TINJAUAN PUSTAKA
I.
Definisi
Definisi yang disepakati bersama dalam suatu konsensus internasional para ahli asma
menyatakan bahwa asma adalah suatu kelainan inflamasi kronik saluran nafas. Sedangkan
definisi yang banyak dianut saat ini adalah yang dikemukakan oleh The American Thoracic
Society (1962) yaitu "Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea
dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan
nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah, baik secara spontan maupun sebagai
hasil pengobatan".
Bila ditelaah lebih lanjut, definisi tadi dapat diuraikan menjadi:
1. Ada peningkatan respons trakea dan bronkus. Hal ini berarti bahwa jalan nafas
penderita asma mempunyai respon yang lebih hebat terhadap berbagai rangsangan
dibanding dengan orang normal.
2. Serangan asma jarang sekali hanya dicetuskan oleh satu macam rangsangan, tetapi
oleh berbagai rangsangan.
3. Kelainan tersebar luas pada kedua paru dan tidak hanya satu paru atau satu lobus
paru.
4. Derajat serangan asma dapat berubah-ubah, misalnya obstruksi lebih berat pada
malam hari dibanding dengan siang hari.
II.
Prevalensi
Prevalensi asma di pengaruhi oleh berbagai faktor seperti jenis kelamin, umur, status
atopi, keturunan dan lingkungan. Umumnya prevalensi anak lebih tinggi tinggi daripada
dewasa tapi ada juga yang melaporkan prevalensi dewasa lebih tinggi.
III.Klasifikasi
Asma menurut Konsensus Internasional diklasifikasikan berdasarkan etiologi,
beratnya penyakit, dan pola waktu terjadinya obstruksi saluran nafas.
a.
Ditemukan pada sejumlah kecil pasien dewasa, dan disebabkan oleh alergen
yang diketahui.
Bentuk ini biasanya dimulai pada masa kanak-kanak dengan riwayat keluarga
yang mempunyai penyakit atopik seperti demam jerami, ekzema, dermatitis,
dan asma sendiri.
Paparan terhadap alergen, meskipun hanya dalam jumlah yang sangat kecil,
dapat mengakibatkan serangan asma.
Asma Intrinsik (idiopatik)
Faktor-faktor yang nonspesifik seperti flu biasa, latihan fisik, atau emosi dapat
memicu serangan asma.
Asma jenis ini lebih sering timbul sesudah usia 40 tahun, dengan serangan
yang timbul sesudah infeksi sinus hidung atau pada percabangan
trakeobronkial.
malam hari, pemberian obat inhalasi -2 agonis, dan uji faal paru.
Dari gabungan tersebut asma diklasifikasikan menjadi intermiten, ringan, sedang, berat.
c. Klasifikasi berdasarkan pola waktu serangan
Menurut GINA ( Global Initiatif for Astma ) yang disusun oleh National Heart Lung and
blood Institude Amerika bekerjasama dengan WHO, Klasifikasi asma dapat dibagi menjadi 4
golongan:
Berat /
Gejala Klinik
Fungsi Paru
ringannya Asma
Asma
-Kambuhan < 1x/mgg
-APE > 80% prediksi
Intermitent
-Gejala asma malam hari < 2x/bln
-Variabilitas APE <20%
-Eksaserbasi hanya sebentar
-Tidak ada gejala dan fungsi paru normal
diantara kambuhan
Asam Persisten -Kambuhan 1-2x/mgg tapi < 1x/hr
-APE > 80% prediksi
Ringan
-Gejala asma malam hari > 2x/bln
-Variabilitas APE 20%-Eksaserbasi dapat mengganggu aktivitas 30%
Asam Persisten -Kambuhan / sesak nafas tiap hari
-APE
60%-80%
Sedang
-Gejala asma malam hari > 1x/mgg
prediksi
-Eksaserbasi mengganggu aktivitas dan -Variabilitas
APE
tidur
>30%
Asam Persisten -Kambuhan sering
-APE <60% prediksi
Berat
-Gejala sesak terus menerus
-Variabilitas
APE
-Gejala asma malam hari sering
>30%
-Aktivitas fisik terbatas karena asma
Sumber: Pedoman Diagnostik dan Penatalaksanaan Asma di Indonesia
Klasifikasi diatas ditujukan untuk pengelolaan asma jangka panjang
d. Klasifikasi dapat pula berdasarkan berat atau ringannya serangan:
Ringan
Aktivitas
Bicara
Kesadaran
Frekuensi nafas
Retraksi otot-otot
bantu nafas
Mengi
Frekuensi nadi
Pulsus paradoksus
APE sesudah
bronkodilator
PaCO2
SaO2
Sedang
Berat
Dapat berjalan
Dapat berbaring
Jalan terbatas
Lebih suka duduk
Beberapa
kalimat
Mungkin
terganggu
Meningkat
Kalimat terbatas
Sukar berjalan
Duduk membungkuk
ke depan
Kata demi kata
Biasanya terganggu
Biasanya terganggu
Meningkat
Umumnya tidak
ada
Lemah sampai
sedang
< 100
Tidak ada
(< 10 mmHg)
Kadang ada
Ada
Keras
Keras
100-120
Mungkin ada
( 10-25 mmHg)
> 120
Sering ada
( 25 mmHg)
> 80 %
60-80%
< 60 %
< 45 mmHg
> 95 %
< 45 mmHg
91-95 %
> 45 mmHg
< 90 %
IV. Etiologi
Penyebab asma masih belum jelas. Diduga yang memegang peranan utama ialah
reaksi berlebihan dari trakea dan bronkus (hipereaktivitas bronkus). Banyak faktor yang turut
menentukan derajat reaktivitas atau iritabilitas tersebut. Faktor genetik, biokimia, saraf
otonom, imunologis, infeksi, endokrin, psikologis, dan lingkungan lainnya, dapat turut serta
dalam proses terjadinya manifestasi asma. Karena itu asma disebut penyakit yang
multifaktorial.
Faktor-faktor pencetus asma :
Kegiatan jasmani
V. Patogenesa
Asma ditandai dengan 3 kelainan utama pada bronkus yaitu bronkokonstriksi otot
bronkus, inflamasi mukosa, dan bertambahnya sekret yang berada di jalan nafas.(Ilmu
Kesehatan Anak)
Pada asma ekstrinsik, alergen menimbulkan reaksi yang hebat pada mukosa bronkus
yang mengakibatkan konstriksi otot polos, hiperemia, serta sekresi lendir yang tebal.
Mekanisme terjadinya reaksi ini telah diketahui dengan baik, walaupun sangat rumit.
Penderita yang telah disensitisasi terhadap satu bentuk alergen yang spesifik, akan membuat
antibodi terhadap alergen yang dihirup itu. Antibodi ini merupakan imunoglobulin jenis IgE.
Antibodi ini melekat pada permukaan sel mast pada mukosa bronkus. Bila satu molekul IgE
yang terdapat pada permukaan sel mast menangkap satu molekul alergen, sel mast tersebut
akan memisahkan diri dan melepaskan sejumlah bahan yang menyebabkan konstriksi
bronkus. Salah satu contohnya yaitu histamin dan prostaglandin. Pada permukaan sel mast
4
juga terdapat reseptor -2 adrenergik, yang bila dirangsang dengan obat anti asma salbutamol
-2 mimetik akan menghambat pelepasan histamin. Aminofilin juga dapat menghalangi
pembebasan histamin. Pada mukosa bronkus, darah tepi, dan sputum terdapat sangat banyak
eosinofil. Dulu fungsi eosinofil dalam sputum tidak diketahui, tapi baru-baru ini diketahui
bahwa dalam butir-butir granula eosinofil terdapat enzim yang menghancurkan histamin dan
prostaglandin. Jadi eosinofil memberikan perlindungan terhadap asma. Dengan demikian
jelaslah bahwa kadar IgE akan meninggi dalam darah tepi.
Asma intrinsik memiliki patogenesa yang berbeda dengan asma ekstrinsik. Mungkin
diawali oleh kepekaan yang berlebihan (hipersensitivitas) dari serabut-serabut nervus vagus
yang akan merangsang bahan-bahan iritan dalam bronkus sehingga timbul refleks batuk dan
sekresi lendir. Serabut nervus vagus ini demikian sensitifnya hingga langsung menimbulkan
refleks konstriksi bronkus. Selain itu, lendir yang sangat lengket akan disekresi sehingga pada
kasus-kasus berat dapat menimbulkan sumbatan saluran nafas yang hampir total, sehingga
menimbulkan status asmatikus, gagal nafas, dan kematian. Rangsangan yang paling penting
untuk refleks ini ialah infeksi saluran pernafasan oleh flu (common cold), adenovirus, dan
juga oleh bakteri seperti Haemophilus influenzae. Selain itu, polusi udara oleh gas iritatif asal
industri, asap, dan udara dingin juga dapat berperanan. Faktor emosi juga memiliki peran
penting pada semua jenis asma.
VI.
Diagnosis
Diagnosis asma ditegakkan berdasarkan urutan pemeriksaan berikut:
1.
Anamnesis
Secara klinis asma diduga bila ada gejala mengi, batuk, sesak nafas, dan riwayat
pneumonia atau bronkitis yang berulang. Batuk yang menetap dan berulang terutama
sesudah pajanan berbagai zat tertentu, aktivitas, gangguan emosi, dan infeksi virus. Batuk
pada asma menjadi lebih berat pada malam hari. Namun kadang-kadang gejala asma
hanya berupa batuk-batuk kronik. Penting juga diketahui dalam anamnesis adalah gejalagejala yang membaik secara spontan atau dengan bronkodilator dan anti inflamasi, dan
faktor-faktor yang dapat mencetuskan asma dan atopi dalam keluarga.
2.
Pemeriksaan fisik
Hasil yang didapat tergantung stadium serangan, lamanya serangan serta jenis
asmanya. Pada asma yang ringan dan sedang, tidak ditemukan kelainan fisik di luar
serangan. Kadang-kadang dapat ditemukan penyakit lain sebagai penyakit penyerta
berupa otitis media, konjungtivitis, rinitis, polip hidung, sinusitis atau hiperplasia tonsil.
Pada inspeksi terlihat pernafasan yang cepat dan sukar, disertai batuk-batuk
paroksismal, dan ekspirium memanjang. Saat inspirasi terlihat retraksi daerah supra
klavikular, suprasternal, epigastrium, dan sela iga. Pada asma kronik, terlihat bentuk
toraks emfisematus, bongkok ke depan, sela iga melebar, dan diameter anteroposterior
toraks bertambah. Saat serangan berat terlihat tanda-tanda kegelisahan sampai penurunan
kesadaran, kesukaran berbicara, takikardi, penggunaan otot bantu nafas, sianosis,
hiperinflasi, dan pulsus paradoksus. Pada perkusi terdengar hipersonor di seluruh toraks,
terutama bagian bawah posterior. Daerah pekak jantung dan hati mengecil.
Pada auskultasi, awalnya terdengar bunyi nafas kasar/mengeras. Bila penyakit makin
berat, mengi dapat terdengar baik saat ekspirasi maupun inspirasi. Dalam keadaan
normal, fase ekspirasi 1/3-1/2 dari fase inspirasi. Saat serangan, fase ekspirasi
memanjang. Terdengar juga ronki kering dan ronki basah serta suara lendir bila banyak
sekresi bronkus.
Tanda-tanda yang berhubungan dengan tingkat obstruksi jalan nafas pada saat
pemeriksaan umumnya sangat tergantung pada kemampuan pengamat. Hal yang lebih
baik adalah mencari tanda-tanda yang berhubungan dengan hiperinflasi dada, seperti
hiperresonansi, retraksi subkostal, tarikan trakea dan tegangnya otot-otot skalenus.
3.
4.
Pemeriksaan laboratorium
Pada penderita asma sering ditemukan eosinofilia. Uji kulit dengan alergen
merupakan pemeriksaan diagnostik pada asma alergi. Pemeriksaan IgE spesifik dalam
serum juga berguna dalam diagnostik asma alergi.
5.
Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan foto toraks tidak begitu penting untuk diagnosis asma. Pemeriksaan ini
berguna untuk menyingkirkan penyakit lain yang mempunyai gejala mirip asma atau
untuk melihat komplikasi penyakit seperti atelektasis, pneumotoraks, pneumonia, dan
fraktur iga.
6.
ini
dilakukan
untuk
memperlihatkan
dan
mengukur
derajat
hipereaktivitas bronkus yang terdapat pada penderita asma. Selain itu juga dilakukan bila
ada kecurigaan asma namun tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan fisik dan faal
paru. Uji provokasi ini dapat dilakukan dengan beban kerja, hiperventilasi isokapnik,
udara dingin, maupun dengan inhalasi spesifik atau nonspesifik.
7.
Bronkitis kronis
Emfisema paru
VIII. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan asma:(10)
Pada prinsipnya obat anti asma untuk mengontrol penyakit terdiri dari pengobatan
pencegahan yang bersifat jangka panjang terutama antiinflamasi, serta pengobatan yang
bersifat mengatasi serangan, efeknya segera dan waktu bekerjanya singkat dikenal sebagai
bronkodilator.
Pengobatan asma jangka panjang didasarkan pada beratnya penyakit dan modifikasi dapat
dilakukan sesuai kondisi. Beberapa hal perlu diperhatikan yaitu:
1. Untuk mencapai kondisi terkontrol, pengobatan dapat dimulai dari level maksimal sesuai
berat penyakit, dan bila tercapai kondisi terkontrol diturunkan secara bertahap. Atau
sebaliknya dimulai dengan pengobatan sesuai berat penyakit dan dinaikkan bila
dibutuhkan.
2. Naikkan level pengobatan, bila tidak tercapai kondisi terkontrol atau keadaan asma
menetap atau tidak ada perbaikan.
3. Turunkan level pengobatan bila tercapai kondisi terkontrol yang stabil paling tidak 3
bulan, secara bertahap diturunkan sampai tercapai pengobatan level serendah mungkin
yang menghasilkan kondisi terkontrol seoptimal mungkin.
4. Setelah asma terkontrol tetap evaluasi pengobatan berkala (3-6 bulan sekali)
5. Pada kasus asma berat dengan penyakit penyerta atau dengan komplikasi maka
selayaknya dirujuk kepada ahli paru.
Pengobatan yang tepat sesuai berat penyakit disusun pula oleh NHLBI, GINA dan
WHO dengan maksud tercapainya pengamanan yang adekuat , hal ini berdasarkan data yang
menunjukkan kekerapan serangan atau eksaserbasi asma yang membutuhkan perawatan
rumah sakit atau pertolongan gawat darurat, walaupun telah terjadi perkembangan dalam
pengetahuan patogenesis, diagnosis dan berbagai jenis pengobatan asma.
Berikut ini telah disusun tuntunan (guideline) pengobatan yang relatif dipakai diseluruh
negara menurut NHLBI, GINA dan WHO 1998:
Berat Penyakit
Pengobatan mengatasi
serangan
Asma Persisten
berat
Asma Persisten
Sedang
Asma persisten
Ringan
Asma
Intermitten
Inhalasi bronkodilator
kerja singkat
Agonis beta-2 atau
ipratropium bromida atao
oral agonis beta-2 3-4x/hr
Inhalasi bronkodilator
kerja singkat
Agonis beta-2 atau
ipratropium bromida
Agonis beta-2 atau
ipratropium bromida oral
agonis beta-2, 3-4x/hr
Inhalasi bronkodilator
kerja singkat
Agonis beta-2 atau
ipratropium bromida
Agonis beta-2 atau
ipratropium bromida oral
agonis beta-2, 3-4x/hr
Inhalasi bronkodilator
kerja singkat.
Agonis B2 atau
ipratropium bromid bila
dibutuhkan.
Identifikasi faktor pencetus dapat dilakukan oleh penderita, keluarga penderita dengan
bantuan dokter. Untuk pencetus berupa alergen dapat dilakukan uji kulit (prick test).
Identifikasi pencetus mutlak dilakukan dengan tujuan untuk mencegah serangan dan
mengurangi pemakaian obat-obatan.
IX. Prognosa
Asma tidak dapat disembuhkan akan tetapi asma dapat dikontrol dan penatalaksanaan
asma bermaksud untuk memperbaiki kualitas hidup penderita seoptimal mungkin sehingga
penderita dapat hidup normal dalam menjalankan kehidupannya sehari-hari.
10
Serangan asma
mengancam Jiwa
Pengobatan awal :
- Oksigen untuk mencapai saturasi O290%
- Inhalasi agonis beta-2 kerja singkat ( nebulisasi ) setiap 20 menit dalam 1 jam
atau agonis beta-2 injeksi (Terbutalin 0,5 ml subkutan atau adrenalin 1/1000
0,3 ml subkutan )
- Kortikosteroid sistemik jika tidak ada respon segera dengan bronkodilator/ jika
akhir-akhir ini mendapat kortikosteroid orak, atau serangan asmanya berat
Respon baik :
Respon baik dan stabil
dalam 60 menit.
Pemeriksaan fisis normal.
APE > 70% prediksi.
Saturasi O2 > 90% (95%
pada anak-anak ).
Pulang
Pengobatan : dilanjutkan
inhalasi agonis beta-2.
Membutuhkan
kortikosteroid oral
Edukasi penderita
Dirawat di RS
Inhalasi Agonis beta-2
anti kolinergik
Kortikosteroid sistemik
Aminofilin drip
Terapui oksigen
Pantau APE, Sat O2,
nadi, kadar teofilin
Dirawat di ICU
Inhalasi agonis beta-2
antikolinergik
Kortikosteroid IV
Pertimbangkan agonis
beta-2 injeksi SC/IM/IV
Okigen
Aminofilin Drip
Intubasi dan ventilasi
mekanik bila perlu
Perbaikan
Tidak ada
perbaikan
dalam 6-12 jam
Terapi awal
Inhalasi agonis beta-2 kerja singkat ( setiap 20 menit, 3 kali dalam 1 jam ) atau bronkodilator
oral
Respon baik
Gejala ( batuk/berdahak sesak/mengi )
membaik. Perbaikan dengan agonis
beta-2 dan bertahan selama 4 jam. APE
> 80% prediksi/nilai terbaik
Respon buruk
Gejala menetap atau
bertambah berat. APE <
60% prediksi : tambahkan
kortikosteroid oral, agonis
beta-2 diulang
Segera ke
dokter/IGD/RS
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Sundaru H, 2006.Asma Bronkial dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, Edisi
IV revisi, Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, pp 245-250
2. Price SA and Wilson LM, 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Buku 1, Edisi 4, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, pp 177-190
3. Yunus F. Konsep Mutakhir Penanganan Asma dalam: Simposium Sehari "Yang Benar
Tentang Asma". Jakarta. 27 Februari 1999
4. NHLBI/WHO Workshop Report. Global Initiative for Asthma. Global Strategy for
Asthma Management and Prevention. NHLBI 1995.
UKK Pulmonologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Nasional Asma Anak. 2004.
UNIVERSITAS ANDALAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
KEPANITERAAN KLINIK ROTASI TAHAP II
13
STATUS PASIEN
1. Identitas Pasien
a. Nama/Kelamin/Umur
: Arlan/Laki-laki/49 tahun
b. Pekerjaan/pendidikan
: Wiraswasta/Tamat SMA
c. Alamat
: Alai, Padang
2. Latar Belakang sosial-ekonomi-demografi-lingkungan keluarga
a. Status Perkawinan
: Menikah
b. Jumlah Saudara
: 3 orang anak
c. Status Ekonomi Keluarga : cukup, penghasilan Rp. 2.000.000,-/bulan
d. KB
: Tidak ada
e. Kondisi Rumah
:
- Rumah semipermanen, perkarangan cukup luas, luas bangunan 100m2
- Ventilasi dan sirkulasi udara baik
- Listrik ada
- Sumber air : sumur
- Kamar mandi/WC ada 1 buah, di dalam rumah
- Sampah dibuang ke TPA
Kesan : hygiene dan sanitasi cukup baik
f. Kondisi Lingkungan Keluarga
- Pasien tinggal bersama suami dan anaknya yang paling kecil.
- Tinggal di lingkungan perkotaan yang cukup padat penduduknya.
3. Aspek Psikologis di keluarga
- Hubungan dengan keluarga baik
- Faktor stress dalam keluarga tidak ada
pasien.
Sesak napas tidak dirasakan setiap hari. Sesak napas terutama pada malam
hari.. Dalam waktu sebulan ini lebih dari 2x pasien merasakan sesak napas
lebih dari 5x
Pasien tidak merokok
6. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan Umum
Kesadaran
Nadi
Nafas
TD
Suhu
BB
TB
: sedang
: CMC
: 90 x/ menit
: 26 x/menit
: 120/80 mmHg
: 36,7 0C
: 65 kg
: 162 cm
Status Internus
Mata
: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Kulit
: Turgor kulit normal
Dada
Paru
Inspeksi
: gerakan dinding dada simetris kiri = kanan saat statis dan dinamis
Palpasi
Perkusi
: sonor
Palpasi
Perkusi
Palpasi
Perkusi
: sonor
cara makan makanan yang bergizi secara teratur dan cukup istirahat.
Mencuci sarung bantal, sprei 1 minggu sekali. Di anjurkan untuk memakai
kasur busa. Jika tetap memakai kasur kapuk, di bungkus dengan plastik dan di
d. Rehabilitatif :
- Jika serangan asma semakin bertambah berat, maka segera konsulkan ke
puskesmas atau RS terdekat.
16
Tanggal
: 7 Januari 2011
R/ Salbutamol
tab 2 mg
No. X
S 3 dd tab I
R/ Ambroxol tab 30 mg
No. X
S 3 dd tab I
R/ Vitamin C tab
No. X
S 3 dd tab I
Pro
: Arlan
Umur : 49 tahun
Alamat
: Alai, Padang.
17