Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

INTEGRASI ISLAMI DAN ILMU PENGETAHUAN

Disusun Oleh :
1.
2.
3.
4.

Ari Widiyastuti
Jayanti
Meilyana Anggra Rani
Rifa Muflihah

(1302048)
(1302064)
(1302070)
(1302074)

STIKES MUHAMMADIYAH KLATEN


2014/2015
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pemikiran tentang integrasi atau Islamisasi ilmu pengetahuan dewasa ini
yang dilakukan oleh kalangan intelektual muslim, tidak lepas dari kesadaran
beragama. Secara totalitas ditengah ramainya dunia global yang sarat dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan sebuah konsep bahwa
ummat Islam akan maju dapat menyusul menyamai orang-orang barat apabila
mampu menstransformasikan dan menyerap secara aktual terhadap ilmu
pengetahuan dalam rangka memahami wahyu, atau mampu memahami wahyu
dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.
Disamping itu terdapat asumsi bahwa ilmu pengetahuan yang berasal dari
negara-negara barat dianggap sebagai pengetahuan yang sekuler oleh
karenanya ilmu tersebut harus ditolak, atau minimal ilmu pengetahuan tersebut
harus dimaknai dan diterjemahkan dengan pemahaman secara islami. Ilmu
pengetahuan yang sesungguhnya merupakan hasil dari pembacaan manusia
terhadap ayat-ayat Allah swt, kehilangan dimensi spiritualitasnya, maka
berkembangkanlah ilmu atau sains yang tidak punya kaitan sama sekali dengan
agama. Tidaklah mengherankan jika kemudian ilmu dan teknologi yang
seharusnya memberi manfaat yang sebanyak-banyaknya bagi kehidupan
manusia ternyata berubah menjadi alat yang digunakan untuk kepentingan
sesaat yang justru menjadi penyebab terjadinya malapetaka yang merugikan
manusia.
Dipandang dari sisi aksiologis ilmu dan teknologi harus memberi manfaat
sebesar-besarnya bagi kehidupan manusia. Artinya ilmu dan teknologi menjadi
instrumen penting dalam setiap proses pembangunan sebagai usaha untuk
mewujudkan kemaslahatan hidup manusia seluruhnya.
Untuk mencapai sasaran tersebut maka perlu dilakukan suatu upaya
mengintegrasikan ilmu-ilmu umum dengan ilmu-ilmu keislaman, sehingga
ilmu-ilmu umum tersebut tidak bebas nilai atau sekuler. Pendekatan
interdisciplinary dan inter koneksitas antara disiplin ilmu agama dan umum
perlu dibangun dan dikembangkan terus-menerus tanpa kenal henti. Serta
bukan masanya ilmu agama menyendiri.

B. Tujuan
a. Tujuan umum
Agar mahasiswa mengerti dan memahami tentang integrasi islami dan ilmu
pengetahuan, serta mampu menjelaskan tentang hubungan lmu pengetahuan
dengan ayat-ayat qauliyah dan kauniyah.
b. Tujuan khusus
1) Mahasiwa mengerti dan memahami tentang hakekat ayat-ayat allah.
2) Mahasiwa mengerti dan memahami tentang Kesatuan ayat qauliyah dan
kauniyah.
3) Mahasiwa mengerti dan memahami tentang interkoneksi antara ayat
qauliyah dan kauniyah.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian integrasi islami dan ilmu pengetahuan
Secara etimologis, integrasi merupakan kata serapan dari bahasa Inggris
integrate; integration- yang kemudian diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia
menjadi integrasi yang berarti menyatu-padukan; penggabunganatau penyatuan
menjadi satu kesatuan yang utuh; pemaduan.
Adapun secara terminologis, integrasi ilmu adalah pemaduan antara ilmuilmu yang terpisah menjadi satu kepaduan ilmu, dalam hal ini penyatuan antara
ilmu-ilmu yang bercorak agama dengan ilmu-ilmu yang bersifat umum.
Ilmu adalah bagian dari pengetahuan yang terklasifikasi, tersistem, dan
terukur, serta dapat dibuktikan kebenarannya secara empiris. Ilmu menurut Al-

Quran adalah rangkaian keterangan yang bersumber dari Allah yang diberikan
kepada manusia baik melalui Rasul-Nya atau langsung kepada manusia yang
menghendakinya tentang alam semesta sebagai ciptaan Allah yang bergantung
menurut ketentuan dan kepastian-Nya.
Berbeda dengan pengertian di atas, Harold H. Titus sebagaimana
termaktub dalam buku Ilmu Pendidikan Islam: Filsafat dan Pengembangan
karya Mahfud Junaedi, menjelaskan bahwa science atau ilmu adalah
1.
A method of obtaining knowledge that is objective and veriviable
2. A body of systematic knowledge built up through experimentation ang
observation and having a valid theoretical base.
Dari definisi yang dikemukakan tersebut dapat dipahami bahwa ilmu
meliputi tiga kompenen yang saling bertautan dan merupakan kesatuan logis
yang mesti ada serta berurutan. (1) ilmu harus diusahakan dengan aktifitas
manusia, (2) aktifitas itu harus dilaksanakan dengan metode tertentu, dan (3)
akhirnya aktifitas metodis itu mendatangkan pengetahuan yang sistematis.
Sementara itu, pengetahuan adalah keseluruhan pengetahuan yang belum
tersusun, baik mengenai metafisik maupun fisik. Dapat juga dikatakan bahwa
pengetahuan adalah informasi yang berupa common sense, sedangkan ilmu
sudah merupakan bagian yang lebih tinggi dari itu karena memiliki metode dan
mekanisme tertentu.
Islam adalah agama yang mengajarkan bahwa ilmu pengetahuan dan
agama merupakan sesuatu yang saling berkaitan dan saling melengkapi. Agama
merupakan sumber ilmu pengetahuan dan ilmu pengetahuan merupakan sarana
untuk mengaplikasikan segala sesuatu yang tertuang dalam ajaran agama. Di
dalam Al-Quran terdapat sekitar 750 ayat yang berkaitan dengan ilmu
pengetahuan dan itu merupakan bukti bahwa Islam adalah agama yang sangat
menekankan pada pengembangan ilmu pengetahuan.
Marpuji Ali dalam karyanya yang berjudul Buku Kultum: Integritas
Iman, Ilmu, dan Amal menjelaskan bahwa penopang utama kegemilangan
peradaban ialah ilmu pengetahuan dan teknologi. Peradaban Barat berkembang
dari perpaduan unsur-unsur kebudayaan-kebudayaan, filsafat, nilai-nilai, dan
aspirasi Yunani dan Roma Kuno, fusi dengan agama Yahudi, agama Kristen,

peradaban Barat. Perkembangan dan pembentukan lebih lanjut dilakukan oleh


bangsa-bangsa Latin, Germanik, Keltik, Nordik, dan Salvik.
B. Hakeket ayat-ayat allah
Masyarakat zaman sekarang memperlakukan Al-Qur'an sama sekali
berbeda dengan tujuan yang sebenarnya dari diturunkannya Al-Qur'an. Secara
umum, di dunia Islam sedikit sekali orang yang mengetahui isi Al-Qur'an.
Sebagian di antara mereka seringkali menggantukan Al-Qur'an yang
dibungkus dengan sampul yang bagus pada dinding rumah mereka dan orangorang tua sesekali membacanya. Mereka beranggapan bahwa Al-Qur'an
melindungi orang yang membacanya dari "kemalangan dan kesengsaraan".
Dengan kepercayaan ini mereka memperlakukan Al-Qur'an seperti halnya
jimat penangkal sial.
Namun ayat-ayat Al-Qur'an menyatakan bahwa tujuan diwahyukannya AlQur'an sama sekali berbeda dengan apa yang tersebut di atas. Sebagai contoh,
dalam surat Ibrahim ayat 52 Allah menyatakan: "(Al-Quran) ini adalah
penjelasan yang sempurna bagi manusia, dan supaya mereka mengetahui
bahwasanya Dia adalah Ilah Yang Maha Esa dan agar orang-orang yang
berakal mengambil pelajaran". Di banyak ayat yang lain Allah menegaskan
bahwa salah satu tujuan paling utama diturunkannya Al-Qur'an adalah untuk
mengajak manusia berpikir dan merenung.
Dalam Al-Qur'an Allah mengajak manusia untuk tidak mengikuti secara
buta kepada kepercayaan dan norma-norma yang diajarkan masyarakat. Akan
tetapi memikirkannya dengan terlebih dahulu menghilangkan segala prasangka,
hal-hal yang tabu dan yang mengikat pikiran mereka.
Manusia harus memikirkan bagaimana ia menjadi ada, apa tujuan
hidupnya, mengapa ia suatu saat akan mati dan apa yang terjadi setelah
kematian. Ia hendaknya mempertanyakan bagaimana dirinya dan seluruh alam
semesta menjadi ada dan bagaimana keduanya tersu-menerus ada. Ketika
melakukan hal ini, ia harus membebaskan dirinya dari segala ikatan dan
prasangka.
Al-Qur'an memberikan petunjuk kepada manusia dalam masalah ini.
Dalam Al-Qur'an Allah memberitahu kepada kita apa yang hendaknya kita
renungkan dan amati. Dengan cara perenungan yang diajarkan dalam Al-

Qur'an, seseorang yang memiliki keimanan kepada Allah akan merasakan


secara lebih baik kesempurnaan, hikmah abadi, ilmu dan kekuasaan Allah
dalam ciptaan-Nya. Ketika orang yang beriman mulai berpikir menurut cara
yang diajarkan Al-Qur'an, ia segera menyadari bahwa keseluruhan alam
semesta adalah sebuah isyarat karya seni dan kekuasaan Allah, dan bahwa
"alam semesta adalah sebuah hasil kreasi seni, dan bukan pencipta kreasi seni
itu sendiri." Setiap karya seni memperlihatkan keahlian yang khas dan unik
serta menunjukkan pesan-pesan dari sang pembuatnya.
Dalam Al-Qur'an, manusia diseru untuk merenungi berbagai kejadian dan
benda-benda alam yang dengan jelas menunjukkan kepada keberadaan dan keEsaan Allah beserta Sifat-sifat-Nya. Di dalam Al-Qur'an segala sesuatu yang
menunjukkan kepada suatu kesaksian (adanya sesuatu yang lain) disebut
sebagai "ayat-ayat", yang berarti "bukti yang telah teruji (kebenarannya),
pengetahuan mutlak dan pernyataan kebenaran." Jadi ayat-ayat Allah terdiri
atas

segala

sesuatu

di

alam

semesta

yang

memperlihatkan

dan

mengkomunikasikan keberadaan dan sifat-sifat Allah. Mereka yang dapat


mengamati dan senantiasa ingat akan hal ini akan memahami bahwa seluruh
jagad raya hanya tersusun atas ayat-ayat Allah.
Tidak diragukan, sejumlah petunjuk mungkin akan membantu. Pertamatama, seseorang dapat mempelajari subyek-subyek tertentu yang ditekankan
dalam Al-Qur'an dalam rangka memperoleh mentalitas berpikir yang
memungkinkannya untuk dapat merasakan seluruh alam semesta sebagai
penjelmaan dari segala sesuatu ciptaan Allah.
Kita mengetengahkan beberapa masalah yang kita diperintahkan agar
merenungkannya dalam Al-Qur'an. Ayat-ayat Allah di alam semesta ditegaskan
dalam surat An-Nahl ayat 10-17:
a. 10) Dia-lah yang telah menurunkan air hujan dari langit untuk kamu,
sebagiannya menjadi minuman dan sebagiannya menyuburkan tumbuhtumbuhan, yang pada (tempat tumbuhnya) kamu menggembalakan
ternakmu.
b. 11) Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman;
zaitun, korma, anggur, dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada

yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang
memikirkan.
c. 12) Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu.
Dan bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda
(kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahami(nya),
d. 13) dan Dia (menundukkan pula) apa yang Dia ciptakan untuk kamu di
bumi ini dengan berlain-lainan macamnya. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang
mengambil pelajaran.
e. 14) Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu
dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu
mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat
bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari
karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur.
f. 15) Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak
goncang bersama kamu, (dan Dia menciptakan) sungai-sungai dan jalanjalan agar kamu mendapat petunjuk,
g. 16) dan Dia ciptakan) tanda-tanda (penujuk jalan). Dan dengan bintangbintang itulah mereka mendapat petunjuk.
h. 17) Maka apakah (Allah) yang menciptakan itu sama dengan yang tidak
dapat menciptakan (apa-apa)? Maka mengapa kamu tidak mengambil
pelajaran?.
Di dalam Al-Qur'an, Allah mengajak orang-orang yang berakal agar
memikirkan hal-hal yang biasa diabaikan orang lain, atau yang biasa dikatakan
sebagai hasil "evolusi", "kebetulan", atau "keajaiban alam" belaka.
190) Sesungguhnya dalam penciptaan langit langit dan bumi, dan silih
bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang
berakal, 191) (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau
duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): Ya Rabb kami, tiadalah Engkau

menciptakan ini dengan sia-sia Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami
dari siksa neraka. (QS. Aali 'Imraan, 3:191)
C. Kesatuan ayat qauliyah dan kauniyah
Allah swt. tidak menampilkan wujud Dzatnya Yang Maha Hebat di
hadapan makhluk-makhluknya secara langsung dan dapat dilihat seperti kita
melihat sesama makhluk. Maka, segala sesuatu yang tampak dan dapat dilihat
dengan mata kepala kita, pasti itu bukan tuhan. Allah menganjurkan kepada
manusia untuk mengikuti Nabi saw. supaya berpikir tentang makhluk-makhluk
Allah. Jangan sekali-kali berpikir tentang Dzat Allah. Makhluk-makhluk yang
menjadi tanda kebesaran dan keagungan Allah inilah yang disarankan di dalam
banyak ayat Al-Quran agar menjadi bahan berpikir tentang kebesaran Allah.
AyatQauliyah
Ayat-ayat qauliyah adalah ayat-ayat yang difirmankan oleh Allah swt. di dalam
Al-Quran. Ayat-ayat ini menyentuh berbagai aspek, termasuk tentang cara
mengenal Allah.
QS. At-Tin (95): 1-5
Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun, dan demi bukit Sinai, dan demi kota
(Mekah) ini yang aman; sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam
bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang
serendah-rendahnya (neraka).
Ayat Kauniyah
Ayat kauniah adalah ayat atau tanda yang wujud di sekeliling yang diciptakan
oleh Allah. Ayat-ayat ini adalah dalam bentuk benda, kejadian, peristiwa dan
sebagainya yang ada di dalam alam ini. Oleh karena alam ini hanya mampu
dilaksanakan oleh Allah dengan segala sistem dan peraturanNya yang unik,
maka ia menjadi tanda kehebatan dan keagungan Penciptanya.
QS. Nuh (41): 53
Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di
segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka
bahwa Al-Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya
Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?

Dari dimensi Al-Haqq sebagai sumber semua kebenaran. Sudah barang


tentu Al-Quran sebagai mediumnya, filsafat Islam berupaya menjelaskan cara
Allah menyampaikan kebenaran hakiki, dengan bahasa pemikiran yang
intelektual dan rasional. Tujuan seorang filsuf, menurut Al-Kindi ialah
mendapatkan kebenaran dan mengamalkannya, sedangkan bagian paling luhur
dari filsafat adalah filsafat pertama, yakni mengetahui kebenaran pertama
(Tuhan) dinamakan filsafat pertama karena dalam pengetahuan tentang sebab
pertama itu terkandung pengetahuan tentang semua bagian lainnya dari
filsafat. Dengan demikian The Unity of Knowledge atau kesatuan ayat
Quraniyyah dengan ayat Kawniyyah, merupakan integrasi keilmuan yang
dapat menjadi sarana penting meningkatkan keimanan dan haqqa tuqatih
(taqwa yang sebenar-benarnya).
Agama Islam memperhatikan pentingnya iman sama dengan pentingnya
ilmu pengetahuan.

Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka,
dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang
dikehendaki-Nya (Al-Baqarah: 255).
Allah juga memuliakan para ahli ilmu pengetahuan dengan firman-Nya:

()
Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah
dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan
untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orangorang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al-Mujadalah: 11)

Kebudayaan Islam, pada masa jayanya dan masa perkembangannya


memberikan warisan yang membanggakan pada umat manusia, berdasarkan
atas observasi dan berpikir induktif, klasifikasi dan verifikasi serta konfirmasi.
Orang Eropa menerima warisan tersebut, lalu melakukan loncatan-loncatan
yang jauh ke depan dan melengkapi kegiatan penelitian-penelitian dengan alatalat canggih.
Teori pengetahuan menurut Islam tidak hanya menonjolkan sudut yang
khusus dari mana kaum Muslim memandang ilmu, akan tetapi juga
menekankan keharusan yang mendesak untuk mencari ilmu. Seperti diketahui
perintah Allah yang pertama kepada Nabi melalui wahyu pertama yang
diterimanya adalah bacaan dengan (menyebut) nama Allah, dan dari sudut
pandang Islam, membaca itu bukan hanya pintu menuju ilmu, akan tetapi juga
cara untuk mengetahui dan menyadari Allah. Oleh sebab itu, ilmu mempunyai
dua tujuan, yakni tujuan Ilahi dan tujuan duniawi. Ilmu berfungsi sebagai
pertanda Allah, sebab orang yang mempelajari alam dan proses-prosesnya
dengan seksama dan mendalam akan menjumpai banyak kasus yangmenunjuk
kepada tangan yang tidak tampak, yang membina dan mengawasi semua
kejadian di dunia.
D. Interkoneksi dalam memahami ayat qauliyah dan kauniyah
Di dalam konsepsi Islam, menurut Dinar dalam Kurniasih (2010), agama
adalah sains (ilmu) begitu juga sebaliknya, sains adalah agama. Hal ini
disebabkan karena hukum menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim,
baik laki-laki maupun perempuan. Melihat fakta tersebut agama dan sains
adalah sejajar. Menuntut ilmu bisa dikategorikan fardhu kifayah ataupun fardhu
ain.
Hubungan sains dan agama akan lebih menyerupai pandangan imam AlGhazali, bahwa mendalami ilmu agama bagi semua orang adalah kewajiban
pribadi atau fardhu ain, sedangkan mendalami ilmu umum (sains) adalah
fardhu kifayah. Seseorang yang mendalami sumber-sumber ajaran agama Islam
akan memperoleh inspirasi yang bersifat deduktif untuk mengembangkan
bidang ilmu yang ditekuni. Sebaliknya, penguasaan ilmu yang ditekuni dapat

memberi sumbangan pada upaya pemaknaan Kitab Suci (Al-Quran) dan hadits
(Suprayogo dalam Kurniasih, 2010). Dengan kata lain sains dan agama berdiri
sendiri dan keduanya saling mendukung serta saling membantu dalam
kemaslahatan umat manusia.
Selanjutnya disebutkan pula, sains identik dengan pemenuhan kebutuhan
duniawi, seperti teknologi, intelektual, kesehatan, dan kemakmuran. Sementara
agama lebih focus terhadap pemenuhan kebutuhan rohani dan tata cara
pergaulan hidup. Dengan demikian agama memerlukan sains, dan begitu pula
sebaliknya. Jika agama mempersenjatai diri dengan sains maka kepentingan
keduniaan seperti pengentasan kemiskinan, kebodohan, ketertinggalan bisa
dicarikan penyelesaiannya. Sebaliknya sains harus memberikan kesempatan
pada agama untuk mengisi dan menyempurnakan kekosongan jiwa manusia
dengan esensi nilai-nilai spiritual.
Golshani dalam Kurniasih (2010) menyatakan bahwa salah satu ciri yang
membedakan Islam dengan yang lain adalah penekanannya terhadap ilmu
(sains). Al Quran dan Al Sunnah mengajak kaum Muslim untuk mencari dan
mendapatkan ilmu dan kearifan, serta menempatkan orang-orang yang
berpengetahuan pada derajat yang tinggi.
Selanjutnya dijelaskan bahwa Al Quran menghargai orang-orang yang
berilmu, yang dapat menunjukkan keagungan dan kehebatan ciptaan Allah dan
yang memiliki kerendahan hati bahwa apa yang dihasilkan oleh ilmu mereka
menunjukkan kekuatan Ilahi dan kebesaran-Nya. Hal-hal tersebut ditekankan
oleh ayat-ayat dalam Al-Quran seperti :
Dan perumpamaan- perumpamaan ini kami buatkan untuk manusia, dan tiada
yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu (QS 29-43).
Sebenarnya Al-Quran itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orangorang yang diberi ilmu. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami
kecuali orang-orang yang zalim (QS 29:49).
Sebagaimana disebutkan oleh ayat-ayat di atas, memahami tanda-tanda
Pencipta, hanya mungkin bagi orang terdidik dan bijak yang berjuang menggali
rahasia-rahasia alam dan yang telah mendapatkan ilmu di bidang-bidang studi
masing-masing. Oleh karena itu, penemuan-penemuan baru dalam bidang ilmu

pengetahuan seharusnya bisa menjadikan manusia lebih sadar akan hakikat


kebenaran agama dan segala aturannya.
Sains dalam Islam pada akhirnya adalah semacam penafsiran alegoris atas
alam empiris yang membentuk alam tabii (Al-Attas, 1995). Oleh karena itu
sains harus menyandarkan diri pada penafsiran makna-makna yang jelas atau
tampak dari benda-benda di alam.
Bucaille dalam Kurniasih (2010) menjelaskan bahwa dalam Quran
ditemukan keterangan-keterangan tentang fenomena-fenomena alamiah, yang
hanya dapat difahami melalui pengetahuan ilmiah modern. Asal usul manusia
merupakan salah satu hasil pengkajian mendalam, yang menghasilkan
kesimpulan bahwa sains dan agama selaras. Pengkajiannya terhadap Al Quran
menunjukkan bahwa Al Quran sepenuhnya bebas dari pernyataan-pernyataan
yang bertentangan dengan penemuan-penemuan sains modern.
Menurut Bucaille dalam Kurniasih (2010), Quran memang bukan buku
yang menerangkan hukum-hukum alam. Quran mengandung tujuan keagamaan
yag pokok. Ajakan untuk memikirkan tentang penciptaan alam ditujukan
kepada manusia dalam rangka penerangan tentang kekuasaan Tuhan. Ajakan
tersebut disertai dengan menunjukkan fakta-fakta yang dapat dilihat manusia
dan aturan-aturan yang ditetapkan oleh Tuhan untuk mengatur alam, baik
dalam bidang sains maupun dalam bidang masyarakat kemanusiaan.
Sebagaimana disebutkan dalam Surat An-Nahl (16) ayat 12 :
dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. Dan
bintang-bintang

itu

ditundukkan

(untukmu)

dengan

perintah-Nya.

Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaaan Allah)


bagi kamu yang memahaminya.
Manusia dapat membandingkan berita dalam Quran yang dikuatkan oleh
sains modern dengan contoh-contoh dari para ahli zaman kuno yang tanpa
ragu-ragu memprediksi fakta-fakta yang telah diakui kebenarannya oleh sains.
Namun demikian para ahli tersebut tidak dapat sampai kepada fakta-fakta itu
dengan cara deduksi ilmiah, mereka mencapainya dengan memakai cara
berpikir filsafat (Bucaille dalam Kurniasih, 2010). Pemikiran para ahli (di
antaranya Copernicus) mengenai matahari dan tata surya juga telah diberitakan
dalam Quran. Sebagaimana disebutkan dalam Surat Nuh (71) ayat 15-16 :

Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana Allah menciptakan tujuh ruang


angkasa bertingkat-tingkat?
Dan diciptakan-Nya dalam ruang angkasa itu bulan bercahaya (karena dapat
cahaya dari matahari) dan matahari bersinar (memancarkan cahaya).
Di samping ayat-ayat yang khusus menggambarkan penciptaan langit dan
bumi, ada lebih dari 40 ayat Quran yang memberikan keterangan-keterangan
tambahan mengenai astronomi. Kata Orbit pun adalah terjemahan kata
bahasa Arab : falak. Hasil pengetahuan modern meramalkan bahwa dalam
beberapa miliar tahun, kondisi system matahari tidak lagi seperti sekarang.
Syrat Yaasin (36) ayat 38 menyebtukan matahari mengarah ke tempat yang
khusus. Tempat khusus itu telah dibenarkan oleh astronomi modern dan
dinamankan Solar Apex; sesungguhnya system matahari berkembang dalam
angkasa menuju ke suatu titik dalma Konstelasi Hercules (alpha lyrae), di dekat
bintang Vega yang hubunganya sudah diketahui benar, dengan gerak system
matahari mempunyai kecepatan 19 kilometer per detik (Bucaille dalam
Kurniasih, 2010). Perincian-perincian astronomi dalam Quran tersebut dapat
dikatakan sesuai dengan hasil-hasil sains modern.
Golshani dalam Kurniasih (2010) menjelaskan konsepsi Islam tentang
ilmu pengetahuan yang menganjurkan bahwa dalam pencarian ilmu tidak
hanya terbatas pada ajaran khas syariah, namun juga berlaku untuk setiap
pengetahuan yang dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT terlepas apakah
itu ilmu teologi, teknologi, ataupun yang lainnya. Allah SWT menganjurkan
kepada manusia untuk melihat dan memikirkan akan keteraturan dan system
koordinasi di dalam setiap penciptaan dan kejadian alam semesta raya ini.
Memahami ilmu-ilmu kealaman akan menggiring manusia dalam mengenal
Tuhannya.
Pernyataan di atas sesuai dengan Said dalam Kurniasih (2010) yang
menyebutkan bahwa elemen ilmu pengetahuan adalah Qauliyah (Ilmu Kitab
Suci, Theological), Kauniyyah (ilmu alam, Nomothetic), dan Nafsiyah (Ilmu
Kemanusiaan,

Hermeneutical).

Elemen

ilmu

pengetahuan

tersebut

sebagaimana disebutkan dalam Al Fusilat 153 : Kami akan memperlihatkan


kepada mereka tanda-tanda kekuasaan kami di segenap ufuk dan pada diri

mereka sendiri. Hubungan ketiga elemen ilmu tersebut digambarkan pada


Gambar 2.
QAULIYYAH(Ilmu Kitab Suci, Theological)

KAUNIYYAH(Ilmu Alam, Nomothetic)

NAFSIYAH(Ilmu Kemanusiaan,

Hermeneutical)
Hubungan Elemen Ilmu Pengetahuan(Sumber : Said dalam Kurniasih , 2010)
Ilmu bersifat tidak terbatas karena obyek ilmu tidak ada batasnya. Di sisi
lain, ada suatu batas kebenaran dalam setiap obyek ilmu, sehingga pencarian
ilmu yang benar adalah suatu pencarian yang tanpa akhir. Ilmu mengenai
kebenaran-kebenaran dunia lahiriah dapat dicapai dan bertambah melalui
penelitian yang dilakukan para ahli.
Kebenaran adalah dirinya sendiri, yang tidak lebih dan tidak kurang. Bagi
setiap kebenaran, ada batas yang sepadan dengannya. Ilmu tentang batas
tersebut adalah kearifan atau hikmah. Dengan hikmah setiap kebenaran
mendapatkan makna yang tepat.
Melalui kajian ilmiah, mungkin sekali manusia menemukan kebenaran,
tapi kebenaran yang dicapai manusia adalah kebenaran nisbi. Novrianto dalam
Kurniasih (2010) menjelaskan, dalam sebuah hadits disebutkan bahwa bahkan
Nabi menyebutkan bahwa kebenaran adalah barang tercecer (dlallat) yang

perlu dipungut oleh setiap muslim. Dengan demikian, dalam konsep Islam
pemilik kebenaran mutlak hanyalah Tuhan semata.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Integrasi ilmu adalah pemaduan antara ilmu-ilmu yang terpisah menjadi
satu kepaduan ilmu, dalam hal ini penyatuan antara ilmu-ilmu yang bercorak
agama dengan ilmu-ilmu yang bersifat umum.
Hubungan ilmu agama dan ilmu pengetahuan yaitu sama-sama perlu
dipahami sebab salingberkaitan satu sama lain dan menuntut ilmu itu adalah
kewajiban seluruh umat manusia serta di ibaratkan ilmu agama itu fardu ain
sedangkan ilmu pengetahuan itu fardu kifayah.
B. Saran
Akhirnya, berangkat dari ketidaksempurnaan, yakni segala sesuatu tiada
yang sempurna kecuali dzat-Nya, maka terlebih makalah ini. Makalah yang
disusun oleh sesuatu yang tidak sempurna ini, tentu tidak wajar apabila tidak
terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kami memohon maaf atas segala
keterbatasan. Di samping itu, kami pun mengharapkan kritik dan saran
konstruktif dari rekan pembaca guna meningkatkan kualitas penyusunan
makalah kami di masa mendatang.

DAFTAR PUSTAKA

1. Al-Djamali, Fadhil. 1993. Menerabas Krisis Pendidikan Dunia


Islam. Jakarta: IKAPI.
2. Ali, Marpuji, dkk. 2010. Buku Kultum: Integritas Iman, Ilmu,
dan Amal. Magelang: PMW Jateng.
3. Junaidi, Mahfud. 2010. Ilmu Pendidikan Islam: Filsafat dan
Pengembangan. Semarang: RaSAIL Media Group.
4. Musa, M. Yusuf. 1988. Al-Quran dan Filsafat. Jakarta: PT
Magenta Bhakti Guna.
5. Praja, Juhaya S.. 2002. Filsafat dan Metodologi Ilmu dalam
Islam. Jakarta: Teraju.
6. Qadir, C.A. 1988. Filsafat dan Ilmu Pengetahuan dalam Islam
diterjemahkan dari Philosophy and Science in the Islamic
World. Jakarta: IKAPI.
7. Qomar, Mujamil. 2012. Merintis Kejayaan Islam Kedua:
Merombak Pemikiran dan Mengembangkan Aksi. Yogyakarta:
Teras.

Anda mungkin juga menyukai