Anda di halaman 1dari 9

TUGAS KE - 5

RABU, 9 OKTOBER 2012

ETIKA DAN SAINS

Ragkuman

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu

Oleh
ANGGI PISKO
NPM. 270110120092 ( GEOLOGI D )

FAKULTAS TEKNIK GEOLOGI


UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2013

BAB I
HASIL BACAAN
Sejauh ini hampir semua kemampuan pemikiran (thought) manusia didominasi oleh
pendekatan filsafat. Pengetahuan manusia yang dihasilkan melalui proses berpikir selalu
digunakannya untuk menyingkap tabir ketidaktahuan dan mencari solusi masalah kehidupan.
Akan tetapi, sebelum sampai pada pembicaraan ilmu pengetahuan, seharusnya yang harus
dibicarakan terlebih dahulu ialah mengenai bagaimana proses berpikir manusia (thinking
process) sehingga dapat menghasilkan pengetahuan pada manusia. Pengetahuan pada
manusia secara garis besar terbagi ke dalam dua bagian. Pertama, konsepsi (tassawur) yaitu
pengetahuan sederhana dan kedua, pembenaran (thasdiq) yaitu pengetahuan yang
mengandung suatu penilaian . Artinya, proses berpikir yang manusia lakukan melalui dua
tahapan yang saling melengkapi yaitu; pengetahuan yang pertama kali muncul berupa
konsepsi (tassawur) atau pengetahuan sederhana dan seterusnya manusia melalui pikirannya
melakukan pembenaran. Selanjutnya, untuk memahami pengetahuan sebagai sesuatu yang
natural (alamiah) dari sudut pandang manusia diperlukan uraian psikologi, yaitu penjelasan
atau uraian tentang proses mental yang bersifat subjektif yang dikaitkan dengan hal-hal
empirik yang bersifat objektif, dari hal itu diharapkan dapat berpengaruh pada penguasaan
manusia terhadap data konkret sehingga dapat mendukung pada pembenaran pengetahuan.
Pergerakan yang dialami oleh pengetahuan sederhana menuju pada pembenaran ilmu
pengetahuan sehingga menjadi ilmu pengetahuan diperlukan sebuah landasan dan proses
sehingga ilmu pengetahuan (science atau sains) dapat dibangun. Sampai sejauh ini, di dunia
akademik panutan pembenaran ilmu pengetahuan dilandaskan pada proses berpikir secara
ilmiah. Oleh karena itu, proses berpikir di dunia ilmiah mempunyai cara-cara tersendiri
sehingga dapat dijadikan pembeda dengan proses berpikir yang ada di luar dunia ilmiah.
Dengan alasan itu berpikir ilmiah dalam ilmu pengetahuan harus mengikuti cara filsafat
pengetahuan atau epistemologi, sementara dalam epistemologi dasar yang menjiwai dinamika
proses kegiatan memperoleh pengetahuan secara ilmiah disebut filsafat ilmu.
Pengertian Etika
Etika menurut bahasa (etimologi) istilah etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos
yang berarti adat-istiadat (kebiasaan). Perasaan batin, cenderung hati untuk melakukan
perbuatan. Dalam kajian filsafat etika merupakan bagian dari filsafat yang mencangkup

metafisika, kosmologi, psikologi, logika, hukum, sosiologi, ilmu sejarah, dan etestika. Etika
merupakan ajaran tentang keluhuran budi baik .
Etika adalah pembahasan mengenai baik (good), buruk (bad), semestinya (ought to),
benar (right), dan salah (wrong). Yang paling menonjol adalah tentang baik atau good dan
teori tentang kewajiban (obligation). Keduanya bertalian dengan hati nurani. Bernaung di
bawah filsafat moral . Etika merupakan tatanan konsep yang melahirkan kewajiban itu,
dengan argumen bahwa kalau sesuatu tidak dijalankan berarti akan mendatangkan bencana
atau keburukan bagi manusia. Oleh karena itu, etika pada dasarnya adalah seperangkat
kewajiban-kewajiban tentang kebaikan (good) yang pelaksananya (executor) tidak ditunjuk.
Executor-nya menjadi jelas ketika sang subyek berhadap opsi baik atau buruk-yang baik
itulah materi kewajiban ekskutor dalam situasi ini.
Banyak istilah yang menyangkut etika,+ dalam bentuk tunggal mempunyai banyak
arti, yaitu tempat tinggal yang biasa, kadang, kebiasaan, adat, watak, perasaan. Arti ini
menjadi bentuk jama dari kata ta-etha artinya kebiasaan. Arti ini menjadi bentuk dalam
penjelasan etika yang oleh Aritoteles sudah dipakai untuk menunjukkan istilah etika. Jadi,
jika dibatasi asal-usul kata ini, etika berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu
tentang adat kebiasaan. Akan tetapi menelusuri arti etimilogis ini saja belum menunjukkan
arti yang mendalam.
Sehingga etika dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang segala
kebaikan dalam kehidupan manusia secara keseluruhan. Baik itu mengenai gerak-gerik
pikiran dan rasa yang dapat merupakan pertimbangan perasaan sampai mengenai tujuannya
yang dapat merupakan perbuatan. Ilmu etika ini tidak membahas tentang kebiasaan sematamata yang berdasarkan tata adab, melainkan membahas tata sifat-sifat dasar, atau adat-sitiadat
yang terkait dengan baik dan buruk dalam tingkah laku manusia untuk memutuskan nilainilai itu sendiri kedalam etika dan merupakan pada situasi kehidupan konkret .
Pengertian Ilmu
Pengetahuan (knowledge atau ilmu) adalah bagian yang esensial- aksiden manusia,
karena pengetahuan adalah buah dari berpikir . Berpikir ( atau natiqiyyah) adalah sebagai
differentia ( atau fashl) yang memisahkan manusia dari sesama genus-nya, yaitu hewan. Dan
sebenarnya kehebatan manusia dan barangkali keunggulannya dari spesies-spesies lainnya
karena pengetahuannya. Kemajuan manusia dewasa ini tidak lain karena pengetahuan yang

dimilikinya. Lalu apa yang telah dan ingin diketahui oleh manusia ? Bagaimana manusia
berpengetahuan ? Apa yang ia lakukan dan dengan apa agar memiliki pengetahuan ?
Kemudian apakah yang ia ketahui itu benar ? Dan apa yang mejadi tolak ukur kebenaran ?
Pertanyaan-pertanyaan di atas sebenarnya sederhana sekali karena pertanyaan-pertanyaan ini
sudah terjawab dengan sendirinya ketika manusia sudah masuk ke alam realita. Namun ketika
masalah-masalah itu diangkat dan dibedah dengan pisau ilmu maka tidak menjadi sederhana
lagi. Masalah-masalah itu akan berubah dari sesuatu yang mudah menjadi sesuatu yang sulit,
dari sesuatu yang sederhana menjadi sesuatu yang rumit (complicated). Oleh karena masalahmasalah itu dibawa ke dalam pembedahan ilmu, maka ia menjadi sesuatu yang
diperselisihkan dan diperdebatkan. Perselisihan tentangnya menyebabkan perbedaan dalam
cara memandang dunia (world view), sehingga pada gilirannya muncul perbedaan ideologi.
Dan itulah realita dari kehidupan manusia yang memiliki aneka ragam sudut pandang dan
ideologi.
Atas dasar itu, manusia -paling tidak yang menganggap penting masalah-masalah
diatas- perlu membahas ilmu dan pengetahuan itu sendiri. Dalam hal ini, ilmu tidak lagi
menjadi satu aktivitas otak, yaitu menerima, merekam, dan mengolah apa yang ada dalam
benak, tetapi ia menjadi objek. Para pemikir menyebut ilmu tentang ilmu ini dengan
epistemologi (teori pengetahuan atau nadzariyyah al marifah) .
Peran Filsaft Ilmu dalam Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan (dalam hal ini pengetahuan ilmiah) harus diperoleh dengan cara
sadar, melakukan sesuatu terhadap objek, didasarkan pada suatu sistem, prosesnya
menggunakan cara yang lazim, mengikuti metode serta melakukannya dengan cara berurutan
yang kemudian diakhiri dengan verifikasi atau pemeriksaan tentang kebenaran ilimiahnya.
Dengan demikian pendekatan filsafat ilmu mempunyai implikasi pada sistematika
pengetahuan sehingga memerlukan prosedur, harus memenuhi aspek metodologi, bersifat
teknis dan normatif akademik. Pada kenyataannya filsafat ilmu mengalami perkembangan
dari waktu ke waktu, perkembangannya seiring dengan pemikiran tertinggi yang dicapai
manusia.
Kemampuan rasional dalam proses berpikir dipergunakan sebagai alat penggali
empiris sehingga terselenggara proses create ilmu pengetahuan. Akumulasi penelaahan
empiris dengan menggunakan rasionalitas yang dikemas melalui metodologi diharapkan
dapat menghasilkan dan memperkuat ilmu pengetahuan menjadi semakin rasional. Akan

tetapi, salah satu kelemahan dalam cara berpikir ilmiah adalah justru terletak pada penafsiran
cara berpikir ilmiah sebagai cara berpikir rasional, sehingga dalam pandangan yang dangkal
akan mengalami kesukaran membedakan pengetahuan ilmiah dengan pengetahuan yang
rasional. Oleh sebab itu, hakikat berpikir rasional sebenarnya merupakan sebagian dari
berpikir ilmiah sehingga kecenderungan berpikir rasional ini menyebabkan ketidakmampuan
menghasilkan jawaban yang dapat dipercaya secara keilmuan melainkan berhenti pada
hipotesis yang merupakan jawaban sementara. Kalau sebelumnya terdapat kecenderungan
berpikir secara rasional, maka dengan meningkatnya intensitas penelitian maka
kecenderungan berpikir rasional ini akan beralih pada kecenderungan berpikir secara empiris.
Dengan demikian penggabungan cara berpikir rasional dan cara berpikir empiris yang
selanjutnya dipakai dalam penelitian ilmiah hakikatnya merupakan implementasi dari metode
ilmiah .
Kematangan berpikir ilmiah sangat ditentukan oleh kematangan berpikir rasional dan
berpikir empiris yang didasarkan pada fakta (objektif), karena kematangan itu mempunyai
dampak pada kualitas ilmu pengetahuan. Sehingga jika berpikir ilmiah tidak dilandasi oleh
rasionalisme, empirisme dan objektivitas maka berpikir itu tidak dapat dikatakan suatu proses
berpikir ilmiah. Karena itu sesuatu yang memiliki citra rasional, empiris dan objektif dalam
ilmu pengetahuan dipandang menjamin kebenarannya, dengan demikian rasionalisme,
empirisme dan objektivitas merupakan dogma dalam ilmu pengetahuan.
Kearifan memperbaiki paradigma ilmu pengetahuan nampaknya sangat diperlukan
agar ilmu pengetahuan seiring dengan tantangan zaman, karena ilmu pengetahuan tidak hidup
dengan dirinya sendiri, tetapi harus mempunyai manfaat kepada kehidupan dunia. Oleh
karena itu kita tidak bisa mengatakan ilmu pengetahuan dapat berkembang oleh dirinya
sendiri, jika kita memilih berpikir seperti itu maka sebenarnya kita telah berupaya
memperlebar jurang ketidakmampuan ilmu pengetahuan menjawab permasalahan kehidupan.
Hal ini perlu dipahami secara bijak karena permasalahan kehidupan saat ini sudah mencapai
pada suatu keadaan yang kritis, yaitu krisis yang kompleks dan multidimensi (intlektual,
moral dan spiritual) yang berdampak pada seluruh aspek kehidupan. Dengan demikian jika
kita mempertanyakan penyesuaian apa yang dapat dilakukan ilmu pengetahuan dengan
kenyataan kehidupan (realitas), maka perubahan paradigma ilmu pengetahuan merupakan
jawaban untuk mengatasi krisis yang cukup serius.

Pengaruh Ajaran Etika terhadap Ilmu Pengetahuan


Menurut aristoteles tujuan manusia adalah kebahagiaan, yang dapat dicapai dengan
cara memandang yang Ilahi. Namun, pemikiran filsuf tidak dapat memuaskan manusia secara
sempurna. Satu-satunya pemandangan yang memuaskan sepenuhnya adalah pemandangan
Nilai Tertinggi dan Abadi. Dalam mencapai tujuan hidup tersebut manusia selalu di dasarkan
pada akal budinya, terarah pada realitas yang terbatas, sehingga manusia akan mencapai
kepuasan apabila telah sampai nilai tertinggi yaitu tuhan, sehingga tujuan terakhir adalah
tuhan. Adapun pengaruh ajaran etika terhadap ilmu pengetahuan adalah :
1) Adanya rasa cinta.
Rasa cinta sebagaimana menurut pendapat Ibnu arabi adalah, asal wujud-wujud, tidak
ada gerakan dalam alam kecuali cinta. Cinta adalah perangkul dan penyambung, tidak
hanya antara laki-laki dan perempuan, tetapijuga manusia dengan alam, dan manusia
dengan penciptanya. Para filsuf mengatakan cinta adalah keinginan untuk merangkul
realitas dan menguasai jaman. Dengan cinta manusia mengerti dimensinya yang tidak
terbatas, dengan perantara wujud menyatu, tersusun dan seirama. Cinta merupakan salah
satu bentuk potensi dari etika jika di lakukan denga tulus ikhlas tanpa ada niat negative,
cinta membentuk manusia menghormati, menghargai, dan menyayangi antar manusia.
2) Adanya pemikiran yang sistematis.
Etika adalah pemikiran yang sistematis tentang ilmu pengetahuan, yang di hasilkan oleh
secara langsung bukan kebaikan, melainkan suatu pengertian yang mendasar dan kritis.
Etika tidak dapat menggantikan agama dan tidak bisa bertentangan dengan agama
bahkan etika sangat di perlukan oleh agama.
3) Mencegah egoisme.
Etika sangat di butuhkan dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak dapat hidup tanpanya,
karena etika berpikir selalu berusa mencari mana yang benra dan mana yang salah.
Menurtu Jenny Teichman egoisme di anggap sebagai teori mengenai kodrat manusia
yakni teori yang menyatakan bahwa setiap manusia selalu di gerakkan oleh motivasi
cinta diri dan tindakan-tindakan yang tampaknya tidak untuk cinta diri sesungguhnya
merupakan tindakan-tindakan cinta diri secara sendiri. Dari pandangan tersebut jelas
bahwa sikap egois cendrung mencari keuntungan untuk dirinya sendiri tanpa memikirkan
kepentinagan orang kain. Egoisme adalah sifat keakuan dan tidak mengindahkan nilai
kebersamaan dan memandang rendah orang lain.
4) Berfikir Bijaksana.

Socrates menjelaskan kebijaksanaan yaitu sama nilainya dengan pengetahuan, karena


tindakan yang bijaksana tidak mungkin timbul dari orang yang bodoh. Karena kebijakan
itu di jiwai oleh sifat wisdow, di sebabkan karena kebajikan itu inti dari kebijaksanaan,
kejujuran.
5) Bertanggung Jawab.
Eksistensi manusia didunia menurut aliran materealisme adalah bahwa manusia itu
merupakan hasil dari proses dan daya seperti hanya barang-barang, benda-benda. Aliran
ini merumuskan satu visi berharga yang berusaha mempertanggung jawabkansuatu
kenyataan yang tidak boleh di abaikan.
Hubungan Etika dengan Ilmu Pengetahuan
Tidak jarang kita menemukan pernyataan yang mengillustrasikan erat kaitan antara
ilmu dan etika, serta signifikansi keduanya. Kemegahan seorang ilmuwan terdapat pada
keindahan etikanya. Abu Zakaritta al-anbari berkata: ilmu tanpa etika bagaikan api tanpa
kayu bakar, dan etika tanpa ilmu adalah seperti jiwa tanpa badan. Etika adalah sebuah Ilmu
dan bukan sebuah ajaran. Jadi, etika dan ajaran moral tidak berada di tingkat yang sama.
Bagaimana bila harus hidup, bukanlah etika melainkan ajaran moral. Ilmu dan etika sebagai
suatu pengetahuan yang di harapkan dapat meminimalkan dan menghintakan penyimpangan
dan kejahatan di kalangan masyarakat. Di samping itu, Ilmu dan etika di harapkan mampu
mengembangkan kesadaran moral di masyarakat agar dapat menjadi cendikiawan yang
memiliki moral dan ahlak yang baik/mulia.
Etika memberikan semacam batasan maupun standar yang mengatur pergaulan
manusia di dalam kelompok sosialnya. Etika ini kemudian di rupakan ke dalam bentuk aturan
tertulis yang secara sistematik sengaja di buat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada dan
pada saat di butuhkan dapat difungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala macam
tindakan yang logika-rasional umum (common sense) di nilai menyimpang dari kode etik.
Ilmu sebagai asas moral atau etika mempunyai kegunaan khusus yakni kegunaan universal
bagi umat manusia dalam meningkatkan martabat kemanusiaan.

BAB II

RANGKUMAN
Pengetahuan pada manusia secara garis besar terbagi ke dalam dua bagian. Pertama,
konsepsi (tassawur) yaitu pengetahuan sederhana dan kedua, pembenaran (thasdiq) yaitu
pengetahuan yang mengandung suatu penilaian . Artinya, proses berpikir yang manusia
lakukan melalui dua tahapan yang saling melengkapi yaitu; pengetahuan yang pertama kali
muncul berupa konsepsi (tassawur) atau pengetahuan sederhana dan seterusnya manusia
melalui pikirannya melakukan pembenaran. Sampai sejauh ini, di dunia akademik panutan
pembenaran ilmu pengetahuan dilandaskan pada proses berpikir secara ilmiah. Oleh karena
itu, proses berpikir di dunia ilmiah mempunyai cara-cara tersendiri sehingga dapat dijadikan
pembeda dengan proses berpikir yang ada di luar dunia ilmiah. Dengan alasan itu berpikir
ilmiah dalam ilmu pengetahuan harus mengikuti cara filsafat pengetahuan atau epistemologi,
sementara dalam epistemologi dasar yang menjiwai dinamika proses kegiatan memperoleh
pengetahuan secara ilmiah disebut filsafat ilmu.
Etika menurut bahasa (etimologi) istilah etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos
yang berarti adat-istiadat (kebiasaan). Perasaan batin, cenderung hati untuk melakukan
perbuatan. Dalam kajian filsafat etika merupakan bagian dari filsafat yang mencangkup
metafisika, kosmologi, psikologi, logika, hukum, sosiologi, ilmu sejarah, dan etestika. Etika
merupakan ajaran tentang keluhuran budi baik . Etika adalah pembahasan mengenai baik
(good), buruk (bad), semestinya (ought to), benar (right), dan salah (wrong). Sehingga etika
dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang segala kebaikan dalam kehidupan
manusia secara keseluruhan.
Pengetahuan (knowledge atau ilmu) adalah bagian yang esensial- aksiden manusia,
karena pengetahuan adalah buah dari berpikir . Berpikir ( atau natiqiyyah) adalah sebagai
differentia ( atau fashl) yang memisahkan manusia dari sesama genus-nya, yaitu hewan. Dan
sebenarnya kehebatan manusia dan barangkali keunggulannya dari spesies-spesies lainnya
karena pengetahuannya.
Ilmu pengetahuan (dalam hal ini pengetahuan ilmiah) harus diperoleh dengan cara
sadar, melakukan sesuatu terhadap objek, didasarkan pada suatu sistem, prosesnya
menggunakan cara yang lazim, mengikuti metode serta melakukannya dengan cara berurutan
yang kemudian diakhiri dengan verifikasi atau pemeriksaan tentang kebenaran ilimiahnya.
Kemampuan rasional dalam proses berpikir dipergunakan sebagai alat penggali empiris
sehingga terselenggara proses create ilmu pengetahuan. Kematangan berpikir ilmiah sangat

ditentukan oleh kematangan berpikir rasional dan berpikir empiris yang didasarkan pada
fakta (objektif), karena kematangan itu mempunyai dampak pada kualitas ilmu pengetahuan.
Sehingga jika berpikir ilmiah tidak dilandasi oleh rasionalisme, empirisme dan objektivitas
maka berpikir itu tidak dapat dikatakan suatu proses berpikir ilmiah. Karena itu sesuatu yang
memiliki citra rasional, empiris dan objektif dalam ilmu pengetahuan dipandang menjamin
kebenarannya, dengan demikian rasionalisme, empirisme dan objektivitas merupakan dogma
dalam ilmu pengetahuan.
Menurut aristoteles tujuan manusia adalah kebahagiaan, yang dapat dicapai dengan
cara memandang yang Ilahi. Namun, pemikiran filsuf tidak dapat memuaskan manusia secara
sempurna.
Adapun pengaruh ajaran etika terhadap ilmu pengetahuan adalah :
1. Adanya rasa cinta, para filsuf mengatakan bahwa cinta adalah keinginan untuk
merangkul realitas dan menguasai jaman.
2. Adanya pemikiran yang sistematis, etika tidak dapat menggantikan agama dan tidak bisa
bertentangan dengan agama.
3. Mencegah egoism, egoism adalah sifat keangkuhan dan tidak kmengindahkan nilai
kebersamaan dan memandang rendah orang lain, oleh karena itu lah dibutuhkan etika.
4. Berfikir bijaksana, sesungguhnya kebijaksanaan itu dijiwai oleh sifat wisdow,
sidebabkan karena kebiijaksanaan itu inti dari kebijaksanaan kejujuran.
5. Bertanggung jawab.
Kemegahan seorang ilmuwan terdapat pada keindahan etikanya. Abu Zakaritta alanbari berkata: ilmu tanpa etika bagaikan api tanpa kayu bakar, dan etika tanpa ilmu adalah
seperti jiwa tanpa badan. Etika adalah sebuah Ilmu dan bukan sebuah ajaran. Jadi, etika dan
ajaran moral tidak berada di tingkat yang sama. Bagaimana bila harus hidup, bukanlah etika
melainkan ajaran moral. Ilmu dan etika sebagai suatu pengetahuan yang di harapkan dapat
meminimalkan dan menghintakan penyimpangan dan kejahatan di kalangan masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai