Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. GEOLOGI REGIONAL

2.1.1. Geomorfologi

Geologi Kalimantan Tengah tidak berdiri sendiri, tetapi merupakan

bagian yang tak terpisahkan dari kesatuan geologi Kalimantan secara

umum. Kalimantan Tengah terbentuk dari endapan atau batuan yang

terjadi dalam cekungan-cekungan sedimen dan daerah-daerah pegunungan

yang terbentuk oleh kegiatan magma ataupun proses malihan

(metamorfosa).

Cekungan-cekungan yang ada di Kalimantan Tengah terdiri dari :

 Cekungan Melawi (perbatasan dengan Kalimantan Barat)

 Cekungan Barito (bagian Tengah – Selatan - Timur Kalimantan

Tengah)

 Cekungan Kutai (bagian Utara - Timur Laut Kalimantan

Tengah)
Gambar 2.1 Peta Geomorfologi Kalimantan Tengah
2.1.2. Statigrafi

Stratigrafi (susunan urutan batuan) di Kalimantan Tengah, tersusun

dari batuan yang berumur tua ke muda, sebagai berikut:

 Batuan Malihan

Terdiri dari filit, sekis, genes, kuarsit dan kristalin. Batuan ini

berumur Paleozoikum - Mesozoikum yang dikelompokan dalam

formasi

 Batuan Beku

Terdiri dari granit, granodiorit, diorit, tonalit, gabro dan

monzonit. Batuan ini berumur Perm – Trias

 Batuan Sedimen

Terdiri dari sedimen klastik pada Formasi Batuayau, formasi

Tanjung, Formasi Warukin, Formasi Dahor, serta sedimen biotik

seperti batugamping Formasi Berai.

 Batuan Volkanik

Terdiri dari breksi, aliran lava, batupasir tufaan dan intrusi-

intrusi kecil andesit basaltis.


 Alluvial

Endapan ini termuda, terdiri dari pasir, lempung, gambut dan

lumpur. Batuan ini berumur Pleistosen – Resen

2.1.3. Struktur Geologi

Struktur geologi Kalimantan Tengah, khususnya dibagian

Tengah-Utara, mempunyai struktur yang rumit, berupa sesar (patahan),

perlipatan dan kekar-kekar, sedangkan bagian Selatan-Barat Daya

relatif stabil.

2.2. GEOLOGI LOKAL

2.2.1. Geomorfologi

Geologi daerah penelitian, dilihat dari kenampakan morfologi pada

umumnya terdiri dari 2 kenampakan geomorfologi, yaitu :

a. Satuan morfologi perbukitan bergelombang sedang sampai terjal.

Satuan perbukitan bergelombang sedang sampai terjal ini berkembang

menempati hampir sebagian besar dari lokasi penyelidikan dan

menempati + 75 % luas wilayah penyelidikan dengan kemiringan

lereng 250 – 700, yang dibentuk oleh satuan batuan Formasi

Gunungapi Malasan dan Formasi Intrusi Sintang.

b. Satuan morfologi bergelombang landai sampai datar.

Satuan perbukitan bergelombang landai sampai datar ini, berkembang

dan menempati di bagian tengah dan selatan dan menempati + 25 %

dari luas wilayah penyelidikan dengan kemiringan 50 – 200. Satuan


morfologi pedataran ini pada umumnya hanya dijumpai pada daerah

sekitar aliran sungai utama. Satuan morfologi ini tersusun oleh batuan

Formasi Tanjung.

Gambar 2.2 Satuan Morfologi Gambar 2.3 Satuan Morfologi


Perbukitan Bergelombang Landai Perbukitan Bergelombang Sedang –
– Datar. Terjal

2.2.2. Statigrafi

Secara regional daerah penelitian tersusun oleh Terobosan Sintang

(Toms), Formasi Batuan Gunungapi Malasan (Tomv) dan Formasi

Tanjung (Tet).

Terobosan Sintang (Toms); terobosan berupa korok dan retas andesit

dan basalt dengan penyebaran beberapa ratus meter sampai beberapa

kilometer. Andesit pada umumnya bertekstur porfiritik, padat, coklat

kehijauan, disusun oleh plagioklas dan ortoklas yang telah terubah menjadi
serisit, hornblende dan piroksen, klorot, kalsit dan mineral bijih. Basal

pada umumnya bertekstur afanitik tersusun oleh plagioklas, piroksen, gelas

mineral bijih dan klorit. Terobosan andesit dan basalt diduga berumur

Miosen Awal.

Formasi Gunungapi Malasan (Tomv); breksi gunungapi, tuf,

aglomerat dan lava andesit, komponen breksi umumnya andesit dan dasit

berukuran beberapa cm sampai 1 meter. Aliran lava umumnya bersusunan

andesit hornblende. Batuan gunungapi Malasan menjemari dengan bagian

bawah Formasi Tanjung, diduga berumur Miosen Awal dan diendapkan

dilingkungan Litoral.

Formasi Tanjung (Tet); perselingan batupasir kuarsa, batulempung

dan batulanau, bersisipan batugamping dan konglomerat. Batupasir

bersisipan serpih dan grewacke, berbutir halus sampai kasar, terpilah

berumur Eosen Akhir (Tb) dan terendapkan dilingkungan Litoral sampai

Rawa. baik, berlapis baik tebal 2 cm sampai 1 meter, mengandung

batubara dan pirit. Formasi ini ditindih selaras oleh satuan batupasir Haloq

dan tak selaras diatas Formasi Selangkai. Umurnya diduga berumur Eosen

Akhir (Tb) dan terendapkan dilingkungan Litoral sampai Rawa.

Tabel 2.1 Kolom Stratigrafi Lokasi Penelitian


2.2.3. Struktur Geologi

Struktur geologi yang ada pada lembar peta geologi lembar

Tumbanghiram, Kalimantan skala 1 : 250.000 (S. Supriatna, Sukardi dan

N.Ratman, 1994) adalah berupa kekar (joint), dan sesar atau patahan

(fault) yang berupa sesar naik, mendatar, dan sesar turun.

2.3. LANDASAN TEORI

Landasan teori merupakan acuan dasar atau dasar teori yang

dipergunakan oleh penulis untuk menyusun tugas akhir ini, adapun landasan

teori antara lain sebagai berikut:

2.3.1. Jam Kerja


Jam kerja adalah waktu kerja yang sesungguhnya yang digunakan

pada operasi penambangan. waktu kerja terdiri dari delay time dan cycle

time.

1) Delay time

Delay time merupakan besar waktu hambatan yang terjadi selama

satu siklus pengangkutan. Delay time juga dianggap operating cost

dan digunakan dalam perhitungan produktivitas alat, masuknya Delay

time ini kedalam hours worked. Selain itu terdapat waktu–waktu yang

harus diperhitungkan seperti waktu alat antri ataupun waktu yang

digunakan untuk merapikan dan menyiapkan front, operator minum,

operator makan, operator sholat dan waktu hambatan lainnya.

Sehingga total waktu delay adalah jumlah seluruh waktu hambatan

yang terjadi selama alat tersebut bekerja (Yanto, 2014). Waktu delay

sangat penting pengaruhnya terhadap efisiensi kerja alat karena waktu

delay menjadi variabel dalam perhitungan total waktu kerja yang

dapat dilakukan selama alat tersebut beroperasi. Semakin kecil waktu

delay maka akan semakin besar efisiensi alat tersebut. Faktor-faktor

yang menyebabkan terjadinya delay time sebagai berikut:

Faktor material

Perbedaan kekerasan material yang akan digali sangat bervariasi

semakin keras material maka waktu yang diperlukan untuk

menggali material juga lama (Yanto, 2014). Dan hal ini bisa

menyebabkan terjadinya antian pada front kerja. Gambar 2.4


dibawah ini merupakan salah satu delay time yang disebabkan oleh

faktor material yaitu pada kegiatan collect material.

Gambar 2.4 Delay time disebabkan oleh faktor material

Faktor manusia

Merupakan faktor manusia yang menggerakan alat-alat tersebut,

waktu delay bisa terjadi karna kelalaian dari operator tersebut

dalam bekerja. Delay time yang terjadi karena faktor ini bisa kita

hindari dengan cara meningkatkan kedisiplinan dari operator alat

gali muat dan alat angkut tersebut. Gambar 2.5 dibawah ini

merupakan salah satu delay time yang disebabkan oleh faktor

manusia
Gambar 2.5 Delay time disebabkan oleh faktor manusia

Faktor lingkungan

Dimana pada faktor ini yang mempengaruhi adalah lingkungan,

jika lingkungan kerja buruk maka akan terjadi waktu hambatan

untuk alat tersebut beroperasi. Contohnya jika terjadi penyampitan

pada satu sisi jalan saja maka akan terjadi antrian pada alat angkut

tersebut. Gambar 2.6 dibawah ini merupakan salah satu delay time

yang disebabkan oleh faktor lingkungan.

Gambar 2.6 Delay time disebabkan oleh faktor lingkungan

2) Cycle time
Cycle time (waktu edar) adalah waktu yang diperlukan untuk

merampungkan satu siklus pengerjaan yang dilakukan oleh suatu alat

(Partanto Prodjo Sumarto, 1995). Satu siklus Cycle time adalah waktu

yang dibutuhkan untuk excavator menggali material, menunggu dump

truck melakukan manuver di front penambangan untuk melakukan

pengisian, lalu alat angkut mundur mengarahkan bak menuju bucket

dari excavator, selanjutnya memuatkan material yang akan diangkut

berdasarkan kebutuhan untuk memenuhi kapasitas bak dump truck,

kemudian mengangkut (hauling) material menuju dumping area,

manuver dumping, mundur, dumping, kemudian kembali dalam

keadaan kosong. Selain itu terdapat waktu– waktu yang harus

diperhitungkan seperti waktu alat antri ataupun waktu yang digunakan

untuk merapikan dan menyiapkan front.

Waktu edar alat gali-muat

Waktu edar alat gali-muat terdiri dari waktu menggali material,

waktu putar dengan bucket terisi, penumpahan material, waktu

putar dengan bucket kosong. Sehingga waktu edar alat gali-muat

dapat dirumuskan seperti berikut ini (Partanto Prodjo Sumarto,

1995):

Ct : Tg + Tsi+ Tt + Tsk

Keterangan :

Ct : waktu edar alat gali muat (detik)

Tg : waktu maenggali material (detik)


Tsi: waktu putar dengan bucket terisi (detik)

Tt : waktu penumpahan material (detik)

Tsk: waktu putar dengan bucket kosong (detik)

Waktu edar Alat Angkut

Waktu edar alat angkut terdiri dari waktu pengisian, waktu

angkut material, waktu manuver dumping, waktu dumping, waktu

kembali kosong, waktu manuver loading. Sehingga waktu edar

alat angkut dapat dirumuskan seperti berikut ini (Partanto Prodjo

Sumarto, 1995):

CTa = Ti + Ta + Tmd + Td +Tk + Tml

Keterangan :

Cta : Waktu edar alat angkut(s)

Ti : Waktu pengisian(s)

Ta : Waktu angkut material (s)

Tmd : Waktu manuver dumping (s)

Td : Waktu dumping (s)

Tk : Waktu kembali kosong

Tml : Waktu manuver loading(s)

Waktu edar sangat penting pengaruhnya terhadap produksi

kerja alat karena waktu edar menjadi variabel dalam perhitungan

jumlah rate yang dapat dilakukan dalam satu jam kerja. Semakin

kecil waktu edar 11 maka akan semakin besar juga jumlah


produktivitas yang akan dihasilkan (Partanto Prodjo Sumarto,

1995).

2.3.2. Efisiensi Kerja

Efisiensi kerja merupakan perbandingan antara waktu yang dipakai

untuk bekerja dengan waktu yang tersedia yang dinyatakan dalam

persentase (%). Adanya hambatan yang terjadi selama jam kerja akan

mengakibatkan waktu kerja efektif semakin kecil sehingga efisiensi kerja

juga semakin kecil. Efisiensi sangat penting pengaruhnya terhadap

produktivitas kerja alat karena efisiensi menjadi variabel dalam

perhitungan produktivitas perjam. Semakin besar efisiensi maka akan

semakin besar juga jumlah produktivitas yang akan dihasilkan (Partanto

Prodjo Sumarto, 1995).

Peningkatan efisiensi kerja alat mekanis akan berpengaruh terhadap

pencapaian target produksi tersebut. Belum tercapainya target produksi

yang telah ditetapkan oleh perusahaan dipengaruhi oleh sistem kerja alat

mekanis yang belum efisien dan rendahnya kemampuan produksi saat ini,

dimana kemampuan alat mekanis dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti

kondisi jalan angkut, pola pemuatan, efisiensi kerja, dan keserasian alat

muat dan alat angkut. (Ichsannudi et al.)

Adanya hambatan yang terjadi selama jam kerja akan

mengakibatkan waktu kerja efektif semakin kecil sehingga efisiensi kerja


juga semakin kecil. Waktu kerja efektif dapat dihitung dengan

menggunakan rumus sebagai berikut:

𝑊𝑒 = 𝑊𝑡 − (𝑊𝑡𝑑 + 𝑊ℎ𝑑)

Keterangan:

We = waktu kerja efektif, menit

Wt = waktu kerja tersedia, menit

Whd = waktu hambatan dapat dihindari, menit

Wtd = waktu hambatan tidak dapat di hindari, menit

Setelah menghitung waktu kerja efektif, maka diperoleh efisiensi

kerja dengan rumus sebagai berikut:

we
Ek= ×100 %
wt

Keterangan:

Ek= efisiensi kerja, %

We = waktu kerja efektif, menit

Wt = waktu kerja tersedia, menit

Tabel 2.2 Waktu Kerja PT. Sembilan Tiga Perdana

Kegiatan Waktu Kerja Waktu (Jam)

Waktu Kerja 07.00-12.00 5

Waktu Istirahat 12.00-13.00 1

Waktu Kerja 13.00-18.00 5


Waktu Kerja Tersedia 11

Dalam sehari waktu kerja adalah 11 jam, tetapi dikurangi dengan 1

jam istirahat maka dalam 10 hari berkurang menjadi 10 jam. Jam kerja

mulai dari jam 07.00 – 12.00 kemudian mulai lagi dari jam 13.00 – 18.00.

Rata-rata jam efektif kerja menjadi:

Jam kerja = (10 jam x 60) menit/hari

= 600 menit

Bedasarkan data yang diperoleh hambatan kerja alat muat dan

angkut sebagai berikut:

Tabel 2.3 Waktu Hambatan Alat Muat

Hambaatan yang tidak dapat


dihindari (Menit)
Kerusakan alat 20
Pemanasan alat 5
Isi solar 5
Total I 30
Hambatan yang dapat di hindari (Menit)
Terlamat awal shift 10
Istirahat lebih awal 10
Terlambat Bekerja Setelah Istirahat 10
Berhenti Bekerja Lebih Awal 10
Total II 40
TOTAL 70

Efisiensi Kerja Alat Muat :

We = Wt – (Whd + Wtd)

= 600 – (30+ 40)

= 600- 70
= 530 menit

= 8,8 jam

Sehingga dapat dihitung efisiensi kerja alat muat :

Ek= ( wewt ) ×100 %

¿ ( 530
600 )
× 100 %

¿ 88.3 %

Tabel 2.4 Waktu Hambatan Alat Angkut

Hambatan yang tidak bisa (Menit)


dihindari
Kerusakan Alat 20
Isi Solar 18
Pemanasan Alat 15
Total I 53
Hambatan yang bisa dihindari (menit)
Terlamat awal shift 10
Istirahat lebih awal 10
Terlambat Bekerja Setelah Istirahat 10
Berhenti Bekerja Lebih Awal 10
Total II 40
TOTAL 93

Efisiensi Kerja Alat Angkut:

We = Wt – (Whd + Wtd)

= 600 – (53+40)

= 600 - 93
= 507 menit

= 8,45 jam

Sehingga dapat dihitung efisiensi kerja alat angkut:

Ek= ( wewt ) ×100 %

¿ ( 507
600 )
× 100 %

¿ 84.5 %

Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi kerja sebagai berikut:

a. Faktor material

Perbedaan kekerasan material yang akan digali sangat bervariasi,

maka sering dilakukan penggolongan-penggolongan berdasarkan

mudah-sukarnya digali dengan peralatan mekanis. salah satu cara

penggolongan material tersebut adalah:

1) Lunak (soft) atau mudah digali (easy digging), misalnya :

Tanah atas atau tanah pucuk (top soil)

Pasir (sand)

Lempung pasiran (sand clay)

Pasir lempungan (clayey sand)

2) Agak keras (medium hard digging), misalnya :

Tanah liat atau lempung (clay) yang basah dan lengket.

Batuan yang sudah lapuk (weathered rock).


3) Sukar digali atau keras (hard digging), misalnya

Batu sabak (slate)

Material kompak ( compacted material)

Batuan sedimen (sedimentary rock)

Konglomerat ( conglomerate)

Breksi (breccia)

4) Sangat sukar digali atau sangat keras (very hard digging)

Batuan beku (Igneous rock)

Batuan malihan (metamorphic rock)

b. Faktor manusia

Merupakan faktor manusia yang, nenggerakkan alat-alat tersebut.

effisiensi operator bisa disebabkan karena tidak disiplinnya atau

kelalaian dari operator tersebut seperti melakukan kegiatan yang tidak

seharusnya dilakukan pada saat jam kerja.

c. Faktor mesin

Merupakan faktor yang disebabkan oleh mesin yang digunakan

tergantung dari keadaan mesin tersebut apakah mesin tersebut

beroperasi dengan baik atau tidak, karna jika mesin bekerja dengan

baik maka efisiensi dari alat dapat dimaksimalkan.

d. Faktor metode

Faktor metode ini merupakan metode pemuatan yang digunakan

pada alat terssebut metode pemuatan adalah sebagai berikut:

Top Loading
Kedudukan alat muat lebih tinggi dari bak truk (alat muat berada

diatas tumpukkan material atau berada diatas jenjang). Cara ini

hanya dipakai pada alat muat backhoe. Selain itu operator lebih

leluasa untuk melihat bak dan menempatkan material. Gambar 2.7

merupakan gambar dari metode top loading

Gambar 2.7 Metode Top Loading

Bottom Loading

Metode pemuatan dengan cara ini dilakukan pada saat alat gali

muat berada sejajar dengan alat angkut sehingga waktu edar dari

alat akan lebih besar dari pada metode top loading, operator juga

lebih sulit dalam melakukan pemuatan ke dalam alat angkut karena

keterbatasan penglihatan dan swing yang lebih susah posisi alat

berada sejajar sehingga hasil pemuatan lebih sedikit dibandingkan

dengan menggunakan pemuatan dengan top loading. Cara ini hanya

dipakai pada alat muat power shovel. Gambar 2.8 merupakan

gambar dari metode bottom loading


Gambar 2.8 Metode Bottom Loading

Berdasarkan dari jumlah penempatan posisi dump truck untuk

dimuati terhadap posisi excavator (biasa disebut pola gali muat),

yaitu:

1) Single Back Up

Yaitu truck memposisikan diri untuk dimuati pada

satu tempat

2) Double Back Up

Yaitu truck memposisikan diri untuk dimuati pada

dua tempat.

e. Faktor lingkungan

Dimana pada faktor ini yang mempengaruhi adalah lingkungan

seperti cuaca, kondisi front kerja, kondisi area dumping, kondisi jalan

angkut dan lain sebagainya.


2.3.3. Faktor Pengisian (Fill Factor)

Faktor pengisian merupakan perbandingan antara kapasitas nyata

suatu alat dengan kapasitas baku alat yang dinyatakan dalam persen (%).

Suatu bak truk mempunyai faktor isi 87% artinya 13% volume bak

tersebut tidak dapat diisi.

Vn
Ff = ×100 %
Vb

Keterangan:

Ff = faktor pengisian atau fill factor, %

Vn = kapasitas nyata alat, m³

Vb = kapasitas baku alat, m³

2.3.4. Faktor Pengembangan (Swell Factor)

Faktor pengembangan adalah pengembangan volume suatu material

setelah digali. Di alam material didapati dalam keadaan padat sehingga

hanya sedikit bagian kosong yang terisi dengan udara diantara butir-

butirnya.

% swell= ( density ∈bank−loose


loose density
density
)× 100 %

loose density
% swell= ×100 %
density∈bank
2.3.5. Produktivitas

Menurut Rochmanhadi (2003), produktivitas adalah laju material

yang dapat dipindahkan atau dialirkan persatuan waktu (biasanya per jam).

Pemindahan material dihitung berdasarkan volume (m3 atau cuyd),

sedangkan pada batubara biasanya kapasitas produksi dalam ton.

Produktivitas alat muat dan alat angkut adalah kemampuan produksi

alat muat dan alat angkut. Perhitungan produktivitas alat terdapat 2

macam, yaitu secara teoritis dan secara actual (nyata). Produksi teoritis alat

merupakan hasil terbaik secara perhitungan yang dapat dicapai suatu

hubungan kerja alat selama waktu operasi tersedia dengan

memperhitungkan faktor koreksi yang ada. Semakin baik tingkat

penggunaan alat maka semakin besar produktivitas yang dihasilkan.

(Pfleider,1972)

a. Produktivitas alat gali-muat

Rumus dari produktivitas alat gali- muat adalah sebagai berikut:

3600
Q= × Kb× Ff × Sf × Eff
CT

Keterangan :

Kb : Kapasitas bucket (m3 )

SF : Swell factor (%)

Eff : Effisiensi (%)

CT : Waktu edar (s)

Q : produsi per jam (bcm/jam),


Ef : Fill factor (%)

b. Produktivitas alat angkut

Rumus dari produktivitas alat angkut adalah sebagai berikut

q × 3600× Eff
Q=
CT

Keterangan :

Q : produksi per jam (bcm/jam)

q : produksi per siklus (bcm/siklus)

Eff : effesiensi kerja alat (%)

CT : waktu siklus alat gali muat (detik)

2.3.6. Match Factor ( Keserasian Kerja Alat Berat )

Macth factor merupakan faktor yanng digunakan dalam menetukan

tingkat keserasian kerja alat-alat berat yang dioperasikan dalam kegiatan

penambangan (excavator dan dump truck ).

Jika MF < 1 maka persentase kerja dari alat gali tidak mencapai

100%, sedangkan persentase kerja dari alat angkut mencapai 100%,

sehingga terdapat waktu tunggu yang terjadi bagi alat gali menunggu alat

angkut. Jika MF > 1, berarti alat gali-muat bekerja 100% sedangkkan alat

angkut tidak bekerja 100%, sehingga terdapat waktu tunggu alat angkut.

Jika MF = 1 berarti alat gali- muat dan alat angkut bekerja 100% maka

tidak akan terjadi waktu tunggu .Match factor Alat dapat dirumuskan

sebagai berikut:
CTm ×n × Na
MF=
CTa × Nm

Keterangan:

MF = Match factor

Na = Jumlah alat angkut, unit

Nm = jumlah alat muat, unit

n = banyaknya pengisian tiap satu alat angkut

Cta = cycle time alat angkut, menit

Ctm = cycle time alat muat, menit

2.3.7. Alat Gali dan Muat

Setelah material dipecah atau diberai maka selanjutnya dilakukan

penggalian batubara dengan menggunakan excavator. Setelah batubara

dibongkar dengan buldozer yang memiliki blade. Batubara selanjutnya

dimuat dengan menggunakan excavator.

Loading merupakan proses pemuatan material hasil galian oleh alat

muat (loading equipment) seperti powershovel, backhoe, draglline yang

dimuatkan pada alat angkut (hauling equipment). Pola pemuatan saat

penggalian tergantung pada kondisi lapangan operasi pengupasan serta

alat mekanis yang digunakan dengan asumsi bahwa setiap alat angkut

yang datang, mangkuk (bucket) alat gali muat sudah terisi penuh dan siap

ditumpahkan,Setelah alat angkut terisi penuh segera keluar dan


dilanjutkan dengan alat angkut lainnya sehingga tidak terjadi waktu

tunggu pada alat angkut maupun alat gali muatannya.

2.3.8. Alat Angkut

Pengangkutan adalah proses pemindahan material yang siap digali

dan dimuat dari front penambangan ke disposal area, biasanya alat yang

digunakan adalah dump truck.

Dump truck merupakan alat angkut yang digunakan pada jarak

dekat dan jauh. Pemilihan dump truck dipengaruhi oleh beberapa factor

seperti cara penumpahannya, ukuran dan lain sebagainya. Syarat yang

penting agar dump truck dapat bekerja secara efektif adalah jalan kerja

yang keras dan rata. Dalam penggunaannya alat angkut (dump truck)

harus berimbang dengan alat muat, karena ada kemungkinan dump truck

yang menunggu untuk dimuat. Beberapa faktor yang mempengaruhi

efektifitas kerja alat angkut :

a. Keadaan jalan

Keadaan jalan meliputi kekerasan dan kehalusan

permukaan jalan, permukaan yang tinggi sangat berpengaruh

terhadap proses pengangkutan, jalan yang licin juga berpengaruh

besar terhadap kecepatan alat angkut untuk membawa material

bahan galian.

b. Lebar jalan

Pada kegiatan tambang terbuka, lebar jalan sangat

berpengaruh terhadap besarnya produksi alat angkut. Lebar jalan


angkut dibuat berdasarkan lebar dari unit terbesar yang melewati

jalan tersebut.

c. Tanjakan maksimum dan jarak pengangkutan

Tanjankan maksimal biasanya dinyatakan dalam persen

(%). Biasanya untuk jalan tambang yang baik besarnya tanjakan

maksimumnya adalah 8%, yang artinya jalan tambang naik

sebesar 8 meter setiap jarak mendatar 100 meter.

d. Efisiensi kerja

Dalam kegiatan pengangkutan waktu produktif yang

digunakan kendaraan angkut kadang berada dibawah kondisi ideal

dari waktu yang tersedia. Hal ini karena adanya hal-hal yang tidak

dapat dihindari seperti kondisi lapangan kerja, persiapan alat,

keterampilan operator, pengisian bahan bakar minyak dan lain

sebagainya yang bisa mengurangi efisiensi kerja tersebut.

e. Iklim dan cuaca

Iklim dan cuaca sangat berpengaruh terhadap aktivitas

kegiatan penambangan. Pada musim hujan jalan tambang akan

berair dan licin, begitu juga sebaliknya dimusim kemarau jalan

tambang akan penuh debu yang dapat menghalangi pemandangan

para operator alat angkut dan juga mengurangi kecepatan alat

angkut.

Anda mungkin juga menyukai