Anda di halaman 1dari 15

IMPLEMENTASI METODE ENTROPI DAN ELECTRE II

UNTUK MENENTUKAN PRIORITAS PEMBANGUNAN


KEMBALI JEMBATAN YANG RUSAK AKIBAT BENCANA
BANJIR (STUDI KASUS DI KABUPATEN TRENGGALEK)
Arif Junaidi, Prof. Dr. M. Isa Irawan, M.T, Dr. Imam Mukhlash, S.Si, M.T
Program Program Pascasarjana Jurusan Matematika
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Email: rifa_john@yahoo.co.id

ABSTRAK : Metode ELECTRE II secara luas diakui dapat digunakan untuk


menganalisis kebijakan yang melibatkan kriteria kualitatif dan
kuantitatif. Prosedur perangkingan pada metode ELECTRE
didahului dengan terbentuknya suatu graf
berarah sebagai
representasi dari hubungan outranking dengan menetapkan
threshold concordance dan discordance. Salah satu kelemahan
prosedur perangkingan berdasarkan level/prosedur umum yaitu jika
terdapat siklik pada graf yang terbentuk, proses perangkingan
menjadi rumit. Dalam penelitian ini akan dilakukan perangkingan
berdasarkan jumlah dominasi dengan memanfaatkan matrik
transitif klosur yang terbentuk dari representasi hubungan
outranking dalam bentuk matrik adjecency, selanjutnya
dibandingkan
dengan
hasil
perangkingan
berdasarkan
level/prosedur umum. Sedangkan untuk menentukan koefisien
bobot untuk tiap kriteria menggunakan metode entropi.
Perbandingan kedua prosedur dan analisis sensitifitas dilakukan
dengan mengubah beberapa nilai threshold pada studi kasus
penentuan prioritas pembangunan kembali jembatan yang rusak
akibat bencana banjir di kabupaten Trenggalek..
.
Kata kunci : Metode ELECTRE II, Metode Entropi, Prioritas.
I.

PENDAHULUAN
Pada tahun awal tahun 2011 di Kabupaten Trenggalek telah terjadi bencana

banjir yang mengakibatkan kerugian baik material maupun non material. Salah
satu kerugian material yang terjadi adalah kerusakan jembatan dan sampai saat ini
belum diperbaiki sesuai dengan standart kelayakan jembatan. Selain itu,
kerusakan jembatan yang terjadi tidak hanya disatu tempat melainkan diberbagai
daerah. Karena

keterbatasan sumberdaya manusia, waktu, dan dana maka

pemerintah perlu menetapkan prioritas penanganan kerusakan jembatan secara


tepat dengan kriteria yang disepakati oleh pengambil keputusan.

Untuk menetapkan prioritas tersebut pengambil keputusan memerlukan alat


bantu dalam bentuk analisis yang bersifat ilmiah, logis, dan terstruktur/konsisten.
Metode MADM dapat membantu untuk meningkatkan kualitas keputusan dengan
membuat proses pengambilan keputusan lebih eksplisit, rasional dan efisien.
Metode ELECTRE sebagai salah satu metode MADM secara luas diakui
memiliki performa yang tinggi untuk menganalisis kebijakan yang melibatkan
kriteria kualitatif dan kuantitatif. Metode ELECTRE telah berkembang melalui
sejumlah versi (I, II, III, IV, 1S). Metode ELECTRE I didesain untuk pemilihan
sedangkan ELECTRE II digunakan untuk perangkingan. Kedua versi ini
menggunakan tipe kriteria yang simple sedangkan versi yang lain menggunakan
kriteria berupa pseudo.
Prosedur perangkingan pada metode ELECTRE didahului dengan
terbentuknya suatu graf berarah sebagai representasi dari hubungan outranking,
kemudian dilakukan perangkingan berdasarkan graf tersebut dengan prosedur
tertentu. Salah satu perangkingan yang banyak digunakan peneliti berdasarkan
prosedur umum diantaranya terdapat dalam jurnal Ahn, B.S., dkk. (2005), dan
Anand, R.P. dan Nagesh K.D. (1996). Salah satu kelemahan dengan prosedur ini
yaitu jika terdapat siklik pada graf yang terbentuk, proses perangkingan menjadi
lebih rumit (Ciptomulyono U, dkk. 2008)
Dalam paper ini akan dilakukan perangkingan dengan memanfaatkan
hubungan dominasi. Gagasan sederhana dalam perangkingan ini yaitu : berapa
banyak suatu alternatif mendominasi atau didominasi alternatif yang lain. Untuk
mengetahui berapa banyak suatu alternatif mendominasi atau didominasi alternatif
yang lain akan digunakan matrik transitif klosur yang terbentuk dari representasi
hubungan

outranking

perbandingan

akan

dalam

bentuk

dilakukan

juga

matrik

adjecency.

perangkingan

Sebagai

berdasarkan

bahan

prosedur

umum/level.
Pada metode ELECTRE II, untuk membuat hubungan outranking dari tiap
pasang alternatif diperlukan koefisien bobot untuk tiap kriteria. Namun ketika
terdapat beberapa pengambil keputusan, pembobotan kriteria mungkin menjadi
lebih sulit, karena preferensi tiap pengambil keputusan terhadap suatu kriteria

mungkin berbeda-beda. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan digunakan
metode entropi untuk pembobotan kriteria.
Berdasar uraian di atas, akan dilakukan kajian bagaimana implementasi
metode entropi dan metode ELECTRE II dengan prosedur perangkingan
menggunakan hubungan jumlah dominasi. Sebagai studi kasus digunakan untuk
menentukan prioritas pembangunan kembali jembatan yang rusak akibat bencana
banjir yang terjadi di Kabupaten Trenggalek.
II. PEMBAHASAN
2.1. Penelitian Sebelumnya
Chen, C.H. dan Huang, W.C. (2005), dalam jurnal yang berjudul Using
The ELECTRE II Method to Apply and Analyze The Differentiation Theory
menggunakan benmarch Absolute Value of the Maximum of Differentiated
Performance dan Absolute Value of the Sum of Differentiated Performance untuk
menentukan indeks discordance. Normalisasi dilakukan dengan membagi nilai
suatu alternatif dengan jumlah nilai alternatif pada suatu kriteria.
Sementara itu Chatterjee, P., dkk. (2009), dalam jurnal yang berjudul
Selection of materials using compromise ranking and outranking methods,
menggunakan pure concordance indeks dan pure discordance indeks untuk
menentukan perangkingan.
Secara umum, prosedur perangkingan pada metode ELECTRE II terdapat
dalam jurnal Ahn, B.S., dkk. (2005), Prioritization of Association Rules In Data
Mining: Multiple Criteria Decision Approach, dan Anand, R.P. dan Nagesh K.D.
(1996), dalam jurnal Ranking of River Basin Alternatives Using ELECTRE.
2.2. Tinjauan Pustaka
Metode Entropi
Metode pembobotan entropi merupakan metode pengambilan keputusan
yang memberikan sekelompok kriteria, dan menaksir preferensi suatu bobot
menurut penilaian pihak pengambil keputusan.
Adapun langkah-langkah pembobotan dengan menggunakan metode entropi
adalah sebagai berikut:

1. Semua pengambil keputusan harus memberikan nilai yang menunjukkan


kepentingan suatu kriteria tertentu terhadap pengambilan keputusan. Tiap
pengambil keputusan boleh menilai sesuai preferensinya masing-masing.
2. Kurangkan tiap angka tersebut dengan nilai paling ideal, hasil pengurangan
tersebut dinyatakan dengan kij.
3. Bagi tiap nilai (kij) dengan jumlah total nilai dalam semua kriteria

kij

aij =

k ij

untuk m>1

(2.1)

i =1 j =1

dimana

m = jumlah pengambil keputusan


n = jumlah kriteria

4. Menghitung nilai entropy untuk tiap kriteria dengan rumus berikut :

1
x j aij ln (aij )
E j =
ln (m )

(2.2)

5. Menghitung dispersi tiap kriteria dengan rumus berikut :


Dj = 1 E j

(2.3)

6. Karena diasumsikan total bobot adalah 1, maka untuk mendapatkan bobot tiap
kriteria, nilai dispersi harus dinormalisasikan dahulu, sehingga :
Wj =

Dj

(2.4)
j

Salah satu kelebihan dari pendekatan entropi adalah kemampuannya dalam


mengakomodasi nilai bobot yang berasal dari beberapa pembuat keputusan.
Metode ELECTRE II
Langkah-langkah untuk menerapkan metode ELECTRE II secara sederhana
diuraikan sebagai berikut :
Langkah 1: Mendapatkan nilai ternormalisasi untuk semua kriteria.
Metode ELECTRE II dimulai dengan membentuk matrik perbandingan
berpasangan setiap alternatif di setiap kriteria (x ij ) . Kemudian dinormalisasi
kedalam suatu skala yang dapat diperbandingkan (rij ) . Secara umum metode
ELECTRE II menggunakan rumus normalisasi sebagai berikut :

rij =

x ij

dengan i = 1, 2, , m dan j = 1, 2, , n

x
i =1

(2.13)

2
ij

rumus di atas tidak dapat digunakan jika terdapat kriteria biaya pada penilaian
alternatif kecuali jika kriteria biaya telah di ubah kedalam bentuk skala
preferensi/tingkat

kepentingan

sehingga semua kriteria menjadi

kriteria

keuntungan. Rumus normalisasi linear yang memperhatikan kriteria biaya dan


kriteria keuntungan salah satunya sebagai berikut:
xij

xij
Max
i

rij =
Min xij
i
xij

jika j adalah atribut keuntungan (benefit)


(2.14)
jika j adalah atribut biaya (cost)

Langkah 2 : menentukan matriks keputusan berpasangan yang ternormalisasi


terbobot dengan rumus:

v ij = w j rij

(2.15)

dengan w j adalah bobot kepentingan dari kriteria ke-j.


Langkah 3 : Mengembangkan matriks concordance dan discordance.
Menentukan concordance indeks dengan rumus:

c( j, k ) =

W ,

i
g i ( Aj) g i ( Aj)

j, k = 1, 2,, n.

j k

(2.16)

Dan discordance indeks dengan rumus:

jika g i (A j ) g i (A k )
0

max (g i (A k ) g i (A j ))
d ( j, k ) = gi (Ak
)>g i ( Aj)
(2.17)

yang lain, j, k = 1,2,, n j k


max g i (A k ) g i (A j )
i=1,,m

dengan g i (Aj) adalah evaluasi/nilai alternatif j pada krieria i.


Langkah 4 : Dengan menetapkan tiga penurunan level dari nilai threshold
corcondance, P*, Po, P- (0 P - Po P* 1) dan 0 < qo < q*< 1 menyatakan dua

penurunan level dari nilai threshold disconcordance, pengambil keputusan dapat


menentukan hubungan outranking kuat dan outranking lemah.
Hubungan outranking kuat didefinisikan dengan rumus:
c( j , k ) p *

d ( j, k ) q *

dan W + W

(2.18)

d ( j, k ) q 0

dan W + W

(2.19)

Atau
c( j , k ) p o

Sedang hubungan outranking lemah didefinisikan sebagai berikut:


c( j , k ) p

d ( j, k ) q *

dan W + W

(2.20)

Langkah 5 : Mengembangkan sebuah graf yang mewakili hubungan dominasi di


antara alternatif. Dalam graf ini, jika alternatif Aj dominan terhadap
alternatif Ak, maka ada busur yang diarahkan dari Aj ke Ak.
Langkah 6 : Menentukan prioritas alternatif.
Pendekatan ELECTRE II menggunakan dua peringkat terpisah, yang
disebut peringkat maju dan peringkat mundur, untuk mendapatkan peringkat akhir
dari alternatif.
Langkah-langkah pemeringkatan sebagai berikut:
Langkah 1: Identifikasi semua node tidak memiliki preseden (yaitu yang node
yang tidak memiliki busur diarahkan terhadap mereka) pada graf
yang kuat dan menyatakan set ini sebagaimana A.
Langkah 2: Pilih semua node dalam himpunan A tidak memiliki preseden dalam
graf lemah dan menyatakan ini ditetapkan sebagai B. Set node dalam
himpunan B diletakkan peringkat pertama.
Langkah 3: Kurangi graf kuat dan lemah dengan menghilangkan semua node
dalam himpunan B dan semua busur yang berasal dari node tersebut.
Langkah 4: Dari graf yang terbentuk dieliminasi lagi dengan melakukan langkah
1 sampai 3; set node baru diberikan peringkat dua.
Langkah 5: Ini prosedur iterasi dilanjutkan sampai semua node baik dalam graf
kuat dan lemah dieliminasi dalam semua sistem peringkat (Ahn,
B.S., dkk. (2005), dan Anand, R.P. dan Nagesh K.D. (1996)).

Transitif Klosur
Definisi: Bila X adalah suatu himpunan berhingga dan R adalah relasi pada
X. Relasi R + = R1 R 2 R 3 . pada X, disebut transitive closure R pada X.
(Heri S, 2008)
Transitif klosur merupakan suatu matriks yang berisi informasi tentang
keberadaan lintasan antar vertex dalam sebuah graf berarah. Ada beberapa
metode/cara untuk menentukan transitif klosur yaitu:
a. Metode grafik
b. Metode matriks
c. Algoritma Warshall (Endah, 2005)
Algoritma Warshall membentuk transitif klosur dari graf dengan n vertex
melalui sederetan matriks boolean. Salah satu cara untuk mengimplementasikan
algoritma Warshall adalah dengan menerapkan tiga loop. Loop pertama
mengawasi setiap baris; misal didefinisikan sebagai variabel y. Loop kedua/dalam
mengawasi setiap sel di dalam baris; misal didefinisikan sebagai variabel x. Bila
ditemukan 1 pada sel (x,y) maka ada sebuah edge/busur dari y ke x. Loop
ketiga/yang paling dalam misal didefinisikan sebagai variabel z; menguji sel di
dalam kolom y. Bila ditemukan 1 di dalam kolom y pada baris z maka ada sebuah
edge/busur dari z ke y. Dengan adanya edge/busur dari z ke y dan dari y ke x ,
maka ada edge/busur dari z ke x.
III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil wawancara dan diskusi dengan pihak-pihak pengambil
keputusan dalam menentukan prioritas pembangunan kembali/rehabilitasi
jembatan yang rusak akibat bencana banjir di Kabupaten Trenggalek diperoleh
pembobotan kriteria dan nilai alternatif pada setiap kriteria dapat disajikan dalam
Tabel 3.1 dan Tabel 3.2:
Tabel. 3.1 Hasil Pembobotan Kriteria oleh Pengambil Keputusan
Kriteria
Biaya (C1)
Partisipasi Masyarakat (C1)
Jenis Jembatan (C1)
Tingkat Kerusakan (C1)
Manfaat Ekonomi (C1)
Manfaat Sosial (C1)

P1

P2

P3

P4

P5

3
3
4
4
2
2

3
4
4
3
2
2

3
4
4
4
2
2

2
3
4
4
2
2

3
4
4
3
2
2

Tabel 3.2. Daftar Penilain Alternatif untuk Setiap Kriteria


Nama Jembatan
Alternatif C1
C2
C3
Kasrepan RT. 65 / 14
A1
400
12
2
Dongko - siki
A2
200
15
1
Dongko siki I
A3
60
25
1
Jeruk Gulug
A4
300
10
1
Sumberdadi
A5
240
15
1
DK. Klampisan
A6
65
20
2
DK. Klampisan I
A7
350
10
2
Lodelep Munjungan - Panggul
A8
200
15
2
Kedung maron RT.01
A9
140
20
1
Nglebo RT.14
A10
150
10
1
Dsn. Salam RT.13
A11
100
15
1
Dsn. Salam RT.13 I
A12
100
15
1
Dsn. Tawang
A13
70
20
2
Krajan RT. 01 / 01
A14
150
10
2
Pelem RT. 13 / 03
A15
50
25
1
Pelem RT. 15 / 03
A16
30
30
1
Crabak RT. 34 / 07
A17
250
8
1
Sumber : Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Trenggalek.

C4
5
4
3
5
5
3
4
4
3
3
4
3
3
4
2
2
4

C5
17
7
8
13
15
19
19
20
14
5
7
7
12
14
7
6
7

C6
15
6
8
12
15
19
16
20
16
7
13
10
12
14
6
8
11

Pembahasan
Dengan megikuti langkah-langkah pembobotan pada metode entropi dengan
menjalankan listing program pada lampiran menggunakan sofware Matlab2008a
diperoleh hasil pembobotan setiap kriteria sebagai berikut: Kriteria Dana 0.1584,
Partisipasi Masyarakat 0.1855, Jenis Jembatan 0.1997,

Tingkat Kerusakan

0.1855, Manfaat Ekonomi 0.1355 dan Manfaat Sosial 0.1355.


Penentuan nilai threshold sebenarnya tergantung pada kebijakan pengambil
keputusan namun dalam penelitian ini akan ditentukan sebagia berikut. Nilai
threshold terendah dari indeks corcondance diambil dari nilai rata-rata
corcondance kemudian nilai yang didapat berturut-turut ditambah 0,1 sedangkan
threshold discordance terendah diambil dari rata-rata discordance dikurangi 0,1
sehingga didapat nilai threshold masing-masing: p- = 0.5959 , po = 0.6959, p* =
0.7959 dan discordance qo = 0.6208, q* = 0.7208.
Dengan menggunakan threshold di atas diperoleh matrik hubungan
outranking sebagai berikut:

Tabel 4.9 Matrik Hubungan Outranking


A1
A2
A3
A4
A5
A6
A7
A8
A9
A10
A11
A12
A13
A14
A15
A16
A17

A1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

A2
1
0
3
0
3
3
1
3
3
0
3
0
3
3
0
1
0

A3
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0

A4
3
0
0
0
3
0
1
3
0
0
0
0
0
3
0
0
0

A5
1
0
0
0
0
0
0
3
0
0
0
0
0
0
0
0
0

A6
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

A7
0
0
0
0
0
1
0
3
0
0
0
0
0
0
0
0
0

A8
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

A9 A10 A11 A12 A13 A14 A15 A16 A17


0 3
1
1
0
3
0
0
3
0 2
0
1
0
0
0
0
0
0 3
1
3
0
0
3
0
1
0 3
0
1
0
0
0
0
3
0 3
3
3
0
0
1
0
3
3 3
3
3
3
3
1
0
3
1 3
1
1
0
3
0
0
3
1 3
3
3
0
3
1
0
3
0 3
0
3
0
0
0
0
3
0 0
0
0
0
0
0
0
0
0 3
0
3
0
0
0
0
3
0 3
0
0
0
0
0
0
0
2 3
1
3
0
0
1
0
3
0 3
1
1
0
0
0
0
3
0 1
0
1
0
0
0
0
1
0 3
0
0
0
0
3
0
0
0 1
0
0
0
0
0
0
0

Ket:

Hubungan Outranking lemah

Hubungan Outranking kuat

Hubungan Outranking kuat

Hubungan outranking yang terjadi pada metode ELECTRE II bersifat


kardinal artinya A1 lebih disukai dari pada A2 namun tidak diketahui berapa besar
A1 lebih disukai dari pada A2. Oleh karena itu, performa hubungan outranking
kuat dan outranking lemah tidak dibedakan atau dianggap sama.
Selanjutnya hubungan outranking tersebut dapat dinyatakan dalam matrik
adjecency sebagai berikut:
Tabel 4.11 Matrik Adjecency
A1 A2 A3 A4 A5 A6
A1 0 1 0 1 1 0
A2 0 0 0 0 0 0
A3 0 1 0 0 0 0
A4 0 0 0 0 0 0
A5 0 1 0 1 0 0
A6 0 1 1 0 0 0
A7 0 1 0 1 0 0
A8 0 1 1 1 1 0
A9 0 1 0 0 0 0
A10 0 0 0 0 0 0

A7
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0

A8
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

A9 A10 A11 A12 A13 A14 A15 A16 A17


0 1
1
1
0
1
0
0
1
0 1
0
1
0
0
0
0
0
0 1
1
1
0
0
1
0
1
0 1
0
1
0
0
0
0
1
0 1
1
1
0
0
1
0
1
1 1
1
1
1
1
1
0
1
1 1
1
1
0
1
0
0
1
1 1
1
1
0
1
1
0
1
0 1
0
1
0
0
0
0
1
0 0
0
0
0
0
0
0
0

A11
A12
A13
A14
A15
A16
A17

0
0
0
0
0
0
0

1
0
1
1
0
1
0

0
0
1
0
0
0
0

0
0
0
1
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0

0
0
1
0
0
0
0

1
1
1
1
1
1
1

0
0
1
1
0
0
0

1
0
1
1
1
0
0

0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0

0
0
1
0
0
1
0

0
0
0
0
0
0
0

1
0
1
1
1
0
0

Dalam perangkingan berdasarkan jumlah dominasi akan dicari terlebih


dahulu berapa banyak suatu alternatif mendominasi alternatif yang lain dengan
memanfaatkan matrik transitif klosur yang terbentuk dari matrik adjecency.
Di bawah ini matrik tansitif klosur yang terbentuk dari matrik adjecency
dengan menggunakan algoritma Warshall :
Tabel 4.12 Matrik Transitif Klosur
A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8
A1 0 1 0 1 1 0 0 0
A2 0 0 0 0 0 0 0 0
A3 0 1 0 0 0 0 0 0
A4 0 0 0 0 0 0 0 0
A5 0 1 0 1 0 0 0 0
A6 0 1 1 1 0 0 1 0
A7 0 1 0 1 0 0 0 0
A8 0 1 1 1 1 0 1 0
A9 0 1 0 0 0 0 0 0
A10 0 0 0 0 0 0 0 0
A11 0 1 0 0 0 0 0 0
A12 0 0 0 0 0 0 0 0
A13 0 1 1 0 0 0 0 0
A14 0 1 0 1 0 0 0 0
A15 0 0 0 0 0 0 0 0
A16 0 1 0 0 0 0 0 0
A17 0 0 0 0 0 0 0 0
JML 0 11 3 6 2 0 2 0

A9
0
0
0
0
0
1
1
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
4

A10 A11 A12 A13 A14 A15 A16 A17 JML


1
1
1
0
1
1
0
1
9
1
0
1
0
0
0
0
0
2
1
1
1
0
0
1
0
1
6
1
0
1
0
0
0
0
1
3
1
1
1
0
0
1
0
1
7
1
1
1
1
1
1
0
1 12
1
1
1
0
1
0
0
1
8
1
1
1
0
1
1
0
1 12
1
0
1
0
0
0
0
1
4
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
0
0
1
4
1
0
0
0
0
0
0
0
1
1
1
1
0
0
1
0
1
8
1
1
1
0
0
0
0
1
6
1
0
1
0
0
0
0
1
3
1
0
1
0
0
1
0
1
5
1
0
0
0
0
0
0
0
1
16 8 14 1
4
7
0 13

Jumlah kolom pada matrik transitif klosur di atas menunjukkan banyaknya


sisi/busur yang berasal dari titik/alternatif tersebut (outdegree) sedangkan jumlah
baris menunjukkan banyaknya sisi/busur yang menuju titik/alternatif tersebut
(indegree) termasuk jika terdapat titik/alternatif yang mempunyai edge/sisi/busur
yang berasal dari dirinya sendiri (terdapat siklik).

Terjadinya hubungan outranking siklik dapat diketahui dari matrik transitif


klosur yang terbentuk yaitu apabila ditemukan 1 pada Aij dengan i=j. Dengan
menghilangkan hubungan pada Aij dengan i=j, jumlah kolom dan jumlah baris
pada matrik transitif klosur menunjukkan banyaknya suatu titik/alternatif yang
mendahului/mendominasi atau didahului/didominasi selain titik/alternatif itu
sendiri. Karena pada matrik transitif klosur di atas tidak ada siklik maka dapat
langsung digunakan untuk menentukan jumlah dominasi antar alternatif.
Gagasan sederhana yang akan dijadikan dasar prosedur perangkingan yaitu
semakin sedikit suatu titik/alternatif didahului/didominasi titik/alternatif yang lain
maka titik/alternatif tersebut menempati peringkat lebih tinggi sedangkan semakin
banyak suatu titik/alternatif mendahului/mendominasi titik/alternatif yang lain
maka titik/alternatif tersebut menempati peringkat lebih tinggi. Perangkingan
akhir yaitu dengan mencari rata-rata tertinggi untuk menempati peringkat pertama
dan seterusnya.
Kedua hasil perangkingan tersebut jika dibandingkan dalam bentuk grafik
sebagai berikut:
14
Dominasi
Level

12

Rangking

10

0
0

8
10
Alternatif

12

14

16

18

Gambar 4.1 Grafik perangkingan berdasarkan jumlah dominasi dan level dengan
nilai threshold masing-masing p- = 0.5959 , po = 0.6959, p* = 0.7959
dan discordance qo = 0.6208, q* = 0.7208.

Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa kedua prosedur perangkingan di atas
menghasil rangking akhir yang berbeda, namun perangkingan berdasarkan jumlah
dominasi lebih parsial.
Dari hasil perangkingan tersebut, selanjutnya ditentukan prioritas yaitu
rangking pertama menemati prioritas pertama dan seterusnya.
Dari hasil perangkingan tersebut terdapat dua alternatif yang berada pada
prioritas pertama, namun jika pengambil keputusan hanya ingin mengambil satu
alternatif maka hasil perangkingan ini belum bisa dijadikan sebagai alternatif
prioritas yang sesuai dengan kebijakan pengambil keputusan.
Analisis Sensitivitas.
Dengan menjalankan listing program pada matlab 2008a untuk beberapa
nilai threshold diperoleh hasil perangkingan yang disajikan pada tabel 4.8.
Tabel 4.8 Hasil Perangkingan Untuk Beberapa Nilai Threshold

NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

Prosedur
p-, p0, p*
qo, q*
A1
A2
A3
A4
A5
A6
A7
A8
A9
A10
A11
A12
A13
A14
A15
A16
A17

D
L
0.6, 0.7, 0.8
0.6, 0.7
2
2
12
9
6
5
9
8
5
4
1
1
4
3
1
1
8
6
15
12
10
7
14
11
3
3
7
5
11
8
5
4
13
10

Rangking
D
L
0.6, 0.7, 0.8
0.7, 0.8
2
1
10
7
6
4
8
6
5
3
1
1
3
2
1
1
7
4
12
9
9
5
11
8
4
2
6
4
9
6
5
3
11
8

D
L
0.7, 0.8, 0.9
0.6, 0.7
2
2
10
5
4
3
9
6
3
3
1
1
3
3
1
1
6
4
12
9
7
4
11
7
4
3
7
4
8
5
5
4
11
8

D
L
0.7, 0.8, 0.9
0.7, 0.8
3
2
9
5
4
3
9
6
5
3
1
1
4
3
2
1
6
4
12
9
7
4
10
7
5
3
7
4
8
5
6
4
11
8

Dari hasil perangkingan pada Tabel 4.8, pengambil keputusan dapat


memilih hasil perangkingan dengan nilai threshold concordance masing-masing p= 0.7, po = 0.8, p* = 0.9 dan discordance qo = 0.7, q* = 0.8 dengan prosedur
perangkingan berdasarkan jumlah dominasi jika pada prioritas pertama hanya satu
alternatif yang hendak dipilih.
Dengan memperhatikan Tabel 4.8, hasil perangkingan yang terbentuk
diperoleh 10 alternatif hasil perangkingan namun hanya ada 8 alternatif hasil
perangkingan yang berbeda sehingga pengambil keputusan dapat memilih salah
satu alternatif hasil perangkingan sesuai dengan kebijakan yang akan diambil.
Selain itu, secara umum dalam studi kasus di atas prosedur perangkingan
berdasarkan jumlah dominasi lebih parsial dan sensitif dibandingkan dengan
prosedur perangkingan berdasarkan level.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan.
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis pembahasan dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Dengan menggunakan metode entropi dapat diketahui bobot masing-masing
kriteria sebagai berikut : Kriteria Dana 0.1584, Partisipasi Masyarakat 0.1855,
Jenis Jembatan 0.1997, Tingkat Kerusakan 0.1855, Manfaat Ekonomi 0.1355
dan Manfaat Sosial 0.1355.
2. Perangkingan berdasarkan jumlah dominasi dapat diaplikasikan pada
permasalahan penentuan prioritas pembangunan kembali hembatan yang
rusak akibat bencana banjir walaupun terdapat siklik pada graf yang
terbentuk.
3. Berdasarkan

analisis

sensitifitas

terhadap

beberapa

nilai

threshold

perangkingan menggunakan metode ELECTRE II berdasarkan jumlah


dominasi dan berdasarkan level dalam permasalahan studi kasus di atas, hasil
perangkingan berdasarkan jumlah dominasi menghasil perangkingan yang
lebih parsial dan sensitif dibandingkan dengan perangkingan berdasarkan
level/tingkatan.
4. Pengambil keputusan dapat memilih salah satu alternatif hasil penentuan
prioritas sesuai dengan kebijakan yang akan diambil.

Saran.
Dengan memperhatikan uraian pada pembahasan, kesimpulan dan kesulitankesulitan pada saat penelitian maka disarankan:
1.

Untuk memperoleh prioritas yang lebih akurat disarankan data-data yang


digunakan diperoleh berdasarkan alat evaluasi yang lebih baik dan kriteria
yang lebih banyak.

2.

Melakukan analisis sensitivitas untuk nilai threshold yang lain.

DAFTAR PUSTAKA
Ahn, B.S., Choi, D.H., Kim, S.H. (2005), Prioritization of Association Rules In
Data Mining: Multiple Criteria Decision Approach, Expert Systems With
Application, 29: hal 867-878.
Anand, R.P. dan Nagesh K.D. (1996), Ranking of River Basin Alternatives
Using ELECTRE, Journal des Sciences Hydrologiques: hal 697-713.
Chatterjee, P., Athawale V. M., Chakraborty S. (2009), Selection of materials
using compromise ranking and outranking methods, Materials and Design,
30 hal 40434053
Chatterjee, P., Athawale V. M., Chakraborty S. (2010), Selection of industrial
robots using compromise ranking and outranking methods, Robotics and
Computer-Integrated Manufacturing, 26 hal 483489
Chen, C.H. dan Huang, W.C. (2005), Using The ELECTRE II Method to Apply
and Analyze The Differentiation Theory, Proceding of The Eastern Asia
Society for Transportation Studies, Vol. 5, hal. 2237-2249.
Ciptomulyono, U dan Triyanti, V (2008), Metode MCDM-ELECTRE III Untuk
Analisis Penetapan Segmen Pemasaran Usaha Jasa Barang Melalui Telpon
Untuk Sebuah Supermarket di Kota Surabaya, Jurnal Eksekutif, Volume 5
Nomor 1.
Dodangh J., Mojahed M., dan Nasehivar V. (2010), Ranking of Stategig Plans in
Balanced Scorecard by Using ELECTRE Method, International Jurnal of
innovation, Management and Technology, Vol. 1 No. 3 hal 269274.
El-Lahman C., Milani, A, S., dan Shanian A. (2006), Using Different ELECTRE
Methods In Strategc Planning In The aPresence Of Human Behavioral
Resistance, Jurnal of Applied Mathematics and Decision Sciences. ID
10936 hal 119

Endah, S.N. (2005), Transitif Klosur Dari Gabungan Dua Relasi Ekivalensi Pada
Suatu Himpunan Dengan Struktur Data Dinamis, Jurnal Matematika, Vol.
8, No. 3.Hal 78-87.
Gong J dan Jiuping X. (2006), The integration of valued outranking relations in
ELECTRE methods for ranking problem, World Journal of Modelling and
Simulation, Vol. 2, No.3. hal 3-14.
Harjoko, A, Hartanti, S, Kusumadewi, S, Wardoyo, R (2006). Fuzzy MultiAttribute Decesion Making. Graha Ilmu, Yogyakarta.
Henry Wibowo S (2010). MADM-TOOL : Aplikasi Uji Sensitivitas Untuk
Model MADM Menggunakan Metode Saw dan Topsis. Seminar Nasional
Aplikasi Teknologi Informasi 2010, ISSN: 1907-5022 hal E-56-E-61,
Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.
Heri, S. (2008). Teori Bahasa dan Otomata, Lecture Handout, Universitas
Pendidikan Indonesia. Bandung.
Siswanto (2011). Algoritma dan Struktur Data Non Linear dengan Java. Graha
Ilmu, Yogyakarta.
Sri Kusumadewi (2004). Pencarian Bobot Atribut Pada Multiple Attribute
Decision Making (MADM) dengan Pendekatan Subyektif Menggunakan
Algoritma Genetika (Studi Kasus: Penentuan Lokasi Gudang), Seminar
Nasional Pendidikan Teknik Elektro, Hal 97-105, Universitas Islam
Indonesia, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai