Anda di halaman 1dari 25

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gambaran Umum Wilayah Penelitan

2.1.1. Batas Wilayah Administrasi Penelitian

PT. Bintang Borneo Pasifik adalah perusahaan yang bergerak pada


penambangan batu granit yang bekerjasama dengan CV. Mentari Mandiri yang
berlokasi di Kecamatan Selatan Kota Singkawang. Secara umum lokasi penelitian
berbatasan dengan :

1. Utara : Kecamatan Singkawang Barat


2. Selatan : Kecamatan Sungai Raya Kabupaten Bengkayang
3. Barat : Laut Natuna
4. Timur : Kecamatan Samalantan Kabupaten Bengkayang

Tabel 2.1 Koordinat Lokasi Penelitian


Garis Lintang (LU/LS) Garis Bujur (BT/BB)
No.
° ´ ´´ LU/LS ° ´ ´´ BT/BB
1. 0 50 40 LU 108 53 47 BB
2. 0 50 46 LU 108 53 54 BB
3. 0 50 42 LU 108 53 58 BB
4. 0 50 36 LU 108 53 52 BB
3
4

2.1.2. Lokasi dan Kesampaian Daerah Penelitian

Secara administrasi lokasi IUP PT. Bintang Borneo Pasifik dapat ditempuh
dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat dengan melalui
jalur darat dari kota Pontianak menuju kota Singkawang dengan kondisi jalan
aspal (jalan provinsi) dengan waktu tempuh ± 3 jamperjalanan menuju lokasi
penelitian.

2.1.3. Geologi Regional

Struktur geologi yang berkembang berdasarkan Peta Geologi Lembar


Singkawang (N. Suwarna dkk, 1993) adalah berupa sesar dan
kelurusanpadabatuangunungapidanplutonikyangumumnyaberarahutara–baratdaya,
serta sekumpulan retakan yang berarah utara - timurlaut. Struktur geologi ini
sangat dipengaruhi oleh adanya batolit singkawang yang cenderung merupakan
tanjung bagian baratlaut.

Struktur geologi di lembar Singkawang dikontrol oleh granodiorite


Mensibau yang merupakan batolit Singkawang. Satuan batuan ini
diperkirakanmerupakanbusurmagmatichasildarisubduksiantaralempeng Proto Laut
Cina Selatan dengan bagian utara dataran Sunda yang miring ke
arahselatanpadaKapurBawah.Buktidarijalursubduksiinididukungoleh adanya
mélange yang berumur. Kapur yang terletak lebih ke utara, yaitu kompleks
Serabang di lembarSambas.

a. Statigrafi
Berikut ini adalah tatanan stratigrafi untuk lembar Singkawang,
Kalimantan:
- Endapan Aluvial dan Rawa (Qa) : terdiri atas lumpur, pasir, kerikil dan
bahan tumbuhan. Endapan alluvial dan rawa menutupi secara tidak selaras
di atas endapanLitoral.
- Endapan Litoral (Qc) : terdiri atas lumpur, pasir, kerikil dan setempat
gampingan. Endapan ini menutupi endapan alluvial Terbiku.
- Endapan Aluvial Terbiku (Qat) : terdiri atas kerikil, pasir dan lumpur.
Endapan ini merupakan penutup Kuarter.
- Batuan Gunung Api Niut (Tpn) : terdiri atas basal porfiritik dan sedikit
andesit. Satuan ini menerobos batuan gunungapi Raya dan formasi
Hamisan. Satuan ini diperkirakan berumurPliosen.
- Batuan Terobosan Sintang (Toms) : terdiri dari diorite, diorite kuarsa,
granodiorite dan tonalit yang memiliki teksturdasar holokristalin dan
porfiritik. Satuan batuan ini setempat mengalami ubahan menjadi serisit,
klorit, epidot dan karbonat; merupakan terobosan kecil, stok dan retas
hipabisal akibat dari proses penunjaman yang terjadi pada Oligosen.
Umum satuan ini Oligosen Akhir – Miosen Awal.
- Formasi Hamisan (Toh) : terdiri atas arenit kuarsa, arenit lithic dan
konglomerat polimik dengan fragmen berupa kuarsa, granit dan erpih.
Formasi ini berumur Oligosen dan menindih tak selaras batuan gunungapi
Raya dan granodiorite Mensibau.
- Dasit Bawang (Teb) : terdiri atas dasit dan sedikit tonalit yang terbentuk
dari hasil kegiatan magmatic tahap akhir dari batuan gunungapi Serentak.
Batuan ini menerobos kelompok Bengkayang, batuan gunungapi Raya,
granodiorite Mensibau dan batuan gunungapi Serantak.
- Batuan Gunung Api Serantak (Tes) : satuan batuan ini terdiri dari
piroklastik dasitan yang tersusun atas tufa lapilli, tufa kristalin, tufa
dasitan, setempat terdapat breksi tufaan dan riodasit; berwarna kelabu
muda sampai kecoklatan, sebagian terubah. Satuan ini berumur Eosen
Tengah dan tak selaras di atas kelompok Bengkayang dan batuan
gunungapi Raya.
- Gabro Setinjam (Kuse) : merupakan gabro yang bertekstur halus sampai
kasar yang setempat berlapis, mineral penyusun utama hornblende dan
piroksin setempat biotit dan olivine. Umur satuan ini diperkirakan
KapurAtas.
- Granodiorit Mensibau (Klm) : terdiri atas granodiorite hornblende – biotit,
adamelit, tonalit, diorite dan granit. Satuan ini memiliki sifat magnetic
sedang – kuat, umumnya telah terubah, merupakan batolit dan stok yang
berhubungan dengan penunjaman. Satuan ini secara luas membentuk
batolit Singkawang (Suwarna dkk, 1993). Umur satuan ini Kapur Awal
dan menerobos kelompok Bengkayang dan batuan gunungapi Raya.
- Batuan Gunungapi Raya (Klr) : terdiri atas batuan vulkanik berkomposisi
andesit sampai dasit dan piroklastik. Satuan ini berumur Kapur Awal yang
terbentuk dari hasil sedimentasi dan kegiatan gunungapi darat sampai laut
dangkal yang terendapkan secara tidak selaras diatas kelompok
Bengkayang.

2.2. Tinjauan Teoritis


2.2.1. Pengertian Umum Batuan

Batuan adalah sekumpulan mineral - mineral yang menjadi satu. Batuan bisa
terdiri dari satu macam mineral saja atau campuran beberapa mineral. Batuan
dapat mengalami perubahan dari satu tipe menjadi tipe batuan yang lainnya.
Batuan dari jenis apapun jika tertimbun kedalam bumi, mendapatkan energi panas
hingga meleleh, kemudian membeku kembali, maka batuan tersebut akan menjadi
batuan beku. Batuan jenis apapun jika mengalami pelapukan, transportasi,
kemudian terendapkan kembali, maka batuan tersebut akan menjadi batuan
sedimen. Batuan jenis apapun jika mengalami pemanasan (pematangan termal)
dan penekanan, maka batuan tersebut akan berubah menjadi batuan metamorf.

2.2.2. Proses Pembentukan Batuan

Dalam pembentukan batuan, seperti yang telah disebutkan di atas bahwa


batuan terbentuk karena mineral - mineral tersusun dari satu atau lebih mineral.
Oleh itu terciptalah beragam jenis batuan yang tercipta akibat tekanan, suhu, jenis
mineral batuan yang berbeda - beda. Adapun siklus pembentukan batuan antara
lain:
a. Batuan Beku

Batuan beku terbentuk oleh pembekuan magma. Batuan beku dibagi


menjadi batuan plutonic dan batuan vulkanik. Batuan plutonik atau intrusive
terbentuk ketika magma mendingin dan terkristalisasi perlahan didalam kerak
bumi. Salah satu contoh batuan beku plutonik adalah granit. Sedangkan batuan
beku vulkanik atau extrusive membeku dan terbentuk pada saat magma keluar
kepermukaan bumi sebagai lava atau fragment bekuan. Contoh batuan beku
vulkanik adalah batu apung dan basalt.

b. Batuan Sedimen

Batuan sedimen terbentuk karena endapan dari hasil pelapukan material -


material batuan. Material hasil lapukan ini bisa berupa zat organik maupun
mineral. Material ini kemudian terkompaksi serta tersementasi. Batuan sedimen
yang terbentuk di permukaan bumi terdiri dari 65% batu lempung (mudstone,
shale, dan siltstone) 20% - 25% batu pasir dan 10% - 15% batuan karbonat
(limestone dan dolostone).

c. Batuan Metamorf

Batuan metamorf terbentuk dari hasil ubahan/alterasi dari mineral dan


batuan lain karena pengaruh tekanan dan temperatur. Tekanan dan temperatur
yang mempengaruhi pembentukan batuan ini sangat tinggi dibandingkan pada
pembentukan batuan beku dan sedimen sehingga mengubah mineral asal menjadi
mineral lain.

2.2.3. Pengertian Batuan Granit

Dikutip dari Ilmu Geografi, batuan granit adalah salah satu jenis batuan
beku yang memiliki warna cerah, butirannya kasar, tersusun dari mineral dominan
berupa kuarsa dan feldspar, serta sedikit mineral mika dan amfibol. Menurut ilmu
petrologi, granit didefinisikan sebagai batuan beku yang didalamnya terkandung
mineral kuarsa sebesar 10% – 50% dari kandungan total mineral felseik, serta
mineral alkali sebanyak 65% – 90% dari jumlah seluruh mineral feldspar.
Sedangkan dalam dunia industri, granit diartikan sebagai batuan yang butiran atau
biji- bijiannya dapat dilihat dengan jelas dan mempunyai kepadatan yang lebih
keras dari marmer. Definisi – definisi tersebut dijabarkan dari kata ‘granit’ yang
berasal dari kata ‘granum’ yang mempunyai arti butiran padi.
Seperti yang telah disebutkan pada definisi, bahwa karakteristik dari batuan
granit adalah memiliki butiran kasar dan berwarna cerah. Warna batuan granit
meliputi warna merah, abu- abu, putih dan merah muda, dengan butiran warna
gelap seperti hijau tua, coklat tua dan hitam. Warna tersebut diperoleh dari
komposisi mineral yang terkandung dalam batuan granit. Karakteristik lain dari
batuan granit yaitu bersifat asam,serta ukuran butiran kristalnya relatif sama dan
besar. Tekstur butiran batuan granit disebut tekstur phaneritic yang tidak memiliki
retakan dan lubang- lubang bekas pelepasan gas (vasculer). Batuan ini sangat
masif (padat) dengan kepadatan rata- rata 2,75 gram per centimeter kubik dan
kekuatan tekanan lebih dari 200 MPa. Kepadatan tersebut memungkinkan batuan
granit untuk tahan terhadap erosi dan abrasi, mampu menahan beban yang berat
serta tahan terhadap pelapukan batuan.

Sumber: Sidiksipil, 2015


Gambar 2.1 Batu granit

2.2.4. Pengertian Peledakan

Peledakan merupakan aktivitas penambangan yang bertujuan untuk


memberaikan batuan atau material dimana bahannya terdiri dari bahan kimia yang
mampu menciptakan ledakan. Salah satu metode pemberaian/pembongkaran pada
batuan adalah metode peledakan. Metode peledakan bertujuan untuk
menghancurkan, melepas, ataupun membongkar suatu bahan galian dari batuan
induknya.
Pada pemberaian batuan dengan metode peledakan, ukuran fragmen batuan
hasil peledakan merupakan suatu faktor yang sangat penting, dimana ukuran
fragmen batuan diharapkan sesuai dengan kebutuhan pada kegiatan penambangan
selanjutnya.

Konsep mekanisme pecahnya batuan yang dipakai adalah konsep


pemecahan dan reaksi – reaksi mekanik dalam batuan homogen. Sifat mekanis
dalam batuan yang homogen akan berbeda dari batuan yang mempunyai rekahan
– rekahan dan heterogen seperti yang dijumpai dalam pekerjaan peledakan.

Proses pecahnya batuan akibat dari peledakan dibagi dalam tiga tingkatan
yaitu dynamic loading, quasi-static loading, dan release of loading.

a. Proses pemecahan tingkat I (dynamic loading)

Pada saat bahan peledak meledak, tekanan tinggi menghancurkan batuan


didaerah sekitar lubang ledak. Gelombang kejut yang meninggalkan lubang ledak
merambat dengan kecepatan 3000 – 5000 m/det, akan mengakibatkan tegangan
tangensial yang menimbulkan rekahan yang menjalar dari daerah lubang ledak.
Rekah pertama menjalar terjadi dalam waktu 1 – 2 m/s.

b. Proses pemecahan tingkat II (quasi-static loading)

Tekanan sehubungan dengan gelombang kejut yang meningkatkan lubang


ledak pada proses pemecahan tingkat I adalah positif. Apabila mencapai bidang
bebas akan dipantulkan, tekanan akan turun dengan cepat, kemudian berubah
menjadi negatif dan timbul gelombang tarik. Gelombang tarik ini merambat
kembali didalam batuan. Oleh karena batuan lebih kecil ketahanannya terhadap
tarikan daripada tekanan, maka akan terjadi rekahan – rekahan primer disebabkan
karena tegangan tarik dari gelombang yang dipantulkan. Apabila tegangan
regang cukup kuat akan menyebabkan slambing atau spalling pada bidang bebas.
Dalam proses pemecahan tingkat I dan tingkat II fungsi dari gelombang kejut
adalah menyiapkan batuan dengan sejumlah rekahan – rekahan kecil. Secara
teoritis energi gelombang kejut jumlahnya antara 5 – 15% dari energi total bahan
peledak. Jadi gelombang kejut menyediakan kesiapan dasar untuk proses
pemecahan tingkat akhir.

c. Proses pemecahan tingkat III (release of loading)

Dibawah pengaruh takanan yang sangat tinggi dari gas – gas hasil
peledakan maka rekahan radial primer (tingkat II) akan diperlebar secara cepat
oleh kombinasi efek dari tegangan tarik disebabkan kompresi radial dan
pembagian (pneumatic wedging). Apabila massa batuan di depan lubang ledak
gagal dalam mempertahankan posisinya bergerak kedepan maka tegangan tekan
tinggi yang berada dalam batuan akan dilepasan. Efek dari terlepasnya batuan
adalah menyebabkan tegangan tarik tinggi dalam massa batuan yang akan
melanjutkan pemecahan hasil yang telah terjadi pada proses pemecahan tingkat II.
Rekahan hasil dalam pemecahan tingkat II menyebabkan bidang – bidang lemah
untuk memulai reaksi – reaksi fragmentasi utama pada proses peledakan. Pola
pecahnya batuan dapat dilihat pada gambar 2.2.
Sumber : Jimeno, 1995

Gambar 2.2 Pola pecahnya batuan akibat peledakan

2.2.5. Geometri Peledakan


Dalam penentuan geometri peledakan terdapat beberapa faktor yang butuh
dipertimbangkan, yaitu diameter lubang bor, ketinggian jenjang, burden dan spasi,
struktur batuan, fragmentasi, arah lemparan, kestabilan jenjang, perlindungan
terhadap lingkungan sekitar dan jenis bahan peledak yang akan digunakan.
Geometri peledakan terdiri dari diameter lubang bor, ketinggian jenjang dan
kedalaman lubang bor, burden, spasi, subdrilling, stemming dan powder column.
Contoh jenjang peledakan dapat dilihat pada gambar 2.3.

Sumber : ejurnal.itats.ac.id

Gambar 2.3Geometri peledakan

Adapun faktor – faktor yang mempengaruhi geometri peledekan antara lain


yaitu :
1. Diameter Lubang Bor
Pemilihan ukuran diameter lubang bor sangat bergantung pada tingkat
produksi yang diinginkan. Semakin besar ukuran lubang bor yang digunakan
maka akan semakin besar juga tingkat produksi yang dihasilkan. Namun untuk
hasil peledakan yang baik, berdasarkan pengalaman para ahli, diameter lubang bor
sebaiknya berkisar antara 0,5% - 1% dari tinggi jenjang.
2. Tinggi Jenjang dan Kedalaman Lubang Bor
Secara spesifik tinggi jenjang maksimum ditentukan oleh peralatan
pengeboran dan alat muat yang tersedia. Ketinggian jenjang harus disesuaikan
dengan diameter lubang bor, jadi semakin rendah tinggi jenjang maka diameter
lubang bor yang digunakan juga semakin kecil dan semakin basar tinggi jenjang
maka lubang bor yang digunakan juga semakin besar.
3. Burden
Burden merupakan jarak terdekat antara lubang ledak dengan bidang bebas
(free face). Burden merupakan variabel paling penting dalam penentuan geometri
peledakan. Dengan jenis bahan dan peledak yang dipakai dan batuan yang
dihadapi jarak burden agar kegiatan peledakan berjalan sukses dapat dihitung
dengan dua cara yaitu cara C.J Konya dan R.L Ash.
1. Cara C.J Konya
𝟑 𝑺𝑮𝒆
B = 3,15 . De . √𝑺𝑮𝒓

Keterangan:
B = jarak burden (ft)
De = Diameter lubang bor (inch)
SGe = Density bahan peledak
(gr/cc) SGr = Density batuan (gr/cc)
2. Cara R.L Ash
𝑲𝒃𝒔𝒕𝒅 . 𝑨𝑭𝟏 . 𝑨𝑭𝟐 . 𝑫𝒆
B=
𝟏𝟐

3 𝑒𝑛𝑒𝑟𝑔𝑖𝑝𝑜𝑡𝑒𝑛𝑠𝑖𝑎𝑙𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛𝑝𝑒𝑙𝑒𝑑𝑎𝑘𝑦𝑎𝑛𝑔𝑑𝑖𝑝𝑎𝑘𝑎𝑖 3 𝑆𝐺𝑒 .𝑉𝑂𝐷ℎ𝑎𝑛𝑑𝑎𝑘2


 AF1 = √ =√
𝑒𝑛𝑒𝑟𝑖𝑝𝑜𝑡𝑒𝑛𝑠𝑖𝑎𝑙𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛𝑝𝑒𝑙𝑒𝑑𝑎𝑘𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 𝑆𝐺𝑒𝑠𝑡𝑑 .𝑉𝑂𝐷𝑠𝑡𝑑2

3 𝑑𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑦𝑏𝑎𝑡𝑢𝑎𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟𝑡 3 𝑆𝐺𝑟𝑠𝑡𝑑
 AF2 = √ =√
𝑑𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑖𝑏𝑎𝑡𝑢𝑎𝑛𝑦𝑎𝑛𝑔𝑎𝑘𝑎𝑛𝑑𝑖𝑙𝑒𝑑𝑎𝑘𝑘𝑎𝑛 𝑆𝐺𝑟

Keterangan :
B = jarak burden (ft)
Kbstd = Koefisien burden standar
De = Diameter lubang bor (inch)
SGe = Density bahan peledak (gr/cc)
SGestd = Density bahan peledak standar
(gr/cc) SGr = Density batuan (gr/cc)
SGrstd = Density batuan standar (gr/cc)
VOD = Kecepatan detonasi (m/s)
VODstd = Kecepatan detonasi standar (m/s)
4. Spacing
Spacing merupakan jarak antara satu lubang dengan lubang yang lainnya
yang saling sejajar dengan bidang bebas (free face). Secara teoritis, spasi optimum
berkisar antara 1,1 - 1,8 dari burden. Jarak spasi agar kegiatan peledakan berjalan
sukses dapat dihitung dengan dua cara yaitu cara C.J Konya dan R.L Ash.
1. Cara C.J Konya
Ditentukan berdasarkan sistem delay yang ditentukan, yaitu:
a. Instataneous single row blast holes
 Jika L<4B (L=tinggi jenjang)
𝑳+𝟐𝑩
S=
𝟑

 Jika L>4B (L=tinggi jenjang)

S=2.B

b. Sequanced single row blast


holes
 Jika L<4B (L=tinggi jenjang)
𝑳+𝟕𝑩
S=
𝟖

 Jika L>4B (L=tinggi jenjang)

S = 1,4 . B

2. Cara R.L Ash

S = Ksstd . AF1 . AF2 . B

Keterangan :
S = Jarak spasi (m)
Ksstd = Koefisien spasi standar
B = Jarak burden (m)
5. Subdrilling
Subdrilling merupakan tambahan kedalam dari lubang bor di bawah lantai
jenjang. Subdrilling dibuat untuk menghindari masalah tonjolan pada lantai hasil
peledakan. Bila ukuran subdrilling berlebih maka akan menghasilkan getaran
yang berlebih pula sedangkan jika subdrilling kurang makan akan menghasilkan
tonjolan pada lantai jenjang maka dari itu subdrilling harus dihitung dengan baik.
Berikut merupakan rumus perhitungan subdrilling menurut C.J Konya dan R.L
Ash:
1. C.J Konya

J = Kj . B

Keterangan :

J = Subdrilling (m)
Kj = Subdrilling ratio (0,2-0,4)
B = Jarak burden (m)
2. R.L Ash

J = Kjstd . AF1 . AF2 . B

Keterangan :
J = Subdrilling (m)
Kjstd = Koefisien subdrilling standar
B = Jarak burden (m)
6. Stemming

Stemming merupakan tempat material penutup di bagian atas lubang bor.


Stemming berfungsi untuk mengisolasi gas-gas hasil peledakan. Untuk
menentukan panjang stemming dapat digunakan caraC.J Konya dan R.L Ash:
1. C.J Konya
 Untuk batuan massive, T = B
 Untuk batuan berlapis, T = 0,7 .
B Keterangan :
T = Stemming (m)
B = Jarak burden (m)

2. R.L Ash
J = KTstd . AF1 . AF2 . B

Keterangan:
T = Stemming (m)
KTstd = Koefisien stemming standar
B = Jarak burden (m)
Hasil perhitungan dengan metode R. L Ash cenderung memiliki nilai yang
lebih kecil dibandingkan hasil perhitungan dengan metode C. J Konya. Hal ini
disebabkan karena perhitungan geometri peledakan dengan metoda R. L Ash
selalu disertai dengan faktor koreksi berupa koefisien standar untuk tiap parameter
geometri, faktor pengali untuk batuan (AF1) dan faktor pengali untuk bahan
peledak (AF2), sehingga ketelitian hasil perhitungan menggunkan metode R. L
Ash lebih besar dibanding C. J Konya.
2.2.6. Powder Factor

Powder factor (PF) didefinisikan sebagai perbandingan jumlah bahan


peledak yang dipakai dengan volume peledakan, jadi satuannya kg/m³. Karena
volume peledakan dapat pula dikonversi dengan berat, maka pernyataan PF bisa
pula menjadi jumlah bahan peledak yang digunakan dibagi berat peledakan atau
kg/ton.

Jumlah pemakaian bahan peledak sangat mempengaruhi terhadap


fragmentasi batuan hasil peledakan. Powder factor merupakan suatu bilangan
untuk menyatakan berat bahan peledak yang dibutuhkan untuk menghancurkan
batuan (kg/m³).

Dalam menentukan powder factor ada empat macam satuan yang dapat
digunakan yaitu:

a. Berat bahan peledak per volume batuan yang diledakkan (kg/m3).


b. Berat bahan peledak per berat batuan yang diledakkan (kg/ton).
c. Volume batuan yang diledakkan per berat bahan peledak (m3/kg).
d. Berat batuan yang diledakkan per berat bahan peledak (ton/kg).

Secara umum, powder factor dapat dihubungkan dengan unit produksi pada
operasi peledakan. Dengan powder factor dapat diketahui konsumsi bahan
peledak yang digunakan. Nilai powder factor dipengaruhi oleh jumlah bidang
bebas, geometri peledakan, pola peledakan, struktur geologi batuan dan
karakteristik massa batuan itu sendiri.

Bila pengisian bahan peledak terlalu banyak maka akan mengakibatkan


jarak stemming akan kecil sehingga mengakibatkan terjadinya batu terbang
(flyrock) dan ledakan tekanan udara (air blast). Sedangkan bila pengisian terlalu
sedikit maka jarak stemming akan besar sehingga menimbulkan bongkah dan
back breaker di sekitar dinding jenjang. Untuk menghitung powder factor
digunakan persamaan :

PF = (W handak)/BxSxH.........................................................................(2.1)

Dimana :

PF = Powder Faktor

Whandak = Berat Bahan Peledak (kg)

B = Burden (m)

S = Spacing (m)

H = Kedalaman lubang tembak (m)

a. Perhitungan Jumlah Bahan Peledak

Densitas pengisian (loading density), yaitu jumlah bahan peledak setiap


meter kedalaman kolom lubang ledak. Densitas pengisian digunakan untuk
menghitung jumlah bahan peledak yang diperlukan setiap kali peledakan.
Disamping itu, perhatikan pula kolom lobang ledak (L), yang terbagi menjadi
“penyumbat” atau stemming (T) dan “isianutama” (PC). Bahan peledak hanya
terdapat sepanjang kolom PC, sehingga keperluan bahanpeledak setiap kolom
adalah perkalian PC dengan densitas pengisian (de) atau:

Whandak = PCxd...........................................................................(2.2)
Wtotal handak = nxPCxde....................................................................(2.3)
Dimana :
n = Jumlah seluruh lubang ledak
PC = Panjang kolom isian (m)
De = Loading Density (kg/m)

b. Perhitungan Volume Batuan yang akan diledakan

Pada tambang terbuka atau quarry, yang umumnya menerapkan peledakan


jenjang (bench blasting), volume batuan yang akan diledakkan tergantung pada
dimensi spacing, burden, tinggijenjang, dan jumlah lubang ledak yang tersedia.
Dimensi atau ukuran spacing, burden dan tinggi jenjang memberikan peranan
yang penting terhadap besar kecilnya volume peledakan. Artinya volume hasil
peledakan akan meningkat bila ukuran ketiga parameter tersebut diperbesar,
sebaliknya untuk volume yang kecil. Sedangkan pada tambang bawah tanah, baik
pembuatan terowongan atau jenis bukaan lainnya, volume hasil peledakan
diperoleh dari perkalian luas permuka kerja atau front kerja atau face dengan
kedalaman lubang ledak rata - rata.

Prinsip volume yang akan diledakkan adalah perkalian burden (B), spacing
(S) dan tinggi jenjang (H) yang hasilnya berupa balok dan bukan volume yang
telah terberai oleh proses peledakan. Volume tersebut dinamakan volume padat
(solid atau insitu atau bank), sedangkan volume yang telah terberai disebut
volume lepas (loose).

Volume Peledakan Perlubang (m3) = BxSxH.....................................(2.4)


3
Total Volume Peledakan (m ) = BxSxHxn................................(2.5)

Dimana:
B = Burden (m)
S = Spacing (m)
H = Kedalaman Lubang Ledak (m)
n = Jumlah Lubang Ledak
2.2.7. Fragmentasi

Fragmentasi Setiap bongkahan batuan hasil peledakan disebut juga dengan


fragmentasi batuan. Bucket (excavator atau shovel) dari alat gali muat biasanya
digunakan untuk membatasi ukuran terbesar dari fragmentasi batuan yang akan
dimuat kedalam truck. Pada proses peledakan alat gali muat bekerja cepat apabila
ukuran dari fragmentasi batuan yang kecil.

Dalam kegiatan peledakan, adapun ketentuan dari hubungan fragmentasi


dengan lubang ledak yaitu :

1. Untuk penambahan isian bahan peledak pada kolom isian akan


mengakibatkan lemparan batuan dan menghasilkan fragmentasi batuan
berbentuk bongkahan besar apabila menggunakan lubang ledak yang
besar juga.
2. Hasil fragmentasi batuan kecil bisa menggunakan jarak spasi yang pendek
dan menggunakan bahan peledak sedikit dengan intensitas batuan yang
tinggi.

2.2.8. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Fragmentasi

Tingkat fragmentasi batuan hasil peledakan merupakan suatu petunjuk yang


sangat penting dalam menilai keberhasilan dari suatu kegiatan peledakan, dimana
material yang memiliki ukuran seragam lebih diharapkan daripada material yang
banyak berukuran bongkah. Tingkat fragmentasi yang kecil akan menambah
produktivitas, mengurangi keausan dan kerusakan peralatan sehingga menurunkan
biaya pemuatan, pengangkutan dan proses berikutnya, dalam beberapa pekerjaan
juga akan mengurangi secondary blasting. Beberapa faktor yang berpengaruh
terhadap fragmentasi hasil peledakan adalah :

a. Karakteristik Massa Batuan

Pada suatu proses peledakan densitas dan kekuatan (strength) dari batuan
mempunyai hubungan yang cukup erat. Secara umum batuan yang mempunyai
densitas yang rendah dapat lebih mudah dihancurkan dengan faktor energi yang
lebih rendah, sedangkan batuan yang mempunyai densitas yang lebih tinggi
memerlukan energi yang lebih tinggi untuk mendapatkan hasil fragmentasi yang
memuaskan.

b. Stuktur Geologi Batuan

Salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam merencanakan suatu


operasi peledakan adalah struktur geologi. Sejauh menyangkut penggalian, massa
batuan dibedakan menjadi dua kelompok yaitu segar dan lapuk. Untuk batuan
segar, sifat diskontinuitas berperan penting, karena melalui zona diskontinuitas ini
proses pelapukan akan berlangsung secara intensif. Diskontinuitas ini dapat
berupa kekar, rekahan, sesar, dan bidang bidang perlapisan. Rekahan pada batuan
bukan merupakan gejala yang kebetulan. Umumnya hal ini terjadi akibat hasil
kekandasan akibat tegangan (stress), karena itu rekahan akan mempunyai sifat-
sifat yang menuruti hukum fisika. Sesar atau patahan secara geologi adalah Sesar
sebagai bidang rekahan yang disertai oleh adanya pergeseran relatif
(displacement) satu blok terhadap blok batuan lainnya. Bidang perlapisan hanya
ditemukan pada batuan sedimen, yaitu suatu bidang yang memisahkan antara
suatu jenis batuan tertentu dengan batuan lain yang diendapkan kemudian,
misalnya batas antara lapisan batu pasir dengan batu gamping, atau batas lapisan
batu pasir yang satu dengan batu pasir lainnya yang dapat dibedakan.
Kekar merupakan rekahan - rekahan dalam batuan yang terjadi karena
tekanan atau tarikan yang disebabkan oleh gaya - gaya yang bekerja dalam kerak
bumi atau penguranganbahkan kehilangan tekanan dimana pergeseran dianggap
sama sekali tidak ada. Struktur kekar ini sangat penting diketahui dan merupakan
pertimbangan utama dalam operasi peledakan, denganadanya struktur kekar ini
makaenergi gelombang tekan dari bahan peledak akan mengalami penurunan
yangdisebabkan adanya gas - gas hasil reaksi peledakan yang menerobos melalui
rekahan, sehingga mengakibatkan penurunan daya tekan terhadap batuan yang
akan diledakkan. Penurunan daya tekan ini akan berdampak terhadap batuan yang
diledakkan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya bongkah pada batuan hasil
peledakan bahkan batuan hanya mengalami keretakan.

c. Air Tanah

Kondisi air tanah sangat mempengaruhi proses peledakan, adanya air


menyebabkan bahan peledak harus mengubah air disekitarnya menjadi uap air
selama proses detonasi. Jika kandungan air tanah pada suatu daerah blok
peledakan sangat tinggi, bahan peledak (ANFO) kemungkinan tidak akan meledak
atau rusak dan akan terjadi misfire. Untuk mengatasi hal ini bahan peledak perlu
dibungkus dengan bahan yang tahan air sebelum dimasukkan ke lubang ledak atau
jika lubang ledak sudah terisi air maka air dikeluarkan dengan udara bertekanan
tinggi dari kompresor.

Selain dengan membungkus bahan peledak ANFO dengan kantong plastik,


masalah air dalam lubang ledak juga dapat diatasi dengan mengganti bahan
peledak ANFO dengan HANFO (heavy ANFO) yaitu campuran antara ANFO
dengan emulsi dengan perbandingan tertentu.

d. Kemiringan Lubang Ledak

Kemiringan lubang ledak secara teoritis ada dua, yaitu lubang ledak tegak
dan lubang ledak miring. Rancangan peledakan yang menerapkan lubang ledak
tegak, maka gelombang tekan yang dipantulkan oleh bidang bebas lebih sempit,
sehingga kehilangan gelombang tekan akan cukup besar pada lantai jenjang
bagian bawah, hal ini dapat menyebabkan timbulnya tonjolan pada lantai jenjang.
Sedangkan pada peledakan dengan lubang ledak miring akan membentuk bidang
bebas yang lebih luas, sehingga akan mempermudah proses pecahnya batuan dan
kehilangan gelombang tekan pada lantai jenjang menjadi lebih kecil (Gambar
2.4).

Lubang Ledak Miring


Lubang Ledak Lurus

Sumber : Ockypradikha.wordpress.com, 2018

Gambar 2.4 Pemboran dengan lubang ledak tegak dan lubang ledak miring

2.2.9. Split Dekstop

Split Desktop merupakan program pemprosesan gambar (imageanalysis)


untuk menentukan distribusi ukuran dari fragmen batuan pada proses
penghancuran batuan yang terjadi pada proses penambangan. Program Split
desktop dijalankan oleh engineer tambang atau teknisi di lokasi tambang dengan
mengambil input data berupa foto digital fragmentasi. Sistem split desktop terdiri
dari software, computer, keyboard dan monitor. Terdapat mekanisme untuk
mengunduh gambar dari kamera digital kedalam komputer. Unsur - unsur terkait
dalam Split desktop yaitu, fragmen batuan, foto digital, perangkat komputer, hasil
analisis. (Duna, 2010).
Beberapa menu yang tersedia di aplikasi split desktop ini antara lain : File,
Edit, Split, Options, Process, Analyse, Special, Windows, Help, Lut, Tools.
Bukalah aplikasi split desktop yang tersedia, kemudian langkah pertama yang
dilakukan ketika kita hendak melakukan pengolahan data yaitu dengan
memasukan gambar yang diinginkan terlebih dahulu. Untuk memasukan gambar
klik pada menu file, selanjutnya klik open kemudian cari data berupa gambar yang
ingin dimasukkan lalu klik pada gambar tersebut dan klik open. Langkah
selanjutnya yaitu samakan terlebih dahulu lebar dan panjang gambar tersebut. Jika
sudah selesai mengatur panjang dan lebar gambar sesuai yang diperlukan maka
tekan ctrl+c untuk menduplikat gambar sebelumnya dengan panjang dan lebar
yang sudah disesuaikan. Kemudian kita tutup (close) gambar yang pertama, lalu
pada gambar yang sudah diedit sebelumnya kita posisikan ke tengah halaman. Hal
ini bertujuan agar lebih mudah pada saat pengerjaan selanjutnya. Kemudian pilih
line pada menu tools lalu tarik garis pada media pembanding yang digunakan
dilapangan, karena disini peneliti menggunakan helm proyek maka tarik garis
pada gambar helm, hal ini bertujuan sebagai pembanding diameter fragmentasi
batuan. Selanjutnya pilih menu split lalu pilih scale image kemudian klik centang
pada single object lalu pada known distance ubah pada angka 17.000 lalu ubah
pixels nya menjadi centimeters lalu klik get scale for bottom flow lalu klik OK.

Setelah itu simpan file dengan nama yang diinginkan. Selanjutnya pilih
menu split lalu buka fines particles, pada sub menu fine particle hilangkan tanda
centang pada auto fines lalu klik go. Kemudian pilih eraser pada menu tools lalu
hapus warnaa biru yang mencakup pada batuan dan helm. Setelah selasai buka
menu split lalu pilih done editing, kemudian bukalah menu split lagi lalu buka
compute sizes, pada sub menu compute sizes pilih medium pada percent fines
adjustment dan pilih rossin – ramler pada fines distribution lalu klik browse.
Selanjutnya simpan file pada document lalu klik go, kemudian buka menu split
lalu buka graphics and outputs, pada sub menu graphics and outputs pilih menu
graphing kemudian pilih rossin – ramler pada percent axis, lalu pada menu data
masukan lokasi file yang akan digunakan kemudian klik browse lalu save
file
dengan nama yang diinginkan. Kemudian masih pada sub menu graphics and
output pilih menu output lalu masukan judul yang diinginkan pada graph title.
Kemudian masukan juga judul pada html disertai tulisan html pada bagian ujung
setelah judul. Kemudian buka menu sieve series pada pilih mm pada opsi units
lalu sieve set diubah ke iso, ketika datanya sudah muncul lalu klik OK. Setelah
melakukan penginputan data yang telah disebutkan sebelumnya maka akan
didapatkan hasil akhir berupa data fragmnetasi batuan yang diinginkan.
25

2.2.10. Penelitian Terdahulu

Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu

Nama /
No. Judul Metode Penelitian Hasil Penelitian
Tahun
Evaluasi Geometri Peledakan untuk
Melakukan analisa terhadap beberapa teori geometri peledakan
Fadlillah Menghasilkan Fragmentasi yang
dengan perhitungan R.L.Ash dan Perhitungan C.J. Konya dan Didapatkan hasil perhitungan geometri peledakan
Rosyad, diinginkan pada Kegiatan
hasil peledakan aktual di PT Mandiri Sejahtera Sentra. Kemudian teoritis R.L. Ash dan C.J Konya serta didapatkan
1. Zaenal dan Pemberaian Batuan Andesit di PT
dibandingkan dengan hasil peledakan menurut teori R.L.Ash dan hasil boulder dari kedua rancangan tersebut ≥ 80
Solihin / Mandiri Sejahtera Sentra,
C.J. Konya baik itu dari fragmentasi batuan, volume batuan hasi cm.
2016 Kabupaten Purwakarta Provinsi
peledakan dan Powder Factor.
Jawa Barat
1. Kuantitas pemakaian bahan peledak
Metode yang dipilih untuk digunakan dalam penelitian ini adalah
berpengaruh linier positif terhadap
pendekatan kuantitatif dengan melakukan pengukuran langsung
produksi batuan andesit hasil peledakan dengan
di areal penambangan yaitu pada lokasi peledakan batuan
model persamaan
andesit. Dalam pengukuran pada setiap pelaksanaan
Ŷi= 4.4X + 66.4.
peledakan, akan diukur variabel jumlah bahan peledak yang
2. Pengaruh kuantitas bahan peledak yang sama
digunakan dalam satuan kg. Kemudian akan dihitung variabel
Aljon A. Pengaruh Kuantitas Bahan Peledak produksi batuan andesit yang diledakkan dalam satuan ton dan jarak secara simultan
M. Terhadap Produksi Andesit dan melalui pengukuran dimensi blok batuan andesit yang akan terhadap taraf intensitas bunyi ledakan adalah
2. berbentuk logaritma dengan
Simbolon / Getaran Di Sudamanik Kecamatan diledakkan, lalu dikalikan dengan massa jenis batuan andesit dan
2013 Cigudeg Kabupaten Bogor model persamaan TI2 = TI1 – 20 log(r2/r1),
mining recovery. Dan juga akan diukur jarak dan variabel tingkat
dan TI bunyi ledakan yang terjadi
getaran peledakan yang diwakili kecepatan partikel tanah dalam
masih di bawah baku mutu SNI 7570: 2010.
satuan mm/detik serta taraf intensitas bunyi ledakan dalam
3. Persepsi responden terkait dampak kegiatan
satuan dB yang dicatat oleh instrumen seismograf yang dipasang
peledakan yang paling
di dekat pemukiman masyarakat. Sedangkan untuk
dikhawatirkan adalah terjadinya fly rock
mendapatkan gambaran persepsi masyarakat dikaji melalui data
(58%), getaran tanah (19%),
yang terkumpul dari kuesioner sebanyak 100 orang responden tertutupnya akses jalan pada saat peledakan
yang bermukim di sekitar Gunung Suda manik. (11%), intensitas bunyi ledakan
(4%), dan menyatakan bahwa tidak ada yang
dikahawatirkan dari kegiatan
peledakan (8%).
1. Hasil peledakan dengan geometri lubang
miring pada daerah collar yang diterapkan saat
ini telah mampu meningkatkan produktifitas
untuk alat muat yang melakukan kegiatan
loading yaitu SH01A sebesar 23,15% dan
SH02A sebesar 40,85%.
2. Peledakan dengan menggunakan pemboran
miring lantai yang lebih rata dan
Kajian Teknis Pengaruh mengurangi terbentuknya tonjolan pada toe
Metode yang digunakan yaitu studi literatur untuk mendapatkan
Pengeboran Miring PadaPeledakan atau biasa disebut candi.
referensi, serta pengumpulan data primer di lapangan dan data
Lapisan Tanah Penutup Terhadap 3. Dari hasil pengamatan diperoleh penurunan
Heri sekunder milik perusahaan. Dan dilakukan juga interview (tanya
3. Produktivitas Alat Muat Shovel cycletime sebesar 89,07 detik, dan dengan
Wiratmoko jawab kepada operator dilapangan dan Group Leader yang
Liebherr 9350 Di Collar 2 -3 PT. geometri peledakan menggunakan lubang
menangani kegiatan peledakan pada PT.SIS beserta staf dan
Saptaindra Sejati Tutupan miring didapat waktu edar rata-rata sebesar
kontraktornya.
Kalimantan Selatan 88,2 detik. Sedangkan waktu edar rata-rata
Shovel Liebherr 9350 SH02A adalah 91,89
detik pada peledakan dengan pemboran tegak
dan 86,22 detik pada peledakan dengan
pemboran miring sehingga akan meningkatkan
produktifitas alat.
4. Meningkatkan nilai recovery peledakan sebesar
13,55% dari 1,65 meter tinggi material
yang tersisa menjadi hanya 0,35 meter.

Anda mungkin juga menyukai