lain mengenai sifat:
a. Aqidah
b. Tujuan hidup
c. Peribadatan
d. Sikap. Keempat ciri
2. Kepribadian muslim
Muslim berarti orang yang beragama Islam, islam adalah orang
menyerah, tunduk, patuh, dalam melakukan perilaku yang baik, agar
hidupnya bersih lahir dan batin yang pada akhirnya akan mendapatn
keselamatan dan kedamaian hidup di dunia dan akhirat. Adapun ciri-
ciri kepribadian muslim meliputi lima rukun Islam, yaitu:
a. Membaca dua kalimat syahadat, yang melahirkan kepribadian
syahadatain
b. Menunaikan shalat, yang melahirkan kepribadian mushalli
60
“muhammad faizal 2015: Makalah hakikat kepribadian muslim PAI VD STAIN Bengkalis,”
muhammad faizal 2015, 12 Oktober 2016, diakses 30 Juni 2022,
http://muhammadfaizalnafas.blogspot.com/2016/10/makalah-hakikat-kepribadian-muslim-
pai.html.
c. Mengerjakan puasa, yang melahirkan kepribadian sha’im
d. Membayar zakat, yang melahirkan kepribadian muzakki
e. Melaksanakan haji, yang melahirkan kepribadian hajji
3. Kepribadian muslim
Muhsin berarti orang yang berbuat ihsan, ihsan berarti baik atau
bagus. Kaitan ihsan dengan prilaku batin yang dapat menghiasi diri
manusia untuk menyempurnakan keimanan dan pribadatanya. Dengan
demikian, kepribadian muhsin ialah kepribadian dapat memperbaiki
dan mempercantik individu baik berhubungan dengan diri sendiri,
sesamanya, alam semesta dan kepada Allah dengan niatkan hanya
untuk mencari ridha-Nya.
C. Usaha Pembentukan Kepribadian Muslim
Dalam usaha pembentukan kepribadian dalam pendidikan islam
diperlukan beberapa langkah yang berperan dalam perubahanya antara
lain:
a. Peran keluarga
Orang tua sebagai penanggung jawab bagi masa depan anaknya,
maka orang tua harus menjalankan fungsi edukasi. Untuk
mengenalkan islam sebagai ideologi agar mereka mampu membentuk
pola pikir dan pola sikap islami yang sesuai dengan akidah dan
syari’at islam.
b. Peran negara
Negara harus membangun Pendidikan yang mampu untuk
membentuk pribadi yang memiliki karakter islami dengan cara
Menyusun kurikulum yang sama bagi seluruh sekolah dengan
berlandaskan akidah islam.
c. Peran masyarakat
Masyarakat juga ikut berpartisipasi dalam pembentukan
kepribadian dalam Pendidikan islam karena dalam mayarakat kita bisa
mengikuti suatu organisasi yang berhubungan dengan kemaslahatan
lingkungan. 61
61
Abdul Mujib, Kepribadian Dalam Psikologi Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), 33.
62
Al-Rasyidin, Falsafah pendidikan islami, hal 88.
63
Ibnu Katsir, Shahih Tafsir Ibnu Katsir (Bogor: Pustaka Ibnu Katsir, 2006).
64
Departemen Agama, Al-Qur’an, hal 275.
65
Departemen Agama RI, Quran Tajwid dan Terjemahannya (Jakarta: Sygma, 2007)hal 263.
Lalu bagaimana dengan praktik pembentukan kepribadian muslim
hari ini? Kita bisa melihat generasi- generasi muslim yang berkpribadian
yang tidak Islami. Saat kita membaca maupun mendengar pemberitaan di
berbagai media, kasus pencurian pelakunya seorang muslim, narkoba juga
pengedarnya seorang muslim, bahkan Para Koruptor di negeri ini dipenuhi
oleh orang- orang Islam. Maka sejak dini penanaman nilai –nilai Islami
harus ditanamkan. Berikut ini merupakan proses pembentukan
kepribadian Islam. Adapun Proses pembentukan kepribadian muslim
sebagai individu yang dapat pula dilakukan dengan cara-cara sebagai
berikut:
66
Syafruddin Umar, PENGANTAR PENDIDIKAN ISLAM (Mewujudkan Kualitas SDM Dalam
Prespektif Al-Qur’an (Depok: PT R aja Grafindo Persada, 2020), 28.
Adapun factor-faktor yang mempengaruhi perkembangan
kepribadian seseorang, yaitu :
1. Faktor Biologis
Keadaan seseorang turut mempengaruhi perkembangan
kepribadian seseorang. Sebagai contoh ekstrim adalah seseorang yang
mempunyai cacat jasmani biasanya mempunyai ras rendah diri,
sehingga menjadi pemalu, pendiam, enggan bergaul. Demikian juga
system (jaringan) saraf, kalenjer, dan sebagainya merupakan gangguan
biologis, dapat mempengaruhi kepribadian seseorang, Seperti misalnya
hipertensi dapat menyebabkan seseorang menjadi pemarah. Sebaliknya
bila hipotensi bisa menjadikan seseorang mudah tersinggung.
2. Faktor Psikologis
67
Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2010)hal 60-61.
oleh manusia yang hidup dalam kebudayaan tersebut. Mentaati dan
mematuhi nilai dalam kebudayaan itu menjadi kewajiban bagi
setiap anggota masyarakat kebudayaan. Disamping itu harus
mempunyai kepribadian yang selaras dengan kebudayaan yang
berlaku dalam masyarakat.68
2) Lingkungan tempat
3) Lingkungan Sosial
4) Lingkungan Kebudayaan
a. Ajaran Agama
b. Pendidikan
c. Pengalaman
71
Ramayulis, Metedologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2010),Cet Ke-VI, hal 29.
72
Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006). hal 78.
yang berperilaku/berkepribadian sesuai dengan ajaran Islam yang
bersumber dari Al-Qur’an dan hadits agar menjadi insan kamil.
Tujuan pendidikan Islam, ada yang bersifat umum dan ada yang
bersifat khusus. Untuk merumuskan tujuan pendidikan Islam yang bersifat
umum, terlebih dahulu harus diketahui eksistensi manusia yang sempurna
atau hakekat manusia menurut Islam. Dengan kata lain, konsepsi manusia
yang sempurna menurut Islam sangat membantu dalam merumuskan
tujuan pendidikan Islam itu sendiri.
B. Pemikiran-pemikiran
Perkembangan filsafat pendidikan adalah berarti sama dengan
melacak perkembangan dunia pemikiran filosofis tentang pendidikan.
Karena perkembangan dunia filsafat berbentuk perkembangan pemikiran-
pemikiran filosofi tentang suatu objek.
73
Ahmad, filsafat pendidikan islam (bandung: PT Remaja Rosdakarya,2010),23
74
Ibid, 25.
Didalam masyarakat islam, pendidikan islam itu merupakan ajaran-
ajaran berdasarkan pada wahyu, yang juga menjadi dasar dari pemikiran
filsafat pendidikan Islam. Hal ini menunjukkan falsafah pendidikan Islam
yang berisi teori umum mengenai pendidikan Islam, dibina atas dasar
konsep ajaran Islam yang termuat dalam al-Qur’an dan hadis. Hal ini
sejalan dengan berfikir falsafi, yakni mendasar, menyeluruh tentang
kebenaran yang ditawarkan yaitu kebenarah tuhan yang mutlak.
1. Omar Mohamad al-Toumy al-Syaibany, menurutnya bahwa filsafat
pendidikan Islam adalah pelaksanaan pandangan filsafat dan kaidah
filsafat dalam bidang pendidikan yang didasarkan pada ajaran Islam.
Didalam prinsip-prinsip, kepercayaan-kepercayaan, andaian-
andaian dan premis yang menjadi asas falsafah ini, yaitu falsafah
pendidikan yang berasal dari prinsip-prinsip dan ruh Islam. Maka
disebut Falsafah Islam untuk pendidikan, atau disebut filsafat
pendidikan Islam.75
2. Abudin Nata menyimpulkan bahwa filsafat pendidikan Islam itu
merupakan suatu kajian secara filosofis mengenai berbagai masalah
yang terdapat dalam pendidikan yang didasarkan pada al-Qur’an dan
hadis sebagai sumber primer, dan pendapat para ahli, khususnya para
filosof muslim, sebagai sumber sekunder.
filsafat pendidikan Islam secara singkat dapat dikatakan adalah
filsafat pendidikan yang berdasarkan ajaran Islam atau filsafat
pendidikan yang dijiwai oleh ajaran Islam.76
3. Jalaludin dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam, menyebutkan bahwa
Filsafat Pendidikan Islam itu merupakan hasil pemikiran para filosof
berdasarkan sumber yang berasal dari wahyu Allah, sedangkan falsafah
pendidikan lainnya berasal dari hasil renungan (pemikiran) yang
didasarkan atas kemampuan rasio. pemikiran tersebut bersumber dari al-
qur’an yang memiliki kebenaran yang mutlak. 77
75
Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu1997),14
76
Ibid,15
C. Tokoh-tokoh
Adapun tokoh-tokoh Filsafat antara lain:
1. Filsuf Yunani
a. Socrates
Dialah yang pertama kali memperkenalkan metode dialog dan
induksi. Ia juga berpendapat bahwa tujuan tertinggi kehidupan
manusia adalah mencapai kebahagiaan (eudaimonia). Menurut
Socrates, jiwa adalah inti kepribadian manusia. Kebahagiaan dapat
dicapai dengan melakukan keutamaan (arete), yaitu hidup sesuai
dengan nilai-nilai moral yang utama.
b. Plato
Plato merupakan filosof Yunani yang aktif mengembangkan
filsafat dengan mendirikan pendidikan sekolah khusus yang disebut
(akademi). Plato berpandangan bahwa konsep Ide adalah suatu dunia
dibalik alam kenyataan. Dan juga sebagai hakikat suatu hal yang ada.
c. Aristoleles
Aristoteles adalah manusia sebagai subjek pengetahuan. Dan dia
Merupakan bapak ilmu dia berpandangan bahwa ilmu
pendidikan yang dibangun oleh riset pendidikan. Riset merupakan kan
suatu gerak maju kegiatan observasi menuju konsep-konsep umum.
Yang bersifat menerangkan dan kembali ke observasi tersebut.
2. Filsafat Barat Abad Pertengahan
a. Augustinus. Markus Aurelius Augustinus
Filsafat manusia muncul dalam karya Augustinus saat ia
memandang ajaran Neoplatonisme yang tidak memakai istilah
penciptaan (“creatio”), tidak membicarakan Allah sebagai pencipta
(“Creatio”), dan yang tidak sanggup membedakan ciptaan dengan
penciptanya (monisme yang bercorak panteisme). Menurut
Augustinus, segala makhluk marupakan “vestigia Dei” (jejak-jejak
77
Jalaludi, Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam: Konsep dan Perkembangan Pemikiran (Jakarta:
Raja Garafindo Persada,1996), 3-4
Allah) yang memaklumkan bahwa “Allah telah lewat”. Manusia
menjadi “vestigium Dei” sedemikian istimewa, sehingga disebut
“imago Dei” (citra Allah). Manusia memantulkan siap Allah itu
dengan lebih jelas dari pada segala ciptaan lainnya.
b. Thomas Aquinas
Thomas sangat menekankan bahwa manusia adalah suatu
kesatuan yang terdiri dari jiwa dan badan. Dan Thomas juga
mengajarkan bahwa pertautan antara jiwa dan tubuh manusia harus
dilihat antara bentuk (jiwa) dan materi (tubuh). Atau hubungan jiwa
dan badan tersebut juga bisa dilihat dalam hubngan antara aktus
(perealisasian) dan potensi (bakat). Jadi, manusia itu satu substansi
saja. Satu substansi sedemikian rupa sehingga jiwalah yang menjadi
bentuk badan (animafoma corporis). Dengan perkataan lain, jiwalah
yang membuat tubuh menjadi realitas.
3. Filsafat Barat Modern
a. Rene Descartes
b. Karl Marx
Potensi manusia, bagi Marx adalah potensi yang diterima begitu
saja, manusia sekarang, sebagaimana manusia zaman dahulu adalah
materi mentah yang manusiawi dan tidak dapat diubah, karena
struktur otaknya tetap sama sejak awal ditorehkannya sejarah.
Manusia benar-benar berubah sepanjang sejarah, dia
mengembangkan dirinya, dia mentransformasikan dirinya, dia adalah
produk sejarah.
c. Sigmund Freud
Menurut Freud, jiwa manusia terdiri dari tiga bagian: Id, Ego,
dan superego. Id berada dalam ketidaksadaran. Ia merupakan
dorongan yang belum dibentuk atau dipengaruhi oleh kebudayaan.
Dorongan ini ada dua yaitu dorongan untuk hidup dan
mempertahankan kehidupan (life instinct) dan dorrongan untuk mati
(death instinct). Bentuk dorongan hidup adalah dorongan seksual
atau Libido. Tujuan hidup manusia pada dasarnya untuk memenuhi
kepuasan libido seksualnya (libido sexuality). Bentuk dorongan mati
adalah agresi, yaitu dorongan yang menyebabkan orang ingin
menyerang oran lain, berkelahi, berperang atau marah. Prinsip yang
dianut Id adalah prinsip kesenangan (pleasure principle), yang
bertujuan memuaskan semua dorongan primitif. Ego adalah system
di mana Id dan Superego beradu kekuatan. Fungsi Ego adalah
menjaga keseimbangan antara Id dan superego. Ego menjalankan
prinsp kenyataan (reality principle), yaitu menyesuaikan kedua
dorongan tadi.
d. Soren Abaye Kierkegaard
Menurutnya, ada tiga fase eksistensi manusia, yaitu
estetis (esthetis stage), etis (ethical stage) dan religius (religious
stage). Tahap estetis adalah tahap di mana manusia hidup mencari
kesenangan jasmani, menagabikan moralitas, dan agama. Hidup
semata-mata untuk memuaskan nafsu. Kierkegaard mencontohkan
manusia tahap ini seorang super play boy bernama Don Yuan.
Tahap etis, yaitu tahap di mana manusia memperhatikan kebutuhan
rohani dan moralitas. Tahap religius dimana manusia hidup demi
pemuasan kebutuhan rohaninya, menjalin hubungan dengan Tuhan.
Persoalan utama mansuia adalah kesulitan untuk memutuskan di
antara berbagai pilihan. Dosa dapat menimbulkan keputusasaan, dan
jalan terbaik adalah masnuia bergerak menuju Allah.
e. Friederich Nietzche
Menurutnya, kehendak sebagai asas dari eksistensi manusia.
Manusia memiliki kehendak berkuasa (will for power)
sebab kehidupan merupakan perjuangan untuk memperoleh
kekuasaan dan perjuangan merupakan hal yang baik. Pikiran
merupakan alat untuk mengendalikan insting (kehendak berkuasa).
Pengetahuan memiliki nilai lebih bila dapat meningkatkan dan
mempertahankan kehidupan. Manusia harus mengarahkan
kekuatannya untuk menjadi manusia unggul (ubermensch,
superman). Manusia unggul hendaknya meruntuhkan moralitas
budak yang penuh kekejaman dan menganntinya dengan moralitas
tuan yang penuh cinta kasih serta nilai-nilai moral yang luhur.
Menurutnya, Tuhan sudah mati (Got is tod). Dan kalau belum mati
kita harus membunuhnya. Hanya manusia unggullah yang masih
hidup. Manusia masih berarti karena adanya manusia unggul.78
f. Immanual Kant
78
Agus Supriyanto, “Studi Deskriptif Tentang Tokoh-Tokoh Filsafat Pendidikan Barat,” vol.6 (1
January 2010).4-8
g. Jean Paul Sartre
Menurut Sartre, manusia itu mengada dengan kesadaran
sebagai dirinya sendiri sehingga hal demikian itu tidak bisa
dipertukarkan. Keberadaan manusia berbeda dengan keberadaan
benda-benda lain yang tidak memiliki kesadaran atas
keberadaannya sendiri. Bagi manusia, eksistensi adalah
keterbukaan; berbeda dengan benda-benda lain yang keberadaannya
sekaligus berarti esensinya. Adapun bagi manusia, eksistensi
mendahului esensi. Manusia tidak lain ialah bagaimana menjadikan
dirinya sendiri. Begitulah asas pertama eksistensialisme. Manusia
tidak lain adalah rencananya sendiri; ia mengada hanya sejauh ia
memenuhi dirinya sendiri; oleh karenanya, ia tiada lain adalah
kumpulan tindakannya, tidak lain ialah hidupnya sendiri.79
BAB
79
Ibid.9
80
Nina M Armando, Ensiklopedi Islam (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2005).52
yang berarti pendapatan per kepala. Dan juga memiliki arti yang sama,
ketika dipakai dalam kalimat capital city (kota utama).
Kapitalisme merupakan sistem ekonomi politik yang di dasarkan
pada hak milik pribadi dimana dalam kapitalisme terdapat tujuan untuk
kepentingan pribadi tanpa menghargai kebutuhan masyarakat dan
menghormati kepentingan umum. Dan lebih mengarahkan kemampuan
dan potensi yang ada untuk meningkatkan kekayaannya.
Sedangkan secara termonologi, Kapitalisme berarti suatu paham
yang meyakini bahwa pemiliki modal bisa melakukan usahanya dengan
bebas untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya.
b. Kapitalisme Pendidikan
Kapitalisme pendidikan terjadi apanila prinsip kapitalisme
digunakan di dalam sektor pendidikan, negara tidak membatasi
kepemilikan perorangan di dalam sektor pendidikan, artinya satuan
penyelenggara pendidikan dapat dikuasai oleh perorangan (sektor
swasta atau aktor non negara), dimana segala kebijakannya diatur oleh
sektor swasta tersebut. Pengelola sektor pendidikan (pihak swasta) ini,
mulai bersaing antara satu dengan lainnya. Bagi pihak pengelola
pendidikan yang memenangkan persaingan akan mendapatkan
pengguna jasa pendidikan lebih banyak. Modal dari pihak pengelola
sektor pendidikan pun akan masuk dan dapat diakumulasikan. Ketika
mengikat maka akan terjadi monopoli, sehingga penentuan harga (biaya
pendidikan) tanpa ada penawaran dan permintaan terlebih dahulu
dengan para pengguna jasa pendidikan. Pengelola pendidikan pun
menawarkan harga (biaya pendidikan) tanpa memikirkan kemampuan
dari pihak pengguna jasa pendidikan. Jelas hal ini akan merugikan bagi
pihak pengguna jasa pendidikan, karena mereka tidak diberi
kesempatan untuk menawar harga (biaya pendidikan). Akhirnya, akan
muncul kesenjangan-kesenjangan bahwa orang yang kaya lah yang bisa
mendapatkan pendidikan tersebut. Sedangkan bagi pihak pengguna jasa
pendidikan yang kurang mampu, akan kesulitan dalam mendapatkan
pendidikan tersebut.
2. Komersialisasi Pendidikan
a. Pengertian Komersialisasi Pendidikan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, komersialisasi
diartikan: perbuatan menjadikan sesuatu sebagai barang dagangan.
Merujuk pada arti tersebut, komersialisasi pendidikan bisa
diartikan: Menjadikan pendidikan sebagai barang dagangan.
Komersialisasi pendidikan atau mengomersialisasikan pendidikan
kerap ditimpakan kepada kebijakan atau langkah-langkah yang
menempatkan pendidikan sebagai sektor jasa yang diperdagangkan.
Milton Friedman dan Frederik Van Hayek (2008:115)
mengemukakan bahwa “komersialisasi pendidikan merupakan
keadaan pendidikan yang berpegang pada masyarakat industri dan
selera pasar (market society)”81. Selain itu, Habibie (2005:257)
juga mengungkapkan, bahwa “komersialisasi pendidikan telah
mengantarkan pendidikan sebagai instrument untuk melahirkan
buruh-buruh bagi sektor industri, bukan sebagai proses pencerdasan
dan pendewasaan masyarakat”. Adanya komersialisasi pendidikan
telah menggambarkan keadaan pendidikan saat ini bahwa
pendidikan lebih mengarah kepada praktik pendidikan layaknya
lembaga penghasil mesin yang siap memsuplay pasar industri dan
diukur secara ekonomis.82
Sedangkan menurut Giroux (2008:115), “adanya
komersialisasi pendidikan telah mengubah institusi pendidikan
yang berbasis efisiensi ekonomis menjadi perusahaan penyedia
elite masyarakat dan kuli kerja”. Akibat komersialisasi pendidikan
inilah, banyak lembaga pendidikan yang kemudian menganut
paradigma pendidikan yang bersifat ekonomis. Banyak lembaga
81
Milton Friedman dan Frederik Van Hayek (2008 : 115).
82
Dwi Hartini, “Problematika Pendidikan Di Era Globalisasi” (2011).16
pendidikan yang akhirnya gagal mengimplikasikan bahwa proses
pembelajaran menjadi salah satu pilar utama dalam humanisasi
hidup manusia.83
Komersialisasi pendidikan secara tidak langsung juga telah
menciptakan jurang pemisah antara pihak yang mempunyai modal
dan pihak yang mempunyai sedikit modal. Hal ini seperti yang
diungkapkan oleh Ivan Illich dalam Benny Susanto (2005:119),
“komersialisasi pendidikan dianggap sebagai misi lembaga
pendidikan modern mengabdi kepada kepentingan pemilik modal
dan bukan sebagai sarana pembebasan bagi kaum tertindas”.
Akibatnya pendidikan yang humanisasi tidak tercapai dalam proses
pendidikan karena adanya komersialisasi pendidikan menurut
Satriyo Brojonegoro hanya mampu dinikmati oleh pihak-pihak
tertentu yang dimiliki modal untuk mengakses pendidikan.
Adapun istilah “komersialisasi pendidikan” menurut Agus
Wibowo, mengacu pada dua pengertian yang berbeda, yaitu:84
a. Komersialisasi pendidikan yang mengacu lembaga pendidikan
dengan program serta perlengkapan mahal. Pada pengertian ini,
pedidikan hanya dinikmati oleh sekelompok masyarakat
ekonomi kuat, sehingga lembaga seperti ini tidak dapat disebut
dengan istilah komersialisasi karena mereka memang tidak
memperdagangkan pendidikan. Komersialisasi pendidikan jenis
ini tidak akan mengancam idealisme pendidikan nasional atau
idealisme Pancasila, akan tetapi perlu dicermati, karena dapat
menimbulkan pendiskriminasian dalam pendidikan nasional.
b. Komersialisasi pendidikan yang mengacu pada lembaga
pendidikan yang hanya mementingkan uang pendaftaran dan
uang gedung saja, tapi mengabaaikan kewajiban-kewajiban
pendidikan. Komersialisasi pendidikan ini biasanya dilakukan
83
Ibid.17
84
Ibid.19
oleh lembaga atau sekolah-sekolah yang menjanjikan pelayanan
pendidikan tetapi tidak sepadan dengan uang yang mereka
pungut dan lebih mementingkan laba. Itu hal yang lebih
berbahaya, komersialisasi jenis kedua ini dapat melaksanakan
praktik pendidikan untuk maksud memburu gelar akademik
tanpa melalui proses serta mutu yang telah ditentukan sehingga
dapat membunuh idealisme pendidikan Pancasila.
Komersialisasi ini telah berdampak pda tingginya biaya
pendidikan, baik secara gamplang, masyarakat “disuguhi
sesuatu” yang seolah-olah mengaminikondisi tersebut.
Menurut para Ahli, pengertian Komersialisasi dapat
disimpulkan bahwa komersialisasi pendidikan merupakan suatu
keadaan atau situasi di dunia pendidikan yang lebih
mengutamakan paradigma pendidikan dalam halekonomis
(keuntungan) sehingga pengukuran keberhasilan pendidikan
dalam proses humanisasi tidak tercapai. Akibat individu yang
berasal dari kelas sosial rendah tidak mempunyau kesempatan
untuk memperoleh akses pendidikan yang layak dan berkualitas
seperti individu yang berasal dari kelas sosial atas.85
85
Mohd Shukri Hanapi, “Tasawuf Ekonomi Islam” (2014).21
karenakan banyak anak yang gagal dalam mengembangkan potensi
yang dimilikinya.
b. Masyarakat semakin terkotak-kotak berdasarkan status sosial
ekonomi
Hal ini terjadi karena pendidiak yang berkualitas hanya bisa
dinikmati oleh sekelompok masyarakat dengan pendapatakn
menengah ke atas. Untuk masyarakat dengan pendapatan
menengah ke bawah kurang bisa mengakses pendidikan tersebut.
c. Indonesia juga akan tetap berada dalam kapitalisme global
Indonesia akan tetap berada dalam sistem kapitalis global
pada berbagai sektor kehidupan terutama dalam sistem
perekonomiannya. Hal ini sudah terbukti, bahwa kapitalisme tidak
hanya berlaku pada sistem perekonomian, namun dalam sistem
pendidikan pun saat ini sudah terpengaruh oleh kapitalimse.
d. Dalam sistem kapitalis, negara hanya sebagai regulator/ fasilator
Pada sistem kapitalis ini, yang berperan aktif dalam sistem
pendidikan adalah pihak swasta, sehingga muncul otonomi-
otonomi kampus atau sekolah yang intinya semakun membuat
negara tidak ikut campur tangan terhadap sekolah pendidikan. Hal
ini berakibat bahwa sekolah harus kreatif dalam mencari dana jika
ingin tetap bertahan. Mulai dari membuka bisnis hingga menaikkan
biaya pendidikan, sehingga pendidikan memang benar-benar
dikmersilkan dan sulit dijangkau masyarakat yang kurang mampu.
e. Pendidikan hanya bisa diakses golongan menengah ke atas
Biaya pendidikan yang semakin mahal mengakibatkan
pendidikan hanya diperuntukan bagi masyarakat yang mampu
sedangkan bagi warga yang kurang mampu merasa kesulitan dalam
memperoleh pendidikan.
f. Praktik KKN semakin merajalela
Biaya pendidikan yang semakin mahal membuat para orang
tua yang memiliki penghasilan tinggi akan memasukkan anaknya
dengan memberikan sumbangan uang pendidikan dengan jumlah
yang sangat besar meskipun kecerdasan dari peserta didik tersebut
sangatlah kurang. Sehingga nantinya, uang akan dijadikan patokan
lolos atau tidaknya calon siswa baru diterima di sebuah lembaga
pendidikan.
g. Kapitalisme pendidikan bertentangan dengan tradisi manusia
Sistem kapitalis ini bertentangan dalam hal visi pendidikan
yang seharusnya strategi untuk eksistensi manusia juga untuk
menciptakan keadilan sosial, wahana untuk memanusiakan serta
wahana untuk pembebasan manusia, diganti oleh suatu visi yang
meletakkan pendidikan sebagai komoditi.
h. Tidak ada tampak positif yang ditimbulkan akibat adanya sistem
kapitalisme pendidikan ini. semua dampak tersebut bermula karena
adanya privatisasi yaitu penyerahan tanggung jawab pendidikan ke
pihak swasta. Yang menyebabkan lembaga pendidikan dikelola
oleh pihak swasta dan tentunya pemerintah hanya sebagai
regulator/ fasilitator dan kebijakan sepenuhnya diserahkan ke pihak
swasta. Dari dampak-dampak yang telah dipaparkan, dapat
disimpulkan bahwa dampak akibat penenapan kapitalisme dalam
sistem pendidikan di Indonesia menyebabkan pemerataan
pendidikan kurang merata, karena masih banyak warga yang belum
bisa mengakses dan mendapatkan pendidikan. Hal tersebut
dikarenakan semakin mahalnya biaya pendidikan yang tidak dapat
dijangkau oleh sebagian kalangan masyarakat.86
2. Dampak komersialisasi pendidikan
Secara teoritis, komersialisasi pendidikan yang terjadi telah
memberi pengaruh atau dampak terhadap proses pendidikan di
Indonesia, baik bersifat positif maupun negatif. Ada beberapa kebaikan
dari adanya komersialisasi pendidikan antara lain:
86
M.B. Hendrie Anto, Pengantar Ekonomika Mikro Islami (Yogyakarta: EKONISIA, 2003).16
a. Beban pemerintah dalam membiayai pendidikan semakin
berkurang sehingga anggaran yang tersedia dapat digunakan untuk
membiayai aspek lain yang labih mendesak.
b. Memberi peluang lebih besar kepada seluruh masyarakat untuk
bertasipasi dalam mencerdaskan bangsa.
c. Lembaga pendidikan menjadi semakin kompetitif sehingga terjadi
peningkatan fasilitas dan mutu pendidikan.
d. Gaji para pendidik dapat lebih ditingkatkan. Kesejahteraan yang
lebih baik diharapkan dapat memacu kepuasan kerja dan kinerja
mereka dalam mencerahkan anak didik.
Lemahnya kebijakan pemerintah dan penegakan hukum dapat
mendistorsi swastanisasi pendidikan yang sebelumnya bertujuan
mulian. Komersialisasi pendidikan juga dapat membawa dampak
sosial yang tidak dapat diharapkan jika tidak disertai aturan dan etika
sosial yang benar serta jelas. Berikut dampak negatif yang
ditumbulkan dari adanya komersialisasi pendidikan di Indonesia yaitu:
1. Pendidikan menjadi mahal. Pendidikan menjadi “barang mewah”
yang sulit dijangkau oleh masyarakat luas khususnya bagi yang
kurang mampu. Hal ini dapat meningkatkan angka putus sekolah
pada masyarakat kurang mampu yang akhirnya berdampak pada
peningkatan pengangguran, anak jalanan, pekerja anak dan
kriminalitas.
2. Gap dalam kualitas pendidikan. Privatisasi pendidikan dapat
meningkatkan kompetisi yang mampu menciptakan polarisasi
lembaga pendidikan. Lembaga yang menang dalam persaingan dan
perburuan dana akan menjadi sekolah unggulan. Lembaga
pendidikan yang kalah akan semakin terpuruk menjadi sekolah
“kurang gizi”.
3. Diskriminasi. Kesempatan memperoleh pendidikan semakin sempit
dan diskriminatif. Masyarakat dari kelas sosial tinggi dapat
memperoleh pendidikan relative mudah, sedangkan masyarakat
yang berasal dari kelas sosial rendah semakin sulit sehingga
cenderung mendapatkan pendidikan yang seadanya.
4. Stigmatisasi. Adanya segregasi kelas sosial antara kaya dan miskin.
Konsekuensinya terjadi pelabelan sosial bahwa sekolah ternama
adalah sekolah milik orang dari kelas sosial tinggi. Sebaliknya,
sekolah sederhana adalah sekolah bagi masyarakat kelas sosial
rendah. Masyarakat biasa yang bersusah payah menyekolahkan
anaknya, harus menerima kenyataan menjadi warga kelas dua
karena “sumbangan dana pendidikannya” rendah.
5. Perubahan Misi Pendidikan. Komersialisasi dapat menggeser
“budaya akademik” menjadi “budaya ekonomis” sehingga
mengubah tujuan pendidikan yaitu untuk mencerdaskan
masyarakat. Para pendidik kemudian berubah menjadi pribadi yang
memiliki mentalitas “pedagang” daripada mentalitas pendidik.
Mencari pendapatan tambahan lebih menarik daripada
mengembangkan pengetahuan akibatnya lebih terdorong untuk
mengumpulkan “kredit koin” daripada “kredit point”.
6. Memacu komersialisasi dan gaya hidup “besar pasak daripada
tiang” akibatnya banyak peserta didik dari kalangan kelas sosial
tinggi yang membawa barang mewah seperti mobil mahal ke
sekolah.
7. Memperburuk kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan
kepemimpinan masa depan. Adanya dorongan misi untuk
meningkatkan akumulasi kapital sebesar-besarnya, lembaga
pendidikan kemudian lebih banyak menerima pelajar-pelajar yang
berasal dari kelas sosial atas walaupun memiliki kecerdasan yang
sedang. Pelajar yang berprestasi tetapi kurang mampu, tidak dapat
sekolah atau melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Keadaan ini
dapat mengancam kepemimpinan masa depan. Sehingga mobilitas
sosial vertikal hanya akan menjadi milik masyarakat yang mampu
sekolah tinggi, meskipun secara intelektual diragukan.
8. Rantai kemiskinan semakin mustahil diputuskan oleh pendidikan.
Secara sederhana, rantai kemiskinan dapat digambarkan karena
miskin orang tidak dapat sekolah, karena tidak sekolah, seseorang
tidak dapat pekerjaan yang baik karena tidak dapat pekerjaan
sehingga menjadi miskin begitu seterusnya. Pendidikan sebagai alat
pemberdayaan yang dapat memutus rantai kemiskinan semakin
kehilangan fungsinya. Dalam konteks ini, komersialisasi
pendidikan dapat mengarah pada pelanggengan jebakan
kemiskinan.
C. Solusi Penanggulangan Kapitalisme dan Komersialisasi Pendidikan
1. Solusi Penanggulangan Kapitalisme Pendidikan:
a. Solusi sistemik
Yaitu solusi mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan
dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui bahwa sistem
pendidikan sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang
diterapkan. Sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini, dterapkan
dalam konteks sistem ekonomi kapitalis yang berprinsip antara lain
meminimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam urusan
publik, termasuk pendanaan pendidikan.
Maka untuk solusi-solusi masalah yang ada khusunya yang
ada hubungannya dengan mahalnya biaya pendidikan, berarti yang
harus dirubah adalah sistem ekonominya. Karena kurang efektif
jika kita menerapkan sistem pendidikan islam dalam keadaan
sistem ekonomi kapitalis saat ini. Maka sistem kapitalisme saat ini
wajib dihentikan dan diganti dengan sistem ekonomi islam yang
menyebutkan bahwa pemerintahlah yang akan menanggung segala
pembiyaan negara.
b. Solusi teknis
Yaitu solusi untuk menyelesaikan berbagai permasalahan
internal dalam penyelenggaraan sistem pendidikan. Bahwa secara
tegas, pemerintah harus mempunyai komitmen untuk
mengalokasikan dana pendidikan nasional dalam jumlah yang
menandai yang diperoleh dari hasil-hasil eksploitasi sumber daya
alam yang melimpah. Dengan adanya ketersediaan dana tersebut,
maka pemerintahan dapat menyelesaikan permasalahan pendidikan
dengan memberikan pendidikan gratis kepada seluruh mesyarakat
pada usia sekolah dan yang belum sekolah baik untuk tingkat
pendidikan dasar (SD-SMP) maupun pendidikan menengah
(SMA).
2. Solusi Alternatif Penanggulangan Komersialisasi Pendidikan
Munculnya komersialisasi pendidikan adalah sebagai akibat dari
pelepasan tanggung jawab pemerintah yang telah mencabut subtansi
pembiayaan terutama pada perguruan tinggi dan pemberian hak
otonomi serta status BHMN pada perguruan tinggi negeri. Perlu
diketahui banyak dari para pembisnis menjadikan dunia pendidikan
sebagai salah satu tonggak utama usaha mereka dnegan membuka
yayasan-yayasan pendidikan tentu saja dengan tujuan “ mendapatkan
keuntungan” bukan lagi “mencerdaskan kehidupan bangsa” seperti
tertera pada UUD 1945. Prinsip nirlaba mestinya menjadi roh dalam
penyelenggaraan pendidikan nasional. Sehingga diharapkan bisa
mencegah terjadinya praktek komersialisasi dan kapitalisme dunia
pendidikan. Karena prinsip nirlaba dalam penyelenggaraan pendidikan,
menekankan bahwa kegiatan pendidikan tujuan utamanya tidak
mencari laba, melainkan sepenuhnya untuk kegiatan meningkatkan
kapasitas dan/ atau mutu layanan pendidikan.87
Adapun solusi alternatif penanggulangan komersialisasi
pendidikan sebagai berikut:
a. Pembentukan lembaga non pemerintah yang diberi kewenangan
untuk mengawasi jalannya sistem pendidikan supaya dala
pelaksanaannya, lembaga ini tidak terpengaruh dan tidak tertekan
87
Muhamad, Pola Dan Strategi Pengembangan Kuirkulum Ekonomi Islam Di Perguruan Tinggi
Agama Islam (Yogyakarta: STIS Yogyakarta, 2001).33
oleh pihak lain. lembaga ini nantinya diharapkan mampu bersikap
mandiri dan independen, sehingga ketika terjadi pemyimpangan,
mereka berani melaporkan apa yang sebenarnya terjadi tanpa takut
akan ancaman apapun dan dari siapapun. Lembaga ini berhak
melakukan evaluasi terkait kebijakan-kebijakan pemerintah
dibidang pendidikan, seperti dana BOS dan sekolah dengan status
RSBI, supaya berjalan dengan semestinya. Walaupun bersifat non
pemerintah, dalam melaksanakan tugasnya, lembaga ini tetap
harus berkoordinasi dengan Depertemen Pendidikan untuk
mencapai tujuan mulia bersama.
b. Pemberian beasiswa yang lebih gencar kepada para pelajar yang
berprestasi dan tidak mampu dalam hal biaya. Upaya ini sebagai
antisipasi supaya para pelajar yang berprestasi dan yang tidak
mampu biasa terus melanjutkan pendidikan tanpa harus terbebani
biaya dan termotivasi untuk belajar lebih giat dan baik.
Pencanangan program “Wajib Belajar 12 Tahun”. Pada program
ini nantinya SMA/sederajat memperoleh aliran dana BOS,
sehingga biaya pendidikan dapat ditanggung oleh pemerintah dan
tidak begitu memberatkan bagi orang tua. Hal ini dilakukan
sebagai upaya untuk mengurangi komersialisasi dan komoditasi
pendidikan di jenjang SMA, dan biaya tinggi tidak lagi menjadi
alasan bagi mereka yang tidak mampu untuk berhenti belajar di
sekolah.
c. Pemeriksaan rutin transaksi keuangan di seluruh lembaga
pendidikan (tingkat dasar, menengah dan perguruan tinggi), baik
negeri maupun swasta, oleh lembaga pemerintah dan non
pemerintah. Dari lembaga pemerintah dapat diwakilkan oleh
Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK), sedangkan dari lembaga
non pmerintah dapat diwakilkan oleh Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) yang peduli dengan dunia pendidikan.
d. Penarikan uang untuk biaya sekolah seharusnya disampaikan
dengan jelas dan terperinci. Biasanya modus penarikan untuk
pendidikan yang bermacam-macam. Antaranya yaitu pembayaran
ekstrakulikuler, dana untuk keselamatan, dana untuk membeli
gorden kelas, biaya wisuda, sera biaya untuk membeli LKS dan
seragam.
e. Penggunaan dana BOS dengan sasaran yang tepat. Adanya dana
BOS dari Dinas pendidikan seharusnya digunakan dengan sebaik-
baiknya untuk menunjang sarana prasarana lembaga pendidikan.
Biaya yang besar dikeluarkan juga mempengaruhi kualitas dari
peserta didik. Semakin mahal sekolah maka semakin baik kualitas
pendidikan ditempat tersebut. Hal tidak dapat dibenarkan dan
tentu tidak menjamin.88
BAB
A. Pengertian pendidikan
88
Jusuf Amir Faisal, Reorientasi Pendidikan Islam (Jakarta: Gema Insani Press, 1995).49-50
89
Siti Shafa Marwah et al., “Relevansi Konsep Pendidikan Menrut KH Hadjar Dewantara denagan
Pendidikan Islam,” TARBAWY : Indonesian Journal of Islamic Education, vol.5, no. 1 (1 May 2018),
18.
Pendidikan adalah upaya dalam mengembangkan potensi-potensi
manusiawi peserta didik, baik potensi fisik, rasa, cipta, atau karsanya agar
potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya
sebagai individu dan masyarakat. Dasar pendidikan adalah cita-cita
kemanusiaan universal. Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam
keseimbangan, kesatuan. organis, harmonis, dinamis. guna mencapai tujuan
hidup kemanusiaan. Yang tentu dalam menjalankan kelanjutan pendidikan
tersebut harus ada alat sebagai pegangan yang salah satunya adalah adanya
kurikulum.
90
Hj Siti Muri’ah dan Gianto, Kekerasan Simbolik di Madrasah (Myria Publisher, n.d.), 19.
91
Ibid., 19.
92
“Anak Sebagai Makhluk Sosial | Listia | JURNAL BUNGA RAMPAI USIA EMAS,” 20, diakses 12
Agustus 2022, https://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/jhp/article/view/9278.
Smith, Stanley dan Shores mendefinisikan masyarakat sebagai
suatu kelompok individu yang terorganisasi serta berikir tentang diri
mereka sendiri sebagai suatu kelompok yang berbeda.93
93
Ibid.
94
M. M. DR HA Rusdiana, FILSAFAT ILMU (Pusat Penelitian dan Penerbitan UIN SGD Bandung
2018, 2021).
95
“Makalah Pendidikan Individu Dan Pendidikan Masyarakat | Kumpulan Makalah,” n.d., diakses
12 August 2022, http://www.makalah.my.id/2017/12/makalah-pendidikan-individu-dan.html.
Personal seseorang dari pola perilaku seseorang, perilaku
tersebut merupakan representasi dari fikiran (kemampuan
intelektual/kognitif) dan perbuatan (psikomotorik dan
akhlak). Sementara itu kemampuan intelektual/kognitif serta
psikomotorik dan akhlak seseorang dapat diperoleh melalui
pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan yang baik akan
menyimpulkan dari kepribadian individu-individu hasil didikannya.
96
Ibid.
untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik, dengan demikian,
individu tersebut akan memiliki peluang yang lebih baik dalam
mencapai kehidupan yang lebih baik dan bermartabat.
BAB XII
A. Problematika Pendidikan Nasional
Problema-problema pendidikan dari masa ke masa menjadi
perhatian para ahli. Pendidikan merupakan usaha manusia meningkatkan
kesejahteraan lahir batin suatu bangsa dan masyarakat.
1. Filsafat Dalam Masalah Pendidikan
Masalah pendidikan adalah masalah hidup dan kehidupan
manusia itu sendiri. Proses pendidikan berkembang dan berada
bersama proses kehidupan dan perkembnagan manusia. Untuk
memecahkan masalah hidup dan kehidupan manusia, termasuk
didalamnya pendidikan, maka diperlukan pola kerja filsafat. Sebab
filsafat akan mampu menjawab permasalahan-permasalahan
pendidikan baik yang ada pada dataran praktik pelaksanaan
maupun yang lebih luas lagi berkaitan dengan pengalaman maupun
fakta-fakta pendidikan yang aktual dan tidak mungkin dijangkau
dengan sains pendidikan.
Seorang guru, baik sebagai pribadi maupun sebagai
pelaksana pendidikan, perlu mengetahui dan mempelajari filsafat
dan filsafat pendidikan. Karena tujuan pendidikan senantiasa
berhubungan langsung dengan tujuan hidup dan kehidupan
individu maupun masyarakat yang menyelenggarakan
pendidikan.97
Problem di Indonesia, memiliki beberapa kriteria diantaranya
sebagai berikut:
a) Sistem pendidikan yang masih bermasalah
b) Kurangnya pengakuan terhadap mutu lulusan
c) Kualitas guru masih rendah dan salah pegang materi
pelajaran
d) Inpunya rendah
e) Sarana dan prasarana kurang memadai
f) Kurangnya tanggung jawab oleh semua pihak
(pemerintah,orang tua dan masyarakat)
g) Kurangnya dana yang memadai dan atau memadai tidak
lancar.
Mochtar Buchori membagi problem pendidikan di Indonesia
menjadi tiga peringkat:
1) Problem Fundamental yaitu ketidak jelasan pengertian
mutu pendidikan, sebab di indonesia dari pergantian
pemimpin satu kepemimpin yang lain selalu berubah
dan bergantinya juga kebijakan tentang pendidikan,
tetapi mutunya selalu dibawah negara tetangga yang
sama-sama serumpun.
2) Problem Struktural yaitu terjadinya “keketatan”
birokrasi menyebabkan lambatnya pelayanan pelaksana
pendidikan .
97
Nur Ahid, Problematika Madrasah Aliyah Di Indonesia (Kediri: STAIN Kediri Press, 2009), hlm.
189-190
3) Problem operasional yaitu profesionalisme guru masih
rendah, dan berakibat juga terhadap mutu lulusan
2. Pendekatan dan Metode yang Digunakan dalam Mengkaji Filsafat
Pendidikan
Dalam memecahkan problema-problema pendidikan diatas
diperlukan adanya pendekatan-pendekatan sebagai berikut:
a) Pendekatan secara spekulatif atau speculative-aprroach
(pendekatan reflektif), yang beararti memikirkan,
mempertimbangkan, juga membayangkan dan
menggambarkan tentang sesuatu obyek untuk mencari
hakikat yang sebenarnya.
b) Pendekatan normatif (normative-approach), berarti
berusaha untuk mahami nilai-nilai atau norma-norma yang
berlaku dalam hidup dan kehidupan manusia dan dalam
proses pendidikan, dan bagaimana hubungan antara norma
dan nilai tersebut dengan pendidikan. Dengan konsep
semacam ini akan dapat diketahui kemana pendidikan harus
diarahkan.
c) Pendekatan analisa konsep (conseptual analsysis). Konsep
artinya pengertian atau tangkapan seseorang terhadap
sesuatu obyek. Dengan analisa konsep ini dimaksudkan
dalam rangka memahami konsep dari para ahli pendidikan,
para pendidik dan orang-orang yang konsen terhadap
pendidikan, mengenai masalah yang berhubungan dengan
pendidikan.
d) Analisa ilmiah terhadap realitas kehidupan sekarang yang
aktual (scientific analysis of current life). Pendekatan ini
fokusnya adalah masalah-masalah pendidikan yang
aktual,aktifitas-aktifitas pendidikan yang menjadi problema
masa kini.
Sedangkan metode yang digunakan dalam mengkaji masalah
filsafat pendidikan adalah dengan menggunakan cara sebagai
berikut:
1) Metode filsafat historis (historico-filosofis), yaitu
dengan cara melakukan deteksi dari pertanyaan-
pertanyaan filosofis dalam bidang pendidikan dari
berbagai ahli filsafat dan kemudian dipilih jawaban
yang sesuai dan yang dibutuhkan.
2) Metode filsafat kritis, yaitu filsafat yang berusaha
menggali hakikat segala sesuatu dengan cara
analisis yang terlepas dari ikatan waktu atau ikatan
historis, serta jawaban dari masalah filosofis dapat
dicari melalui berbagai aliran yang ada,tak terikat oleh
paham-paham filsafat yang ada itu sendiri.98
98
Abdul Khobir, Filsafat Pendidikan Islam (Pekalongan: STAIN Pekalongan Press, 2007),h.12-14
Mengingat bahwa masalah pendidikan adalah faktor yang sangat
penting dalam mempengaruhi kemajuan suatu bangsa, maka perlu adanya
suatu system yang menyeluruh di pelosok tanah air. Kemajuan bangsa,
juga dapat mencerminkan pendidikan masa depan bangsa itu sendiri.
Tujuh ciri pendidikan masa depan, yaitu:
Berfokus pada pemupukan potensi unggul setiap anak
Keseimbangan beragam kecerdasan (Kognitif, Emosi, dan
Spiritual)
Mengajarkan life skills
System penilaiannya berbasis portofolio dari hasil karya siswa
Pembelajaran berbasis kehidupan nyata dan praktek di lapangan
Guru lebih berperan sebagai motivator dan fasilitator agar anak
mengembangkan minatnya masing-masing
Pembelajaran didasarkan pada kemampuan, cara/gaya belajar, dan
perkembangan psikologi anak masing-masing.
101
Nur Ahid, Problematika Madrasah Aliyah Di Indonesia (Kediri: STAIN Kediri Press, 2009), hlm.
189-190
tetapi mutunya selalu dibawah negara tetangga yang
sama-sama serumpun.
5) Problem Struktural yaitu terjadinya “keketatan”
birokrasi menyebabkan lambatnya pelayanan pelaksana
pendidikan .
6) Problem operasional yaitu profesionalisme guru masih
rendah, dan berakibat juga terhadap mutu lulusan
4. Pendekatan dan Metode yang Digunakan dalam Mengkaji Filsafat
Pendidikan.
Dalam memecahkan problema-problema pendidikan diatas
diperlukan adanya pendekatan-pendekatan sebagai berikut:
a) Pendekatan secara spekulatif atau speculative-aprroach
(pendekatan reflektif), yang beararti memikirkan,
mempertimbangkan, juga membayangkan dan menggambarkan
tentang sesuatu obyek untuk mencari hakikat yang sebenarnya.
b) Pendekatan normatif (normative-approach), berarti berusaha
untuk mahami nilai-nilai atau norma-norma yang berlaku dalam
hidup dan kehidupan manusia dan dalam proses pendidikan, dan
bagaimana hubungan antara norma dan nilai tersebut dengan
pendidikan. Dengan konsep semacam ini akan dapat diketahui
kemana pendidikan harus diarahkan.
c) Pendekatan analisa konsep (conseptual analsysis). Konsep
artinya pengertian atau tangkapan seseorang terhadap sesuatu
obyek. Dengan analisa konsep ini dimaksudkan dalam rangka
memahami konsep dari para ahli pendidikan, para pendidik dan
orang-orang yang konsen terhadap pendidikan, mengenai
masalah yang berhubungan dengan pendidikan.
d) Analisa ilmiah terhadap realitas kehidupan sekarang yang aktual
(scientific analysis of current life). Pendekatan ini fokusnya
adalah masalah-masalah pendidikan yang aktual,aktifitas-
aktifitas pendidikan yang menjadi problema masa kini.
Sedangkan metode yang digunakan dalam mengkaji
masalah filsafat pendidikan adalah dengan menggunakan cara
sebagai berikut:
1) Metode filsafat historis (historico-filosofis), yaitu dengan cara
melakukan deteksi dari pertanyaan-pertanyaan filosofis dalam
bidang pendidikan dari berbagai ahli filsafat dan kemudian
dipilih jawaban yang sesuai dan yang dibutuhkan.
2) Metode filsafat kritis, yaitu filsafat yang berusaha menggali
hakikat segala sesuatu dengan cara analisis yang terlepas dari
ikatan waktu atau ikatan historis, serta jawaban dari masalah
filosofis dapat dicari melalui berbagai aliran yang ada,tak terikat
oleh paham-paham filsafat yang ada itu sendiri.102
D. Konsepsi pendidikan masa depan Indonesia
Filsafat pendidikan sebagai sumber ide pendidikan yang menentukan
pendidikan, memberi arah dan pedoman sekaligus menjadi tujuan
pendidikan di Indonesia.
c) Konsepsi Pendidikan Nasional
Salah satu faktor yang diperlukan untuk memajukan bangsa adalah
pendidikan. Pendidikan mempunyai peranan utama dalam
kehidupan tiap-tiap bangsa. Pendidikan nasional adalah suatu
pendidikan yang disesuaikan dengan kenyataan yang berlaku
dalam masyarakat, atau dengan perkataan lain berkaitan dengan
kodrat alam dan keadaan bangsa.
Hasrat serta cita-cita nasional harus diproyeksikan dalam alam
pendidikan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara-cara serta mata-
mata pelajaran yang sesuai dengan pembangunan dan kebutuhan
bangsa.
102
Abdul Khobir, Filsafat Pendidikan Islam (Pekalongan: STAIN Pekalongan Press, 2007),h.12-14
suatu system yang menyeluruh di pelosok tanah air. Kemajuan bangsa,
juga dapat mencerminkan pendidikan masa depan bangsa itu sendiri.
Tujuh ciri pendidikan masa depan, yaitu:
1. Berfokus pada pemupukan potensi unggul setiap anak
2. Keseimbangan beragam kecerdasan (Kognitif, Emosi, dan Spiritual)
Mengajarkan life skills
3. System penilaiannya berbasis portofolio dari hasil karya siswa
4. Pembelajaran berbasis kehidupan nyata dan praktek di lapangan
5. Guru lebih berperan sebagai motivator dan fasilitator agar anak
mengembangkan minatnya masing-masing
6. Pembelajaran didasarkan pada kemampuan, cara/gaya belajar, dan
perkembangan psikologi anak masing-masing.
103
Tri Prasetya, Filsafat Pendidikan, cet.2 (Bandung: CV Pustaka Setia, 2000), hlm 181-185
104
Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan:Manusia, Filsafat, dan Pendidikan, cet.3,
(Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hlm 228
BAB
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Aziz, Ahyadi. Psikologi Agama. Bandung: Sinar Baru Al-gensindo, 1995.
Abdul Mujib. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006.
Abuddin. Pemikiran Pendidikan Islam Dan Barat. Jakarta: Rajawali Pers, 2013.
Ahyadi, Abdul Azis. Psikologi Agama Kepribadian Muslim Pancasila. Bandung, 1991.
Ahyadi, Abdul Aziz. Psikologi Agama. Bandung: Sinar Baru Al-gensindo, 1995.
Amir Faisal, Jusuf. Reorientasi Pendidikan Islam. Jakarta: Gema Insani Press, 1995.
Anto, M.B. Hendrie. Pengantar Ekonomika Mikro Islami. Yogyakarta: EKONISIA, 2003.
Arifin. Filsafat Pendidikan Islam. 6th ed. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2000.
Daprtemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka, 1995.
Departemen Agama RI. Quran Tajwid Dan Terjemahannya. Jakarta: Sygma, 2007.
Fahrudin, Ahmad. “SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM PATI JURUSAN TARBIYAH TAHUN
AKADEMIK 2019-2020” (n.d.): 12.
Hawa, Siti. “Pendidik Dalam Prespektif Filsafat Pendidikan Islam.” Jurnal Azkia, vol.15,
no. 2 (n.d.): 4.
syar’i, H.Ahmad. “Filsafat Pendidikan Islam.” Puataka Firdaus, vol., no. 3 (March 2005):
31.
Jalaluddin, dan usman said. Filsafat Pendidikan Islam (Konsep Dan Pengembangan
Pemikiran). Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, n.d.
———. Teologi Pendidikan Islam,. Revisi. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003.
Juhari, Moh.Irmawan. “Peran Media Pembelajaran Dalam Pendidikan Islam.” Jurnal
Piwulang, vol.1, no. 1 (n.d.): 69.
Kaelany. Islam Kependudukan Dan Lingkungan Hidup. Jakarta: Rineka Cipta, 1996.
Katsir, Ibnu. Shahih Tafsir Ibnu Katsir. Bogor: Pustaka Ibnu Katsir, 2006.
Marwah, Siti Shafa, Makhmud Syafe’i, dan Elan Sumarna. “Relevansi Konsep Pendidikan
Menrut KH Hadjar Dewantara denagan Pendidikan Islam.” TARBAWY :
Indonesian Journal of Islamic Education, vol.5, no. 1 (1 May 2018): 14–26.
Mujib, Abdul. Kepribadian Dalam Psikologi Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006.
Muri’ah, Hj Siti, dan Gianto. Kekerasan Simbolik di Madrasah. Myria Publisher, n.d.
Murnitita, Tungga Bhimadi Karyasa, Andi Hajar, Iqbal Amar Muzaki, dan Toha Makshun.
Filsafat Pendidikan Islam. 1st ed. Padang Sumatra Barat: PT. Global Ekseskutif
Teknologi, 2022.
Nata, Abuddin. Metodologi Studi Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada, n.d.
Rijal, M. “Jurnal Biology Science & Education 2014.” vol.3, no. 2 (2014): 13.
Sahara, Ida Suri. “Pengertian, Ruang Lingkup, Tujuan dan Metode Filsafat Pendidikan
Islam” (n.d.): 5.
Sudarto. Filsafat Pendidikan Islam. 1st ed. Yogyakarta: CV Budi Utama, 2019.
Unknown. “Muhammad Faizal 2015: Makalah Hakikat Kepribadian Muslim PAI VD STAIN
Bengkalis.” Muhammad Faizal 2015, 12 October 2016. Diakses 30 June 2022.
http://muhammadfaizalnafas.blogspot.com/2016/10/makalah-hakikat-
kepribadian-muslim-pai.html.
“Jurnal Cakrawala Pendas, Vol. 2, NO. 1 Januari 2016 ISSN: 2442-7470 29 TELAAH
ALIRAN PENDIDIKAN PROGRESIVISME DAN ESENSIALISME DALAM PERSPEKTIF
FILSAFAT PENDIDIKAN H.A. Yunus Universitas Majalengka.” Jurnal Cakrawala
Pendas, vol.2, no. 1 (2016).