BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Drainase berasal dari bahasa inggris, drainase mempunyai arti menguras, membuang.
Dalam bidang teknik sipil, drainase secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan
teknis untuk mengurangi kelebihan air, baik yang berasal dari air hujan maupun rembesan,
sehingga fungsi kawasan atau lahan tidak terganggu. Drainase juga dapat diartikan sebagai
sanitasi. Jadi, drainase tidak hanya menyangkut air tanah. Secara umum sistem drainase dapat
didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi atau
membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan
secara optimal ( Suripin, 2003:7-8 ).
Drainase merupakan suatu sistem pembuangan air menggenang pada suatu daerah
yang berfungsi untuk mengalirkan kelebihan air hujan menuju ke badan air menerima dengan
aman, sehingga dapat mengalihkan terjadinya banjir ( Masduki, 1998:1-1 ).
Jaringan drainase perkotaan meliputi seluruh alur, baik alur alam maupun alur buatan
yang hulunya terletak di kota dan bermuara di sungai yang melewati kota tersebut atau ke laut
di tepi kota tersebut.
Secara umum, kegunaan drainase adalah sebgai berikut :
1. Mengeringkan daerah becek dan genangan air.
2. Menurunkan permukaan air tanah.
3. Mengendalikan erosi tanah, kerusakan jalan dan sarana bangunan-bangunan lain.
4. Mengendalikan limbah air hujan yang berlebihan.
2.1
Peran Drainase
Sistem Drainase diperlukan unutk melakukan tindakan teknis dalam mengendalikan :
2.1.1
Kelebihan Air.
II-1
kemungkinan naiknya elevasi badan air permukaan. Selain itu, dampak lain yang
dapat mengganguadalah kemungkinan terjadinya air balik ( back water ) dan
kerusakan terhadap badan air permukaan yang disebabkan oleh melimpahnya air
permukaan.
2.1.3
adalah menggenangnya jalan tanah dan lain sebagainya tanpa terkendali. Jadi
kegunaan drainase secara umum adalah sebagai alat pematusan daerah dari kelebihan
air permukaan dan air tanah. Apabila tidak adanya pematusan atau pengendali dan
pengontrol, maka kiriman air hujan akan masuk secara tidak terkendali ke dalam
badan penerima. Selain fungsi utama dari drainase adalah sebagai pemelihara dan
pengendali sumber air yaitu untuk memelihara elevasi air baik air tanah maupun air
permukaan.
2.2
Macam-macam Drainase
2.2.1
pengaliran air dari tempat yang lebih tinggi ke lebih rendah. Pada daerah perbukitan
biasanya kemiringan tanahnya cukup curam dan menyebabkan kecepatan aliran di
saluran melampui batas maksimum, sehingga diperlukan bangunan terjun agar tidak
merusak permukaan saluran
2.2.2
adanya curah hujan dengan cara meresapkan ke dalam tanah untuk kemudian
ditampung, disalurkan melalui pipa berpori (dengan kedalaman tertentu) ke sistem
ELVIRA ASTRIANA SARI
21080111130053
II-2
gravitasi sudah tidak memungkinkan lagi, walaupun biaya dan operasinya lebih mahal.
Drainase sistem polder akan digunakan pada kondisi sebagai berikut ini:
1. Elevasi atau ketinggian muka tanah lebih rendah dari pada elevasi muka air
laut pasang. Pada daerah tersebut sering terjadi genangan akibat air pasang
(rob).
2. Elevasi muka tanah lebih rendah dari pada muka air banjir di sungai yang
merupakan outlet saluran drainase kota.
3. Daerah yang mengalami penurunan, sehingga daerah tersebut yang semula
lebih tinggi dari muka air laut pasang maupun muka air banjir di sungai
diprediksikan akan tergenang
Sesuai dengan kondisi di lapangan, maka ada enam bentuk sistem polder yaitu:
1. Drainase sistem polder dengan menggunakan pompa dan kolam retensi di
satu tempat. Digunakan apabila lahan untuk keperluan kolam retensi tidak
ada masalah.
2. Drainase sistem polder dengan menggunakan pompa dan kolam retensi.
Digunakan apabila kondisi di lapangan tidak memiliki lahan yang cukup
(pemukiman padat).
3. Drainase sistem polder dengan pompa dan tampungan memanjang.
ELVIRA ASTRIANA SARI
21080111130053
II-3
Analisa Hidrologi
Analisa hidrologi merupakan analisa awal dalam perencanaan konstruksi
bangunan air yaitu untuk mengetahui besarnya debit yang akan disalurkan sehingga
dapat ditentukan dimensi bangunan air tersebut secara ekonomis. Besar debit yang
dipakai sebagai dasar dasar perencanaan adalah debit hujan rencana tidak boleh terlalu
besar untuk menghindari ukuran bangunan yang terlalu besar dan tidak ekonomis.
Penetapan besarnya banjir rencana memang merupakan masalah pertimbangan
hidro ekonomis. Untuk memperkirakan besarnya banjir rencana yang sesuai,
Pengetahuan analisa hidrologi mempunyai peranan penting. Dalam perhitungan dapat
digunakan data suatu sungai atau saluran atau curah hujan yang nantinya akan diolah
menjadi debit rencana.
2.3.1
Karakteristik Hujan
Hujan pada tiap-tiap wilayah memiliki karakteristik masing-masing sesuai
II-4
II-5
12
0,60
24
0,90
46
1,20
6 10
1,50
10 - 15
Sumber : Drainase Perkotaan, 1997
2.3.2
2,40
untuk mendapatkan
kurva
Intensitas Durasi (Intensity Duration Curve). Dari kurva ini akan diubah menjadi
debit limpasan hujan pada suatu daerah yang ditinjau .
1. Melengkapi data curah hujan yang hilang
Data hujan hasil pencatatan yang ada biasanya ada dalam kondisi yang tidak
menerus atau terputus rangkaiannya. Menghadapi kondisi tersebut perlu adanya
pengisian data yang kosong (hilang). Untuk melengkapi data hujan yang hilang dapat
dengan cara mengambil data dari stasiun pengamat tetangga terdekat, dengan
ketentuan sebagai berikut :
a. Jika selisih antara hujan tahunan normal dari stasiun yang datanya tdak
lengkap dengan hujan tahunan normal semua stasiun kurang dari 10 %,
maka perkiraan data yang hilang bisa mengambil harga rata-rata hitung
dari stasiunstasiun yang mengelilinginya atau metode aritmatik .
b. Jika selisihnya lebih dari pada 10 %, maka dapat menggunakan metoda
perbandingan rasio normal, yaitu ;
II-6
di mana :
rx = curah hujan yang dilengkapi
Rx = rata-rata curah hujan pada stasiun pengamat yang salah satu tinggi
curah hujannya sedang dilengkapi
n = Banyaknya stasiun pengamat hujan untuk perhitungan n > 2
rn = Curah hujan pada tahun yang sama dengan
rx pada stasiun
pembanding.
Rn = Curah hujan rata-rata tahunan pada stasiun pengamat hujan
pembanding
2. Uji Konsistensi Data Curah Hujan
Suatu rangkaian data curah hujan bisa mengalami ketidakkonsistensian atau
non homogenitas yang bisa mengakibatkan hasil perhitungan menjadi tidak tepat.
Ketidakkonsistensian data curah hujan disebabkan :
a. Perubahan mendadak pada sistem lingkungan
b. Pemindahan alat ukur
c. Perubahan cara pengukuran
Ketidakkonsistensian data hujan ditandai dengan beloknya grafik garis lurus
yang terdiri dari:
Absis, yaitu oleh harga rata-rata curah hujan dari paling sedikit 5 (lima)
stasiun hujan yang datanya dipakai dalam perhitungan perencanaan sistem
drainase .
Ordinat, yaitu oleh curah hujan dari stasiun yang diuji konsistensiannya.
II-7
Rk = Fk. R
dimana :
, = sudut kemiringan data hujan dari stasiun yang dicari
Fk
= faktor koreksi
Rk
II-8
Cara ini adalah perhitungan rata-rata secara aljabar curah hujan di dalam dan di
sekitar daerah yang bersangkutan.
R=
(R1 + R2 + R3 + +Rn)
di mana :
R
Jika titik-titik pengamatan di dalam daerah itu tidak tersebar merata, maka cara
perhitungan curah hujan rata-rata dilakukan dengan memperhitungkan daerah
pengaruh tiap titik pengamatan (Varshney, R.S., Engineering Hydrology, India, 1979).
Curah hujan daerah itu dapat dihitung dengan persamaan sbb :
R =
II-9
Dimana :
I = Stasiun I dengan luas Poligon A1
II = Stasiun II dengan luas poligon A2
III = Stasiun III dengan luas poligon A3
A1 = Luas daerah yang dibatasi POQ
A2 = Luas daerah yang dibatasi POR
A3 = Luas daerah yang dibatasi ROQ
2.3.3
Pengukuran Dispersi
II-10
dimana :
S = Deviasi standar
Xi = Nilai varian ke i
X = Nilai rata-rata varian
N = jumlah data
2. Koefisien Skewness (CS)
dimana :
CS = koefesien Skewness
Xi = Nilai varian ke i
X = Nilai rata-rata varian
n = Jumlah data
S = Deviasi standar
3. Pengukuran Kurtosis (CK)
CK = Koefisien Kurtosis
Xi = Nilai varian ke i
X = Nilai rata-rata varian
n = Jumlah data
S = Deviasi standar
CV = Koefisien variasi
ELVIRA ASTRIANA SARI
21080111130053
II-11
dua yaitu distribusi diskrit dan distribusi kontinyu. Yang diskrit adalah binomial dan
poisson, sedangkan yang kontinyu adalah Normal, Log Normal, Gama, Beta, Pearson
dan Gumbel.
Untuk memilih jenis sebaran, ada beberapa macam distribusi yang sering
dipakai yaitu :
1. Distribusi Normal
Dalam analisis hidrologi distribusi normal sering digunakan untuk
menganalisis frekuensi curah hujan, analisis statistik dari distribusi curah hujan
tahunan, debit rata-rata tahunan. Distribusi tipe normal, mempunyai koefisien
kemencengan (Coefisien of \ skewness) atau CS = 0
2. Distribusi Log Normal
Distribusi Log Normal, merupakan hasil transformasi dari distribusi
Normal, yaitu dengan mengubah varian X menjadi nilai logaritmik varian X.
Distribusi ini dapat diperoleh juga dari distribusi Log Person Tipe III, apabila nilai
koefisien kemencengan CS = 0 . Distribusi tipe Log Normal, mempunyai koefisien
kemencengan (Coefisien of skewness) atau CS. Besarnya CS = 3 CV + CV2
3. Distribusi Gumbel I
Distribusi Tipe I Gumbel atau Distribusi Ekstrim Tipe I digunakan untuk
analisis data maksimum, misalnya untuk analisis frekuensi banjir. Distribusi Tipe I
Gumbel, mempunyai koefisien kemencengan (Coefisien of skewness) atau CS =
1,1396.
4. Distribusi Log Person Tipe III
ELVIRA ASTRIANA SARI
21080111130053
II-12
2.3.5
hujan harian maksimum dalam periode ulang tertentu yang nantinya digunakan untuk
perhitungan debit banjir rencana.
Metode yang umum digunakan untuk perhitungan curah hujan rencana ini
adalah metode gumbel, metode normal, metode log normal dan metode log pearson
tipe III.
1. Metode Gumbel
II-13
Dimana:
Yn : Harga rata-rata reduced mean (Tabel 2.3).
Sn : Reduced Standard Deviation (Tabel 2.4).
Yt : Reduced variate (Tabel 2.5).
Xt : Hujan dalam periode ulang tahun.
Xr : Curah hujan rata-rata (mm).
Sx : Standar deviasi.
N : Banyaknya data.
(Sumber : Dr. Ir. Suripin, M. Eng. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan hal 51 )
Tabel 2.3
Reduced Mean (Yn)
Tabel 2.4
II-14
2. Metode Normal
Dimana :
XT : Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang
T-tahun.
S : Deviasi standar nilai variat.
X : Curah hujan rata-rata.
Kt : Faktor frekuensi (variabel reduksi Gauss), yang besarnya
diberikan pada Tabel 2.6.
Tabel 2.6
II-15
II-16
log
normal
dua
parameter
mempunyai
persamaan
transformasi :
Log X =
Keterangan :
Log X
II-17
Keterangan :
P(X) = fungsi densitas peluang log normal variat X
X
= 3,14159
= 2,71828
II-18
dimana :
II-19
keterangan :
CV = koefesien variasi dari kejadian
CVt = koefesien variasi dari
Untuk menghitung
2.3.6
Plotting Data
Sebelum dilakukan penggambaran, data harus diurutkan dahulu, dari kecil ke
besar. Penggambaran posisi (plotting positions) yang dipakai adalah cara yang
dikembangkan oleh Weinbull dan Gumbel, yaitu :
Dimana :
P (Xm) : data sesudah dirangking dari kecil ke besar
II-20
Uji Keselarasan
Untuk menentukan pola distribusi data curah hujan rata-rata yang paling sesuai
dari beberapa metode distribusi statistik yang telah dilakukan maka dilakukan uji
keselarasan.
Pada tes ini biasanya yang diamati adalah hasil perhitungan yang diharapkan.
1. Uji Keselarasan Chi Square
Uji keselarasan chi square menggunakan rumus :
Dimana :
X2 : Harga chi square terhitung.
Oi : Jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok ke-1.
Ei : Jumlah nilai teoritis pada sub kelompok ke-1.
N : Jumlah data.
Suatu distrisbusi dikatakan selaras jika nilai X2 hitung < dari X2 kritis. Dari
hasil pengamatan yang didapat dicari penyimpangannya dengan chi square kritis
paling kecil. Untuk suatu nilai nyata tertentu (level of significant) yang sering diambil
adalah 5 %. Derajat kebebasan ini secara umum dihitung dengan rumus sebagai
berikut :
II-21
Tabel 2.8
II-22
II-23
Dimana :
ELVIRA ASTRIANA SARI
21080111130053
II-24
3.
Dimana :
I : Intensitas curah hujan (mm/jam).
t : Waktu (durasi) curah hujan (menit).
a,b : Konstanta yang tergantung pada lam curah hujan di
daerah aliran.
Intensitas curah hujan yang dipakai adalah rumus Talbot karena
berdasarkan hasil perhitungan intensitas curah hujan, rumus Talbot yang paling
mendekati hasil pengukuran intensitas curah hujan sesungguhnya.
2.3.9
II-25
Analisa Hidrolika
Hidrolika adalah ilmu yang mempelajari tentang sifat-sifat zat cair. Analisis
hidrolika dimaksudkan untuk mengetahui kapasitas alur sungai dan saluran pada
kondisi sekarang terhadap banjir rencana, yang selanjutnya digunakan untuk
mendesain alur sungai dan saluran.
2.4.1
antara sungai utama dengan saluran drainase berfungsi sebagai pengatur aliran air
untuk pembuang (drainage), penyadap dan pengatur lalu-lintas air. Ditinjau dari
konstruksinya, secara garis besarnya pintu air dapat dibedakan dalam dua tipe yaitu
pintu air tipe saluran terbuka atau disebut pintu air saluran (gate) dan pintu air tipe
saluran tertutup atau disebut pintu air saluran terowongan (sluice). Pintu air saluran
pada umumnya dibangun pada sistem saluran air yang besar-besar, sedangkan pintu air
terowongan dibangun pada sistem saluran air yang relatif kecil. Fungsi pintu air adalah
mengatur aliran air untuk pembuang, penyadap dan pengatur lalu-lintas air. Sebagai
pembuang yang dibangun di muara sistem drainase biasanya senantiasa dalam
keadaan terbuka dan penutupnya dilakukan manakala elevasi muka air di dalam sungai
induk lebih tinggi dari elevasi air yang terdapat didalam saluran drainase.
Dengan demikian, dapat dicegah masuknya sungai ke dataran yang dilindungi.
Sedangkan pintu air sebagai penyadap untuk mengatur besarnya debit air yang
dialirkan ke dalam sistem saluran air yang dibelakanginya, sehingga daun pintunya
senantiasa diatur disesuaikan debit yang diinginkan. Selain itu bangunan pintu air
harus dapat pula berfungsi sebagai tanggul banjir, karenanya bidang kontak antara
bangunan pintu air yang terdiri dari beton dan tubuh tanggul yang terdiri dari urugan
tanah haruslah benar-benar rapar air, agar tidak terjadikebocoran melalui kontak
tersebut yang dapat menjebolkan tanggul disekitar bangunan pintu tersebut
(Sosrodarsono dan Takeda, 1985).
ELVIRA ASTRIANA SARI
21080111130053
II-26
2.4.3
II-27
Dimana :
Qp : Debit banjir rencana (m3/detik).
W : air * h * A
H : Tinggi permukaan air dari dari dasar saluran.
A : Luas daerah pelayanan.
II-28
Gambar 2.1
II-29
Gambar 2.2
2.4.4
Kolam Penampungan
II-30
Dimana :
Dp : Daya pompa
Hp : Hs + hf
Q : Debit air
w : Berat jenis air
: Efisiensi pompa
2.5
DASAR PERENCANAAN
Sistem yang akan direncanakan adalah sistem terpisah. Di dalam perencanaan
sistem penyaluran air hujan ini digunakan beberapa parameter yang merupakan dasar
perencanaan sistem. Dalam menentukan arah jalur saluran air hujan yang
direncanakan terdapat batasan batasan sebagai berikut :
-
Arah pengaliran dalam saluran mengikuti garis ketinggian yang ada sehingga
diharapkan
Pemanfaatan sungai/anak sungai sebagai badan air penerima dari outfall yang
direncanakan.
Dalam parameter tersebut ditunjukkan adanya faktor pembatas yaitu kondisi
geografi setempat. Dari kondisi ini dikembangkan suatu sistem dengan berbagai
alternatif dengan mempertimbangkan segi teknis dan ekonomisnya.
2.5.1
II-31
2.
3.
2.5.2
blok
daerah
pengaliran
ini
berdasarkan
atas
beberapa
pertimbangan, dengan melihat peta dan kemudian menganalisanya. Hal-hal yang perlu
dipertimbangkan antara lain :
a. Topografi daerah
II-32
efektif, sebab pemasukan air hujan akan lebih cepat dibandingkan bila
II-33
Tabel 2.9
Koefisien Pengaliran Berdasarkan Jenis Permukaan dan Tata Guna Tanah
II-34
Perumputan
-
0,10 0,15
Tanah pasir, slope 2
7%
2
0,50 0,70
Business
3
0,15 - 0,20
Pusat kota
Daerah pinggiran
0,50 0,60
0,60 0,80
Perumahan
/ Ha
4
Kepadatan 20 60
rumah / Ha
Kepadatan 60 160
0,50 0,80
rumah /Ha
0,60 0,90
Daerah Industri
0,45 0,55
Industri Ringan
0,20 0,30
Industri Berat
0,10 0,50
Daerah Pertanian
0,20 0,35
II-35
Daerah Perkebunan
Tanah Kuburan
0,70 - 0,95
Tempat Bermain
0,80 0,95
Jalan Aspal
0,70 0,85
Jalan Beton
Jalan Batu
Sumber : Imam Subarkah, Hidrologi Untuk Perencanaan Bangunan Air,1998
2. Bentuk bentuk saluran
Bentuk bentuk untuk saluran drainase tidak terlampau jauh berbeda dengan
saluran air untuk irigasi pada umumnya. Dalam perancangan dimensi saluran harus
diusahakan dapat memperoleh dimensi penampang yang ekonomis.
Bentuk saluran drainase terdiri dari :
a. Bentuk trapesium
Pada umumnya saluran ini dari tanah, tetapi dimungkinkan juga dari pasangan
batu kali. Saluran ini membutuhkan ruang yang cukup.
b. Bentuk segi empat
Saluran ini tidak banyak membutuhkan ruang. Sebagai konsekuensi saluran ini
harus dari pasangan atau beton.
c. Bentuk lingkaran, parabola, dan bulat telur
Saluran ini berupa saluran dari pasangan atau kombinasi pasangan dan pipa
beton. Dengan bentuk dasar saluran yang bulat memudahkan pengangkutan bahan
endapan/limbah.
ELVIRA ASTRIANA SARI
21080111130053
II-36
II-37
- saluran tersier
- saluran sekunder
- saluran primer
II-38
II-39
II-40
1.
amati sebelum aliran tersebut masuk ke dalam saluran atau badan air penerima yang
terdekat. Besarnya pengaliran tergantung pada koefisien pengaliran, koefisien
penampungan, serta keadaan daerah tersebut.
3.
peroleh dari dari hasil perbandingan selisih tinggi antara tempat terjauh (awal aliran)
dengan badan air penerima (akhir aliran), dengan panjang/jarak aliran tersebut dari
awal hingga ke badan air penerima.
II-41
4.
Time of Drain
Adalah waktu yang dibutuhkan air untuk mengalir selama berada di dalam
Time of Concentration
Adalah waktu yang dibutuhkan air hujan untuk mengalir mulai dari awal
pengalirannya sampai pada titik pengamatan yang kita tentukan. Perumusannya adalah
sebagai berikut :
tc = to + td
Lama dari waktu konsentrasi ini tergantung pada kondisi daerah aliran,
terutama jarak pengaliran dan kemiringan daerah pengaliran, dan koefisien
pengaliranya.
Besarnya time of inlet dipengaruhi banyak faktor, antara lain :
a. Kekasaran tanah, makin kasar permukaan tanah maka aliran makin kecil
sehingga time of inlet makin besar
II-42
saluran (%)
Kurang dari 1
0,40
12
0,60
24
0,90
4-6
1,20
6 10
1,50
10 15
2,40
Rumus Kirpich
II-43
to = 0.0195
Lo
S
Sedangkan untuk tc dan td, maka yang diganti adalah koefisien Lo, seperti yang
telah dijelaskan di atas.
7.
Koefisien Penampungan
Merupakan efek penampungan dari suatu aliran terhadap banjir puncak
(maksimum), dimana koefisien ini akan semakin besar kalau daerah alirannya semakin
luas. Efek penampungan terhadap banjir maksimum diperhitungkan sebagai koefisien
penampungan (Cs = Coefficient of Storage), dengan rumus :
Cs =
2tc g
2tc + td
dimana :
Cs = koefisien penampungan
tc = waktu konsentrasi
td = waktu mengalir dalam saluran
8.
Koefisien Pengaliran
Besar suatu pengaliran dapat kita nyatakan dalam ukuran tinggi, dan kita sebut
sebagai tinggi aliran. Kalau ukuran besarnya hujan (dalam mm) untuk luas daerah
yang sama, kita sebut tinggi hujan, maka perbandingan antara tinggi aliran dengan
ELVIRA ASTRIANA SARI
21080111130053
II-44
Intensitas Hujan
Penentuan intensitas hujan untuk perencanaan saluran mempertimbangkan :
a.
b.
Waktu konsentrasi
Untuk keperluan perencanaan, digunakan intensitas hujan yang memiliki
PERANCANGAN SALURAN
Sebelum merencanakan dimensi saluran, langkah pertama yang harus diketahui
adalah berapa debit rencananya. Untuk menghitung debit rencana perlu diketahui
berapa luas daerah yang harus dikeringkan oleh saluran tersebut. Perhitungan besar air
II-45
II-46
II-47
b : h
0,0 0,5
1,0
0,5 1,0
1,5
1,0 1,5
2,0
1,5 3,0
2,5
3,0 4,5
3,0
4,5 6,0
3,5
6,0 7,5
4,0
7,5 9,0
4,5
9,0 11,0
5,0
Sumber : Imam Subarkah, Hidrologi untuk Perencanaan Bangunan Air, Bandung, 1980
2. Penampang Saluran Trapesium
2
= b + 2h 1 m
= A/P
II-48
Kemiringan Dinding
Batuan cadas
Mendekati vertikal
Tanah Lumpur
0,25 : 1
(0,5 1) : 1
beton
Tanah dengan pasangan batu atau tanah
dengan saluran besar
1:1
1,5 : 1
2:1
3:1
2.8
PERANCANGAN BANGUNAN
Dalam perancangan drainase , diperlukan bermacam macam bangunan yang
berfungsi sebagai sarana untuk :
1.
II-49
3.
4.
Inlet tegak
Ditempatkan pada jarak jarak tertentu di sepanjang tepi jalan (KERB) atau
Inlet datar
Ditempatkan di pertigaan jalan, dimana pada arah melintang jalan terdapat
saluran
3.
Grill
Ditempatkan pada perempatan jalan, dimana di bawahnya terdapat saluran,
yang berfungsi menerima air yang melewatinya. Berada pada tempat yang terendah
dari jalan yang menurun.
4.
Manhole
Bangunan ini diletakkan pada jarak jarak tertentu di sepanjang trotoar,
Gorong - gorong
Bangunan ini dibuat untuk menghubungkan saluran di kaki bukit melintang
jalan di bawahnya dan berakhir di sisi bawah dari bangunan penahan tanah yang
mendukung struktur jalan tersebut.
Perhitungan dimensi gorong gorong :
II-50
Keterangan :
Q
Tabel 2.14
Koefisien Debit
Tinggi dasar dibangun
dasar saluran
Sisi
Ambang
Sisi
Segi
0,8
Segi empat
Segi empat
0,72
0,9
Bulat
Segi empat
0,76
Bulat
Bulat
0,85
empat
Bulat
= 0,8
II-51
Jembatan
Bangunan ini dimaksudkan untuk mendukung pipa (saluran air/minyak) atau
Bangunan Terjun
Bangunan ini diperlukan bila penempatan saluran terpaksa harus melewati
Ground Sill
Bangunan ini ditempatkan melintang saluran pada jarak jarak tertentu
sehingga dapat berfungsi sebagai pengaman terhadap bahaya degradasi terhadap dasar
saluran.
9.
Pintu Air
Bangunan pintu air dapat berupa manual maupun otomatis, berfungsi sebagai
II-52