TINJAUAN PUSTAKA
1.
dengan
nasofaring
sedangkan
di
bagian
belakangnya
Lantai kavum timpani juga berupa lempeng tulang tipis yang terkadang
tidak lengkap dan sebagian lagi mungkin diganti dengan jaringan fibrosa.
Bagian tersebut memisahkan kavum timpani dari bulbus superior vena
jugularis interna. Bagian atas dinding anterior terdapat dua muara menuju
dua saluran. Yang pertama tampak lebih besar dan lebih bawah, yaitu
4
tuba Eustachius, sedangkan yang berada lebih di atas dan lebih kecil
adalah saluran untuk m. tensor timpani.Di bagian atas dinding posterior
terdapat auditus ad antrum yang besar dan tampak tidak beraturan.
Dinding lateral telinga tengah dibentuk oleh membrana timpani yang
tampak abu-abu muda berkilau. Membran ini terletak miring, menghadap
ke bawah depan agak lateral. Permukaannya konkaf ke lateral. Pada
dasar cekungannya terdapat lekukan kecil yang disebut umbo yang
terbentuk oleh ujung manumbrium mallei. Jika membran ini terkena
cahaya, akan tampak pantulan cahaya pada cekungan yang disebut cone
of light. Membrana timpani sangat peka terhadap nyeri karena dipersarafi
oleh n. auriculotemporalis dan ramus auricularis n. vagus.
2.
Fisiologi Pendengaran
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh
aurikula atau pinna telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan
melalui udara di dalam liang telinga hingga menggetarkan membran
timpani.7
Membran timpani dan osikula kemudian bertugas menghantarkan getaran
hingga koklea di telinga dalam. Tangkai melleus melekat pada membran
timpani. Malleus terikat pada inkus oleh ligamin kecil sehingga jika
malleus bergerak, inkus pun ikut bergerak. Ujung yang lain dari inkus
berkaitan dengan stapes yang bertugas menghantarkan getaran tersebut
menuju koklea, tepatnya pada oval window atau fenestra ovalis.8
Getaran
diteruskan
melalui
membran
Reissner
yang
B. Epidemiologi
Otitis media akut adalah infeksi yang paling sering terjadi pada kasus
untuk telinga. Kasus ini utamanya sering pada anak-anak. Usia (6-12 bulan),
10
status ekonomi rendah, musim dingin atau hujan, penyakit saluran napas,
alergi, sindrom defisiensi, dan palatoskisis merupakan faktor predisposisi.2
Berdasarkan studi Boston, anak usia 3 bulan sebanyak 13% mengalami
satu episode otitis media. Teele berasumsi anak usia 12 tahun sekitar 2/3 telah
mengalami satu episode otitis media akut dan sekitar usia 2 tahun sebanyak
46% memiliki 3 atau lebih episode otitis media akut. Insiden paling tinggi
terjadi pada usia 6-12 bulan dan disusul dengan usia 4-5 tahun.
Walaupun insidensi paling banyak terjadi pada anak-anak, tidak
memungkinkan pada dewasa juga dapat terjadi baik penjalaran dari hidung
maupun dari liang telinga.
C. Etiologi
Etiologi otitis media akut dapat berasal dari virus dan bakteri.
Virus Patogen
Paramoxivirus adalah pathogen otitis media akut (OMA) yang paling
sering berkaitan dengan bronkhiolitis dan pneumonia pada anak yang sangat
muda. Virus ini juga dapat menyerang berbagai usia yang rentan terhadap
infeksi saluran napas atas (ISPA). Asma juga merupakan predisposisi OMA
bersama anak-anak dengan penyakit jantung kongenital, imunodefisiensi,
displasia bronkopulmuner, atau kelahiran bayi dengan usia kehamilan kurang
dari 37 minggu.
Bakteri Patogen
Bakteri yang merupakan penyebab tersering OMA adalah bakteri
piogenik seperti Streptococcus hemolitikus, Stafilokokus aureus, dan
Pneumokokus. Terkadang juga ditemuka H. influenza (usia kurang dari 5
11
D. Patomekanisme
Sumbatan tuba Eustachius muncul sebagai penyebab utama awal mula
terjadinya OMA disusul dengan ISPA yang menyebar hingga nasofaring.9
Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti
radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah melalui tuba
Eustachius. Bakteri dapat menyebabkan infeksi pada saluran tersebut
sehingga terjadi bengkak di sekitar saluran tersebut. Pembengkakan ini
mengundang leukosit untuk melawan bakteri sebagai sistem kekebalan tubuh.
Hasilnya adalah pus yang berada di sekitar saluran tersebut. Pembengkakan
tuba Eustachius juga menghasilkan lendir atau mukus yang terakumulasi di
kavum timpani, bagian posterior membrana timpani. Akumulasi cairan ini
menyebabkan pendengaran terganggu karena membrana timpani dan organorgan pendengaran lainnya tidak dapat bergerak bebas sehingga tidak dapat
12
13
mudah. Selain melalui tuba Eustachia, bakteri juga dapat masuk melalui
membrana timpani secara langsung akibat trauma.
Berikutnya, bakteri menginfeksi telinga tengah, yaitu kavum timpani
dan tuba Eustachius. Akibat terjadi proses peradangan, pasien mungkin akan
sulit mengunyah atau menelan.
Tekanan negatif di kavum timpani akibat malfungsi tuba Eustachius
menyebabkan membrana timpani retraksi. Selain itu, produksi cairan yang
bersifat serosa pun meningkat akibat peningkatan permeabilitas dinding sel
sehingga terjadi akumulasi cairan (transudasi). Keadaan ini disebut hydrox ex
vacuo. Hal ini menyebabkan gangguan hantaran suara. Tinnitus dan
penurunan fungsi pendengaran pun terjadi sehingga akhirnya pasien
mengalami tuli konduksi ringan. Jika desakan akumulai cairan tidak mampu
dipertahankan lagi, membrana timpani akan perforasi dan terjadi otorhea.10
Infeksi ini jika tidak diobati akan berlanjut hingga ke telinga dalam.
Pengobatan yang tidak adekuat pun dapat mencetuskan episode berulang
otitis media.
Aspek Imunologis
Proses imunologis memiliki peranan penting terhadap terjadinya OMA
melalui:9
1. Produksi antibodi dapat mencetuskan efusi telinga tengah setelah
serangan awal
2. Paparan sebelumnya atau imunisasi mungkin memiliki peran pencegahan
dengan menekan kolonisasi pathogen di nasofaring
3. Pembentukan antibodi selama serangan awal dapat mencegah atau
memodifikasi serangan berikutnya. Namun, antibodi untuk Streptokokus
pneumonia dan H. Influenza berada pada pola jenis polisakarida yang
menghambat konjugasi protein.
14
15
16
hingga
hancurnya
tulang-tulang
pendengaran.
Timpanoplastik
G. Pemeriksaan
Pemeriksaan yang biasa dilakukan pada OMA adalah pemeriksaan
dasar seperti tanda-tanda vital dan pemeriksaan pada telinga dengan Ear
Nose Throat set (ENT set) serta otoskopi.
Hampir semua pasien akan mengalami penurunan pendengaran di fase
akut. Oleh karena itu, tes pendengaran, tidak dapat digunakan pada pasien
dengan fase akut. Timpanometri juga dapat dilakukan untuk melihat adanya
efusi, walaupun pemeriksaan ini kurang dibutuhkan.
18
H. Tatalaksana
Pengobatan otitis media akut berupa antibiotik, nasal dekongestan,
mukolitik,
dapat
dilakukan
berdasarkan stadium.1
Stadium oklusi tuba atau hiperemis dilakukan dengan pemberian
dekongestan nasal. Tujuannya adalah untuk membuka kembali tuba
Eustachius yang tertutup dan mengembalikan kembali tekanan positif pada
kavum timpani (760 mmHg atau 1 atm) akibat absorbansi udara oleh mukosa
kavum timpani. Dekongestan nasal dapat diberikan secara oral dan nasal.
Onset dekongestan nasal lebih cepat dibandingkan pada penggunaan oral,
namun berisiko mengalami rebound phenomenon (fenomena balik) dan
mencetuskan rhinitis medikamentosa. Selain itu, sumber infeksi harus diobati
dengan pemberian antibiotik oral.1,13
Pada stadium presupurasi atau eksudasi, dapat diberikan antibiotik,
dekongestan nasal, dan analgesik-antipiretik. Antibiotik yang dianjurkan
adalah golongan penisilin dengan pemberian awal secara parenteral agar
mencapai dosis yang adekuat dalam darah dan dilanjutkan secara oral selama
7 hari. Jika pasien alergi dengan penisilin, dapat diberikan eritromisin.
Analgesik-antipiretik dapat diberikan sebagai pengobatan simtomatis jika
pasien nyeri atau demam, utamanya pada anak-anak. Peningkatan suhu tubuh
sering ditemukan pada anak-anak. Tidak jarang, anak menjadi hiperpireksia
dan kejang-kejang sehingga penting untuk menyediakan antipiretik. Pada
stadium ini dapat pula dilakukan parasentesis.1
Parasentesis idealnya telah dilakukan pada stadium supurasi sebelum
terjadi perforasi. Dengan parasentesis, gejala-gejala yang timbul lebih cepat
mereda dan membrana timpani lebih cepat utuh. Parasentesis adalah tindakan
insisi pars tensa membaran timpani sehingga terjadi drainase sekret dari
telinga tengah ke liang telinga. Tindakan ini berupa pembedahan langsung
secara a-vue (dilihat langsung). Lokasinya adalah pada bagian posterior-
19
20
I.
Prognosis
Kelangsungan hidup pasien OMA adalah baik (Quo ad vitam : bonam). OMA
bukanlah penyakit yang dapat mengganggu kelangsungan hidup seseorang
sebelum berbagai komplikasinya muncul. Walaupun begitu, terkadang fungsi
pendengaran menurun jika perforasi membrana timpani menghasilkan
jaringan parut yang tidak elastis lagi (Quo ad fungsionam: dubia). Oleh
karena itu, dengan parasentesis, diharapkan fungsi pendengaran dapat
kembali semula karena sayatan yang dilakukan lebih cepat sembuh
dibandingkan perforasi.9,12
Rekurensi terkadang terjadi jika pasien tidak dapat menghindari faktor
predisposisi atau melakukan manipulasi berlebih terhadap telinga. Namun
begitu, dengan pengobatan yang adekuat, rekurensi dapat dihindari (Quo ad
sanationam: dubia ad bonam).
Komplikasi yang mungkin muncul pada otitis media akut adalah otitis media
supuratif kronik (OMSK) yang berlanjut pada mastoiditis, osteomielitis basis
kranii, thrombosis sinus sigmoid, hingga komplikasi intrakranial seperti
meningitis dan abses otak.12
21