Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN KASUS

I.

IDENTITAS
Nama
Umur
Jenis kelamin
Agama
Pekerjaan
Alamat
Tanggal masuk RS
Ruang rawat

II.

: Ny. A
: 65 tahun
: Perempuan
: Islam
: Ibu Rumah Tangga
: ciceuri , Sukamandi, Sagalaherang.
: 27 Oktober 2014
: Dahlia

ANAMNESIS
(Autoanamnesis dan Alloanamnesis tanggal 28 Oktober 2014)
Keluhan utama
Keluhan Tambahan

: terdapat luka bernanah dan penonjolan tulang pada


tungkai kiri.
: nyeri pada tungkai kiri serta sulit digerakan.

Riwayat penyakit sekarang :


Pasien datang ke RSUD subang dengan keluhan terdapat luka yang bernanah dan
tercium bau pada tungkai kiri keluhan ini disertai dengan rasa nyeri dan tungkai kiri sulit
untuk digerakan. Pasien jatuh ke jurang saat naik motor bersama cucunya pada tanggal 11
November 2014. Menurut pasien, pada saat sebelum terjatuh ke jurang tungkai kiri pasien
tertimpa motor dan pada saat jatuh ke jurang tungkai kiri pasien membentur pohon dan pada
saat terjatuh menahan tubuhnya dengan tungkai kiri. Sesaat sesudahnya pasien mengaku
tungkai kirinya menjadi sulit digerakan. Terlihat luka berdarah dan penonjolan tulang pada
tungkai kirinya. Sesaat setelahnya pasien marasakan nyeri pada tungkai kirinya.
Setelah kejadian tersebut pasien dibawa ke IGD jalan cagak dan mendapatkan
pertolongan pertama berupa immobilisasi dan perawatan luka serta telah dirujuk ke Bandung,
namun di Bandung ruangan telah penuh akhirnya keluarga pasien membawa pasien pulang
kembali, keluarga pasien hanya membersihkan luka dengan air hangat setiap hari namun
karena bertambah buruk maka pasien baru dibawa ke RSUD Subang. Pasien tidak mengalami
penurunan kesadaran saat kejadian, tidak ada riwayat muntah serta keluar darah dari hidung
dan dari telinga. Tidak ada riwayat pengobatan di bengkel tulang.

Riwayat penyakit dahulu

Pasien tidak pernah mengalami patah tulang sebelumnya


Riwayat penyakit hipertensi disangkal
Riwayat penyakit gula disangkal

Riwayat penyakit keluarga

Tidak ada dalam keluarga yang menderita keluhan seperti ini

III.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
Kesadaran
Vital sign : TD
Nadi
RR
Suhu

:
:
:
:
:
:

Tampak sakit sedang


Compos mentis
110/80 mmHg
84 x/menit
20 x/ menit
36,1 C

Status generalis
Kepala : Normocephal
Mata
: Conjunctiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupi bulat isokor,
refleks pupil +/+ normal
Leher : Trakea ditengah, pembesaran KGB (-)
Thoraks :
Cor
: Inspeksi
: Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi
: Ictus cordis teraba pada sela iga 5 linea mid clavicula
sinistra
Perkusi
: Batas jantung normal
Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Inspeksi

: Pergerakan hemitoraks dalam keadaan statis dan


dinamis simetris kanan dan kiri
Palpasi
: Fremitus vocal dan taktil hemitoraks kanan dan kiri
simetris, tidak teraba massa dan tidak ada nyeri tekan
Perkusi
: Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-

Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Ekstremitas atas
Ekstremitas bawah

:
:
:
:

Tampak datar simetris


Supel , NT/NL -/- ; hepar dan lien tidak teraba besar
Tympani pada seluruh kuadran abdomen
Bising usus (+ ) normal

: Akral hangat, edema -/-, sianosis -/- , terdapat


hematom pada antebrachii
: Pembahasan pada status lokalis

Status lokalis :
a/r cruris sinistra
Look

: terdapat skin loss 15 cm dan luka terbuka disertai penonjolan


tulang pada 1/3 proximal. Terdapat jaringan nekrotik pada luka,
pus (+), edema (+) , terdapat deformitas berupa shortening 2
cm.

Feel

: Arteri radialis teraba, Nyeri tekan (+), krepitasi (+), sensibilitas


buruk , teraba hangat.
Move
:
Gerak aktif : terbatas
Gerak pasif : terbatas
Terdapat nyeri gerak

Fleksi
Ekstensi

IV.

: terbatas
: terbatas

Diagnosis Klinis
Fraktur tibia sinistra 1/3 distal terbuka grade IIIB
Suspect fraktur fibula sinistra segmented

V.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Foto cruris sinistra (AP, lateral)

Kesan :
Fraktur tibia sinistra 1/3 distal dislocation ad axin terbuka grade IIIB
Fraktur fibula sinistra segmented dislocatio ad longitudinam cum contractionum

VI.

DIAGNOSIS KERJA

Fraktur tibia sinistra 1/3 distal dislocation ad axin terbuka grade IIIB
Fraktur fibula sinistra segmented dislocatio ad longitudinam
contractionum

cum

VII. Rencana Pemeriksaan

Foto Rontgen ulang Regio cruris sinistra AP/Lateral


Pemeriksaan Darah rutin
Persiapan op : Ro thorak, EKG

VIII. PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa
Fisioterapi
Istirahat
3

Pemasangan bidai melewati 2 sendi.


Edukasi kepada pasien beserta keluarganya tentang penyakit yang
diderita pasien.

Medikamentosa
Analgesik : Meloxicam tab 15 mg 2x1/hari
Antibiotic : cefixim inj 2 x 1 gr/hari
Ranitidin 150 mg 2x1/ hari
Operatif
Debridement
Reposisi terbuka dan fiksasi eksterna : OREF

IX.

PROGNOSIS
Quo ad vitam
: ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam

TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Trauma yang menyebabkan
fraktur dapat berupa trauma langsung, tekanan langsung pada tulang dan terjadi
fraktur pada daerah tekanan, dan trauma tidak langsung, trauma dihantarkan ke daerah
yang lebih jauh dari daerah fraktur. Akibat trauna bergantung pada jenis trauma,
kekuatan, arahnya dan umur penderita.

2. KLASIFIKASI FRAKTUR
Klasifikasi fraktur dibagi menjadi:
1.

2.

Menurut ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia luar.

Fraktur tertutup Fraktur yang tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar.

Fraktur terbuka Fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui
luka pada kulit dan jaringan lunak.

Menurut etiologis

Fraktur traumatik Terjadi karena trauma yang tiba-tiba.

Fraktur patologis Terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan


patologis pada tulang maupun di luar tulang, misalnya tumor, infeksi atau
osteoporosis.

Fraktur stresTerjadi karena beban lama atau trauma ringan yang terus-menerus
pada suatu tempat tertentu, misalnya fraktur pada tulang tibia atau metatarsal
pada tentara atau olehragawan yang sering berlari atau baris-berbaris.

3. Menurut komplit tidaknya garis fraktur

Fraktur komplitApabila garis patah yang melalui seluruh penampang tulang


atau

melalui kedua korteks tulang.

Fraktur tidak komplit

Apabila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang, seperti:

Hairline fracture

Greenstick fracture

Buckle fracture

Menurut garis fraktur :

Transversal

Oblik

Spiral

Kominutif

Kupu-kupu

Segmental

Depresi

Menurut bergeser atau tidak bergesernya fragmen-fragmen fraktur

Fraktur undisplaced:
Garis patah komplit tetapi kedua fragmen tidak bergeser.

Fraktur displaced:
Terjadi pergeseran fragmen-fragmen fraktur.
FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA

Anatomi regio cruris

1. Frekuensi
Fraktur tibia merupakan fraktur yang paling sering dari semua fraktur tulang
panjang. Kejadian tahunan fraktur terbuka tulang panjang diperkirakan 11,5 per
100.000 orang, dengan 40% terjadi di ekstremitas inferior. Fraktur di ekstremitas
inferior paling banyak adalah fraktur yang terjadi pada diafisis tibia.
Periosteum yang melapisi tibia agak tipis terutama pada daerah depan yang
hanya dilapisi kulit sehingga tulang ini mudah patah dan biasanya fragmen frakturnya
bergeser karena berada langsung dibawah kulit sehingga sering juga ditemukan
fraktur terbuka.
2. Mekanisme Injuri
ada dua mekanisme injuri pada fraktur tibia dan fibula :

Indirect injury
Biasanya karena low energy, fraktur berbentuk spiral atau oblique. Salah satu
fragmen tulang akibat pecahan dapat beresiko menusuk kulit dari dalam.

Direct injury
Biasanya terjadi karena trauma yang hebat. Terjadi pada kecelakaan lalu lintas
terutama kendaraan bermotor.

3. Gambaran klinis
Pada gambaran klinis anggota gerak harus sangat diperhatikan terutama tanda
tanda kerusakan pada soft tissue seperti : edema, bekas benturan, memar, luka yang
terbuka, aliran darah, sensibilitas jaringan sekitar . Pembengkakan sering menekan
pembuluh darah maka dapat terjadi sindrom komparteme dengan gangguan
vaskularisasi pada tungkai.
4. Mortalitas dan Morbiditas
Ancaman kehilangan anggota gerak bawah dapat terjadi sebagai akibat dari
trauma jaringan lunak berat, gangguan neurovaskular, cedera arteri popliteal, sindrom
kompartemen, atau infeksi seperti gangren atau osteomyelitis. Cedera arteri popliteal
adalah cedera serius yang mengancam ekstremitas bawah dan biasanya sering
terabaikan.
Nervus perineus communis menyilang di samping collum dari fibula. Saraf ini
rentan terhadap cedera dari patah collum fibula, tekanan splint, atau selama perbaikan
bedah. Hal ini dapat mengakibatkan drop foot dan kelainan sensibilitas.
Delayed union, nonunion, dan arthritis dapat terjadi. Di antara tulang panjang, tibia
adalah yang paling umum dari fraktur nonunion.
5. Diagnosis
- Anamnesis
Mekanisme trauma dan kejadian yang menyertainya meliputi waktu
terjadinya, jenisnya, berat ringan trauma, arah trauma dan posisi pasien atau
ekstremitas yang bersangkutan. Riwayat trauma atau patah tulang sebelumnya,
riwayat penyakit tulang, osteoporosis atau penyakit penyebab osteoporosis
sebelumnya. Penderita biasanya datang karena adanya nyeri, pembengkakan,
gangguan fungsi anggota gerak, deformitas, kelainan gerak dan krepitasi.
- Pemeriksaan Fisik Lokalis:
Ditemukan tanda-tanda klinis patah tulang Inspeksi:
Ekspresi wajah karena kesakitan
Deformitas yang berupa pembengkokan, terputar, pemendekan
Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak
Gerak-gerak yang abnormal
Keadaan vaskularisasi Palpasi:
Krepitasi, terasa bila fraktur digerakkan. Pemeriksaan ini sebaiknya tidak
dilakukan karena dapat menambah trauma
Temperatur
Nyeri tekan dan nyeri sumbu
Palpasi arteri di sebelah distal fraktur
Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah
Sensibilitas Pergerakan:
9

Fungsiolaesa. Seberapa jauh gangguan fungsi, gerak yang tidak mampu


dilakukan, ruang lingkup gerak sendi (ROM).

- Pemeriksaan penunjang
Dilakukan pemeriksaan radiologis dengan foto Roentgen.
6. Penatalaksanaan
Jika tibia dan fibula fraktur yang diperhatikan adalah reposisi tibia. Angulasi
dan rotasi yang paling ringan sekalipun dapat mudah terlihat dan dikoreksi.
Pemendekan kurang 2cm tidak akan jadi masalah karena akan dikompensasi pada
waktu pasien sudah mulai berjalan. Sekalipun demikian pemendekan sebaiknya
dihindari.
Fraktur tibia dan fibula dengan garis fraktur transversal atau oblik yang stabil,
cukup diimobilisasi dengan gips dan jari kaki sampai puncak paha dengan lutut posisi
fisiologis yaitu fleksi ringan, untuk mngatasi rotasi pada daerah fragmen. Setelah
dipasang, harus ditunggu sampai gips menjadi kering betul yang biasanya
membutuhkan waktu 2 hari. Saat itu gips tidak boleh dibebani. Penyambungan fraktur
diafisis biasanya terjadi antara 3-4 bulan. Angulasi dalam gips biasanya dapat
dikoreksi dengan membentuk insisi baji pada gips. Pada fraktur yang tidak dislokasi
diinstruksikan untuk menopang berat badan dan berjalan. Makin cepat fraktur
dibebani maka makin cepat penyembuhan. Gips tidak boleh dibuka sebelum penderita
dapat jalan tanpa nyeri.
Garis fraktur yang oblik dan membentuk spiral merupakan fraktur yang tidak
stabil karena cenderung membengkok dan memendek sesudah reposisi. Oleh karena
itu diperlukan tindakan reposisi terbuka dan penggunaan fiksasi interna atau eksterna.
Fraktur dengan dislokasi fragmen dan tidak stabil membutuhkan traksi kalkaneus
terus menerus. Setelah terbentuk kalus fibrosis, dipasang gips sepanjang tungkai dan
jari hingga paha. Metode terapi alternatif lain pada fraktur shaft tibia tertutup adalah
dengan intramedullary nailing dan bagian teratas tibia.
Fraktur biasanya merupakan akibat dari suatu trauma. Oleh karena
itu penting untuk memeriksa jalan nafas (airway), pernafasan
(breathing), dan sirkulasi (circulation). Bila tidak didapatkan permasalahan lagi
baru lakukan anamnesis dan pemariksaan fisik yang lengkap.
Penatalaksanaan fraktur:

Terapi konservatif:
o Proteksi saja, missal mitela untuk fraktur collum chirurgicum humeri
dengan kedudukan baik
o Imobilisasi saja tanpa reposisi, misal pemasangan gibs pada fraktur
incomplete dan fraktur dengan kedudukan baik
o Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gibs, misalnya pada fraktur
suprakondiler, fraktur Smith, fraktur Colles. Reposisi dapat
menggunakan anestesi lokal atau umum.
Terapi operatif:
o Reposisi terbuka, fiksasi interna
o Reposisi tertutup dengan control radiologist diikuti fiksasi eksterna.

10

o Pada fraktur tertutup diusahakan untuk melakukan reposisi tertutup.


Sedang untuk fraktur terbuka harus dilakukan secepat mungkin,
penundaan waktu dapat mengakibatkan komplikasi infeksi.
7. Komplikasi

Early complication
o Cedera vascular
Fraktur proksimal tulang tibia dapat merusak arteri popliteal. Maka
perlu penanganan emergensi berupa eksplorasi dan perbaikan. Jika
terjadi kerusakan satu dari dua pembuluh darah pada tibia maka akan
menyebabkan iskemik.
o Compartement syndrome
Pada fraktur tibia baik tertutup maupun terbuka dapat menimbulkan
compartement syndrome karena edema dan pendarahan dapat
menyebabkan pembengkakan otot yang dapat menyebabkan iskemia.
Sangat beresiko pada fraktur tibia bagian proksimal, penanganan yang
telat, dan fraktur terbuka grade IIIC.
o Infeksi
Beresiko pada fraktur terbuka, maka harus segera dilakukan
debridement sebelum lukanya menutup.
Late complication
o Malunion
o Delayed union
o Non union
o Joint stiffness
o Osteoporosis
o Regional complex pain syndrome

8. Fraktur Terbuka
Klasifikasi menurut Gustilo, Merkow, dan Templeman (1990):
I. Luka kecil kurang dari 1 cm panjangnya, biasanya karena luka tusukan dari
fragmen tulang yang menembus keluar kulit. Terdapat sedikit kerusakan jaringan dan
tidak terdapat tanda-tanda trauma yang hebat pada jaringan lunak
Fraktur yang terjadi biasanya bersifat simpel, transversal, oblik pendek, atau sedikit
kominutif.
II. Laserasi kulit melebihi 1 cm panjangnya tetapi tidak ada kerusakan jaringan yang
hebat atau avulsi kulit. Terdapat kerusakan yang sedang dari jaringan dengan sedikit
kontaminasi dari fraktur.
III. Terdapat kerusakan yang hebat dari jaringan lunak termasuk otot, kulit, dan
struktur neurovaskuler dengan kontaminasi yang hebat. Tipe ini biasanya disebabkan
oleh karena trauma dengan kecepatan tinggi. Tipe III dibagi lagi dalam tiga subtipe:
Tipe III a, jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah walaupun terdapat
laserasi yang hebat ataupun adanya flap. Fraktur bersifat segmental atau
kominutif yang hebat.

11

Tipe III b, fraktur disertai dengan trauma hebat dengan kerusakan dan kehilangan
jaringan, terdapat pendorongan (stripping) periost, tulang terbuka, kontaminasi
yang hebat serta fraktur kominutif yang hebat.
Tipe III c, fraktur terbuka yang disertai dengan kerusakan arteri yang memerlukan
perbaikan tanpa memeperhatikan tingkat kerusakan jaringan lunak.

Penanggulangan Fraktur Terbuka


Beberapa prinsip dasar pengelolaan fraktur terbuka:
1. Obati fraktur terbuka sebagai suatu kegawatan
2. Adakan evaluasi awal dan diagnosis adanya kelainan yang dapat menyebabkan
kematian
3. Berikan antibiotik dalam ruang gawat darurat, di kamar operasi dan setelah operasi
4. Segera dilakukan debridemen dan irigasi yang baik
5. Ulangi debridemen 24-72 jam berikutnya
6. Stabilisasi fraktur
7. Biarkan luka terbuka antara 5-7 hari
8. Lakukan bone graft
9. Rehabilitasi anggota gerak yang terkena
Tahap-tahap pengobatan fraktur terbuka :
1. Pembersihan luka
Pembersihan luka dilakukan dengan cara irigasi dengan cairan NaCl
fisiologis secara mekanis untuk mengeluarkan benda asing yang melekat.
2. Eksisi jaringan yang mati dan tersangka mati (debridemen)
Semua jaringan yang kehilangan vaskularisasinya merupakan daerah tempat
pembenihan bakteri sehingga diperlukan eksisi secara operasi pada kulit,
jaringan subkutaneus, lemak, fasia, otot dan fragmen-fragmen yang lepas.
3. Pengobatan fraktur itu sendiri
Fraktur dengan luka yang hebat memerlukan suatu traksi skeletal atau
reduksi terbuka dengan fiksasi eksterna tulang. Fraktur grade II dan III

12

sebaiknya difiksasi dengan fiksasi eksterna.

Reduksi terbuka
Tindakan operasi harus diputuskan dengan cermat dan dilakukan oleh ahli
bedah yang berpengalaman dalam ruangan yang aseptik. Operasi harus dilakukan
secepatnya (dalam satu minggu). Alat-alat yang digunakan dalam operasi yaitu kawat
bedah, kawat Kirschner, screw, screw and plate, pin Kuntscher intrameduler, pin
Rush, pin Steinmann, pin Trephine, plate and screw Smith Peterson, pin plate
teleskopik, pin Jewett, dan protesis.
Selain alat-alat metal, tulang yang mati ataupun hidup dapat pula
menggunakan bone graft baik autograft/alograft, untuk mengisi defek tulang atau
pada fraktur nonunion. Operasi dilakukan dengan cara membuka daerah fraktur dan
fragmen direduksi secara akurat dengan penglihatan langsung.
Prinsip operasi teknik AO berupa reduksi akurat, reduksi rigid, dan mobilisasi
dini yang akan memberikan hasil fungsional yang maksimal.
a. Reduksi terbuka dengan fiksasi interna
Indikasi

Fraktur intra-artikuler misalnya fraktur maleolus, kondilus, olekranon, patela

Reduksi tertutup yang mengalami kegagalan misalnya fraktur radius dan ulna
disertai malposisi yang hebat atau fraktur yang tidak stabil.

Bila terdapat intraposisi jaringan di antara kedua fragmen.

Bila diperlukan fiksasi rigid misalnya pada fraktur leher femur.

Bila terdapat fraktur dislokasi yang tidak dapat direduksi dengan reduksi
tertutup, misalnya fraktur monteggia dan fraktur bennet.

Fraktur terbuka

Bila terdapat kontraindikasi pada mobilisasi eksterna sedangkan diperlukan


mobilisasi yang cepat, misalnya fraktur pada orangtua.

Eksisi fragmen yang kecil

Eksisi fragmen tulang yang kemungkinan mengalami nekrosis avaskular


misalnya fraktur leher femur pada orangtua

Fraktur avulsi misalnya pada kondilus humeri

13

Fraktur epifisis tertentu pada grade III dan IV (Salter-Harris) pada anak-anak

Fraktur multiple misalnya fraktur pada tungkai atas dan bawah

Untuk mempermudah perawatan penderita misalnya fraktur vertebra tulang


belakang yang disertai paraplegia.

b. Reduksi terbuka dengan fiksasi eksterna


Reduksi terbuka dengan alat fiksasi eksterna dengan menggunakan kanselosa
screw dengan metilmetakrilat (akrilik gigi) atau fiksasi eksterna dengan jenisjenis lain.
Indikasi:

Fraktur terbuka grade II dan grade III

Fraktur terbuka disertai hilangnya jaringan atau tulang yang hebat

Fraktur dengan infeksi

Fraktur yang miskin jaringan ikat

Kadang-kadang pada fraktur tungkai bawah penderita diabetes melitus.

4. Penutupan kulit
Apabila fraktur terbuka diobatai dalam waktu periode emas (6-7 jam
mulai dari terjadinya kecelakaan), maka sebaiknya kulit ditutup. Hal ini tidak
dilakukan apabila penutupan membuat kulit sangat tegang. Dapat dilakukan
split thickness skin-graft serta pemasangan drainase isap untuk mencegah
akumulasi darah dan serum pada luka yang dalam. Luka dapat dibiarkan
terbuka setelah beberapa hari tapi tidak lebih dari 10 hari. Kulit dapat ditutup
kembali disebut delayed primary closure. Yang perlu diperhatikan adalah
penutupan kulit tidak dipaksakan sehingga kulit menjadi tegang.

5. Pemberian antibiotic
Pemberian antibiotik bertujuan untuk mencegah infeksi. Antibiotik
diberikan dalam dosis yang adekuat sebelum, pada saat, dan sesudah tindakan
operasi.

14

6. Pencegahan tetanus
Semua penderita dengan fraktur terbuka perlu diberikan pencegahan
tetanus. Pada penderita yang telah mendapat imunisasi aktif cukup dengan
pemberian toksoid tapi bagi yang belum dapat diberikan 250 unit tetanus
imunoglobulin.

7. Peyembuhan fraktur
Ada lima stadium dalam proses penyembuhan fraktur yaitu: stadium
hematoma dan inflamasi, stadium angiogenesis dan pembentukan tulang
rawan (kartilago), stadium kalsifikasi kartilago, stadium pembentukan tulang
dan terakhir stadium remodeling.

Pada fraktur akan terjadi robekan pembuluh darah sehingga terjadi


hematoma. Daerah tersebut banyak terdapat sel-sel aktif dalam pembentukan kalus
(angiogenesis). Pada hematoma segera terjadi infiltrasi vascular sehingga daerah
tersebut diganti dengan jaringan fibrovascular, serabut kolagen masuk dan mendeposit
mineral. Proses kalsifikasi jaringan kartilago sampai terjadi kalus yang menjembatani
fragmen maka diikuti proses remodeling. Namun deformitas rotasi tidak akan terjadi
proses remodeling oleh sebab itu periu tindakan koreksi setiap rotasi yang terjadi pada
fraktur. Proses ini disebut penyambungan fraktur secara sekunder (secondary
healing)
Pada pemasangan fiksasi yang kaku (rigid) maka proses penyambungan
fraktur tersebut adalah primary healing karena terjadi kontak kortek secara langsung,
remodeling haversian langsung dan menghambat pembentukan kalus. Hal ini
disebabkan reduksi anatomi, pemasangan fiksasi yang kaku dan pembuluh darah yang
utuh. Pada x-ray terlihat: peningkatan bayangan osteoporosis pada ujung-ujung
fragmen.

15

16

DAFTAR PUSTAKA

1. Jong WD, Sjamsuhidajat R. Patah Tulang dan Dislokasi. Dalam : Buku Ajar
Ilmu Bedah. EGC. Jakarta, 1997 : 1138.
2. Rasjad Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi. Bintang Lamumpatue :
Ujung pandang,1998 :327.
3. Mark E Baratz, MD. Tibia and Fibula Fracture. Available from
http://emedicine.medscape.com/article/826304-overview.
4. Lung-fung, TSE. Management of Open Fractures. Available at
http://www.aado.org/file/open-fracture-ws_mar09/LFTse.pdf. Accessed on
November, 2nd 2014.
5. Koval Kenneth J., Zuckerman Joseph D. Handbook of Fractures. 3rd Edition.
Lippincott William & Wilkins Press. 2006.

17

Anda mungkin juga menyukai