Anda di halaman 1dari 19

PENGARUH NILAI ROCK MASS RATING (RMR)

SEBAGAI METODE PEMBOBOTAN MASSA BATUAN


TERHADAP KONDISI LERENG TAMBANG BATU
HIJAU PT NEWMONT NUSA TENGGARA
USULAN PENELITIAN SKRIPSI KAJIAN KHUSUS
STUDI : GEOTEKNIK

Oleh :
DENDI HENDRAFAJRI
270 110 120 170

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI


FAKULTAS TEKNIK GEOLOGI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2016

BAB I
PENDAHULUAN

1. 1

Latar Belakang
Dewasa ini, pembuatan konstruksi terus berkembang seiring dengan

kebutuhanmanusia

terhadap

kegiatan

tersebut

yang

terus

meningkat.Kegiatankonstruksi sekarang pada umumnya melibatkan pemotongan


lereng batuan agar sesuaidengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.
Namun dengan adanya pemotongan lereng, batuan cenderung menjadi kurang
atau bahkan tidak stabil. Hal ini akan semakin meningkatkan potensi keruntuhan
lereng batuan (rock slope failure).
Untuk meminimalisir potensi keruntuhan lereng batuan (rock slope failure)
dibutuhkan sutua kajian geomekanik. Geomekanik yaitu suatu bidang keahlian
yang mempelajari dan mengembangkan bidang yang berkaitan dengan kondisi
batuan,

pekerjaan

bangunan

bawah

tanah

seperti:

terowongan/subway,

underground cavern, tambang bawah tanah, kemantapan lereng . Klasifikasi


geomekanik didasarkan pada hasil penelitian 49 terowongan di Eropa dan Afrika,
yang menilai beberapa parameter lalu diberi bobot (rating) dan digunakan dalam
perencanaan terowongan (Bieniawski, 1973, 1976, 1984; dalam Setiawan, 1990).
Klasifikasi geomekanik sistem RMR adalah suatu metode empiris untuk

menentukan pembobotan dari suatu massa batuan, digunakan untuk mengevaluasi


ketahanan massa batuan sebagai salah satu cara untuk menentukan kemiringan
lereng maksimum yang bisa diaplikasikan dalam hal pembuatan terowongan
(Bieniawski, 1973; dalam Djakamihardja & Soebowo, 1996). Klasifikasi ini
didasarkan pada enam parameter yaitu kekuatan batuan (rock strength), Rock
Quality Designation (RQD), jarak diskontinuitas (spacing of discontinuities),
kondisi

diskontinuitas

(groundwater

(condition

condition),

dan

of

discontinuities),

orientasi

diskontinuitas

kondisi

airtanah

(orientation

of

discontinuities). Berikut adalah langkah-langkah untuk memperoleh gambaran


awal mengenai kondisi massa batuan dengan menggunakan klasifikasi
geomekanik sistem RMR :
Menjumlahkan nilai bobot dari parameter kekuatan batuan, RQD, jarak
diskontinuitas, kondisi diskontinuitas, dan kondisi airtanah, sehingga

diperoleh nilai RMR dasar


Menentukan nilai bobot parameter orientasi strike/dip kekar
Menentukan nilai RMR terkoreksi dengan cara menjumlahkan nilai bobot

dari langkah pertama dan kedua.


Menentukan kelas massa batuan berdasarkan nilai RMR terkoreksi

1.2

Identifikasi Masalah
Dengan adanya kegiatan pertambangan yang melibatkan pembuatan

lereng, akandapat meningkatkan potensi permasalahan lereng, terutama berkenaan


dengan potensikeruntuhan lereng batuan (rock slope failure) yang semakin
meningkat. Oleh karenaitu, diperlukan suatu kajian yang mendalam mengenai
kondisi kestabilan lereng salah satunya dengan pembobotan massa batuan pada
lereng tersebut salah satu metodenya menggunaka Rock Mass Rating (RMR).
Adapun permasalahan yang akan dianalisis oleh peniliti sebagai berikut :
1. Bagaimana geologi daerah penelitian?

2. Bagaiman kondisi batuan berdasarkan parameter RMR yang ada


pada daerah tersebut ?
3. Bagaimana pengaruh nilai RMR terhadap lereng daerah penelitian?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian


Maksud dari penelitian ini adalah untuk memenuhi persyaratan dalam
memperoleh gelar sarjana Strata-1 di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas
Teknik Geologi Universitas Padjadjaran.Sedangkan tujuan dari penelitian ini
adalah:

Mengkaji kondisi geologi daerah penelitian

Mengetahui kondisi batuan penyusun lereng berdasarkan parameterparameter yang ada pada metode RMR (Rock Mass Rating)

Mengetahui kondisi lereng berdasarkan nilai RMR (Rock Mass Rating)


yang didapatkan

1.4 Waktu dan Lokasi Penelitian


KEGIATAN
Minggu keStudi pustaka
Penentuan Judul Penelitian
Tahap Persiapan
Persiapan Pengambilan

Maret 2016
I

II

III

IV

Mei 2016

April 2016
I

II

III

IV

II

III

Data Primer
Pengambilan Data Primer
Pengolahan Data Primer
Presentasi
Tahap Penyusunan
Skripsi
Lokasi penelitian berada di Tambang Terbuka (Open Pit) Batu Hijau PT.
Newmont Nusa Tenggara , yang akan dilaksanakan selama kurang lebih dua
bulan,yaitu mulai bulan April hingga bulan Mei 2016.

1.5 Kegunaan Penelitian

IV

Penelitian ini sangat bermanfaat untuk menambah pengetahuan penulis


mengenai kajian ilmu geoteknik yang diaplikasikan dalam dunia pertambangan
khususnya dalam penentuan massa batuan pada batuan penyusun lereng di daerah
penelitian. Hasil dari penelitian ini dapat mengetahui kondisi lereng dari nilai
RMR (Rock Mass Rating) yang didapat dari penelitian ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Geologi Regional Daerah Penelitian

Stratigrafi Regional

Kawasan pertambangan Batu Hijau merupakan salah satu


cadangan bijih tembaga-emas tipe porfiri terbesar di Indonesia, yang
terletak di bagian barat daya pulau Sumbawa dan termasuk kedalam
deretan kepulauan Sunda-Banda,Indonesia. Dijelaskan oleh Steve
Garwin (2002), batuan pada bagian barat daya kepulauan Sumbawa
dapat dikelompokkan menjadi 4 jenis batuan, mulai dari yang paling
tua yaitu Batuan Vulkanik, Diorit, Tonalit Intermediet (Intermediet
Tonalite) dan yang paling muda adalah Tonalit Muda (Young Tonalite).
Batuan tertua merupakan satuan batuan Vulkanik, yang kemudian di
intrusi (di terobos) oleh satuan batuan Diorit. Kemudian diterobos
kembali oleh satuan batuan Tonalit. Adanya intrusi ini menyebabkan
terjadinya proses mineralisasi cadangan bijih.

Daerah Penelitian

Gambar 2.1 Peta Geologi Regional Lembar Sumbawa (Sumber:


Dirjen Geologi dan Sumber Daya Mineral
Berdasarkan Peta Geologi Regional skala 1: 250.000 Lembar
Sumbawa (Dirjen Geologi dan Sumber Daya Mineral), maka Geologi
daerah Sumbawa disusun oleh terbentuknya batuan gunung api Tersier
(Miosen Awal) breksi-tuf (Tmv) bersifat andesit dengan sisipan tuf
pasiran, tuf batuapung dan batupasir tufan. Satuan breksi tuf ini
menjemari dengan batuan sedimen yaitu satuan batupasir tufan (Tms)
dan juga satuan batugamping (Tml).Kemudian diterobos oleh batuan
terobosan (Tmi) yang terdiri dari andesit, basal, dasit,batuan tonalit,
diorit, dan trakit dan batuan yang tak teruraikan, diperkirakan berumur
Miosen Tengah.
Diatasnya diendapkan Batu gamping koral (Tmcl) pada Miosen
Akhir dilanjutkan pada pliosen diendapkan batulempung tufan (Tpc)
dengan sisipan batupasir dan kerikil hasil rombakan gunungapi,
menindih tidak selaras batuan yang lebih tua (Tmv danTms), kemudian
diendapkan batuan gunungapi kuarter yang diendapkan dimulai dari
satuan Breksi Tanah Merah (Qot), Batuan Breksi Andesit- Basal (Qv)
dan satuan Lava-Breksi (Qhv), juga diendapkan batuan sedimen
kuarter yaitu terumbu koral yang terangkat (Ql), terakhir pada Holosen
diendapkan aluvium dan endapan pantai (Qal). (Sudrajat, 1998).
Di bagian utara Pulau Sumbawa, daerah tersebut didominasi
oleh batuan hasil kegitan gunungapi yang masih aktif, seperti G.
Tambora

dan

G.

Sangeang.

Endapan

aluvial

pada

umumnya

diendapkan di bagian pantai utara dan daerah pesisir barat Huu.


Dimana Secara umum stratigrafi daerah penelitian terdiri dari breksi
tuf andesitik,batupasir vulkaniklastik dan batulempung yang berbutir
halus,intrusi andesit porfiri dan intrusi diorit kuarsa yang mempunyai
dua tekstur yang berbeda.
Batuan pada daerah penelitian dapat dikelompokkan menjadi 4,
mulai dari yang paling tua yaitu Batuan Vulkanik, Diorit, Tonalit

Intermediet (Intermediet Tonalite) dan yang paling muda adalah Tonalit


Muda (Young Tonalite).
Pada penampang stratigrafi (Gambar 2.2) diketahui bahwa
batuan tertua merupakan satuan batuan Vulkanik, yang kemudian di
intrusi (di terobos) oleh satuan batuan Diorit. Kemudian diterobos
kembali oleh satuan batuan tonalit.

d Batuan Tonalit termuda di daerah


penambangan. Batuan ini berkomposisi
sama dengan satuan batuan Intermediet
Tonalit tetapi mempunyai fenokris dan
massa dasar yang lebih besar dan
kandungan kuarsa lebih tinggi.
c Satuan batuan ini berupa batuan
Tonalit yang muncul dibagian tengah
cebakan dalam bentuk intrusi sub-vertikal
yang terfokus pada zona persentuhan
antara vulkanik dan diorite banyak
mengandung kuarsa plagioklas fenokris
yang berkomposisi seperti diorite
b Satuan batuan diorite terdiri dari dua
batuan yaitu porphytic quartz diorite dan
equigranular quartz diorite. Batuan ini
terdiri dari plagioklas, kuarsa, dan
hornblende yang yang mempunyai massa
dasar berupa plagioklas dan kuarsa.
a Satuan batuan vulkanik merupakan

batuan tertua. Terdiri dari breksi tufa


andesit, batu pasir dan batu lempung
andesit vulkanik yang berukuran halus.
Batuan yang paling dominan adalah
andesit vulkanik.

Gambar 2.2 Stratigrafi Daerah Penelitian

Struktur Geologi Regional

Struktur geologi daerah penelitian umumnya dikontrol oleh


keberadaan sesar dan kekar dari fase tektonik akibat dari penerobsan
magama/intrusi yang terjadi pada daerah penelitian. Arah umum yang
berkembang pada daerah penelitian secara umum berarah baratlauttenggara dan timurlaut-baratdaya.
Menurut terjadinya berdasarkan Kunen (1945) pola rekahan yang
terjadi pada daerah penelitian dapat di kategorikan menjadi tipe
rekahan Tangensial dan Konsentris dimana :
a. Rekahan

Tangensial

(Tangensial

Fissure),

merupakan

perkembangan suatu sesar atau rekahan yang melalui suatu


daerah gunungapi (intrusi).
b. Rekahan

Konsentris

(Concentric

Fissure),

merupakan

pencerminan suatu aktivitas dalam bentuk Dyke dari suatu


perlepasan tekanan dalam waduk/kantong magma.
Menurut Priowasono (2002), struktur geologi yang berkembang
di Batu Hijau mulai dari yang paling muda ke tua, yaitu North Katala
berarah North-East, Katala berarah East-West, Tongoloka Puna berarah
North-East dan East-West, dan terdapat pola struktur radial yang
berhubungan dengan mineralisasi porfiri.

Gambar 2.3 Tektonik dan Struktur Geologi Daerah Penelitian


(Sumber: Garwin, 2002)

2.2

Klasifikasi Massa Batuan untuk Evaluasi Kestabilan Lereng


Desain empiris (empirical design) merupakan salah satu metodologi desain

yang tidak menggunakan metode desain formal (yang pada umumnya


menggunakan perhitungan atau persamaan analitis), namun lebih mendasarkan
pada pengalaman kumulatif dari berbagai hasil penelitian terdahulu.
Sementara itu dalam kaitannya dengan rekayasa batuan, klasifikasi massa
batuan

(rock

mass

classification)

berarti

mengumpulkan

data

dan

mengklasifikasikan singkapan batuan berdasarkan parameter-parameter yang telah


diyakini dapat mencerminkan perilaku massa batuan tersebut. Salah satu contoh
skema klasifikasi yang cukup populer dan yang telah memasukan elemen desain

di dalamnya yaitu rock mass rating (RMR) atau geomechanics classification


system (Bieniawski, 1984).
Dalam menentukan bobot massa batuan diperlukan klasifikasi untuk
mengetahui sifat sifat dari massa batuan, sebagai alat komunikasi dalam
permasalahan geomekanika dan merencanakan atau menilai kemampuan
terowongan maupun lereng. Dalam menentukan suatu pembobotan massa batuan
digunakan Rock Mass Rating (RMR)(Bieniawski, 1984).
Klasifikasi geomekanika diusulkan oleh Bieniawski pada tahun 1984.
Dalam menggunakan klasifikasi geomekanika, massa batuan dibagi menjadi
beberapa kelompok daerah yang didasarkan kesamaan sifat dan karakteristik.
Meskipun massa batuan bersifat diskontinuitas secara alamiah, namun pada setiap
kelompok daerah yang telah dibagi akan memiliki kesamaan, seperti misalnya tipe
batuan yang sama atau jarak spasi antar bidang diskontinuitas yang relatif sama.
Setelah kelompok daerah ditentukan maka selanjutnya dicari parameter-parameter
klasifikasi pada setiap kelompok daerah dengan melakukan pengukuran lapangan.
Di dalam klasifikasi ini, lima parameter dasar diukur atau diestimasi secara
langsung di lapangan, meliputi :

Kuat tekan uniaksial material batuan (intact rock)

RQD (rock quality designation)

Spasi diskontinuitas

Kondisi diskontinuitas

Kondisi keairan/airtanah

Gambar 1. Tabel Klasifikasi RMR menurut Bieniawski (1984)


Nilai

RMR

dalam

klasifikasi

geomekanik

juga

dipakai

dalam

memperkirakan kestabilan suatu pengupasan lereng massa batuan. Penilaian


kestabilan lereng menggunakan data lapangan dan data laboratorium.

2.3. Faktor yang Mempengaruhi Ketidakstabilan Lereng


Faktor-faktor penyebab lereng rawan longsor meliputi faktor internal
(dari tubuh lereng sendiri) maupun faktor eksternal (dari luar lereng), antara lain:
kegempaan, iklim (curah hujan), vegetasi, morfologi, batuan/tanah maupun
situasi setempat (Anwar dan Kesumadharma, 1991; Hirnawan, 1994), tingkat
kelembaban tanah (moisture), adanya rembesan, dan aktifitas geologi seperti
patahan (terutama yang masih aktif), rekahan dan liniasi (Sukandar, 1991).
Proses eksternal penyebab longsor yang dikelompokkan oleh Brunsden
(1993, dalam Dikau et.al., 1996) diantaranya adalah :
Pelapukan (fisika, kimia dan biologi) dan erosi,
Penurunan tanah (ground subsidence),
Deposisi (fluvial, glasial dan gerakan tanah),
Getaran dan aktivitas seismik,
Jatuhan tepra
Perubahan rejim air.

Pelapukan dan erosi sangat dipengaruhi oleh iklim yang diwakili oleh
kehadiran hujan di daerah setempat, curah hujan kadar air (water
dan kejenuhan air (saturation; Sr, %).

content; %)

Pada beberapa kasus longsor, hujan

sering sebagai pemicu karena hujan meningkatkan kadar air tanah yang menyebabkan kondisi fisik/mekanik material tubuh lereng berubah. Kenaikan kadar air
akan memperlemah sifat fisik-mekanik tanah dan menurunkan Faktor Kemanan
lereng (Brunsden & Prior, 1984; Bowles, 1989; Hirnawan & Zakaria, 1991).

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Objek Penelitian
Objek yang diteliti berupa paramater-paramater pada metode RMR (Rock
Mass Rating) dalam pembobotan massa batuan
3.2 Tahap Tahap Penelitian
Terdapat tiga tahap penelitian, yaitu tahap persiapan, tahap penelitian di
lapangan dan tahap penolahan data.
3.2.1 Tahap Persiapan
Segala hal mengenai daerah penelitian sangat berguna untuk menentukan
langkah lebih lanjut. Oleh karena itu, hasil hasil penelitian terdahulu dinilai

sangat penting sebagai referensi dan perbandingan. Beberapa persiapan


persiapan pra lapangan diantaranya :
1. Persiapan perizinan dan induksi untuk memasuki daerah tambang
perusahaan.
2. Peralatan dan perlengkapan yang akan digunakan, antara lain :
a. Kompas geologi
b. Palu geologi
c. Peta topografi daerah penelitian dengan skala1 : 1000
d. Pita ukur
e. Lup
f. Buku catatan lapangan
g. Alat alat tulis
h. Busur derajat
i. HCL 0,1 N
j. Komparator lapangan
k. Perlengkapan keamanan ( sepatu boots, helm, dan rompi safety)
l. Kamera digital
m. Komputer / laptop
3. Studi pustaka atau literatur daerah penelitian dan geologi regionalnya
untuk mengetahui kondisi geologi daerah penelitian berdasarkan informas
informasi yang ada, tujuannya untuk mempelajari sejarah geologi penelitian,
menentukan stratigrafi regional, mempelajari geomorfologi daerah penelitian,
memperoleh keterangan dan data data kondisi air tanah.
3.2.2 Penelitian Lapangan
Kegiatan penelitian di lapangan meliputi kegiatan pemetaan geologi dan
pengamatan lereng.
3.2.2.1 Pemetaan Geologi
Tujuannya untuk mengetahui penyebaran litologi, stratigrafi dan keadaan
struktur geologi, lalu hasil dari pengamatan direkam dalam jurnal, kamera dan
peta topografi.
Peralatan yang digunakan dalam tahap ini antara lain kompas geologi, palu
geologi, komparator lapangan, lup, meteran, kamera, peta topografi, jurnal

lapangan, alat tulis, dan busur derajat. Aspek - aspek yang diperhatikan dalam tiap
pengamatan antar lain :
1. Lintasan jalur penelitian sedapat mungkin dibuat tegak lurus terhadap
2.
3.
4.
5.
6.
7.

jurus perlapisan batuan


Penentuan lintasan jalur penelitian hendaknya tidak terlalu sulit ditempuh
Penentuan titik lokasi pengamatan
Deskripsi litologi
Pengukuran jurus dan kemiringan batuan
Identifikasi dan pengukuran unsur unsur struktur geologi
Pengukuran penampang sratigrafi untuk mendapatkan data mengenai
urutan perlapisan dan ketebalan dari suatu lapisan batuan.

3.2.2.2 Pengamatan Lereng


Kegiatan pengamatan lereng tambang antara lain :
a. Pembuatan penampang lereng
b. Analisa sifat sifat dan mekanika tanah / batuan
c. Pengambilan data RMR lereng
3.2.3 Pengolahan Data
Setelah mendapatkan data dari lapangan, maka dilakukan cross check
antara hasil pemetaan geologi dengan data coring. Dari data coring dapat diambil
beberapa data sesuai dengan parameter-parameter metode RMR (Rock Mass
Rating). Parameter yang diperlukan diantaranya: kekuatan batuan (rock strength),
Rock

Quality

Designation

(RQD),

jarak

diskontinuitas

(spacing

of

discontinuities), kondisi diskontinuitas (condition of discontinuities), kondisi


airtanah (groundwater condition), dan orientasi diskontinuitas (orientation of
discontinuities).
Berikut adalah langkah-langkah untuk memperoleh gambaran awal
mengenai kondisi massa batuan dengan menggunakan klasifikasi geomekanik
sistem RMR :

Menjumlahkan nilai bobot dari parameter kekuatan batuan, RQD, jarak


diskontinuitas, kondisi diskontinuitas, dan kondisi airtanah, sehingga
diperoleh nilai RMR dasar

Menentukan nilai bobot parameter orientasi strike/dip kekar

Menentukan nilai RMR terkoreksi dengan cara menjumlahkan nilai bobot


dari langkah pertama dan kedua.

Menentukan kelas massa batuan berdasarkan nilai RMR terkoreksi

Menentukan kondisi lereng berdasarkan klasifikasi menrut Bieniawski,1980.

CLASS
NO.
RMR

III

II

21-40

41-60

61-80

81-100

Description Very bad

Bad

Normal

Good

Very good

Stabillity

Fully

Instable

Partially

Stable

Fully stable

Failures

Instable
stable
Big planar or Planar or big Some joint Some block None

Support

0-20

IV

soil like

wedges

or many

Re-

Important

wedges
Systematic Occasional None

excavation

correction

PENUTUP
Demikian berdasarkan uraian diatas dengan disusunnya proposal ini, besar
harapan penulis agar kiranya proposal ini dapat menjadi bahan pertimbangan
untuk melaksanakan tugas akhir.Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberkati
kegiatan ini sehingga dapat berjalan dengan lancar dan memberikan manfaat bagi
semua pihak.Atas perhatian yang telah diberikan, saya mengucapkan terima kasih.

Jatinangor, Januari 2016


Mahasiswa Pemohon,

Dendi Hendrafajri
NPM. 270110120170

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2014, Geotechnical, Hydrogeological, and Acid Mine Drainage Study


Lokpaikat Mine Site Project, Tapin, South Kalimantan, PT. BRE Jakarta
Dearman, W.R., 1991, Engineering Geological Mapping, Butterworth-Heiemann
Gaudio, Roberto, 2004, New Trends In Hydrology, BIOS.
Geotechnical and Geological Engineering An International Journal, Volume 32
Number 4 August 2014. Springer.
Hirnawan, F., 1993, Ketanggapan stabilitas lereng atas tanaman keras, hujan,
dan gempa, Universitas Padjadjaran, Disertasi, tidak diterbitkan.
Hoek E., Bray., 2005, Rock Slope Engineering Civil and Mining, 4 th Edition,
Taylor & Francis Group.
Hoek E., 1987, (edisi 1), 2000 (edisi 2), 2007 (edisi 3), Practical Rock
Engineering
Lollino, Georgio, 2014, Engineering Geology for Society and Territory Volume
2 Land Slides Processes, Springer.
Srbulov, Milutin, 2014, Practical Guide To Geo-Engineering, Springer
Biantoro, E., Muritno, B.P., Mamuaya, J.M.B., 1992, Inversion Faults As The
Major Structural Control In The Northern Part Of The Kutai Basin, East
Kalimantan, Proceedings of 21st Annual Convention of Indonesian
Petroleum Association
Satyana, A.H., Nugroho, D., Surantoko, I, 1999, Tectonic Controls on The
Hydrocarbon Habitats of The Barito, Kutai and Tarakan Basin, Eastern
Kalimantan, Indonesia; Major Dissimilarities, Journal of Asian Earth
Sciences Special Issue Vol. 17, No. 1-2, Elsevier Science, Oxford 99120
Van de weerd, A. A., and R.A. Armin, 1992, Origin and evolution of the Tertiary
hydrocarbon bearing basins in Kalimantan (Borneo), Indonesia: AAPG
Bulletin, v.76,p.1778-1803

Zakaria, Zufialdi, 2011, Analisis Kestabilan Lereng Tanah : Laboratorium Geologi


Teknik Universitas Padjadjaran

Anda mungkin juga menyukai