REKAM MEDIS
1.1. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Nn. ER
Umur
: 16 Tahun
Pekerjaan
: Siswa
Alamat
: Marga Catur
Jenis kelamin
: Perempuan
Kebangsaan
: Indonesia
No. Reg
: 02.15.01.201400000963.001
1.2. ANAMNESIS
Diambil dari Autoanamnesis tanggal 28 Agustus 2014. Pukul 16.00 WIB
Keluhan Utama
Nyeri pinggang sejak 1 bulan SMRS
Keluhan Tambahan
Timbul benjolan pada punggung kiri, tulang belakang menonjol, lemas pada kaki, batuk
lama, penurunan berat badan dan keringat malam
Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama dalam keluarga dikatakan tidak ada.
Riwayat penyakit batuk-batuk lama dalam keluarga dan orang di sekitar pasien
dikatakan os tidak ada
Penyakit terdahulu
: R/hipertensi -, R/ Kencing Manis
Trauma Terdahulu
: tidak ada
Operasi
: Tidak ada
Sistem Saraf
: Tidak ada
Sistem Kardiovaskular : Tidak ada
Sistem Gastrointestinal : Tidak ada
Sistem Urinarius
: Tidak ada
Sistem genitalis
: Tidak ada
Sistem Muskuloskeletal : Tidak ada
Kesadaran
: Compos Mentis
Tinggi badan
: 155 cm
Berat badan
: 40 kg
IMT
: 16,65 (Underweight)
Kulit
: Edema -, Sianosis
B. Pemeriksaan Fisik
Tanda Vital
-
Tekanan Darah
Nadi
: 92 x/menit
Pernafasan
: 20 x/menit
Suhu
: 36,5 oC
Pupil
Kepala
Thoraks
Abdomen
Status Lokalis
Regio thorax
I
Motorik
Sensorik
Ekstremitas Superior
Ekstremitas Inferior
Kanan
+5
N
Kanan
+3
Parastesi
Femur anterior
Kiri
+5
N
: 113,6 g/dl
Hematokrit
: 39 vol %
Leukosit
: 7600 /mm3
LED
: 57 mm/jam
Hitung jenis
:0/5/0/65/26/4
BSS
: 105 mg/d1
Natrium
: 140 mmol/l
Kalium
: 3,5 mmol/l
Pemeriksaan Sputum
BTA I
: (-)
Kiri
+3
Parastesi
Femur anterior
BTA II
: (-)
BTA III
: (-)
Radiologis:
1.6. PENATALAKSANAAN
o
Pirazinamid 1 x 250 mg
Rencana Fisioterapi
1.7. PROGNOSIS
Quo ad vitam
: Dubia ad bonam
Quo ad fungtionam
: Dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PENDAHULUAN
Tuberkulosis tulang belakang atau dikenal juga dengan spondilitis tuberkulosa
merupakan
peradangan
granulomatosa
yang
bersifat
kronik
destruktif
oleh
2.2 ETIOLOGI
Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di
tempat lain di tubuh, 90-95% disebabkan oleh mikobakteriumn tuberkulosis tipik (2/3
dari tipe human dan 1/3 dari tipe bovin) dan 5-10% oleh mikobakterium tuberkulosa
atipik. Lokalisasi spondilitis tuberkulosa terutama pada daerah vertebra torakal bawah
dan lumbal atas1, sehingga diduga adanya infeksi sekunder dari suatu tuberkulosis
traktus
urinarius,
paravertebralis.
yang
penyebarannya
melalui
pleksus
Batson
pada
vena
2.3 PATOFISIOLOGI
Penyakit ini pada umumnya mengenai lebih dari satu vertebra. Infeksi berawal
dari bagian sentral, bagian depan atau daerah epifisial korpus vertebra. Kemudian
terjadi hiperemi dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan perlunakan korpus.
Selanjutnya terjadi kerusakan pada korteks epifisis, diskus intervertebralis dan
vertebra sekitarnya. Kerusakan pada bagian depan korpus ini akan menyebabkan
terjadinya kifosis (Gambar 1).
Gambar 1. Gambar skematis terjadinya kifosis pada tulang belakang (penyakit Pott) akibat osteomielitis
tuberkulosa.
Kemudian eksudat (yang terdiri atas serum, leukosit, kaseosa, tulang yang
fibrosis serta basil tuberkulosa) menyebar ke depan, di bawah ligamentum longitudinal
anterior. Eksudat ini dapat menembus ligamentum dan berekspansi ke berbagai daerah
di sepanjang garis ligamen yang lemah.
Pada daerah servikal, eksudat terkumpul di belakang fasia paravertebralis dan
menyebar ke lateral di belakang muskulus sternokleidomastoideus. Eksudat dapat
mengalami protrusi ke depan dan menonjoi ke dalam faring yang dikenal sebagai abses
faringeal. Abses dapat berjalan ke mediastinum mengisi tempat trakea, esofagus atau
kavum pleura.
Abses pada vertebra torakalis biasanya tetap tinggal pada daerah toraks setempat
menempati daerah paravertebral, berbentuk massa yang menonjol dan fusiform. Abses
pada daerah ini dapat menekan medula spinalis sehingga timbul paraplegia.
Abses pada daerah lumbal dapat menyebar masuk mengikuti muskulus psoas
dan muncul di bawah ligamentum inguinal pada bagian medial paha. Eksudat juga
dapat menyebar ke daerah krista iliaka dan mungkin dapat mengikuti pembuluh darah
femoralis pada trigonum skarpei atau regio glutea. Kumar membagi perjalanan penyakit
ini dalam 5 stadium yaitu:
1. Stadium implantasi.
Setelah bakteri berada dalam tulang; maka bila daya tahan tubuh penderita
menurun, bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung selama 68 minggu. Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus dan pada anakanak umumnya pada daerah sentral vertebra.
2. Stadium destruksi awal.
Setelah stadium implantasi, selanjutnya terjadi destruksi korpus vertebra serta
penyempitan yang ringan pada diskus. Proses ini berlangsung selama 3-6 minggu.
3. Stadium destruksi lanjut.
Pada stadium ini terjadi destruksi yang masif, kolaps vertebra dan terbentuk massa
kaseosa serta pus yang berbentuk coldabses (abses dingin), .yang terjadi 2-3 bulan
setelah stadium destruksi awal. Selanjutnya dapat terbentuk sekuestrum serta
kerusakan diskus intervertebralis. Pada saat ini terbentuk tulang baji terutama di
sebelah depan (wedging anterior) akibat kerusakan korpus vertebra, yang
menyebabkan terjadinya kifosis atau gibus.
4. Stadium gangguan neurologis.
Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi,
tetapi terutama ditemukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis. Gangguan ini
ditemukan 10% dari seluruh komplikasi spondilitis tuberkulosa. Vertebra
1. Derajat I
Kelemahan pada anggota gerak bawah terjadi setelah melakukan aktivitas atau
setelah berjalan jauh. Pada tahap ini belum terjadi gangguan saraf sensoris.
2. Derajat II
Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah tapi penderita masih dapat
melakukan pekerjaannya
3. Derajat III
Terdapat
kelemahan
pada
anggota
gerak
bawah
yang
membatasi
Pemeriksaan laboratorium
1. Peningkatan laju endap darah dan mungkin disertai dengan leukositosis
2. Uji Mantoux positif
3. Pada pemeriksaan biakan kuman mungkin ditemukan mikobakterium
Pemeriksaan radiologis
1. Pemeriksaan foto toraks untuk melihat adanya tuberkulosis paru
2. Poto polos vertebra, ditemukan osteoporosis, osteolitik dan destruksi korpus vertebra,
disertai penyempitan diskus intervertebralis yang berada diantara korpus tersebut dan
mungkin dapat ditemukan adanya massa abses paravertebral.
3. Pada foto AP, abses paravertebral di daerah servikal berbentuk sarang burung (bird's
nets), di daerah torakal berbentuk bulbus dan pada daerah lumbal abses terlihat
berbentuk fusiform
4. Pada stadium lanjut terjadi destruksi vertebra yang hebat sehingga timbal kifosis
5. Pemeriksaan foto dengan zat kontras
6. Pemeriksaan mielografi dilakukai bila terdapat gejala-gejala penekanan sumsum
tulang
7. Pemeriksaan CT scan atau CT dengan mielografi
8. Pemeriksaan MRI
2.6. Diagnosis Diferensial
Spondilitispiogenik
salah satu penyakit dengan presentasi gejala yang serupa dengan spondilitis TB dan
tidak mudah untuk membedakan
Staphylococcusaureus,
memiliki perjalanan yang lebih akut dengan gejala yang hamper sama dengan
spondilitis TB. Vertebra servikal dan lumbal lebih sering terlibat, dibandingkan dengan
spondilitis TB yang lebih sering menyerang vertebra torakolumbal lebih dari satu
vertebra
Dari segi hematologis, CRP, laju endap darah (LED), jumlah leukosit,dan hitung jenis dapat
membantu diagnosis. Pada spondilitis piogenik, peningkatan CRP lebih bermakna
dibandingkan peningkatan LED, meskipun pada beberapa kasus dapat normal. Telah
dilakukan studi untuk membedakan kedua penyakit melalui MRI . Jung dkk menjabarkan
beberapa perbedaan temuan MRI secara rinci yang mengarahkan pada infeksiTB:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
piogenik
lebih
mungkin.
Penelitian
oleh
Harada
dkkmenambahkan
memastikan
diagnosisnamun
tindakan initermasuktindakaninvasif.
yangseringterlibat
dengankecenderunganbermetastasis
prostat,paru,limfoma,
ke
yaitutorakal,lumbardanservikal.Neoplasma
medula
sarkoma,danmieloma
danronggapelvisrelatifmelibatkanvertebra
spinalismeliputi
tumor
payudara,
multipel.Metastasiskeganasansalurancerna
lumbosakral,
sedangkankeganasanparudan
Keganasanprimerpada
medulaspinalis
pasienanak-anak yangcukupseringmenyebabkan
meliputineuroblastoma,
absesdanadanya
fragmen
SarkomaEwing,dan
tulangadalah
kompresi
hemangioma.
temuanMRIyang
Formasi
dapatmembedakan
spondilitisTBdarineoplasma.1
DIAGNOSIS
Diagnosis
gambaran
klinis
spondilitis
dan
tuberkulosa
pemeriksaan
dapat
ditegakkan
radiologis.
Untuk
berdasarkan
melengkapkan
2.7 PENGOBATAN
Prinsipnya pengobatan tuberkulosis tulang belakang harus dilakukan
sesegera mungkin untuk menghentikan progresivitas penyakit serta mencegah
paraplegia.
Pegobatan terdiri atas:
1. Terapi konservatif berupa:
a. Tirah baring (bed rest)
b. Memperbaiki keadaan umum penderita
c. Pemasangan brace pada penderita, baik yang dioperasi ataupun yang tidak
dioperasi
Asam para amino salisilat Dosis oral 8-12 mg/kg berat badan.
kombinasi
beberapa
obat
tuberkulostatik.
Regimen
yang
Kategori 1
Untuk penderita baru BTA (+) dan BTA (-)/rontgen (+), diberikan dalam dua
tahap, yaitu:
o Tahap I, diberikan Rifampisin 450 mg, Etambutol 750 mg, INH 300 mg
dan Pirazinamid 1.500 mg. 0bat diberikan setiap hari selama 2 bulan
pertama (60 kali).
o Tahap II, diberikan Rifampisin 450 mg dan INH 600 mg. Obat
diberikan tiga kali seminggu (intermiten) selama 4 bulan (54 kali).
Kategori 2
Untuk penderita baru BTA . (+) yang sudah pernah minum obat selama
lebih sebulan, termasuk penderita dengan BTA (+) yang kambuh/gagal yang
diberikan dalam dua tahap, yaitu:
2. Terapi Operatif
Walaupun pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi
penderita tuberkulosis tulang belakang, namun tindakan operatif masih
memegang peranan penting dalam beberapa hal, yaitu bila terdapat cold
abses (abses dingin), lesi tuberkulosa, paraplegia dan kifosis.
Paraplegia
Penanganan yang dapat dilakukan pada paraplegia, yaitu:
a. Pengobatandengankemoterapisemata-mata
b. Laminektomi
c. Kosto-transveresektomi
d. Operasiradikal
e. Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang
lndikasi operasi
a. Bila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau malah
semakin berat. Biasanya tiga minggu sebelum tindakan operasi dilakukan,
setiap spondilitis tuberkulosa diberikan obat tuberkulostatik.
b. Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara terbuka dan
sekaligus debrideman serta bone graft
c. Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos, mielografi ataupun pemeriksaan
CT dan MRI ditemukan adanya penekanan langsung pada medula spinalis
Operasi kifosis
Operasi kifosis dilakukan bila terjadi deformitas yang hebat. Kifosis mempunyai
tendensi untuk bertambah berat terutama pada anak-anak.Tindakan operatif dapat
berupa fusi posterior atau melalui operasi radikal.