125020307111035
keluhannya, bila haknya dilanggar. Karena itu konsumen memiliki hak juga untuk
secara positif dididik ke arah itu. Terutama di sekolah dan melalui media masssa,
masyarakat harus dipersiapkan menjadi konsumen yang kritis dan sadar akan haknya.
Sehingga memberikan sumbangan yang berarti kepada mutu kehidupan ekonomi dan
mutu pada umumnya.
2. Tanggung Jawab Bisnis untuk Menyediakan Produk yang Aman
Terhadap suatu produk yang baru dibeli dan dipakai, produsen maupun konsumen
masing-masing mempunyai tanggung jawab. Untuk mendasarkan tanggung jawab
produsen, telah dikemukakan 3 teori yang mengandung nuansa yang berbeda : teori
kontrak, teori perhatian semestinya dan teori biaya sosial.
a. Teori kontrak
Hubungan antara produsen dan konsumen sebaiknya dilihat sebagai semacam kontrak
dan kewajiban produsen terhadap konsumen didasarkan atas kontrak itu. Jika
konsumen membeli sebuah produk, ia seolah-olah mengadakan kontrak dengan
perusahaan yang menjualnya. Perusahaan dengan tahu dan mau menyerahkan produk
dengan ciri-ciri tertentu kepada si pembeli dan si pembeli membayar jumlah uang
yang disetujui.
b. Teori perhatian semestinya
Dalam bahasa Inggris disebut the due care theory. Asal kata perhatian di sini
dipahami sebagai perhatian efektif yang bersedia mengambil tindakan seperlunya.
Kepentingan konsumen dinomorsatukan karena produsen berada dalam posisi yang
lebih kuat dalam menilai produk, ia mempunyai kewajiban menjaga agar si konsumen
tidak mengalami kerugian dari produk yang dibelinya. Motto yang berlaku adalah
caveat venditur (hendaklah si penjual berhati-hati). Pandangan ini memfokuskan
kualitas produk serta tanggung jawab produsen sehingga tekanannya bukan pada segi
hukum saja tetapi pada etika dalam arti luas. Norma dasarnya adalah deontologi
maupun utilitarisme maupun juga teori keadilan sehingga pandangan ini memiliki
basis etika yang teguh.
c. Teori biaya sosial
Produsen bertanggung jawab atas semua kekurangan produk dan setiap kerugian yang
dialami konsumen dalam memakai produk tersebut.
3. Tanggung Jawab Bisnis lainnya terhadap Konsumen
Selain harus menjamin keamanan produk, bisnis mempunyai kewajiban lain lagi terhadap
konsumen. Di sini akan menyoroti tiga kewajiban moral :
a. Kualitas Produk
Konsumen berhak atas produk yang berkualitas, karena ia membayar untuk itu. Dan
bisnis berkewajiban untuk menyampaikan produk yang berkualitas. Salah satu cara
yang biasa ditempuh adalah memberikan garansai. Ada 2 macam garansi : eksplisit
dan implisit.
b. Harga
Harga merupakan buah hasil perhitungan faktor-faktor seperti biaya produksi, biaya
investasi, promosi, pajak, ditambah tentu laba yang wajar. Dalam situasi modern,
harga yang adil terutama merupakan hasil dari peneraan dua prinsip yaitu pengaruh
pasar dan stabilitas harga. Secara khusus menjadi tugas pemerintah untuk mencari
keseimbangan antara harga pasar bebas dan perlunya stabilitas. Yang jelas ialah
nbahwa kompetisi bebas dalam hal ini dengan demikian cukup dibatasi.
c. Pengemasan dan pemberian label
Selain bertujuan melindungi produk dan memungkinkan mempergunakan produk
dengan mudah, kemasan berfungsi juga untuk mempromosikan produk, terutama di
era toko swalayan sekarang. Pengemasan dibuat sedapat mungkin menarik, untuk
meraih lebih banyak pembeli. Selain itu pengemasan dan label memberi informasi
tentang produk. Dalam konteks tuntutan etis adalah bahwa informasi yang disebut
pada kemasan itu benar dan bahwa pengemasan tidak boleh menyesatkan konsumen.
mempengaruhi tingkah laku para konsumen / tema sejenis. Ternyata iklan diharapkan
efekttif sehingga produk / jasa laris di pasaran. Periklanan dapat dibedakan 2 fungsi :
fungsi informatif dan fungsi persuasif.
2. Periklanan dan Kebenaran
Pada umumnya periklanan tidak mempunyai reputasi baik sebagai pelindung atau
pejuang kebenaran. Sebaliknya, kerap kali iklan terkesan suka membohongi,
menyesatkan, dan bahkan menipu publik. Karena itu dalam pembahasan moral ini harus
kita selidiki secara khusus hubungan periklanan dengan kebenaran. Setelah menyelidiki
masalh sekitar periklanan dan kebenaran memang sangat sulit sekali membedakan
dengan jelas antara iklan yang etis / tidak etis. Sulit untuk ditarik garis perbatasan yang
tajam antara melebih-lebihkan dan berbohong. Masalah kebenaran dalam periklanan
tidak bisa dipecahkan dengan cara hitam putih. Banyak tergantung pada situasi konkret
dan kesediaan publik untuk menerimanya / tidak.
3. Manipulasi dan Periklanan
Masalah manipulasi berkaitan dengan segi persuasif dari iklan (tapi tidak terlepas juga
dari segi informatifnya). Dengan manipulasi dimaksudkan mempengaruhi kemauan orang
lain sedemikian rupa sehingga ia menghendaki / menginginkan sesuatu yang sebenarnya
tidak dipilih oleh orang itu sendiri. Karena dimanipulasi, seseorang mengikuti motivasi
yang tidak berasal dari dirinya sendiri tapi ditanamkan dalam dirinya dari luar.
Berikut adalah 2 cara untuk sungguh-sungguh memanipulasi orang dengan periklanan.
Subliminal Advertising yaitu tekhnik periklanan yang sekilas menyampaikan suatu
pesan dengan begitu cepat, sehingga tidak dipersepsikan dengan sadar, tapi tinggal di
bawah ambang kesadaran (karena itu subliminal; dari kata Latin limen=ambang).
keputusan dengan bebas dan sangat sensitif terhadap pengaruh dari luar.
4. Pengontrolan terhadap Iklan
A. Kontrol Oleh Pemerintah
Pemerintah yang harus melndungi masyarakat konsumen terhadap keganasan
periklanan. Di Indonesia iklan tentang makanan dan obat diawasi oleh Direktorat
Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (POM) dari Departemen Kesehatan.
B. Kontrol oleh Pengiklan
Cara paling ampuh untuk menanggulangi masalah etis tentang periklanan adalah
pengaturan diri (self-regulation) oleh dunia periklanan. Biasanya hal itu dilakukan
dengan menyususn sebuah kode etik, sejumlah norma dan pedoman yang disetujui
oleh profesi periklanan itu sendiri, khususnya oleh asosiasi biro-biro periklanan.
C. Kontrol Oleh Masyarakat
Dalam hal ini cara yang terbukti membawa banyak hasil dalam menetralisasi efekefek negatif dari periklanan adalah mendukung dan menggalakan lembaga-lembaga
konsumen, yang sudah lama dikenal di negara-negara maju dan sejak tahun 1970-an
berada juga di Indonesia (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia di Jakarta dan
kemudian
Lembaga
Pembinaan
dan
Perlindungan
Konsumen
di