Anda di halaman 1dari 107

TINJAUAN MATA KULIAH

8. Jadwal Pembelajaran
Pertemuan
ke1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Pokok Bahasan

Baca

Penjelasan tentang kontrak pembelajaran,


GBRP dan SAP mata kuliah Pendidikan Agama
Islam
Agama dan Ruang Lingkupnya
Keimanan dan Implementasinya
Konsep Manusia Menurut Islam
Quis I
Hukum dan HAM dalam Islam
Akhlak, Moral dan Etika
Ujian Tengah Semester
Iptek dan Seni dalam Islam
Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama
Quis II
Masyarakat madani dan Kesejahteraan Umat
Sistem Kebudayaan Islam
Sistem Politik Islam dan Demokrasi
Quis III/ Tutup pembelajaran
BAB I
AGAMA

Ajaran agama samawi yang telah diturunkan Allah


melalui perantaraan rasul-Nya sangat dibutuhkan manusia
sebagai pedoman hidupnya. Karena itu, sebagai mahasiswa
perlu memahami ajaran agama yang dianutnya. Dalam bab
pertama akan dibahas tentang: 1) Agama dan Raung
Lingkupnya, 2) Pentingnya Agama Bagi Manusia, dan 3)
Agama Islam dan Ruang lingkupnya. Untuk jelasnya,
perhatikan uraian berikut ini.
I.1. Agama dan Ruang Lingkupnya

Masyarakat Indonesia mengenal kata agama, religi,


dan din. Gazalba (1975) dan Ali (2002) mengatakan: kata
agama, berasal dari bahasa Sangsekerta yaitu: Gam,
diawali dan diakhiri dengan huruf a sehingga dibaca agam-a (Bahasa Indoensia), kadang diawali dengan u
diakhiri dengan a sehingga dibaca u-gam-a (Bahasa Jawa),
kadang pula diawali dengan huruf i dan berakhiran dengan
huruf yang sama, sehingga dibaca i-gam-a (Bahasa
Melayu) yang kesemuanya berarti pergi, diwarisi turun
temurun, tetap di tempat, tidak kacau. Disamping itu, kata
agama bermakna Jalan, peraturan, tatacara, upacara. Kata
Agama dalam Bahasa Arab dan dalam Al-quran disebut Din yang
diulang 92 kali. Asal usul kata Din mengandung pengertian menguasai,
ketaatan dan balasan.
Dalam Kamus An English Readers Dictionary, A. S Homby dan
Parnwell (1989) mengartikan Religi sebagai berikut:
a. Belief in God as creatorand control, of the universe (Percaya kepada
tuhan sebagai pencipta dan pengatur alam semesta).
b. System of faith and worship based on such be life (Sistem iman dan
penyembahan didasarkan atas kepercayaan tertentu).
Pengertian agama dari segi istilah menurut Nasution
(1978) adalah sebagai berikut:
1. Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia denga
kekuatan gaib yang harus dipatuhi
2. Pengakuan terhadap addanya kekuatan gaib yang
mempengaruhi manusia.
3. Mengikatkan diri pada suatu bentuk hidup yang
mengandung pengakuan pada suatu sumber yang berada
di luar diri manusi dan yang mempengaruhi perbuatanperbuatan manusia.
4. Kepercayaan pada suatu kekuatan gaib yng menimbulkan
cara hidup tertentu
5. Suatu sistem tingkah laku yang berasal dari suatu
kekuatan gaib.
6. Pemujaanan terhadap adanya kekuatan gaib yang timbul
dari perasaan lemah dan perasaan takut terhada kekuatan
miterius yang terdapat dalam alam sekitar manusia.
7. Ajaran-ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia
melalui seorang rasul.

Dari beberapa pengertian agama di atas dapat


disimpulkan bahwa ruang lingkup agama meliputi unsur
kepercayaan atau keyakinan, tatacara peribadatan,
dan mengatur nilai hubungan manusia dengan Tuhan secara verftikal
dan hubungan manusia dengan manusia secara horisontal. Karena itu,
manusia hidup bergama sangat penting agar hidup dan kehidupannya teratur
dengan baik, aman dan damai serta sejahtera.
Freud (dalam Tim Dosen Agama Islam Brawijaya, semarang, 2006:
1) memandang bahwa agama berasal dari ketidakmampuan manusia
menghadapi kekuatan yang ada di luar dan di dalam diri dan harus
menghadapi atau mengatur dengan bantuan kekuatan lain yang efektif.
Sementara Carl Gustav Jung salah seorang murid Freud, dipandang sebagai
orang yang memihak agama berpendapat bahwa hakekat dan pengalaman
keagamaan adalah ketundukan kepada kekuatan yang lebih tinggi dari pada
kekuatan sendiri.
Agama dalam pandangan sosiolog misalanya mengatakan bahwa
agama adalah sustu kesatuan sistem kepercayaan dan pengalaman terhadap
sesuatu yang sakral. Lebih auh Auguste Comte selanjutnya ditulis Comte
(1778-1857) melihat agama sebagai persoalan yang ada di kalangan
masyarakat primitif yang kemudian meningkat kepada taraf positif artinya
tingkatan ilmu pengetahuan (Sains) yang di dalamnya manusia tidak lagi
suka memikirkan apa yang tidak dapat mereka cobakan, akan tetapi manusia
membatasi dan mendasarkan pengetahuannya kepada apa yang dapat dilihat,
diukur, dan dibuktikan. Jelasnya, Islam memberikan pengertian agama
bahwa suatu ketentuan ketuhanan yang wajib diikuti dan diterapkan manusia
dalam hidupnya untuk mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan di
akhirat kelak.
Dilihat dari sifat dan sumbernya agama dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu agama samawi (Agama Islam) dan agama ardi (Kristen,
Hindu dan Budha).
1.2

Pentingnya Agama Bagi Manusia


Islam memandang agama sebagai kebutuhan dasar bagi manusia
sebagai makhluk ciptaan Allah dalam menjalankan tugas dan amanah yang
diberikan Allah kepadanya (Syihab, 2007). Karena itu, manusia tidak dapat
hidup dengan selamat, tentram, damai tanpa agama. Muhammad Daud Ali
(2002) mengatakan bahwa agama, sangat perlu bagi manusia terutama bagi
orang yang berilmu, apapun disiplin ilmunya. Muslimin Nurdin selanjutnya
ditulis Nurdin dan kawan-kawan (1993) mengatakan bahwa agama bagi
manusia merupakan kebutuhan alamiah, kebutuhan fitriah. Berbagai

pemikiran mengenai kefitrian agama, misalnya Einstein mengatakan bahwa


sifat sosial manusialah yang pada giliirannya merupakan salah satu faktor
pendorong terwujudnya agama.
Agama bagi manusia sangat penting, dalam buku Daras Pendidikan
Agama Islam (Tim Dosen PAI Brawijaya Malang, 2006) disebutkan bahwa
agama berfungsi sebagai: sumber moral, petunjuk kebernaran, sumber
informasi tentang maslah metafisika dan bimbingan rohani baik dikala suka
maupun duka. Perhatikan uraian berikut ini.
1.

Agama sebagai Sumber Moral


Manusia memerlukan akhlak atau moral dalam kehidupannya agar
mereka berbeda dengan binatang. Ketika manusia membinatang maka ketika
itu sangat berbahaya terhadap lingkungannya, bahkan Alquran menyebutnya
bahwa ketika manusia berperilaku kasar, kejam, memaksakan kehendak
kepada orang lain, menzalimi orang lain adalah bintang bahkan lebih sesat
daripada binatang.
Tanpa moral kehidupan manusia akan kacau balau, baik kehidupan
individu maupun kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat.
Karena itu manusia wajib bermoral yang baik dan terpuji. Rasulullah saw.
Bersabda bahwa Sebaik-baik manusia ialah paling baik akhlaknya. Pepatah
Arab mengatakan, yang artinya: Keberadaan suatu bangsa ditentukan oleh
akhlak. Jika akhlak mereka lenyap, akan klenyap pulalah bangsa itu.
Kebenaran ucapan Ahmad Syauqi ini telah berulang kali terbukti
dalam sejarah. Karena hancurnya morallah, maka menjadi hancur berbagai
umat di masa nabi-nabi dulu, seperti kaum Ad (umat Nabi Hud), kaum
Tsamud (umat Nabi Shaleh), penduduk Sodom (umat Nabi Luth), penduduk
Madyan (umat Nabi Syuaib) dan lain sebagainya.
Dlam kehidupan seringkali moral melebihi peranan ilmu, sebab
ilmu ada kalanya merugikan. Kemajuan ilmu dan teknologi mendorong
manusia kepada kebiadaban, demikian dikatakan oleh Alexis Carrel,
seorang sarjana Amerika penerima hadiah Nobel 1948 (Idris, 1979).
Sekarang di mana moral yang sangat penting bagi manusia ini dapat
diperoleh? Moral dapat digali dan diperoleh dalam agama, karena agama
adalah sumber moral, bahkan moral paling tangguh. Nabi Muhammad SAW
diutus tidak lain juga untuk membawa misi moral, yaitu untuk
menyempurnakan akhlak yang mulia.
W.M. Dixon, dalam The Human Situation menulis: Sekurangkurangnya kita boleh percaya bahwa agama yang benar ataupun salah,
dengan ajarannya percaya kepada Tuhan dan kehidupan akhirat yang akan

datang, secara keseluruhannya kalau tidak satu-satunya, merupakan dasar


yang paling kuat bagi moral.
Dari tulisan Dixon di atas ini dapat dipahamii bahwa agama
merupakan sumber dan dasar (paling kuat) bagi moral, karena agama
mengajarkan kepercayaan kepada Tuhan dan kehidupan akhirat. Pendapat
Dixon ini memang betul. Kalau seseorang percaya bahwa Tuhan itu ada, dan
Tuhan yang ada itu Maha Mengatahui segala tingkah laku manusia yang
kemudian memberikan balasan bagi tiap orang yang sesuai dengan amal
yang dikerjakan, maka keimanan yang seperti ini merupakan sumber yang
tidak kering-keringnya bagi moral. Itulah sebanya Rasulullah SAW
menegaskan:
Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah yang paling
baik akhlaknya (H.R. Tirmidzi).
Agama sebagai sumber moral tidak hanya karena agama
mengajarkan iman kepada Tuhan dan kehidupan akhirat, melainkan juga
karena adanya perintah dan adanya larangan dalam agama. Agama
sesungguhnya adalah himpunan perintah dan larangan Tuhan. Adalah
kewajiban manusia untuk taat terhadap semua perintah dan larangan Tuhan
ini. Dari sinilah kemudian juga lahir moral. Sebab apa yang diperintahkan
oleh Tuhan selalu yang baik-baik dan apa yang dilarang-Nya selalu yang
buruk-buruk.
Dapat disimpulkan, bahwa pentingnya agama dalam kehidupan
disebabkan oleh sangat diperlukannya moral oleh manusia, padahal moral
bersumber dari agama. Agama menjadi sumber moral, karena agama
mengajarkan iman kepada Tuhan dan kehidupan akhirat, serta karena adanya
perintah dan larangan dalam agama.
2. Agama sebagai Petunjuk Kebenaran
Manusia adalah makhluk berakal, bahkan juga makhluk tukang
bertanya. Apa saja dipertanyakan oleh manusia dengan akalnya, untuk
diketahui. Dari akal lahirlah ilmu dan filsafat. Dengan ilmu dan filsafat ini
makin besarlah keinginan manusia untuk mengetahui segala sesuatu dan
makin besar kemampuannya untuk itu.
Salah satu hal yang ingin diketahui oleh manusia adalah apa yang
bernama kebenaran. Ini adalah masalah besar dan menjadi tanda tanya besar
bagi manusia sejak zaman dahulu kala. Apa kebenaran itu, dan di mana dapat
diperoleh? Manusia dengan akal, dengan ilmu dan filsafatnya ingin
mengetahui dan mencapainya. Dan yang menjadi tujuan ilmu dan filsafat
tidak lain adalah untuk mencari jawab atas tanda tanya besar ini, yaitu
masalah kebenaran.

Tetapi sayang, sebegitu jauh usaha ilmu dan filsafat untuk mencapai
kebenaran tidak membawa hasil seperti yang diharapkan. Kemampuan ilmu
dan filsafat hanyalah sampai kepada kebenaran relatif (nisbi), padahal
kebenaran relatif (nisbi) bukanlah kebenaran yang sesungguhnya. Kebenaran
yang sesungguhnya adalah kebenaran mutlak dan universal, yaitu kebenaran
yang sungguh-sungguh benar, absolut, dan berlaku untuk semua orang.
Kebenaran yang dimaksud ialah kebenaran mutlak.
Tampaknya sampai kapan pun masalah kebenaran akan tetap
menjadi misteri bagi manusia, kalau saja manusia hanya mengandalkan alat
yang bernama akal, atau ilmu atau juga filsafat. Sebab, seperti yang
dikatakan oleh Demokritos (460-360), Kebenaran itu dalam sekali letaknya,
tidak terjangkau semuanya oleh manusia (Hatta, 1959).
Penganut Sofisme, yaitu aliran baru dalam filsafat Yunani yang
timbul pada pertengahan abad ke 5 menegaskan pula, Kebenaran yang
sebenar-benarnya tidak tercapai oleh manusia (Hatta, 1957). Bertrand
Russel, selanjutnya ditulis Russel seorang filosuf Inggris termasyhur juga
berkata: Apa yang tidak sanggup dikerjakan oleh ahli ilmu pengetahuan
ialah menentukan kebajikan (haq dan batil). Segala sesuatu yang berkenaan
dengan nilai-nilai adalah di luar bidang ilmu pengetahuan (Fachruddin,
1966).
Sekarang, bagaimana manusia mesti mencapai kebenaran? Sebagai
jawaban atas pertanyaan ini Allah SWT telah mengutus para Nabi dan Rasul
di berbagai masa dan tempat, sejak Nabi pertama yaitu Adam sampai dengan
Nabi terakhir yaitu Nabi Muhammad SAW. Para Nabi dan Rasul ini diberi
wahyu dan agama untuk disampaikan kepada manusia. Wahyu atau agama
inilah agama Islam, dan ini pula sesungguhnya kebenaran yang dicari-cari
oleh manusia sejak dulu kala, yaitu kebenaran yang mutlak dan universal.
Tinggallah kewajiban manusia untuk beriman dan patuh terhadap agama
kebenaran ini. Allah SWT berfirman (tulis ayatnya):
Sesungguhnya telah kami turunkan Al-Kitab kepadamu dengan
membawa kebenaran, agar kamu memberi kepastian hukum di antara
manusia dengan apa yang telah ditunjukkan oleh Allah kepadamu (AlNisa: 105).
Dan firmannya pula (tulis ayatnya):
Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, maka janganlah sekali-kali
kamu termasuk orang-orang yang ragu (Al-Baqarah: 147).
Dapat disimpulkan, bahwa agama sangat penting dalam kehidupan
karena kebenaran yang gagal dicari-cari oleh manusia sejak dulu kala dengan
ilmu dan filsafatnya, ternyata apa yang dicarinya itu terdapat dalam agama.

Agama adalah petunjuk kebenaran. Bahkan agama itulah kebenaran, yaitu


kebenaran yang mutlak dan universal. Itulah agama Islam!
3.Agama sebagai Sumber Informasi Metafisika
Telah disebutkan di muka, bahwa manusia itu makhluk tukang
bertanya. Apa saja dipertanyakan untuk diketahui. Arnold Toynbee,
selanjutnya ditulis memperkuat pernyataan ini. Menurut ahli sejarah Inggris
kenamaan ini, bahkan tabir rahasia alam semesta juga ingin disingkap oleh
manusia. Dalam bukunya An historians approach to religion dia menulis,
Tidak ada satu jiwa pun akan melalui hidup ini tanpa mendapat tantanganrangsangan untuk memikirkan rahasia alam semesta.
Lebih dari itu, bahkan rahasia metafisika juga termasuk hal yang
ingin disingkap oleh manusia. Padahal masalah metafisika ialah masalah gaib
seperti hidup sesudah mati (akhirat). Tuhan, surga, neraka, atau hal-hal lain
yang di balik alam nyata ini. Misalnya persoalan, kalau nyawa bercerai dari
badan, kemana gerangan sang nyawa itu pergi? Lelakon apa kira-kira yang
bakal dialaminya? Bagaimana sebenarnya keadaan alam akhirat yang serba
gaib itu? Masalah-masalah pelik penuh misteri ini ingin diketahui oleh
manusia.
Tetapi kenyataan menunjukkan, kalau manusia hanya
mengandalkan akalnya (bahkan dengan ditambah ilmu dan filsafat sekalipun)
semua persoalan metafisika tersebut tidak akan dapat diketahui. Manusia
hanya bisa mengkhayal, atau paling tinggi menduga-duga dan tidak pernah
mampu mengatahui perkara yang gaib tersebut dengan yakin. Soalnya,
semua persoalan metafisika yang serba gaib itu, memang sudah bukan lagi
wilayah kemampuan akal. Ilmu apa pun (hasil akal) menjadi lumpuh
memasuki wilayah tersebut, sebab memang bukan lagi daerah wewenangnya.
Firman Allah SWT (tulis ayatnya):
Katakan: tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang
mengetahui hal yang gaib, kecuali Allah (Al-Naml: 65).
Ibnu Khaldun, dalam kitab Muqaddimahnya menulis, Akal adalah
sebuah timbangan yang tepat, yang catatan-catatannya pasti dan bisa
dipercaya. Tetapi mempergunakan akal untuk menimbang hakikat dari halhal yang berkaitan dengan keesaan Tuhan, atau hidup sesudah mati, atau
sifat-sifat Tuhan, atau hal-hal lain yang di luar lingkungan akal, adalah
laksana mencoba mempergunakan timbangan tukang emas untuk menimbang
gunung. Ini tidak berarti bahwa timbangannya itu sendikit kurang tepat.
Soalnya, akal mempunyai batas-batas yang membatasinya.
Herbert Spencer, seorang filosuf (w. 1903), berkata: Ilmu alam
memberitahu kepada kita, bahwa untuk kita ada batas yang ditentukan, yang

tidak boleh kita lampaui dalam soal-soal ilmu. Kita tidak boleh melangkah
melewati batas itu untuk mengenal sebab-sebab yang pertama (yang
dimaksud ialah Tuhan) dan bagaimana hakikatnya.
Sehubungan dengan itu persoalan yang menyangkut metafisika
masih gelap bagi manusia dan belum mendapat penyelesaian. Semua tanda
tanya tentang hal itu tidak terjawab oleh akal manusia, oleh ilmu dan
filsafatnya. Padahal sejak dulu kala manusia telah tergoda untuk menyingkap
dan mengetahuinya.
Sesungguhnya persoalan metafisika sudah masuk wilayah agama
atau iman, dan hanya Allah saja yang mengetahuinya. Dan Allah Yang Maha
Mengetahui perkara yang gaib ini dalam batas-batas yang dipandang perlu
telah menerangkan perkara yang gaib tersebut melalui wahyu atau agamaNya. Dengan demikian agama adalah sumber informasi tentang metafisika,
dan karena itu pula hanya dengan agama manusia dapat mengetahui
persoalan metafisika. Dengan agamalah dapat diketahui hal-hal yang
berkaitan dengan alam arwah, alam barzah, alam akhirat, surga dan neraka,
Tuhan dan sifat-sifat-Nya, dan hal-hal gaib lainnya.
Dapat disimpulkan bahwa agama sangat penting bagi manusia (dan
karena itu sangat dibutuhkan), karena manusia dengan akal, dengan ilmu atau
filsafatnya tidak sanggup menyingkap rahasia metafisika. Hal itu hanya
dapat diketahui melalui agama.
4. Agama sebagai Pembimbing Rohani Manusia
Hidup manusia di dunia yang fana ini kadang-kadang suka tetapi
kadang-kadang juga duka. Ketahuilah, dunia bukanlah surga, tetapi juga
bukan neraka. Jika dunia itu surga, tentulah hanya kegembiraan yang ada,
dan jika dunia itu neraka tentulah hanya penderitaan yang terjadi. Kenyataan
menunjukkan, bahwa kehidupan dunia adalah rangkaian dari suka dan duka
yang silih berganti. Firman Allah SWT (tulis ayatnya):
Setiap jiwa pasti akan merasakan kematian, dan Kami coba kalian
dengan keburukan dan kebaikan sebagai suatu ujian... (Al-Anbiya: 35).
Terjadinya suka atau duka yang mewarnai kehidupan dunia ini,
sebabnya banyak dan bermacam-macam. Tetapi dalam garis besarnya
menurut ayat di atas, karena manusia diberi cobaan Tuhan dengan
keburukan dan kebaikan. Dan hal itu dimaksudkan sebagai ujian bagi
manusia dalam menghadapi cobaan tersebut, yakni cobaan duka karena
ditimpa sesuatu yang buruk atau cobaan suka karena memperoleh sesuat
yang baik.
Dalam masyarakat, seringkali terjadi orang salah mengambil sikap
menghadapi cobaan suka dan duka ini. Misalnya di kala suka, orang mabuk

kepayang dan lupa daratan. Bermacam karunia Tuhan yang ada padanya
tidak mengantarkan dia kepada kebaikan tetapi malah membuat dia jahat.
Qorun yang hidup di masa Nabi Musa adalah contoh orang yang seperti ini.
Sewaktu miskin, dia patuh beragama, tetapi sewaktu kaya raya ia jahat dan
memusuhi Nabi Musa. Salabah yang hidup di zaman Nabi Muhammad
SAW juga bertingkah demikian. Sewaktu miskin ia rajin beribadah, tetapi
setelah menjadi perternak besar ia tinggalkan ibadahnya bahkan ia juga
menolak membayar zakat ternaknya.
Sikap yang salah juga sering dilakukan orang sewaktu dirundung
duka. Misalnya misalnya hanyut dalam himpitan kesedihan yang
berkepanjangan. Padahal dari sikap yang keliru ini dapat timbul gangguan
kejiwaan, yang disebut depresi yang gejala-gejalanya berupa murung, lesu,
hilang gairah hidup, merasa tidak berguna dan putus asa. Menurut data yang
dikumpulkan oleh WHO (World Health Organization), diperkirakan 100 juta
penduduk dunia dewasa ini mengalami depresi. Dan konon, dari jumlah ini
sekitar 800.000 penderita adalah orang-orang Indonesia. Depresi adalah
penyebab utama tindakan bunuh diri, dan tindakan ini menempati urutan
keenam dan penyebab utama kematian di Amerika Serikat (Kompas, 1
November 1988).
Bagaimana sikap yang benar menghadapi suka dan duka? Jawaban
atas pertanyaan ini terkandung dalam sabda Rasulullah SAW:
Betapa menakjubkan keadaan orang yang beriman. Sesungguhnya
keadaan orang yang beriman itu semuanya serba baik, dan yang demikian
itu tidak terjadi kecuali hanya pada orang yang beriman. Yakni, jika ia
memperoleh sesuatu yang menggembirakan dia bersyukur dan syukur
adalah baik baginya. Dan jika ia ditimpa sesuatu yang menyedihkan dia
bersabar dan sabar juga baik baginya. (H.R. Muslim).
Dengan sabdanya ini, Nabi mengajarkan, hendaknya orang beriman
bersyukur kepada Allah pada waktu memperoleh sesuatu yang
menggembirakan. Dan tabah atau sabar pada waktu ditimpa sesuatu yang
menyedihkan. Bersyukur di kala suka dan sabar di kala duka inilah sikap
mental yang hendaknya selalu dimiliki oleh orang beriman. Dengan begitu
hidup orang beriman selalu stabil, tidak ada goncangan-goncangan, bahkan
tentram dna bahagia, inilah hal yang menakjubkan dari orang beriman seperti
yang dikatakan oleh Nabi. Keadaan hidup seluruhnya serba baik.
1.3. Agama Islam dan Ruang Lingkupnya
Islam berasal dari kata aslama-yuslimu yang berarti menyerah,
tunduk, dan damai. Secara bahasa, Islam mengandung makna umum, bukan
hanya nama dari suatu agama. Ketundukan, ketaatan dan kepatuhan
merupakan makna Islam. Ini berarti segala sesuatu yang tunduk dan patuh

terhadap kehendak Allah adalah Islam. Menurut Al-Quran, Islam adalah


agama yang ajaran-ajarannya diberikan Allah kepada masyarakat manusia
melalui para Rasul-Nya. Jadi, Islam adalah agama Allah yang dibawa oleh
para nabi pada setiap zamannya yang berakhir dengan kenabian Muhammad
SAW. Penamaan agama Islam bagi para nabi didasarkan kepada firman Allah
(tulis ayatnya):
Katakanlah (hai orang-orang mumin): Kami beriman kepada
Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan
kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakub serta anak cucunya dan kepada apa
yang telah diturunkan kepada Musa, Isa dan para Nabi dari Tuhan mereka
dan kami hanya berserah diri kepada-Nya. (Al-Baqarah: 136).
Dan pada ayat lain disebutkan tentang ucapan Nabi Nuh (tulis
ayatnya):
Jika kamu berpaling (dari peringatanku), aku tidak meminta upah
sedikitpun dari padamu. Upahku tidak lain hanyalah dari Allah belaka, dan
aku disuruh supaya aku termasuk golongan orang-orang yang berserah diri
(kepada-Nya). (Yunus: 72).
Mengenai Nabi Ibrahim, Allah SWT berfirman (tulis ayatnya):
Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: Tunduk patuhlah!
Ibrahim menjawab: Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam. (AlBaqarah: 131).
Dan Allah berfirman dalam mengisahkna Yusuf (tulis ayatnya)
Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan
kepadaku sebagian kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku sebagian
tabir mimpi. (Ya Tuhan) Pencipta langit dan bumi, Engkaulah Pelindungku
di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan
gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh. (Yusuf: 101).
Berkenaan dengan Nabi Musa Allah berfirman (tulis ayatnya):
Dan Musa berkata: Hai Kaumku, jika kamu beriman kepada
Allah, maka bertawakkallah kepadaNya saja, jika kamu benar-benar orang
yang berserah diri;. (Yunus: 84).
Tentang Nabi Isa Al-Quran mencatat (tulis ayatnya):
Maka tatkala Isa mengetahui keingkaran dari mereka (Bani Israil)
berkatalah dia: Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk
(menjalankan agama) Allah?. Para hawariyyin (sahabat-sahabat setia)
menjawab: Kamilah penolong-penolong (agama) Allah. Kami beriman
kepada Allah dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orangorang yang berserah diri. (Ali Imran: 52).
Allah mengutus Rasul penutup pembawa agama Islam, yaitu Nabi
Muhammad SAW, sebagaimana firman-Nya (tulis ayatnya):

10

Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu


sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi
setelahnya, dan Kami telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim,
Ismail, Ishak, Yakub, dan anak cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan
Sulaiman. Dan Kami berikan Zabur kepada Daud. Dan (Kami telah
mengutus) rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka
kepadamu. Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung.
(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan
pemberi peringatan agar tidak ada alasan bagi manusia menbantah Allah
sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana. (Al-Nisa: 163-165).
Dari rangkaian ayat di atas dipahami bahwa agama Islam adalah
agama yang diturunkan Allah kepada manusia melalui Nabi Muhammad
SAW. Jadi Islam dalam pengertian yang paling baru dan sempurna
merupakan ajaran dan wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW.
Ajaran Islam bersifat universal dan berlaku setiap zaman.
Keabadian dan keaktualan Islam telah dibuktikan sepanjang sejarahnya, di
mana setiap kurun waktu dan perkembangan peradaban manusia senantiasa
dapat dijawab dengan tuntas oleh ajaran Islam melalui Al-Quran sebagai
landasannya. Keuniversalan konsep Islam merupakan jawaban terhadap
keterbatasan manusia dan pemikirannya yang temporal dan parsial. Karena
keparsialan ini muncullah kekurangan dan dari ketemporalan lahirlah
kegoyahan yang menuntut perubahan-perubahan. Keuniversalan Islam
membebaskan Islam dari berbagai kekurangan dan kelemahan yang lebih
membuktikan akan kebenarannya.
Keuniversalan ajaran Islam pada hakekatnya terwujud dari hal yang
paling mendasar dan pokok dari seluruh konsep Islam, yaitu keyakinan akan
keesaan Allah atau tauhidullah. Konsep tauhidullah adalah konsep khas
Islam dan menjadi azas yang paling esensial dalam seluruh sistem Islam
yang dapat melahirkan jiwa kaum muslimin merdeka dari intervensi,
penekanan, dan intimidasi manusia lain. Ia merupakan nilai dan etos yang
membentuk sikap jiwa yang bebas dan kreatif dalam menunaikan tugas
kemanusiaannya. Dalam pada itu tauhid melahirkan pula ketundukan,
kepasrahan, dan ketaatan tanpa reserve terhadap undang-undang dan
peraturan-peraturan Allah.
Dari tauhidullah ini lahir pula konsep Islam selanjutnya berupa
integralitas dan kesempurnaan. Dalam konsep ini berarti Islam tidak
membutuhkan penyempurnaan atau penambahan dari luar, karena ia adalah
ciptaan Allah sehingga akan sesuai dengannya apapun yang diciptakan Allah,

11

termasuk di dalamnya manusia sebagai sasaran dari konsep Islam. Penolakan


terhadap konsep Islam berarti pengingkaran terhadap nilai dan makna
kemanusiaannya.
Tauhidullah melahirkan prinsip keseimbangan dan harmoni, yaitu
mencakup kehidupan hari ini dan hari esok (dunia dan akhirat), memberikan
pemenuhan kebutuhan jasmani sekaligus kebutuhan rohani, memberi
perhatian terhadap individu maupun sosial, dan mencakup hubungan
manusia dengan Allah dan manusia dengan makhluk lainnya termasuk
dengan lingkungannya. Aspek-aspek yang berkenaan dengan hidup dalam
bentuk nilai dan norma Islam disebut syariat.
Tujuan syariat Islam yang sangat menonjol adalah meneguhkan
nilai-nilai kemanusiaan yang sehat, agar tercipta hak yang menjamin
kebahagiaan di dunia dan akhirat. Dengan demikian tujuan yang dibimbing
oleh syariat Islam bukan hanya tujuan yang bersifat sementara, tetapi suatu
tujuan akhir (ultimate goal) berupa kebahagiaan yang abadi yang dipenuhi
kebaikan di akhirat. Dengan dmeikian di dalam konsep Islam kematian
adalah pembuka ke arah kebaikan dan bukan suatu tragedi yang perlu
ditakutkan. Jadi kehidupan dalam Islam menyimpan optimisme menyambut
masa depan dengan penuh harapan, karena tertanamnya keimanan.
Syariat Islam yang datang dari Allah itu ditujukan kepada manusia,
makhluk Allah. Karena sumber syariat adalah Allah, maka realisasi syariat
Islam dalam kehidupan manusia telah terencana dengan sempurna sebagai
perbuatan yang mampu dilakukan manusia, karena kapasitas
kemanusiaannya telah disesuaikan dengan beban dan bobot syariat. Di sini
Islam dapat lebih dipahami sebagai ajaran yang sesuai dengan atribut
kemanusiaan. Karena itu, tidak heran jika syariat Islam sesuai dengan kodrat
kemanusiaannya dan tidak ada satupun ajaran syariat Islam yang menafikan
kodrat tersebut. Dengan demikian penolakan manusia terhadap syariat Islam
merupakan penolakan manusia terhadap kodrat asasi dirinya sendiri sebagai
manusia.
Konsep Islam berhubungan dengan realitas-realitas nyata dan
meyakinkan yang tidak terlepas hakekat Ilahi yang membekas dalam jejakjejak nyata dan dapat dicerap secara indrawi. Islam menghendaki realitas
kongkrit, bukan imaginatif. Karena itu dalam konsep Islam tidak dapat
dipisahkan antara keimanan yang abstrak dengan realitas indrawi yang
kongkrit berupa tingkah laku yang dikenal dengan istilah amal shaleh.
Melalui kerealistisan inilah Islam menghadapi alam yang berwujud realistis
yang menjelmakan dan mendorong munculnya sikap, aktivitas dan
kreativitas kemanusiaan dalam alam nyata, yaitu kehidupan sehari-hari
sebagai individu dan masyarakat di tengah-tangah lingkungan alamnya.

12

1.

2.

3.

Agama Islam adalah risalah (pesan-pesan) yang diturunkan Allah


kepada para nabi dan rasul sebagai petunjuk dan pedoman yang mengandung
hukum-hukum sempurna untuk dipergunakan dalam menyelenggarakan tata
cara kehidupan manusia, yaitu mengatur hubungan manusia dengan manusia
lainnya, hubungan manusia dengan alam dan hubungan manusia dengan
Khaliknya. Karena itu, agama Islam mengandung tiga komponen pokok yang
terstruktur dan tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya.
Ketiga komponen tersebut adalah:
Aqidah atau Iman, yaitu keyakinan akan adanya Allah dan para rasul yang
diutus dan dipilih-Nya untuk menyampaikan risalah-Nya kepada umat
melalui malaikat, yang dituangkan ke dalam kitab-kitab suci-Nya yang
berisikan informasi tentang adanya hari akhir dan adanya suatu kehidupan
sesudah mati, serta informasi tentang segala sesuatu yang telah direncanakan
dan ditentukan Allah. Aqidah merupakan komponen pokok dalam Agama
Islam yang di atasnya berdiri Syariat dan Akhlak Islam.
Syariat, yaitu aturan atau undang-undang Allah tentang pelaksanaan dan
penyerahan diri secara total melalui proses ibadah secara langsung kepada
Allah dengan sesama makhluklainnya (muamalah), baik dengan sesama
manusia maupun dengan alam sekitarnya. Oleh karena itu, secara garis besar,
Syariat meliputi dua hal pokok, yaitu: ibadah dalam pengertian khusus atau
ibadah madhlah dan ibadah dalam arti umum atau muamalah atau ibadah
ghair mahdlah.
Akhlak, yaitu pelaksanaan ibadah kepada Allah dan bermuamalah dengan
sesama makhluk dengan penuh keikhlasan seakan-akan disaksikan langsung
oleh Allah, meskipun dia tidak melihat Allah secara langsung.
Tanpa agama manusia tidak dapat hidup dengan tertib, damai
dan tenteram. Karena itu, melibatkan agama dalam kehidupan manusia
sangat penting dalam semua aspek.
Tugas:
Jawablah pertanyaan berikut ini dengan benar!
1. Terangkan pengertian agama menurut bahasa, istilah
dan ilmuan!
2. Terangkan ruang lingkup agama secara umum!
3. Terangkan pentingnya beragama dalam kehidupan
manusia!
4. Terangkan pengertian agama Islam menurut bahasa,
istilah dan ilmuan!
5. Terangkan ruang lingkup agam

13

BAB II
KEIMANAN DAN IMPLEMENTASINYA
Keimanan merupakan azas dalam beramal dan
beraktifitas sekaligus sebagai penentu diterimanya sebagai
ibadah bagi manusia setelah menetapkan tujuan. Karena itu,
dibutuhkan pemhaman yang mendalam tentang hal tersebut
yang meliputi: Penegrtian keimanan, prosesnya terbentuknya
iman, cirri-ciri orang yang beriman dan tantangan orang
yang beriman terhadap kehidupan modern.
1.1 Pengertian Iman dan bagian-bagiannya
A. Pengertian Iman
Iman yang benar dan lurus akan menerangi
kehidupan
masyarakat
dengan
pancaran
cahayanya
sekaligus memberikan pengaruh yang luar biasa terhadap
dimensi kehidupan baik dalam pemikiran, pemahaman,
perasaan, akhlak maupun aturan lainnya. Pada hakikatnya
keimanan merupakan persoalan pokok bagi umat Islam.
Apabila proses perbaikan masyarakat sampai tertunda atau
tidak berjalan di atas relnya, dan umat Islam lebih
terbelakang dari umat lainnya dalam sarana kehidupan,
maka sesungguhnya semua itu berpulang pada keengganan
mereka untuk memahami Islam dengan benar, serta
dikarenakan rapuhnya nilai moral dan keimanan.
Iman secara etimologis berasal dari kata aamana yuminu
berarti
tasdiq
yaitu
membenarkan
dan
mempercayai. Dan menurut istilah Iman ialah Membenarkan
dengan hati diucapkan dengan lisan dan dibuktikan dengan
amal perbuatan.
Imam Ahmad bin Hanbal mendefinisikannya dengan
Qaulun wa amalun wa niyyatun wa tamassukun bis
Sunnah. Yakni Ucapan diiringi dengan ketulusan niat dan
dilandasi dengan berpegang teguh kepada Sunnah.
Sahl bin Abdullah At-Tustari ketika ditanya tentang
apakah sebenarnya iman itu beliau menjawab demikian
Qaulun wa amalun wa niyyatun wa sunnatun. Artinya
Ucapan yang disertai dengan perbuatan diiringi dengan
ketulusan niat dan dilandasi dengan Sunnah. Kata beliau

14

selanjutnya Sebab iman itu apabila hanya ucapan tanpa


disertai perbuatan adalah kufur apabila hanya ucapan dan
perbuatan tanpa diiringi ketulusan niat adalah nifaq sedang
apabila hanya ucapan perbuatan dan ketulusan niat tanpa
dilandasi dengan sunnah adalah bidah.
Dengan demikian iman itu bukan sekedar pengertian
dan keyakinan dalam hati; bukan sekedar ikrar dengan lisan
dan bukan sekedar amal perbuatan saja tetapi hati dan jiwa
kosong. Imam Hasan Basri mengatakan Iman itu bukanlah
sekedar angan-angan dan bukan pula sekedar basa-basi
dengan ucapan akan tetapi sesuatu keyakinan yang terpatri
dalam hati dan dibuktikan dengan amal perbuatan.
Iman yang berarti percaya yang menunjukkan sikap
batin, dan iman itu terletak dalam hati. Lengkapnya iman
adalah membenarkan (mempercayai) Allah dan segala apa
yang datang dari pada-Nya sebagai wahyu melalui rasulrasul-Nya dengan kalbu, mengikrarkan dengan lisan dan
mengerjakan dengan perbuatan.
Tak ada cara lain untuk memperbaiki kondisi dan
harapan mereka kecuali dengan keimanan yang
telah
dijelaskan Allah swt dalam Kitab-Nya yang digariskan
Rasulullah saw dalam sunnah-Nya. Iman yang merupakan
kekuatan
pendorong,
penggerak,
pembangun
dan
pemercepat alamiah bagi umat Islam untuk bekerja keras
dan meraih prestasi yang cemerlang. Detailnya, keimanan
yang dimaksud adalah sebagai berikut.
B. Rukun Iman
a. Iman kepada Allah swt
Rukun iman yang pertama ialah iman kepada
Allah s.w.t. adalah yang paling pokok dan mendasari
seluruh ajaran Islam, dan ia harus diyakinkan dengan
ilmu yang pasti seperti ilmu yang terdapat dalam
kalimat syahadat laa ilaaha illallaah. Ialah yang

15

menjadi awal, inti dan akhir dari seluruh seruan Islam


sebagaimana wasiat Rasulullah s.a.w. kepada sahabat
Muadz ketika beliau mengutusnya ke negeri Yaman;
Sesungguhnya engkau akan mendatangi suatu kaum
dari Ahli kitab, maka hendaklah engkau mengawali
dawahmu kepada mereka penyaksian bahwa tidak
ada Tuhan melainkan Allah. kemudian jika mereka
telah taat kepadamu, maka ajarkan lagi kepada
mereka bahwa Allah mewajibkan atasnya shalat limawaktu.
Quran sebagai sumber pokok ajaran Islam
telah memberikan pedoman kepada kita dalam
mengenal Allah s.w.t. Demikian pula dikemukakannya
bukti-bukti yang pasti tentang kekuasaan-Nya
bersama seluruh sifat keagungan-Nya. Bahwa Allah
s.w.t. adalah zat yang Maha Suci, suci dari pada sifat
yang serupa dengan alam. Ia tak dapat diserupakan
dalam bentuk apapun juga, maka anthropomorphisme
tidak di kenal dalam Islam. Ia juga tidak bersatu
dengan
makhlukNya,
sebab
itu
pantheisme
bertentangan dengan ajaran Islam. Konsep ketuhanan
menurut Quran berdasar atas firman Allah s.w.t.
Surah al-Ikhlas ayat 1-4. dan Surah al-anam ayat 1-3.
b. Iman kepada Malaikat
Iman kepada malaikat adalah keyakinan yang
kuat bahwa Allah memiliki malaikat-malaikat, yang
diciptakan dari cahaya. Mereka, sebagaimana yang
telah dijelaskan oleh Allah, adalah hamba-hamba
Allah yang dimuliakan. Adapun yang diperintahkan
kepada
mereka,
mereka
laksanakan.
Mereka
bertasbih siang dan malam tanpa berhenti. Mereka
melaksanakan tugas masing-masing sesuai dengan
yang
diperintahkan
oleh
Allah,
sebagaimana
disebutkan dalam riwayat-riwayat mutawatir dari
nash-nash Al-Qur'an maupun As-Sunnah. Jadi, setiap
gerakan di langit dan di bumi, berasal dari para
malaikat yang ditugasi di sana, sebagai pelaksanaan
perintah Allah Azza wa Jalla. Maka, wajib mengimani

16

secara tafshil (terperinci), para malaikat yang


namanya disebutkan oleh Allah, adapun yang belum
disebutkan namanya, wajib mengimani mereka secara
ijmal (global).
c. Iman kepada Kitab-Kitab-Nya
Maksudnya
adalah,
meyakini
dengan
sebenarnya bahwa Allah memiliki kitab-kitab yang
diturunkan-Nya kepada para nabi dan rasul-Nya, yang
benar-benar merupakan firman-Nya. Ia adalah cahaya
dan petunjuk. Apa yang dikandungnya adalah benar.
Tidak ada yang mengetahui jumlahnya selain Allah.
Wajib beriman secara ijmal, kecuali yang telah
disebutkan namanya oleh Allah, maka wajib baginya
mengimaninya secara tafshil, yaitu Taurat, Injil, Zabur,
dan Al-Qur'an. Selain wajib mengimani bahwa AlQur'an diturunkan dari sisi Allah, wajib pula
mengimani bahwa Allah telah mengucapkannya
sebagaimana Dia telah mengucapkan seluruh kitab
lain yang diturunkan. Wajib pula melaksanakan
berbagai perintah dan kewajiban serta menjauhi
berbagai larangan yang terdapat di dalamnya. AlQur'an merupakan tolok ukur kebenaran kitab-kitab
terdahulu. Hanya Al-Qur'anlah yang dijaga oleh Allah
dari pergantian dan perubahan. Al-Qur'an adalah
Kalam Allah yang diturunkan, dan bukan makhluk,
yang berasal dari-Nya dan akan kembali kepada-Nya.
d. Iman kepada Rasul-Rasul-Nya
Iman kepada rasul-rasul adalah keyakinan
yang kuat bahwa Allah telah mengutus para rasul
untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada
cahaya. Kebijaksanaan-Nya telah menetapkan bahwa
Dia mengutus para rasul itu kepada manusia untuk
memberi kabar gembira dan ancaman kepada
mereka. Maka, wajib beriman kepada semua rasul
secara ijmal sebagaimana wajib pula beriman secara
tafshil kepada siapa di antara mereka yang disebut
namanya oleh Allah, yaitu 25 diantara mereka yang

17

disebutkan oleh Allah dalam Al-Qur'an. Wajib pula


beriman bahwa Allah telah mengutus rasul-rasul dan
nabi-nabi selain mereka, yang jumlahnya tidak
diketahui oleh selain Allah, dan tidak ada yang
mengetahui nama-nama mereka selain Allah Yang
Maha Mulia dan Maha Tinggi. Wajib pula beriman
bahwa Muhammad saw adalah yang paling mulia dan
penutup para nabi dan rasul, risalahnya meliputi
bangsa jin dan manusia, serta tidak ada nabi
setelahnya.
e. Iman kepada Hari Akhir
Iman kepada hari akhir adalah keyakinan yang
kuat tentang adanya negeri akhirat. Di negeri itu Allah
akan membalas kebaikan orang-orang yang berbuat
baik dan kejahatan orang-orang yang berbuat jahat.
Allah mengampuni dosa apapun selain syirik, jika Dia
menghendaki.
Pengertian
alba'ts
(kebangkitan)
menurut syar'i adalah dipulihkannya badan dan
dimasukkannya kembali nyawa ke dalamnya,
sehingga manusia keluar dari kubur seperti belalangbelalang yang bertebaran dalam keadaan hidup dan
bersegera mendatangi penyeru. Kita memohon
ampunan dan kesejahteraan kepada Allah, baik di
dunia maupun di akhirat.
f.

Iman kepada Takdir Baik dan Takdir Buruk


Iman kepada takdir adalah meyakini secara
sungguh-sungguh bahwa segala kebaikan dan
keburukan itu terjadi karena takdir Allah. Allah ta'ala
telah mengetahui kadar dan waktu terjadinya segala
sesuatu sejak zaman azali, sebelum menciptakan dan
mengadakannya dengan kekuasaan dan kehendakNya, sesuai dengan apa yang telah diketahui-Nya itu.
Allah telah menulisnya pula di dalam Lauh Mahfuzh
sebelum menciptakannya.

1.2 Proses Terbentuknya Iman

18

Pada dasarnya, proses pembentukan iman. Diawali


dengan proses perkenalan, mengenal ajaran Allah adalah
langkah awal dalam mencapai iman kepada Allah. Jika
seseorang tidak mengenal ajaran Allah maka orang tersebut
tidak mungkin beriman kepada Allah. Akidah Islam dalam alQuran disebut iman. Iman bukan hanya berarti percaya
melainkan keyakinan yang mendorong seorang muslim untuk
berbuat. Oleh karena itu lapangan iman sangat luas.Akidah
Islam atau iman mengikat seorang muslim, sehingga ia
terikat dengan aturan hukum yang datang dari Islam. Oleh
karena itu menjadi seorang muslim berarti meyakini dan
melaksanakan segala sesuatu yang diatur dalam ajaran
Islam.
Di samping proses pengenalan, proses pembiasaan
juga perlu diperhatikan, karena tanpa pembiasaan,
seseorang bisa saja seorang yang benci menjadi senang.
Seorang anak harus dibiasakan terhadap apa yang
diperintahkan Allah dan menjauhi larangan Allah agar kelak
nanti terampil melaksanakan ajaran Allah.
Keimanan pada ke-Esaan Allah yang dikenal dengan
istilah tauhid dibagi menjadi dua yaitu tauhid teoritis dan
tauhid praktis. Tauhid teoritis adalah tauhid yang membahas
tentang ke-Esaan Zat, sifat dan Perbuatan Tuhan. Adapun
tauhid praktis yang disebut juga tauhid ibadah berhubungan
dengan amal dan ibadah manusia.
Tauhid praktis merupakan penerapan dari tauhid
teoritis. Seperti dengan kata lain, tidak ada yang disembah
selain Allah, atau yang wajib disembah hanyalah Allah
semata yang menjadikan-Nya tempat tumpuhan hati dan
tujuan gerak langkah. Oleh karena itu seseorang baru
dinyatakan
beriman
dan
bertakwa,
apabila
sudah
mengucapkan kalimat tahuid dan dengan mengamalkan
semua perintah Allah dan menjahui larangannya.

1.3 Ciri-ciri Orang yang Beriman


Agar terwujud kepribadian rabbani, seorang muslim
harus bersungguh-sungguh mempercayai-Nya dengan segala

19

kesempurnaan, keagungan, keperkasaan, dan keindahan


perbuatan dan kebijaksanaan-Nya, nama-nama-Nya, sifatsifat-Nya, serta Dzat-Nya kemudian pembuktian keimanan itu
terimplementasi dalam perbuatan, sikap, perilaku, dan
tindakannya dengan memelihara dan melaksanakan hak-hak
yang sangat mutlak, yaitu meng Esakan-Nya, sebagaimana
dalam (Qs: Ali-Imran; 102)
Membaca kembali firman Allah dalam al-Quran, kita
akan menemukan kembali lautan ilmu petunjuk yang Allah
turunkan untuk kita menjalani hidup. Kali ini kita membaca
dan mengambil intisari dari QS. Al-Mu`minun ayat 1-11,
mengenai ciri orang beriman. 1. Sesungguhnya beruntunglah
orang-orang yang beriman, 2. (yaitu) orang-orang yang
khusyu dalam sembahyangnya, 3. dan orang-orang yang
menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada
berguna, 4. dan orang-orang yang menunaikan zakat, 5. dan
orang-orang yang menjaga kemaluannya, 6. kecuali terhadap
isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka
sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa. 7.
Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah
orang-orang yang melampaui batas. 8. Dan orang-orang
yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan
janjinya.
9.
dan
orang-orang
yang
memelihara
sembahyangnya. 10. Mereka itulah orang-orang yang akan
mewarisi, 11. (yakni) yang akan mewarisi syurga Firdaus.
Mereka kekal di dalamnya.
Dari kesebelas ayat QS Al-Mu`minun di atas, ciri-ciri
orang beriman itu adalah sebagai berikut: 1. Orang yang
khusyu dalam shalatnya, 2. Menjauhkan diri dari perbuatan
tak berguna, 3. Orang yang berzakat, 4. Menjaga diri dari
zina, 5. Memelihara amanah dan janji, 6. Menjaga shalatnya.
Sedangkan dalam surat al Imran ayat 17 dijelaskan bahwa
lima identitas atau lima ciri orang yang yang sabar, orang
yang jujur, orang yang patuh dan taat, orang yang suka
menafkahkan hartanya di jalan Allah, dan orang yang suka
mohon ampun di larut malam. Seseorang yang bertakwa
kepada Tuhannya, maka di dalam pekerjaan pun ia akan
selalu membawa identitas tersebut.
1.4 Tantangan orang yang beriman dalam Kehidupan Modern

20

Pada dasarnya dalam kehidupan modern, kita sebagai


manusia tidak bisa terlepas dari iman. Karena dengan
beriman kita dapat mencegah dan menyelamatkan diri dari
hal-hal yang menyesatkan atau dari segala sesuatu yang
tidak baik. Selain itu, kita juga dapat menentukan apakah
modernisasi tersebut dianggap sebagai suatu kemajuan atau
tidak, dipandang bermanfaat atau tidak, diperlukan atau
sebaliknya perlu dihindari.
Sebelum membahas tentang pengaruh iman dalam
kehidupan
modern. Kami membahas terlebih dahulu
bagaimana pengaruh Iman terhadap jiwa dalam kehidupan
dalam Pustaka pengetahuan Alquran dijelaskan bahwa
iman yang benar memiliki dampak yang baik, buah yang
bermanfaat, dan pijakan yang jelas bagi manusia dan
kehidupan. Berikut adalah hal-hal mendasar yang berkaitan
dengan iman: (1) Iman merupakan landasan kebahagiaan.
(2) Iman merupakan landasan bagi akhlak yang mulia (3)
Iman merupakan basis bagi ketenangan jiwa dan hati (4)
Iman membebaskan jiwa dari pengaruh kekuasaan orang lain
(5) Iman menghidupkan jiwa keberanian, sikap pantang
mundur, menganggap biasa kematian, dan kerinduan untuk
mati demi kebenaran (mati Syahid) (6) Iman menumbuhkan
keyakinan tentang rezeki (7) Iman memberikan kehidupan
yang baik, sebuah kehidupan yang dipersembahkan Allah
swt untuk orang-orang yang beriman di dunia ini, sebelum
diberikan di akhirat.
Peran iman terhadap kehidupan manusia sangat
besar. Berikut beberapa pokok manfaat dan pengaruh iman
pada kehidupan manusia.
1. Iman melenyapkan kepercayaan pada kekuasaan benda
Orang yang beriman hanya percaya pada kekuatan
dan kekuasaan Allah. Kalau Allah hendak memberikan
pertolongan, maka tidak ada satu kekuatanpun yang dapat
mencegahnya. Sebaliknya, jika Allah hendak menimpakan
bencana, maka tidak ada satu kekuatanpun yang sanggup
menahan dan mencegahnya. Pegangan orang yang beriman
adalah firman Allah surat al-Fatihah ayat 1-7.
2. Iman menanamkan semangat berani menghadapi maut

21

Takut menghadapi maut menyebabkan manusia


menjadi pengecut. Pegangan orang beriman mengenai soal
hidup dan mati adalah firman Allah dalam QS 4 (al-Nisa) :
78.
3. Iman menanamkan sikap self help dalam kehidupan
Rezeki atau mata pencaharian memegang peranan
penting dalam kehidupan manusia. Banyak orang yang
melepaskan
pendiriannya,
karena
kepentingan
peghidupannya. Pegangan orang beriman dalam hal ini ialah
firman Allah dalam QS 11 (Hud) : 6.
4. Iman memberikan ketentraman jiwa
Orang yang beriman mempunyai keseimbangan,
hatinya tentram (mutmainnah), dan jiwanya tenang
(sakinah), seperti dijelaskan firman Allah dalam QS 13 (alRadu) : 28. Seorang yang beriman tidak pernah ragu pada
keyakinanya terhadap qadha dan qadar.
5. Iman mewujudkan kehidupan yang baik (hayatan
tayyibah)
Kehidupan manusia yang baik adalah kehidupan
orang yang selalu melakukan kebaikan dan mengerjakan
perbuatan yang baik. Hal ini dijelaskan Allah dalam QS 16 (alNahl) : 97.
6. Iman melahirkan sikap ikhlas dan konsekuen
Iman memberi pengaruh pada seseorang untuk
selalu berbuat dengan ikhlas, tanpa pamrih, kecuali keridaan
Allah. Ia senantiasa berpedoman pada firman Allah dalam
QS. 6 (al-Anam) : 162.
7. Iman memberikan keberuntungan
Orang beriman selalu berjalan pada arah yang benar,
Allah membimbing dan mengarahkan pada tujuan hidup
yang hakiki. Dengan demikian orang yang beriman adalah
orang yang beruntung dalam hidupnya. Hal ini sesuai dengan
firman Allah dalam QS 2 (al-Baqarah): 5.
8. Iman mencegah penyakit
Akhlak, tingkah laku, perbuatan fisik seseorang
mukmin, atau fungsi biologis tubuh manusia mukmin
dipengaruhi oleh iman. Hal itu karena semua gerak dan
perbuatan manusia mukmin, baik yang dipengaruhi oleh

22

kemauan, seperti makan, minum, berdiri, melihat, dan


berpkir, maupun yang tidak dipengaruhi oleh kemauan,
seperti gerak jantung, proses pencernaan, dan pembuatan
darah, tidak lebih dari serangkaian proses atau reaksi kimia
yang terjadi di dalam tubuh.
Dari uraian pembahasan yang telah diutarakan,
kiranya dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut;
Pertama, peranan agama pada masa modern
dirasakan masih sangat penting, bahkan menunjukkan gejala
peningkatan. Fenomena kebangkitan agama di antaranya
dapat diamati dari maraknya kegiatan-kegiatan keagamaan
dan larisnya buku-buku agama. Fenomena ini setidaknya
dipengaruhi oleh beberapa hal seperti adanya kesadaran
providensi setiap individu, ketidakberhasilan modernisasi dan
industrialisasi dalam mewujudkan kehidupan yang lebih
bermakna (meaningfull). Di samping itu, kegagalan
organized religions dalam mewujudkan agama yang bercorak
humanistik, juga disinyalir turut mendorong praktik
spiritualitas era modern.
Kedua, agama tetap akan memegang peranan
penting di masa mendatang, terutama dalam memberikan
landasan moral bagi perkembangan sains dan teknologi.
Dalam kaitan ini perlu ditekankan pentingnya usaha
mengharmoniskan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek)
dengan agama (Imtaq). Iptek harus selalu dilandasi oleh
nilai-nilai moral-agama agara tidak bersifat destruktif
terhadap nilai-nilai kemanusiaan (dehumanisasi). Sedangkan
ajaran agama harus didekatkan dengan konteks modernitas,
sehingga dapat bersifat kompatibel dengan segala waktu dan
tempat.
Tugas:
Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan benar!
1. Jelaskan pengertian iman dan bagian-bagiannya!
2. Terangkan proses terbentuknya iman!
3. Uraikan ciri-ciri orang yang beriman!

23

4. Uraikan tantangan orang yang beriman dalam kehidupan


modern!
5. Terangkan pentingnya keimanan dalam kehidupan
bermasyarakat!
BAB II
KONSEP MANUSIA DALAM ISLAM
Manusia
dengan
proses
kejadiannya
berjalan
berdasarkan sunnatullah atau hukum alam. Sumber
penciptaan dan proses kejadiannya perlu dipahami agar
manusia hidup tidak
sombong dan lupa diri dan
memaksimalkan ibadahnya kepada Allah sebagai hamba dan
khalifah-Nya di bumi. Dalam bab ini akan dibahas tentang:
1) Konsep manusia, 2) Terminologi dan Istilah manusia
manurut ilmuwan dan Al-Quran, 3). Proses kejadian manusia,
4) Sifat-sifat manusia, martabat dan peranannya sebagai
hamba Allah dan khalifah di bumi.
1.1 Konsep Manusia
Manusia sebagai ciptaan Allah yang diamanahkan
kepadanya sebagai khalifah juga sebagai hamba-Nya.
Poerwadarminta (1983) memberikan pengertian manusia,
yaitu makhluk yang berakal budi (lawan dari pada binatang)
..Berbeda pengertian manusia yang dikemukakan oleh
Zakiyah Darajat dkk (1994) bahwa manusia dalam
pandangan kebendaan hanyalah merupakan sekepal tanah di
bumi. Dari bumi asal kejadiannya, di bumi dia berjalan, dari
bumi dia makan dan ke dalam bumi pula dia kembali.
Pengertian manusia kedua di atas menguraikan asal
kejadian manusia, tempat dimana ia hidup dan ke mana
berakhir hidupnya pula. Pendapat yang sama dikemukakan
oleh Syahminan Zaini (1984) bahwa manusia adalah bagian
dari alam besar yang ada di bumi, sebagian dari makhluk
yang bernyawa.Demikian pula Abbas Mahmud al-Aqqad
yang dikutip oleh Zaini bahwa manusia adalah orang yang
bertanggungjawab, diciptakan dengan sifat-sifat ketuhanan.
Dari beberapa pengertian manusia yang dikemukakan
ilmuan di atas dapat disimpulkan bahwa manusia adalah:

24

1.

Makhluk yang diciptakan dari tanah kemudian


berproses mengikuti sunnatullah (hukum alam);
2. Makhluk
yang
bertanggungjawabatas
tugas-tugas
kekhalifahannya;
3. Makhluk yang mempunyai sifat-sifat ketuhanan yang
terbatas;
4.
Makhluk yang berakal, sedhingga akal
manusialah yang membedakan dengan makhluk lain.
1.2 Terminologi Manusia dan Istilahnya
Nama lain daripada manusia menurut ilmuwan seperti
yang dikutip oleh Syahminan Zaini (1984) dalam bukunya
Mengenal Manusia Lewat Al-Quran dan Muhammad Daud Ali
(1998) adalah sebagai berikut.
1.
Linneaus mengatakan: Manusia adalah Homo
Sapiens = makhluk yang berbudi (berakal);
2.
Raves mengatakan bahwa manusia adalah Homo
Loquen = makhluk yang pandai
berbahasa dan
menjelmakan pikiran dan perasaan dalam kata-kata yang
tersusun;
3.
Bergson mengatakan bahwa manusia adalah Homo
Faber = makhluk yang pandai membuat alat
pertukangan;
4.
Aristoteles mengatakan manusia adalah Zoon
Politicon = makhluk sosial;
5.
Huizinga mengatakan bahwa manusia adalah Homo
Ludens = makhluk yang suka main.
Menurut Quraisy Syihab (1996); Khaerul Umam
(1986); Abdul Baqi (1986) istilah manusia menurut Al-Quran
ada tiga, yaitu:
1. Menggunakan kata yang terdiri atas huruf alif, nun, dan
sin semacam insan, ins, nas, unas. Perhatikan : Q.S.
al-Ashr: 2; Q.S. al-Zariyat: 56; dan Q.S. an-Nas: 1-3
sebagai berikut.
Artinya: Sesungguhnya manusia itu benar-benar
dalam kerugian.

25

Artinya: Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia


melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.

Artinya: Katakanlah: "Aku berlidung kepada Tuhan


(yang memelihara dan menguasai) manusia. Raja
manusia. Sembahan manusia.
2. Menggnakan kata basyar. Perhatikan: surat Al-Kahfi: 110:

Artinya: Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia


biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku:
"Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan
yang Esa." Barangsiapa mengharap perjumpaan
dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan
amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan
seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya."
3.
Menggunakan kata Bani Adam. Perhatikan
Q.S. al-Isra: 70

Artinya: Dan sesungguhnya telah Kami muliakan


anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan
di lautan. Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik
dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang
sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami
ciptakan.
Alquran memandang manusia sebagai makhluk
biologis, psikologis, dan sosial. Manusia sebagai basyar
tunduk kepada takdir Allah sama dengan makhluk lain.

26

Manusia sebagai insan atau annas bertalian dengan roh


Ilahi, memiliki kekebabasan dalam memilih tunduk atau
membangkang terhadap perintah Allah.
Murtadha
Mutahhari
(dalam
Hasanah,
2007)
berpendapat bahwa manusia adalah makhluk serba
dimensi, yaitu: 1) secara fisik hampir sama dengan
hewan, membutuhkan makan, minum, istirahat, dan
menikah supaya ia dapat hidup, tumbuh, dan
berkembang; 2) manusia memiliki sejumlah emosi yang
bersifat etis, yaitu ingin memperoleh keuntungan dan
menghindari kerugian; 3) manusia mempunyai perhatian
terhadap keindahan; 4) manusia memiliki dorongan untuk
menyembah Allah; 5) manusia memiliki kemampuan dan
kekuatan yang berlipat ganda, karena ia dikarunia akal,
pikiran dan kehendak bebas, sehingga ia mampu
menahan
hawa
nafsu
dan
dapat
menciptakan
keseimbangan dalam hidupnya; dan 6) manusia mampu
mengenal dirinya sendiri. Jika manusia mengenal dirinya,
ia akan mencari dan ingin mengetahui siapa penciptanya,
mengapa ia diciptakan, dari apa ia diciptakan, bagaimana
proses penciptaannya, dan untuk apa ia diciptakan.
1.3 Proses Kejadian Manusia
Kejadian manusia dalam pandangan Islam tidak
terlepas dari figur Adam sebagai manusia pertama kata
Quraisy Syihab (1996). Lebih lanjut Rifyal Kabah (1978:34)
dalam Panji Masyarakat no 252, 1 Agustus 1978 mengatakan
bahwa Al-Quran telah menyampaikan tentang proses
kejadian manusia secara ilmiah dan terinci. Al-Quran
menguraikannya dengan ungkapan yang simpel dan mudah
dipahami serta dalam waktu yang sama juga cocok dengan
penemuan baru.
Quraisy Shihab (1996) tidak sependapat dengan
Rifyal Kabah bahwa Al-Quran telah menguraikan manusia
secara rinci. Kata Quraisy Shihab, Al-Quran
hanya menyampaikan bahwa proses kejadian manusia dari
segi bahan penciptaannya saja sebagai berikut:
1.
Bahan awal manusia adalah tanah;
2.
Bahan tersebut disempurnakan;

27

3.

Setelah
proses
penyempurnaannya
selesai,
ditiupkan kepada ruh Ilahi. Perhatikan: Q.S. al-Hijr: 28-29:

Artinya: Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman


kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku akan
menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering
(yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk.
Artinya: Maka apabila Aku telah menyempurnakan
kejadiannya, dan telah meniupkan ruh (ciptaan)-Ku,
maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.
Q.S. Shad: 71-72:
Artinya: (Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman
kepada malaikat: "Sesungguhnya Aku akan
menciptakan manusia dari tanah."

Artinya: Maka apabila telah Kusempurnakan


kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh
(ciptaan)Ku; maka hendaklah kamu tersungkur
dengan bersujud kepadanya."
Al-Quran menguraikan kejadian manusia dalam dua
tahap. Tahap pertama adalah kejadian manusia dari
tanah, Dan tahap kedua kejadian manusia keturunan
Adam.
a. Kejadian manusia pertama
Kejadian manusia pertama, al-Quran menjelaskan
sebagai berikut:

28

1.

Allah
menjadikan
seorang
manusia, sesudah itu baru Allah menjadikan isterinya
dari bahan yang sama. Dari kedua manusia inilah
dikembang-biakkan Allah keturunannya yang banyak,
seperti firman-Nya dalam Surat an-Nisaa ayat 1:

Artinya: Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada


Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang
diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya;
dan dari pada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan
bertakwalah
kepada
Allah
yang
dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta
satu sama lain dan (peliharalah) hubungan
silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan
mengawasi kamu.
2.
Penciptaan manusia pada awalnya adalah jasadnya
yang dijadikan dari tanah, seperti firman-Nya dalam
Surat as-Sajadah ayat 7 dan Surat al-Hijr ayat 28:

29

Artinya: Yang membuat segala sesuatu yang Dia


ciptakan sebaik-baiknya dan Yang memulai penciptaan
manusia dari tanah.

Artinya: Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman


kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku akan
menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering
(yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk.
3. Setelah jasad manusia sempurna Allah meniupkan ruh
ke dalam jasadnya, seperti firman-Nya dalam Surat alHijr ayat 29: Maka apabila Aku telah menyempurnakan
kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalam ruh
(ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan
sujud.
Dalam sebuah hadis Qudsi Allah berfirman: Tatkala
ditiupkan ruh ke dalam jasad Adam, bergerak dan
terbanglah ruh itu kepada Adam, sehingga ia bersin dan
mengucapkan al-Hamdu lillah = segala puji bagi Allah,
lalu Allah menjawab: Allah memberi rahmat kepadamu
(Hadis riwayat Ibnu Hibban, al-Hakim dan Addhia).
Jelaslah bahwa ruh ditiupkan ke dalam jasmani
setelah sempurna kejadiannya. Tetapi, dari apakah ruh
dijadikan Tuhan?, manusia tidak mengetahuinya, karena
masalah ruh urusan Allah. Perhatikan Surat al-Israa ayat
85:

Artinya: Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh.


Katakanlah: "Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan
tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit."
Karena itu, manusia tidak akan pernah dapat
mengetahui sifat, keadaan dan unsur pokok ruh itu. Yang

30

diketahui manusia dari ruh itu ialah bahwa dengan ruh itu
manusia dapat menemukan, mengingat, berpikir,
mengetahui, berkehendak, memilih, mencintai,
membenci. (Sayyid Sabiq, 1984: 366).
Pakar ilmu jiwa mengatakan bahwa yang dapat
diketahui tentang ruh hanya gejala-gejalanya saja. Atas
dasar itulah disusun Ilmu Jiwa. Jadi, Ilmu Jiwa bukanlah
ilmu tentang hakikat ruh, melainkan ilmu yang
mengetahui gejala-gejalanya saja.
b. Kejadian manusia keturunan (dari manusia pertama).
1) Keturunan manusia ini dijadikan oleh Allah dari air
mani, seperti firman- Nya dalam surat as-Sajadah
ayat 8:

Artinya: Dia menjadikan keturunanya dari saripati air


yang hina (air mani).
2) Tentang air mani. Al-Quran menjelaskan bahwa ia dari
air yang memancar, seperti firman-Nya dalam Surat
al-Qiyamah ayat 37:

Artinya: Bukankah dia dahulu setetes mani yang


ditumpahkan (ke dalam rahim).
Di ayat lain, surat al-insan ayat 2:

Artinya: Kami menjadikannya dari air mani yang


bercampur..
Kata Sualalah dalam ayat di atas, dalam
bahasa Arab berarti sesuatu yang dikeluarkan atau
yang keluar dari yang lain atau suatu bagian yang
terbaik.

31

Penyebab sel telur yang mendatangkan


kehamilan adalah sel-sel yang sangat kecil sekali,
yang pangjangnya kira-kira 1,1000 mm. Dari jutaan
sel-sel yang keluar dari pria yang normal hanya satu
yang akan jadi bibit. Sel-sel yang tidak berhasil
menerobos dari jalan mulut vagina melalui
terowongan menuju ke rahim tinggal di perjalanan
dan penuh. Hanya satu sel saja dari zat cair yang
kompliket ini yang kemudian bisa menjadi anak
manusia. Bagaimana kita tak akan takjub
menyaksikan begitu cocoknya pengetahuan modern
dengan uraian al-Quran (Panji Masyarakat, nomor
252, 1 Agustus 1978).
3) Kemudian al-Quran menjelaskan, bahwa sel yang
akan menjadi manusia itu di simpan dalam suatu
tempat (qaraar). Tempat ini disekitar daerah
kandungan ibu, seperti firman Allah dalam surat alMukminun ayat 12-14:

Artinya: Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan


manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah.
Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang
disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).
Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah,
lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumapal
daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang
belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus

32

dengan daging. Kemudian Kami jadikan duia makhluk


yang (berbentuk) lain. Maka Maha Suci Allah, Pencipta
yang paling baik.
4) Al-Quran menjelaskan pula bahwa Allah menjadikan
manusia sejodoh, laki-laki dan perempuan, seperti
firman-Nya dalam surat an-Najmi ayat 45:

Artinya: Dan bahwasanya Dialah yang menciptakan


berpasang-pasangan laiki-laki dan perempuan.
1.4 Peranan Manusia sebagai Hamba dan Khalifah Allah.
Berbagai rumusan tentang manusia telah pula
diberikan, salah satu di antaranya, berdasarkan studi isi AlQuran dan Hadis berbunyi bahwa manusia adalah makhluk
ciptaan Allah yang memiliki potensi untuk beriman kepada
Allah, dengan mempergunakan akalnya mampu memahami
dan mengamalkan wahyu serta mengamati gejala-gejala
alam, bertanggungjawab atas segala perbuatannya dan
berakhlak (Rasyid, 1983: 19) . Bertitik tolak dari rumusan
tersebut, menurut ajaran Islam, manusia dibandingkan
dengan makhluk lain, mempunyai berbagai ciri, antara lain
ciri utamanya menurut Muhammad Daud Ali (1998: 11-19)
adalah:
1.
Makhluk yang paling unik, dijadikan dalam bentuk
yang baik, ciptaan Tuhan yang paling sempurna;
2.
Manusia memiliki potensi beriman kepada Allah;
3.
Manusia diciptakan Allah untuk mengabdi kepadaNya;
4.
Manusia diciptakan Allah untuk menjadi khalifah-Nya;
5.
Di samping akal, manusia dilengkapi Allah dengan
perasaan dan kemauan;
6.
Secara individual manusia bertanggungjawab atas
segala perbuatannya;
7.
Berakhlak.
Uraian masing-masing unsur di atas adalah sebagai
berikut:

33

1). Makhluk yang paling unik, dijadikan dalam bentuk yang


baik, ciptaan Tuhan yang paling sempurna.
Manusia sebagai makhluk yang paling unik di antara
makhluk lainnya, seperti firman Allah dalam Q.S. at-Tin:
4):

Artinya: sesungguhnya Kami telah menjadikan


manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.
Karena itu pula keunikannya dari makhluk ciptaan
Tuhan yang lain dapat dilihat pada bentuk dan struktur
tubuhnya, gejala-gejala yang ditimbulkan jiwanya,
mekanisme yang terjadi pada setiap organ tubuhnya,
proses pertumbuhannya melalui tahap-tahap tertentu.
Hubungan timbal balik antara manusia dengan
lingkungan hidupnya, ketergantungannya pada sesuatu,
menunjukkan adanya kekuasaan yang berada di luar
manusia itu sendiri. Manusia sebagai makhluk, karena itu
seyogyanya
menyadari
kelemahannya.
Kelemahan
manusia berupa sifat yang melekat pada dirinya
disebutkan Allah dalam Al-Quran, di antaranya adalah
sebagai berikut.
a.
Melampaui batas. Perhatikan Q.S. Yunus
ayat12:

Artinya: Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia


berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk
atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu
daripadanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang
sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada
Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah

34

b.

34

menimpanya. Begitulah orang-orang yang melampaui


batas itu memandang baik apa yang selalu mereka
kerjakan.
Zalim seperti firman Allah dalam Q.S.Ibrahim:

Artinya: Dan Dia telah memberikan kepadamu


(keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan
kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah,
tidaklah
dapat
kamu
menghinggakannya.
Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat
mengingkari (nikmat Allah).
c. Tergesa-gesa seperti firman Allah dalam Q.S. Al-Isra:
11

Artinya: Dan manusia mendoa untuk kejahatan


sebagaimana ia mendoa untuk kebaikan. Dan adalah
manusia bersifat tergesa-gesa.
d.
Suka membatah seperti firman Allah dalam
Q.S. al-Kahfi: 54

Artinya: Dan sesungguhnya Kami telah mengulangulangi bagi manusia dalam Al Quran ini bermacammacam perumpamaan. Dan manusia adalah makhluk
yang paling banyak membantah.
e.
Berkeluh kesah dan kikir seperti firman Allah
dalam Q.S. al-Maarij: 19-21.

35

Artinya: Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat


keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia
berkeluh kesah. dan apabila ia mendapat kebaikan ia
amat kikir.
f.
Ingkar dan tidak berterima kasih seperti firman
Allah dalam Q.S. Al-Adiyat: 6

Artinya: sesungguhnya manusia itu sangat ingkar,


tidak berterima kasih kepada Tuhannya.
Namun untuk kepentingan dirinya sendiri manusia
harus senantiasa berhubungan dengan penciptannya,
dengan sesama manusia, dengan dirinya sendiri, dan
dengan alam sekitarnya. Oleh karena itu, manusia
mempunyai beberapa potensi sebagai berikut.
1) Manusia memiliki potensi (daya atau kemampuan
yang mungkin dikembangkan) beriman kepada Allah.
Sebab sebelum ruh (ciptaan) Allah dipertemukan
jasad di rahim ibunya, ruh yang ada di alam gaib itu
ditanyai Allah, apakah mereka mengakui Allah
sebagai Tuhan mereka? = Alastu birabbikum. Ruh
menjawab: Balaa syahidnaa artinya Engkau Tuhan
kami. Dengan pengakuan seperti itu, sesungguhnya
sejak awal, dari tempat asalnya manusia telah
mengakui Tuhan, telah bertuhan, berketuhanan.
Pengakuan dan penyaksian bahwa Allah adalah Tuhan
ruh yang ditiupkan ke dalam rahim wanita yang
sedang mengandung manusia itu berarti bahwa
manusia mengakui pula kekuasaan Tuhan, termasuk
kekuasaan
Tuhan
menciptakan
agama
untuk
pedoman hidup manusia di dunia ini. Ini bermakna

36

pula bahwa secara potensial manusia percaya atau


beriman kepada ajaran agama yang diciptakan Allah
Yang Maha Kuasa.
2) Manusia diciptakan Allah untuk mengabdi kepadaNya. Tugas manusia untuk mengabdi kepada Allah
dengan tegas dinyatakan-Nya dalam alQuran surat al-Zaariyaat ayat 56:

Artinya: Tidak Kujadikan jin dan manusia


melainkan mengabdi kepada-Ku.
Mengabdi kepada Allah dapat dilakukan
manusia melalui dua jalur, jalur khusus dan jalur
umum. Pengabdian melalui jalur khusus dilaksanakan
dengan melakukan ibadah khusus yaitu segala
upacara pengabdian langsung kepada Allah yang cara
dan waktunya telah ditentukan oleh Allah sendiri.
Sedang rinciannya dijelaskan oleh Rasul-Nya, seperti
ibadah salat, zakat, shaum, dan haji.
Pengabdian melalui
jalur
umum
dapat
diwujudkan dengan melakukan perbuatan-perbuatan
yang bermanfaat bagi diri sendiri dan masyarakat,
dengan niat yang ikhlas untuk mencari keridhaan
Allah.
3) Manusia diciptakan Tuhan untuk menjadi khalifah-Nya
di bumi. Hal itu dinyatakan Allah dalam al-Quran
surat al-Baqarah ayat 30:

Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada


para
Malaikat:
"Sesungguhnya
Aku
hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka

37

berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan


(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah,
padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji
Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman:
"Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu
ketahui."
Allah menciptakan manusia sebagai khalifah di bumi.
Perkataan menjadi khalifah dalam ayat tersebut
menurut H.M. Rasyidi (1972) mengandung makna
bahwa Allah menjadikan manusia wakil atau
pemegang kekuasaan-Nya mengurus dunia dengan
jalan melaksanakan segala yang diridhai-Nya di muka
bumi.
Dalam mengurus dunia, sesungguhnya manusia
diuji, apakah ia akan melaksanakan tugasnya dengan
baik atau sebaliknya mereka malas. Mengurus dengan
baik adalah mengurus kehidupan dunia ini sesuai
dengan kehendak Allah, sesuai dengan pola yang
telah ditentukan-Nya, agar kemanfaatan alam
semesta dan segala isinya dapat dinikmati oleh
manusia dan makhluk lainnya. Kalau sebaliknya,
pengurusan itu tidak baik, artinya tidak sesuai dengan
pola yang telah ditetapkan Allah. Malapetaka, sebagai
akibat salah urus akan dirasakan oleh manusia, juga
oleh lingkungan hidupnya.
Untuk dapat melaksanakan tugasnya menjadi
kuasa atau khalifah Allah, manusia diberi akal pikiran
dan kalbu, yang tidak diberi kepada makhluk lain.
Dengan akal pikirannya manusia mampu mengamati
alam semesta, menghasilkan dan mengembangkan
ilmu, yang benihnya telah disemaikan Allah sewaktu
mengajarkan nama-nama (benda) kepada manusia
(Adam)
menjadi khalifah-Nya di bumi ini dahulu.
Perhatikan firman Allah dalam Q.S. al-Baqarah ayat
31. Artinya: Dan Dia mengajarkan kepada Adam
nama-nama (benda-benda)
seluruhnya, kemudian

38

mengemukakannya kepada para Malaikat lalu


berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama bendabenda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang
benar!"
Dengan akal dan pemikirannya yang melahirkan
ilmu pengetahuan dan teknologi, manusia diharapkan
mampu mengembangkan amanah sebagai khalifahNya di bumi. Manusia diharapkan akan dapat
mencapai tujuan hidupnya memperoleh keridhaan
Ilahi di dunia ini, sebagai bekal mendapatkan
keridhaan Allah di akhitat nanti.
4) Di samping akal, manusia dilengkapi dengan
perasaan
dan
kemauan.
Dengan
akal
dan
kehendaknya manusia akan tunduk dan patuh kepada
Allah, menjadi muslim; tetapi dengan akal dan
kehendaknya juga manusia tidak dapat dipercaya,
tidak tunduk dan tidak patuh kepada kehendak Allah,
bahkan mengingkari-Nya (kafir). Karena itu di dalam
surat al-Kahfi ayat 29 Allah berfirman:

Artinya: Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya


dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin
(beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa
yang ingin (kafir) biarlah ia kafir." Sesungguhnya
Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu
neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan
jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan
diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih
yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang
paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.
Di ayat lain Surat al-Insan ayat 3 Allah berfirman:

39

Artinya: Sesungguhnya Kami telah menunjukinya


jalan yang lurus; ada (manusia) yang bersyukur tapi
ada pula yang kafir.
Allah telah menunjukkan jalan kepada manusia.
Manusia dapat mengikuti jalan itu, dapat pula tidak
mengikutinya. Memang, dengan kemauan atau
kehendaknya yang bebas manusia dapat memilih
jalan yang akan ditempuhnya. Namun tentang
pilihannya itu, manusia wajib
mempertanggungjawabkannya kelak di akhirat, pada
hari perhitungan mengenai baik buruknya perbuatan
manusia di dunia ini.
5) Secara individual manusia bertanggungjawab atas
segala perbauatannya. Ini dinyatakan Tuhan dalam
firman-Nya yang kini dapat dibaca dalam Alquran
surat Thur ujung ayat 21

Artinya: Dan orang-orang yang beriman, dan yang


anak cucu mereka mengikuti mereka dalam
keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka
dengan mereka dan Kami tiada mengurangi
sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap
manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.
6) Berakhlak.
Berakhlak adalah ciri utama manusia
dibandingkan dengan makhluk lain. Artinya, manusia
adalah makhluk yang diberi Allah kemampuan untuk
membedakan yang baik dengan yang buruk. Dalam
Islam kedudukan akhlak sangat penting, menjadi
komponen ketiga agama Islam. Kedudukan itu dapat
dilihat dari Sunnah Nabi yang mengatakan bahwa
beliau diutus untuk menyempurnakan akhlak
manusia. Suri teladan yang diberikan Nabi semasa
hayatnya merupakan contoh yang seyogyanya diikuti

40

oleh umat Islam. Selain dari keteladanan beliau, butirbutir akhlak banyak sekali terdapat dalam al-Quran.
Ajakan akhlak yang berasal dari al-Quran dan Hadis
berlaku abadi, selama-lamanya. Perwujudannya
kelihatan pada sikap yang dilanjutkan dengan
perbuatan baik atau buruk.
Manusia pertama (Nabi Adam) diciptakan dari tanah
kemudian keturunannya berkembang dari keturunan Adam
dan Hawa. Dari kedua manusia inilah, manusia berkembang
biak mengikuti ketetapan Allah, dan ditugaskan Allah sebagai
khalifah di bumi dengan berpedoman kepada hokum-hukum
Allah dan rasul-Nya.
Tugas:
Jawablah pertanyaan di bawah ini!
1. Jelaskan pengertian manusia menurut bahasa, kamus,
istilah dan ilmuwan!
2. Tulis dan terjemahkan istilah manusia menurut ilmuwan
dan Al-Quran
3. Tulis dan terjemahkan ayat-ayat tentang istilah manusia
dalam Al-Quran
4. Terangkan proses kejadian manusia menurut ajaran
Islam!
5. Kemukakan peranan manusia sebagai khalifah Allah di
bumi!

BAB IV
HUKUM DAN HAM DALAM ISLAM

41

Manusia hidup diatur oleh hukum dan manusia meninggal pun


diatur oleh hukum. Tanpa hukum atau aturan hidup manusia hidup seperti
binatang. Karena itu, hukum atau aturan sangat dibutuhkan dalam
mengarungi kehidupannya sebagai hamba Allah Allah dan Khalifah-Nya.
Untuk jelasnya diuraikan sebagai berikut.
1.1 Hukum Islam
A.
Sumber Hukum Islam
Pada hakekatnya yang dimaksud dengan sumber hukum
adalah tempat kita dapat menemukan dalil sebagai dasar menetapkan
hukum. Kata sumber hukum sering digunakan dalam beberapa arti,
yaitu:
a. Sebagai asas hukum, sebagai sesuatu yang merupakan permulaan
hukum (akal manusia, jiwa bangsa, dan kehendak Tuhan).
b. Menunjukkan hukum terdahulu yang memberikan bahan-bahan
kepada hukum yang sekarang.
c. Sebagai sumber berlakunya, yang memberi kekuatan berlaku
secara formal kepada peraturan hukum.
d. Sebagai sumber dimana kita dapat mengenal hukum.
e. Sebagai sumber terjadinya hukum.
Diriwayatkan pada suatu ketika Nabi mengutus sahabatnya
ke Yaman untuk menjadi Gubernur di sana. Sebelum berangkat Nabi
menguji sahabatnya Muas bin Jabal dengan menanyakan sumber
hukum yang akan dipergunakan kelak untuk memecahkan berbagai
masalah dan sengketa yang dijumpai di daerah tersebut. Pertanyaan
itu dijawab oleh Muas dengan mengatakan bahwa dia akan
mempergunakan Quran, sedangkan jika tidak terdapat di Quran dia
akan mempergunakan Hadist dan jika tidak ditemukan di hadist maka
dia akan mempergunakan akal dan akan mengikuti pendapatnya itu.
Berdasarkan Hadist Muas bin Jabal dapat disimpulkan bahwa sumber
hukum Islam ada tiga, yaitu: Quran, Sunnah Rasul dan Akal pikiran
manusia yang memenuhi syarat untuk berijtihad. Berdasarkan hadist
tersebut juga bisa diambil kesimpulan, yaitu:
1. Quran bukanlah kitab yang memuat kaidah-kaidah hukum secara
lengkap terinci tetapi berisi kaidah-kaidah yang bersifat fundamental.
2. Sunnah Rasul sepanjang yang berkaitan dengan muamalah hanya
mengandung kaidah-kaidah umum yang harus dirinci oleh orang yang
memenuhi syarat untuk diterapkan pada kasus-kasus tertentu. 3.
Hukum Islam perlu dikaji dan dirinci lebih lanjut. 4. Hakim tidak
boleh menolak menyelesaikan perkara dengan alasan hukumnya tidak
ada.

42

Adapun sumber-sumber hukum Islam akan dijelaskan


sebagai berikut:
a. Al-Quran
Al Quran berasal dari kata Qaraa yang artinya membaca,
membaca dengan bersuara. Sehingga makna Al Quran berarti buku
yang dibaca atau buku yang mestinya dibaca atau bila dihubungkan
dengan kepercayaan Islam berarti buku yang selamanya akan tetap
dibaca. Secara etimologis, Al Quran berasal dari kata qaraa,
yaqrau, qiraaatan atau quraanan yang berarti mengumpulkan (al
jamu) dan menghimpun (al dlammu) huruf-huruf serta kata-kata dari
satu bagian kebagian lain secara teratur. Menurut istilah Quran
berarti kumpulan wahyu Allah yang diterima oleh Nabi Muhammad
SAW selama menjalankan kenabiannya melalui malaikat Jibril untuk
disebarluaskan kepada umat manusia.
Alquran adalah pembimbing menuju suatu kebahagiaan, di
tengah kondisi yang terus berubah dengan cepat. Al-quran
memberikan prinsip dasar yang dapat dijadikan pegangan untuk
mencapai suatu keberhasilan dan kesejahteraan baik lahir dan bathin.
Al-Quran memberikan peneguhan agar manusia memeliki
kepercayaan diri yang sejati dan mampu memberikan motivasi yang
kuat dan prinsip yang teguh.
Adapun wahyu yang pertama turun ialah Surat Al Alaq, dan
sebagai ayat terakhir ialah Surat Al Maidah ayat ke 3. Berdasarkan
masa turunnya Al Quran dibedakan menjadi dua masa: a. Makiyah
yaitu ayat-ayat yang turun selama Nabi Muhammad masih ada di kota
Mekah. Ciri-ciri ayat Makiyah: 1) Ayatnya pendek-pendek 2)
Ditujukan kepada seluruh umat manusia 3) Belum membicarakan
secara khusus mengenai hukum 4) Berisi penanaman kepercayaan
kepada Allah serta membongkar sisa-sisa kepercayaan syirik di masa
jahiliyah b. Madaniyah yaitu ayat- ayat yang turun selama Nabi hijrah
ke Medinah. Ciri-ciri ayat Madaniyah: 1) Ayatnya panjang-panjang 2)
Ditujukan khusus kepada orang-orang yang telah beriman 3) Sudah
membicarakan secara khusus mengenai hukum 4) Tidak saja berisi
penanaman kepercayaan kepada Allah tetapi juga berisi hal-hal yang
berhubungan dengan hubungan antara umat manusia dan alam
sekitarnya.
Menurut Mahmud Syaltut bahwa Al-Quran adalah sumber
hukum bukanlah kitab hukum atau lebih tepatnya bukan kitab
undang-undang dalam pengertian biasa. Sebagai sumber hukum ayatayat Al-Quran tidaklah menentukan syariat sampai pada bagian kecil

43

yang mengatur muamalat. Muhammad Iqbal mengatakan bahwa


maksud utama Al-Quran ialah menggugah kesadaran tinggi yang ada
pada manusia tentang hubungannya yang serba serbi itu dengan
Tuhan dan alam semesta.
Dasar-dasar pembinaan Hukum Islam menurut Quran.
Berlandaskan 3 hal, yaitu: a. Memberikan keringanan dinyatakan
dalam firman Allah: Tuhan tidak memberatkan manusia melainkan
sesuai
kemampuannya.
b. Berangsur-angsur. misalnya : larangan meminum minuman keras.
c. Memelihara kemaslahatan tidak terdapat perbedaan pendapat dari
semua ahli hukum Islam bahwa syariat Islam itu berdiri di atas
ketentuan dan tujuan untuk memelihara kemaslahatan manusia dan
memperbaiki tingkah laku serta kepentingan mereka di dunia dan
akhirat.
Nama lain dari al-Quran: 1. Al Kitab Artinya yang tertulis
atau kumpulan beberapa ayat dan surat; 2. Al Furqan Artinya
pembeda 3. Al Huda Artinya yang memimpin manusia untuk
mencapai tujuan 4. Ad Dzikr Artinya peringatan 5. An Nur Artinya
cahaya.
Turunnya Al Quran itu secara berangsur-angsur sekitar 23
tahun, yang memiliki hikmah: 1. Agar mudah dimengerti dan
dilaksanakan 2. Diantara ayat-ayat yang diturunkan ada yang nasikh
dan ada yang mansukh (yang dihapus dan yang menghapus) 3.
Turunnya sesuai dengan peristiwa yang terjadi 4. Memudahkan
penghafalan.
Walid bin Mughirah mengatakan: Salah seorang tokoh
Quraisy di masa Rasulullah SAW, dia ahli syair yang tak tertandingi,
yang menjadi musuh nabi pada awalnya kemudian
berkata:
Sesungguhnya di dalam Al-Quran itu terdapat sesuatu yang lezat,
dan sesuatu yang indah, apabila di bawah menyuburkan dan apabila di
atas menghasilkan buah. Dan manusia tidak akan mungkin mampu
berucap seperti Al-Quran.
Ciri-ciri khas pembentukan hukum dalam Al-Quran antara
lain sebagai berikut: a. Ayat-ayat al-Quran lebih cenderung untuk
memberi patokan-patokan umum daripada memasuki persoalan
sampai detailnya, b. Ayat-ayat menunjukkan adanya (beban)
kewajiban bagi manusia tidak pernah bersifat memberatkan. c.
Sebagai patokan ditetapkan kaidah, d. Dugaan atau sangkaan tidak
boleh dijadikan dasar penetapan hokum, e. Ayat-ayat yang
berhubungan dengan penetapan hukum tidak pernah meninggalkan

44

masyarakat sebagai bahan pertimbangan, f. Penerapan hukum


khususnya hukum pidana dan yang bersifat perubahan hukum tidak
mempunyai daya surut.
b. Hadits atau sunnah
Hadist menurut logat berarti: kabar, berita atau hal yang
diberikan turun-temurun. Hadist menurut istilah dalam agama berarti:
berita turun-temurun tentang perkataan, perbuatan Nabi atau
kebiasaan nabi ataupun hal-hal yang diketahuinya terjadi diantara
sahabat tetapi dibiarkannya. Sunnah menurut logat berarti jalan atau
tabiat atau kebiasaan. Sunnah menurut istilah ialah jalan yang
ditempuh atau kebiasaan yang dipakai atau diperintahkan oleh Nabi.
Sunnah ada tiga macam: 1. Sunnah Qauliyah Ialah berupa
perkataan Nabi mengenai suruhan, larangan atau mengenai sesuatu
keputusan, 2. Sunnah Filiyah ialah mengenai perbuatan, sikap atau
tindakan Nabi, dan 3. Sunnah Taqririyah ialah perkataan atau
perbuatan salah seorang sahabat dihadapan Nabi atau diketahui oleh
Nabi tetapi dibiarkan.
Penggunaan nas As-Sunnah untuk masalah aqidah haruslah
nas yang bersifat qathI, karena tidak boleh adanya keraguan
sedikitpun dalam masalah aqidah/Itiqadiyah. Sesangkan untuk
masalah hukum/syariah masih dapat digunakan nas As-Sunnah yang
mencapai derajat dzanni (perasangka kuat atas kebenarannya). Hal ini
karena dalam masalah syariah, tidak diharuskan suatu keyakinan
yang pasti terhadap hasil ijtihad yang akan dijadikan sumber amaliah
tersebut.
Perlu ditegaskan pula bahwa ada ucapan-ucapan Nabi yang
bukan merupakan sunnah dan juga bukan merupakan bagian dari
Quran yang disebut hadist Qudsi. Hadist Qudsi merupakan hadist
suci yang isinya berasal dari Tuhan, disampaikan dengan kata-kata
Nabi sendiri. Hadist ini merupakan dasar kehidupan spiritual Islam.
Lawan dari sunnah ialah bidah, yaitu buatan baru, cara baru atau
hal-hal yang menyimpang dari ajaran Nabi. Hadist dalam keadaan
sempurna terdiri dari dua bagian. 1. Matan Bagian yang mengenai
teks atau bunyi yang lengkap dari hadist dalam susunan kata
tertentu. Matn adalah materi atau isi sunnah tersebut. 2. Sanad atau
isnad adalah sandaran untuk mengetahui kualitas suatu hadist yang
merupakan rangkaian orang-orang yang sambung menyambung
menerima dan menyampaikan hadist itu secara lisan turun-temurun
dari generasi ke generasi sampai sunnah itu dibukukan. Tingkatantingakatan Hadist 1. Hadist Sahih 2. Hadist Hasan 3. Hadist Dhoif

45

tingkatan ini didasarkan kepada kualitas: 1. Para Perawinya 2.


Ketelitiannya 3. Sanad (mata rantai yang menghubungkan) 4. Tidak
adanya
cacat
5. Tidak adanya perbedaan bahkan pertentangan dengan para
periwayat
lainnya.
Kedudukan hadist dalam pembinaan hukum: 1. Mentafsirkan ayatayat Quran dan menerangkan makna/artinya Contoh Surat Al
Anam ayat 82:orang-orang yang beriman dan tidak mencampuri
mereka dengan kedholiman. Arti kedholiman disini ialah sifat
sirik. 2. Menjelaskan dan memberikan keterangan pada ayat-ayat
yang MUJMAL atau yang belum terang. Contoh Surat Al Kausar
ayat 2: Maka dirikanlah sembahyang sholat karena Tuhannmu
3. Mentakhshiskan atau mengkhususkan ayat-ayat bersifat umum.
Misalnya ayat mengenai warisan. Hal ini kemudian dijelaskan
dalam hadist bahwa warisan itu hanyalah dijalankan dengan syarat
persesuaian agama, tidak terjadi pembunuhan dan perbudakan. 4.
Mentaqyidkan atau memberi pembatasan bagi ayat-ayat yang
mutlak Misalnya ayat mengenai pemotongan tangan bagi pencuri
laki-laki dan perempuan. Kemudian nabi memberikan nisab atau
minimal pencurian dan syarat-syarat pemotongan. 5. Menerangkan
makna yang dimaksud dari suatu nas yang muktamil (menurut
lahirnya boleh ditafsirkan dengan berbagai tafsiran) 6.
Sunnah/hadist membuat berbagai macam hukum baru yang tidak
disinggung Al-Quran. Contoh nabi menwajibkan saksi-saksi dalam
suatu pernikahan. Dalam literatur islam dijumpai perkataan sunnah
dengan makna yang berbeda-beda tergantung pada penggunaan kata
itu dalam hubungan kalimat. 1. Sunnah dalam perkataan sunnatulah
berarti hukum atau ketentuan-ketentuan Allah mengenai alam
semesta (hukum alam). 2. Sunnah dalam istilah sunnah rasul. 3.
Sunnah dalam kaitannya dengan al akham al khamsah. c. Royu
Adalah akal pikiran yang memenuhi syarat untuk berusaha, berpikir
dengan seluruh kemampuan yang ada padanya memahami kaidahkaidah hukum yang fundamental yang terdapat dalam Al-Quran
maupun dalam Hadist dan merumuskan menjadi garis-garis hukum
yang dapat dilaksanakan pada kasus tertentu. Yang berupa: 1. Qiyas
Adalah menyamakan hukum suatu hal yang tidak terdapat
ketentuannya di dalam al-Quran dan Sunnah dengan hal (lain) yang
hukumnya disebut dalam Quran dan Sunnah karena persamaan illat
(penyebabnya). Pendapat lain mengatakan bahwa qiyas ialah
menetapkan suatu hukum dari masalah baru yang belum pernah

46

disebutkan hukumnya dengan memperhatikan masalah lama yang


sudah ada hukumnya yang mempunyai kesamaan pada segi alasan
dari masalah baru tersebut. Dalam ilmu hukum qiyas disebut dengan
analogi. Contoh: larangan meminum khamar dengan menetapkan
bahwa semua minuman keras, apapun namanya, dilarang diminum
dan diperjual belikan untuk umum.
c. Ijma
Ijma dipandang sebagai sumber hukum di samping AlQuran dan Sunnah, dalam pengertian bahwa jika para ulama atau
faqih sepakat dengan satu pandangan, maka kita harus mengikuti
pandangan itu, sekalipun kita tidak melihat adanya sesuatu dalam AlQuran dan Sunah yang mendukung atau memperkuat pandangan itu.
Sedangkan para ulama Syiah berpandangan bahwa jika sebuah norma
hukum ada argumen kuatnya dalam Alquran atau Sunah, maka tidak
perlu dilakukan Ijma.
Ada juga berpendapat ijma adalah persetujuan atau
kesesuaian pendapat antara para ahli mengenai suatu masalah pada
suatu tempat di suatu masa. Pendapat lain mengatakan bahwa ijma
ialah kebulatan pendapat para ulama besar pada suatu masa dalam
merumuskan suatu yang baru sebagai hukum Islam. Konsesus Ijma
ada dua yaitu: g. Ijma qauly kalau konsesus para ulama itu dilakukan
secara aktif dengan lisan terhadap pendapat seseorang ulama atau
sejumlah ulama tentang perumusan hukum baru yang telah diketahui
umum. h. Ijma sukuti kalau konsensus terhadap hukum baru
dilakukan secara diam (tidak memberi tanggapan). Perkataan ijma dan
qiyas dapat dilihat dari berbagai sudut pandangan dalam proses
pembentukan norma keislaman.
d. Marsalah al- Mursalah
Adalah cara menentukan hukum sesuatu hal yang tidak
terdapat ketetuannya baik dalam Quran maupun Hadist, berdasarkan
pertimbangan kemaslahatan masyarakat atau kepentingan umum.
Misalnya pemungutan pajak penghasilan untuk dalam rangka untuk
pemerataan pendapatan dan pemeliharaan fasilitas umum.
e. Istihsan
Cara menentukan hukum dengan jalan menyimpang dari
ketentuan yang ada demi keadilan dan kepentingan sosial. Contoh:
pencabutan hak milik seseorang atas tanah untuk pelebaran jalan,
pembuatan irigasi dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial.

47

f. Urf atau adat istiadat


Adat istiadat ini tentu saja yang berkenaan dengan soal
muamalat. Sepanjang adat istiadat itu tidak bertentang dengan
ketentuan dalam Quran dan Hadist serta tidak melanggar asas-asas
hukum Islam di bidang muamalat, maka menurut kaidah hukum Islam
yang menyatakan adat dapat dikukuhkan menjadi hukum (al-adatu
muhakkamah). Dasarnya: Dalam Quran: Apa yang dilihat oleh
orang Islam baik, maka baik bagi Allah juga. Dalam Hadist: Nabi
menyuruh mereka berbuat baik dan melarang berbuat mungkar.
Syarat-syarat Urf sebagai sumber Hukum: a. Urf harus berlaku terus
menerus atau kebanyakan berlaku b. Urf yang dijadikan sebagai
sumber hukum bagi suatu tindakan harus terdapat pada waktu
diadakannya tindakan tersebut. c. Tidak ada penegasan (nas) yang
berlawanan
denga
urf
d. Pemakaian urf tidak akan mengakibatkan dikesampingkannya nas
yang pasti dari syariat. e. Hukum Adat baru boleh berlaku kalau
kaidah-kaidahnya tidak ditentukkan dalam Al-Quran dan Sunnah
Rasul, tetapi tidak bertentangan dengan keduanya, sehingga tidak
memungkinkan timbulnya konflik antar sumber-sumber hukum itu.
g. Kompilasi Hukum Islam
Dituangkan dalam Inpres No. 1 Tahun 1991 yang terdiri dari
tiga buku yaitu: Buku I tentang Hukum Perkawinan, Buku II tentang
Hukum Kewarisan dan Buku III tentang Perwakafan. Kompilasi
hukum islam dibuat dalam rangka untuk memberikan pedoman bagi
instansi pemerintah dan masyarakat yang memerlukan dalam
menyelesaikan masalah-masalah di bidang tersebut. Peraturan ini
selain berguna untuk kepastian hukum juga diperlukan dalam
penegakan keadilan.
Sumber-sumber hukum Islam (mashadir al-syariat) adalah
dalil dalil syariat yang darinya hukum syariat digali. Sumbersumber hukum islam dalam pengklasifikasiannya didasarkan pada dua
sisi pandang. Pertama, didasarkan pada sisi pandang kesepakatan
ulama atas ditetapkannya beberapa hal ini menjadi sumber hukum
syariat. Pembagian ini menjadi tiga bagian :
a. Sesuatu yang telah disepakati semua ulama islam sebagai sumber
hukum syariat, yaitu al-Quran dan al-Sunah. b. Sesuatu yang
disepakati mayoritas (jumhur) ulama sebagai sumber syariat,yaitu
ijma dan qiyas. c. Sesuatu yang menjadi perdebatan para ulama,
bahkan oleh mayoritasnya yaitu Urf (tradisi), istishhab (pemberian
hukum berdasarkan keberadaannya pada masa lampau) maslahah

48

mursalah (pencetusan hukum berdasarkan prinsip kemaslahatan


secara bebas), syaru man qablana (syariat sebelum kita), dan
madzhab shahabat.
1.2 Prinsip Hukum Islam
Sebagaimana hukum-hukum yang lain, hukum Islam
memiliki prinsip-prinsip sebagai tiang pokok, kuat atau lemahnya
sebuah undang-undang, mudah atau sukarnya, ditolak atau
diterimanya oleh masyarakat, tergantung kepada prinsip-prinsip dan
tiang pokoknya. Secara etimologi (tata bahasa) prinsip adalah dasar,
permulaan, aturan pokok. Juhaya S. Praja memberikan pengertian
prinsip sebagai berikut: permulaan; tempat pemberangkatan; itik
tolak;
atau
al-mabda.
Adapun secara terminologi Prinsip adalah kebeneran universal yang
inheren didalam hukum Islam dan menjadi titik tolak pembinaannya;
prinsip yang membentuk hukum dan setiap cabang-cabangnya.
Prinsip hukum Islam meliputi prinsip umum dan prinsip umum.
Prinsip umum ialah prinsip keseluruhan hukum Islam yang bersifat
unuversal. Adapun prinsip-prinsip khusus ialah prinsip-prinsip setiap
cabang hukum Islam. Prinsip-prinsip hukum Islam menurut Juhaya S.
Praja sebagai berikut :
1. Prinsip Tauhid
Tauhid adalah prinsip umum hukum Islam. Prinsip ini
menyatakan bahwa semua manusia ada dibawah satu ketetapan yang
sama, yaitu ketetapan tauhid yang dinyatakan dalam kalimat Lailaha
Illa Allah (Tidak ada tuhan selain Allah). Prinsip ini ditarik dari
firman Allah QS. Ali Imran Ayat 64. Berdasarkan atas prinsip tauhid
ini, maka pelaksanaan hukum Islam merupakan ibadah. Dalam arti
perhambaan manusia dan penyerahan dirinya kepada Allah sebagai
manifestasi kesyukuran kepada-Nya.
2. Prinsip Keadilan
Keadilan dalam bahasa Salaf adalah sinonim al-mizan
(keseimbangan/ moderasi). Kata keadilan dalam al-Quran kadang
diekuifalensikan dengan al-qist. Al-mizan yang berarti keadilan di
dalam Al-Quran terdapat dalam QS. Al-Syura: 17 dan Al-Hadid: 25.
Penggunaan term adil/keadilan dalam Al-Quran diantaranya sebagai
berikut : a. QS. Al-Maidah : 8, b. QS. Al-Anam: 152; c. QS. AnNisa : 128, d. QS. Al-Hujrat : 9, e. QS. Al-Anam: 52 .

49

3.Prinsip Amar Makruf Nahi Mungkar


Hukum Islam digerakkan untuk merekayasa umat manusia
untuk menuju tujuan yang baik dan benar yang dikehendaki dan
ridhoi Allah dalam filsafat hukum Barat diartikan sebagai fungsi
sosial engineering hukum. Prinsip Amar Makruf Nahi Mungkar
didasarkan pada QS. Al-Imran : 110, pengkategorian Amar Makruf
Nahi Mungkar dinyatakan berdasarkan wahyu dan akal.
4.Prinsip Kebebasan/Kemerdekaan.
Prinsip kebebasan dalam hukum Islam menghendaki agar
agama/hukum Islam disiarkan tidak berdasarkan paksaan, tetapi
berdasarkan penjelasan, demontrasi, argumentasi. Kebebasan yang
menjadi prinsip hukum Islam adalah kebebasan dl arti luasyg
mencakup berbagai macamnya, baik kebebasan individu maupun
kebebasan komunal. Keberagama dalam Islam dijamin berdasarkan
prinsip tidak ada paksaan dalam beragama (QS. Al-Baqarah : 256 dan
Al-Kafirun: 5).
5. Prinsip Persamaan/Egalite.
Prinsip persamaan yang paling nyata terdapat dalam
Konstitusi Madinah (al-Shahifah), yakni prinsip Islam menentang
perbudakan dan penghisapan darah manusia atas manusia. Prinsip
persamaan ini merupakan bagian penting dalam pembinaan dan
pengembangan hukum Islam dalam menggerakkan dan mengontrol
sosial, tapi bukan berarti tidak pula mengenal stratifikasi sosial seperti
komunis.
6. Prinsip At-Taawun
Prinsip ini memiliki makna saling membantu antar sesama
manusia yang diarahkan sesuai prinsip tauhid, terutama dalam
peningkatan kebaikan dan ketakwaan.
7. Prinsip Toleransi
Prinsip toleransi yang dikehendaki Islam adalah toleransi
yang menjamin tidak terlanggarnya hak-hak Islam dan ummatnya --tegasnya toleransi hanya dapat diterima apabila tidak merugikan
agama Islam. Wahbah Az-Zuhaili, memaknai prinsip toleransi
tersebut pada tataran penerapan ketentuan Al-Quran dan Hadits yang
menghindari kesempitan dan kesulitan, sehingga seseorang tidak
mempunyai alasan dan jalan untuk meninggalkan syariat ketentuan

50

hukum Islam. Dan lingkup toleransi tersebut tidak hanya pada


persoalan ibadah saja tetapi mencakup seluruh ketentuan hukum
Islam, baik muamalah sipil, hukum pidana, ketetapan peradilan dan
lain sebagainya.
Semua asas dan prinsip dasar perundang-undangan Islam
memperhatikan : 1. kemasalahatan orang banyak, 2. Mewujudkan
keadilan sosial, tidak memberatkan dan sedikit beban.
Oleh karena untuk mengetahui hakikat hukum Islam, maka
akan terasa jelas jika membandingkan sistem-Nya dengan hukum
Konvensional, hal ini akan memperjelas perbedaan keduanya yang
sangat mendasar, antara lain :
a. Sistem Islam bertujuan membangun moral manusia yang paling
ideal, meliputi konteks hubungan manusia dengan sesama atau
dengan dengan masyarakatnya. Sementara hukum konvesional
semata-mata
mengurusi
hubungan
manusia
dengan
masyarakatnya.
b. Sistem Islam memerintahkan amar makruf dan nahi mungkar.
Sedangkan hukum Konvensional hanya menetapkan larangan
berbuat keburukan sebagai langkah
mencegah kerusakan
masyarakat.
c. Sistem Islam adalah agama yang dianut manusia. Manakala
mengamalkan ajarannya mendapatkan pahala dan jika melanggar
ganjaran siksa. Hal ini jelas berbeda dengan hukum konvesional
d. Sistem Islam memperhitungkan segenap perbuatan baik yang
bersidfat lahiriah maupun batiniyah. Sedangkan konvensional
hanya perbuatan lahiriah manusia semata.
e. Sistem Islam memiliki otoritas yang kuat dalam hati manusia,
karena muncul dari Allah swt. Sedangkan konvensioanl tidak
punya posisi apapun dalam jiwa manusia dan tidak memiliki
otoritas dalam kehidupan mereka.
f. Hukuman atas tindakan kriminal dalam syariat Islam dimaksudkan
sebagai langkah antisipasi yang bersifat tuntas. Hukum
konvensional justru cenderung membuka peluang dilakukannya
kembali pelanggaran.
g. Sistem islam berorientasi kepada kemsalahatan umat dan berpijak
pada halal dan haram. Hukum konvesional kadang menghalalkan
sesuatu yang nyata-nyata di haramkan Allah swt.
h. Sistem Islam mewujudkan kebahagiaan bagi manusia di dunia
dan di akhirat. Hukum konvensional sama sekali tidak
memperdulikan tentang akhirat.

51

1.3 Obyek Hukum Islam


Hukum Islam baik dalam pengertian syariat Islam maupun
fiqih dibagi ke dalam dua : bidang ibadah dan bidang muamalah.
Ibdaha adalah tata cara dan upacara yang wajib dilakukan seorang
muslim dalam berhubungan dengan Allah seperti menjalankan sholat,
membayar zakat, menjalankan ibadah puasa dan haji. Sedangkan
muamalat adalah ketetapan Allah yang langsung berhubungan dengan
kehidupan social manusia walaupun ketetapan tersebut terbatas pada
pokok-pokok saja. Oleh karena itu sifatnya terbuka untuk
dikembangkan melalui ijtihad manusia yang memenuhi syarat untuk
melakukan usaha itu.
Menurut Rasjidi, bagian-bagian hukum Islam adalah: 1.
Munakahat, 2. Wirasah. 3. Muamalat dalam arti khusus. 4. Jinayat
atau ukubat. 5. Al-ahkam al-sulthaniyah (khilafah). 6. Siyar, dan 7.
Mukhashamat. Sedangkan menurut Fathi Osman mengemukakan
system hokum Islam : 1. Al-ahkam al-ahwal al-syakhsiyah (hukum
perorangan). 2. Al-ahkam al-madaniyah ( hukum kebendaan), alahkam al-jinaiyah (hokum pidana), al-ahkam al-murafaat (hukum
acara perdata, pidana dan peradilan tata usaha Negara) , al-ahkam al
dusturiyah (hukum tata Negara). 6. Al-ahkam al-dawliyah (hukum
internasional), dan 7. Al-ahkam al-iqtishadiyah wa al maliyah
( hukum Negara dan keuangan).
Adapun hukum Islam yang disusun menurut sistematika
Barat : hokum public dan hukum perdata, maka susunan hukum
muamalat dalam arti luas termasuk hukum perdata Islam : 1.
Munakahat. 2. Wirasah. 3. Muamalat khusus 4. Jinayat. 5. Al-ahkam
as-sulthaniyah. 6. Siyar.
Dari hal-hal yang sudah dikemukakan jelas bahwa hukum
Islam itu luas, bahkan luasnya hokum Islam tersebut masih dapat
dikembangkan lagi sesuai dengan aspek-spek yang berkembang
dalam masyarakat yang belum dirumuskan oleh para fukaha di masa
lampau.
1.4 HAM dalam Islam
Islam adalah agama rahmatan lil'lamin (agama yang
mengayomi seluruh alam). Islam mengakui perbedaan sebagai
kenyataan

tak

terbantahkan.

Dengan

pengakuan

ini,

Islam

52

menghormati keragaman dan menganjurkan agar keragaman menjadi


instrumen kerja sama di antara manusia. Perbedaan adalah
sunnatullah, karena dengannya manusia bisa saling melengkapi (take
and give). Perhatikan QS, 49: 11-13.
Pengakuan, penghormatan, keadilan dan kerja sama adalah
elemen-elemen penting dalam konsep Hak Asasi Manusia (HAM).
Elemen-elemen itu terdapat dalam sumber Islam (Syari'ah). Memang
al-Qur'an tidak berbicara spesifik tentang HAM. Mengenai HAM, AlQur'an berbicara pada tataran prinsip seperti: keadilan, musyawarah,
saling menolong, menolak diskriminasi, menghormati kaum wanita,
kejujuran, dan lain sebagainya. Rincian atas konsep-konsep itu
dilakukan dalam Hadis dan tradisi tafsir. Karena itu, nilai-nilai HAM
adalah kelanjutan dari prinsip-prinsip ajaran Islam di atas. Perbedaan
antara Syari'ah dan konsep HAM terjadi pada aspek-aspek rinci
(furu'iyyah) sehingga secara prinsipal tidak ada problem.
Paralelisme antara ajaran Islam dengan konsep HAM akan
dielaborasi sebagai kenyataan bahwa nilai-nilai universal tidak akan
bertentangan dengan nilai-nilai universal lainnya. Ada titik temu
(common values/kalimatun saw) antara Syari'ah dengan konsep
HAM dan konsep manusia apapun yang menyerukan kebajikankebajikan universal. Selain itu, perbedaan antara konsep HAM dalam
Islam dan konsep HAM menurut Barat juga akan disinggung sebagai
comparative perspective (wawasan pembanding).

53

Islam mengedepankan pandangan realistis terhadap hak-hak


manusia

dalam

kemanusiaan,

penetapan

dan

syariatnya,

gambarannya

selaras

bersifat

tetap.

dengan

fitrah

Islam

telah

menentukan hak-hak itu berupa perintah dan larangan-larangan syari.


Islam telah menentukan tata cara dan jaminan-jaminan yang semakin
menyempurnakan hak-hak tersebut dan menonjolkan hak-hak syari.
Islam juga menjelaskan perangkat-perangkat implementasinya.
Islam adalah agama yang universal dan komprehensif yang
melingkupi beberapa konsep. Konsep yang dimaksud yaitu aqidah,
ibadah, dan muamalat yang masing-masing memuat ajaran keimanan.
Aqidah, ibadah dan muamalat, di samping mengandung ajaran
keimanan, juga mencakup dimensi ajaran agama Islam yang dilandasi
oleh ketentuan-ketentuan berupa syariat atau fikih. Selanjutnya, di
dalam Islam, menurut Abu A'Ala Al-Maududi, ada dua konsep tentang
Hak. Pertama, Hak Manusia atau huquq al-insn al-dharuriyyah.
Kedua, Hak Allah atau huquq Allah. Kedua jenis hak tersebut tidak
bisa dipisahkan. Dan hal inilah yang membedakan antara konsep
HAM menurut Islam dan HAM menurut perspektif Barat.
Dalam deklarasi Madinah melalui Piagam Madinah yang
terdiri 47 point merupakan konstitusi atau Undang-Undang Dasar
(UUD) bagi negara Islam yang pertama didirikan oleh Nabi
Muhammad SAW sebagai pedoman perilaku sosial, keagamaan, serta
perlindungan semua anggota komunitas yang hidup bersama-sama di
Madinah.

54

Fenomena Piagam Madinah yang dijadikan pedoman


perilaku sosial, keagamaan, serta perlindungan semua anggota
komunitas yang hidup bersama-sama tersebut sampai menimbulkan
decak kagum dari seorang sosiolog modern terkemuka berkebangsaan
Amerika, yaitu Robert N Bellah, yang menyatakan bahwa kehidupan
Madinah yang sangat menjunjung tinggi HAM, terlampau modern
untuk ukuran zaman itu.
Adapun ajaran pokok dalam Piagam Madinah itu adalah:
Pertama, interaksi secara baik dengan sesama, baik pemeluk Islam
maupun non Muslim. Kedua, saling membantu dalam menghadapi
musuh bersama. Ketiga, membela mereka yang teraniaya. Keempat,
saling menasihati. Dan kelima menghormati kebebasan beragama.
Satu dasar itu yang telah diletakkan oleh Piagam Madinah sebagai
landasan bagi kehidupan bernegara untuk masyarakat majemuk di
Madinah.
Selain deklarasi Madinah juga terdapat deklarasi Cairo yang
memuat ketentuan HAM yakni Hak Persamaan dan Kebebasan (QS.
Al-Isra : 70, An Nisa : 58, 105, 107, 135 dan Al-Mumtahanah : 8).
Hak Hidup (QS. Al-Maidah : 45 dan Al - Isra : 33). Hak Perlindungan
Diri (QS. al-Balad : 12 - 17, At-Taubah : 6). Hak Kehormatan Pribadi
(QS. At-Taubah : 6). Hak Keluarga (QS. Al-Baqarah : 221, Al-Rum :
21, An-Nisa 1, At-Tahrim :6). Hak Keseteraan Wanita dan Pria (QS.
Al-Baqarah : 228 dan Al-Hujrat : 13). Hak Anak dari Orangtua (QS.
Al-Baqarah : 233 dan surah Al-Isra : 23 - 24).

55

Selanjutnya, Hak Mendapatkan Pendidikan (QS. AtTaubah : 122, Al-Alaq : 1 - 5). Hak Kebebasan Beragama (QS. Alkafirun : 1 - 6, Al-Baqarah : 136 dan Al Kahfi : 29). Hak Kebebasan
Mencari Suaka (QS. An-Nisa : 97, Al Mumtahanah : 9). Hak
Memperoleh Pekerjaan (QS. At-Taubah : 105, Al-Baqarah : 286, AlMulk : 15). Hak Memperoleh Perlakuan yang Sama (QS. Al-Baqarah
275 - 278, An-Nisa 161, Al-Imran : 130). Hak Kepemilikan (QS. AlBaqarah : 29, An-Nisa : 29). Dan Hak Taharan (QS. Al-Mumtaharah :
8). Ayat-ayat di atas yang secara tematik dapat menjadi konsepkonsep utama al-Qur'an tentang HAM dapat diperluas lagi.
Dari gambaran di atas baik deklarasi Madinah maupun
deklarasi Cairo, betapa besarnya perhatian Islam terhadap HAM yang
dimulai sejak Islam ada sehingga Islam tidak membeda-bedakan latar
belakang agama, suku, budaya, strata sosial dan sebagainya. Namun
perlu ada penegasan bahwa hukum-hukum dan hak-hak dasar
manusia yang di datangkan oleh syariat tidak tertandingi oleh
perundang-undangan

yang

berasal

dari

pengaturan

(sistem)

kemasyarakatan yang lain, selain Islam. Realisasi semua itu


mengharuskan

tegaknya

masyarakat

Islam.

Masyarakat

yang

membangun institusi politik dan interaksi di antara mereka


berdasarkan akidah Islam, Pemahaman-pemahaman Islam, dan
hukum-hukum syariat yang mengatur realita kehidupan.

II. Pertanyaan
Jawablah soal di bawah ini dengan benar!

56

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Jelaskan tentang Sumber Hukum Islam?


Terangkan tujuan Alquran diturunkan!
Terangkan tujuan hadis terhadap Alquran!
Jelaskan prinsip-prinsip Hukum Islam?
Terangkan tentang obyek hukum Islam?
Uraikan pandangan Islam tentang HAM ?

BAB VI
AKHLAK, MORAL DAN ETIKA
Nabi Muhammad saw adalah Rasul Allah yang terakhir, beliau
diutus untuk menyempurnakan agama-agama sebelumnya. Karenanya
Islam yang dibawa misinya universal dan abadi. Universal artinya untuk
seluruh manusia dan abadi artinya sampai ke akhir zaman. Al- Quran
sendiri menyatakan, bahwa beliau adalah seorang yang memiliki akhlak
yang agung perlu dicontoh oleh manusia, dengan ungkapan: Uswatun
Hasanah (teladan yang baik) bagi manusia. Karena itu, Perhatikan
penjelasan tentang: pengertian akhlak, etika dan moral;
karakteristik dan pembagian akhlak; indikator manusia
berakhlak; faktor-faktor pembentuk akhlak; dan hubungan
tasawuf dengan akhlak.
1.1 Pengertian Akhlak, Etika dan Moral
A.Pengertian Akhlak
Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk
mendefinisikan akhlak, yaitu pendekatan linguistik (kebahasaan),
pendekatan terminologik (peristilahan). Dari sudut pembahasan, akhlak
berasal dari bahasa Arab, jamak dari khuluqun yang menurut bahasa
berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Kata tersebut
mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan khalaqun yang
berarti kejadian, yang juga erat hubungannya dengan yang berarti
pencipta, demikian pula dengan makhluqun yang berani yang
diciptakan.
Ibnu Athir menjelaskan bahwa: Hakikat makna khuluq itu,
adalah gambaran batin manusia yang tepat (yaitu jiwa dan sifatsifatnya), sedang khalqi merupakan gambaran bentuk luarnya (raut
muka, warna kulit, tinggi rendahnyaaa tubuh dan lain sebagainya).

57

Imam al-Ghazali mengemukakan definisi akhlak sebagai


berikut: Akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang dari
padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak
memerlukan pertimbangan pikiran (lebih dahulu).
Abdulah Dirroz, selanjutnya ditulis, Dirroz mengemukakan
definisi akhlak sebagai berikut: Akhlak adalah sesuatu kekuatan dalam
kehendak yang mantap, kekuatan dan kehendak mana berkombinasi
membawa kecendrungan pada pemilihan pihak yang benar (dalam hal
akhlak yang baik) atau pihak yang jahat (dalam hal akhlak yang jahat).
Dari beberapa pengertian tersebut di atas, dapatlah dimengerti
bahwa akhlak adalah tabiat atau sifat seseorang, yakni keadaan jiwa
yang terlatih, sehingga dalam jiwa tersebut benar-benar telah melekat
sifat-sifat yang melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah dan
spontan tanpa dipikirkan dan diangan-angankan lagi.
Perkataan Akhlak dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa
Arab akhlaq, bentuk jamak kata khuluq atau Al-khulq, yang secara
etimologis berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat.
Dalam kepustakaan, akhlak diartikan juga sikap yang melahirkan
perbuatan (perilaku,tingkah laku) mungkin baik, mungkin buruk.
Sedangkan menurut Ibnu Miskawah akhlak adalah keadaan
jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatanperbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran terlebih dahulu.
Dari bebereapa defenisi termaktub diatas menggambarkan
bahwa akhlak secara substansial adalah sifat hati (kondisi hati) bisa
baik bisa buruk yang tercermin dalam perilaku. Jika sifat hatinya baik
maka yang muncul adalah akhlak yang baik (al-akhlak al-karimah) dan
jika sifat hatinya busuk maka yang keluar dalam perilakunya adalah
akhlak yang buruk (al-akhlak al-mazmumah).
Menurut Ibnu Arabi, hati manusia bisa jelek atau rusak, juga
bisa baik dan suci tergantung dari faktor dirinya. Manusia memiliki
nafsu, hal inilah yang mampu membuat manusia berakhlak baik
maupun berakhlak buruk.
Didalam diri manusia ada tiga nafsu;
1). Nafsu Syahwaniyyah, nafsu ini ada pada manusia juga ada
pada binatang, yaitu nafsu yang cenderung kepada kelezatan misalnya:
makanan, minuman, dan syahwat jasmaniyah misalnya bersenangsenang dengan perempuan. Kalau nafsu ini tak dikendalikan maka
manusia tak ada bedanya binatang, sikap hidupnya menjadi hedonisem.
2). Nafsu Al-ghadabiyyah, nafsu ini juga ada pada manusia
dan juga pada binatang yaitu nafsu yang cenderung kepada marah,

58

merusak, ambisi, dan senang menguasai dan mengalahkan yang lain.


Nafsu ini lebih kuat ketimbang Nafsu Syahwaniyyah dan lebih
berbahaya bagi pemiliknya jika tak terkendalikan. Ia cenderung
pemarah, sangat dengki, tergesa-gesa tidak tenang, cepat bertindak
untuk menaklukkan musuhnya tanpa pertimbangan yang matang dan
rasional.
3) Nafsu Al-Nathiqah, yaitu nafsu yang membedakan manusia
dengan binatang (hewan lainnya). Yang dengan nafsu ini manusia
mampu berdzikir, mengambil hikmah, memahami fenomena alam, dan
dengan nafsu manusia menjadi agung, besar cita-citanya kagum
terhadap dirinya sehingga bersyukur kepada Tuhannya. Nafsu ini
menjadikan manusia dapat mengendalikan kedua nafsu yang tadi yakni
al-syahwaniyyah dan al-ghadabiyyah. Al-Nathiqah ini akan
berkembang positif bahkan dapat mengendalikan kedua nafsu yang
lainnya yaitu dengan mempelajari ilmu akhlak, hikmah dan menahan
diri dari keburukan dan fakhisyah mengatur kehidupan dan
penghidupannya secara baik.
Suci dan tidaknya hati manusia tergantung nafsu mana yang
paling dominan dalam hatinya, jika nafsu yang pertama dan kedua
(syahwaniyyah dan ghadabiyyah) yang mendominasi dirinya maka
yang muncul adalah akhlak yang buruk (al-akhlak al-mazmumah),
tetapi jika nafsu yang ketiga yaitu al-nafs al-nathiqah yang paling
mendominasi hatinya maka akhlak al-karimah lah yang akan muncul
dari dirinya.
2.

Pengertian Moral
Perkataan moral berasal dari bahasa latin mores, jamak kata
mos yang berarti adat kebiasaan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
tersebut diatas moral artinya ajaran tentang baik buruk yang diterima
umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, budi pekerti dan akhlak.
Moral adalah istilah yang dipergunakan untuk menentukan
batas-batas suatu sifat, perangai, kehendak, pendapat, atau perbuatan
yang layak dikatakan benar, salah, baik, buruk. Di masukkannya
pernilaian benar atau salah kedalam moral, jelas menunjukkan salah
satu perbedaan moral dengan akhlak, sebab salah benar adalah
penilaian dipandang dari sudut hukum yang didalam agama Islam tidak
dapat dicerai pisahkan dengan akhlak.
Adapun moral adalah ajaran baik dan buruk yang ukurannya
adalah tradisi yang berlaku disuatu masyarakat. Seseorang dianggap
bermoral kalau sikap hidupnya sesuai dengan tradisi yang berlaku di

59

masyarakat tempat ia berada, dan sebaliknya seseorang dianaggap tidak


bermoral jika sikap hidupnya tidak sesuai dengan tradisi yang berlaku
di masyarakat tersebut. Dan memang menurut ajaran islam pada
asalnya manusia adalah makhluk yang bermoral dan etis. Dalam arti
mempunyai potensi untuk menjadi makhluk yang bermoral yang
hidupnya penuh dengan nilai-nilai atau norma-norma.
3.

Pengertian Etika
Perkataan etika berasal dari bahasa yunani ethos yang berarti
kebiasaan. Yang dimaksud adalah kebiasaan baik atau buruk. Dalam
kepustakaan umumnya, kata etika diartikan sebagai ilmu. Makna etika
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, misalnya, adalah ilmu tentang
apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral
atau akhlak. Bahasa etika mampu membuat tingkah laku yang dapat
menjamin setiap individu dan masyarakat sehingga tidak terjerumus ke
dalam kekeliruan dan penyimpangan, dan dalam saat yang sama
memperlancar laju roda pembangunan.
Didalam ensiklopedi pendidikan tersebut diatas diterangkan
bahwa etika adalah filsafat tentang nilai kesusilaan tentang baik dan
buruk. Kecuali mempelajari nilai-nilai, etika merupakan pengetahuan
tentang nilai-nilai itu sendiri. berbagai cabang filsafat yang mempelajari
tingkah laku manusia untuk menentukan nilai perbuatan baik atau
buruk, ukuran yang dipergunakan adalah akal pikiran. Akallah yang
menentukan apakah perbuatan manusia itu baik atau buruk. Kalau
moral dan etika diperbandingkan, moral lebih bersifat praktis, sedang
etika bersifat teoritis. Moral bersifat lokal, etika bersifat umum
(regional).
Akhlak Islami yang diuraikan diatas berbeda dengan moral
dan etika. Perbedaannya dapat dilihat terutama dari sumber yang
menentukan mana yang baik dan mana yang buruk. Yang baik menurut
akhlak adalah segala sesuatu yang berguna, yang sesuai dengan nilai
dan norma agama; nilai serta norma yang terdapat dalam masyarakat,
bermanfaat bagi diri sendiri, dan orang lain. Yang buruk adalah segala
sesuatu yang tidak berguna, tidak sesuai dengan nilai dan norma agama
serta norma masyarakat merugikan masyarakat dan diri sendiri.
Yang menentukan baik atau buruk suatu sikap (akhlak) yang
melahirkan perilaku atau perbuatan manusia, di dalam agama dan
ajaran Islam adalah Al-Quran yang dijelaskan dan dikembangkan oleh
Rasulullah dengan Sunnah beliau yang kini dapat dibaca dalam kitabkitab hadits. Yang menentukan perbuatan baik dan buruk dalam moral

60

dan etika adalah adat istiadat dan pikiran manusia dalam masyarakat
pada suatu tempat di suatu masa. Oleh karena itu, di pandang dari
sumbernya, akhlak Islami bersifat tetap dan berlaku untuk selamalamanya, sedang moral dan etika berlaku selama masa tertentu di suatu
tempat tertentu.
Konsekuensinya, akhlak islam bersifat mutlak, sedang moral
dan etika bersifat relatif (nisbi). Perbedaan pengertian ini harus kita
pahami supaya kita dapat membedakan sifat dan isi akhlak, moral, dan
etika, walaupun dalam masyarakat ketiga istilah itu disinonimkan dan
dipakai silih berganti untuk menunjukkan sesuatu yang baik atau buruk.
1.5 Karakteristik Akhlak

a.

Menurut Abdul karim Zaidan dalam Usul ad-Dawah, salah satu


karakteristik moralitas dalam Islam adalah universalitasnya.
Maksudnya, ruang lingkup atau cakupan moralitas keislaman amatlah
luas. Moralitas Islam meliputi seluruh perbuatan manusia yang
berhubungan dengan dirinya sendiri dan orang lain, baik individu,
kelompok, masyarakat, maupun negara.
Selanjutnya, beliau mengatakan dalam bukunya Membaca
Kepribadian Muslim Seperti Membaca Al-quran, bahwa
pembentukan kepribadian seseorang, hal yang dijadikan kebiasaan
adalah:
1). Pembiasaan berfikir positif. 2). Pembiasaan bersikap dan
berpenampilan santun dan terpuji. 3). Pembiasaan berperilaku terpuji
Oleh karenanya akhlak Islam itu sendiri mempunyai ciri-ciri khas yang
membedakan dengan akhlak wadiyyah (ciptaan manusia) antara lain :
Kebaikannya bersifat mutlak (al-Khairiyyah al-Muthlaqah). b. kebaikan
bersifat menyeluruh (ash-shalihiyyah al-ammah). c. bersifat tetap,
langgeng, dan mantap. d. merupakan kewajiban yang harus dipatuhi
(al-ilzam al-mustajab). e. Pengawasan yang menyeluruh (ar-raqabah almuhithah). f. semakin bersih dan suci unsur-unsur jasmani dan rohani
seseorang, maka akan semakin kuat dorongan jiwanya untuk
melahirkan akhlak atau perilaku yang baik, terpuji, dan benar.
Sedangkan menurut Ali bin Abi Thalib Ra. Memberikan pesan
tiga hal : (1) jadilah manusia paling baik di sisi Allah; (2) jadilah
manusia paling buruk dalam pandangan dirimu (3) jadilah manusia
biasa dihadapan orang lain. Dalam pandangan Islam semua manusia itu
sama, tidak dibeda-bedakan karena status sosial, harta, keturunan,
pangkat, jabatan dan latar belakang pendidikannya. Manusia yang

61

paling mulia derajatnya di sisi Allah adalah yang paling tinggi kadar
ketakwaannya di antara mereka.
2.Indikator Manusia Berakhlak
Manusia berakhlak adalah manusia yang suci dan sehat
hatinya sedang manusia tidak berakhlak adalah manusia yang kotor dan
sakit hatinya. Namun seringkali manusia tidak sadar kalau hatinya sakit.
Padahal penyakit hati jauh lebih berbahaya ketimbang penyakit fisik.
Indikator manusia berakhlak (husn al-khuluq), kata Imam AlGhazali, adalah tertanamnya iman dalam hatinya. Sebaliknya manusia
yang tidak berakhlak (su al-khuluq) adalah manusia yang ada nifaq di
dalam hatinya. Nifaq artinya sikap mendua terhadap Tuhan. Tidak
ada kesesuaian antara hati dan perbuatan.
Dengan mengutip beberapa ayat dan hadits, selanjutnya Imam
Al-Ghazali mengemukakan tanda-tanda orang beriman sebagai berikut :
Manusia beriman adalah manusia yang khusyuk dalam shalatnya. 2.
Selalu kembali kepada Allah. 3. Selalu kembali kepada Allah. 4.
Mengabdi hanya kepada Allah. 5. Selalu memuji dan mengagungkan
Allah. 6. Bergetar hatinya jika nama Allah disebut-sebut. 7. Berjalan
dimuka bumi dengan tawadhu dan tidak sombong. 8. Bersikap arif
menghadapi orang-orang awam. 9. Mencintai orang lain seperti
mencintai dirinya sendiri. 10. Menghormati tamu. 11. Menghargai dan
menghormati tetangga. 12. Berbicara selalu baik, santun, dan penuh
makna. 13. Tidak menyakiti orang lain dengan sikap maupun
perbuatannya.
Butir-butir akhlak didalam Al-Quran dan hadits bertebaran
laksana gugusan bintang-bintang di langit. Karena banyaknya tidak
mungkin semua dicatat di ruang ini. Lagi pula, selain satu butir dapat
dilihat dari berbagai segi juga mempunyai kaitan bahkan persamaan
dengan takwa. Karena itu hanya dicantumkan beberapa contoh.
1.

Akhlak terhadap Allah (khalik)


Mencintai Allah melebihi cinta kepada apa dan siapapun juga
dengan mempergunakan firman-Nya dalam al-quran sebagai
pedoman hidup dan kehidupan. 2. Melaksanakan segala perintah
dan menjauhi segala larangan-Nya. 3. Mengharapkan dan berusaha
memperoleh keridaan Allah. 4. Mensyukuri nikmat dan karunia
Allah. 5. Menerima dengan ikhlas semua kada dan kadar Ilahi

62

setelah berikhtiar maksimal. 6. Memohon ampun hanya kepada


Allah. 7. Bertaubat hanya kepada Allah. 8. Tawakkal kepada Allah.
2. Akhlak Terhadap Manusia
a. Akhlak terhadap Rasulullah,
1). Mencintai Rasulullah dengan tulus dengan mengikuti semua
sunnahnya. b. Menjadikan Rasulullah sebagai idola, suri tauladan
dalam hidup dan kehidupan ini. c. Menjalankan apa yang
disuruhnya. d. Tidak melakukan yang dilarangnya.
3. Akhlak terhadap orang tua, iyaitu a. mencintai mereka melebihi
cinta kepada kerabat lainnya. b. merendahkan diri kepada
keduanya diiringi perasaan kasih saying. c. berkomunikasi dengan
orang tua mempergunakan kata-kata lemah lembut. d. berbuat
kepada ibu bapak dengan sebaik-baiknya. e. Mendoakan
keselamatan dan pengampunan bagi mereka kendatipun seorang
atau kedua-duanya telah meninggal
4. Akhlak Terhadap Diri Sendiri
a. Memelihara kesucian diri b. Menutup aurat. c. Jujur dalam
perkataan dan perbuatan. d. Sabar. e. Rendah hati. f. Malu
melakukan perbuatan jahat. g. Menjauhi dengki. h. Menjauhi
dendam. i. Menjauhi segala perbuatan dan perkataan sia-sia
5. Akhlak Terhadap Keluarga, Kerabat dan Karib
a. Saling membina rasa cinta dan kasih sayang dalam kehidupan
keluarga. b. Saling menunaikan kewajiban untuk memperoleh
hak. c. berbakti kepada ibu bapak d. Mendidik anak-anak dengan
kasih sayang
6. Akhlak Terhadap Tetangga
a. Saling mengunjungi. b. Saling bantu diwaktu senang lebih-lebih
diwaktu susah. c. Saling beri-memberi. d. Saling hormat
menghormati
7. Akhlak Terhadap Masyarakat
a. Memuliakan tamu. b. Menghormati nilai dan norma yang
berlaku dalam masyarakat bersangkutan. c. Saling menolong
dalam melakukan kebajikan dan takwa. d. Bermusyawarah
dalam segala urusan untuk kepentingan bersama. e. Mentaati
putusan yang telah diambil
8. Akhlak Terhadap Lingkungan
a. Sadar dan memelihara kelestarian lingkungan hidup. b.
Menjaga dan memanfaatkan alam terutama hewani dan nabati,
fauna dan flora yang sengaja diciptakan Tuhan untuk

63

kepentingan Manusia dan makhluk lainnya. c. Sayang kepada


sesama makhluk
Penggolongan sikap manusia dalam butir-butir akhlak tersebut
diatas, kalau dikelompokkan secara lain akan sama dengan
penggolongan hubungan takwa dalam kehidupan manusia. Oleh karena
itu program utama dalam perjuangan pokok dari segala usaha, ialah
pembinaan akhlak mulia. Ia harus ditanamkan kepada seluruh lapisan
dan tingkatan masyarakat, mulai dari tingkat atas sampai ke lapisan
bawah. Dan para lapisan atas itulah yang pertama-tama wajib
memberikan teladan yang baik kepada masyarakat dan rakyat.
1.5 Faktor-Faktor Pembentuk Akhlak
Pembentukan akhlak ini dilakukan berdasarkan asumsi bahwa
akhlak adalah hasil usaha pendidikan, latihan, usaha keras dan
pembinaan (muktasabah), bukan terjadi dengan sendirinya. Potensi
rohaniah yang ada dalam diri manusia termasuk di dalamnya akal, nafsu
amarah, nafsu syahwat, fitrah, kata hati, hati nurani, dan intuisi dibina
secara optimal dengan cara dan pendekatan yang tepat. Banyak sekali
faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan Akhlak antara lain
adalah: Insting (Naluri)
Aneka corak refleksi sikap, tindakan dan perbuatan manusia
dimotivasi oleh kehendak yang dimotori oleh Insting seseorang ( dalam
bahasa Arab gharizah). Insting merupakan tabiat yang dibawa manusia
sejak lahir. Para Psikolog menjelaskan bahwa insting berfungsi sebagai
motivator penggerak yang mendorong lahirnya tingkah laku antara lain
adalah:
1. Naluri Makan (nutrive instinct). Manusia lahir telah membawa
suatu hasrat makan tanpa didorang oleh orang lain. 2. Naluri
Berjodoh (seksual instinct). 3. Naluri Keibuan (peternal instinct)
tabiat kecintaan orang tua kepada anaknya dan sebaliknya kecintaan
anak kepada orang tuanya. 4. Naluri Berjuang (combative instinct).
Tabiat manusia untuk mempertahnkan diri dari gangguan dan
tantangan. 4. Naluri Bertuhan. Tabiat manusia mencari dan
merindukan penciptanya
2. Adat/Kebiasaan
Adat/Kebiasaan adalah setiap tindakan dan perbuatan
seseorang yang dilakukan secara berulang-ulang dalam bentuk yang
sama sehingga menjadi kebiasaan. Abu Bakar Zikir berpendapat:
perbuatan manusia, apabila dikerjakan secara berulang-ulang
sehingga mudah melakukannya, itu dinamakan adat kebiasaan.

64

3.Wirotsah (keturunan)
Adapun warisan adalah: Berpindahnya sifat-sifat tertentu dari
pokok (orang tua) kepada cabang (anak keturunan). Sifat-sifat asasi
anak merupakan pantulan sifat-sifat asasi orang tuanya. Kadangkadang anak itu mewarisi sebagian besar dari salah satu sifat orang
tuanya.
4. Mileu
Artinya suatu yang melingkupi tubuh yang hidup meliputi
tanah dan udara sedangkan lingkungan manusia, ialah apa yang
mengelilinginya, seperti negeri, lautan, udara, dan masyarakat.
milieu ada 2 macam:
a. Lingkungan Alam
Alam yang melingkupi manusia merupakan faktor yang
mempengaruhi dan menentukan tingkah laku seseorang.
Lingkungan alam mematahkan atau mematangkan pertumbuhn
bakat yang dibawa oleh seseorang. Pada zaman Nabi
Muhammad pernah terjadi seorang badui yang kencing di
serambi masjid, seorang sahabat membentaknya tapi nabi
melarangnya. Kejadian diatas dapat menjadi contoh bahwa
badui yang menempati lingkungan yang jauh dari masyarakat
luas tidak akan tau norma-norma yang berlaku.
b. Lingkungan pergaulan
Manusia hidup selalu berhubungan dengan manusia lainnya.
Itulah sebabnya manusia harus bergaul. Oleh karena itu, dalam
pergaulan akan saling mempengaruhi dalam fikiran, sifat, dan
tingkah laku. Contohnya Akhlak orang tua dirumah dapat pula
mempengaruhi akhlak anaknya, begitu juga akhlak anak
sekolah dapat terbina dan terbentuk menurut pendidikan yang
diberikan oleh guru-guru disekolah.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi akhlak pada
khususnya dan pendidikan pada umunya, ada tiga aliran yaitu:
1) Aliran Nativisme
Menurut aliran ini faktor yang paling berpengaruhi
terhadap diri seseorang adalah faktor bawaan dari dalam yang
bentuknya dapat berupa kecendrungan, bakat, dan akal. Jika
seorang telah memiliki bawaan kepada yang baik maka dengan
sendirinya orang tersebut lebih baik. Aliran ini begitu yakin
terhadap potensi batin dan tampak kurang menghargai peranan
pembinaan dan pendidikan.
2) Aliran Empirisme

65

Menurut aliran ini faktor yang paling berpengaruhi


terhadap pembentukan diri seorang adalah faktor dari luar,
yaitu lingkugan sosial; termasuk pembinaan dan pendidikan
yang diberikan. Jika penddidikan dan pembinaan yang
diberikan kepada anak itu baik, maka baiklah anak. Demikian
jika sebaliknya. Aliran ini begitu percaya kepada peranan yang
dilakukan oleh dunia pendidikan dan penjajahan.
3) Aliran Konvergensi
Menurut aliran ini faktor yang paling mempengaruhi
pembentukan akhlak yakni faktor internal (pembawaan) dan
faktor dari luar (lingkungan sosial). Fitrah dan kecendrungan
ke arah yang lebih baik yang dibina secara intensif secara
metode. Aliran ini sesuai dengan ajaran Islam. Hal ini dapat
dipahami dari hadits di bawah ini.

)

(
Artinya: setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan
(membawa) fitrah (rasa ketuhanan dan kecendrungan
kepada kebenaran). Maka kedua orang tuanya yang
membentuk anak itu menjadi yahudi, Nasrani, atau majusi.
(HR. Bukhori).
Dari ayat dan hadits tersebut di atas menunjukkan
dengan jelas bahwa pelaksana utama dalam pendidikan adalah
kedua orang tua
2.

1.

Hubungan Tasawuf dengan Akhlak


Tasawuf adalah proses pendekatan diri kepada Tuhan
(ALLAH) dengan cara mensucikan hati (tashfiat al-qalbi). Hati yang
suci bukan hanya bisa dekat dengan Tuhan malah dapat melihat Tuhan
(al-Marifah).
Tasawuf juga merupakan upaya spiritual bagaimana agar
manusia dapat memiliki akhlak al-karimah. Agar seseorang dapat
memiliki akhlak al-karimah maka mereka harus mengupayakan dirinya
agar mengubah kebiasaan buruknya.
Upaya mengubah kebiasaan buruk menurut Ahmad Amin
sebagai yang dikutip Ishak Sholih adalah dengan hal-hal sebagai berikut
:
Menyadari perbuatan buruk, bertekad untuk meninggalkannya. 2.
Mencari waktu yang baik untuk mengubah kebiasaan itu untuk
mewujudkan niat atau tekad semula. 3.

66

Menghindarkan diri dari segala yang dapat menyebabkan kebiasaan


buruk itu terulang. 4. Berusaha untuk tetap berada dalam keadaan yang
baik. 5. Menghindarkan diri dari kebiasaan yang buruk dan
meninggalkannya dengan sekaligus. 6. Memilih teman bergaul yang
baik, sebab pengaruh kawan itu besar sekali terhadap pembentukan
watak pribadi. 7. Menyibukkan diri dengan pekerjaan yang bermanfaat.
Sedangkan dalam Pustaka Pengetahuan Al-quran dijelaskan bahwa
terdapat beberapa sarana untuk memperbaharui dan mencapai moralitas
yang terpuji, sekaligus membentengi diri dari pengaruh moralitas yang
tidak terpuji. Adapun sarana yang dimaksud adalah sebagai berikut: 1).
Ilmu pengetahuan, 2). Perhatian terhadapa pemantapan makna atau
pemahaman akidah Islam yang utuh dalam jiwa. 3). Melakukan
serangkaian perbuatan baik. 4). Menciptakan kebiasaan. 5). Berbaur
dengan lingkungan yang baik. 6). Keteladanan. 7). Meninggalkan atau
menjauhkan diri dari lingkungan yang buruk. 8). Menerima nasihat. 8).
Berkeinginan menyandang sifat-sifat yang baik.
Menurut ajaran Islam berdasarkan praktek Rasulullah,
pendidikan akhlakul karimah (akhlakul mulia) adalah faktor penting
dalam membina suatu umat atau membangun suatu bangsa. Suatu
pembangunan tidaklah ditentukan semata dengan faktor kredit dan
investasi materil. Betapapun melimpah ruahnya kredit dan besarnya
investasi, kalau manusia pelaksanaannya tidak memiliki akhlak, niscaya
segalanya akan berantakan akibat penyelewengan dan korupsi. Yang
diperlukan dalam pembangunan ialah keikhlasan, kejujuran, jiwa
kemanusiaan yang tinggi, sesuainya kata dengan perbuatan, prestasi
kerja, kedisiplinan, jiwa dedikasi, dan selalu berorientasi kepada hari
depan dan pembaharuan. Itulah sebabnya sering dikatakan bahwa
mengisi kemerdekaan adalah jauh lebih berat daripada perjuangan
bersenjata merebut kemerdekaan itu sendiri.
Di masa sekarang, terdapat sejumlah peradaban yang tengah
melangkah di jalur yang rapuh dan rusak. Pada hakikatnya, mereka itu
sedang menggiring dirinya menuju titik keruntuhan dan kehancuran
sesuai dengan aturan ilahi (sunnatullah) yang tidak berubah. Karenanya,
umat Islam wajib menjaga dirinya, agar tidak sampai mengalami nasib
yang sama. Sungguh benar kalimat Allah swt itu. Semoga Allah swt
sudi memberikan ampunan, pertolongan, dan keselamatan bagi seluruh
mukmin dan muslim. Amin.
Tugas:
Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan benar!

67

1.
2.
3.
4.
5.

Jelaskan pengertian akhlak dan moral !


Uraikan perbedaan dan persamaan akhlak dengan moral!
Terangkan tentang karakteristik dan pembagian akhlak!
Jelaskan indikator manusia berakhlak!
Uraikan faktor-faktor pembentuk akhlak!
BAB VI
IPTEK DAN SENI DALAM ISLAM

Umat Islam melalui para pemimpin Islam, ulama dan cendekiawan


muslim pada masa awal Islam sekitar abad ke 8 M sampai abad pertengahan
16 M pernah mengalami masa kejayaan, dimana perkembangan kehidupan
masyarakat begitu maju dan menjadi kiblat serta peradaban utama di dunia.
Kehidupan begitu gemilang, termasuk sains dan teknologi. Ilmu pengetahuan
begitu berkembang. Banyak Ilmuwan Muslim menjadi pioner dalam
berbagai macam penemuan dan pemimpin di bidang sains, antara lain bidang
kedokteran, Ilmu Bumi, Matematika, Kimia, Astronomi, Etika dan Sastra
Dalam bab ini akan diuraikan: 1) Pengertian Ilmu dan pengetahuan
serta Seni, 2) Kedudukan akal dan wahyu dalam Islam, 3) Klasifikasi dan
karakteristik Ilmu dalam Islam, 4) Kewajiban menunut Ilmu, dan 5)
Tanggungjawab ilmuwan terhadap lingkungan. Uraian masing-masing sub
pembahasan di atas akan dipaparkan berikut ini.
1.1. Pengertian Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni
Kata Iptek terdiri atas tiga kata, ilmu, pengetahuan, dan
teknologi. Ilmu adalah pengetahuan yang jelas tentang sesuatu. Ilmu
merupakan keistimewaan yang menjadikan manusia lebih unggul dibanding
dengan makhluk-makhluk lain dalam menjalankan fungsi kekhalifahannya.
Menurut al-Quran ilmu tediri atas dua macam. Pertama, ilmu ladunni, yaitu
ilmu yang diperoleh tanpa upaya manusia. Kedua ilmu kasbi, yaitu ilmu yang
diperoleh karena usaha manusia. Pembagian ini terjadi karena al-Quran
memandang terhadap hal-hal yang ada tetapi tidak diketahui melalui upaya
manusia. Ada wujud yang tidak tampak. Dengan demikian, obyek ilmu
meliputi materi dan nonmateri, fenomena dan nonfenomena (Quraisy Syihab,
1998: 434-436)
Pengetahuan adalah pemahaman terhadap suatu subyek mengenai
obyek yang dibahas. Yang dimaksud subyek adalah manusia sebagai
kesatuan berbagai macam kesanggupan (akal, panca indera dan sebagainya)
yang digunakan untuk mengetahui sesuatu. Obyek di sini adalah benda atau

68

hal yang diselidiki, yang merupakan realitas bagi manusia yang menyelidiki
(Anshari, 1987: 43). Pengetahuan merupakan proses dari usaha manusia
untuk tahu. Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil dari kenal, sadar, insaf,
mengerti, dan pandai. Pengetahuan itu semua milik atau isi pikiran, demikian
penjelasan menurut Iberani (2003: 99). Karena itu, ilmu dan pengetahuan
suatu kesatuan yang tak terpisahkan setelah melalui beberapa proses usaha
dan upaya manusia secara sadar, terencana dan bertanggungjawab.
Teknologi adalah ilmu tentang cara menerapkan ilmu pengetahuan
untuk memanfaatkan alam bagi kesejahteraan dan kenyamanan manusia
(Quraish Shihab, 1996: 441). Berbeda pengertian teknologi yang
dikemukakan oleh Baiquni (1983: 7) bahwa teknologi ialah penerapan sains
secara sistematis untuk mempengaruhi alam di sekeliling kita dalam suatu
proses produktif ekonomis untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat
bagi umat manusia. Dengan demikian mesin atau alat canggih yang
digunakan manusia bukanlah teknologi, tetapi merupakan hasil dari
teknologi, walaupun secara umum sering diasosiasikan sebagai teknologi.
Ketersediaan lahan yang diciptakan Allah mengantarkan manusia berpotensi
untuk memanfaatkan alam ini yang telah ditundukkan Allah.
Seni adalah keindahan. Ia merupakan ekspresi jiwa dan budaya
manusia yang mengandung dan mengungkapkan keindahan. Ia lahir dari sisi
terdalam manusia yang didorong oleh kecenderungan kepada yang indah
(Quraish Shihab, 1996: 441). Kemampuan berseni merupakan salah satu
pembeda manusia dengan makhluk lain. Dengan demikian, Islam
mendukung kesenian selama penampilannya mendukung fitrah manusia yang
suci atau penampilannya tidak menyalahi syariat Islam (porno aksi).
Pemahaman yang benar tentang Ilmu dan agama ini harus
ditanamkan sejak dini. Pemisahan Ilmu dengan agama yang selama ini
ditempuh oleh barat (sekularisasi Ilmu Pengetahuan), sesungguhnya tidak
mempunyai pijakan historis dalam Islam dan bertentangan dengan ajaran
agama Islam. Ilmuwan Islam zaman dahulu adalah para polimath , yang
merupakan perpaduan antara Ulama (dalam bidang agama) dan Ilmuwan
(dalam bidang sains). Tidak ada pemisahan antara Ilmu dengan agama,
walaupun ada pandangan yang berpendapat bahwa mengembangkan ilmu
yang bukan agama adalah fardhu kifayah, namun karena teknologi dan
peradaban adalah sebuah keniscayaan, maka menuntut ilmu seperti teknik,
kedokteran, dan penerbangan adalah hal yang tidak boleh ditinggalkan oleh
umat islam

69

1.2 Hubungan Agama dan Iptek


Setidaknya sejak dasawarsa 1970-an hingga sekitar awal 1990-an,
berkembang sebuah wacana baru tentang Islam dan ilmu pengetahuan,
dengan munculnya gagasan Islamic science (ilmu pengetahuan Islam) atau
Islamization of knowledge (Islamisasi ilmu). Terlepas dari siapa yang
pertama menggunakan istilah ini, dalam kenyataannya cukup beragam
(kelompok) pemikir muslim yang memaknai istilah ini dengan berbeda-beda,
bahkan tidak jarang terdapat pertentangan pendapat. Karena yang lebih
populer adalah istilah dalam bahasa Inggris itu, ada beberapa hal penting dan
menarik untuk dicatat dalam kaitannya dengan penggunaan kata ilmu
pengetahuan atau sains, Islamisasi, dan kata Islamic dalam Islamic science.
Pertama, perkembangan berbagai istilah ini menunjukkan betapa
seriusnya tantangan yang dihadapkan ilmu pengetahuan modern kepada
perkembangan intelektual Islam. Seperti telah dipaparkan di atas, sebetulnya
hal ini telah dimulai sejak akhir abad ke-19. Namun, tidak efektifnya usaha
mengejar ketertinggalan muslim dari Barat di masa lalu, pada
perkembanganya hal tersebut mengkerucut dan mengkristal menjadi gerakan
dengan orientasi baru pada beberapa kelompok.
Kedua, munculnya istilah baru, Islamic science dan Islamization of
knowledge nyatanya hanya tampak sebagai baju baru dari usaha yang telah
dilakukan oleh beberapa pemikir di masa sebelumnya.
Istilah sains (science) sendiri baru mendapatkan maknanya yang
khas dalam perkembangan kegiatan ilmiah di dunia Barat sejak beberapa
abad. Di sana sains dianggap sebagai model cabang ilmu yang paling unggul,
karena perkembangannya yang paling pesat dibandingkan cabang-cabang
ilmu lain. Adalah anggapan tersebut yang melatar belakangi kebiasaan
bahasa Inggris modern yang berbeda dengan kebanyakan bahasa lain. Untuk
membedakan science, sebagai istilah yang dipakai untuk ilmu pengetahuan
alam atau eksakta (pasti), dari berbagai cabang ilmu pengetahuan lain,
terutama ilmu-ilmu sosial dan humaniora.
Perkembangan teknologi sebagai buah dari perkembangan ilmu
pengetahuan ini juga amat memukau banyak orang, tidak terkecuali umat
Islam. Sebagai akibat dari fenomena itu, sebagian ilmuwan muslim hanya
berusaha mengejar ketertinggalan umat Islam dengan mengambil alih secara
menyeluruh teknologi dan ilmu pengetahuan Barat modern. Namun, sebagian
lain tidak puas dengan sikap itu dan menuntut Islamisasi ilmu pengetahuan
atau pengembangan ilmu pengetahuan Islam.

70

Jelas bahwa ilmu pengetahuan Islam adalah sebuah istilah modern.


Kita tak bisa menemukan padanan istilah ini dalam literatur Islam klasik,
termasuk dalam masa yang disebut Zaman Keemasan Islam. Bahkan, bisa
jadi istilah ini digunakan pertama kali oleh kaum orientalis ketika kajiankajian orientalisme modern dimulai akhir abad yang lalu. Pada tahun 1920an, misalnya, sejarawan ilmu pengetahuan George Sarton dalam karya
monumentalnya menggunakan istilah ini untuk menyebut sebuah periode
dalam sejarah perkembangan ilmu pengetahuan ketika dengan dukungan
penguasa, para ilmuwan muslim (dan sebagian kecilnya adalah non-muslim)
menghasilkan karya-karya besar dalam bidang ilmu pengetahuan. Orientalis
George Anawati bahkan menyebutkan adanya upaya-upaya Islamisasi
cabang-cabang ilmu yang diperoleh terutama dari tradisi Yunani itu. Ia juga
menyebutkan bahwa ilmu pengetahuan alam adalah bidang yang paling
sedikit terkena Islamisasi dibandingkan dengan, misalnya, metafisika.
Prof. Baiquni dalam bukunya Al Quran Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi menguraikan, Diantara sebab tertinggalnya umat Islam dalam
bidang sains dan teknologi adalah: Pertama, adanya dikotomi di kalangan
ulama Islam yang mungkin tidak begitu memahami atau salah faham
terhadap buah fikiran Imam Al Ghazali, sehingga mereka memisahkan ilmuilmu agama dari sains dan teknologi. Selain itu para ulama terdahulu, mereka
adalah pakar dalam bidang agama, dan juga sains. Adapun para ulama
agama sekarang tidak begitu menguasai sains, sehingga mereka mencoba
menjauhkan pengikut-pengikutnya dari pengaruh ahli ilmu kauniyah. Hal ini
mereka buat agar terbebas dari pertanyaan-pertanyaan krtitis murid-murid
mereka, sedangkan mereka tidak dapat menjawabnya. Kedua, embargo sains
dan teknologi yang dibuat oleh negara-negara maju terhadap negara-negara
berkembang, lebih-lebih lagi negara umat Islam, sehingga jumlah pakar
sains di negara-negara Islam jauh lebih kecil dari pada yang ada di negaranegara bukan Islam, Institusi pendidikan sains dan teknologi di negaranegara Islam jauh lebih kecil dari pada yang ada di negara-negara bukan
Islam
Sejarah telah menunjukkan bagaimana Rasulullah Saw. dengan
menggunakan ilmu dan kaedah wahyu dari Allah, telah mendidik para
sahabat yang sebagian besar buta huruf, terbelakang dalam ilmu
pengetahuan, dibandingkan dengan negara lain saat itu. Tanpa ada institusi
pendidikan formal, dan institusi-institusi Research and Development dalam
berbagai bidang ilmu, tetapi telah sukses mendidik para sahabat menjadi
pribadi unggul. Yang dilakukan oleh Rasul adalah menanamkan aqidah yang
lurus dan mantap kepada para shahabat, serta akhlaq yang mulia, yang
diiringi dengan ilmu-ilmu dan tugas-tugas lain yang sangat menyokong

71

mereka untuk mengembangkan keahlian dan spesialisasi dalam bidang


mereka masing-masing. Hasilnya, dalam waktu 30 tahun saja umat Islam
menguasai 1/3 dunia. Romawi dan Persia jatuh ke tangan para sahabat di
zaman Pemerintahan Saidina Umar bin Khattab. Kemudian banyak Ilmuan
yang lahir dari negara-negara di luar Arab. Sejak itu, berkembanglah budaya
Ilmiah Islam dalam masyarakat Islam. Inilah pembangunan manusia unggul
yang dirintis oleh Rasul, sehingga dengan modal dasar tersebut, mereka
dapat berkembang dan mengembangkan diri secara maksimal tanpa
melupakan agama mereka.
Pandangan seperti ini adalah, pandangan yang berlandaskan dari
sejarah sirah nabawiyah yang mengkaitkan secara erat kemajuan Islam dalam
segala bidang, dengan pembangunan aqidah dan akhlaq bagi setiap individu
muslim. Selanjutnya, beberapa pakar dan ulama mencoba memasukkan
unsur-unsur yang lebih mengedepankan persoalan moral, etika dan
komitmen dalam menganalisa sebab keterpurukan Islam dalam bidang sains.
Sistem pendidikan dan kondisi Ilmiah merupakan hal yang sangat
penting bagi kemajuan Ilmu pengetahuan. Kemajuan Islam dalam Iptek
diantaranya adalah dengan sistem pendidikan dan penelitian yang dikelola
dengan sistematis sehingga menghasilkan metode-metode yang unggul,
kultur pendidikan dan penelitian yang hebat. Pembangunan sistem
pendidikan yang unggul dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan teknologi juga
dapat menjadi salah satu faktor pendukung majunya ilmu pengetahuan di
dunia Islam.
Akal menghasilkan ilmu dan ilmu berkembang dalam masa
keemasan sejarah Islam. Supaya dapat dipelajari dengan baik dan benar, ilmu
perlu diklasifikasikan. Muhammad Daud Ali (1998: 388) mengatakan sejak
al-Kindi di abad III H samapai Syah Waliyullah dari Delhi pada abad ke-12,
generasi demi genearsi sarjana Muslim telah mencurahkan pikiran dan
kemampuannya untuk membuat klasifikasi ilmu dalam Islam secara rinci.
Adapun klasifikasi ilmu yang telah dibuat oleh para ilmuwan muslim dapat
dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 1. Klasifikasi dan Karakteristik Ilmu

1.
2.
3.
4.

KLASIFIKASI ILMU
Al-farabi:
Ilmu Bahasa
Logika
Ilmu-Ilmu Matematis
Metafisika

KARAKTERISTIK
1.

Dimasukkan sebagai petu


bagian ilmu, sehingga para peng
subyek yang benar-benar memb
dirinya.

72

5.

1.
2.
3.
4.

1.
2.

Ilmu politik, Ilmu Fikhi dan Ilmu Kalam.


2.
Memungkinkan seseora
(Masing-masing klasifikasi ilmu tersebut dirinci lagi hirarki ilmu dst. (tugas, lihat: Mu
dalam berbagai sub bagian)
1998: 390)
Algazali:
Ilmu-ilmu teoritis dan praktis
Tidak ada
Ilmu yang dihadirkan dan ilmu yang dicapai
Ilmu-ilmu keagamaan dan ilmu-ilmu
intelektual,
Ilmu fardhu ain (kewajiban setiap orang)
dan ilmu fardhu kifayah (kewajiban masyarakat).
Tugas: baca, Muhammad Daud Ali, 1998: 391 dan
Osman bakar, 1997: 234-237)
Asy-Syirazi:
Tugas anda, baca, Pendidikan
Ilmu-ilmu Filosofis (Ilmu-ilmu kefilsafatan) Muhammad Daud Ali, halaman 39
Ilmu-Ilmu nonfilosofis. Selanjutnya tugas
anda, baca, Pendidikan Agama Islam oleh
Muhammad Daud Ali, halaman 393-394)
Sumber: Hasil Olahan buku Pendidikan Agama Islam, oleh Daud Ali 2008
Menelusuri pandangan al-Quran tentang teknologi, mengundang
kita untuk melihat sekian banyak ayat yang berbicara tentang alam semesta.
Menurut para ahli terdapat sekitar 750 ayat al_Quran yang berbicara tentang
alam materi dan fenomenanya yang memerintahkan manusia untuk
mengetahui dan memanfaatkan alam. Secara tegas dan berulang-ulang alQuran menyatakan bahwa alam semesta diciptakan dan ditundukkan bagi
kepentingan manusia, seperti yang disebutkan pada awal surat al-Jatsiyah
ayat 13:

Artinya: Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa
yang ada di bumi semuanya (sebagai rahmat) dari-Nya.
Penundukan yang dimaksud dalam ayat tersebut secara potensial,
terlaksana melalui sunnatullah (hukum-hukum yang ditetapkan Allah pada
alam) dan kemampuan yang dianugerahkan-Nya pada manusia. Al-Quran
menyebutkan sifat dan ciri-ciri alam semesta, ditambahkan lagi antara lain:

73

1.

Segala sesuatu di alam semesta mempunyai sifat, ciri dan hukum


yang di dalam al-Quran surat ar-Radu ayat 8 disebut ukuran.
2. Semua yang berada di alam semesta tunduk kepada-Nya. Hanya
kepada Allah-lah tunduk segala yang ada di langit dan yang ada di
bumi baik secara sukarela maupun secara terpaksa (Q.S.ar-Rad ayat
15). Q.S. Fushshilat ayat 11; Q.S. Al-Baqarah ayat 31. (tugas, tulis
ayat dan terjemahnya ayat-ayat tersebut).
Muhammad Daud Ali mengatakan bahwa al-Quran memerintahkan
manusia untuk terus berupaya meningkatkan kemampuan ilmiahnya.
Jangankan manusia (biasa) Nabi Muhammad pun sebagai Rasulullah
diperintahkan selalu berusaha dan berdoa agar pengetahuannya bertambah.
Doanya dirimuskan Allah sendiri di ujung ayat 114 surat Thaha yang
berbunyi: Rabbi Zidnii ilman warzuqenaa fahmaa. Yang artinya:Ya Allah
tambahlah ilmuku. Doa ini perlu selalu diucapkan, dimohonkan kepada
Allah agar ilmu kita ditambah-Nya, sebab Dialah sumber segala ilmu.Di
samping itu pula perlu dikemukakan bahwa manusia mempunyai naluri haus
pengetahuan, sebagaimana dilukiskan Rasulullah dalam sunnahnya, Ada
dua keinginan yang tidak pernah terpuaskan yaitu keinginan menuntut ilmu
dan keinginan memperoleh harta (Quraisy Syihab, 1996: 447).
Doa yang dipanjatkan hendaklah berulang-ulang diungkapkan serta
diiringi dengan usaha dan kerja keras sambil bersabar menanti rahmat Allah.
Jangan tergesa-gesa mau melihat hasil dari doa yang kita panjatkan kepada
Allah. Renungkan sebuah akronim berikut: DUIT (Doa, Usaha, Ikhlas,
Tawakkal).
1.3 Pandangan Islam Terhadap Iptek dan Seni
Agama Islam adalah agama yang sangat mendorong kemajuan Ilmu
pengetahuan. Menuntut Ilmu sampai pada tahap diwajibkan bagi pemeluk
Islam, dan dengan tanpa batasan selama hidup manusia. Menuntut Ilmu
bukanlah perkara dunia semata, namun juga perkara dunia dan akhirat. Allah
SWT. bahkan memberikan derajat yang tinggi kepada orang yang beriman
dan berilmu dibandingkan dengan beriman yang tidak berilmu (QS: 58: 11).
Pandangan yang mengedepankan permasalahan landasan agama,
yaitu aqidah dan etika yang menjadi pendorong utama memang sangat
rasional, mengingat dorongan agama Islam terhadap Ilmu pengetahuan
begitu kuat. Banyak perintah agama yang berkaitan dengan ilmu, keutamaan
menuntut ilmu, bahkan sampai pada taraf wajib dalam menuntut ilmu, juga
balasan bagi orang yang menuntut ilmu. Qardhawi bahkan menyatakan,
bahwa Ilmu adalah agama, dan agama adalah Ilmu. Bagi penganut

74

pandangan ini, keyakinan, akhlaq dan beragama yang tinggi, akan


mendorong orang (sarjana Muslim ) mengembangkan ilmunya.
Hubungan antara Islam dan ilmu pengetahuan tidaklah antagonistik
tapi justru saling menguatkan. Sejak dari semula, yaitu ketika wahyu pertama
diturunkan dengan kata-kata yang tidak lain dari: Baca (Iqra), sampai
kepada wahyu terakhir, ketika Allah telah menyempurnakan Islam itu
sebagai agama yang terakhir, sikap Islam terhadap ilmu sangatlah positif dan
konsisten sekali. Tidak ada satu ayat pun dari Al-Quran maupun ucapan
Nabi sendiri yang memperlihatkan antagonisme antara iman dan ilmu.
Al-Quran telah menempatkan ilmu pengetahuan dalam kedudukan
yang demikian tinggi, sehingga seperti yang dikemukakan oleh Dr.
Muhammad Ijazul Khatib dari Universitas Damaskus, tidak kurang dari 750
ayat, atau seperdelapan dari seluruh ayat yang menyuruh orang-orang
mukmin untuk berfikir, mempergunakan penalaran dengan sebaik-baiknya,
melakukan intizar (penyelidikan sistematik dan mendalam) tentang rahasiarahasia alam semesta ini, dan menjadikan kegiatan-kegiatan ilmiah sebagai
bagian tak terpisahkan dari kehidupan umat. Betapa tingginya penghargaan
yang diberikan oleh Al-Quran kepada ilmu dapat dilihat dengan
memperbandingkan bahwa ayat-ayat yang berhubungan dengan hukum yang
mengatur segi-segi kehidupan umat hanyalah sepertiga dari pada ayat-ayat
yang berhubungan dengan ilmu. Rasulullah sendiri telah memberikan
julukan Pewaris para Nabi kepada mereka yang berilmu. Al-Quran
bahkan menekankan keunggulan orang yang berilmu daripada yang tidak
berilmu. Seperti dalam firman Allah dalam surat Az-Zumar ayat 9:
Artinya: (Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah
orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri,
sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya?
Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orangorang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang
dapat menerima pelajaran. (Q. S. Az-Zumar: 9)
Selama sains atau ilmu pengetahuan itu tetap dalam upaya untuk
mencari kebenaran dan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam alam ini,
tidak akan pernah ada masalah. Karena Islamlah yang pertama-tama akan
mengajak dan menggalakkan manusia untuk mengungkapkan rahasia-rahasia
alam itu serta mengambil manfaat dari padanya. Problematika kita bukanlah
antara Islam dan ilmu pengetahuan (karena kaitannya jelas dan gamblang)
tetapi antara muslim atau penganut Islam itu dan ilmu pengetahuan.
Kehidupan makhluk-makhluk Tuhan saling berkaitan. Bila terjadi
gangguan yang luar biasa terhadap salah satunya, maka makhluk yang berada
dalam lingkungan hidup itu pun akan terganggu pula. Tuhan menciptakan

75

1.
2.
3.

segala sesuatu dalam keseimbangan dan keserasian. Oleh karena itu,


keseimbangan dan keserasian tersebut harus dipelihara agar tidak
mengakibatkan kerusakan.
Islam menegaskan bahwa manusia ditugaskan Tuhan menjadi
khalifah di muka bumi. Kekhalifahan ini mempunyai tiga unsur yang saling
berkaitan, kemudian ditambah unsur keempat yang berada di luar jiwa
manusia, namun sangat menentukan arti kekhalifahan tersebut..
Ketiga unsur yang dimaksud menurut Quraish Shihab (1996: 295)
dalam bukunya Membumikan Al-Quran adalah:
Manusia
Alam semesta
Hubungan antara manusia dengan alam dan segala isinya.
Hal ini sejalan dengan causa prima, seperti dalam gambaran di bawah ini:
Tuhan

Alam
Manusia

Hubungan antar manusia dengan alam semesta atau hubungan


manusia dengan sesamanya, bukan merupakan hubungan antara tuan dengan
hambanya. Hubungan tersebut merupakan hubungan kebersamaan dalam
ketundukan kepada Allah, karena kemampuan manusia dalam mengelolah
alam semesta, bukanlah akibat kekuatan yang dimilikinya tetapi merupakan
anugerah Allah yang telah menundukkan alam semesta untuk keperluan
hidup.
Faktor agama juga membuat Ilmuwan Islam berkomitmen
mengembangkan ilmu yang bermanfaat untuk ummat dan dunia, dan selalu
mengaitkan setiap penerapan ilmu untuk kepentingan agama. Inilah
komitmen agama mereka. Sebagai contoh, ilmu botani dikembangkan dalam
rangka meneliti kebenaran dari Allah SWT., sehingga bertambah keimanan
mereka. Mereka mengenal bagaimana mengingat Allah dengan ayat
kauniyah
(alam semesta).
Menciptakan Ilmuwan muslim harus dimulai dari bagaimana
menanamkan komitmen beragama mereka dengan aqidah yang lurus. Inilah
yang dicontohkan oleh Rasul. Ketika Ummat sudah sadar akan Ilmu

76

pengetahuan, maka ini akan menjadi motivasi yang luar biasa dalam
pengembangan sains. Yang juga akan berkembang dengan selalu
mengkaitkannya dengan Allah SWT., sehingga tidak melenceng dari ajaran
Islam.
Ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dalam Islam merupakan
kebutuhan manusia yang sangat penting dalam menjalankan tugas-tugasnya
sebagai khalifah dan hamba Allah di bumi. Perlu diketahui bahwa
mengamalkan ilmu penting, tetapi jauh lebih penting mengamalkannya
dalam kehidupan bermasyarakat.
Tugas:
Jawablah pertanyaan di bawah ini!
1.
Jelaskan pengertian ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
menurut bahasa, istilah dan ilmuwan!
2.
Terangkan bagaimana hubungan agama dengan ilmu
pengetahuan!A
3.
Uraikan klasifikasi dan karakteristik Ilmu dalam Islam!
4.
Terangkan kewajiban menuntut ilmu!
5.
Tulis dan terjemahkan satu ayat dan satu hadis tentang
kewajiban menunutut ilmu!
6.
Uraikan peranan Ilmuwan terhadap lingkungan sosial budaya
dan ekonomi!B
BAB VII
KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA
Dalam ajaran Islam ada dua dimensi utama hubungan yang harus
dipelihara, yaitu hubungan manusia dengan Allah dan hubungan manusia
dengan manusia dalam masyarakat. Kedua hubungan itu harus berjalan
dengan serentak. Dengan melaksanakan kedua hubungan itu hidup manusia
akan sejahtrera baik di dunia maupun di akhirat kelak.
Hubungan yang baik harus senantiasa terjaga, agar kehidupan ini
dapat berjalan dengan damai. Hubungan ini dapat dilalui tanpa
mengikutsertakan rasa perbedaan antara satu dengan yang lain, perbedaan
ras, perbedaan suku, bahkan perbedaan agama.
Dalam bab ini akan diuraikan tentang: 1) Pengertian kerukunan, 2)
Hubungan intern Imat Islam, 3) hubungan antar umat beragama, dan
Hubungan Antar Umat Beragama dgn Pemerintah. Untuk jelasnya perhatikan
uraian berikut.

77

1.1 Hakikat Kerukunan


Kata Kerukunan menurut Poerwadarminta, (1983: 836) berasal
dari kata Rukun yang berarti perihal hidup muslim; keragaman;
kesepakatan; perasaan rukun (bersatu hati) Peter Salim dan Yenni Salim
(1991) memberikan pengertian kerukunan yang sama dengan redaksi yang
berbeda di atas, yaitu : 1) hal hidup rukun. Semua orang mengidamkan hidup
rukun, 2) rasa rukun; kesepakatan. Jadi, kerukunan adalah kesepakatan hidup
berdampingan dengan orang lain yang berbeda agama untuk mewujudkan
kedamaian. Hidup rukun kepada siapa pun tetangga kita dianjurkan saling
menghormati, saling menghargai antara satu dengan yang lain bahkan saling
membantu dalam kegiatan sosial kemasyarakatan.
1.2 Kerukunan Intern Umat Beragama
Agama Islam menekankan hubungan sesama muslim berdasarkan
kesamaan iman yang pada kenyataannya jauh lebih kuat daripada hubungan
darah dan etnik, karena bagaimanpun iman merupakan dasar keyakinan yang
berpengaruh terhadap seluruh perilaku seorang muslim.
Hubungan antara sesama muslim digambarkan sebagai hubungan
yang tak terpisahkan seperti halnya anggota dalam satu tubuh yang saling
berhubungan dengan anggota tubuh lainnya, sebagaimana sabda Nabi yang
diriwayatkan Muslim dan Imam Ahmad: Seorang muslim dengan muslim
lainnya bagaikan satu tubuh, apabila salah satu anggota tubuh itu terluka,
maka seluruh tubuh akan merasakan sakit (demam)nya.
Firman Allah yang berkaitan dengan saling menghargai, saling
menghormati, tidak mengolok-ngolok antara lain Q.S. Al-Hujurat ayat 11:

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan


orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang
ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan
perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu
lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan
memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk

78

panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa


yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.
Toto Suryana dkk (1996) mengatakan apabila seorang muslim
menderita kelaparan, muslim lainnya akan merasakan penderitaannya,
sekelompok muslim teraniaya, kaum muslim lainnya akan merasakan
sakitnya. Demikian rasul mengajarkan umatnya untuk saling memberikan
perhatian dan kepedulian terhadap sesama muslim, sehingga terwujud
ukhuwah Islamiyah yang penuh kasih sayang. Quraisy syihab (1996) dalam
bukunya Wawasan Al-Quran memberikan pengertian ukhuwah Islamiyah,
yaitu persaudaraan yang bersifat Islami atau yang diajarkan oleh Islam
Ukhuwah atau persaudaraan lahir karena adanya persamaanpersamaan, semakin banyak persamaan semakin kuat persaudaraan itu.
Ukhuwah Islamiyah didasarkan kepada persamaan pada persoalan yang
paling mendasar dalam hidup, yaitu persamaan aqidah. Persamaan ini
melahirkan adanya perhatian dan keakraban, sehingga derita yang dialami
satu pihak dirasakan oleh pihak lain. Perhatikan firman Allah dalam Alquran
surat surat al-Hujurat ayat 10:

Artinya: Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu


damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah
terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.

Kasih sayang yang ikhlas terlahir dari kesamaan iman itu


merupakan dasar utama pergaulan di kalangan umat Islam. Kasih sayang
tersebut akan memancar dan membetuk pola hubungan antar kaum muslimin
yang memandang orang lain sebagaimana ia memandang dirinya sendiri.
Rasulullah bersabda: Tidak beriman seseorang di antara kamu
sehingga ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri.
(Hadis riwayat Bukhari dari Anas).
Syarat penilaian keimanan seseorang dapat dilihat dari
persaudaraannya, seperti yang dimaksud dalam hadis Nabi di atas. Bila
mereka tidak peduli kepada saudaranya maka tidak dapat dinilai orang yang
beriman. Karena itu, landasan keimanan yang kuat serta ukhuwah islamiyah
yang erat, akan membentuk sikap adil dalam menyikapi perbedaanperbedaan yang ada pada pendapat dan perilaku orang lain, sebab berbeda
pendapat dan sikap adalah hak seseorang. Tetapi kadang-kadang perbedaanperbedaan melahirkan konflik tertentu di kalangan umat Islam, sehingga
ukhuwah Islamiyah menjadi terganggu.

79

Perbedaan yang biasa muncul di kalangan umat Islam adalah


perbedaan pemahaman keislaman yang bersifat fiqhiyah bukan persoalan
aqidah (Toto Suryana dkk, 1996: 165).
Selanjutnya, Toto Suryana dkk (1996) mengatakan bahwa untuk
memantapkan ukhuwah Islamiyah menyangkut perbedaan pemahaman dan
pengamalan ajaran agama, para ulama menetapkan tiga konsep:
1.
Keragaman cara beribadah
2.
Yang salah dalam berijtihad pun mendapat
ganjaran
3.
Allah belum menetapkan suatu hukum sebelum
upaya ijtihad belum dilakukan seseorang mujtahid
Konsep pertama disebutkan (keragaman cara beribadah) di atas
mengakui adanya keragaman yang dipraktekkan Nabi dalam bidang
pengamalan agama, yang mengantarkan kepada pengakuan akan kebenaran
semua prakek keagamaan, selama merujuk kepada Rasulullah. Keragaman
dalam praktek beribadah merupakan hasil dari interpretasi terhadap perilaku
Rasul yang ditemukan dalam hadis. Interpretasi bagaimanapun melahirkan
perbedaan-perbedaan, karena itu menghadapi perbedaan ini hendaknya
disikapi dengan cara mencari rujukan yang menurut kita atau menurut ahli
yang kita percayai lebih dekat kepada maksud yang sebenarnya. Terhadap
orang yang berbeda interpretasi kita kembangkan sikap hormat dan toleransi
yang tinggi dengan tetap mengembangkan silaturrahmi.
Konsep kedua disebutkan (yang salah dalam berijtihad pun
mendapat ganjaran), mengandung arti bahwa selama seseorang mengikuti
pendapat seorang ulama, ia tidak akan berdosa, bahkan tetap diberi ganjaran
oleh Allah, walaupun hasil ijtihad yang diamalkannya itu keliru. Perlu dicatat
bahwa wewenang untuk menentukan yang benar dan salah bukan manusia,
melainkan Allah. Kendatipun demikian perlu diperhatikan pula bahwa yang
mengemukakan ijtihad maupun orang yang pendapatnya diikuti, haruslah
orang yang memiliki otoritas keilmuan, yang disampaikannya setelah melalui
ijtihad. Perbedaan-perbedaan dalam produk ijtihad adalah sesuatu yang
wajar. Karena itu, perbedaan yang ada hendaknya tidak mengorbankan
ukhuwah Islamiyah yang terbina di atas landasan keimanan yang sama.
Konsep ketiga dimaksudkan adalah bahwa persoalan-persoalan
yang belum ditetapkan hukumnya secara pasti, baik dalam Al-Quran maupun
dalam Hadis Nabi, maka Allah belum menetapkan hukumnya. Oleh karena
itu, umat Islam, khususnya para mujtahid dituntut untuk menetapkannya
melalui ijtihad. Hasil dari ijtihad yang dilakukan itu merupakan hukum Allah
bagi masing-masing mujtahid, walaupun hasil ijthiad itu berbeda-beda.

80

1.3 Kerukunan Antar Umat Beragama


Agama Islam ditujukan untuk manusia dengan segala
keberagamaannya, karena itu ajaran Islam tidak melarang umatnya
berhubungan dengan umat agama lain. Bahkan lebih tegas lagi Islam
mengajarkan umatnya senantiasa berpihak kepada kebenaran dan keadilan
termasuk di dalamnya terhadap orang-orang non muslim. Sebagai contoh,
Nabi bersabda: Tuntutlah ilmu walaupun di negeri Cina. Hadis tersebut
memberikan petunjuk bahwa umat Islam yang ingin belajar atau sekolah di
negeri non muslim dibolehkan selama aqidahnya dijaga dari kemusyrikan.
Dewasa ini, hubungan masyarakat dengan masyarakat lain yang
berbeda agama tidak dapat dihindarkan, baik dalam bidang ekonomi, sosial
budaya maupun politik. Bagi umat Islam hubungan ini tidak menjadi
halangan, sepanjang dalam kaitan sosial kemanusiaan. Bahkan dalam
berhubungan dengan mereka umat Islam dituntut untuk menampilkan
perilaku yang baik, sehingga dapat menarik mereka untuk mengetahui lebih
banyak tentang ajaran Islam.
Kehidupan yang rukun antar, intern serta pemerintah harus selalu
dijaga karena ini merupakan dambaan setiap manusia. Ketika kehidupan
rukun maka semua dapat berjalan dengan baik tanpa ada perasaan saling
menyakiti satu sama lain. Kegiatan bermuamalah dapat dilakukan dengan
siapapun tanpa saling mengganggu aqidah satu sama lain, misalnya kita
dapat belajar bersama di sebuah institusi, berniaga bersama dan segala
macam kegiatan bermasyarakat.

1.
2.
3.
4.
5.

Tugas:
Jawablah pertanyaan di bawah ini!
Jelaskan pengertian kerukunan menurut bahasa dan istilah serta
ilmuwan!
Terangkan kerukunan intern umat Islam di Indonesia!
Uraikan hubungan antar umat beragama di Indonesia! Dan
hubungan antar dan inter umat beragama dengan pemerintah!
Bagaimana sikap saudara terhadap tetangga non muslim yang
mengadakan kebaktian sampai larut malam!
Tulis dan terjemahkan satu ayat tentang kerukunan antar umat
beragama!
BAB VII
MASYARAKAT MADANI DAN KESEJAHTERAAN UMAT

81

Konsep masyarakat madani adalah sebuah gagasan yang


menggambarkan maasyarakat beradab yang mengacu pada nila-inilai
kebajikan dengan mengembangkan dan menerapkan prinsip-prinsip interaksi
sosial yang kondusif bagi peneiptaan tatanan demokratis dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara.
Dalam bab ini akan diuraikan: 1) Pengertian masyarakat Madani, 2)
Karakteristik Masyarakat Madani, dan 3) Mewujudkan masyarakat Madani,
dan 4) Kesejahteraan umat.
1.1 Hakikat Masyarakat Madani
Perkataan Masyarakat berasal dari bahasa Arab artinya pergaulan.
Dalam bahasa Latin disebut Sosius. Istilah Sosius berubah bentuknya
menjadi sosial yang berati segala sesuatu yang berhubungan dengan
pergaulan hidup. Poerwadarminta (1983: 636) dalam kamusnya memberikan
pengertian masyarakat: Pergaulan hidup manusia (sehimpunan orang yang
hidup bersama dalam suatu tempat dengan ikatan-ikatan aturan yang
ditentukan), misalnya memperbaiki masyarakat madani. Jamal Syarif
Iberani dan Hidayat (2003) dalam bukunya: Mengenal Islam mengatakan
bahwa konsep masyarakat madani mencuat di masyarakat Indonesia di awal
tahun 90-an. Konsep masyarakat madani di barat tersebut dikenal istilah
civil society.
Culla (2002) mengatakan bahwa istilah civil society adalah lawan
dari kelompok militer, yaitu masyarakat sipil. Selanjutnya Ryas Rasyid
mengatakan bahwa istilah itu diartikan dengan masyarakat yang berbudaya
berarti suatu masyarakat yang saling menghargai nilai-nilai sosial
kemanusiaan.
Pengertian social society di atas dapat disimpulkan bahwa
sekelompok orang yang hidup dengan tertib dan aman di bawah seperangkat
nilai-nilai atau aturan yang mengandung unsur saling menghargai dan
menghormati antara satu dengan yang lain, jauh berbeda dengan penampilan
hidup dan kehidupan militer.
Masyarkat madani identik dengan masyarakat Islam yang telah
dibentuk Rasulullah di Madinah lima belas abad yang lalu. Masyarakat
Madinah adalah masyarakat yang beradab, sopan, dan menghargai hak-hak
orang lain.
Menurut Quraish Shibab, masyarakat Muslim awal disebut umat
terbaik karena sifat-sifat yang menghiasi diri mereka, yaitu tidak bosanbosan menyeru kepada hal-hal yang dianggap baik oleh masyarakat selama
sejalan dengan nilai-nilai Allah (al-maruf) dan mencegah kemunkaran.

82

Selanjutnya Shihab menjelaskan, kaum Muslim awal menjadi khairu


ummah karena mereka menjalankan amar maruf sejalan dengan tuntunan
Allah dan rasul-Nya. (Quraish Shihab, 2000, vol.2: 185).
Perujukan terhadap masyarakat Madinah sebagai tipikal masyarakat
ideal bukan pada peniruan struktur masyarakatnya, tapi pada sifat-sifat yang
menghiasi masyarakat ideal ini. Seperti, pelaksanaan amar maruf nahi
munkar yang sejalan dengan petunjuk Ilahi, maupun persatuan yang kesatuan
yang ditunjuk oleh ayat sebelumnya (lihat, QS. Ali Imran [3]: 105). Adapun
cara pelaksanaan amar maruf nahi mungkar yang direstui Ilahi adalah
dengan hikmah, nasehat, dan tutur kata yang baik sebagaimana yang
tercermin dalam QS an-Nahl [16]: 125. Dalam rangka membangun
masyarakat madani modern, meneladani Nabi bukan hanya penampilan
fisik belaka, tapi sikap yang beliau peragakan saat berhubungan dengan
sesama umat Islam ataupun dengan umat lain, seperti menjaga persatuan
umat Islam, menghormati dan tidak meremehkan kelompok lain, berlaku adil
kepada siapa saja, tidak melakukan pemaksaan agama, dan sifat-sifat luhur
lainnya.
Syariati (1986: 159) mengatakan: Masyarakat Islam yang ideal
disebut ummat. Kata ummat berasal dari kata amm yang bermakna jalan dan
maksud. Jadi, masyarakat madani (umat madani) yang beradab, sopan, dan
saling menghargai, saling menolong.

1.

1.2 Karakteristik Masyarakat Madani


Masyarakat madani telah dibangun Nabi Muhammad lima belas
abad yang lalu berdasarkan ajaran Islam, masyarakat yang bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa
Masyarakat madani yang dibangun Rasul mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut:
Ukhuwwah (Persaudaraan). Yang dimaksud dengan persaudaraan adalah
ukhuwah Islamiyah (seaqidah dan seiman). Wujud nyata nilai-nilai
persaudaraan antara lain: tolong-menolong, saling menghargai antara satu
dengan yang lain, saling melindungi dari kejahatan orang lain bukan
sebaliknya saling memukul, saling memaki, saling menyudutkan, saling
menyerang, menyinggung perasaan dan lain-lain. Nilai-nilai persdaudaraan
dalam masyarakat madani telah dicantumkan dalam Al-Quran surat alHujurat ayat 10 yang menyatakan bahwa orang mukmin itu bersaudara.
Konsep perasaudaraan itu, mengingatkan, terutama, pada kejadian manusia
berasal dari sumber yang sama, baik laki-laki maupun perempuan. Konsep
persaudaraan yang disebut dalam ayat di atas dijelaskan lebih lanjut oleh
Nabi Muhammad dalam sebuah hadis, yaitu Orang beriman itu terhadap

83

2.

3.

4.

5.

6.

7.

sesamanya bagaikan sebuah bangunan saling mengokohkan.. Ini berarti


bahwa dalam masyarakat madani disatukan oleh satu keyakinan,
persaudaraan yang Islami.
Musawamah (Persamaan).
Yang dimaksud musawamah
(persamaan) adalah persamaan kedudukan di sisi Allah yang membedakan
hanya ketaqwaannya. Baca dan tulis surat al-Hujurat ayat 13 yang artinya
menyatakan pada sisi Allah, kedudukan manusia adalah sama. Yang
melebihkan seseorang dari yang lain.
Tasamuh (toleransi). Yang dimaksud dengan tasamuh adalah sikap
atau perbuatan yang dapat membiarkan atau menghargai pendirian, pendapat
dan perbuatan orang lain, kendatipun tidak sama dengan pendirian atau
pendapat sendiri. Rumusan ini menyangkut rumusan sosial. Dalam
masyarakat majemuk, kita dapat hidup berdampingan dengan umat lain
dalam batas-batas yang telah ditentukan, tanpa mengorbankan aqidah yang
telah diatur secara jelas dan rinci dalam Al-Quran dan Hadis.
Amar Maruf Nahi Mungkar. Yang dimaksud dengan amar maruf
nahi mungkar adalah sesama muslim kita wajib saling mengingatkan untuk
berbuat kebajikan dan mencegah dari yang mungkar dan memelihara hukumhukum Allah. Baca dan tulis ayat Q.S. at-Taubah ayat 112
Musyawarah. Dalam Al-Quran surat asy-syuura ayat 38 dan surat
Ali Imran ayat 159 (tulis dan terjemahkan ayat tersebut) dijelaskan bahwa
untuk menyelesaikan segala urusan hendaknya dengan cara musyawarah
baik soal kemasyarakatan maupun soal kehidupan social lainnya, misalnya
masalah kenegaraan.
Keadilan dan Menegakkan Keadilan. Ciri ini sangat penting bagi
kehidupan masyarakat dan sangat diutamakan dalam ajaran Islam. Sebab,
selain keadilan merupakan keinginan manusia, juga merupakan kehendak
Allah untuk mewujudkan dalam kehidupan masyarakat. Keadilan menurut
ajaran Islam adalah titik tolak, proses dan tujuan yang harus dicapai. Karena
itu banyak ayat dalam al-Quran menyebutkan kewajiban orang untuk
menegakkan keadilan, baik keadilan hukum maupun keadilan sosial. Di
antara ayat itu adalah surat an-Nisaa ayat 135 dan Q.S. Al-Maidah ayat 8
yang menyebutkan kewajiban orang untuk menegakkan keadilan, menjadi
saksi yang adil kendatipun untuk diri sendiri, orang tua dan kerabat, baik
yang kaya maupun yang miskin
Keseimbangan. Yang dimaksud dengan keseimbangan adalah
keseimbangan antara 1) hak dan kewajiban, 2) kewajiban individu dengan
individu, 3) kewajiban masyarakat dengan masyarakat, 4) kepentingan
individu dengan kepentingan masyarakat (Muhammad Daud Ali, 1998: 183189).

84

1.3 Mewujudkan Masyarakat Madani


Untuk mewujudkan masyarakat madani membutuhkan waktu dan
sosialisasi yang panjang. Perlu ada pemahaman tentang apa itu masyarakat
madani atau masyarakat yang berdasarkan ajaran Islam, dan kepada siapa
akan diberi pemahaman tentang itu.
Kelompok pertama dan utama yang diberi pemahaman tentang
masyarakat madani atau masyarakat Islam adalah kelompok birokrat dan
segala yang berhubungan dengannya, misalnya pihak kepolisian, pihak
kejaksaan, pihak pengadilan dan kepada masyarakat secara umum.
Ada dua masyarakat madani dalam sejarah yang terdokumentasi sebagai
masyarakat madani, yaitu:
1) Ma syarakat Saba, yaitu masyarakat di masa Nabi Sulaiman.
2) Mayarakat Madinah setelah terjadi traktat, perjanjjian Madinah antara
Rasullullah SAW beserta umat Islam dengan penduduk Madinah yang
beragama Yahudi dan beragama Watsani dari kaum Aus dan Khazraj.
Perjanjian Madinah berisi kesepakatan ketiga unsur masyarakat untuk saling
menolong, menciptakan kedamaian dalam kehidupan sosial, menjadikan AlQuran sebagai konstitusi, menjadikan Rasullullah SAW sebagai pemimpin
dengan ketaatan penuh terhadap keputusan-keputusannya, dan memberikan
kebebasan bagi penduduknya untuk memeluk agama serta beribadah sesuai
dengan ajaran agama yang dianutnya.
Sebagai contoh daerah Sulawesi Selatan, bila diinginkan
masyarakatnya bermasyarakat madani, yang pertama-tama diusahakan
adalah: otonomi khusus, seperti daerah Istimewa Aceh; Kedua, sosialisasi
ajaran ke-madani-an itu sendiri kepada mayarakat daerah atau bangsa, seperti
yang telah diajarkan Rasulullah atau dengan kata lain ajaran syariat Islam.
Meski Alquran tidak menyebutkan secara langsung bentuk masyarakat
yang ideal namun tetap memberikan arahan atau petunjuk mengenai prinsipprinsip dasar dan pilar-pilar yang terkandung dalam sebuah masyarakat yang
baik. Secara faktual, sebagai cerminan masyarakat yang ideal kita dapat
meneladani perjuangan rasulullah mendirikan dan menumbuhkembangkan
konsep masyarakat madani di Madinah.
Prinsip terciptanya masyarakat madani bermula sejak hijrahnya Nabi
Muhammad Saw. beserta para pengikutnya dari Makah ke Yatsrib. Hal
tersebut terlihat dari tujuan hijrah sebagai sebuah refleksi gerakan
penyelamatan akidah dan sebuah sikap optimisme dalam mewujudkan citacita membentuk yang madaniyyah (beradab).
Selang dua tahun pascahijrah atau tepatnya 624 M, setelah
Rasulullah mempelajari karakteristik dan struktur masyarakat di Madinah

85

yang cukup plural, beliau kemudian melakukan beberapa perubahan sosial.


Salah satu di antaranya adalah mengikat perjanjian solidaritas untuk
membangun dan mempertahankan sistem sosial yang baru. Sebuah ikatan
perjanjian antara berbagai suku, ras, dan etnis seperti Bani Qainuqa, Bani
Auf, Bani al-Najjar dan lainnya yang beragam saat itu, juga termasuk Yahudi
dan Nasrani.
Masyarakat madani sejatinya bukanlah konsep yang ekslusif dan
dipandang sebagai dokumen usang. Ia merupakan konsep yang senantiasa
hidup dan dapat berkembang dalam setiap ruang dan waktu. Mengingat
landasan dan motivasi utama dalam masyarakat madani adalah Alquran.
Meski Alquran tidak menyebutkan secara langsung bentuk masyarakat
yang ideal namun tetap memberikan arahan atau petunjuk mengenai prinsipprinsip dasar dan pilar-pilar yang terkandung dalam sebuah masyarakat yang
baik. Secara faktual, sebagai cerminan masyarakat yang ideal kita dapat
meneladani perjuangan rasulullah mendirikan dan menumbuhkembangkan
konsep masyarakat madani di Madinah.
Masyarakat madani identik dengan masyarakat yang beradab, patuh
dan tunduk pada hukum dan aturan yang berlaku, hidup dalam kedamaian
dan ketertiban, saling menghargai,saling menghormati, dan saling membantu
antara satu dengan yang lain.
Islam adalah ajaran yang bertujuan membahagiakan
manusia di dunia dan akhirat secara bersama-sama dan
saling berkaitan. Kebahagiaan hidup di dunia harus menjadi
sarana untuk mencapai kebahagiaan hidup di akhirat, dan
harapan kebahagiaan hidup di akhirat harus menjadi
landasan motivasi dalam melakukan kegiata di dunia yang
didasarkan pada petunjuk Allah SWT dan Rasul-Nya.
Terpisahnya kedua macam tujuan hidup ini akan melahirkan
kehidupan yang timpang atau berat sebelah, sehingga tidak
mencapai kebahagiaan hidup yang seutuhnya.
1.1.
Pengertian Ekonomi Islam
Secara sederhana, ekonomi Islam adalah ekonomi
yang didasarkan pada nilai-nilai ajaran Islam. Namun dalam
pengertian yang lebih luas, ekonomi Islam pada hakikatnya
adalah upaya pengalokasian sumber-sumber daya untuk
memproduksi barang atau jasa sesuai dengan petunjuk Allah
SWT, dalam rangka memperoleh ridha-Nya.
Ekonomi Islam berdasarkan pada Al-Qur'an yang
menaruh perhatian yang besar dalam rangka mewujudkan
keadilan sosial-ekonomi, dengan menyerang kepincangan

86

yang terdapat dalam masyarakat yang paling awal. Keadilan


sosial dan ekonomi dalam perspektif ekonomi Islam, sesuai
dengan petunjuk Al-Qur'an adalah menegakkan sebuah
tatanan masyarakat yang bermoral dan egalitarian.
1.4 Landasan Filosofis Ekonomi Islam
Berdasarkan uraian tentang definisi ekonomi Islam
tersebut, dapat diketahui bahwa ekonomi Islam mempunyai
perbedaan dengan ekonomi konvensional (sebutan yang
lazim digunakan untuk ekonomi sekuler). Perbedaan yang
paling mendasar ialah pada landasan filosofinya dan asumsiasumsi tentang manusia. Ekonomi Islam dibangun di atas
empat landasan fisluf, yaitu tauhid, keadilan dan
keseimbangan, kebebasan, serta pertanggungjawaban.
Keempat landasan filosofis ini dapat dikemukakan secara
singkat sebagai berikut :
1. Tauhid
Secara harfiah, tauhid artinya mengesakan Allah SWT.
Yakni pandangan bahwa semua yang ada merupakan
ciptaan dan milik Allah SWT, dan hanya Dia yang
mengatur segala sesuatunya, termasuk mekanisme
hubungan antara manusia, cara memperoleh rezeki, dan
sebagainya (rububiyah). Allah SWT berfirman:
Artinya :
Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan di
bumi. (QS. Al-Baqarah (2) : 284).
Artinya :
Kepunyaan Allah-lah segala yang ada di langit dan di
bumi, dan kepada Allahlah dikembalikan segala urusan.
(QS. Ali Imran (3): 109).
2. Keadaan dan Keseimbangan
Yang dimaksud dengan landasan keadilan dan
keseimbangan ini adalah bahwa seluruh kebijakan dan
kegiatan ekonomi harus dilandasi paham keadilan, yakni
menimbulkan dampak positif bagi pertumbuhan dan
pemerataan pendapatan dan kesejahteraan seluruh
lapisan masyarakat. Adapun yang dimaksud dengan
keseimbangan adalah suatu keadaan yang

87

mencerminkan kesetaraan antara pendapatan dan


pengeluaran, pertumbuhan dan pendistribusian, dan
antara pendapatan kaum yang mampu dan kurang
mampu. Allah SWT menegaskan :
Artinya :
Supaya harta itu tidak hanya beredar di antara orangorang kaya saja diantara kamu. (QS. Al-Hasyr (59) : 7).
3. Kebebasan
Kebebasan mengandung pengertian bahwa manusia
bebas melakukan seluruh aktivitas ekonominya
sepanjang tidak ada ketentuan Tuhan yang melarangnya.
Landasan kebebasan ini menunjukkan bahwa melakukan
inovasi dan kreativitas dalam ekonomi adalah suatu
keharusan.
Selain itu, kehendak bebas merupakan prinsip yang
mengantarkan seseorang muslim meyakini bahwa Allah
SWT memiliki kebebasan mutlak, namun Allah SWT juga
menganugerahkan kepada manusia kebebasan untuk
memilih dua jalan yang terbentang dihadapannya, yaitu
jalan yang baik dan buruk. Dengan adanya kebebasan ini,
maka manusia dapat melakukan suatu pekerjaan atas
pilihannya sendiri, dan karenanya ia akan bertanggung
jawab atas pilihannya itu.
Berkaitan dengan adanya kebebasan dalam memilih dan
menentukan bidang usaha yang beraneka ragam ini
dijelaskan dalam firman Allah SWT sebagai berikut :
Artinya :
Sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda. (QS.
Al-Lail (92) : 4)
4. Pertanggungjawaban
Menurut Islam, bahwa sungguhpun manusia diberikan
kebebasan untuk menentukan jalan hidup dan memilih
bidang usaha ekonomi yang akan dilakukan, namun
kebebasannya ini harus bertanggung jawab, atau dapat
dipertanggung-jawabkan secara sosial, etik dan moral,
yakni kebebasan yang dapat dipertanggungjawabkan di
hadapan manusia atau kebebasan yang tidak

88

bertentangan dengan kebebasan yang dimiliki orang lain,


serta kebebasan yang berjalan di atas landasan etika dan
sopan santun masyarakat yang beradab, dan bukan
kebebasan tanpa etika seperti kebebasan binatang, dan
kebebasan yang sejalan dengan nilai-nilai moral yang
dijunjung tinggi, seperti kejujuran, keadilan dan
kebenaran.
1.5 Lembaga Keuangan dalam Islam
Yang dimaksud dengan lembaga atau institusi
keuangan dalam Islam tidak semata-mata diartikan sebagai
lembaga atau institusi dalam bentuk fisik seperti perbankan,
perpajakan, pegadaian, atau lainnya, melainkan lembaga
keuangan termasuk pula yang bersifat nonfisik, namun
memiliki sistem dan metode kerja tertentu.
Dengan mengacu kepada Al-Qur'an dan al-sunah,
umat Islam, melalui para ulama dan mujtahidnya telah
berupaya merumuskan berbagai lembaga keuangan yang
dapat dikatakan cukup lengkap pada masanya. Lembaga
keuangan tersebut antara lain :
1. Al-Wadiah (titipan/simpanan)
2. Al-Musyawarah (kerjasama modal usaha)
3. Al-Mudharabah (kerjasama mitra usaha dan investasi)
4. Al-Muzaraah
(kerjasama
bagi
hasil
pengelolaan
pertanian)
5. Al-Musaqah (kerjasama pemeliharaan pertanian)
6. Bai al-Murabahah (jual beli dengan pembayaran
tangguh)
7. Bai al-Salam (jual beli dengan pembayaran di muka)
8. Bai al-Istishna (jual beli berdasarkan pesanan)
9. Al-Ijarah (sewa)
10. Al-Ijarah al-Muntahia Bittamlik (sewa beli)
11. Al-Wakalah (jasa perwakilan)
12. Al-Kafalah (jasa penjaminan)
13. Al-Hawalah (jasa transfer, pengalihan hak, dan tanggung
jawab)
14. Al-Rahn (gadai)
15. Al-Qardh (pinjaman kebajikan)
Berdasarkan uraian dan analisis tersebut, dapat
dikemukakan catatan penutup sebagai berikut :

89

1. Ajaran Islam
memiliki dasar dan prinsip-prinsip
pengembangan ekonomi yang jelas dan tegas. Usaha
mengembangkan ekonomi yang berdasarkan prinsipprinsip ajaran Islam tersebut sama pentingnya dengan
perbuatan amal saleh yang diridhai Allah SWT.
Pengembangan usaha dalam bidang ekonomi sebagai
bagian dari visi, misi dan tujuan ajaran Islam untuk
memberi rahmat bagi seluruh alam, dan untuk
menyejahterakan
kehidupan
masyarakat
secara
seimbang.
2. Bahwa prinsip ajaran Islam
dalam pengembangan
ekonomi bukanlah prinsip yang bersifat antroposentris,
sekularistik, liberalistis, pragmatis, dan materialistis,
melainkan berdasar pada prinsip perpaduan antara
antroposentris dan teosentris, yakni memadukan usaha
dan kreativitas manusia yang berdasarkan pada nilai-nilai
ajaran yang bersumber pada Al-Qur'an dan al-Sunah
serta usaha manusia.
3. Ekonomi dalam pandangan Islam adalah ekonomi yang
berpihak
pada
memberdayakan,
menolong,
dan
mengangkat kelompok masyarakat miskin atau yang
kurang mampu, atau ekonomi yang bertumpu pada
sektor makro yang secara umum hanya menguntungkan
para kaum kapitalis yang bermodal besar, sebagaimana
yang banyak dipraktikkan oleh ekonomi liberal yang
cenderung monopoli, dan menguntungkan kelompok elit
tertentu.
Tugas:
Jawablah soal-soal di bawah ini dengan benar!
1. Jelaskan pengertian masyarakat madani menurut bahasa dan istilah!
2. Uraikan karakteristik/Ciri-ciri masyarakat madani!
3. Terangkan cara mewujudkan masyarakat madani!
4. Tulis Piagam Madinah sebagai konstitusi pertama dan tertua di dunia!
5. Kemukakan beberapa alasan perlunya mempelajari
ekonomi Islam!
6. Jelaskan apa yang dimaksud dengan ekonomi Islam!
7. Sebutkan empat landasan ekonomi Islam
beserta
penjelasannya secara singkat!

90

BAB VIII
KEBUDAYAAN DALAM ISLAM
Islam berkembang dari masa ke masa karena
budayanya, misalnya ilmu pengetahuan dan klasifikasinya.
Perlu diketahui bahwa bagaimanapun perkembangan
peradaban dan budaya manusia harus diwarnai oleh ajaran
Islam, dalam arti penggunaan teknologi sesuai dengan
peruntukannya, yaitu meningkatkan kesejahteraan dan
kebahagiaan manusia.
Dalam bab ini akan diuraikan: 1) Hakikat
kebudayaan, 2) Prinsip-prinsip Kebudayaan dalam Islam, 3)
Nilai-Nilai Islam dalam Budaya Indonesia, dan 4) Kehidupan
Sosial dalam Pemikiran Islam. Untuk jelsnya, perhatikan
uraian berikut ini.
Uraian masing-masing sub pokok bahasan di atas
dipaparkan sebagai berikut.
1.1 Hakikat Kebudayaan
Manusia dan kebudayaan tidak dapat dipisahkan,
saling terkait, karena kebudayaan merupakan hasil karya,
rasa
kemudian menjadi adat istiadat manusia sebagai
khalifah di bumi. Tidak ada kebudayaan bila tidak ada
manusia dan sebaliknya, tidak ada manusia bila mereka
tidak berbudaya dalam masyarakat dan lingkungannya.
Jamal Syarif Iberani dan Hidayat (2003: 89) mengutip
pendapat J.Verkuyl dan Koentjaraningrat tentang pengertian
budaya, yaitu:
a. J.Verkuyl mengatakan bahwa kebudayaan itu berasal dari
bahasa Sangsekerta, yakni budaya, bentuk jamak dari
budi yang berarti roh atau akal. Kata Kebudayaan
berarti segala sesuatu yang diciptakan oleh manusia.
b. Koentjaraningrat mengatakan kebudayaan berasal dari
bahasa Sangksekerta, yakni budhaya, yang merupakan
bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal.
Kebudayaan dapat diartikan sebagai hal-hal yang
bersangkutan dengan budi dan akal.

91

Jadi, pengertian yang dikemukakan dua pakar budaya


di atas dapat disimpulkan bahwa kebudayaan adalah hasil
karya dan rasa manusia melalui proses pemikiran yang
sungguh-sungguh berdasarkan kerangka teoritis keilmuwan.
1.2 Prinsip-Prinsip Kebudayaan
Faisal Ismail (1997: 24) dalam bukunya Paradigma
Kebudayaan Islam: Studi Kritis dan Refleksi Historis
mengatakan kebudayaan adalah manifestasi dan perwujudan
segala aktivitas manusia sebagai upaya untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Ia merupakan perwujudan dari ide,
pemikiran, gagasan, nilai-nilai, norma-norma dalam bentuk
tindakan dan karya. Oleh karena itu kebudayaan adalah
suatu yang spesifik manusia.
Kebudayaan Islam merupakan salah satu perwujudan
dari fungsi manusia di bumi, yaitu sebagai hamba dan
khalifah Allah. Adapun prinsip kebudayaan Islam adalah 1).
menghormati akal, 2). memotivasi diri untuk menuntut dan
meningkatkan ilmu, 3). menghindari taklid buta, 4). tidak
membuat kerusakan). Dalam Al-Quran prinsip-prinsip
kebudayaan tersebut dapat dibaca secara berurut dalam
surat, Ali Imran ayat 190; Surat al-Mujadalah ayat 11; Surat
al-Isra ayat 36 dan Surat al-Qashash ayat 77) dan
karakteristik kebudayaan Islam menurut Yusuf Qardhawy
(2001: 31-44) adalah sebagai berikut:
a. Rabbaniyah
Kebudayaan Islam bernuangsa ketuhanan. Ia bercampur
dengan keimanan secara umum dan ketauhidan secara
khusus.
b.
Akhlaqiyah
Kebudayaan Islam tidak ada pemisahan antara akhlak
dengan ilmu, antara akhlak dengan perbuatan, antara
akhlak dengan ekonomi, antara akhlak dengan politik,
dan antara akhlak dengan peperangan serta antara
akhlak dengan semua segi kehidupan lainnya.
c.

Insaniyah
Kebudayaan Islam menghormati manusia, memelihara
fitrah, kemuliaan dan hak-haknya. Kebudayaan Islam

92

tegak atas asumsi bahwa manusia adalah makhluk yang


dimuliakan oleh Tuhannya.
d. Alamiyah
Selama kebudayaan Islam berlaku bagi setiap manusia,
maka dengan sendirinya ia pun bersifat alamiyah. Ia
bersifat terbuka untuk semua kelompok manusia dan
tidak menutup diri.
e. Tasamuh
Islam tidak mewajibkan non muslim yang hidup dalam
naungan kebudayaannya untuk menjalankan syariat
Islam dan tidak memaksakan orang lain untuk masuk ke
dalam lingkungan kebudayaan Islam.
f. Tanawwu
Kebudayaan Islam bersifat tanawwu (beraneka warna).
Ia tidak hanya memuat masalah-masalah ketuhanan,
tetapi terdapat juga masalah ilmu pengetahuan,
kemanusiaan, dan kealaman yang beranega ragam.
g. Washatiyah
Kebudayaan Islam mencerminkan sistem wasathiyah
(pertengahan). Pertengahan antara berlebihan dan
kekurangan, antara jasmani dan rohani, antara hak dan
kewajiban, antara kepentingan pribadi dan kepentingan
bersama, dan antara dunia dan akhirat.
h. Takamul
Takamul atau terpadu, saling mendukung antara
kebudayaan Islam yang satu dengan kebudayaan Islam
yang lain.
i. Bangga terhadap diri sendiri
Bangga terhadap diri sendiri adalah bangga terhadap
sumber kebudayaan yang berketuhanan, berkemanusiaan
dan bernuangsa akhlak. Sifat bangga ini menjadikan
kebudayaan Islam enggan untuk diwarnai atau dipengaruhi
dengan
yang
lain
yang
menyebabkan
hilangnya
keistimewaan dan keasliannya.
1.3 Nilai-Nilai Islam dalam Budaya Indonesia
Bangsa Indonesia mempunyai dua budaya secara
umum: 1) budaya nasional dan 2) budaya daerah yang

93

tersebar di seluruh wilayah Indonesia yang terdiri atas


berbagai suku, ras dan etnik bangsa.
Sistem budaya nasional adalah suatu yang relatif baru
dan sedang berada dalam proses pembentukan. Nilai-nilai
yang terbentuk dalam sistem budaya nasional ini bersifat
menyongsong masa depan. Di antara nilai-nilai budaya
nasional itu berkaitan antara lain dengan faktor-faktor:
1. Kepercayaan dan nilai-nilai agama
2. Ilmu pengetahuan
3. Penghargaan kepada kedaulatan rakyat
4. Toleransi dan empati terhadap budaya suku bangsa yang
bukan suku bangsanya sendiri (Iberani dan Hidayat,
2003)
Wardiman Joyonegoro (1996) mengatakan Bangsa
Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa dengan sistem
budaya yang beragam dari masing-masing etnik lokal
kemudian berkembang menjadi tradisi atau adat istiadat
yang berakar kuat dalam masyarakat yang bersangkutan.
Dalam rangka perkembangan budaya nasional, kebudayaan
seperti ini seringkali berfungsi sebagai sumber dalam
penciptaan-penciptaan di bidang seni, tata masyarakat dan
teknologi serta bahasa yang kemudian ditampilkan dalam
kehidupan lintas budaya.
Di daerah-daerah, budaya Islam juga tampak
mewarnai kehidupan berbangsa baik budaya seni, tradisi,
maupun peninggalan fisik, misalnya perayaan maulid,
peringatan Isra miraj, halal bihalal, pembacaan sejarah
hidup Nabi (Barasanji) di berbagai acara sosial.
1.4 Kehidupan Sosial dalam Pemikiran Islam
Ahmad Syalabi dalam bukunya Kehidupan Sosial
dalam Pemikiran Islam, mengelompokkan kehidupan sosial
masyarakat dalam berbagai kelompok yang disertai dengan
dalil dan ulasan yang jelas dan transparan sehingga mudah
dipahami. Pengelompokan kegiatan sosial yang dimaksudkan
adalah sebagai berikut.
1. Masalah Sosial dalam Lingkungan keluarga
Perkawinan: dorongan, tujuan dan hukum Islam
Pemilihan dalam perkawinan
Perkawinan dengan perempuan kitabi

94

Perkawinan dengan perempuan asing


Laki-laki yang masuk Islam kawin dengan perempuan
yang beragama Islam
Pertunangan
Maskawin dan akad nikah
Anak-Anak: Pemberian dan pelayanan sakasama di antara
anak-anak
Ibu Tiri
Mertua
Khitan
Keluarga Berencana:
Pencegahan Hamil Permanen
Penangguhan hamil untuk Kemaslahatan anak yang
disusui
Penangguhan hamil bagi kesehatan Orang Tua dan
anak
Penangguhan hamil menurut persetujuan suami-isteri
Kelebihan penduduk
Abortus
Anak yang bukan dari benih sendiri, anak angkat, dan
penanaman benih buatan
Pertanggungjawaban di antara anggota keluarga:
Hak suami-Isteri
Pertanggungjawaban anatar ayah, ibu, dan anak-anak
Kaum kerabat dan pertanggungjawabannya
Pembantu rumah tangga
Perempuan pekerja
Pewarisan
menurut
syara
dan
pematuhannya
2. Masalah Sosial dalam Lingkungan Masyarakat:
Hari Raya
Nishfu Syaban
Malam lailatul qadri
Asyura
Hikmah Hari raya dan Upacara Penyambutannya
Hari-Hari Penyambutan Khusus

95

Hiburan, Musik dan Nyanyian


Musik dan Nyanyian
Memperingati Orang Meninggal
Wali, Sambutan Maulid, Nazar, dan Majelis Zikir
Hari-hari maulid
Menunaikan Nazar
Majelis Zikir
Pengeras Suara
Olahraga dan Hiburan
Sepak Bola dan Suporternya
Adu Kambing, Sabung Ayam, dan Matador
Sepatah Kata tentang judi
Kaum Wanita dalam Masyarakat:
Pakaian Wanita
Hijab
Wanita dan Pimpinan
Laki-laki menyerupai Wanita dan Sebaliknya
Khamar
Hukum bagi Peminum Khamar
Berobat dengan Khamar
Mabuk
Rokok
Perhatian Terhadap Hakikat dan Sejarah
Pengemis
Persamaan dan Hukum Bersuku-Suku
Qada dan Qadar
Pandangan Sekilas tentang Masyarakat
Ilmu dan Praktek
Manusia dan Suka Dukanya
Hubungan Sesama Manusia
Kikir dengan Kata lain:
Kebaikan Tidak Dinilai dengan Angka
Meniru Perbuatan Jahat dan Baik
Berbahagiakah Anda Sebab Sukses dan menderita
Cara Menghapuskan Dengki

96

Masyarakat Islam yang Sebenarnya


Hak tetangga
3.`Masalah Sosial Di sekitar Keuangan
Dasar-dasar Pembahasan
Riba
Macam-Macam riba
Memberi dan Mengambil Riba
Bank
Bank-Bank Khusus
Simpanan dengan Bunga di Pos dan
Bank
Ke arah Pendirian bank Islam
Perkonsian Mudharabah
Pinjaman
Pesanan
Penjualan dengan Kredit
Pembelian Kembali
Bank Islam: Pendahuluan
Bank Islam Lokal:
Simpanan Current Account
Simpanan Penanaman Modal
Bank Islam Pusat
Perseoroan dan Saham
Bursa dan Makelar
Asuransi:
Pandangan Hukum Islam tentang Asuransi dengan
Asuransi Tetap itu
Kartu Undian
1.5 Mesjid sebagai Pusat Kebudayan Islam
Kata Mesjid berasal dari kata Sajada artinya
sujud, makna mesjid berarti tempat sujud, tempat
meyembah Allah, tempat beribadah khusus kepada Allah.
Arti lain dari kata sujud ialah ketundukan, ketaatan manusia
secara total (Hasanah, dkk, 2007). Pada masa Nabi
Muhammad menyiarkan dakwahnya mesjid sebagai markaz
atau pusat berdakwah, informasi Islam disampaikan melalui

97

mesjid, karena salah satu tempat berkumpulnya manusia


adalah mesjid.
Kebudayaan dan peradaban manusia berkembang
dan maju karena orang Islam yang berpikir modern dan
positif. Setiap kebudayaan atau peradaban harus sesuai
dengan petunjuk Islam. Sebaliknya, setiap peradaban dan
kebudayaan yang bertentangan dengan ajaran Islam harus
ditinggalkan bila aqidah taruhannya. Tetapi, menghidupkan
budaya justru menambah wawasan keislaman, menambah
keyakinan, menyambung silaturrahmi boleh dilakukan
bahkan dikembangkan.

Tugas:
Jawablah pertanyaan di baw
1.
Jelaskan pengertian budaya menurut bahasa dan
istilah
2.
Uraikan prinsip-prinsip kebudayaan!
3.
Uraikan karakteristik budaya dalam Islam!
4.
Terangkan nilai-nilai Islam dalam budaya Indonesia!
5.
Uraikan kehidupan sosial dalam pemikiran Islam!
6.
Bagaimana pendapat saudara tentang perkembangan
budaya lewat TV dan teknologi imformasi!

BAB
POLITIK DALAM ISLAM
Politik biasa juga disebut strategi atau siasat yang
dilakkan untuk mencapai tujuan. Dalam Islam dikenal dengan
politik Islam. Artinya Umat Islam berpolitik berdasarkan
petunjuk Alquran dan Hadis Nabi yang sahih. Umat Islam

98

dalam mencapai tujuan politiknya tdiak menghalalkan segala


macam cara. Karena itu dalam bab ini akan dibahas tentang
1) pengertian politik, Prinsip dasar poilitik dalam Islam, 3)
1.1 Pengertian Politik
Kajian tentang politik dalam Islam didasarkan pada
pandangan sebagai berikut :
1. Islam pada hakikatnya membawa ajaran-ajaran yang
bukan hanya mengenai satu segi, tetapi mengenai
berbagai segi dari kehidupan manusia. Islam bukan
hanya mengatur hubungan yang baik antara manusia
dan Tuhan, melainkan juga mengatur hubungan yang
baik dengan manusia dan dengan alam jagat raya.
2. Ajaran Islam yang berkenaan dengan hubungan manusia
dengan Tuhan dalam arti yang formal, khusus dan
langsung diatur dalam ilmu tauhid, fikih, dan tasawuf.
Adapun hubungan manusia dengan manusia dalam arti
yang formal, khusus, dan langsung diatur dalam ilmu
politik. Melalui ilmu politik, manusia selain diperkenalkan
tentang
cara
mendapatkan,
mengelola
dan
mempertahankan kekuasaan, juga diajarkan tentang
hukum dan etika politik.
3. Islam memiliki ajaran yang selain berhubungan dengan
kewajiban yang bersifat individual yang disebut fardlu
ain, juga berhubungan dengan kewajiban yang bersifat
kolektif yang disebut fardlu kifayah. Dengan ajaran yang
bersifat kolektif ini, maka harus ada diantara anggota
masyarakat yang mengurusi masalah politik dalam
rangka mewujudkan keadaan masyarakat yang tertib,
damai, harmonis dan sejahtera.
4. Didalam Al-Qur'an selain terdapat ayat-ayat yang
menyuruh manusia agar saling berkenalan, melakukan
kerjasama, tolong menolong dan bersinergi, juga terdapat
ayat-ayat yang menunjukkan perlunya taat kepada
pemimpin,
keharusan
pemimpin
berbuat
adil,
memutuskan
perkara
dengan
cara
musyawarah,
melindungi hak-hak asasi manusia, bersikap jujur, dapat
dipercaya, berani menegakkan kebenaran, cerdas, sehat
jasmani, dan rohani.

99

5. Dewasa ini ada keinginan yang kuat dari seluruh


masyarakat di dunia untuk mewujudkan keadaan tatanan
kehidupan politik masing-masing negara yang lebih
tertib, aman, damai, harmonis dan sejahtera, yaitu
keadaan masyarakat yang terbebas dari permusuhan
atau peperangan, bebas dari tindakan terorisme,
anarkisme, dan radikalisme. Untuk mewujudkan keadaan
dunia yang demikian itu, masing-masing agama, melalui
para pimpinannya, diwajibkan memberikan kontribusinya,
termasuk dari ajaran Islam.
Kata politik berasal dari bahasa Inggris, yaitu kata
politic yang berarti bijaksana. Dalam bahasa Arab, kata
politik berasal dari kata siyasah yang berarti administration
(pengaturan), management (pengelolaan), policy (kebijakan),
diplomacy (diplomasi atau perdebatan argumentatif untuk
memperjuangkan misi).
Kata politik selanjutnya masuk ke dalam kosa kata bahasa
Indonesia, yang berarti (ilmu) pengetahuan mengenai
ketatanegaraan atau kenegaraan seperti tata cara
pemerintahan, dasar-dasar pemerintahan, dan sebagainya;
dan dapat pula berarti segala urusan dan tindakan
(kebijaksanaan,
siasat,
dan
sebagainya)
mengenai
pemerintahan suatu negara; dan dapat pula berarti tipu
muslihat, kelicikan akal (daya upaya).
Berdasarkan pengertian kebahasaan tersebut, dapat
diketahui bahwa politik adalah perilaku manusia yang
berkaitan
dengan
urusan
pengaturan,
pengelolaan,
pengendalian, pemanfaatan, penentuan kebijakan, siasat,
atau kecerdikan akal dalam mengatur kekuasaan, dan
ketatanegaraan.
1.2 Pandangan Islam Tentang Politik
Pandangan Islam tentang politik dapat dipahami dari
ayat-ayat Al-Qur'an dan hadis sebagai berikut :

100

Artinya :
Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah
Rasul-(Nya), dan ulil amri diantara kamu, kemudian jikakamu
berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia
kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunahnya), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang
demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
kesudahannya. (QS. An-Nisa (4): 59).

Artinya :
Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di
bumi, dan Dia meninggikan sebagian kamu atas sebagian
(yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa
yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu
amat cepat siksaan-Nya, dan sesungguhnya Dia Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Anam (6) : 165).

101

Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil
orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orangorang mumin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang
nyata bagi Allah (untuk menyiksamu). (QS. An-Nisa (4) :
144).
Selanjutnya, di dalam Hadis Rasulullah SAW bersabda :

Setiap kamu sekalian adalah pemimpin, dan setiap


pemimpin akan ditanya tentang kepemimpinannya (HR.
Bukhari Muslim)
Dari beberapa ayat tersebut dijumpai berbagai
istilah yang berkaitan dengan pemimpin, yaitu ulil
amri (pemegang kekuasaan) dalam QS. An-Nisa (4) : 59;
khalifah (penguasa) dalam QS. Al-Anam (6) : 165; al-muluk
(raja), wali (teman pelindung) dalam QS. An-Nisa (4): 144;
dan nain (pemimpin) dalam Hadis Rasulullah SAW. Menurut
Munawir Sadzali ayat-ayat ini mengajarkan tentang
kedudukan manusia di bumi dan tentang prinsip-prinsip yang
harus diperhatikan dalam kehidupan bermasyarakat, seperti
prinsip-prinsip muswarah atau konsultas, ketaatan kepada
pemimpin, keadilan, persamaan, dan kebebasan beragama.
Selain itu, ayat-ayat dan hadis tersebut menunjukkan
bahwa Islam menganut sistem politik yang fleksibel, yakni
sistem politik yang dapat menerima berbagai bentuk sistem
pemerintahan, seperti kerajaan (monarki), kesultanan,

102

republik Islam, parlementer, gabungan antara parlementer


dan kerajaan. Saudi Arabia dan Brunei Darussalam misalnya
menggunakan bentuk monarki atau kerajaan; Pakistan dan
Iran, misalnya menggunakan bentuk Republik Negara Islam;
Malaysia menggunakan gabungan antara kerajaan dan
parlementer, dan Indonesia menggunakan bentuk Negara
Kesatuan Republik Indonesia, namun memberikan hak dan
melindungi pada setiap rakyatnya untuk memeluk,
memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran agamanya
masing-masing (Islam , Katolik, Protestan, Hindu dan Budha).
Dalam hal pandangan politik, Islam membenarkan pendapat
Mohammad Husain Haikal yang berpendirian, bahwa dalam
Islam tidak terdapat sistem ketatanegaraan, tetapi terdapat
seperangkat nilai etika bagi kehidupan ketatanegaraan.
Pendapat yang terakhir ini sesuai dengan fakta
sejarah yang dijumpai sejak zaman Nabi Muhammad SAW
hingga saat ini. Pada saat Nabi Muhammad SAW berada di
Madinah telah mempunyai kedudukan yang baik dan segera
merupakan umat yang kuat dan dapat berdiri sendiri. Nabi
sendiri menjadi kepala dalam masyarakat yang baru
dibentuk itu dan akhirnya merupakan suatu negara; suatu
negara yang daerah kekuasaannya diakhir zaman Nabi
meliputi seluruh semenanjung Arabia. Dengan kata lain, di
Madinah Nabi Muhammad bukan lagi hanya mempunyai sifat
Rasul Allah, tetapi juga mempunyai sifat kepala negara.
Sistem ketatanegaraan yang dipraktikkan di zaman Khulafaur
Rasyidin sulit diberi nama yang pasti. Jika pada
pengangkatan Abu Bakra al-Syiddiq merupakan sistem
demokrasi, maka pada pengangkatan Umar bin Khattab
menggunakan sistem penunjukan yang dipadukan dengan
baiat;
dan
pada
pengangkatanUsman
bin
Affan
menggunakan sistem perwakilan kelompok elit atau dapat
disebut sistem aristokrat demokrasi, dan pada pengangkatan
Ali bin Abi Thalib menggunakan sistem perwakilan yang
kurang menampung seluruh aspirasi masyarakat. Namun
secara umum, sebagian ahli ada yang mengatakan, sistem
ketatanegaraan zaman Khulafa al-Rasyidin menerapkan
sistem aristokrat demokrasi, yakni demokrasi yang diwakili
oleh kelompok elit masyarakat.

103

Fakta sejarah tersebut membuktikan dengan jelas,


bahwa Islam
tidak menganut sistem ketatanegaraan
tertentu. Islam sama sekali tidak mempersoalkan bentuk
atau sistem pemerintahan atau ketatanegaraan tersebut. Hal
yang demikian ditempuh, karena jika Islam menetapkan
sistem ketatanegaraan tertentu, dan sistem tersebut
ternyata tidak cocok bagi masyarakat Islam di suatu negara
tertentu, maka berarti Islam telah mempersulit umatnya.
Islam lebih mementingkan isi dari pada bentuk yakni
lebih mementingkan tercapainya visi, misi, tujuan, etika, dan
prinsip-prinsip Islam
daripada mempertahankan bentuk
namun jauh dari tercapainya visi, misi, tujuan, etika dan
prinsip-prinsip Islam tersebut yang merupakan jaminan bagi
terwujudnya kesejahteraan hidup masyarakat, terpelihara
hak-hak asasi manusia.
1.3 Prinsip-prinsip Politik dalam Islam
Prinsip-prinsip atau hukum-hukum dalam mengelola
kekuasaan atau politik dapat dikemukakan sebagai berikut :
1. Amanah
Secara harfiah, amanah artinya kepercayaan atau titipan
dari seseorang untuk disampaikan kepada orang yang
seharusnya mendapatkan titipan tersebut. Kekuasaan
yang dimiliki seseorang pada hakikatnya adalah amanah
yang Allah titipkan kepada orang tersebut untuk
disampaikan
kepada
yang
berhak
menerimanya.
Pemegang kekuasaan yang sesungguhnya adalah Allah
SWT,
karena
sewaktu-waktu
Allah
SWT
dapat
memberikan kekuasaan tersebut pada seseorang, atau
mencabut kekuasaan tersebut dari seseorang.
2. Musyawarah
Secara harfiah, musyawarah artinya membicarakan atau
membahas sesuatu sebelum diputuskan menjadi suatu
suatu kebijaksanaan dengan melibatkan berbagai pihak
yang terkena kebijakan tersebut. Dengan musyawarah
ini, selain akan menghasilkan keputusan atau kebijakan
yang matang,
komprehensif dan
memperhatikan
kepentingan semua pihak, juga akan menyebabkan
kebijakan tersebut menjadi milik bersama dan karenanya
akan didukung pelaksanaannya.

104

Artinya :
Maha karena rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah
lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras
lagi berhati kasar, tentulah mereka akan menjauhkan diri
dari sekelilingmu. Maka maafkanlah mereka, mohonkan
ampun bagi mereka dan bermusyawarahlah dengan
mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah
membulatkan tekad, maka bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakkal kepadanya. (QS. Ali Imran (3) : 159).
3. Ketaatan pada Pemimpin
Ketaatan kepada pemimpin dapat diartikan sebagai sikap
yang mengikuti dan mematuhi segala kebijakan, undangundang, dan peraturan yang ditetapkan pemimpin dalam
rangka mewujudkan kesejahteraan bersama. Misalnya,
mematuhi ketentuan membayar pajak, mendirikan
bangunan, mengembangkan usaha, menyelenggarakan
kegiatan pendidikan, dan lain sebagainya. Allah SWT
berfirman :
Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah
Rasul-Nya dan ulil amri diantara kamu (QS. An-Nisa (4):
59).
4. Keadilan dan Kebaikan
Keadilan dan kebaikan sebagaimana telah disebutkan
sebelumnya, yaitu memberikan perlakuan, pelayanan,
perhatian, bimbingan, bantuan, kesepakatan, dan lain
sebagainya kepada seseorang sesuai dengan peran dan
kontribusi yang diperankannya. Adapun kebaikan adalah
memberikan segala bantuan, bimbingan, pertolongan,
dan lainnya baik dalam bentuk fisik maupun non fisik
kepada seseorang, sehingga dapat memecahkan masalah
atau meringankan beban yang dipikul orang tersebut.
Allah SWT berfirman:
Artinya :

105

Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan


berbuat kebijakan (QS. An-Nahl (16): 90).
5. Egaliter atau Persamaan Derajat
Uraian terhadap egaliter dan persamaan derajat telah
dikemukakan sebelumnya. Dalam konteks sistem
ketatanegaraan atau pemerintahan, egaliter atau
persamaan
derajat
dimaksudkan
adalah
bahwa
pemerintah atau pemimpin memperlakukan rakyat yang
dipimpinnya secara merata, tanpa membeda-bedakannya
atau tanpa bersikap diskriminatif. Perlakuan yang sama
tersebut diberikan kepada rakyatnya bukan hanya yang
kaya raya dan berkedudukan tinggi, melainkan juga
terhadap orang miskin, tidak berpendidikan, cacat fisik,
cacat mental, dan sebagainya.
Berdasarkan paparan tersebut, dapat dikemukakan
catatan analisis sebagai penutup yaitu :
1. Baik secara normatif (berdasarkan Al-Qur'an dan alSunah) maupun secara historis (praktik kehidupan dalam
sejarah) Islam memiliki perhatian yang besar terhadap
masalah politik. Perhatian ini ditujukan dalam rangka
menciptakan keadaan kehidupan sosial yang aman,
tertib, damai, harmonis dan sejahtera lahir dan batin.
2. Ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari cara-cara
memperoleh,
mengelola,
memanfaatkan
dan
mempertahankan kekuasaan dalam arti yang seluasluasnya, yakni bukan hanya terkait dengan masalah
kenegaraan, melainkan juga masalah rumah tangga,
lembaga usaha bisnis, dan lain sebagainya.
Tugas:
Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan benar!
1. Sebutkan latar belakang yang menyebabkan Islam
berkepentingan mengatur masalah politik !
2. Bagaimana pandangan Islam tentang sistem politik ?
3. Sebutkan istilah-istilah yang berkaitan dengan masalah
politik dalam ajaran Islam!

106

4.

Sebutkan tiga prinsip atau hukum tentang politik


menurut Islam disertai penjelasannya !

107

Anda mungkin juga menyukai