Anda di halaman 1dari 17

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA
I.

Definisi
Definisi yang disepakati bersama dalam suatu konsensus internasional para ahli asma

menyatakan bahwa asma adalah suatu kelainan inflamasi kronik saluran nafas. Sedangkan
definisi yang banyak dianut saat ini adalah yang dikemukakan oleh The American Thoracic
Society (1962) yaitu "Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea
dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan
nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah, baik secara spontan maupun sebagai
hasil pengobatan".
Bila ditelaah lebih lanjut, definisi tadi dapat diuraikan menjadi:
1. Ada peningkatan respons trakea dan bronkus. Hal ini berarti bahwa jalan nafas
penderita asma mempunyai respon yang lebih hebat terhadap berbagai rangsangan
dibanding dengan orang normal.
2. Serangan asma jarang sekali hanya dicetuskan oleh satu macam rangsangan, tetapi
oleh berbagai rangsangan.
3. Kelainan tersebar luas pada kedua paru dan tidak hanya satu paru atau satu lobus
paru.
4. Derajat serangan asma dapat berubah-ubah, misalnya obstruksi lebih berat pada
malam hari dibanding dengan siang hari.
II.

Prevalensi
Prevalensi asma di pengaruhi oleh berbagai faktor seperti jenis kelamin, umur, status

atopi, keturunan dan lingkungan. Umumnya prevalensi anak lebih tinggi tinggi daripada
dewasa tapi ada juga yang melaporkan prevalensi dewasa lebih tinggi.
III.Klasifikasi
Asma menurut Konsensus Internasional diklasifikasikan berdasarkan etiologi,
beratnya penyakit, dan pola waktu terjadinya obstruksi saluran nafas.
a.

Klasifikasi berdasarkan etiologi


Termasuk klasifikasi ini adalah:

Asma Ekstrinsik (alergik)

Ditemukan pada sejumlah kecil pasien dewasa, dan disebabkan oleh alergen
yang diketahui.

Bentuk ini biasanya dimulai pada masa kanak-kanak dengan riwayat keluarga
yang mempunyai penyakit atopik seperti demam jerami, ekzema, dermatitis,
dan asma sendiri.

Disebabkan karena kepekaan individu terhadap alergen, biasanya protein,


dalam bentuk serbuk sari yang dihirup, bulu halus binatang, kain pembalut,
atau yang lebih jarang, terhadap makanan seperti susu atau coklat.

Paparan terhadap alergen, meskipun hanya dalam jumlah yang sangat kecil,
dapat mengakibatkan serangan asma.
Asma Intrinsik (idiopatik)

Sering tidak ditemukan faktor-faktor pencetus yang jelas.

Faktor-faktor yang nonspesifik seperti flu biasa, latihan fisik, atau emosi dapat
memicu serangan asma.

Asma jenis ini lebih sering timbul sesudah usia 40 tahun, dengan serangan
yang timbul sesudah infeksi sinus hidung atau pada percabangan
trakeobronkial.

b. Klasifikasi berdasarkan berat penyakit


Beratnya penyakit ditentukan oleh berbagai faktor yaitu:
Gambaran klinik sebelum pengobatan, dilihat dari gejala, eksaserbasi, gejala

malam hari, pemberian obat inhalasi -2 agonis, dan uji faal paru.

Obat-obat yang digunakan untuk mengontrol penyakit.

Dari gabungan tersebut asma diklasifikasikan menjadi intermiten, ringan, sedang, berat.
c. Klasifikasi berdasarkan pola waktu serangan
Menurut GINA ( Global Initiatif for Astma ) yang disusun oleh National Heart Lung and
blood Institude Amerika bekerjasama dengan WHO, Klasifikasi asma dapat dibagi menjadi 4
golongan:

Berat /
Gejala Klinik
Fungsi Paru
ringannya Asma
Asma
-Kambuhan < 1x/mgg
-APE > 80% prediksi
Intermitent
-Gejala asma malam hari < 2x/bln
-Variabilitas APE <20%
-Eksaserbasi hanya sebentar
-Tidak ada gejala dan fungsi paru normal
diantara kambuhan
Asam Persisten -Kambuhan 1-2x/mgg tapi < 1x/hr
-APE > 80% prediksi
Ringan
-Gejala asma malam hari > 2x/bln
-Variabilitas APE 20%-Eksaserbasi dapat mengganggu aktivitas 30%
Asam Persisten -Kambuhan / sesak nafas tiap hari
-APE
60%-80%
Sedang
-Gejala asma malam hari > 1x/mgg
prediksi
-Eksaserbasi mengganggu aktivitas dan -Variabilitas
APE
tidur
>30%
Asam Persisten -Kambuhan sering
-APE <60% prediksi
Berat
-Gejala sesak terus menerus
-Variabilitas
APE
-Gejala asma malam hari sering
>30%
-Aktivitas fisik terbatas karena asma
Sumber: Pedoman Diagnostik dan Penatalaksanaan Asma di Indonesia
Klasifikasi diatas ditujukan untuk pengelolaan asma jangka panjang
d. Klasifikasi dapat pula berdasarkan berat atau ringannya serangan:
Ringan
Aktivitas
Bicara
Kesadaran
Frekuensi nafas
Retraksi otot-otot
bantu nafas
Mengi
Frekuensi nadi
Pulsus paradoksus
APE sesudah
bronkodilator
PaCO2
SaO2

Sedang

Berat

Dapat berjalan
Dapat berbaring

Jalan terbatas
Lebih suka duduk

Beberapa
kalimat
Mungkin
terganggu
Meningkat

Kalimat terbatas

Sukar berjalan
Duduk membungkuk
ke depan
Kata demi kata

Biasanya terganggu

Biasanya terganggu

Meningkat

Sering > 30 menit

Umumnya tidak
ada
Lemah sampai
sedang
< 100
Tidak ada
(< 10 mmHg)

Kadang ada

Ada

Keras

Keras

100-120
Mungkin ada
( 10-25 mmHg)

> 120
Sering ada
( 25 mmHg)

> 80 %

60-80%

< 60 %

< 45 mmHg
> 95 %

< 45 mmHg
91-95 %

> 45 mmHg
< 90 %

IV. Etiologi
Penyebab asma masih belum jelas. Diduga yang memegang peranan utama ialah
reaksi berlebihan dari trakea dan bronkus (hipereaktivitas bronkus). Banyak faktor yang turut
menentukan derajat reaktivitas atau iritabilitas tersebut. Faktor genetik, biokimia, saraf
otonom, imunologis, infeksi, endokrin, psikologis, dan lingkungan lainnya, dapat turut serta
dalam proses terjadinya manifestasi asma. Karena itu asma disebut penyakit yang
multifaktorial.
Faktor-faktor pencetus asma :

Infeksi virus saluran nafas : influenza

Pemajanan terhadap allergen tungau, debu rumah, bulu binatang.

Pemajanan terhadap iritan asap rokok, minyak wangi

Kegiatan jasmani

Ekspresi emosional takut, marah, frustasi.

Obat-obat aspirin, penyekat beta, anti inflamasi non-steroid.

Lingkungan kerja : uap zat kimia.

Polusi udara : asap rokok.

Pengawet makanan : sulfit.

Lain-lain misalnya haid, kehamilan, sinusitis.

V. Patogenesa
Asma ditandai dengan 3 kelainan utama pada bronkus yaitu bronkokonstriksi otot
bronkus, inflamasi mukosa, dan bertambahnya sekret yang berada di jalan nafas.(Ilmu
Kesehatan Anak)
Pada asma ekstrinsik, alergen menimbulkan reaksi yang hebat pada mukosa bronkus
yang mengakibatkan konstriksi otot polos, hiperemia, serta sekresi lendir yang tebal.
Mekanisme terjadinya reaksi ini telah diketahui dengan baik, walaupun sangat rumit.
Penderita yang telah disensitisasi terhadap satu bentuk alergen yang spesifik, akan membuat
antibodi terhadap alergen yang dihirup itu. Antibodi ini merupakan imunoglobulin jenis IgE.
Antibodi ini melekat pada permukaan sel mast pada mukosa bronkus. Bila satu molekul IgE
yang terdapat pada permukaan sel mast menangkap satu molekul alergen, sel mast tersebut
akan memisahkan diri dan melepaskan sejumlah bahan yang menyebabkan konstriksi
bronkus. Salah satu contohnya yaitu histamin dan prostaglandin. Pada permukaan sel mast
4

juga terdapat reseptor -2 adrenergik, yang bila dirangsang dengan obat anti asma salbutamol
-2 mimetik akan menghambat pelepasan histamin. Aminofilin juga dapat menghalangi
pembebasan histamin. Pada mukosa bronkus, darah tepi, dan sputum terdapat sangat banyak
eosinofil. Dulu fungsi eosinofil dalam sputum tidak diketahui, tapi baru-baru ini diketahui
bahwa dalam butir-butir granula eosinofil terdapat enzim yang menghancurkan histamin dan
prostaglandin. Jadi eosinofil memberikan perlindungan terhadap asma. Dengan demikian
jelaslah bahwa kadar IgE akan meninggi dalam darah tepi.
Asma intrinsik memiliki patogenesa yang berbeda dengan asma ekstrinsik. Mungkin
diawali oleh kepekaan yang berlebihan (hipersensitivitas) dari serabut-serabut nervus vagus
yang akan merangsang bahan-bahan iritan dalam bronkus sehingga timbul refleks batuk dan
sekresi lendir. Serabut nervus vagus ini demikian sensitifnya hingga langsung menimbulkan
refleks konstriksi bronkus. Selain itu, lendir yang sangat lengket akan disekresi sehingga pada
kasus-kasus berat dapat menimbulkan sumbatan saluran nafas yang hampir total, sehingga
menimbulkan status asmatikus, gagal nafas, dan kematian. Rangsangan yang paling penting
untuk refleks ini ialah infeksi saluran pernafasan oleh flu (common cold), adenovirus, dan
juga oleh bakteri seperti Haemophilus influenzae. Selain itu, polusi udara oleh gas iritatif asal
industri, asap, dan udara dingin juga dapat berperanan. Faktor emosi juga memiliki peran
penting pada semua jenis asma.
VI.

Diagnosis
Diagnosis asma ditegakkan berdasarkan urutan pemeriksaan berikut:

1.

Anamnesis
Secara klinis asma diduga bila ada gejala mengi, batuk, sesak nafas, dan riwayat
pneumonia atau bronkitis yang berulang. Batuk yang menetap dan berulang terutama
sesudah pajanan berbagai zat tertentu, aktivitas, gangguan emosi, dan infeksi virus. Batuk
pada asma menjadi lebih berat pada malam hari. Namun kadang-kadang gejala asma
hanya berupa batuk-batuk kronik. Penting juga diketahui dalam anamnesis adalah gejalagejala yang membaik secara spontan atau dengan bronkodilator dan anti inflamasi, dan
faktor-faktor yang dapat mencetuskan asma dan atopi dalam keluarga.

2.

Pemeriksaan fisik

Hasil yang didapat tergantung stadium serangan, lamanya serangan serta jenis
asmanya. Pada asma yang ringan dan sedang, tidak ditemukan kelainan fisik di luar
serangan. Kadang-kadang dapat ditemukan penyakit lain sebagai penyakit penyerta
berupa otitis media, konjungtivitis, rinitis, polip hidung, sinusitis atau hiperplasia tonsil.
Pada inspeksi terlihat pernafasan yang cepat dan sukar, disertai batuk-batuk
paroksismal, dan ekspirium memanjang. Saat inspirasi terlihat retraksi daerah supra
klavikular, suprasternal, epigastrium, dan sela iga. Pada asma kronik, terlihat bentuk
toraks emfisematus, bongkok ke depan, sela iga melebar, dan diameter anteroposterior
toraks bertambah. Saat serangan berat terlihat tanda-tanda kegelisahan sampai penurunan
kesadaran, kesukaran berbicara, takikardi, penggunaan otot bantu nafas, sianosis,
hiperinflasi, dan pulsus paradoksus. Pada perkusi terdengar hipersonor di seluruh toraks,
terutama bagian bawah posterior. Daerah pekak jantung dan hati mengecil.
Pada auskultasi, awalnya terdengar bunyi nafas kasar/mengeras. Bila penyakit makin
berat, mengi dapat terdengar baik saat ekspirasi maupun inspirasi. Dalam keadaan
normal, fase ekspirasi 1/3-1/2 dari fase inspirasi. Saat serangan, fase ekspirasi
memanjang. Terdengar juga ronki kering dan ronki basah serta suara lendir bila banyak
sekresi bronkus.
Tanda-tanda yang berhubungan dengan tingkat obstruksi jalan nafas pada saat
pemeriksaan umumnya sangat tergantung pada kemampuan pengamat. Hal yang lebih
baik adalah mencari tanda-tanda yang berhubungan dengan hiperinflasi dada, seperti
hiperresonansi, retraksi subkostal, tarikan trakea dan tegangnya otot-otot skalenus.
3.

Uji faal paru


Uji faal paru yang paling sederhana adalah pemeriksaan arus puncak ekspirasi (APE)
dengan alat Mini Wright Peak Flow Meter. Pemeriksaan ini memiliki arti bila dilakukan
secara serial. Variabilitas nilai APE sebesar 20% atau lebih antara pagi dan sore
merupakan diagnostik asma. Pemeriksaan paru yang lebih akurat adalah dengan
spirometri, yaitu menentukan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1/Volume
Ekspirasi Paksa detik pertama) dan rasio VEP1 terhadap kapasitas vital paksa (KVP).
Reversibilitas asma dapat dilihat dengan pengukuran faal paru (APE atau VEP1) sebelum
dan sesudah pemberian bronkodilator, misalnya inhalasi agonis -2. Peningkatan APE
atau VEP1 sebesar 15% atau lebih sesudah inhalasi bronkodilator menunjukkan adanya
reversibilitas penyakit.
6

4.

Pemeriksaan laboratorium
Pada penderita asma sering ditemukan eosinofilia. Uji kulit dengan alergen
merupakan pemeriksaan diagnostik pada asma alergi. Pemeriksaan IgE spesifik dalam
serum juga berguna dalam diagnostik asma alergi.

5.

Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan foto toraks tidak begitu penting untuk diagnosis asma. Pemeriksaan ini
berguna untuk menyingkirkan penyakit lain yang mempunyai gejala mirip asma atau
untuk melihat komplikasi penyakit seperti atelektasis, pneumotoraks, pneumonia, dan
fraktur iga.

6.

Uji provokasi bronkus


Pemeriksaan

ini

dilakukan

untuk

memperlihatkan

dan

mengukur

derajat

hipereaktivitas bronkus yang terdapat pada penderita asma. Selain itu juga dilakukan bila
ada kecurigaan asma namun tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan fisik dan faal
paru. Uji provokasi ini dapat dilakukan dengan beban kerja, hiperventilasi isokapnik,
udara dingin, maupun dengan inhalasi spesifik atau nonspesifik.
7.

Analisa gas darah


Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada asma yang berat.

VII. Diagnosis Banding

Bronkitis kronis

Emfisema paru

Gagal jantung kiri akut (asma kardial)

VIII. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan asma:(10)

Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma

Mencegah eksaserbasi / serangan akut

Meningkatkan fungsi paru mendekati normal dan mempertahankan keadaan


tersebut

Mengupayakan tercapainya tingkat aktivitas normal termasuk exercise

Menghindari efek samping karena obat

Mencegah terjadinya aliran udara yang irreversibel


7

Mencegah kematian karena asma

Pada prinsipnya obat anti asma untuk mengontrol penyakit terdiri dari pengobatan
pencegahan yang bersifat jangka panjang terutama antiinflamasi, serta pengobatan yang
bersifat mengatasi serangan, efeknya segera dan waktu bekerjanya singkat dikenal sebagai
bronkodilator.
Pengobatan asma jangka panjang didasarkan pada beratnya penyakit dan modifikasi dapat
dilakukan sesuai kondisi. Beberapa hal perlu diperhatikan yaitu:
1. Untuk mencapai kondisi terkontrol, pengobatan dapat dimulai dari level maksimal sesuai
berat penyakit, dan bila tercapai kondisi terkontrol diturunkan secara bertahap. Atau
sebaliknya dimulai dengan pengobatan sesuai berat penyakit dan dinaikkan bila
dibutuhkan.
2. Naikkan level pengobatan, bila tidak tercapai kondisi terkontrol atau keadaan asma
menetap atau tidak ada perbaikan.
3. Turunkan level pengobatan bila tercapai kondisi terkontrol yang stabil paling tidak 3
bulan, secara bertahap diturunkan sampai tercapai pengobatan level serendah mungkin
yang menghasilkan kondisi terkontrol seoptimal mungkin.
4. Setelah asma terkontrol tetap evaluasi pengobatan berkala (3-6 bulan sekali)
5. Pada kasus asma berat dengan penyakit penyerta atau dengan komplikasi maka
selayaknya dirujuk kepada ahli paru.
Pengobatan yang tepat sesuai berat penyakit disusun pula oleh NHLBI, GINA dan
WHO dengan maksud tercapainya pengamanan yang adekuat , hal ini berdasarkan data yang
menunjukkan kekerapan serangan atau eksaserbasi asma yang membutuhkan perawatan
rumah sakit atau pertolongan gawat darurat, walaupun telah terjadi perkembangan dalam
pengetahuan patogenesis, diagnosis dan berbagai jenis pengobatan asma.
Berikut ini telah disusun tuntunan (guideline) pengobatan yang relatif dipakai diseluruh
negara menurut NHLBI, GINA dan WHO 1998:

Berat Penyakit

Pencegahan jangka panjang


8

Pengobatan mengatasi
serangan

Asma Persisten
berat

Asma Persisten
Sedang

Asma persisten
Ringan

Asma
Intermitten

Pengobatan setiap hari


Inhalasi steroid
MDI+spacer >1mg/hr atau
Steroid nebulasi>1mg, 2x/hr
Bila perlu steroid oral, dosis
kecil, selang sehari,pagi hari
Pengobatan setiap hari
Inhalasi steroid
MDI+spacer 400-800mcg/hr
atao Steroid nebulisasi <1mg/hr

Pengobatan setiap hari


Inhalasi steroid
MDI+spacer 200-400mcg/hr
Kromoglikat (gunakan
MDI+spacer atau secara
nebulisasi
Tidak dibutuhkan

Inhalasi bronkodilator
kerja singkat
Agonis beta-2 atau
ipratropium bromida atao
oral agonis beta-2 3-4x/hr
Inhalasi bronkodilator
kerja singkat
Agonis beta-2 atau
ipratropium bromida
Agonis beta-2 atau
ipratropium bromida oral
agonis beta-2, 3-4x/hr
Inhalasi bronkodilator
kerja singkat
Agonis beta-2 atau
ipratropium bromida
Agonis beta-2 atau
ipratropium bromida oral
agonis beta-2, 3-4x/hr
Inhalasi bronkodilator
kerja singkat.
Agonis B2 atau
ipratropium bromid bila
dibutuhkan.

Dirasakan tuntunan pengobatan tersebut tidak sepenuhnya dapat dilakukan di


Indonesia, mengingat bervariasinya tingkat kemampuan penderita, baik kemampuan
pengetahuan/ pendidikan maupun kemampuan ekonomi, serta kemampuan pemberi jasa
dalam hal ini fasilitas layanan kesehatan Maka dipikirkan modifikasi dari tuntunan tersebut
dengan mengindahkan kondisi di Indonesia.
Terjadinya eksaserbasi pada asma disebabkan oleh faktor pencetus yang bervariasi
dari satu penderita dengan penderita lainnya, dengan kata lain faktor pencetus bersifat
individual. Faktor pencetus dapat dibagi atas dua bagian yaitu inciter, yang dapat
mengakibatkan terjadinya bronkospasme tanpa meningkatkan hipereaktivitas bronkus (HBR),
contohnya asap rokok, bau-bauan merangsang, exercise dan inducer, yang dapat
menimbulkan inflamasi sehingga meningkatkan HBR, contohnya alergen, infeksi pernafasan,
bahan kimia.

Identifikasi faktor pencetus dapat dilakukan oleh penderita, keluarga penderita dengan
bantuan dokter. Untuk pencetus berupa alergen dapat dilakukan uji kulit (prick test).
Identifikasi pencetus mutlak dilakukan dengan tujuan untuk mencegah serangan dan
mengurangi pemakaian obat-obatan.
IX. Prognosa
Asma tidak dapat disembuhkan akan tetapi asma dapat dikontrol dan penatalaksanaan
asma bermaksud untuk memperbaiki kualitas hidup penderita seoptimal mungkin sehingga
penderita dapat hidup normal dalam menjalankan kehidupannya sehari-hari.

Penatalaksanaan serangan asma di rumah sakit


Penilaian awal

10

Serangan asma ringan

Serangan asma sedang


/berat

Serangan asma
mengancam Jiwa

Pengobatan awal :
- Oksigen untuk mencapai saturasi O290%
- Inhalasi agonis beta-2 kerja singkat ( nebulisasi ) setiap 20 menit dalam 1 jam
atau agonis beta-2 injeksi (Terbutalin 0,5 ml subkutan atau adrenalin 1/1000
0,3 ml subkutan )
- Kortikosteroid sistemik jika tidak ada respon segera dengan bronkodilator/ jika
akhir-akhir ini mendapat kortikosteroid orak, atau serangan asmanya berat

Penilaian ulang setelah 1 jam

Respon baik :
Respon baik dan stabil
dalam 60 menit.
Pemeriksaan fisis normal.
APE > 70% prediksi.
Saturasi O2 > 90% (95%
pada anak-anak ).

Respon tidak sempurna :


Resiko tinggi distress
Pem Fisis :gjl ringansedang
APE > 50% tetapi tidak <
70%
Saturasi O2 tidak
perbaikan

Respon buruk dalam 1


jam :
Resiko tinggi distress
Pem fisis : berat, gelisah
dan kesadaran menurun
APE < 30%
PaCO2 > 45mmHg
PaO2 < 60 mmHg

Pulang
Pengobatan : dilanjutkan
inhalasi agonis beta-2.
Membutuhkan
kortikosteroid oral
Edukasi penderita

Dirawat di RS
Inhalasi Agonis beta-2
anti kolinergik
Kortikosteroid sistemik
Aminofilin drip
Terapui oksigen
Pantau APE, Sat O2,
nadi, kadar teofilin

Dirawat di ICU
Inhalasi agonis beta-2
antikolinergik
Kortikosteroid IV
Pertimbangkan agonis
beta-2 injeksi SC/IM/IV
Okigen
Aminofilin Drip
Intubasi dan ventilasi
mekanik bila perlu

Perbaikan

Tidak ada
perbaikan
dalam 6-12 jam

Penatalaksanaan serangan asma di rumah


Penilaian berat serangan
11

Terapi awal
Inhalasi agonis beta-2 kerja singkat ( setiap 20 menit, 3 kali dalam 1 jam ) atau bronkodilator
oral
Respon baik
Gejala ( batuk/berdahak sesak/mengi )
membaik. Perbaikan dengan agonis
beta-2 dan bertahan selama 4 jam. APE
> 80% prediksi/nilai terbaik

Respon buruk
Gejala menetap atau
bertambah berat. APE <
60% prediksi : tambahkan
kortikosteroid oral, agonis
beta-2 diulang

- Lanjutkan agonis beta-2 inhalasi setiap 34 jam untuk 24-48 jam.


Alternatif : bronkodilator oral setiap 6-8
jam
- Steroid inhalasi diteruskan dengan dosis
tinggi ( bila sedang menggunakan steroid
inhalasi ) selama 2 mgg, kmdn kembali ke
dosis sebelumnya

Segera ke
dokter/IGD/RS

Hubungi dokter untuk instruksi


selanjutnya

12

DAFTAR PUSTAKA
1. Sundaru H, 2006.Asma Bronkial dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, Edisi
IV revisi, Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, pp 245-250
2. Price SA and Wilson LM, 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Buku 1, Edisi 4, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, pp 177-190
3. Yunus F. Konsep Mutakhir Penanganan Asma dalam: Simposium Sehari "Yang Benar
Tentang Asma". Jakarta. 27 Februari 1999
4. NHLBI/WHO Workshop Report. Global Initiative for Asthma. Global Strategy for
Asthma Management and Prevention. NHLBI 1995.
UKK Pulmonologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Nasional Asma Anak. 2004.

UNIVERSITAS ANDALAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
KEPANITERAAN KLINIK ROTASI TAHAP II
13

STATUS PASIEN
1. Identitas Pasien
a. Nama/Kelamin/Umur
: Arlan/Laki-laki/49 tahun
b. Pekerjaan/pendidikan
: Wiraswasta/Tamat SMA
c. Alamat
: Alai, Padang
2. Latar Belakang sosial-ekonomi-demografi-lingkungan keluarga
a. Status Perkawinan
: Menikah
b. Jumlah Saudara
: 3 orang anak
c. Status Ekonomi Keluarga : cukup, penghasilan Rp. 2.000.000,-/bulan
d. KB
: Tidak ada
e. Kondisi Rumah
:
- Rumah semipermanen, perkarangan cukup luas, luas bangunan 100m2
- Ventilasi dan sirkulasi udara baik
- Listrik ada
- Sumber air : sumur
- Kamar mandi/WC ada 1 buah, di dalam rumah
- Sampah dibuang ke TPA
Kesan : hygiene dan sanitasi cukup baik
f. Kondisi Lingkungan Keluarga
- Pasien tinggal bersama suami dan anaknya yang paling kecil.
- Tinggal di lingkungan perkotaan yang cukup padat penduduknya.
3. Aspek Psikologis di keluarga
- Hubungan dengan keluarga baik
- Faktor stress dalam keluarga tidak ada

4. Riwayat Penyakit dahulu / Penyakit Keluarga


- Riwayat menderita penyakit yang sama sejak berusia 11 tahun (Kelas 6 SD)
-

tetapi tidak terlalu menggangu aktivitas harian


Kakak pasien menderita penyakit yang sama dengan pasien

5. Riwayat Penyakit Sekarang


Sesak nafas meningkat sejak 2 hari yang lalu, berbunyi menciut. sesak nafas
dipengaruhi oleh emosi dan cuaca. Kadang-kadang mempengaruhi aktivitas

pasien.
Sesak napas tidak dirasakan setiap hari. Sesak napas terutama pada malam
hari.. Dalam waktu sebulan ini lebih dari 2x pasien merasakan sesak napas

pada malam hari.


Riwayat demam tidak ada
Batuk ada sejak 1 minggu yang lalu, berdahak dan berwarna putih kental.
Riwayat nyeri dada tidak ada
Riwayat sering berkeringat pada malam hari tidak ada
14

Riwayat alergi kulit, kulit merah dan eksim (-)


Riwayat sering pilek, flu yang dipengaruhi cuaca dingin , disertai bersin-bersin

lebih dari 5x
Pasien tidak merokok

6. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan Umum
Kesadaran
Nadi
Nafas
TD
Suhu
BB
TB

: sedang
: CMC
: 90 x/ menit
: 26 x/menit
: 120/80 mmHg
: 36,7 0C
: 65 kg
: 162 cm

Status Internus
Mata
: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Kulit
: Turgor kulit normal
Dada

Paru
Inspeksi

: gerakan dinding dada simetris kiri = kanan saat statis dan dinamis

Palpasi

: fremitus kiri = kanan

Perkusi

: sonor

Auskultasi : ekspirasi memanjang, wheezing (+/+), ronkhi (-/-)


Jantung
Inspeksi

: iktus tidak terlihat

Palpasi

: iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi

: Kiri : 1 jari medial LMCS RIC V


Kanan : LSD
Atas : RIC II

Auskultasi : bunyi jantung murni, irama teratur, bising (-)


Abdomen
Inspeksi : Perut tidak tampak membuncit
Palpasi
: Nyeri tekan (-). Nyeri lepas (-), Hati dan lien tidak teraba,
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+) N
Punggung
Inspeksi

: gerakan dinding punggung simetris kiri = kanan


15

Palpasi

: fremitus kiri = kanan

Perkusi

: sonor

Auskultasi : ekspirasi memanjang, wheezing (+/+), ronkhi (-/-)


Anggota gerak : reflex fisiologis +/+, reflex patologis -/-, Oedem tungkai -/7. Laboratorium Anjuran : darah rutin
8. Pemeriksaan Anjuran : spirometri, APE pagi dan malam
9. Diagnosis Kerja
Asma Bronkial Persisten Ringan
10. Diagnosis Banding : Asma Bronkial Persisten Sedang
11. Manajemen
a. Preventif :
- Hindari faktor pencetus, seperti cuaca dingin (dengan memakai pakaian yang
-

tebal) dan stress.


Meningkatkan daya tahan tubuh sehingga tidak mudah terserang flu dengan

cara makan makanan yang bergizi secara teratur dan cukup istirahat.
Mencuci sarung bantal, sprei 1 minggu sekali. Di anjurkan untuk memakai
kasur busa. Jika tetap memakai kasur kapuk, di bungkus dengan plastik dan di

rekatkan dengan selotip seperti membungkus kado.


- Membersihkan lantai dengan lap basah satu kali sehari
- Tidak merokok dan hindari berdekatan dengan orang yang sedang merokok
b. Promotif :
- Edukasi kepada pasien tentang tatacara menghindari faktor pencetus
- Edukasi kepada pasien tentang penyakit dan penatalaksanaan penyakit apabila
dalam serangan.
c. Kuratif
:
-

Salbutamol tablet 2 mg (3 x 1 tab/hari)

Ambroxol tab 30mg (3 x 1 tab/hari)

Vitamin C tab (3 x 1 tab/hari)

d. Rehabilitatif :
- Jika serangan asma semakin bertambah berat, maka segera konsulkan ke
puskesmas atau RS terdekat.

16

Dinas Kesehatan Kodya Padang


Puskesmas Alai
Dokter

: Ira Camelia Fitri

Tanggal

: 7 Januari 2011

R/ Salbutamol

tab 2 mg

No. X

S 3 dd tab I

R/ Ambroxol tab 30 mg

No. X

S 3 dd tab I
R/ Vitamin C tab

No. X

S 3 dd tab I

Pro

: Arlan

Umur : 49 tahun
Alamat

: Alai, Padang.

17

Anda mungkin juga menyukai