Anda di halaman 1dari 63

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Salah satu problem dalam kehidupan masyarakat adalah kejahatan
dengan

kekerasan.

kehidupan

ummat

Kejahatan
manusia,

merupakan

karena

masalah

berkembang

abadi

sejalan

dalam
dengan

perkembangan peradaban manusia yang hampir sebagian besar memiliki


unsur kekerasan sebagai fenomena dalam dunia realita. Bahkan
kehidupan umat manusia dalam era globalisasi masih ditandai pula oleh
eksistensi kekerasan sebagai fenomena dalam usaha mencapai tujuan
suatu kelompok atau tujuan yang bersifat perorangan.
Mengenai pengertian kejahatan R.Soesilo (1985 : 11) memberikan definisi
kejahatan dari dua sudut pandang, yaitu :
1. Pengertian secara yuridis, kejahatan adalah semua perbuatan
manusia yang memenuhi perumusan ketentuan-ketentuan yang
disebutkan dalam KUHP
2. Pengertian secara sosiologis, kejahatan meliputi segala tingkah
laku manusia, walaupun tidak atau belum ditentukan dalam
undang-undang, toh pada hakekatnya oleh warga masyarakat
dirasakan dan ditafsirkan sebagai tingkah laku atau perbuatan
yang secara ekonomis, maupun psikologis, menyerang atau
merugikan masyarakat, dan melukai perasaan susila dalam
kehidupan bersama
Sedangkan

Kitab

Undang-undang

Hukum

Pidana

tidak

memberikan pengertian yang otentik tentang apa yang dimaksudkan


dengan kekerasan.

Hanya dalam pasal 89 KUHP (R. Soesilo, 1985 : 84) disebutkan


bahwa yang disamakan dengan melakukan kekerasan itu, membuat orang
menjadi pingsan atau tidak berdaya lagi (lemah).
Pada penjelasan pasal 89 KUHP (R. Soesilo, 1985 : 84) dijelaskan
bahwa :
Melakukan kekerasan artinya mempergunakan tenaga atau
kekuatan jasmani tidak kecil secara tidak sah, misalnya memukul
dengan tangan atau dengan segala macam senjata, menyepak,
menendang dsb. Yang disamakan dengan kekerasan menurut
pasal ini adalah membuat orang menjadi pingsan atau tidak
berdaya.
Kejahatan kekerasan di dalam KUHP, pengaturannya tidak satukan
dalam satu bab khusus, akan tetapi terpisah-pisah dalam bab tertentu.
Didalam KUHP (R. Soesilo, 1985) kejahatan kekerasan dapat digolongkan
sebagai berikut :
1. Kejahatan terhadap nyawa orang lain pasal 338-350 KUHP
2. Kejahatan penganiayaan pasal 351-358 KUHP
3. Kejahatan seperti Pencurian, penodongan, perampokan pasal
365 KUHP
4. Kejahatan terhadap kesusilaan, khususnya pasal 285 KUHP
5. Kejahatan yang menyebabkan kematian atau luka karna
kealpaan, pasal 359-367 KUHP.
Apabila diperhatikan jumlah kejahatan dengan kekerasan khususnya
di Kabupaten Takalar tampak meningkat sesuai dengan data tindak pidana
yang tercatat di Polres Takalar dalam kurun waktu tahun 2006 hingga
tahun 2011 baik secara kuantitas maupun kualitas. Dampak kejahatan
tersebut

sangat

besar

dalam

mempengaruhi

serta

mengganggu

ketentraman dan kehidupan masyarakat. Patut diakui bahwa kejahatan


dengan kekerasan tersebut menyebabkan jatuhnya korban benda dan

jiwa manusia.
Terjadinya kejahatan dengan kekerasan merupakan hasil interaksi
antar manusia dengan lingkungannya. Hasil interaksi itu berawal dari
timbulnya motivasi yang kemudian berkembang menjadi niat negatif untuk
berbuat kejahatan dengan kekerasan dalam memenuhi kebutuhan dan
tuntutan hidupnya. Oleh karena itu kejahatan dengan kekerasan di
Kabupaten Takalar tidaklah dapat dipandang sebagai suatu hal yang
berdiri sendiri, akan tetapi merupakan bagian yang sangat kompleks,
termasuk kompleksitas dari akibat yang ditimbulkannya.
Bagaimanapun juga kejahatan dengan kekerasan dapat berakibat
buruk

terhadap

masyarakat,

misalnya

mengganggu

ketertiban,

ketentraman dan keamanan masyarakat serta dapat pula menimbulkan


kerugian yang besar kepada masyarakat, baik kerugian fisik maupun
kerugian materil.
Demikian kompleksnya akibat yang ditimbulkan oleh kejahatan
dengan kekerasan, hampir dipastikan aparat penegak hukum terutama
polisi mengalami kesulitan dalam mengungkap faktanya, termasuk di
Kabupaten Takalar. Bahkan beberapa kasus kejahatan dengan kekerasan
yang terjadi di Kabupaten Takalar tidak dilaporkan ke Kepolisian Resort.
Takalar atau hanya sebagian kasus kejahatan yang terjadi diketahui oleh
aparat kepolisian.
Menyikapi fakta tersebut dapat dikatakan bahwa kejahatan tidak
mungkin dihilangkan secara keseluruhan, termasuk didalamnya kejahatan

dengan kekerasan. Hanya dengan melalui upaya lintas sektoral,


berkesinambungan dan terpadu pasti dapat diatasi, paling tidak kuantitas
dan kualitasnya dapat dikurangi.

B. Rumusan Masalah
Mengingat cakupan masalah yang dibahas dalam skripsi ini cukup
luas dan untuk menghindari kesimpangsiuran, diperlukan adanya
penelitian khusus dan di rumuskan dalam rumusan masalah. Hal ini
dimaksudkan agar dalam pembahasan mencapai sasaran. Adapun
rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
1.Bagaimana perkembangan kejahatan dengan kekerasan di wilayah
Polres Takalar Tahun 2006-2011 ?
2.Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya kejahatan
kekerasan di Kabupaten Takalar ?
3. Upaya-upaya apakah yang ditempuh oleh aparat penegak hukum
dalam menanggulangi kejahatan kekerasan di Kabupaten Takalar
?

C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1.Untuk mengetahui perkembangan kejahatan dengan kekerasan di
wilayah Polres Takalar Tahun 2006-2011.
2.Untuk

mengetahui

faktor-faktor

yang

mendorong

terjadinya

kejahatan dengan kekerasan di Kabupaten Takalar.


3.Untuk mengetahui upaya-upaya yang ditempuh oleh aparat
penegak hukum di Kabupaten Takalar untuk mencegah terjadinya
kejahatan dengan kekerasan di Kabupaten Takalar.
D. Kegunaan Penelitian
Sedangkan kegunaan yang ingin dicapai dalam penelitian
adalah :
1.Sebagai

bahan

mengupayakan

informasi
sistem

kepada

penegak

penanggulangan

hukum

dalam

kejahatan

dengan

rangkap

upaya

kekerasan yang terjadi di Kabupaten Takalar.


2.Sebagai

sumbangan

menanggulangi

pemikiran

terjadinya

dalam

kejahatan

dengan

kekerasan

di

Kabupaten Takalar ke arah yang lebih efisien dan efektif,


sekaligus bahan pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang
hukum pidana dan kriminologi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Obyek dan Pengertian Kriminologi


Secara etiologis kriminologi berasal dari kata crime dan logos. Crime
artinya kejahatan, sedangkan logos artinya ilmu pengetahuan. Dari
kriminologi berarti ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan.
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kriminologi diartikan
sebagai pengetahuan tentang kejahatan dan tindak pidana.
Pengertian kriminologi ini oleh beberapa kriminologi diberikan definisi
yang bervariasi, seperti yang dikemukakan oleh Bonger, dan Sutherland.
W. A. Bonger (Soerjono Soekanto, 1986 : 8) memberikan definisi bahwa
kriminologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk
menyelidiki gejala-gejala kejahatan seluas-luasnya.
Menurut Stephan Her Pezt (Ny. L. Moeljatno, 1986 : 3) bahwa :
Kriminologi dianggap sebagai bagian dari Criminal Science
yang dengan penelitian empiris berusaha memberikan
gambaran tentang faktor-faktor kriminalitas (etiology of crime).
Kriminologi dianggap sebagai suatu istilah lokal atau umum
untuk lapangan ilmu yang sedemikian luas dan beraneka
ragam, sehingga tidak mungkin dikuasai oleh seorang ahli
saja.
Lebih spesifik lagi Edwin H. Sutherland (R. Soesilo, 1985; 1), mengartikan
kriminologi :
Kriminologi adalah keseluruhan pengetahuan yang membahas
kejahatan sebagai suatu gejala sosial; di dalam skope
pembahasan ini termasuk proses-proses pembuatan undang-

undang dan reaksi terhadap pelanggaran undang -undang;


proses-proses ini meliputi tiga aspek yang merupakan suatu
kesatuan hubungan-hubungan sebab akibat yang saling
mempengaruhi.
Pada dasarnya studi kriminologi dapat berperan bukan hanya
terbatas pada identifikasi atau penjelasan mengenai sebab musabab
kejahatan dengan kekerasan semata-mata, melainkan lebih jauh dapat
diintegrasikan ke dalam usaha-usaha transdisiplin untuk menyusun
program-program pencegahan dan penanggulangannya.
Sehubungan

dengan

hal

itu,

Rusli

Effendy

(1986

10)

mengemukakan tujuan dan obyek kriminologi :


Obyek kriminologi adalah yang melakukan kejahatan itu
sendiri. Tujuannya ialah mempelajari apa sebab-sebabnya
sehingga orang melakukan kejahatan dan apa yang
menimbulkan kejahatan itu. Apakah kejahatan itu timbul
karena bakat orang itu adalah jahat ataukah disebabkan
karena keadaan masyarakat sekitarnya (mil lien) baik keadaan
sosiologis maupun ekonomis, kalau sebab-sebab itu sudah
diketahui maka dapatlah diadakan tindakan-tindakan agar
tidak berbuat demikian lagi dan mengadakan pencegahan
disamping pemidanaan.
Mengingat begitu luasnya ruang lingkup dan obyek kriminologi serta
adanya

perbedaan-perbedaan

pandangan

para

kriminologi

dapat

disimpulkan bahwa sasaran utama perhatian kriminologi adalah terutama


menyangkut

kejahatan dengan segala aspeknya. Sehingga menjadi

dasar bagi Penulis untuk menyimpulkan, bahwa yang dimaksud dengan


tinjauan kriminologis mengenai kejahatan dengan kekerasan ialah suatu
tinjauan

tentang

faktor-faktor

yang

mempengaruhi

atau

yang

melatarbelakangi terjadinya kejahatan-kejahatan dengan kekerasan,

Bagaimana

cara

penanggulangannya

serta

akibatnya

di

dalam

masyarakat. dengan suatu usaha untuk mencoba mempertautkannya


dengan keadaan di Kabupaten Takalar.

B. Pengertian Kejahatan dengan Kekerasan


Di bawah ini penulis perlu menguraikan secara singkat tentang apa yang
dimaksud dengan kejahatan dan kekerasan.
1. Pengertian Kejahatan
Bangsa Indonesia pada zaman penjajahan mengalami banyak
penderitaan, mulai zaman penjajahan Belanda sampai kepada zaman
penjajahan Jepang. Kedua bangsa ini dalam menjalankan penjajahannya,
banyak orang Indonesia yang menjadi korban akibat kekerasan yang
dipergunakan demi untuk mempertahankan kekuasaannya di Indonesia.
Selain itu kejahatan dengan kekerasan masih mewarnai negara
Indonesia. Sesudah proklamasi kemerdekaan yang dilakukan oleh orangorang yang tidak menerima Pancasila sebagai dasar negara. Seperti yang
dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) yang membantai para
pimpinan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Ketika itu,
serta masih banyak lagi kejahatan dengan kekerasan dalam menegakkan
Pancasila.
Hingga saat ini, kenyataan menunjukkan bahwa hampir setiap hari
dalam media massa, baik media cetak maupun elektronika memuat berita
8

tentang berbagai pelanggaran hukum. Tidak sedikit pelanggaran hukum


itu

merupakan

kejahatan

dengan

kekerasan,

seperti

perkosaan,

pembunuhan, penganiayaan berat dan pencurian dengan kekerasan


dengan latar belakang yang berbeda serta modus operandi yang
bervariasi.
Oleh karena itu masalah kejahatan, khususnya kejahatan dengan
kekerasan dapat dikatakan sebagai salah satu bagian kehidupan manusia
yang akan berlangsung terus menerus, sehingga sangat diperlukan
adanya saling kerjasama yang baik antara masyarakat, pemerintah dan
atau penegak hukum untuk mengatasinya dengan sistem pencegahan
dan penanggulangan sedini mungkin, agar suasana yang tertib dan aman
dapat terwujud di tengah-tengah kehidupan masyarakat.
Telah diuraikan di atas, bahwa kejahatan itu merupakan bagian
kehidupan manusia sehari-hari, sehingga dengan demikian harus
diberikan pengertian tentang apa yang dimaksud dengan kejahatan.
Kejahatan

adalah

perbuatan

jahat,

yang

mengingkari

fitrah

kemanusiaan. Setiap perbuatan atau tindakan merusak, mempengaruhi


atau merubah sistem dalam arti luas, melanggar norma-norma yang
disepakati untuk ditaati, adalah jahat. Dengan demikian kejahatan dapat
merugikan masyarakat.
Pengertian kejahatan dapat ditinjau atas dua sudut pandangan yang
berbeda, seperti yang dikemukakan oleh A. S. Alam (2010: 5 ) :

Batasan kejahatan dari sudut pandangan hukum (a crime from


the legal point of view) adalah segala tingkah laku yang
melanggar hukum pidana, sedangkan kejahatan dari
pandangan masyarakat (a crime from the social point of view)
adalah setiap perbuatan-perbuatan yang melanggar normanorma yang masih hidup dan berlaku di dalam masyarakat.
Untuk lebih jelasnya tentang kedua sudut pandangan yang
dikemukakan di atas, dapat dikutip beberapa pendapat kriminologi, yaitu :
a. W. A. Bonger (1982 : 23) merumuskan pengertian kejahatan
yaitu: bahwa kejahatan adalah perbuatan yang sangat anti
sosial yang oleh negara ditentang dengan sadar
b. R. Soesilo (1985: 19) mengemukakan pengertian kejahatan
yaitu: suatu perbuatan merupakan delik hukum (kejahatan)
jika perbuatan itu bertentangan dengan asas-asas hukum
positif yang hidup dalam rasa hukum kalangan rakyat, terlepas
dari pada hal apakah asas tersebut dicantumkan dalam
undang-undang pidana.
2. Pengertian Kekerasan
Hingga saat ini kekerasan oleh sebagian masyarakat senantiasa
diidentikkan dengan perbuatan sadis. Pendapat tersebut memang ada
benarnya apabila kekerasan dilihat dari pengertian sehari-hari atau
ditinjau dari pengertian bahasa. Akan tetapi hal tersebut tidak selamanya
tepat, karena pengertian kekerasan yang sebenarnya belum ada
kesepakatan terhadap pengertian kekerasan, ada dua persoalan yang
perlu dijernihkan, yaitu pertama apakah kekerasan merupakan suatu
kejahatan suatu kejahatan dan kedua, apakah yang dimaksud dengan
kejahatan dengan kekerasan.
Persoalan pertama oleh para ahli dikemukakan berbagai pendapat
yang pada hakekatnya menekankan bahwa semua kekerasan merupakan
kejahatan, apalagi menganggap suatu perbuatan sadisme. Perkelahian
10

misalnya, perkelahian tersebut dilarang atau bertentangan dengan


undang-undang dan dapat dipandang sebagai suatu kejahatan dengan
kekerasan. Akan tetapi jika perkelahian tersebut dilakukan di dalam suatu
arena atau di atas ring pada suatu kejuaraan yang dilakukan oleh dua
orang atlet tinju, karate dan sebagainya maka perkelahian itu tidak
bertentangan

dengan

undang-undang,

dengan

demikian

bukan

merupakan kejahatan dengan kekerasan, tetapi hanya boleh dipandang


sebagai suatu olah raga yang keras.
Romli Atmasasmita (1992: 53) menyatakan bahwa :
Tidak semua kekerasan merupakan kejahatan. Oleh karena ia
tergantung dari apa yang merupakan tujuan dari kekerasan itu
sendiri dan tergantung pula dari persepsi kelompok-kelompok
tertentu dalam masyarakat, apakah kelompok berdasarkan ras,
agama dan ideologi.
Mengenai apa yang telah dikemukakan oleh kriminolog tersebut di
atas, hemat Penulis bahwa dalam memandang pengertian tentang
kekerasan, tidak boleh dipandang dari pengertian sehari-hari, akan tetapi
harus berdasarkan pada pengertian yuridis, seperti yang diatur dalam
Pasal 170 KUHP:
1) Barangsiapa secara terbuka dan secara bersama-sama
melakukan kekerasan terhadap manusia atau barang,
dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima
tahun enam bulan
2) Orang yang bersalah itu dihukum :
a. Dengan hukuman penjara selama-lamanya tujuh
tahun, jika ia dengan sengaja telah menghancurkan
barang-barang atau jika kekerasan yang telah
dilakukannya itu telah menyebabkan orang mendapat
luka pada tubuhnya;
b. Dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan
tahun, jika kekerasan tersebut menyebabkan orang

11

mendapat luka berat pada tubuhnya;


c. Dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas
tahun, jika kekerasan tersebut telah menyebabkan
matinya orang.
Selanjutnya dalam rumusan Pasal 89 KUHP (R. Soesilo, 1989 :
98), mempersamakan melakukan kekerasan dengan membuat orang
menjadi pingsan atau tidak berdaya lagi. Pingsan artinya tidak ingat atau
tidak sadarkan dirinya. Dalam hal ini termasuk memberikan obat bius
atau racun secara melawan hukum sehingga orang Iain tidak ingat lagi
atau tidak sadarkan diri.
Mengenai apa yang dimaksud dengan tidak berdaya, yaitu tidak
mempunyai kekuatan atau tenaga, sehingga tidak dapat mengadakan
perlawanan. Misalnya mengikat dengan tali. sehingga tidak leluasa untuk
bergerak, memberikan suntikan sehingga orang itu menjadi lumpuh atau
pingsan.
Dilihat dari perspektif kriminologi, kekerasan menunjukkan kepada
tingkah

laku

yang

berbeda-beda

baik

mengenai

motif

maupun

tindakannya, seperti perkosaan dan pembunuhan, kedua macam


kejahatan ini diikuti dengan kekerasan. Kejahatan perkosaan memiliki
motif pemuasan nafsu seksual, sedangkan kejahatan pembunuhan
memiliki motif cemburu atau harta.
Romli Atmasasmita (1992 : 55) menulis mengenai formulasi
kekerasan sebagai berikut :
Menurut para ahli "kekerasan" yang dipergunakan sedemikian
rupa sehingga mengakibatkan terjadinya kerusakan fisik ataupun
psikis adalah kekerasan yang bertentangan dengan hukum. Oleh

12

karena itu merupakan kejahatan.


Bertitik tolak pada defenisi tersebut di atas, nampak bahwa
kekerasan (violence) menunjuk kepada tingkah laku yang pertama-tama
harus bertentangan dengan Undang-Undang, baik berupa ancaman saja
maupun sudah merupakan suatu tindakan nyata yang memiliki akibatakibat kerusakan terhadap harta benda atau fisik atau mengakibatkan
kematian pada seseorang. Defenisi di atas sangat luas sekali, karena
menyangkut pula perbuatan mengancam di samping suatu tindakan
nyata.
Oleh karena banyaknya perbedaan dalam motif atau bentuk
tindakan dalam kejahatan dengan kekerasan ini sangat sulit untuk
menentukan kausa antara kejahatan dengan kekerasan.
Dengan demikian Penulis memberikan batasan, bahwa pengertian
kejahatan yang tepat untuk kejahatan dengan kekerasan adalah
pengertian yuridis dan kriminologi. Pengertian yuridis yang dimaksudkan
dalam skripsi ini, adalah bentuk kejahatan sebagaimana yang diatur
dalam Buku II KUHPidana, sedangkan pengertian dengan kekerasan
adalah pengertian yang terdapat dalam Bab IX Pasal 89 KUHPidana yang
antara lain disebutkan bahwa disamakan melakukan kekerasan itu adalah
membuat menjadi pingsan atau tidak berdaya lagi (lemah) yang
mempergunakan tenaga atau kekuatan tidak kecil secara tidak sah.
Pengertian kriminologi yang dimaksudkan dalam skripsi ini, karena

13

perbuatan tersebut

melanggar norma-norma yang berlaku di dalam

masyarakat, serta perbuatan tersebut dapat menimbulkan kerugian, baik


kerugian fisik maupun kerugian non fisik.

C. Jenis Kejahatan Dengan Kekerasan


Jenis kejahatan dengan kekerasan tidak diatur secara tersendiri di
dalam KUHP. Oleh karena itu para kriminolog Indonesia memberikan
batasan tersendiri menurut proporsi mereka seperti yang dikemukakan
oleh Mulyana W. Kusumah (1981: 123-124) yang menggolongkan
kejahatan-kejahatan kekerasan sebagai berikut:
1. Kejahatan terhadap kesusilaan, khususnya Pasal 285
KUHP.
2. Kejahatan terhadap nyawa orang, Pasal 338-350 KUHP.
3. Kejahatan penganiayaan, Pasal 351 - Pasal 358 terutama
penganiayaan berat (swaremishan-deling), Pasal 354 dan
355 KUHP.
4. Kejahatan yang menyebabkan kematian atau luka karena
kealpaan, Pasal 359 - Pasal 361 KUHP.
5. Kejahatan-kejahatan
seperti
pencurian
dengan
pemberatan, penodongan, perampokan, misalnya Pasal
365 KUHP.
Sedangkan Romli Atmasasmita (1992: 64) mengidentifikasikan jenis
kejahatan dengan kekerasan menjadi 5 jenis, yaitu: pencurian dengan
kekerasan, pembunuhan, perkosaan, pemerasan dan penganiayaan.
J.E. Sahetapy (1983: 13), membagi bentuk kejahatan dengan
kekerasan berdasarkan istilah yang diberikan oleh Kepolisian, yaitu :
1)
2)
3)
4)

Pencurian dengan kekerasan;


Pembunuhan;
Penganiayaan berat;
Pemerasan;
14

5) Perkosaan dan penculikan


Sedangkan yang diartikan pencurian dengan kekerasan menurut
J.E. Sahetapy (1983: 14), dalam istilah Kepolisian adalah :
1)
2)
3)
4)
5)

Perampokan;
Pembegalan;
Penodongan;
Penjambretan;
Perampasan.

Oleh karena sampai saat ini belum ada kesepakatan serta belum
diatur secara jelas di dalam KUHP tentang kejahatan dengan kekerasan
ini, Penulis memberikan suatu batasan mengenai jenis kejahatan dengan
kekerasan sebagaimana yang telah dikemukakan oleh para kriminolog.
Adapun jenis kejahatan dengan kekerasan yang dimaksudkan dalam
rumusan dalam KUHPidana adalah :
1.Kejahatan perkosaan (diatur dalam Pasal 285 KUHPidana);
2.Kejahatan penculikan (diatur dalam Pasal 328- 332 KUHPidana);
3.Kejahatan pembunuhan (diatur dalam Pasal 338-350 KUHPidana);
4.Kejahatan penganiayaan (diatur dalam Pasal 351 KUHPidana);
5.Kejahatan

penganiayaan

berat

(diatur

dalam

Pasal

354

KUHPidana);
6.Kejahatan pencurian dengan kekerasan (diatur dalam Pasal 365
KUHPidana);
7.Kejahatan pemerasan (diatur dalam Pasal 368 KUHPidana)
Untuk lebih jelasnya Penulis akan menguraikan satu demi satu
tentang kejahatan dengan kekerasan berdasarkan pada urutan pasal yang
mengaturnya :

15

1. Kejahatan perkosaan
Jenis kejahatan dengan kekerasan ini diatur dalam Pasal 285
KUHPidana (R. Soesilo, 1989: 210), sebagai berikut :
Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan
memaksa perempuan yang bukan isterinya bersetubuh
dengan dia, dihukum, karena memperkosa, dengan
hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun.
Rumusan Pasal 285 KUHPidana tersebut, R. Soesilo lebih lanjut
menjelaskan bahwa yang diancam hukuman dalam Pasal 285 KUHP ialah
dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang
bukan istrinya untuk bersetubuh dengan dia. Pembuat Undang-Undang
ternyata menganggap tidak perlu untuk menentukan hukuman bagi
perempuan yang memaksa laki-laki untuk bersetubuh, bukanlah sematamata karena paksaan oleh seorang perempuan terhadap orang laki-laki itu
dipandang tidak mungkin, akan tetapi justru karena perbuatan itu bagi lakilaki dipandang tidak mengakibatkan sesuatu yang buruk atau yang
merugikan.
Dengan melihat unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 285 KUHP,
menurut hemat Penulis bahwa dengan kekerasan atau ancaman
kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita yang
bukan istrinya untuk bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, perbuatan
mana merugikan pihak perempuan termasuk kejahatan kekerasan.

2. Kejahatan Penculikan
Kejahatan dengan kekerasan ini sering diistilahkan dengan melarikan

16

orang, diatur dalam Pasal 328-332 KUHPidana. Pasal 328 KUHP ini
rumusannya :
Barangsiapa melarikan orang dari tempatnya kediamannya atau
tempat tinggalnya sementara dengan maksud melawan hak akan
membawa orang itu dibawah kekuasaan sendiri atau dibawah
kekuasaan orang lain atau akan menjadikan dia jatuh terlantar,
dihukum karena melarikan (menculik) orang, dengan hukuman
penjara selama-lamanya dua belas tahun.
Apabila diperhatikan pasal tersebut, secara tersirat dapat diartikan
bahwa melarikan orang tersebut dilakukan dengan kekerasan. Apabila
dibandingkan dengan pasal-pasal lain yang menyangkut penculikan ini,
terutama Pasal 330 ayat (2) KUHPidana yaitu tentang penculikan anak di
bawah umur dengan cara kekerasan atau ancaman kekerasan, maka
dalam hal ini orang yang melakukan kejahatan tersebut diancam dengan
hukuman penjara selama-lamanya sembilan tahun, dalam arti bahwa yang
dirugikan tersebut bukan anaknya sendiri. Lebih lanjut Pasal 331
KHUPidana masih identik dengan Pasal 330 KUHPidana.
Lain pula dengan ketentuan yang terdapat di dalam Pasal 332
KUHPidana. Dalam pasal tersebut diatur tentang melarikan perempuan.
Pasal 332 ayat (1) sub 2 (R. Soesilo, 1989: 236) rumusanya :
1) Dihukum karena melarikan perempuan:
2e. Dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan
tahun, barangsiapa melarikan perempuan dengan tipu,
kekerasan atau ancaman dengan kekerasan dengan
maksud akan mempunyai perempuan itu baik dengan
nikah, maupun tidak dengan nikah.
Apabila diperhatikan rumusan pasal tersebut di atas, jelaslah bahwa

17

pembuatan haruslah laki - laki terhadap seorang perempuan dengan


kekerasan atau ancaman.
3. Kejahatan Pembunuhan
Jenis kejahatan pembunuhan sebagaimana diatur dalam KUHPidana
tertera pada Bab XIX yang disebut dengan kejahatan terhadap jiwa orang
yang selanjutnya diatur dalam Pasal 338-350 KUHPidana.
Dalam Pasal 338 KUHPidana (R. Soesilo, 1989 : 240), dengan rumusan :
Barangsiapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain,
dihukum karena makar mati dengan hukuman penjara selamalamanya lima belas tahun.
Rumusan Pasal 338 KUHPidana tersebut, mengandung unsur
sengaja melakukan makar mati atau pembunuhan dengan mengakibatkan
matinya korban atau orang lain. Hukumannya adalah selama-lamanya
lima belas tahun. Maka perbuatan itu didahului atau disertai oleh
perbuatan yang dapat dihukum dan dilakukan untuk menyiapkan atau
memudahkan perbuatan itu atau melindungi temannya, atau barang yang
didapatnya secara melawan hukum, maka berdasarkan Pasal 339
KUHPidana, perbuatan tersebut dapat dihukum dengan hukuman penjara
seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun.
Selanjutnya berdasarkan Pasal 340 KUHPidana yang mengatur
tentang pembunuhan berencana. Salah satu unsur yang penting dalam
pasal ini dalam melakukan kejahatan dengan kekerasan adalah unsur
rencana,

yaitu

pelaksanaan

antara

timbulnya

pembunuhan

itu

niat

untuk

terdapat

membunuh

tenggang

waktu

dengan
yang
18

dipergunakan untuk memikirkan apakah pembunuhan itu dilakukan atau


tidak,

kalau

jadi

dilakukan

dengan

cara

bagaimana

untuk

melaksanakannya.
4. Kejahatan penganiayaan
Pemberian

kualifikasi

sebagai

penganiayaan

biasa

(gewone

mishandeling) yang dapat disebut juga dengan penganiayaan bentuk


pokok atau bentuk standar terhadap ketentuan pasal 351 sungguh tepat,
setidak-tidaknya

untuk

membedakannya

dengan

bentuk-bentuk

penganiayaan lainnya.
Dilihat

dari

sudut

cara

pembentuk

UU

dalam

merumuskan

penganiayaan, kejahatan ini mempunyai suatu keistimewaan. Apabila


pada rumusan kejahatan-kejahatan lain, pembentuk UU dalam membuat
rumusannya adalah dengan menyebut unsur tingkah laku dan unsur-unsur
lainnya, seperti kesalahan, melawan hukum atau unsur mengenai
objeknya, mengenai cara melakukannya dan sebagainya, tetapi pada
kejahatan yang diberi kualifikasi penganiayaan 351 ayat (1) ini,
dirumuskan dengan sangat singkat, yaitu dengan menyebut kualifikasinya
sebagai penganiayaan (mishandeling) sama dengan judul dari bab XX,
dan menyebutkan ancaman pidananya. Suatu rumusan kejahatan yang
amat singkat.

19

Pasal 351 merumuskan sebagai berikut :


1) Penganiayaan dipidana dengan pidana penjara paling
lama 2 tahun 8 bulan atau pidana denda paling
banyak Rp.4500,.
2) Jika perbuatan itu mengakibatkan luka-luka berat
yang bersalah dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 tahun.
3) Jika mengakibatkan mati, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 7 tahun.
4) Dengan panganiayaan disamakan sengaja merusak
kesehatan.
5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak
dipidana.
Oleh karena kejahatan penganiayaan yang dirumuskan pada ayat (1)
hanya memuat kualifikasi kejahatan dan ancaman pidananya saja, maka
dari rumusan itu saja dapat dirinci unsur-unsurnya, yang oleh karena itu
juga sekaligus tidak diketahui dengan jelas tentang pengertiannya.
5. Kejahatan penganiayaan berat
Jenis kejahatan penganiayaan berat. ini diatur dalam Pasal 354
KUHPidana (R. Soesilo, 1989: 246), rumusannya sebagai berikut :
(1) Barangsiapa dengan sengaja melukai berat orang lain
dihukum karena menganiaya berat, dengan hukuman
penjara selama-lamanya delapan tahun.
(2) Jika perbuatan itu menjadikan kematian orangnya, si
tersalah dihukum penjara selama-lamanya delapan
tahun.
Dalam jenis kejahatan penganiayaan berat niat si pelaku harus ditujukan
pada melukai berat, yang berarti luka berat. itu harus. dimaksudkan atau

20

dikehendaki oleh si pelaku, yang secara obyektif menimbulkan kematian.


Adapun pengertian luka berat dalam kejahatan penganiayaan
berat, sebagaimana diatur dalam Pasal 90 KUHPidana (A. Hamzah, 1986:
71), yaitu :
Luka berat berarti :
-

Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi


harapan akan sembuh sama sekali atau yang
menimbulkan bahaya maut;
Tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas
jabatan atau pekerjaan pencarian;
Kehilangan salah satu panca indera;
Mendapat cacat berat;
Terganggunya daya pikir selama empat minggu atau lebih;
Gugurnya atau matinya kandungan seorang perempuan.

Jika luka berat yang diatur dalam Pasal 90 KUHPidana, hanya


merupakan akibat saja atau tidak dikehendaki, maka perbuatan tersebut
dikategorikan

sebagai

kejahatan

penganiayaan

biasa

yang

mengakibatkan luka berat terhadap orang lain atau korban, seperti yang
diatur dalam Pasal 351 ayat (2) KUHPidana.
Jenis kejahatan penganiayaan yang mengakibatkan matinya orang
lain atau korban itu, si pelaku diancam pidana penjara paling lama tujuh
tahun Pasal 351 ayat (3) KUHPidana. Kematian yang dimaksud disini
hanya semata-mata sebagai akibat dari perbuatannya yang tidak
dikehendaki atau tidak disengaja oleh si pelaku.
6. Kejahatan pencurian dengan kekerasan
Jenis kejahatan pencurian dengan kekerasan diatur dalam Pasal 365
KUHPidana (R. Soesilo, .1989: 253) :
21

(1) Dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan


tahun, dihukum pencurian yang didahului, disertai atau
diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan
terhadap orang, dengan maksud akan menyiapkan atau
memudahkan pencurian itu atau jika tertangkap tangan
(terpergok) supaya ada kesempatan bagi dirinya sendiri
atau bagi kawannya yang turut melakukan kejahatan itu
akan melarikan diri atau supaya barang yang dicuri itu
tetapi ada di tangannya.
Berdasarkan rumusan tersebut di atas, maka pencurian dapat
diartikan mengambil suatu barang, seluruhnya atau sebagian kepunyaan
orang lain, dengan maksud dapat menguasai atau memiliki secara
melawan hukum. Adapun mengenai pengertian kekerasan adalah seperti
yang telah diuraikan pada sub B tentang pengertian kejahatan dengan
kekerasan. Dari pengertian pencurian dengan kekerasan dapat pula
diartikan sebagai mengambil sesuatu barang, yang seluruhnya atau
sebagian kepunyaan orang lain dengan cara kekerasan dan bermaksud
memiliki secara melawan hukum.
Apabila pencurian dengan kekerasan itu disertai dengan syaratsyarat seperti yang diatur dalam Pasal 365 ayat (2) KUHPidana, maka
ancaman pidananya dapat diperberat paling lama dua belas tahun. Begitu
pula jika kejahatan dengan kekerasan ini mengakibatkan matinya korban
atau orang lain, maka ancaman hukumannya dapat diperberat lagi
menjadi. hukuman penjara paling lama lima belas tahun.
Dapat diperberat lagi, apabila kejahatan dengan kekerasan tersebut
mengakibatkan adanya orang luka berat atau mati, yang dilakukan oleh
dua orang atau lebih secara bersama-sama dan disertai pula hal-hal

22

seperti tersebut dalam ayat (2) sub 1 dan sub 3 Pasal ini, ancaman
hukumannya adalah pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau
selama waktu paling lama dua puluh tahun (ayat 4).
7. Kejahatan pemerasan
Kejahatan pemerasan ini diatur dalam Pasal 368 KUHPidana (R.
Soesilo, 1989: 256), yang rumusannya :
Barangsiapa dengan maksud hendak menguntungkan diri
sendiri atau orang lain dengan melawan baik memaksa orang
dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, supaya orang itu
memberikan barang, yang sama sekali atau sebagiannya
termasuk kepunyaan orang itu sendiri kepunyaan orang lain
atau supaya orang itu membuat utang atau menghapuskan
piutang, dihukum karena memeras, dengan hukuman penjara
selama-lamanya sembilan tahun.
Apabila diperhatikan rumusan pasal tersebut, maka pemerasan ini
sangat mirip dengan pencurian dengan kekerasan, bedanya adalah :
-

Pasal 365 KUHPidana mengatur pencurian dengan kekerasan.


Dalam hal pencurian ini, si pelaku sendiri mengambil barang
yang dicuri, sedangkan

Pasal 368 KUHPidana yang mengatur pemerasan. Dalam hal


pemerasan ini, si korban setelah dipaksa dengan kekerasan,
menyerahkan barangnya kepada pemeras.

D.

Faktor Penyebab
Kekerasan

Orang

Melakukan

Kejahatan

Dengan

Pada Umumnya para kriminolog tidak memberikan suatu batasan


tentang faktor penyebab terjadinya suatu kejahatan tertentu, ia hanya
23

menguraikan sebab timbulnya kejahatan secara umum. Demikian pula


kejahatan dengan kekerasan tidak. diberikan suatu batasan tentang faktor
penyebab terjadinya, sehingga dengan tetap berpedoman pada faktor
penyebab terjadinya kejahatan secara umum.
Pada kriminolog kesulitan merumuskan faktor penyebab orang
melakukan kejahatan. Oleh karena itu lahirlah berbagai teori, antara lain
yang dikemukakan oleh Lambroso (J. E. Sahetapy , 1992 : 84). Lambroso
berpangkal tolak pada tiga kriteria yang sama sekali berbeda yakni
bersifat fisik, psikis dan lingkungan.
Sementara itu Garofalo dan Ferri (J. E. Sahetapy, 1992 : 120),
berpendirian bahwa manusia kriminal pada hakekatnya berbeda dari yang
bukan kriminal. Sebagai landasan pendapat tersebut yaitu bahwa
perbuatan-perbuatan jahat adalah akibat dari pengaruh-pengaruh dan
sebab musabab yang sama seperti perbuatan-perbuatan manusia lainnya,
dalam artian bahwa terjadinya kejahatan karena pengaruh lingkungan
dalam arti luas.
Menurut Linda smith dan Dunham (J. E. Sahetapy, 1992 : 121)
bahwa :
Kejahatan dapat 100% sebagai akibat dari faktor- faktor
kepribadian, tetapi juga 100% sebagai akibat dari faktor-faktor
sosial. Dalam banyak hal, kejahatan terjadi sebagai akibat
kebersamaan faktor-faktor pribadi dan sosial sedemikian rupa,
sehingga keduanya selalu merupakan bentuk 100%.
Menurut Abdulsyani (1987 : 44-51), faktor penyebab timbulnya
kejahatan adalah :

24

1. Faktor-faktor yang bersumber dari dalam diri individu (intern)


2. Faktor-faktor yang bersumber dari luar diri individu (ekstern)
Faktor-faktor intern dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
1. Faktor intern yang bersifat khusus, yaitu keadaan psikologis
diri individu, antara lain :
a. Sakit jiwa;
b. Daya emosional;
c. Rendahnya mental;
d. Anomi (kebingungan).
2. Faktor intern yang bersifat umum, dapat dikategorikan atas
beberapa macam, yaitu:
a. Umur;
b. Sex, hal ini berhubungan dengan keadaan fisik;
c. Kedudukan individu di dalam masyarakat;
d. Pendidikan individu;
e. Masalah rekreasi atau hiburan individu.
Faktor eksternal, meliputi :
1.Faktor ekonomi, yang dapat diklasifikasikan atas beberapa bagian:
a. Tentang perubahan-perubahan harga;
b. Pengangguran;
c. Urbanisasi.
2.Faktor agama.

25

3.Faktor bacaan.
4.Faktor film (termasuk televisi).
Formulasi sebab musabab kejahatan yang dikemukakan oleh Abdul
syani tersebut di atas, merupakan suatu tinjauan dari latar belakang
sosiologis.
Dari beberapa pendapat tersebut di atas, Penulis berkesimpulan
bahwa faktor penyebab terjadinya kejahatan adalah karena dua faktor
yaitu :
1.Faktor intern, yaitu motivasi atau dorongan yang timbul dari dalam
diri seseorang untuk melakukan perbuatan, yang meliputi :
a. Intelegensia
b. Usia
c. Jenis kelamin
2.Faktor ekstern, yaitu motivasi atau dorongan yang timbul karena
pengaruh dari luar diri seseorang , yang meliputi :
a. Pendidikan
b. Keluarga
c. Ekonomi
Dengan tetap berpedoman pada faktor penyebab terjadinya
kejahatan secara umum, tentunya dapat diformulasikan ke dalam faktor
penyebab terjadinya kejahatan dengan kekerasan.
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas tentang faktor
penyebab

terjadinya

kejahatan

dengan

kekerasan,

Penulis
26

mengemukakan pendapat beberapa sarjana, tentang penyebab terjadinya


kejahatan kekerasan.
Henurut Soerdjono Soekanto (Mulyana W. Kusumah, 1981:41),
bahwa :
Lima sebab terjadinya kejahatan dengan kekerasan yaitu adanya
orientasi pada benda yang menimbulkan keinginan mendapat
materi dengan jalan mudah, tidak ada penyaluran kehendak serta
adanya semacam tekanan mental pada orang seorang,
keberanian mengambil resiko, kurangnya perasaan bersalah dan
adanya ketauladanan yang baik.
Menurut J. E. Sahetapy (1992 : 36) bahwa :
Hal-hal yang mempengaruhi sebab musabab agresi dan
kekerasan dapat dicari dalam bidang jasmaniah, kejiwaan dan
sosial.
Dengan

demikian

berdasarkan

pendapat

tersebut

Penulis

berpendapat, bahwa faktor penyebab terjadinya kejahatan dengan


kekerasan adalah identik dengan faktor penyebab terjadinya kejahatan
secara umum, hanya saja pada kejahatan dengan kekerasan terdapat halhal yang menunjukkan karakternya.
Kenyataan di atas memberikan gambaran, bahwa tugas pelayanan
dan

perlindungan

hukum

masyarakat

senantiasa

terkait

dengan

perlindungan terhadap stabilitas negara agar pembangunan terus


berjalan. Oleh karena itu dalam mengantisipasi kejahatan dengan
kekerasan, penegak hukum terutama polisi banyak menemui kesulitankesulitan. Tatkala masyarakat menuntut polisi untuk selalu siap melayani
dan melindunginya, sementara kejahatan dengan kekerasan terus
meningkat yang harus segera ditangani. Kelihatannya betapa pekerjaan
27

dan tanggung jawab polisi tidak semudah yang diperkirakan orang bahwa
tugas itu dapat dilakukan oleh siapa saja.
E. Upaya Penanggulangan Kejahatan
Penggunaan upaya penal (sanksi/hukum pidana) dalam mengatur
masyarakat (lewat perundang-undangan) pada hakikatnya merupakan
bagian dari suatu langkah kebijakan (policy). Mengingat berbagai
keterbatasan dan kelemahan hukum pidana sebagaimana dikemukakan
diatas, maka dilihat dari sudut kebijakan, penggunaan atau intervensi
penal seyogianya dilakukan dengan lebih hati-hati, cermat, hemat,
selektif dan limitatif. Dengan kata lain, sarana penal tidak selalu harus
dipanggil atau digunakan dalam setiap produk legislatif.
Pendekatan dengan sarana non penal mencakup area pencegahan
kejahatan (crime prevention) yang sangat luas. Pencegahan kejahatan
pada dasarnya merupakan tujuan utama dari kebijakan kriminal.
Pernyataan yang sering diungkapkan dalam kongres-kongres PBB
mengenai "the prevention of crime and the treatment of offenders", yaitu :
pertama,

pencegahan

kejahatan

dan

peradilan

pidana

janganlah

diperlakukan atau dilihat sebagai suatu masalah yang terisolir dan


ditangani dengan metode yang simplistik dan fragmentair, tetapi
seyogianya dilihat sebagai masalah yang lebih kompleks dan ditangani
dengan kebijakan atau tindakan yang luas dan menyeluruh; kedua,
pencegahan kejahatan harus didasarkan pada penghapusan sebab-sebab
atau kondisi-kondisi yang menyebabkan timbulnya kejahatan.

28

Upaya

penghapusan sebab-sebab dan kondisi-kondisi yang

demikian harus merupakan strategi pokok atau mendasar dalam upaya


pencegahan kejahatan (the basic crime prevention strategy); tiga,
penyebab utama dari kejahatan dibanyak negara ialah ketimpangan
sosial, diskriminasi rasial dan diskriminasi nasional, standar hidup yang
rendah, pengangguran dan hubungannya dengan pembangunan ekonomi,
sistem politik, nilai-nilai sosiokultural dan perubahan masyarakat, juga
dalam hubungannya dengan tata ekonomi dunia internasional baru.
Berdasarkan pernyataan dalam kongres PBB di atas, terlihat
bahwa

kebijakan

penanggulangan

kejahatan

tidak

hanya

akan

menyembuhkan atau membina para terpidana (penjahat) saja, tetapi


penanggulangan kejahatan dilakukan juga dengan upaya penyembuhan
masyarakat, yaitu dengan menghapuskan sebab-sebab maupun kondisikondisi yang menyebabkan terjadinya kejahatan.
Jeremy Bentham (Barda Nawawi Arief,1998

:48)

pernah

menyatakan bahwa :
Janganlah

pidana

dikenakan/digunakan

apabila

groundless,

needless, unprofitable, or inefficasious.


Demikian pula Herbert L. Packer (Barda Nawawi Arief;1998 :48)
pernah mengingatkan bahwa :
Penggunaan sanksi pidana secara sembarangan/tidak pandang
bulu/menyamaratakan (indiscriminately) dan digunakan secara
paksa (coercively) akan menyebabkan sarana pidana itu menjadi
suatu pengancam yang utama.

29

Telah diungkapkan di atas, bahwa keterbatasan hukum pidana


dalam menanggulangi kejahatan antara lain karena penanggulangan atau
penyembuhan lewat hukum pidana selama ini hanya merupakan
penyembuhan/pengobatan simptomatis, bukan pengobatan kausatif, dan
pemidanaannya

hanya

bersifat

individual/personal,

tidak

bersifat

fungsional/struktural.
Dalam hal anak yang melakukan kejahatan perlu ditangani
sedemikian rupa dengan memperhatikan masa depannya. Perhatian
terhadap anak dapat dilihat dari berbagai bentuk peraturan perundangundangan yang menyangkut perlindungan hak-hak anak, dan penegakan
peraturan perundang-undangan tersebut.
Kejahatan yang dilakukan oleh anak dapat dicegah dengan
mengefektifkan hubungan yang harmonis antara orang tua dan anak.
Hakikat yang terkandung dalam setiap proses hubungan antara orang tua
dan anak, seyogianya ada empat unsur, yaitu :
a. Pengawasan melekat; pengawasan tipe ini meliputi usaha
penginternalisasian nilai-nilai dan norma-norma yang kita kaitkan
erat dengan pembentukan rasa takut, rasa bersalah pada diri
anak melalui proses pemberian kepujian.
b. Pengawasan tidak langsung; melalui penanganan keyakinan
pada diri anak, agar timbul perasaan dari kehendak untuk tidak
melukai atau membuat malu keluarga.

30

c. Pengawasan langsung; lebih menekankan kepada larangan dan


pemberian umat pada anak.
d. Pemuasan kebutuhan; berkaitan dengan kemampuan orang tua
dalam mempersiapkan anak untuk sukses.
Penanggulangan kejahatan emperik terdiri atas tiga bagian pokok
( A. S. Alam, 2010:79), yaitu :
1. Pre-Emtif
Yang dimaksud dengan upaya Pre-Emtif di sini adalah
upaya-upaya awal yang dilakukan oleh pihak kepolisian untuk
mencegah terjadinya tindak pidana. Usaha-usaha yang dilakukan
dalam

penanggulangan

kejahatan

secara

pre-emtif

adalah

menanamkan nilai-nilai/norma-norma yang baik sehingga normanorma tersebut terinsternalisasi dalam diri seseorang. Meskipun
ada kesempatan untuk melakukan pelanggaran/ kejahatan tapi
tidak ada niatnya untuk melakukan hal tersebut maka tidak akan
terjadi kejahatan. Jadi dalam usaha pre-emtif faktor niat menjadi
hilang meskipun ada kesempatan. Cara pencegahan ini berasal
dari teori NKK, yaitu; Niat + Kesempatan terjadi Kejahatan.
Contohnya, ditengah malam pada saat lampu merah lalulintas
menyala maka pengemudi itu akan berhenti dan mematuhi aturan
lalulintas tersebut meskipun pada waktu itu tidak ada polisi yang
berjaga. Hal ini selalu terjadi dibanyak Negara seperti Singapura,

31

Sydney, dan kota besar lainnya di dunia. Jadi dalam upaya preemtif faktor niat tidak terjadi.
2. Preventif
Upaya-upaya preventif ini adalah merupakan tindak lanjut
dari upaya pre-emtif yang masih dalam tataran pencegahan
sebelum terjadinya kejahatan. Dalam upaya preventif yang
ditekankan

adalah

menghilangkan

kesempatan

untuk

dilakukannya kejahatan. Contoh, ada orang ingin mencuri motor


tetapi kesempatan itu dihilangkan karena motor-motor yang ada
ditempatkan

di

tempat

penitipan

motor, dengan

demikian

kesempatan menjadi hilang dan tidak terjadi kejahatan. Jadi dalam


upaya preventif kesempatan ditutup.
3. Represif
Upaya

ini

dilakukan

pada

saat

telah

terjadi

tindak

pidana/kejahatan yang tindakannya berupa penegakan hukum


(law enforcement) dengan menjatuhkan hukuman.

32

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Penulis mengambil lokasi penelitian di Kabupaten Takalar Provinsi
Sulawesi

Selatan

tepatnya

di

Kantor

Kepolisian

Resort

Takalar,Pengadilan Negeri Takalar dan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II


B Kabupaten Takalar.
Dipilihnya lokasi tersebut sebagai lokasi penelitian dengan
pertimbangan, instansi ini

merupakan instansi yang penulis dapat

memperoleh data untuk melengkapi data penulisan skripsi ini khususnya


terhadap tindak pidana kejahatan dan kekerasan di Kabupaten Takalar.
B. Jenis dan Sumber Data
Dalam penelitian ini, data yang hendak dikumpulkan untuk
dianalisis adalah :
1. Data primer
Data primer, yaitu data yang diperoleh yaitu penelitian yang
dilakukan dengan jalan meneliti langsung ke lapangan, yakni
wawancara langsung dengan hakim Pengadilan Negeri Takalar,
anggota Polres Takalar, dan tokoh yang dipandang mengetahui
permasalahan yang ada relevansinya dengan penelitian ini.

2. Data Sekunder

33

Data sekunder yakni data yang diperoleh berupa dokumen, jurnal


dan karya ilmiah, literatur-literatur, Undang-undang serta bahanbahan yang memiliki relevansi dengan penulisan skripsi ini.
C.Teknik Pengumpulan Data
1. Wawancara, yakni mewawancarai Hakim Pengadilan Negeri
Takalar, Anggota Polres Takalar, dan Tokoh Masyarakat yang
dipandang mengetahui permasalahan yang ada relevansinya
dengan penelitian ini.
2. Observasi, yakni pengamatan secara langsung dan tercatat tentang
obyek yang diteliti.
3. Angket (kuisioner), yakni sejumlah daftar pertanyaan yang
diedarkan kepada responden untuk dijawab sesuai dengan kata
hatinya.
D. Analisis Data
Data yang diperoleh melalui penelitian ini dianalisis secara kualitatif
dan kuantitatif. Analisis kuantitatif menggunakan perhitungan distribusi
frekwensi dengan rumus:
F
N
P =

x 100%

Keterangan rumus :
P
F
N

= Persentase
= Frekwensi
= Jumlah kejahatan
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

34

A. Data Perkembangan Perkara Kejahatan dengan Kekerasan di


Wilayah POLRES Takalar Tahun 2006 sampai dengan Tahun
2011.
Suatu kejahatan dapat dilihat mengalami peningkatan ataupun
penurunan apabila dilihat pada angka-angka statistik yang diperoleh dari
pihak kepolisian maupun dari pihak-pihak yang terkait.
`Untuk mengetahui jumlah kejahatan dengan kekerasan yang
terjadi di wilayah Kepolisian Resort Takalar tahun 2006 2011, Penulis
telah menguraikan dalam bentuk tabel dibawah ini.
Tabel 1
Jumlah kejahatan pencurian yang terjadi dalam wilayah POLRES Takalar
pada tahun 2006 2011.

Tabel 1
Jumlah Kasus Kejahatan dengan Kekerasan
di Kabupaten Takalar 2006 - 2011

35

T a h u n

Jml

Jenis Kejahatan Dengan


No
2006 2007

Kekerasan

2008

2009

2010

2011

1 Perkosaan

2 Pembunuhan

22

3 Penganiayaan

63

101

62

65

85

92

468

13

12

12

42

6 Pemerasan

7 Penculikan

75

118

71

87

96

111

558

4 Penganiyaan berat
5 Pencurian

dengan

kekerasan

Jumlah

Sumber : Data Kepolisian Resort Takalar (17 September 2012)

Apabila diperhatikan data pada tabel I di atas, dapat disimpulkan


bahwa perkembangan kejahatan dengan kekerasan di Kabupaten Takalar
tidak terlalu signifikan jika dibandingkan dengan kota-kota besar. Jenis
kejahatan dengan kekerasan tersebut, yang pernah terjadi dalam wilayah
hukum Kabupaten Takalar tahun 2006 sampai dengan tahun 2011 adalah
sebanyak 558 kasus, yakni tahun 2006 sebanyak 75 kasus atau 13,4%,
tahun 2007 sebanyak 118 kasus atau 21,1% , tahun 2008 sebanyak 71
kasus atau 12,7%, tahun 2009 sebanyak 87 kasus atau 15,5%, tahun
2010 sebanyak 96 kasus atau 17,2% dan tahun 2011 sebanyak 111 kasus
atau 19,8%.

36

Ketujuh jenis kejahatan dengan kekerasan tersebut di atas,


kejahatan penganiayaan menempati jumlah tertinggi, yaitu 468 kasus atau
83,8% dari 558 kasus yang dilaporkan, pencurian dengan kekerasan
menempati urutan kedua dengan jumlah kasus sebanyak 42 kasus atau
7,52%, pembunuhan menempati urutan nomor tiga dengan jumlah kasus
22 kasus atau 3,94%, penganiayaan berat menempati urutan keempat
dengan jumlah 13 kasus atau 2,32%, pemerkosaan berada pada urutan
kelima dengan jumlah 8 kasus atau 1,4%, pemerasan berada pada urutan
keenam dengan jumlah 4 kasus atau 0,71% dan penculikan menduduki
skala terakhir dengan jumlah 1 kasus atau 0,17%.
Berdasarkan urutan pada tabel 1 dapat disimpulkan bahwa
penganiayaan dan pencurian dengan kekerasan merupakan kejahatan
dengan kekerasan dengan tingkat keseriusan yang tinggi. Seperti telah
diuraikan, bahwa kejahatan dengan kekerasan di Kabupaten Takalar
tidaklah berdiri sendiri, melainkan ia merupakan suatu kejahatan yang
sangat kompleks dan ditunjang oleh faktor-faktor kriminogen lain. Karena
kejahatan dengan kekerasan yang berupa penganiayaan dan pencurian
dengan kekerasan adalah dua jenis kejahatan dengan kekerasan yang
memiliki tingkat kejahatan yang paling banyak terjadi dibandingkan
dengan jenis kejahatan dengan kekerasan lainnya dari tahun 2006-2011 di
kabupaten Takalar. Jika memperhatikan tabel 1 maka penulis selanjutnya
akan lebih membahas tentang kejahatan dengan kekerasan yang berupa
penganiayaan dan pencurian dengan kekerasan yang telah terjadi di

37

wilayah kepolisian resort takalar.


B. Faktor Faktor Yang Menyebabkan Terjadinya Kejahatan
dengan Kekerasan di Kabupaten Takalar ( Penganiayaan dan
Pencurian dengan Kekerasan).
Berdasarkan data yang didapat dari tabel 1 (satu) bahwa kejahatan
dengan kekerasan yang berupa penganiayaan dan pencurian dengan
kekerasan adalah dua jenis kejahatan yang menempati urutan teratas
sehingga Penulis akan lebih membahas tentang faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya kejahatan penganiayaan dan pencurian dengan
kekerasan yang terjadi di wilayah kepolisian resort takalar. Untuk
mengetahui faktor penyebab timbulnya suatu permasalahan, maka
Penulis melakukan pencarian data mengenai latar belakang terjadinya
permasalahan itu sendiri. Demikian pula untuk mengetahui penyebab
seorang

pelaku

melakukan

penganiayaan

dan

pencurian

dengan

kekerasan dilakukan pencarian data tentang latar belakang terjadinya


penganiayaan dan pencurian dengan kekerasan, dalam hal ini melalui
pengumpulan data dan wawancara.

1. Sebab Terjadinya Kejahatan Penganiayaan


Berdasarkan hasil penelitian di Lapas Kelas II B Takalar terdapat 20
pelaku penganiayaan. Para pelaku melakukan penganiayaan karena
beberapa faktor sebagaimana dilihat pada tabel 2 .
Tabel 2
Sebab Pelaku Melakukan Penganiayaan

38

Usia
Alasan
15-25 26-35 36-45

Jumlah

(%)

46-55

Nafsu

Dendam

5.00

Siri'

.10

50.00

Spontanitas

30.00

Tekanan orang

15.00

12

20

100

lain/lingkungan
Jumlah

Sumber : Diolah dari Angket, 2012


Tabel 2 menunjukkan bahwa alasan siri' merupakan faktor utama
penyebab terjadinya penganiayaan di Kabupaten Takalar yakni sebanyak
50,00% menyusul karena spontanitas sebanyak 30,00%, kemudian
karena tekanan orang lain/lingkungan sebanyak 15,00% dan karena
dendam sebanyak 5,00%.
Jika dicermati alasan yang dikemukakan di atas antara dendam,
siri' spontanitas dan tekanan orang lain/ lingkungan merupakan faktor
yang saling terkait. Hal ini dipertegas oleh pendapat H. Akhmad Suhel
(Ketua Pengadilan Negeri Takalar), Wawancara pada tanggal 25
September 2012 yang menyatakan sebagai berikut :
Menurut pengamatan saya selama menjadi ketua PN Takalar dan
mengikuti
persidangan
yang
menyangkut
kasus-kasus
penganiayaan, bahwa terjadinya kejahatan ini karena 4 faktor
39

utama yakni siri, dendam, solidaritas dan spontanitas. Keempat


faktor ini merupakan bangunan postulat yang tidak dapat
dipisahkan dan saling terkait. Karena adanya siri' sehingga
dendam, spontanitas bisa muncul. Karena solidaritas pertemanan
sehingga bisa secara spontan melakukan kejahatan. Keseluruhan
faktor ini tentunya dipengaruhi pula oleh faktor lain, seperti
kebiasaan meminum minuman keras (terutama ballo) para pelaku
kejahatan over dosis (mabuk), dan kalau peristiwa ini terjadi maka
mereka secara spontan melakukan kejahatan.
Seperti telah diuraikan pada tabel 2 di atas bahwa ada 4 faktor
utama terjadinya penganiayaan. Keempat faktor itu ditunjang oleh alasan
lainnya, sebagaimana tabel 3.

40

Tabel 3
Sebab Pelaku menjadikan Dendam, Siri',Tekanan
oranglain/lingkungan dan Spontanitas untuk Menganiaya
Faktor
Tekanan orang Spon- Jumla

Alasan
Dendam

Siri ' lain/lingkunga tanita


n

(%)

Harta / Warisan

15.0

Wanita

45.0

Minuman keras

30.0

Lain lain

10.0

Jumlah

11

20

100

Sumber : Diolah dari Angket, 2012


Tabel

menunjukkan

persoalan

wanita

merupakan

faktor

pendukung terlaksananya kejahatan penganiayaan yakni sebesar 45,0%.


Begitu tingginya nilai wanita pada suku bangsa Makassar, sehingga
apabila seorang wanita diganggu oleh laki-laki maka keluarga pihak
perempuan berkewajiban menegakkan siri'nya dengan jalan apapun,
terpenting asalkan tidak mate siri' atau nipakasiri'.
Siri' dalam persepsi masyarakat Takalar masih mengakar dan
membudaya. Tidaklah mengherankan jika siri'
tafsirkan

sehingga

menjadi

sumber

tersebut selalu disalah

terjadinya

kejahatan

dengan

kekerasan. Dg Romo, salah seorang tokoh masyarakat di Takalar dalam

41

wawancara dengan Peneliti tanggal 26 September 2012 mengatakan :


Siri' di Kabupaten Takalar memang perlu ada, tetapi dalam arti
siri' yang dapat membangun harkat dan martabatnya sebagai
manusia. Mengenai masalah siri' yang menimbulkan kejahatan
adalah wajar, manakala ada orang yang dilanggar adatnya,
sementara ia berdiam diri maka akan dikuciIkan dan dicap oleh
masyarakat sebagai orang yang tidak mempunyai adat. Jadi siri'
yang saya kucilkan ini pada dasarnya sama dengan pandangan
suku Makassar pada umumnya.
Minuman

keras

juga

merupakan

penyebab

terjadinya

penganiayaan yang dilakukan karena spontanitas karena pengaruh


alkohol

yang

berlebihan

sehingga

dalam

melakukan

kejahatan

penganiayaan, pelaku melakukannya tidak dalam keadaan sadar secara


utuh (mabuk). Jika kita melihat tabel 3 maka kita bisa melihat bahwa
minuman keras menjadi faktor dengan urutan kedua yaitu 30,0%. Ini
menunjukkan bahwa minuman keras menjadi faktor yang dominan setelah
wanita.
Wawancara dengan AKP Mugi Rohman Kasat Binmas tanggal 26
September 2012 mengatakan :
Memang minuman keras (ballo) menjadi suatu kebiasaan oleh
sebagian masyarakat yang ada di kabupaten Takalar, inilah yang
menjadi faktor kejahatan penganiayaan cukup tinggi intensitasnya
di kabupaten Takalar. Bukan hanya itu faktor pendidikan yang
rendah juga menjadi faktor terjadinya penganiayaan.
Harta/warisan juga merupakan penyebab timbulnya dendam dan
siri' yang berlanjut pada tindakan penganiayaan yaitu 15.0%. Mengingat
harta warisan merupakan kelangsungan hidup dan semakin sempitnya

42

lahan pertanian untuk bercocok tanam sementara pertambahan keluarga


semakin meningkat yang berkorelasi pula dengan tuntutan hidup.
Umumnya pelaku kejahatan penganiayaan mempunyai tingkat ekonomi
rendah, di lain pihak para pelaku memiliki tanggungan keluarga yang
besar, sehingga harus memperebutkan harta warisan sekalipun harta
ditempuh dengan jalan kekerasan dalam wujud penganiayaan. Hal
tersebut dapat dilihat pada tabel 4 dan tabel 5.

Tabel 4
Tingkat Penghasilan Pelaku Penganiayaan

43

Jumla
Pekerjaan

Penghasilan Perbulan

(%)
h

500 Ribu

1.000.000

1.000.000

Juta ke

Juta

atas

Kurang dari
500 Ribu

Petani

30.0%

Buruh

40.0%

Nelayan

10.0%

PNS

Peg. Swasta

5.0%

Lain-lain

20.0%

Jumlah

14

20

100

Jumlah

(%)

Sumber : Diolah dari angket, 2012

Tabel 5
Besarnya Tanggungan Keluarga Pelaku
Penganiayaan
Penghasilan
(bulan)

Tanggungan
1 orang 2 orang

> 2 orang

44

Dibawah 500.000

12

12

60.0%

500.000 1.000.000

35.0%

1.000.000 ke atas

5.0%

Jumlah

18

20

100

Sumber : Diolah dari angket, 2012


Tabel 4 dan tabel 5 menunjukkan bahwa tingkat penghasilan yang
rendah dengan jumlah tanggungan dalam keluarga yang banyak,
merupakan faktor terjadinya penganiayaan. Hal ini jelas terlihat bahwa
mereka yang pekerjaannya adalah buruh dengan penghasilan perbulan
kurang dari Rp 500.000,- yakni 40.0% dan jumlah tanggungan lebih dari 2
orang yakni 60.0% dan menyusul pekerjaan Iain-lain merupakan pelaku
kejahatan penganiayaan yang paling banyak jika dibandingkan dengan
yang lainnya. Hal ini berarti bahwa semakin rendah tingkat penghasilan
seseorang dan semakin banyak jumlah tanggungan dalam keluarga maka
semakin besar peluang untuk melakukan kejahatan.
2. Sebab terjadinya pencurian dengan kekerasan di kabupaten
takalar
Tabel 6
Jumlah Kejahatan Pencurian dengan Kekerasan di Polres Takalar
Tahun 2006-2011
NO
1
2
3

Tahun
2006
2007
2008

Pencurian dengan Kekerasan


3
6
3
45

4
2009
12
5
2010
6
6
2011
12
7
Jumlah
42
Sumber : Data Kepolisian Resort Takalar (17 September 2012)
Berdasarkan Tabel 6 diatas maka kita bisa melihat perkembangan
kejahatan pencurian dengan kekerasan dari tahun 2006 sampai 2011
mengalami peningkatan yang cukup signifikan terutama di tahun 2009 dan
di tahun 2011 yaitu masing-masing sebanyak 12 kejahatan dari total
jumlah kejahatan sebanyak 42 kejahatan dari tahun 2006 sampai 2011.
Dan ini menunjukkan bahwa kejahatan pencurian dengan kekerasan dari
tahun ketahun mengalami peningkatan dan ini tentu saja semakin
meresahkan masyarakat khususnya di Kabupaten Takalar.
Hasil wawancara Tanggal 26 september 2012 dengan bapak AKP
Badollahi selaku Kasat Reskrim menyatakan :
Hampir setiap malam kejahatan ini terjadi di kabupaten takalar
dan bukan hanya itu, pihak kepolisian pun sudah melakukan
pengejaran dan penangkapan terhadap pelaku tetapi tetap saja
kejahatan pencurian dengan kekerasan ini tetap terjadi.
Diindikasikan bahwa kejahatan ini teroganisir maka agak sulit bila
tidak dibarengi dengan peran serta oleh pihak lain.
Berdasarkan hasil penelitian pada Lapas Kelas II B Takalar,
terdapat 13 orang pelaku kejahatan pencurian kekerasan dengan latar
belakang yang berbeda. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 7
Tabel 7
Jumlah Pelaku Pencurian Dengan Kekerasan Menurut
Tingkat Usia Dan Jenis Pekerjaan

46

Pekerjaan
UsiA

Jumla Prosentas

Peg.
Petan Buru Nela

Lain
PNS Swast

-yan

-lain
a

15-25

15,38

26-35

46,15

36-45

30,76

46-55

7,69

Jumlah

13

100,00

Sumber : Diolah dari Angket, 2012.


Tabel 7 menunjukkan bahwa mereka yang berusia antara 26-35
tahun dengan jenis pekerjaan petani, buruh dan lain-lain merupakan
pelaku pencurian dengan kekerasan yang paling banyak yakni sebesar
46,15%, menyusul yang berusia antara 36 - 45 tahun dengan jenis
pekerjaan petani, buruh dan lain-lain sebanyak 30,76%.
Jika dicermati lebih jauh dengan melihat kondisi Kabupaten Takalar
yang potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang masih
berkualitas rendah menjadikan warganya banyak terlibat kejahatan ini.
Mungkin juga aktifitas ini merupakan warisan yang mutlak harus diterima
oleh generasinya. Dihubungkan dengan pendapatannya, umumnya
mereka yang berpenghasilan rendah dengan tanggungan dalam keluarga
yang lebih besar merupakan pelaku yang paling banyak melakukan
kejahatan pencurian dengan kekerasan. Hal tersebut dapat dilihat pada

47

tabel 8.
Tabel 8
Besarnya Tanggungan Keluarga Pelaku
Pencurian Dengan Kekerasan

Penghasilan (bulan)

Tanggungan
1 orang 2 orang

> 2 orang

Jumlah

(%)

Di bawah 500.000

69,23

500.000 1.000.000

30,77

1.000.000 ke atas

13

13

100

Jumlah

Sumber : Diolah dari Angket, 2012


Tabel 8 menunjukkan bahwa tingkat penghasilan yang rendah
dengan jumlah tanggungan dalam keluarga yang banyak merupakan
faktor terjadinya pencurian dengan kekarasan. Hal ini jelas terlihat bahwa
mereka yang penghasilan perbulan hanya dibawah Rp.500.000 dengan
jumlah tanggungan lebih dari 2 orang sebanyak 69,23%, dan yang
penghasilannya perbulan Rp. 500.000 1.000.000 sebanyak 30,77%. Hal
ini berarti bahwa semakin rendah tingkat penghasilan seseorang dan
semakin banyak jumlah tanggungan dalam keluarga, maka semakin besar
peluang untuk melakukan pencurian dengan kekerasan.
Mencermati keadaan diatas, H.Akhmad Suhel Ketua PN Takalar
(Wawancara tanggal 25 september 2012) menyatakan:
Untuk wilayah Kabupaten Takalar pelaku kejahatan pada
umumnya didominasi oleh mereka yang mempunyai tingkat
penghasilan yang rendah, sedangkan jumlah tanggungan dalam
keluarga tergolong besar. Hal tersebut, dapat kita lihat dari
48

kehidupan masyarakatnya yang lebih banyak menggantungkan


pada sektor pertanian padahal hasil yang diharapkan dari
tanaman tidaklah mencukupi dan mengingat pula bahwa sampai
saat ini lahan pertanian di Kabupaten Takalar dikuasai oleh orangorang tertentu saja, sedangkan masyarakat kecil umumnya hanya
mempunyai lahan pertanian yang sempit. Hal inilah yang
mendorong mereka untuk mencari alternatif lain yang lebih praktis
dan banyak menghasilkan meskipun bertentangan dengan hukum
dan norma.
Terjadinya kejahatan dengan kekerasan di Kabupaten Takalar
sangat erat kaitannya dengan faktor lingkungan, apakah itu lingkungan
pergaulan tempat asal pelaku pencurian atau keadaan lingkungan yang
kurang aman atas lokasi sasaran terjadinya kejahatan pencurian dengan
kekerasan, sebab terjadinya kejahatan ini karena telah direncanakan lebih
dahulu oleh para pelakunya atas sasaran lokasi pencurian kekerasan
yang akan dituju. Sehingga dapat dikatakan bahwa adanya peluang
terjadinya pencurian dengan kekerasan di Kabupaten Takalar karena
keadaan lingkungan suatu tempat relatif kurang aman. Hal tersebut dapat
dilihat pada tabel 9.
Tabel 9
Faktor Penyebab Terjadinya Pencurian Dengan Kekerasan
Di Kabupaten Takalar
Faktor
Lokasi

Dilakukan

Tidak ada Tdk ada

Sakit

Siskamlin

Pendu-

hati /

Kung

dendam

Jumlah

(%)

7,69

LainSiang Malam
lain

Kalangan

bawah

49

Kalangan

15,38

10

10

10

76,92

10

13

13

100

menengah
Kalangan
atas
Jumlah

Sumber : Diolah dari Angket, 2012


Tabel 9 menunjukkan bahwa keadaan lingkungan yang tidak
mempunyai siskamling atau dengan kata lain perkampungan yang tidak
aktif melakukan ronda setiap malam akan merupakan sasaran empuk
pencurian dengan kekerasan. Hal ini nyata terlihat bahwa sebanyak
76,92%. Responden menyatakan sasaran utama pencurian dengan
kekerasan adalah orang-orang kaya dimana kampungnya tidak diadakan
siskamling. Bahkan menurut para pelaku, mereka sering terlibat aksi
pencurian dengan kekerasan di seluruh wilayah Kabupaten Takalar.
Usaha tidak mengenal menyerah pihak Kepolisian Resort Takalar
untuk menangkap para pelaku pencurian dengan kekerasan yang
semakin marak dan meresahkan masyarakat, pihak kepolisian telah
menempuh berbagai cara dengan melakukan beberapa tindakan seperti
yang dikemukakan oleh AKP Badollahi Kasat Reskrim Polres Takalar
(Wawancara tanggal 26 September 2012) sebagai berikut :
Tentang maraknya aksi pencurian dengan kekerasan atau
perampokan yang terjadi hampir setiap malam, maka pihak
Polres Takalar dalam menangani masalah ini yakni dengan
mengadakan patroli dan Unit Reaksi Cepat (URC) yang
melakukan penyelidikan terhadap para penjahat dengan prioritas

50

pada daerah rawan curas. Adapun tindakan pihak Polres Takalar


agar komplotan pencurian/perampok bisa dibubarkan serta
menangkap semua yang tergabung dalam komplotan tersebut
ialah berusaha semaksimal mungkin agar jaringannya dapat
terungkap, mulai dari pimpinan kelompok sampai pada yang
membantu meloloskan dan yang menjual serta pembeli barang
hasil curian/rampokan mereka.
Menurut Dg.Romo, tokoh masyarakat di Kabupaten Takalar
(Wawancara tanggal 26 September 2012) mengatakan bahwa :
Terdapat beberapa indikator terjadinya kejahatan dengan
kekerasan di Kabupaten Takalar terutama penganiayaan dan
pencurian dengan kekerasan karena beberapa faktor, antara lain :
a. Faktor lingkungan;
Wilayah Kabupaten Takalar yang dihuni oleh penduduk
mayoritas
Makassar
sebahagian
penduduknya
menggantungkan kehidupannya pada sektor pertanian,
dimana tidak semua penduduk memiliki lahan yang
cukup untuk menghidupi keluarganya, sehingga mereka
dipaksa oleh keadaan lingkungan untuk mencari
kehidupan tambahan secara tidak halal.
b. Faktor siri yang disalah tafsirkan;
Siri' menurut persepsi orang Takalar pada umumnya
yaitu apabila seseorang telah dilanggar, dinodai harkat,
martabat dan harga diri dan keluarganya oleh
seseorang sehingga merasa dihina atau terhina yang
pada akhirnya memaksa dirinya untuk melakukan
tindakan di luar ketentuan hukum seperti menganiaya
terkadang sampai mengakibatkan kematian.
c. Faktor ekonomi;
Rata-rata atau hampir dipastikan bahwa mereka yang
melakukan kejahatan dengan kekerasan adalah mereka
yang tingkat kehidupannya berada di bawah rata -rata
(umumnya masyarakat pra sejahtera).
d. Faktor minuman keras (ballo);
Faktor inilah yang sangat menentukan sering terjadinya
kejahatan dengan kekerasan seperti terjadinya
penganiayaan yang kadang-kadang berasal dari
tindakan mereka meminum minuman keras secara
berlebihan di tempat tertentu. Terjadinya aksi pencurian
dengan kekerasan (perampokan) kadang-kadang
bermula dari sini pula (pengaruh ballo) dimana para
peminum
yang
berpendidikan
rendah
dan
berpenghasilan rendah pula, ditempat-tempat tertentu

51

inilah (perampokan) membuat suatu kesepakatan untuk


melakukan aksi pada malam hari
e. Faktor kurangnya ketaatan beragama.
Dari analisa di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa
terjadinya kejahatan dengan kekerasan di Kabupaten Takalar karena
beberapa faktor, yaitu :
a. Faktor usia, umumnya usia yang terlibat dalam kejahatan
dengan kekerasan di Kabupaten Takalar adalah usia yang
masih produktif.
b. Faktor pendidikan yang rendah, umumnya mereka yang
terlibat dalam kejahatan dengan kekerasan di Kabupaten
Takalar adalah mereka yang mempunyai tingkat pendidikan
rendahan atau sama sekali tidak pernah mengenal dunia
pendidikan.
c. Faktor ekonomi yang rendah, umumnya mereka yang terlibat
dalam kejahatan dengan kekerasan di Kabupaten Takalar
adalah mereka yang mempunyai jenis pekerjaan dan tingkat
penghasilan yang rendah bahkan tergolong sangat rendah
dengan jumlah tanggungan dalam keluarga sangat besar.
d. Faktor siri' dan dendam, umumnya mereka yang melakukan
kejahatan dengan kekerasan di Kabupaten Takalar dilandasi
karena motif dendam dan siri yang disalah tafsirkan.
e. Faktor Lingkungan pergaulan, umumnya mereka yang terlibat
dalam kejahatan dengan kekerasan di Kabupaten Takalar

52

adalah akibat pengaruh lingkungan yang spontanitas dapat


berbuat jahat, terutama sekali jika mereka sudah mabuk. Jadi
terjadinya suatu kejahatan kekerasan karena tersedianya
banyak

tempat-tempat

meminum

minuman

keras

(pa'lontangan) yang sangat mudah mewujudkan orang untuk


berbuat kejahatan.
f. Faktor lingkungan Siskamling, umumnya mereka yang menjadi
korban kejahatan dengan kekerasan di Kabupaten Takalar
khususnya pencurian dengan kekerasan adalah mereka yang
keadaan lingkungannya tidak ada siskamling atau tidak jaga
(ronda) pada malam hari.

C.

Upaya-upaya apakah yang ditempuh oleh aparat penegak


hukum dalam menanggulangi kejahatan dengan kekerasan di
Kabupaten Takalar Khususnya tentang Penganiayaan dan
Pencurian dengan Kekerasan.
Seperti telah dikemukakan pada pembahasan sebelumnya yang

telah memberikan kejelasan bahwa kejahatan di Kabupaten Takalar


merupakan fenomena krusial yang selalu meresahkan dan mendatangkan
kerugian bagi masyarakat, niscaya tidak akan menunjang upaya untuk
menciptakan ketertiban dan perasaan aman di dalam masyarakat luas.
Dalam hubungan dengan objek penelitian ini yakni di Kabupaten Takalar,
AKP Badollahi Kasat Reskrim Polres Takalar (Wawancara tanggal 26
September 2012) menyatakan :

53

Dalam menanggulangi masalah-masalah kejahatan pihak


Kepolisian Resort Takalar telah mengadakan upaya yakni :
a.Ditempatkan Bintara Pembina Keamanan dan Ketertiban
Masyarakat Desa/Kelurahan (Babin-kamtibmas Des/Kel).
b.Operasi rutin Kepolisian di wilayah Polres Takalar lebih
ditingkatkan.
c.Disetiap
desa/kelurahan
dibentuk
kelompok
sadar
Kamtibmas yang anggotanya adalah masyarakat di desa
tersebut (terdiri dari lima orang setiap kelompok) untuk
menciptakan Siskamawakarsa.
Khusus

penanggulangan

kejahatan

dengan

kekerasan

di

Kabupaten Takalar pihak penegak hukum di daerah ini telah menempuh


berbagai cara yang berbentuk dalam wadah penanggulangan yakni
secara prevent dan secara represif.
1.Upaya Preventif
Upaya preventif dimaksudkan untuk mencegah terjadinya
suatu

kejahatan

dengan kekerasan. Pencegahan

sebelum

terjadinya kejahatan adalah lebih baik, karena dengan tindakan ini


memungkinkan untuk tidak terjadinya suatu kejahatan.
Sehingga dengan demikian kejahatan dan korbannya dapat
dikurangi. Upaya preventif tersebut adalah :
a. Memberikan penyuluhan hukum kepada masyarakat.
b. Memberikan

penerangan

kepada

masyarakat

mengenai

pentingnya kamtibmas.
c. Pihak Kepolisian melakukan patroli diseluruh wilayah Polres
Takalar 1 x 24 jam.
d. Tatap muka, yaitu memberikan bimbingan secara perorangan

54

atau secara berkelompok disuatu tempat.


e. Mengadakan Jaksa dan Hakim masuk desa.
f. Penerangan keagamaan, kerja sama Polres Takalar dengan
pemuka agama.
g. Pemberantasan minuman keras (ballo) termasuk sumber dan
penjualnya.
2.Upaya Represif
Konsep penanggulangan secara represif ini mempunyai
tujuan utama yaitu agar seseorang yang telah melakukan
kejahatan tidak lagi mengulangi perbuatannya. Upaya represif
tersebut adalah :
a. Menindak pelaku kejahatan atau memproses sesuai dengan
hukum yang berlaku kepada pelaku tindak pidana.
b. Memberantas minuman tradisional (ballo) termasuk penjual
dan sumbernya.
c. Mengadakan razia senjata tajam.
Konsep tersebut di atas memang sudah tepat, tetapi masih perlu
disempurnakan lagi, dengan maksud untuk menyadarkan agar seseorang
tidak mengulangi perbuatannya. Upaya preventif menurut peneliti adalah :
a. Penyuluhan hukum; Volume penyuluhan hukum kepada
masyarakat harus lebih ditingkatkan lagi dengan memberikan
pemahaman tentang hal-hal secara hukum diharuskan atau
dilarang untuk diperbuat.

55

b. Mengadakan sistem keamanan lingkungan; Penciptaan dan


pembinaan sistematik lingkungan lebih ditingkatkan lagi agar
dapat mengurangi terjadinya kejahatan dengan kekerasan.
c. Abolisme; Tindakan ini dimaksudkan untuk menanggulangi
kejahatan dengan cara menghilangkan faktor penyebab dari
kejahatan, misalnya penganiayaan, faktor penyebab adalah
karena kebiasaan warga masyarakat meminum minuman
keras dan membawa senjata tajam.
d. Masih perlunya ditingkatkan pendidikan agama dan ceramah
keagamaan, sehingga dapat mempertebal iman seseorang
untuk tidak mudah dipengaruhi oleh hat-hal yang sifatnya
negatif.
Sedangkan upaya penanggulangan secara represif menurut
Peneliti adalah menjatuhkan hukuman semaksimal

mungkin terhadap

pelaku kejahatan dengan kekerasan.


a. Peningkatan volume penyuluhan hukum, agama, moral dan
etika kepada narapidana dan tahanan.
b. Memberikan pembinaan kepada narapidana dan tahanan
selama dalam proses hukuman dan tahanan dengan berbagaii
macam keterampilan yang memungkinkan mereka dapat
hidup mandiri setelah selesai menjalani hukumannya.
Konsep yang dikemukakan ini sesungguhnya oleh pemerintah
sudah cukup berupaya sedini mungkin agar masyarakat tidak melakukan
kejahatan,

khususnya

kejahatan

dengan

kekerasan

yang

sangat

56

meresahkan dan merugikan masyarakat lainnya.

57

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada bab-bab
sebelumnya, penulis menarik kesimpulan sebagai berikut :
1.Perkembangan kejahatan dengan kekerasan di Kabupaten Takalar
setiap tahunnya. Kejahatan yang mencapai skala tertinggi adalah
penganiayaan dengan skala 83.87% sebanyak 468 kasus dan
dengan urutan kedua adalah

pencurian dengan kekerasan

sebanyak 42 kasus atau 7,52%. Rata-rata tingkat usia pelaku


yang menduduki skala tertinggi adalah usia antara 26-35 tahun
dengan tingkat pendidikan yang sangat rendah serta pekerjaan
dan penghasilan perbulan sangat rendah pula.
2.Faktor yang paling dominan sebagai penyebab terjadinya kejahatan
dengan kekerasan di Kabupaten Takalar khususnya kejahatan
penganiayaan dan pencurian dengan kekerasan adalah tingkat
pendidikan yang rendah, ekonomi yang rendah, siri' yang
berkonotasi negatif, dendam dan lingkungan pergaulan yang tidak
baik.
3.Upaya penanggulangan kejahatan dengan kekerasan di Kabupaten
Takalar

yaitu

penempatan

Babinkamtibmas

Des/Kel

oleh

Kepolisian Resort Takalar, operasi rutin Kepolisian 1 x 24 jam


mengadakan penyuluhan hukum, pemberantasan minuman keras

58

(ballo), dan mengadakan rasia senjata tajam.

B. Saran
Akhir berikut ini penulis mengetengahkan beberapa saran yang
mungkin dapat bermanfaat bagi masyarakat luas khususnya aparat
penegak hukum di dalam menghadapi kejahatan, sebagai berikut :
1.Oleh karena penganiayaan dalam kejahatan dengan kekerasan
yang menempati skala paling tinggi di Kabupaten Takalar dimana
disebabkan karena alasan siri' yang menonjol, maka sebaiknya
aparat hukum di daerah ini dapat mengadakan penyuluhan
hukum tentang kedudukan siri' dalam perundang-undangan
Republik Indonesia, agar masyarakat tidak lagi menjadikan suatu
alasan untuk melakukan kejahatan dengan kekerasan. Begitu
pula razia senjata tajam dapat lebih ditingkatkan.
2.Program Jaksa masuk desa dan Hakim masuk desa.
3.Perlunya warga masyarakat diberikan kegiatan yang bersifat positif,
seperti kegiatan majelis talim, kegiatan ketrampilan, olah raga
dan sebagainya, yang tentunya dengan kegiatan tersebut
menjadikan masyarakat yang kreatif dan berwawasan yang luas.

DAFTAR PUSTAKA

Abdulsyani. 1987. Sosiologi Kriminalitas. Bandung: Remadja Karya.


59

Andi, Hamzah.1986. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).


Bandung: Ghalia Indonesia.
Andi Zainal Abidin Farid. 1983. Persepsi Orang Bugis Makassar
tentang Hukum Negara dan Dunia Luar. Alumni: Bandung.
A,S, Alam. 2010. Pengantar Kriminologi. Makassar : Pustaka Refleksi.
Bada Nawawi Arief. 1998. Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan
Pengembangan Hukum Pidana. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Bonger, W.A.1982. Pengantar Tentang Kriminologi. Ghalia Indonesia:
Jakarta.
Moeljatno, Ny.L. 1986. Kriminologi (Saduran). Bina Aksara : Jakarta.
Mulyana, W. Kusumah. 1981.

Aneka Permasalahan Dalam Ruang

Lingkup Kriminologi. Alumni: Bandung


Effendy, Rusli. 1986. Asas-Asas Hukum Pidana. LEPPEN-UMI: Ujung
Pandang.
Romli Atmasasmita.1984. Bunga Rampai Kriminologi. Rajawali: Jakarta.
Romli Atmasasmita.1992. Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, Eresco:
Bandung.
M. Kartaji, dkk. 1990. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
dengan Penjelasan Resmi dan Komentarnya. Politeia : Bogor.

60

H. Sharodji. 1980. Pokok-pokok Kriminologi. Aksara Baru: Jakarta.


J.

E.

Sahetapy.1983.

Kejahatan

Kekerasan

(Suatu

Pengantar

(Terjemahan). Citra aditya Bakti: Bandung.


Soejono. 1996. Kejahatan dan Penegakan Hukum di Indonesia. Rineka
Cipta: Jakarta.
Soedjono Dirdjosisworo.1983. Penanggulangan Kejahatan. Alumni:
Bandung.
Soedjono Dirdjosisworo.1984. Ruang Lingkup Kriminologi. Remadja
Karya: Bandung .
Soerjono Soekanto. 1986. Kriminologi Suatu Pengantar. Ghalia
Indonesia: Jakarta.
R.Soesilo. 1985. Kriminologi; Pengantar Tentang Sebab-Sebab
Kejahatan. Politeia: Bogor .
------------.1989. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) serta
Komentar-komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Politea:
Bogor.

Undang-Undang :
-

Kitab Undang- Undang Hukum Pidana


Kitab Undang-Hukum Acara Pidana

61

Sumber lain :
-

www.google.com

www.legalitas.org

www.hukumonline.com

62

LAMPIRAN

63

Anda mungkin juga menyukai