Anda di halaman 1dari 10

KEMISKINAN NELAYAN DASAR

DARI KEMISKINAN NUSANTARA

Ayu Agustin
Fakultas perikanan dan ilmu kelautan universitas Brawijaya Malang

Abstrak
Indonesia sebagai Negara kepulauan, yang wilayahnya 70% merupakan
wilayah lautan.Di wilayah ini terkandung potensi ekonomi kelautan yang sangat
besar maka seharusnya pendapatan masyarakat Indonesia khususnya masyarakat
daerah pesisir sangat memadai untuk kelangsungan hidupnya.Namun dalam
realita tidaklah demikian,kemiskinan masih banyak melanda kehidupan
nelayan.Salah satu penyebabnya karena keterbatasan sumberdaya kelautan yang
harus diperebutkan banyak nelayan.Hal ini dikarenakan kharakteristik
sumberdaya kelautan masih dipandang sebagai common property resources
dan open access.Dalam hal ini kebijakan pemerintah sangatlah mendukung
dalam mengatasi kemiskinan nelayan.
Kata kunci: kemiskinan, nelayan.

PENDAHULUAN
Sejarah kejayaan nusantara tidak bisa dilepaskan dari sejarah bahari,
karena sejak abad ke-5 jauh sebelum kedatangan orang-orang eropa di perairan
nusantara, pelaut-pelaut negeri ini telah menguasai laut internasional dan tampil
sebagai penjelajah samudra. Kronik Cina serta risalah-risalah musafir Arab dan
Persia menorehkan catatan agung tentang tradisi besar kelautan nenek moyang
bangsa Indonesia (Dick, 2008). Bahkan sejarah kejayaan Sriwijaya dan Majapahit
dalam upaya menyatukan nusantara, tidak lepas dari kekuatan pelaut dan armada
bahari yang dimiliki saat itu.
Indonesia terkenal sebagai Negara kepulauan terbesar di dunia, yang
terdiri dari 5 pulau besar dan 30 pulau kecil, jumlah keseluruhan tercatat ada
sekitar 17.504 pulau, 8.651 pulau sudah bernama, 8.853 pulau belum bernama,

dan 9.842 pulau yang diverifikasi (Depdagri,2006). Disamping dikatakan Negara


kepulauan,Negara Indonesia juga dikatakan Negara bahari (maritim).Letak
geografis Negara Indonesia yang merupakan Negara bahari ini sangat
menguntungkan bagi bangsa dan Negara Indonesia karna didukung dengan
kekayaan sumberdaya alam yang ada.Di wilayah lautan Indonesia mempunyai
potensi perekonomian yang besar dan beragam.Sedikitnya terdapat 13 sektor yang
ada dilaut,yang dapat dikembangkan dan dimanfaatkan oleh masyarakat
Indonesia.
Dengan demikian, perikanan merupakan suatu indicator yang sangat baik.Hal
tersebut juga dikarenakan terdapat sumberdaya ikan yang besar.Sehingga
perikanan merupakan salah satu SDA yang mempunyai peranan penting dan
strategis dalam pembangunan perekonomian masyarakat Indonesia pada
umumnya,khususnya bagi masyarakat di daerah pesisir ( Rohmin Danuri ).
Luas wilayah perairan Indonesia kurang lebih 5,8 juta kilometer
persegi,dan jumlah nelayan di Indonesia hingga tahun 2009 tercatat 2.275.490
orang dengan total armada 596.230 unit (Departemen Kelautan dan
Perikanan,2008).Di daerah tertentu, jumlah nelayan terlalu banyak,tidak
sebanding dengan wilayah penangkapan yang ada,sehingga terjadi penangkapan
lebih (over fishing). Akibatnya terjadi persaingan antar nelayan dalam
memperebutkan wilayah penangkapan.Hal tersebut juga dapat mengakibatkan
potensi sumber daya ikan yang ada berkurang.Oleh karena itu,tidak diragukan lagi
bahwa kehidupan masyarakat pesisir (nelayan) masih sangat memprihatinkan, dan
kemiskinan masih banyak dijumpai pada masyarakat pesisir.Tulisan ini membahas
tentang kemiskinan para nelayan ditengah-tengah kekayaan sumberdaya alam dan
luasnya wilayah laut Indonesia.Diharapkan adanya tulisan ini dapat memberikan
kontribusi terhadap nelayan Indonesia dan juga adanya kebijakan pemerintah
dalam menangani permasalahan yang ada.

PEMBAHASAN
Kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan di mana
seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai
dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu

memanfaatkan tenaga, mental, maupun fisiknya (Soekanto,


2006). Pada dasarnya kemiskinan terbagi kedalam berbagai ciri
atau SMERU memberikan identifikasi kemiskinan (Suharto, 2005),
sebagai berikut:
1. Ketidakmampuan memenuhi konsumsi dasar (pangan,
sandang, dan papan)
2. Ketiadaan akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya
(kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih dan tansportasi)
3. Ketiadaan jaminan masa depan (karena tiadanya investasi
untuk pendidikan dan keluarga)
4. Kerentanan terhadap goncangan yang bersidat individual
maupun missal.
5. Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan keterbatasan
sumber daya alam Ketidakterlibatan dalam kegiatan sosial
masyarakat
7. Ketiadaan akses terhadap lapangan kerja dan mata
pencaharian yang berkesinambungan
8. Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun
mental.
9. Ketidakmampuan dan ketidakberuntungan sosial (anak
terlantar, wanita tindak kekerasan rumah tangga, janda miskin,
kelompok marjinal dan terpencil).
Kemiskinan tergategorikan kedalam kemiskinan struktural
dan kemiskinan kultural. Kemiskinan struktural adalah
kemiskinan yang terjadi bukan dikarenakan ketidakmampuan si
miskin untuk bekerja (malas), melainkan karena
ketidakmampuan sistem dan struktur sosial dalam menyediakan
kesempatan-kesempatan yang memungkinkan si miskin dapat
bekerja. Sedangkan kemiskinan kultural merupakan kemiskinan
yang muncul sebagai akibat adanya nilai-nilai atau kebudayaan
yang dianut oleh orang-orang miskin, seperti malas, mudah
menyerah pada nasib, kurang memiliki etos kerja (Suharto,
2005).
Kemiskinan masih merupakan masalah yang mengancam
bangsa Indonesia.Masih besarnya jumlah penduduk yang miskin

ini menunjukkan bahwa pembangunan nasional yang dilakukan


pemerintah selama ini mengalami kegagalan.Misalnya pada
masyarakat pesisir.Masyarakat pesisir mengalami banyak
permasalahan yang menyebabkan kemiskinan.Pada umumnya
mereka bergantung kepada sumber daya laut yang ada.
Penghasilan mereka bersifat musiman,sehingga masyarakat
pesisir sulit untuk keluar dari jerit kemiskinan.
Masyarakat pesisir secara sosio-kultural merupakan
kelompok masyarakat yang akar budayanya masih dibangun atas
paduan antara budaya maritim laut, pantai dan berorientasi
pasar (Satria,2001).Potensi konflik dalam masyarakat pesisir
terkait dengan kepemilikan dan penguasaaan terhadap
sumberdaya alam.Di Indonesia laut masih bersifat open access
sehingga siapapun dapat mengaksesnya.Sumberdaya yang
masih bersifat terbuka ini menyebabkan persaingan antar
nelayan semakin keras. Disamping itu laut juga bersifat common
property ,maka siapa saja yang mempunyai alat tangkap dapat
menangkap ikan,dan nelayan tidak dapat mencegah nelayan lain
untuk menangkap ikan.Hal ini menyebabkan adanya kompetisi
antar nelayan untuk menangkap ikan sebanyak-banyaknya.
Adanya kedua sifat tersebut menyebabkan terjadinya over
fishing dan penurunan sumber daya ikan yang berdampak
terhadap perekonomian nelayan.
Secara umum nelayan diartikan sebagai orang yang mata pencahariannya
menangkap ikan di laut (W.J.S.Purwodarminto,h.674).Dalam ketentuan UndangUndang Perikanan, mengatur dan membedakan pengertian nelayan menjadi dua
macam yaitu nelayan dan nelayan kecil.
Pasal 1 angka 10:Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya
melakukan penangkapan ikan,sedangkan pada pasal 1 angka 11: Nelayan
kecil adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan
ikan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari yang menggunakan kapal
perikanan yang berukuran paling besar 5 (lima) Gross Ton (GT).

Pada sisi lain jika kita melihat potensi sumber daya ikan diwilayah
Indonesia yang begitu besar,namun kemampuan dan budaya nelayan kita masih
sangat terbatas.Sektor perikanan tangkap sesungguhnya merupakan sumber sosial
ekonomi nelayan dan umumnya merupakan penyangga sector ekonomi nasional.
Jika sector ini di manfaatkan secara maksimal serta digarap secara optimal oleh
nelayan Indonesia,maka dapat menjadi sumber ekonomi yang besar.Pada
kenyataan yang ada di Indonesia,tingkat pendidikan dan pengetahuan para
nelayan masih rendah sehingga untuk mengelola perekonomian sumber daya ikan
masih jauh dibawah dibanding Jepang dan Malaysia.
Selain dilihat dari sisi pengetahuan yang relative rendah,perlu diketahui,di
Indonesia untuk menjadi atau berprofesi sebagai nelayan sangatlah mudah karna
tidak diperlukan persyaratan yang khusus baik yang menyangkut keahlian secara
khusus maupun ijazah atau formal, sehingga siapapun dapat menjadi nelayan dan
kapan pun mereka mau,tidak dibatasi waktu.Karena itu di Negara Indonesia masih
banyak dijumpai nelayan musiman dan nelayan yang tingkat keterampilannya
masih terbatas sehingga berdampak pada tingkat perolehan mereka.
Profesi nelayan di Indonesia nampaknya bukan merupakan profesi yang
menjanjikan,yang dapat memberikan masa depan baik dan kesejahteraan
hidup.Hal ini berbeda dengan kondisi di Negara lain,contohnya Jepang dan
Malaysia, untuk menjadi nelayan di Negara tersebut dibutuhkan keahlian dan
konsistenitas profesi.Sehingga kehidupan nelayan di Negara tersebut
mapan.Sebaliknya nelayan di Indonesia masih terancam kemiskinan.
Kemiskinan nelayan dengan pengelolaan wilayah pesisir memiliki
keterkaitan satu sama lain. Tekanan terhadap sumber daya pesisir sering
diperberat oleh tingginya angka kemiskinan di wilayah tersebut. Kemiskinan
sering pula memicu sebuah lingkaran setan karena penduduk yang miskin sering
menjadi sebab rusaknya lingkungan pesisir, namun penduduk miskin pulalah yang
akan menanggung dampak dari kerusakan lingkungan.Dengan kondisi tersebut
tidak mengherankan jika di daerah pesisir masih banyak dilakukan penangkapan
dengan menggunakan alat peledak atau sejenisnya yang dapat merusak
ekosistem.Pendapatan dari hasil penangkapan tersebut jauh lebih besar
dibandingkan dengan pendapatan nelayan tradisional.Dengan besarnya perbedaan

pendapatan tersebut di atas, sulit untuk mengatasi masalah kerusakan ekosistem


pesisir tanpa memecahkan kemiskinan yang terjadi di wilayah pesisir itu sendiri.
kemiskinan nelayan merupakan masalah yang bersifat multi dimensi
sehingga untuk menyelesaikannya diperlukan sebuah solusi yang menyeluruh, dan
bukan solusi secara parsial. Masalah kemiskinan nelayan merupakan
masalah yang bersifat multidimensi sehingga untuk
menyelesaikannya diperlukan solusi yang menyeluruh, dan
bukan solusi secara parsial (Suharto, 2005). Terdapat beberapa
aspek yang menyebabkan terpeliharanya kemiskinan nelayan
atau masyarakat pinggiran pantai, diantaranya; Kebijakan
pemerintah yang tidak memihak masyarakat miskin, banyak
kebijakan terkait penanggulangan kemiskinan bersifat top down
dan selalu menjadikan masyarakat sebagai objek, bukan subjek.
Kondisi bergantung pada musim sangat berpengaruh pada
tingkat kesejahteraan nelayan, terkadang beberapa pekan
nelayan tidak melaut dikarenakan musim yang tidak menentu.
Rendahnya Sumber Daya Manusia (SDM) dan peralatan yang
digunakan nelayan berpengaruh pada cara dalam menangkap
ikan, keterbatasan dalam pemahaman akan teknologi,
menjadikan kualitas dan kuantitas tangkapan tidak mengalami
perbaikan.
Menurut Kusnadi (2002), identifikasi sebab-sebab pokok
yang menimbulkan kemiskinan pada masyarakat nelayan
adalah:
a) Belum adanya kebijakan dan aplikasi pembangunan kawasan
pesisir dan masyarakat nelayan yang terintegrasi atau terpadu di
antara para pelaku pembangunan.
b) Mendorong pemda merumuskan blue print kebijakan
pembangunaan kawasan pesisir dan masyarakat nelayan secara
terpadu dan berkesinambungan.
c) Masalah isolasi geografis desa nelayan, sehingga menyulitkan
keluar masuk barang, jasa, kapital, dan manusia. Berimplikasi

melambatkan dinamika sosial, ekonomi, dan budaya


masyarakat nelayan.
d) Keterbatasan modal usaha atau investasi sehingga
menyulitkan nelayan meningkatkan kegiatan ekonomi
perikanannya.
e) Adanya relasi sosial ekonomi eksploitatif dengan pemilik
perahu dan pedagang perantara (tengkulak) dalam kehidupan
masyarakat nelayan.
f) Rendahnya tingkat pendapatan rumah tangga nelayan,
berdampak sulitnya peningkatan skala usaha dan perbaikan
kualitas hidup.
g) Kesejahteraan sosial nelayan yang rendah sehingga
mempengaruhi mobilitas sosial mereka.
Apa yang telah diungkapkan Kusnadi diatas memang
demikianlah adanya,bahwa kemiskinan yang dialami nelayan
diantaranya disebabkan karena minimya modal yang dimiliki dan
pendidikan nelayan yang masih rendah,sehingga kemampuan
yang dimiliki masih terbatas.Karena mereka (nelayan) miskin
maka dalam kehidupan sisial politik pun mereka lemah.Hak
politik nelayan yang meliput hak pilih dan dipilih tidak semuanya
dapat dilakukan sesuai dengan cita-cita demokrasi.Kemiskinan
yang dialami nelayan rentan untuk menjadi sasaran atau objek
eksploitasi pada saat pemilihan umum;presiden, kepala daerah
atau wakil rakyat.Meskipun secara hukum setiap orang
mempunyai hak untuk memilih dan dipilih,namun secara
ekonomi mereka miskin dan pendidikan formal yang minim,maka
seolah tidak ada peluang baginya untuk menggunakan hak
dipilihnya.Mereka hanya menjadi objek eksploitasi dari pihakpihak tertentu yang ingin berhasil dan mendapatkan suara
terbanyak pada saat pemilihan, setelah berhasil lupa dan tidak
ada upaya untuk memperhatikan kehidupan para nelayan.
Kemiskinan nelayan juga menyebabkan mereka rentan
konflik baik internal maupun eksternal.Pelanggaran yang
dilakukan nelayan berkaitan dengan pola penangkapan ikan yang

merupakan jalan pintas untuk mendapatkan hasil yang


memadai.Pelanggaran tersebut antara lain penangkapan ikan
dengan pengeboman dan adanya over fishing yang
menyebabkan menurunnya sumber daya ikan.Oleh karena itu
tidak di herankan lagi jika perekonomian perikanan laut
Indonesia tidak sebanding dengan kekayaan sumber daya ikan
yang besar.Jika dilihat dari sisi perekonimian hasil
lautnya,Indonesia jauh dibawah dibanding Negara-negara
lain,seperti jepang dan cina.
Kemiskinan yang dialami nelayan Indonesia menjadikan
mereka lemah baik disektor socia , maupun politik.Hukum yang
seharusnya memberikan paying perlindungan kepada nelayan
ternyata belum mampu sepenuhnya melindungi.Begitu juga
dalam Undang-Undang Perikanan hanya terdapat satu
pasal,yaitu pasal 1 ayat 10 dan 11,itupun tentang pengertian
nelayan.
Masalah kemiskinan nelayan di Negara Indonesia perlu
kepastian hukum tentang pengertian atau konsep nelayan kecil
atau nelayan tradisional supaya tidak terjadi perbedaan
penerapan atau interpretasi.Jaminan perlindungan hukum dan
pemberdayaan nelayan sangat diperlukan dan harus senantiasa
ditingkatkan sebagai upaya penguatan nelayan sebagai salah
satu sumber daya manusia Indonesia,serta meningkatkan
kesejahteraan nelayan.

PENUTUP
Kemiskinan merupakan masalah yang multidimensional sehingga
pendekatan untuk mengentaskan kemiskinan juga harus multidimensional.Dalam
hal mengatasi masalah kemiskinan nelayan diperlukan adanya kebijakankebijakan pemerintah yang efisien.
Kemiskinan nelayan terjadi disebabkan beberapa factor,yaitu belum
adanya kebijakan yang membangun pembangunan daerah pesisir,kondisi sumber
daya perikanan yang mencapai kondisi over fishing, adanya keterbatasan

modal,serta rendahnya tingkat pendidikan dan penguasaan teknologi.Hal yang


harus dilakukan dalam menanggulangi kemiskinan nelayan adalah:
1. Peningkatan kualitas pendidikan masyarakat nelayan. Dalam
hal ini konteksnya adalah nelayan sebagai kepala rumah tangga,
dan nelayan sebagai seperangkat keluarga. Nelayan yang buta
huruf minimal bisa membaca atau lulus dalam paket A atau B.
Anak nelayan diharapkan mampu menyelesaikan pendidikan
tingkat menengah. Sehingga kedepan akses perkembangan
tekhnologi kebaharian, peningkatan ekonomi lebih mudah
dilakukan.
2. Perlunya merubah pola kehidupan nelayan. Hal ini terkait
dengan pola pikir dan kebiasaan. Pola hidup konsumtif harus
dirubah agar nelayan tidak terpuruk ekonominya saat paceklik.
Selain itu membiasakan budaya menabung supaya tidak terjerat
rentenir. Selain itu perlu membangun diverifikasi mata pekerjaan
khusus dipersiapkan menghadapi masa paceklik, seperti
pengolahan ikan menjadi makanan, pengelolaan wialyah pantai
dengan pariwisata dan bentuk penguatan ekonomi lain, sehingga
bisa meningkatkan harga jual ikan, selain hanya mengandalakan
ikan mentah.
3. Peningkatan kualitas perlengkapan nelayan dan fasilitas
pemasaran. Perlunya dukungan kelengkapan tekhnologi perahu
maupun alat tangkap, agar kemampuan nelayan Indonesia bisa
sepadan dengan nelayan bangsa lain. Begitupula fasilitas
pengolahan dan penjualan ikan, sehingga harga jual ikan bisa
ditingkatkan.
4. Perlunya sebuah kebijakan sosial dari pemerintah yang
berisikan program yang memihak nelayan, Kebijakan pemerintah
terkait penanggulangan kemiskinan harus bersifat bottom up
sesuai dengan kondisi, karakteristik dan kebutuhan masyarakat
nelayan. Kebijakan yang lahir berdasarkan partisipasi atau
keterlibatan masyarakat nelayan, bukan lagi menjadikan nelayan
sebagai objek program, melainkan sebagai subjek. Selain itu

penguatan dalam hal hukum terkait zona tangkap, penguatan


armada patroli laut, dan pengaturan alat tangkap yang tidak
mengeksploitasi kekayaan laut dan ramah lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kelautan dan Perikanan,Direktorat Jenderal
Perikanan Tangkap. 2008. Petunjuk Pelaksanaan
Pengelolaan Pelabuhan Perikanan, Jakarta.
Dick-Read,Robert. 2008. Penjelajah Bahari. Bandung : Mizan.
Direktorat Pemberdayaan Masyarakat Pesisir. 2006. 6 Tahun
Program PEMP sebuah Refleksi, Jakarta.
Kusnadi. 2002. Konflik Sosial Nelayan, Kemiskinan dan Perebutan
Sumber Daya Perikanan. Yogyakarta : LKiS.
Rohmin Danuri,
http//www.mail.archieve.com/pelaut@yahoo.group.com/msgo.
1166
Satria,A. 2001. Dinamika Modernisasi Perikanan, Formasi Sosial
dan Mobilitas Nelayan. Bandung : Humaniora Press.
Soekanto. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar.Cetakan 38. Jakarta :
PT.Grafindo Persada.
Suharto,Edi. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan
Rakyat, Kajian Strategis Kesejahteraan Sosial dan
Pekerjaan Sosial. Bandung : Refika Aditama.
W.J.S.Poerwadarminto. 1993. Kamus Umum Bahasa Indonesia,
Cetakan XIII.
Jakarta : Balai Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai