Anda di halaman 1dari 7

KARAKTERISTIK STRUKTUR AKTIF PADA AREA TAMBANG

BATUHIJAU PT. AMMAN MINERAL NUSA TENGGARA

Rian Iskandar 1*, Raden Irvan Sophian1, Zufialdi Zakaria1, Yan Adriansyah2
1
Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran
2
Program Pascasarjana, Universitas Padjadjaran

*Korespondensi: rian.iskandar74@gmail.com

ABSTRAK
Batu Hijau merupakan salah satu tambang emas dan tembaga di indonesia yang saat ini dikelola oleh
PT Amman Mineral Nusa Tenggara dengan metode penambangan terbuka. Area tambang ini terletak di
kecamatan Maluk dan kecamatan Sekongkang, kabupaten Sumbawa Barat, provinsi Nusa Tenggara
Barat. daerah ini terletak pada zona subduksi aktif Indo-Australia yang berarah barat-timur, sehingga
Batu Hijau memiliki tingkat komplekisitas struktur yang tinggi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui pola tegasan yang bekerja, tingkat kerapatan kekar dan sejauh mana peran struktur termuda
terhadap batuan penyusun tambang. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah identifikasi
lapangan dan analisis studio. Analisis studio meliputi analisis kinematik dan analisis statistik.
Berdasarkan hasil penelitian, pola tegasan yang bekerja pada batuan Tonalit berupa tegasan oblik lateral
yang berarah NE-SW, pada batuan diorit berupa tegasan oblik lateral yang berarah NE-SW dan tegasan
oblik lateral NE-SW (intrusi) dan pada batuan Vulkanik berupa tegasan oblik lateral yang berarah NE-
SW dan oblik vertikal NE-SW (intrusi). Kerapatan kekar pada batuan Tonalit sekitar 2,69 m/m2, pada
batuan Diorit sekitar 3,99 m/m2 dan pada batuan Vulkanik sekitar 5,51 m/m2. Berdasarkan uji statistik
Anova, orientasi kekar pada masing-masing batuan memiliki kesamaan, yang berarti struktur yang ada
dibatuan termuda menerus sampai batuan tertua, dimana struktur pada batuan termuda diinterpretasikan
aktif.
Kata Kunci: Batu Hijau, Struktur, kerapatan, orientasi.

ABSTRACT
Batu Hijau is one of gold and copper mines in Indonesia which is currently operated by PT Amman
Mineral Nusa Tenggara with open-pit mining method. This mining area is located in West Sumbawa,
West Nusa Tenggara. The area lies in the Indo-Australian active subduction zone, so Batu Hijau has a
high degree of structural complexity. The purpose of this study is to know the pattern of force, the level
of joint density and the extent to which the role of youngest structure on the rocks. The method used in
this research is field identification and studio analysis (kinematic analysis and statistical analysis).
Based on the results, the stress pattern acting on the Tonalite rock is an oblique lateral stress directed
by NE-SW, in diorite rock is an oblique lateral stress directed by NE-SW and an oblique lateral NE-SW
stress (intrusion) and on volcanic rocks is an oblique lateral stress directed by NE-SW and an oblique
vertical NE-SW stress (intrusion). The joint density in the Tonalite rock is 2.69 m/m 2, in the Diorite
rocks is 3.99 m/m2 and in the volcanic rock is 5.51 m/m2. Based on the ANOVA statistical test, the joint
orientation of each rock has a similar.

Keywords: Batu Hijau, Structure, Density, Orientation.

1. PENDAHULUAN Mineral Nusa Tenggara (PT AMNT)


dengan metode penambangan terbuka
Batu Hijau merupakan salah satu
(Open Pit Minning). Area tambang ini
tambang emas dan tembaga di indonesia terletak di kecamatan Maluk dan kecamatan
yang saat ini dikelola oleh PT Amman

387
Padjadjaran Geoscience Journal. Vol.02, No. 05, Oktober 2018: 387-393

Sekongkang, Kabupaten Sumbawa Barat, setempat mengandung lahar, lava andesit


Provinsi Nusa Tenggara Barat. Berdasarkan dan basal. Umumnya kelabu kehijauan dan
aspek geologi, daerah Nusa Tenggara hijau; setempat terpropilitkan,
terletak pada zona subduksi aktif Indo- termineralkan, dan terkersikkan; terlihat
Australia yang berarah barat-timur. Zona urat kuarsa dan kalsit. Umur satuan ini
subduksi ini membentuk rangkaian pulau menunjukan Miosen, didasarkan atas umur
dengan morfologi pegunungan vulkanik. fosil (Kadar 1972, komunikasi tertulis)
Keberadaan zona subduksi ini yang terdapat dalam lensa Batugamping
mengakibatkan daerah Nusa Tenggara (Tml). Satuan Breksi-Tuf ini mempunyai
termasuk kedalam daerah tektonik aktif. kontak selaras menjemari dengan satuan
Selaras dengan pemikiran diatas, Batupasir Tufan (Tms) dan juga satuan
maka daerah Batu Hijau memiliki tingkat Batugamping (Tml). Sedangkan Satuan
komplekisitas struktur yang tinggi. Batuan Terobosan (Tmi) tersusun atas
Keberadaan struktur tersebut dalam dunia andesit, basal, dasit, dan batuan yang tak
pertambangan memiliki dampak positif dan teruraikan yang sebagian merupakan batuan
negatif. Dampak positif dari keterdapatan beku lelehan. Satuan ini menerobos batuan
struktur ini adalah sebagai media dalam berumur Miosen Awal (Tmv dan Tms).
proses mineralisasi, sedangkan dampak Dasit dan andesit pada umumnya
negatifnya adalah menjadi salah satu mengandung pirit.
pemicu terjadinya longsor. Oleh karena itu Struktur geologi Sumbawa secara
penelitian akan membahas lebih lanjut umum berarah baratlaut-tengggara dan
mengenai keaktifan struktur yang terjadi di timurlaut-baratdaya. Batu Hijau terletak
area tambang Batu Hijau yang diidentifikasi pada blok batuan yang mengalami
berdasarkan pola tegasan yang bekerja, pengangkatan, berjarak sekitar 30 km dari
tingkat kerapatan kekar dan kesamaan zona sesar left-lateral oblique-slip di
orientasi dari struktur yang ada pada batuan sebelah timur laut, pengangkatan ini
penyusun lereng tambang. mengontrol penyebaran batuan sedimen
vulkanik berumur Miosen (Garwin, 2000).
Umur intrusi dan mineralisasi pada Batu
2. TINJAUAN PUSTAKA Hijau mempunyai keterkaitan dengan
Pulau Sumbawa merupakan salah perkiraaan waktu terjadinya tumbukan
satu gugusan kepulauan Nusa Tenggara lempeng Indo-Australia dengan Busur
yang terletak pada busur kepulauan Banda Banda di dekat Timor (Audley-Charles,
dan merupakan kelanjutan dari zona solo 1986; Hall, 1996; Richardson and Blundell,
(Van Bemmelen, 1949). Secara umum, 1996 dalam Garwin, 2000).
karakteristik morfologi daerah Pulau
Sumbawa dibagi menjadi dua kelompok,
yaitu morfologi kompleks vulkanik dengan 3. METODE
ketinggian mencapai 1500 mdpl pada
bagian utara dan morfologi yang Metode yang dipakai dalam
didominasi oleh perbukitan intrusi serta penelitian ini adalah identifikasi lapangan
perbukitan curam pada bagian selatan. dan analisis studio. Identifikasi lapangan
Berdasarkan Peta Geologi Regional meliputi pengambilan data orientasi kekar
Lembar Sumbawa skala 1:250.000 (Dirjen berupa Dip dan Dip Direction, data panjang
Geologi dan Sumber Daya Mineral, kekar, jenis kekar dan pengambilan gambar
Sudrajat dkk. 1998), maka stratigrafi daerah yang terdapat pada batuan Vulkanik, Diorit
penelitian dari batuan tertua sampai batuan dan Tonalit. Kemudian analisis studio
termuda tersusun atas Satuan Breksi-Tuf meliputi tahap analisis kinematik dan
(Tmv) dan Batuan Terobosan (Tmi). Satuan analisis statistik. Analisis kinematik yang
Breksi-Tuf (Tmv) tersusun atas Breksi digunakan berupa proyeksi stereografi yang
bersifat andesit, dengan sisipan tuf pasiran, bertujuan untuk mengidentifikasi arah
tuf batuapung, dan batupasir tufan; tegasan yang bekerja pada batuan.

388
Karakteristik Struktur Aktif pada Area Tambang Batuhijau PT. Amman Mineral Nusa Tenggara
(Rian Iskandar)

Kemudian analisis statistik yang digunakan  H0 berarti tidak ada perbedaan rerata
yaitu perhitungan kerapatan kekar dan uji pada semua kelompok data.
ANOVA (Analysis of variance). Rumus
kerapatan kekar yaitu:
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
( ) 4.1 Kondisi Geologi
Daerah Batu Hijau menururt Garwin
Uji ANOVA bertujuan untuk
(2000), secara umum tersusun atas satuan
menguji hipotesis penelitian yang menilai
perbukitan vulkanik dan satuan perbukitan
apakah ada perbedaan rerata antara
intrusi. Perbukitan intrusi memperlihatkan
kelompok. Rumus uji ANOVA yaitu:
morfologi curam yang merupakan hasil dari
proses struktur yang berkembang.
( ) ( ) Kemudian pada satuan perbukitan vulkanik
( ) ( ) memperlihatkan morfologi yamg sedikit
terjal dengan vegetasi berupa hutan tropis.
Keterangan: k : Jumlah kelompok; N : Akibat dari proses Penambangan,
Jumlah seluruh data; nj : Jumlah anggota Geomorfoligi Batu Hijau mengalami
kelompok j perubahan menjadi morfologi bukaan lahan
tambang (Open Pit) berbentuk kerucut
Setelah didapat nilai Fhitung, terbalik dengan diameter ±2,5 km dan
ketentuan kriteria pengambilan keputusan elevasi tertinggi 500 mdpl serta elevasi
untuk hipotesis yang diajukan adalah: terendah -315 mdpl. Stratigrafi Batu Hijau
 jika Ftest > Ftabel, maka H1 diterima dan terdiri dari 4 satuan batuan, dengan urutan
H0 ditolak dari tua ke muda antara lain, Volcanic
Lithic Breccia (Miosen Awal - Miosen
 jika Ftest < Ftabel, maka H1 ditolak dan
Tengah), Diorit (Miosen Tengah - Miosen
H0 diterima
Akhir), Intermediate Tonalite (Miosen
Dengan : Tengah - Miosen Akhir), dan Young
 H1 berarti ada perbedaan rerata pada Tonalite (Miosen Tengah - Miosen Akhir)
semua kelompok data; dan (Clode, dkk, 1999).

Gambar 4.1 Peta Struktur dan Titik Pengamatan Kekar

389
Padjadjaran Geoscience Journal. Vol.02, No. 05, Oktober 2018: 387-393

Garwin (2000) menyebutkan bahwa merekonstruksi pola tegasan pada masing-


di daerah Batu Hijau terjadi dua kali masing batuan, maka analisis ini dimulai
perioda tektonik yaitu perioda kompresi dari data kekar yang terdapat pada batuan
yang memiliki arah tegasan relatif barat paling muda. Berikut merupakan
laut-tenggara dan perioda relaksasi yang Rekapitulasi Pola Tegasan yang
memiliki arah tegasan relatif barat daya- berkembang di daerah Batuhijau.
timur laut. Struktur geologi Batu Hijau
pada umumnya dikontrol oleh keberadaan Tabel 4.1 Rekapitulasi Pola Tegasan
sesar dan kekar dari Fase tektonik dan Arah Tegasan
Batuan Keterangan
akibat penerobosan magma/intrusi. Arah Relatif
umum dari struktur yang berkembang di Oblik Lateral
Tonalit N173°E/27°
daerah Batu Hijau berarah baratlaut- NW-SE
Oblik Lateral
tenggara dan timurlaut- baratdaya. Struktur N315°E/36°
NW-SE
mayor yang berarah baratlaut-tenggara di Diorit
Oblik Lateral
Batu Hijau antara lain Zona Sesar N142°E/40°
NW-SE
Tongoloka Puna, Zona Sesar Tongoloka Oblik Lateral
N161°E/27°
dan Zona Sesar Katala (Garwin, 2000). NW-SE
Vulkanik
Oblik Vertikal
N150°E/52°
4.2 Analisis Struktur Geologi NW-SE

Analisis struktur geologi dilakukan Kemudian berdasarkan hasil


untuk mengidentifikasi keaktifan struktur perhitungan kerapatan kekar, didapatkan
yang berkembang di daerah penelitian. bahwa kerapatan kekar pada batuan
Aspek yang menjadi parameter dalam Vulkanik relatif lebih tinggi dibandingkan
identifikasi tersebut yaitu pola tegasan, dengan batuan Diorit, dan kerapatan kekar
kerapatan kekar dan kesamaan orientasi. pada batuan Diorit relatif lebih tinggi
Analisis Pola Tegasan dilakukan untuk dibandingkan pada batuan Tonalit.
mengetahui pola tegasan yang berkembang Perhitungan Kerapatan ini dilakukan sesuai
terhadap suatu batuan. Data yang dianalisis dengan titik pengamatan pada masing-
berupa orientasi kekar yang terdapat pada masing batuan. Berikut merupakan data
batuan. Hasil analisis dikelompokan hasil pengukuran Kerapatan kekar pada
berdasarkan arah tegasan dan posisi kekar masing-masing batuan.
pada batuan tersebut sesuai dengan posisi
stratigrafinya. Untuk mempermudah dalam

Gambar 4.2 Grafik distribusi nilai kerapatan kekar

390
Karakteristik Struktur Aktif pada Area Tambang Batuhijau PT. Amman Mineral Nusa Tenggara
(Rian Iskandar)

Berdasarkan uji Anova didapatkan kerapatan kekar dan kesamaan orientasi


bahwa terdapat kesamaan orientasi kekar kekar yang ada pada batuan penyusun area
yang terdapat pada masing-masing batuan. tambang,
Orientasi yang dimaksud adalah nilai Dip Berdasarkan analisis kinematik dari
dan Dip Direction. Adanya kesamaan ini data kekar yang terdapat pada masing-
terlihat dari hasil perhitungan yang masing batuan, pola tegasan yang bekerja
menunjukan bahwa nilai Fhitung lebih kecil pada masing-masing batuan penyusun area
dibandingkan dengani Ftabel, yang berarti tambang Batu Hijau memiliki kesamaan.
Hipotesis H0 diterima, sehingga benar Hal tersebut dapat terlihat dari adanya
bahwa orientasi kekar yang ada pada semua kesamaan dari sigma 1 (satu) yang berarah
batuan yang ada di area tambang Batu relatif NW-SE pada masing-masing batuan.
Hijau memiliki kesamaan. Berikut Pola tegasan tersebut teridentifikasi dari
merupakan data rekapitulasi uji ANOVA hasil rekontruksi pola tegasan yang dimulai
Dip dan Dip Direction. dari batuan termuda dan menerus kebatuan
tertua. Adanya kesamaan ini
Tabel 4.2 Rekapitulasi hasil uji Anova Dip mengindikasikan bahwa gaya yang bekerja
Direction pada batuan termuda menerus sampai
Sumber Rata- batuan tertua.
JK d.k Fhitung Ftabel Bukti lain dari adanya kemenerusan
variasi rata JK
Antar pola tegasan ini yaitu terdapat kesamaan
45.39 2 22.69
kelompok orientasi dari kekar yang dihasilkan oleh
0.00284 3,09
Inter pola tegasan yang berkembang pada batuan
741960.34 93. 7978.06
kelompok termuda yang terdapat juga pada batuan tua
( Diorit dan Vulkanik). Adanya kesamaan
Tabel 4.3 Rekapitulasi hasil uji Anova Dip ini tercermin dari hasil uji statistik Anova
Sumber Rata- (Analysis of Variance) yang mengakomodir
JK d.k Fhitung Ftabel
variasi rata JK kesamaan dari tiap kelompok data yang
Antar
1265.14 2 632.57 diwakili oleh masing-masing batuan.
kelompok Hipotesis yang menyatakan bahwa tidak
3.0315 3,09
Inter ada perbedaan rerata dari tiap kelompok
19405.81 93. 208.66
kelompok
data diterima berdasarkan uji ini, yang
berarti struktur yang ada dibatuan termuda
4.3 Pembahasan menerus sampai batuan tertua di area
tambang Batu Hijau.
Daerah Batuhijau memiliki tingkat Selain itu berdasarkan analisis
kompleksitas struktur yang cukup tinggi. kinematik, terdapat juga pola tegasan yang
Hal tersebut terlihat dari banyaknya kekar berkembang pada batuan tua (dalam hal ini
dan sesar yang ada di area tersebut. Dari diorit dan vulkanik) sebelum batuan muda
sejarah tektoniknya, area Batu Hijau terbentuk. Adanya pola tegasan tersebut
terkena intrusi sebanyak dua kali ditambah mengindikasikan bahwa terdapat gaya yang
gaya kompresi dari zona subduksi aktif bekerja pada batuan tua sebelum batuan
yang ada di sebelah selatan kepulauan Nusa muda ada. Kondisi tersebut tidak terlepas
Tenggara. Keberadaan zona subduksi aktif dari posisi stratigrafi batuan penyusun area
tersebut dapat menjadi masalah jika struktur penelitian. Berdasarkan hal tersebut maka
di daerah Batuhijau mengalami aktifasi. diinterpretasikan batuan Tonalit terkena
Salah satu dari masalah yang dapat terjadi deformasi minimal satu kali, kemudian
yaitu masalah kestabilan lereng, yang pada batuan Diorit terkena deformasi minimal
tingkatan tertentu dapat mengganggu dua kali dan batuan Vulkanik terkena
operasional pertambangan. Untuk melihat deformasi minimal tiga kali.
keaktifan struktur tersebut, salah satu Deformasi pertama yaitu deformasi
pendekatan yang dilakukan adalah dengan yang dihasilkan oleh pola tegasan yang
melihat pola tegasan yang berkembang,

391
Padjadjaran Geoscience Journal. Vol.02, No. 05, Oktober 2018: 387-393

membentuk deformasi pada batuan sesuai dengan posisi stratigrafinya, serta


Vulkanik sebelum batuan Diorit dan batuan karakteristik sifat mekanik batuannya.
Tonalit terbentuk. Pola tegasan yang
membentuk deformasi pertama ini memiliki
5. KESIMPULAN
arah relatif vertikal. arah vertikal ini
diinterpretasikan berasal dari intrusi batuan Pola tegasan yang bekerja pada
Diorit. Deformasi kedua yaitu deformasi batuan Tonalit yaitu tegasan oblik lateral
yang dihasilkan oleh pola tegasan yang yang berarah NW-SE, kemudian pada
membentuk deformasi pada batuan Diorit batuan diorit yaitu tegasan oblik lateral
sebelum batuan Tonalit terbentuk. yang berarah NW-SE dan tegasan oblik
deformasi ini menerus sampai batuan lateral NW-SE, yang diinterpretasikan dari
Vulkanik dan memiliki arah pola tegasan intrusi batuan Tonalit, sedangakan pada
relatif vertikal. arah vertikal ini batuan Vulkanik yaitu tegasan oblik lateral
diinterpretasikan berasal dari intrusi batuan yang berarah NE-SW dan tegasan oblik
Tonalit. Deformasi ketiga yaitu deformasi vertikal NW-SE yang diinterpretasikan dari
yang dihasilkan oleh pola tegasan yang intrusi batuan Diorit dan Tonalit. Pola
membentuk deformasi pada Batuan Tonalit tegasan yang bekerja pada masing-masing
yang menerus sampai batuan Diorit dan batuan memiliki kesamaan yaitu berarah
batuan Vulkanik. Pola tegasan yang oblik lateral NE-SW, dimana pola tegasan
membentuk deformasi ketiga ini memiliki yang sama ini terjadi pada batuan yang
arah relatif NW-SE. arah ini paling muda kemudian menerus sampai
diinterpretasikan berasal dari gaya batuan yang paling tua. Kerapatan kekar
kompresi dari zona subduksi aktif yang ada pada batuan Tonalit sekitar 2,69 m/m2,
di sebelah selatan kepulauan Nusa kemudian pada batuan Diorit kerapatan
Tenggara. kekarnya sekitar 3,99 m/m2, sedangkan
Adanya variasi jumlah tegasan yang pada batuan Vulkanik kerapatan kekarnya
bekerja pada masing-masing batuan, sekitar 5,51 m/m2. Dari nilai tersebut dapat
menyebabkan kerapatan kekar pada batuan diinterpretasikan bahwa kerapatan kekar
penyusun area tambang bervariasi. yang ada pada masing-masing batuan
Berdasarkan hasil perhitungan, didapatkan dikontrol oleh jumlah tegasan yang bekerja
bahwa Kerapatan kekar pada batuan sesuai dengan posisi stratigrafinya serta
Vulkanik lebih tinggi dibandingkan dengan karakteristik sifat mekanik batuannya.
Kerapatan kekar pada Batuan Diorit dan Berdasarkan uji statistik Anova, orientasi
Tonalit, dan Kerapatan kekar pada batuan kekar pada masing-masing batuan memiliki
Diorit lebih tinggi dibandingkan dengan kesamaan, yang berarti struktur yang ada
Kerapatan kekar pada batuan Tonalit. dibatuan termuda menerus sampai batuan
Kemudian adanya variasi nilai kerapatan ini tertua di area tambang Batu Hijau, dimana
dikontrol juga oleh karakteristik sifat struktur pada batuan termuda ini
mekanik masing-masing batuan. Pada diinterpretasikan aktif.
batuan Tonalit, nilai sifat mekanik
batuannya relatif lebih besar dibandingkan DAFTAR PUSTAKA
dengan sifat mekanik Diorit dan Vulkanik,
yang berarti Batuan Tonalit relatif lebih Billings, M. P., & Billings, M. P. 1972.
resisten terhadap gaya, sehingga frekuensi Structural geology (No. 551.1 B5).
kekar yang terbentuk relatif lebih sedikit Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall.
dibandingkan dengan frekuensi kekar pada Davis, G.H, & Stephen, J.R., 1996.
Diorit dan Vulkanik. Dari hasil tersebut Structural Geology of Rocks and
dapat diinterpretasikan bahwa kerapatan Regions. John Wiley.
kekar yang ada pada masing-masing batuan Garwin, Steve. 2002. The Geologic Setting
dikontrol oleh jumlah tegasan yang bekerja Of Intrusion-Reated Hydrothermal
Systems Near The Batu Hijau Porphyry
Copper-Gold Deposit, Sumbawa,

392
Karakteristik Struktur Aktif pada Area Tambang Batuhijau PT. Amman Mineral Nusa Tenggara
(Rian Iskandar)

Indonesia. 15:337-349. McClay, K. R., 1987. The Mapping of


Fossen, H. 2016. Structural geology. Geological Structures. John Wiley &
Cambridge University Press. Sons, Chichester-New York-Brisbane-
Hamilton, W.B., 1979. Tectonics of the Toronto-Singapore.
Indonesian region (No. 1078). US Sudjana. 1992. Metode Statistika Edisi Ke
Govt. Print. Off. 5. TARSITO: Bandung
Lisle, R. J., & Leyshon, P. R. 2004. Sudradjat, A., Mangga, A., dan Suwarna,
Stereographic projection techniques N., 1998. Peta Geologi Lembar
for geologists and civil engineers. Sumbawa, Nusa tenggara, Direktorat
Cambridge University Press. Jendral Geologi dan Sumber Daya
McClay, K. R., 1987. The Mapping of Mineral, Pusat Penelitian dan
Geological Structures. John Wiley & Pengembangan Geologi : Bandung.
Sons, Chichester-New York-Brisbane- Sugiyono. 2015. Metode penelitian
Toronto-Singapore. kuantitatif, kualitatif dan RND.
Sudjana. 1992. Metode Statistika Edisi Ke Bandung: Alfabeta.
5. TARSITO: Bandung Van Bemmelen, R.W., 1949. The Geology
Sudradjat, A., Mangga, A., dan Suwarna, of Indonesia. Government Printing
N., 1998. Peta Geologi Lembar Office, Nijhoff, The Hague.
Sumbawa, Nusa tenggara, Direktorat
Jendral Geologi dan Sumber Daya
Mineral, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi : Bandung.
Sugiyono. 2015. Metode penelitian
kuantitatif, kualitatif dan RND.
Bandung: Alfabeta.
Van Bemmelen, R.W., 1949. The Geology
of Indonesia. Government Printing
Office, Nijhoff, The Hague. Billings,
M. P., & Billings, M. P.
1972. Structural geology (No. 551.1
B5). Englewood Cliffs, NJ: Prentice-
Hall.
Davis, G.H, & Stephen, J.R., 1996.
Structural Geology of Rocks and
Regions. John Wiley.
Garwin, Steve. 2002. The Geologic Setting
Of Intrusion-Reated Hydrothermal
Systems Near The Batu Hijau
Porphyry Copper-Gold Deposit,
Sumbawa, Indonesia. 15:337-349.
Fossen, H. 2016. Structural geology.
Cambridge University Press.
Hamilton, W.B., 1979. Tectonics of the
Indonesian region (No. 1078). US
Govt. Print. Off.
Lisle, R. J., & Leyshon, P. R.
2004. Stereographic projection
techniques for geologists and civil
engineers. Cambridge University
Press.

393

Anda mungkin juga menyukai