Anda di halaman 1dari 14

MOLA HIDATIDOSA

Dhika Prabu Armadhanu


Penyakit Trofoblastik Gestasional merupakan penyakit yang terjadi
pada wanita hamil, ditandai oleh kelainan pada vili korialis, yang terdiri
dari proliferasi trofoblastik dengan derajat yang bervariasi dan edema
stroma vilus.1
Salah satu penyakit trofoblas gestasional yang sering ditemukan
adalah mola hidatidosa. Angka kejadian mola di rumah sakit besar di
Indonesia kira-kira 1 di antara 80 persalinan normal. 1 Angka kejadian
tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan USA di mana angka
kejadian mola di negara tersebut sebesar 1: 2000. 2,3 Secara umum angka
kejadian mola pada wanita Asia lebih tinggi daripada negara barat. Wanita
yang berusia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun mempunyai
resiko 10 kali lebih besar untuk menderita mola. Angka kejadian juga lebih
tinggi pada wanita sosial ekonomi rendah. 1,2
Insidens terbanyak dalam penyakit trofoblastik gestasional adalah
mola hidatidosa komplit sedangkan mola hidatidosa inkomplit/parsial
ditemukan sebanyak 25 74% dari kasus mola.2,3,4
80%

mola

bersifat

jinak.

Meskipun

demikian

kemungkinan

keganasan pada kasus mola juga harus dipikirkan. Oleh sebab itu
penanganan kasus mola harus tuntas terutama penatalaksanaan post
evakuasi

mola

dimana

follow-up

pasien

sangat

diperlukan

untuk

memantau perkembangan penyakit tersebut.


A.

DEFINISI
Mola

berasal

dari

bahasa

Latin

yang

berarti

massa,

sedangkan hidatidosa berasal dari kata hydatis yang berarti tetesan


air.1,4
Mola hidatidosa ialah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri
stroma villus korialis langka vaskularisasi, dan edematus. Janin
biasanya meninggal, akan tetapi villus-villus yang membesar dan
edematus itu hidup dan tumbuh terus.
Gambaran yang diberikan ialah sebagai segugus buah anggur,
jaringan trofoblas pada villus kadang-kadang berproliferasi ringan

kadang-kadang

keras,

dan

mengeluarkan

Human

chorionic

gonadotropin (HCG) dalam jumlah besar dari kehamilan biasa. (5)


B.

ETIOLOGI dan FAKTOR RESIKO


Etiologi mola hidatidosa tidak diketahui. Berbagai teori telah
diajukan, misalnya teori infeksi, defisiensi zat makanan, terutama
protein tinggi. Teori yang paling cocok dengan keadaan adalah teori
dari Acosta Sison, yaitu defisiensi protein, karena kenyataan
membuktikan bahwa penyakit ini lebih banyak ditemukan pada
wanita dari golongan sosio ekonomi rendah. (5)
Meskipun etiologi mengenai mola masih belum jelas, namun
telah lama diketahui bahwa penderita penyakit ini mempunyai
faktor resiko tertentu. Penyakit ini lebih banyak ditemukan pada
golongan sosio ekonomi yang rendah, umur di bawah 20 tahun atau
di atas 35 tahun dan paritas tinggi.(1,2)

C.

PATOGENESIS
Adapun beberapa teori yang menerangkan patogenesis
penyakit ini yaitu:(1, 2, 5)
1. Teori missed abortion
Kematian mudigah pada usia kehamilan 3-5 minggu, saat di
mana

seharusnya

sirkulasi

fetomaternal

sudah

terbentuk,

menyebabkan gangguan peredaran darah. Sekresi dari sel-sel


yang

mengalami

hiperplasia

dan

menghasilkan

substansi-

substansi yang berasal dari sirkulasi darah ibu, diakumulasikan


ke dalam stroma vili sehingga terjadi kista vili yang kecil-kecil.
Cairan yang terdapat dalam kista tersebut adalah cairan
interstitial yang menyerupai cairan ascites atau edema, tetapi
kaya akan HCG.
2. Teori neoplasma dari Park
Teori ini mengemukakan bahwa yang abnormal adalah sel-sel
trofoblas, yang mempunyai fungsi yang abnormal pula, dimana
terjadi resorpsi cairan yang berlebihan ke dalam vili sehingga
timbul gelembung. Hal ini menyebabkan gangguan peredaran
darah dan kematian mudigah. Sebagian dari vili berubah
menjadi

gelembung-gelembung

yang

berisi

cairan

jernih.

Biasanya tidak ada janin, hanya pada mola parsial kadang-

kadang ditemukan janin. Gelembung-gelembung ini sebesar


butir kacang hijau sampai sebesar buah anggur. Gelembung ini
dapat mengisi seluruh kavum uterus.
D.

HISTOPATOLOGI
Pada

mola

komplit

didapatkan

gambaran

histologi

berupa

pembengkakan stroma vili, avaskular vili, proliferasi trofoblas


sedangkan pada mola parsial bisa didapatkan stroma vili yang
mengalami pembengkakan maupun stroma vili yang berukuran
normal, fibrosis stroma vili-vili kecil dan invaginasi trofoblas ke
dalam stroma vili.(4, 10)
E.

KLASIFIKASI
Berdasarkan histopatologi mola hidatidosa diklasifikasikan
menjadi dua kelompok yaitu:(1, 2)
1. Mola hidatidosa Komplit (Klasik)
Struktur dan gambaran histologinya ditandai oleh:
1. Degenerasi hidropik dan pembengkakan stroma villus
2. Tidak adanya pembuluh darah dalam vili
3. Proliferasi epitel trofoblas sehingga mencapai derajat yang
beragam
4. Tidak ditemukan janin dan amnion
Berbagai

penelitian

sitogenetik

terhadap

kehamilan

mola

komplit, menemukan komposisi kromosom yang paling sering


46, XX, dengan kromosom sepenuhnya berasal dari ayah. Ovum
dibuahi

oleh

sebuah

sperma

haploid

yang

kemudian

mengadakan duplikasi kromosomnya sendiri setelah meiosis.


Kromosom ovum bisa tidak terlihat atau tampak tidak aktif.
Tetapi semua mola hidatidosa komplit tidak begitu khas dan
kadang-kadang pola kromosom pada mola komplit bisa 46, XY.
Dalam keadaan ini, dua sperma membuahi satu ovum yang tidak
mengandung kromosom. Variasi lain juga pernah dikemukakan
yaitu 45,X.
Resiko neoplasia trofoblastik yang terjadi pada mola komplit
kurang lebih sebesar 20%.

2. Mola hidatidosa parsial


Kalau perubahan hidatidosa bersifat fokal serta belum begitu
jauh dan masih terdapat janin atau sedikitnya kantong amnion,
keadaan ini digolongkan sebagai mola hidatidosa parsial.
Pada

sebagian

vili

yang

biasanya

avaskuler

terjadi

pembengkakan hidatidosa yang berjalan lambat, sementara vili


lainnya yang vaskuler dengan sirkulasi darah fetus plasenta
yang masih berfungsi tidak mengalami perubahan.
Hiperplasia trofoblastik yang terjadi, lebih bersifat fokal daripada
generalisata, kariotipe secara khas lebih tripoid, yang bisa 69,
XXY atau 69, XYY, dengan satu komplemen maternal tapi
biasanya dengan dua komplemen haploid paternal. Janin secara
khas menunjukkan stigmata triploid yang mencakup malformasi
kongenital

multipel

dan

retardasi

pertumbuhan.

Resiko

terjadinya koriokarsinoma yang berasal dari mola hidatidosa


parsial sangat kecil.
Adapun klasifikasi Neoplasia Trofoblastik Gestasional menurut
Hammond yaitu:(3)
1. Non metastase
Tidak terdapat penyebaran penyakit di luar uterus
2. Metastase
Terdapatnya penyebaran penyakit di luar uterus
Kategori ini dibagi dalam dua kelompok yaitu:
a. Kelompok Prognosis baik/Resiko rendah
-

Kehamilan terakhir < 4 bulan

Kadar HCG < 40000 mUI/mL

Tidak terdapat metastase ke otak maupun hati

Belum pernah dikemoterapi sebelumnya

b. Kelompok Prognosis buruk/Resiko tinggi


-

Kehamilan terakhir > 4 bulan

Kadar HCG > 40000 mUI/mL

Terdapat metastase ke otak maupun hati

Terdapat kegagalan kemoterapi sebelumnya

Kehamilan sebelumnya aterm

Sedangkan

klasifikasi

WHO

didasarkan

parameter yang disebut WHO Scoring System.

pada

beberapa

(3, 11)

Parameter
Usia (thn)

0
< 39

1
> 39

Kehamilan sebelumnya

Mola

Abortus

Aterm

Interval (bln)

<4

46

7 12

> 12

HCG sebelum terapi

<

1000

10000

>

ABO maternal-paternal

1000

10000

100000

100000

Ukuran tumor terbesar

OxA, AxO

B, AB

(cm)

35

>5

Lokasi metastase

Limpa,

GIT, hati

Otak

Jumlah metastase

ginjal

48

>8

Kemoterapi terdahulu
Total score:

14

single

>2

0 4 resiko rendah 5 7 resiko sedang > 8 resiko tinggi


F.

DIAGNOSIS
1.

Gejala Klinik

(1, 2, 5, 6, 7, 8)

Pada umumnya kehamilan dengan mola hidatidosa memberikan


gejala klinis sebagai berikut :
a.

Perdarahan uterus merupakan gejala yang mencolok dan


dapat bervariasi mulai spotting sampai perdarahan yang
banyak. Sebagai akibat dari perdarahan tersebut, gejala
anemia agak sering dijumpai lebih jauh Kadang-kadang
terdapat perdarahan tersembunyi yang cukup banyak di
dalam uterus. Pembesaran uterus yang tumbuh sering lebih
besar dan lebih cepat daripada kehamilan normal, hal ini
ditemukan pada setengah kasus pasien mola. Adapula kasuskasus yang uterusnya lebih kecil atau sama dengan besarnya
kehamilan normal walaupun jaringan belum dikeluarkan.
Dalam hal ini perkembangan trofoblas tidak terlalu aktif
sehingga perlu dipikirkan adanya dying mola.

b.

Tidak adanya aktivitas janin.

c.

Eklampsi dan preeklampsia pada trimester pertama atau


pada awal trimester kedua yang merupakan hal yang tidak
biasa pada kehamilan normal, telah dikatakan sebagai hal
patognomonik pada mola hidatidosa, walaupun hanya terjadi
pada 10-12% pasien.

d.

Hiperemesis

Mual dan muntah yang sering berlebihan, dilaporkan terjadi


14-32% pasien mola, walaupun hal ini sulit untuk dibedakan
dengan kehamilan biasa. 10% pasien mola dengan mual dan
muntah cukup berat sehingga membutuhkan perawatan di
rumah sakit.
e.

Mola hidatidosa sering disertai kista lutein. Kista teka


lutein multipel yang menyebabkan pembesaran satu atau
kedua

ovarium

Umumnya

kista

terjadi
ini

pada

15-30%

menghilang

penderita

setelah

jaringan

mola.
mola

dikeluarkan tetapi ada juga kasus dimana kista lutein baru


ditemukan pada saat follow up. Kasus mola dengan kista
lutein

mempunyai

resiko

kali

lebih

besar

untuk

mendapatkan degenerasi keganasan di kemudian hari. Kista


lutein ini diperkirakan terjadi akibat rangsangan elemen
lutein yang berlebih oleh hormon korionik gonadotropin
dalam jumlah besar yang disekresi oleh trofoblas yang
berproliferasi. Pada setengah jumlah kasus, kedua ovarium
membesar dan involusi dari kista terjadi setelah beberapa
minggu, biasanya seiring dengan penurunan kadar HCG.
Tindakan

bedah

perdarahan

atau

hanya dilakukan
pembesaran

bila ada ruptur dan

ovarium

tadi

mengalami

infeksi.
f.

Embolisasi
Sejumlah trofoblas dengan atau tanpa stroma vili keluar dari
uterus ke vena pada saat evakuasi. Sebetulnya pada setiap
kehamilan selalu ada migrasi sel trofoblas ke peredaran
darah kemudian ke paru tanpa memberi gejala apapun.
Tetapi pada kasus mola kadang-kadang sel trofoblas ini
sedemikian banyak sehingga dapat menimbulkan emboli
paru akut yang dapat menyebabkan kematian. Jumlah dan
volume akan menentukan gejala dan tanda dari emboli paru
akut bahkan akibat yang fatal, walaupun kefatalan jarang
terjadi.

g.

Tirotoksikosis
Kadar tiroksin plasma pada wanita dengan kehamilan mola
sering meningkat, namun gejala hipertiroid jarang muncul.

Terjadinya tirotoksikosis pada mola hidatidosa berhubungan


erat dengan besarnya uterus. Makin besar uterus makin
besar kemungkinan terjadi tirotoksikosis. Oleh karena kasus
mola dengan uterus besar masih banyak ditemukan, maka
dianjurkan agar pada setiap kasus mola hidatidosa dicari
tanda-tanda tirotoksikosis secara aktif.
Mola yang disertai tirotoksikosis mempunyai prognosis yang
lebih buruk, baik dari segi kematian maupun kemungkinan
terjadinya keganasan. Biasanya penderita meninggal karena
krisis tiroid. Peningkatan tiroksin plasma mungkin karena efek
dari estrogen seperti yang dijumpai pada kehamilan normal.
Serum

bebas

tiroksin

yang

meningkat

sebagai

akibat

thyrotropin like effect dari Chorionic Gonadotropin Hormon.


Terdapat korelasi antara kadar hCG dan fungsi endogen tiroid
tapi hanya kadar hCG yang melebihi 100.000 iu/L yang
bersifat tirotoksis.
2.

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan:(4)
o

Inspeksi
-

Muka

dan

kadang-kadang

badan

kelihatan

pucat

kekuning-kuningan yang disebut muka mola (mola face).


-

Kalau gelembung mola keluar dapat dilihat jelas


Palpasi

o
-

Uterus membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan,


teraba lembek

Tidak teraba bagian-bagian janin dan balotemen yang


gerak janin
Auskultasi

o
-

Tidak terdengar bunyi denyut jantung janin (pada mola


hidatidosa parsial mungkin dapat didengar BJJ)

Terdengar bising dan bunyi khas

Pemeriksaan dalam
-

Pastikan besarnya rahim, rahim terasa lembek, tidak ada


bagian-bagian janin, terdapat perdarahan dan jaringan
dalam

kanalis servikalis dan

vagina,

serta

evaluasi

keadaan serviks.

3.

Pemeriksaan Penunjang (1, 2, 5, 6, 7, 8, 9)


a.

Laboratorium
Karakteristik yang terpenting pada penyakit ini adalah
kemampuan dalam memproduksi hCG, sehingga jumlahnya
meningkat lebih tinggi dibandingkan kadar -hCG seharusnya
pada usia kehamilan yang sama.
Hormon ini dapat dideteksi pada serum maupun urin
penderita dan pemeriksaan yang lebih sering dipakai adalah
-hCG kuantitatif serum. Pemantauan secara hati-hati dari
kadar -hCG penting untuk diagnosis, penatalaksanaan dan
tindak lanjut pada semua kasus penyakit trofoblastik. Jumlah
hCG

yang

ditemukan

pada

serum

atau

pada

urin

berhubungan dengan jumlah sel-sel tumor yang ada.


b.

Foto Rontgen Abdomen


Tidak terlihat tulang-tulang (pada kehamilan 3-4 bulan)

c.

Ultrasonografi
Pada kelainan mola, bentuk karakteristik berupa gambaran
seperti badai salju dengan atau tanpa kantong gestasi atau
janin. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan pada setiap
pasien yang pernah mengalami perdarahan pada trimester
awal kehamilan dan memiliki uterus lebih besar dari usia
kehamilan. USG dapat menjadi pemeriksaan yang spesifik
untuk membedakan antara kehamilan normal dengan mola
hidatidosa.
Pada 20-50% kasus dijumpai adanya massa kistik di daerah
adneksa. Massa tersebut berasal dari kista teka lutein.
Amniografi
Penggunaan bahan radiopak yang dimasukkan ke dalam
uterus secara trans abdominal akan memberikan gambaran
radiografik khas pada kasus mola hidatidosa kavum uteri
ditembus dengan jarum untuk amniosentesis. 20 ml Hypaque
disuntikkan segera dan 5-10 menit kemudian dibuat foto
anteroposterior. Pola sinar X seperti sarang tawon, khas
ditimbulkan

oleh

bahan

kontras

yang

mengelilingi

gelombang-gelombang korion. Dengan semakin banyaknya

sarana USG yang tersedia teknik pemeriksaan amniografi ini


sudah jarang dipakai lagi.
d.

Uji sonde Hanifa


Sonde dimasukkan pelan-pelan dan hati-hati ke dalam kanalis
servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan, sonde
diputar setelah ditarik sedikit, bila tetap tidak ada tahanan,
kemungkinan mola.4

G.

KRITERIA DIAGNOSTIK

(2)

Pada beberapa kasus, vesikel mola hidatidosa yang berupa


gambaran anggur dikeluarkan sebelum mola secara spontan
abortus atau dikeluarkan dengan operasi. Pengeluaran secara
spontan umum terjadi pada minggu ke 16 dan jarang terjadi setelah
28 minggu. Penemuan klinik berupa perdarahan yang menetap dan
pembesaran uterus lebih dari usia kehamilan harus dicurigai
sebagai kehamilan mola. Harus juga dipikirkan apakah pembesaran
uterus tersebut disebabkan oleh mioma uteri, hidramnion atau
kehamilan

ganda.

Penegakkan

diagnosis

yang

akurat

ialah

pemeriksaan USG.
Sebagai kesimpulan, kriteria diagnostik dari mola hidatidosa
komplit sebagai berikut:
1. Perdarahan yang terus menerus pada kehamilan kurang lebih 12
minggu yang biasanya bersifat masif dan berwarna kecoklatan.
2. Pembesaran uterus melebihi usia kehamilan.
3. Tidak adanya bagian janin dan denyut jantung janin walupun
uterus membesar setinggi pusat atau lebih.
4. Gambaran USG yang khas, badai salju.
5. Kadar serum HCG yang lebih tinggi daripada kadar umum
berdasarkan masa kehamilan.
6. Preeklampsi dan eklampsi yang muncul sebelum minggu ke 24.
7. Hiperemesis gravidarum.
Diagnosis

pasti

gelembung-gelembung
gelembung
pengeluaran

mola

ditegakkan
mola.

keluar

gelembung

bila

Tetapi

biasanya
umumnya

kita

bila
sudah
disertai

melihat

lahirnya

menunggu

sampai

terlambat,

karena

perdarahan

yang

banyak dan keadaan umum pasien menurun. Yang baik ialah bila
dapat mendiagnosa mola sebelum keluar gelembung.
H.

DIAGNOSA BANDING

(1,2,9)

1. Abortus
2. Kehamilan ganda
3. Kehamilan dengan mioma
4. Hidramnion
I.

KOMPLIKASI

(1,2,7,8)

Perforasi uterus pada saat dilakukan tindakan kuret hisap.

Perdarahan
sebelum

post

evakuasi

prosedur

mola.

dimulai

dapat

Pemberian

oksitosin

mengurangi

IV

kejadian

perdarahan ini.
-

DIC dapat terjadi akibat jaringan mola melepas faktor yang


bersifat fibrinolitik.

Emboli

trofoblastik

dapat

menyebabkan

insufisiensi

pernapasan akut.
J.

Syok hipovolemik akibat perdarahan.

PENATALAKSANAAN

(1, 2, 3, 5, 6, 7, 8, 9)

Penatalaksanaan mola hidatidosa terdiri dari 4 tahap yaitu :


1.

Perbaikan keadaan umum


Yang termasuk usaha ini misalnya transfusi darah pada anemia
berat atau karena terjadi syok, dan menghilangkan atau
mengurangi penyulit seperti preeklampsia dan tirotoksikosis.
Preeklampsia diobati seperti pada kehamilan biasa, sedangkan
untuk tirotoksikosis diobati sesuai protokol penyakit dalam.

2.

Pengeluaran jaringan mola


Bila diagnosis telah ditegakkan, kehamilan mola harus segera
diakhiri. Ada dua cara evakuasi, yaitu :
a. Kuret hisap
Merupakan tindakan pilihan untuk mengevaluasi jaringan
mola, dan sementara proses evakuasi berlangsung berikan
infus 10 IU oksitosin dalam 50 ml NaCl atau RL, dengan
kecepatan 40-60 tetes per menit (sebagai tindakan preventif

10

terhadap perdarahan hebat dan efektifitas kontraksi terhadap


pengosongan uterus secara cepat).
Kuret hisap sebaiknya diikuti dengan kuret tajam, dan
jaringan desidua basalis sebaiknya diperiksakan patologi
anatominya. Kuretase kedua dilakukan apabila kehamilan
lebih dari 20 minggu, atau tidak yakin bersih. Pengosongan
dengan aspirasi vakum lebih aman dari kuretase tajam. Bila
sumber vakum adalah tabung manual, siapkan peralatan
minimal 3 set agar dapat dipergunakan secara bergantian
hingga pengosongan kavum uteri selesai. Jika terdapat mola
hidatidosa yang besar (ukuran uterus >12 minggu, dan
dievakuasi

dengan

dipersiapkan,

atau

kuret
mungkin

hisap,

laparotomi

diperlukan

ligasi

harus
arteri

hipogastrika bilateral bila terjadi perdarahan atau perforasi).


b. Histerektomi
Sebelum adanya kuret hisap, histerektomi dahulu sering
dilakukan pada pasien dengan ukuran uterus diatas 12-14
minggu. Namun histerektomi tetap merupakan pilihan pada
wanita yang telah cukup umur dan cukup mempunyai anak.
Alasan untuk melakukan histerektomi ialah karena umur tua
dan paritas tinggi merupakan faktor predisposisi timbulnya
keganasan. Batasan yang dipakai adalah umur 35 tahun
dengan anak hidup tiga. Tidak jarang bahwa pada sediaan
histerektomi bila dilakukan pemeriksaan histopatologi sudah
tampak adanya tanda-tanda mola invasif. Ada beberapa ahli
yang menganjurkan agar pengeluaran jaringan dilakukan
melalui histerektomi. Tetapi cara ini tidak begitu populer dan
sudah ditinggalkan.
3.

Terapi profilaksis dengan sitostatika


Diberikan pada kasus mola dengan resiko tinggi akan terjadi
keganasan. Misalnya, umur tua dan paritas tinggi yang menolak
untuk

dilakukan

histerektomi,

atau

kasus

dengan

hasil

histopatologi yang mencurigakan.


Biasanya diberikan methotrexat atau actinomycin D. Tidak
semua ahli setuju dengan cara ini, dengan alasan jumlah kasus
mola menjadi ganas tidak banyak dan sitostatika merupakan

11

obat yang berbahaya. Goldstein berpendapat bahwa pemberian


sitostatika profilaksis dapat menghindarkan keganasan dengan
metastase, serta mengurangi koriokarsinoma di uterus sebanyak
3 kali.
Kadar HCG di atas 100.000 IU/L praevakuasi dianggap sebagai
resiko tinggi untuk perubahan ke arah ganas, pertimbangkan
untuk memberikan methotrexate (MTX)

3x5 mg sehari selama

5 hari dengan interval 2 minggu sebanyak 3 kali pemberian.


Dapat juga diberikan actinomycin D 12 g/kgBB/hari selama 5
hari.
4.

Pemeriksaan tindak lanjut (follow up)


Lama pengawasan berkisar antara satu atau dua tahun,
mengingat

kemungkinan

terjadi

keganasan

setelah

mola

hidatidosa ( 20%). Untuk tidak mengacaukan pemeriksaan


selama periode ini pasien dianjurkan untuk tidak hamil dulu,
dengan

pemakaian

alat

kontrasepsi.

Selama

pengawasan,

secara berkala dilakukan pemeriksaan ginekologik, kadar HCG


dan radiologi. Cara yang paling peka saat ini adalah dengan
pemeriksaan HCG yang menetap untuk beberapa lama. Jika
masih meninggi, hal ini berarti masih ada sel-sel trofoblas yang
aktif. Cara yang umum dipakai sekarang ini adalah dengan
radioimmunoassay terhadap HCG sub unit.
Pemeriksaan kadar HCG dilakukan setiap minggu sampai kadar
menjadi negatif selama 4 6 minggu dan selanjutnya tiap bulan
selama 1 tahun dan setelah itu pemeriksaan dilakukan dengan
interval 3 bulan. Pemeriksaan Roentgen paru-paru dilakukan
untuk mengetahui adanya metastase.
5.

Kontrasepsi(2)
Pemakaian IUD merupakan kontraindikasi. Pil KB kombinasi tidak
hanya memperlambat penurunan titer HCG namun juga dapat
menstimulasi neoplasia trofoblas dan pil KB kombinasi ini dapat
digunakan

bila

HCG

negatif.

Metode

barrier

juga

dapat

digunakan. Anjuran sterilisasi biasa dilakukan pada penderita


usia tua ataupun penderita yang telah memiliki cukup anak.
K.

PROGNOSIS

(1, 2, 9)

12

Pemantauan yang dilihat pada pasien mola hidatidosa yang


telah menjalani evakuasi mengindikasikan bahwa tindakan ini
bersifat kuratif pada lebih dari 80% pasien. Mola hidatidosa yang
berulang terjadi pada 0,5 sampai 2,6% dengan resiko yang lebih
besar untuk menjadi mola invasif atau koriokarsinoma. Kurang lebih
10

20%

mola

hidatidosa

komplit

menjadi

metastatik

koriokarsinoma yang potensial invasif.


Kematian pada mola disebabkan karena perdarahan, infeksi,
preeklampsia, payah jantung, atau tirotoksikosis. Di negara maju,
kematian karena mola hampir tidak ada lagi, tetapi di negara
berkembang masih cukup tinggi, yaitu berkisar antara 2,2%-5,7%.
DAFTAR PUSTAKA
1. Winkjosastro H. Mola Hidatidosa; Ilmu Kebidanan. Edisi ke-1. Jakarta.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 1997; 342 348.
2. Cunningham FG, MacDonald PC, Gant NF, et al. Gestational
Trophoblastic Disease in Williams Obstetrics. 20th ed. Connecticut,
Appleton & Lange. 1997; 676 677.
3. Konar Hiralal. Gestational Trophoblastic Diseases (GID) in Textbook
of Obstetrics D.C. Dutta 4th ed New Central book Agency Calcutta.
1998 ; 206 215.
4. Wiknjosastro H. Mola Hidatidosa; Ilmu Kandungan. Edisi ke-2.
Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 1997; 262
266.
5. H Alan, De Cherney, Nathan L. Gestational Trophoblastic Disease in
Current Obstetric an Gynecologic Diagnose and Treatment. 9 th ed.
Lange. Baltimore NY. Mc Graw Hill. 2000; 947 958.
6. Jonathan SB, Neville FH. Gestational Trophoblastic Neoplasia in
Practical Gynaecologic Oncology. 3rd ed. Philadelphia. Lippincott
Williams and Wilkins. 2000; 615 638.
7. Bagian Obstetri Ginekologi FK UNPAD. Mola
Koriokarsinoma; Obstetri Patologi; 1983; 38 42.

Hidatidosa

dan

8. Mochtar rustam, Penyakit Trofoblas Sinopsis Obstetri edisi 2; EGC


Penerbit Buku kedokteran; 1998 : 238 243.
9. http://www.emedicine.com Hydatiform Mole by Lisa E Moore, MD
10.http://www.emedicine.com
William M. Rich, MD

Gestational

Trophoblatic

Disease

by

13

14

Anda mungkin juga menyukai