Anda di halaman 1dari 5

KONSEP DASAR

HIRSPRUNG/MEGA COLON
A. Pengertian
Ada beberapa pengertian mengenai Mega Colon, namun pada intinya sama yaitu penyakit yang
biasanya ditandai dengan adanya obstruksi usus besar akibat tidak adekuatnya motilitas dinding usus
yang terjadi sebagai kelainan kongenital. Dikenalkan pertama kali oleh Hirschprung pada tahun 1886.
Zuelser dan Wilson, 1948 mengemukakan bahwa pada dinding usus yang menyempit tidak ditemukan
ganglion parasimpatis.
Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel-sel ganglion dalam rectum
atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya
peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan (Betz, Cecily & Sowden : 2000).
Kadang, seseorang menderita konstipasi yang begitu parah sehingga pergerakan usus hanya
terjadi beberapa hari sekali atau kadang hanya sekali dalam seminggu. Tampaknya, ini menyebabkan
sejumlah besar feses menumpuk di kolon, kadang-kadang menyebabkan distensi kolon dengan
diameter 3 sampai 4 inci. Kelainan seperti inilah yang disebut dengan penyakit hirsprung atau
megakolon.
B. Epidemiologi
Insidensi penyakit Hirschsprung tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1 diantara 5000
kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35 permil, maka
diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit Hirschsprung. Menurut catatan
Swenson, 81,1% dari 880 kasus yang diteliti adalah laki-laki. Sedangkan Richardson dan Brown
menemukan tendensi faktor keturunan pada penyakit ini (ditemukan 57 kasus dalam 24 keluarga).
Beberapa kelainan kongenital dapat ditemukan bersamaan dengan penyakit Hirschsprung, namun
hanya 2 kelainan yang memiliki angka yang cukup signifikan yakni Down Syndrome (5-10%) dan
kelainan urologi (3%). Hanya saja dengan adanya fekaloma, maka dijumpai gangguan urologi seperti
refluks vesikoureter, hydronephrosis dan gangguan vesica urinaria (mencapai 1/3 kasus) (Swenson
dkk, 1990).
C. Etiologi
Adapun yang menjadi penyebab Hirschsprung atau Mega Colon itu sendiri adalah:
1. aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan dinding usus, mulai dari sfingter ani internus
ke arah proksimal, 70% terbatas di daerah rektosigmoid, 10% sampai seluruh kolon dan
sekitarnya, 5% dapat mengenai seluruh usus sampai pilorus.
2. diduga terjadi karena faktor genetik dan lingkungan sering terjadi pada anak dengan Down
syndrome.
3. kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada
myentrik dan sub mukosa dinding plexus.
D. Patofisiologi
Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan primer dengan
tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen aganglionic hampir selalu
ada dalam rectum dan bagian proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan
keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga pendorong (peristaltik) dan tidak adanya evakuasi
usus spontan serta spinkter rectum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara
normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna. Bagian
proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon (Betz, Cecily & Sowden, 2002:197).
Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol kontraksi dan
relaksasi peristaltik secara normal. Isi usus mendorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul
didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena
terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar (Price, S & Wilson, 1995 : 141).
E. Manifestasi Klinis
Bayi baru lahir tidak bisa mengeluarkan Meconium dalam 24 28 jam pertama setelah lahir.
Tampak malas mengkonsumsi cairan, muntah bercampur dengan cairan empedu dan distensi
abdomen. (Nelson, 2000 : 317).
Gejala Penyakit Hirshsprung adalah obstruksi usus letak rendah, bayi dengan Penyakit
Hirshsprung dapat menunjukkan gejala klinis sebagai berikut: obstruksi total saat lahir dengan

muntah, distensi abdomen dan ketidakadaan evakuasi mekonium. Keterlambatan evakuasi meconium
diikuti obstruksi konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa
minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut. Konstipasi ringan entrokolitis dengan
diare, distensi abdomen dan demam. Adanya feses yang menyemprot pada saat colok dubur
merupakan tanda yang khas. Bila telah timbul enterokolitis nikrotiskans terjadi distensi abdomen
hebat dan diare berbau busuk yang dapat berdarah ( Nelson, 2002 : 317 ).
1. 1. . Masa neonatal
anemi
a Gagal mengeluarkan mekonium
f Diare berulang
dalam 48 jam setelah lahir
g Gagal tumbuh (Betz cecily &
b Muntah berisi empedu
sowden, 2002 : 197)
c Enggan minum
3. Komplikasi
d Distensi abdomen
a Obstruksi usus
2. 2. Pada anak anak
b Konstipasi
a Konstipasi
c Ketidak seimbangan cairan dan
b Tinja seperti pita dan berbau busuk
elektrolit
c Distensi abdomen
d Entrokolitis
d Adanya masa difecal dapat
e Struktur anal dan inkontinensial
dipalpasi
(post operasi)
4.
(Betz
cecily & sowden, 2002 : 197)
e Biasanya tampak kurang nutrisi dan
5.
6. Membedakan tanda- tanda penyakit Hirschsprung dan konstipasi fungsional
7. Variabel
8. Konstipasi
9. Penyakit Hirschsprung
Fungsional
10.
11.
Riwayat
12. Mulai
13. Setelah umur 2
14. Saat lahir
konstipasi
tahun
15. Enkopresi
16. Lazim
17. Sangat jarang
s
18. Gagal
19. Tidak lazim
20. Mungkin
tumbuh
21. Enterokol
22. Tidak
23. Mungkin
itis
24. Nyeri
25. Lazim
26. Lazim
perut
27.
28.
Pemeriksaan
29. Perut
30. Jarang
31. Lazim
kembung
32. Penamba
33. Jarang
34. Lazim
han BB
jelek
35. Tonus
36. Normal
37. Normal
anus
38. Pemeriks
39. Tinja di ampula
40. Ampula kosong
aan
rektum
41.
42.
Laboratorium
43. Manomet
44. Rektum
45. Tidak ada sfingter atau
ri
mengembang
relaksasi paradoks atau
anorektal
karena relaksasi
tekanan naik
sfingter interna
46. Biopsi
47. Normal
48. Tak ada sel ganglion
rektum
49. Pewarnaan asetilkolinesterase
meningkat

50. Enema
barium

51. Jumlah tinja


banyak, tidak ada
daerah peralihan

52. Daerah peralihan, pengeluaran


tertunda (lebih dari 24 jam)

53.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Fisik
54.Pemeriksaan fisik pada masa neonatus biasanya tidak dapat menegakkan diagnosis, hanya
memperlihatkan adanya distensi abdomen dan/atau spasme anus.
55.Imperforata ani letak rendah dengan lubang perineal kemungkinan memiliki gambaran
serupa dengan pasien Hirschsprung. Pemeriksaan fisik yang saksama dapat membedakan
keduanya.
56.Pada anak yang lebih besar, distensi abdomen yang disebabkan adanya ketidakmampuan
melepaskan flatus jarang ditemukan
Differensial Diagnosis:
57.Konstipasi
58.Ileus
59.Iritable Bowel Syndrome
60.Gangguan Motilitas Usus
2. Pemeriksaan Laboratorium
61.Kimia Darah : Pada kebanyakan pasien temuan elektrolit dan panel renal biasanya dalam
batas normal. Anak dengan diare memiliki hasil yang sesuai dengan dehidrasi. Pemeriksaan
ini dapat membantu mengarahkan pada penatalaksanaan cairan dan elektrolit.
62.Darah Rutin : Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui hematokrit dan platelet
preoperatif.
63.Profil Koagulasi : Pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan tidak ada gangguan
pembekuan darah yang perlu dikoreksi sebelum operasi dilakukan.
3. Foto abdomen
64. Pada bayi muda yang mengalami obstruksi, radiografi abdomen anteroposterior pada
posisi berdiri menunjukkan lengkung usus. Radiografi abdomen lateral pada posisi berdiri
tidak memperlihatkan adanya udara rectum, yang secara normal terlihat di daerah presakral.
4. Studi Kontras Barium
65. Pada kasus yang diduga penyakit hirschprung, sebaiknya dilakukan pemeriksaan barium
enema tanpa persiapan. Temuan diagnostic yang meliputi adanya perubahan tajam pada
ukuran diameter potongan usus ganglionik dan aganglionik, kontraksi gigi gergaji (sawtooth)
yang irregular pada segmen aganglionik, lipatan transversa paralel pada kolon proksimal yang
mengalami dilatasi, dan kegagalan mengevakuasi barium. Diameter rectum lebih sempit
daripada diameter kolon sigmoid.
66. Pemeriksaan dengan barium enema, akan bisa ditemukan :
67.Daerah transisi
68.Gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian usus yang menyempit
69.Entrokolitis pada segmen yang melebar
70.Terdapat retensi barium setelah 24 48 jam (Darmawan K, 2004 : 17)
5. Manometri Anorektal
71. Distensi rectum dengan balon (manometri anorektal) digunakan untuk menentukan
kemampuan sfingter internal untuk rileks, karena pada keadaan normal manometri anorektal
menyebabkan relaksasi sfingter ani interna, tetapi pada pasien dengan penyakit hirschprung
terdapat peningkatan tekanan yang tajam.
6. Biopsi Rektal
72. Pemeriksaan ini memberikan diagnosa definitif dan digunakan untuk mendeteksi ketiadaan
ganglion. Biopsy rektal ini tidak adanya sel ganglion di dalam pleksus submukosa dan pleksus
mienterikus serta peningkatan aktivitas asetilkolinesterase pada serabut saraf dinding usus.
(Schwartz, 2004)
7. Pemeriksaan colok anus

73. Pada pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan dan pada waktu tinja yang menyemprot.
Pemeriksaan ini untuk mengetahui bau dari tinja, kotoran yang menumpuk dan menyumbat
pada usus di bagian bawah dan akan terjadi pembusukan.
G. Penatalaksanaan
1. Pembedahan
74. Penatalaksanaan operasi adalah untuk memperbaiki portion aganglionik di usus besar untuk
membebaskan dari obstruksi dan mengembalikan motilitas usus besar sehingga normal dan juga
fungsi spinkter ani internal.
75. Ada dua tahapan dalam penatalaksanaan medis yaitu :
a
Temporari ostomy dibuat proksimal terhadap segmen aganglionik untuk melepaskan obstruksi
dan secara normal melemah dan terdilatasinya usus besar untuk mengembalikan ukuran
normalnya.
b
Pembedahan koreksi diselesaikan atau dilakukan lagi biasanya saat berat anak mencapai
sekitar 9 Kg (20 pounds) atau sekitar 3 bulan setelah operasi pertama (Betz Cecily & Sowden
2002 : 98)
76. Ada beberapa prosedur pembedahan yang dilakukan seperti Swenson, Duhamel, Boley &
Soave. Prosedur Soave adalah salah satu prosedur yang paling sering dilakukan terdiri dari
penarikan usus besar yang normal bagian akhir dimana mukosa aganglionik telah diubah
(Darmawan K 2004 : 37)
2. Konservatif
77. Pada neonatus dengan obstruksi usus dilakukan terapi konservatif melalui pemasangan
sonde lambung serta pipa rektal untuk mengeluarkan mekonium dan udara.
3. Tindakan bedah sementara
78.Kolostomi dikerjakan pada pasien neonatus, pasien anak dan dewasa yang terlambat
didiagnosis dan pasien dengan enterokolitis b e r a t d a n k e a d a a n
umum
m e m buruk. Kolostomi dibuat di kolon berganglion normal yang paling distal.
4. Terapi farmakologi
- Pada kasus stabil, penggunaan laksatif sebagian besar dan juga modifikasi diet dan
wujud feses adalah efektif
- Obat kortikosteroid dan obat anti-inflamatori digunakan dalam megakolon toksik.
Tidak memadatkan dan tidak menekan feses menggunakan tuba
H. Prognosis
79. Prognosis baik, kalau gejala obstruksi segera diatasi. Penyulit pascabedah seperti kebocoran
anastomosis atau struktur anastomosis umumnya dapat diatasi.
Health education:
1. Penjelasan tentang tindakan perawatan pascapembedahan
80. Setelah operasi kolostomi, sebaiknya orang tua merawatnya dengan hati-hati. Karena usus
tersebut disambungkan ke dinding perut, maka kotoran akan keluar terus. Jadi, harus sering-sering
diganti balutannya. "Menggunakan plesternya pun harus baik. Kalau tidak, membuat kulit anak jadi
lecet. Dalam membersihkannya juga harus dengan antiseptik." Selain itu, jangan sampai kotorannya
berceceran atau bocor terkena jahitan, karena dalam usus sendiri ada kuman. Jadi, kalau kurang
bersih, bisa terkena infeksi dan berakibat fatal.
2. Strategi Pengurangan Dampak Hospitalisasi Pada Usia Todler
81. Pada usia todler anak cenderung egosentris maka dalam menjelaskan prosedur dalam
hubungan dengan cara apa yang akan anak lihat, dengar, bau, raba dan rasakan. Katakan pada anak
tidak apa-apa menangis atau gunakan ekspresi verbal untuk mengatakan tidak nyaman.
82. Pada usia ini juga mengalami keterbatasan kemampuan berkomunikasi lebih sering
menggunakan perilaku atau sikap. Sedikit pendekatan yang sederhana menggunkan contoh peralatan
yang kecil ( ijinkan anak untuk memegang peralatan ) menggunakan permainan.
83. Pada usia ini menjadikan hubungan yang sulit antara anak dengan perawat diperlukan
orang tua pada keadaan ini, apapun cara yang dilakukan anaka harus merupakan pertimbangan
pertama. Ibu harus didorong untuk tinggal atau paling sedikit mengunjungi anaknya sesering mungkin
( Yupi, S 2004).
84.

86.
87.
88.
89.
90.
91.
92.
93.
94.
95.
96.
97.
98.

85. DAFTAR PUSTAKA


Schwartz, M. William. 2004. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta:EGC
Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. (Ed 11). Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran (EGC).
Carpenito, Linda Jual. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC
Kuzemko, Jan, 1995, Pemeriksaan Klinis Anak, alih bahasa Petrus Andrianto, cetakan III,
EGC, Jakarta.
Lyke, Merchant Evelyn, 1992, Assesing for Nursing Diagnosis ; A Human Needs
Approach,J.B. Lippincott Company, London.
Mansjoer, dkk. 2000, Kapita Selekta Kedokteran, ed.3, Media Aesculapius, Jakarta.
Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta.
Betz, Cecily, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik, Edisi 3. Jakarta : EGC.
Hidayat, Alimul Aziz. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, buku 2. Jakarta : Salemba
Medika
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit, Edisi 2. Jakarta : EGC
Sacharin, Rosa M. 1993. Prinsip Keperawatan Pediatrik, Edisi 2. Jakarta : EGC
Suriadi, dkk. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi 7. Jakarta : PT. Fajar
Interpratama
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, Edisi 4. Jakarta : EGC
99.

Anda mungkin juga menyukai