Kesehatan
KIS
CEO Message
Pengarah
Fachmi Idris
Penanggung Jawab
Purnawarman Basundoro
Pimpinan Umum
Ikhsan
Pimpinan Redaksi
Irfan Humaidi
Sekretaris
Rini Rachmitasari
Sekretariat
Ni Kadek M. Devi
Eko Yulianto
Paramitha Suciani
Redaktur
Diah Ismawardani
Elsa Novelia
Chandra Nurcahyo
Yuliasman
Juliana Ramdhani
Budi Setiawan
Dwi Surini
Tati Haryati Denawati
Distribusi dan Percetakan
Basuki
Anton Tri Wibowo
SURAT PEMBACA
email : redaksi@bpjs-kesehatan.go.id
Fax : (021)
4212940
INFO BPJS
Kesehatan
EDISI XI TAHUN 2014
Budaya Belajar
Redaksi
Berdasarkan data Badan Pusat Satitistik (BPS) tahun 2013, hanya 20%
dari seluruh populasi penduduk Indonesia yang gemar membaca, sisanya
hampir 80% lebih memilih menonton televisi atau mendengarkan radio.
Angka ini dipertegas oleh hasil survei yang dilakukan UNESCO tahun
2012 yang menunjukkan fakta bahwa indeks minat baca masyarakat
Indonesia merupakan yang paling rendah di ASEAN, yaitu barumencapai
angka 0,0001. Artinya, dalam setiap 1.000 orang Indonesia, hanya ada satu
yang mempunyai minat baca. Bandingkan dengan Amerika yang 0,45 atau
Singapura yang indeksnya sudah menacapai 0,55.
Selain itu berdasarkan rasio penduduk, idealnya satu surat kabar dibaca
oleh 10 orang (1:10). Namun faktanya berdasarkan survei yang dilakukan
terhadap 39 negara di dunia, diketahui bahwa rasio antara konsumsi satu
surat kabar dengan jumlah pembaca di Indonesia adalah berada di urutan
ke-38. Hal ini terjadi karena satu sura tkaba rdi Indonesiadi konsumsi oleh
45 orang (1:45). Angka ini jauh tertinggal dengan negara tetangga Filipina
1:30, atau bahkan dengan negara Srilangka yang tergolong belum maju
dengan angka 1:38.
Kondisi ini tentu begitu memprihatinkan bagi kita semua. Nyata sekali
bahwa minat baca sebagai modal awal sikap belajar, sangat rendah di
masyarakat kita. Selama budaya baca belum menjadi kebiasaan seharihari, maka dengan sendirinya budaya belajar sebagai cara meningkatkan
kualitas masing-masing pribadi hanya menjadi sebatas mimpi. Namun
keyakinan untuk menjadi lebih baik atau bahkan yang terbaik, pasti dapat
kita wujudkan dengan terus belajar, bekerja dan berusaha untuk membawa
Indonesia menuju masa depan baru yang jauh lebih cerah. Meskipun
pepatah mengatakan rumput selalu lebih hijau di sisi lain bukit, namun kita
harus yakin bahwa matahari tidak berdiri di satu sisi melainkan berputar
berkeliling bersama bumi. Pasti ada jalan sepanjanng kita mau menemukan.
Pilihannya hanya lah, apakah kita akan menerima angka-angka di atas
sebagai given atau kah kita akan berjuang terus belajar dan memperbaiki
diri. Kata BELAJAR memang terkesan membosankan, namun
sesungguhnya dalam aktifitas belajar, baik sebagai pribadi maupun dalam
kaitannya sebagai makhluk sosial yang berinteraksi dengan orang lain (guru,
manusia lain, lingkungan), kita sedang mendewasakan jasmani dan rohani
dengan memperkaya khasanah keilmuan dan kejiwaan sehingga mature dan
siap berinteraksi dengan alam semesta dan seluruh lingkungannya.
DAFTAR ISI
BINCANG
Fokus - KIS Tidak Tumpang Tindih
dengan Kartu BPJS Kesehatan
10
11
F kus
Saat ini diakui Nila ibarat masa transisi, namun selalu ada
orang yang sakit dan membutuhkan pencegahan penyakit,
maupun pelayanan.
Menurutnya sistem ini
akan dirapikan secara
bertahap.
Berdasarkan data yang
dimilikinya, setidaknya
ada 432 ribu dari 1,7 juta
kelompok penyandang
masalah kesejahteraan
sosial (PMKS) yang
berhasil divalidasi untuk
mendapatkan KIS.
Perlakuan yang sama
lewat KIS juga diberikan
kepada bayi yang baru
lahir."Ini bukan mendaftar
tapi penerima KIS akan
divalidasi terlebih dahulu
oleh tim khusus untuk
kemudian diberikan
kartu," ujar Nila.
fokus
edisi 9
11Tahun
Tahun2014
2014
F kus
BINCANG
Ketua DJSN
Chazali H Situmorang
Soal, masih adanya kasus dalam memberikan pelayanan
kesehatan, sampai kapan pun pasti ada, hambatan
namun BPJS Kesehatan, berupaya menyelesaikannya.
Dalam memberikan pelayanan, apalagi terhadap 129,3 juta
peserta, pasti ada kasus yang muncul. Kami ingin terus
menyempurnakan dan memperbaiki. Mudah-mudahan
tidak sampai dua tahun keluhan tidak banyak lagi.
Bagaimana dengan adanya ide untuk menyatukan
antara BPJS Kesehatan dengan BPJS Ketenagakerjaan
?
Ya itu masih sebatas wacana. Saat itu, ada usulan agar
Presiden Jokowi menyatukan BPJS yang saat ini terpecah
menjadi dua, yaitu BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan
serta mengangkat posisi Kepala BPJS sebagai menteri.
Menurut pencetusnya, peran BPJS yang disatukan akan
sangat strategis karena menyangkut nasib rakyat kecil
termasuk buruh, apalagi Jokowi identik sebagai pembela
rakyat kecil.
Semua yang menyangkut soal pelayanan kesehatan
harus disatukan dalam BPJS termasuk Jasa Raharja yang
selama ini juga menyantuni korban kecelakaan, karena
pada ujungnya juga bersinggungan dengan pelayanan
kesehatan. Itu, cuma sebatas usulan. Yang dibutuhkan
rakyat, memperoleh fasilitas kesehatan yang murah dan
mudah.
BENEFIT
Pelayanan kesehatan di FKTP yang termasuk nonspesialistik meliputi administrasi pelayanan; pelayanan
promotif dan preventif; pemeriksanaan, pengobatan,
dan konsultasi medis; tindakan medis non-spesialistik,
baik operatif maupun non-operatif; pelayanan obat dan
bahan medis habis pakai; transfusi darah sesuai dengan
kebutuhan medis, pemeriksaan penunjang diagnostik
laboratorium tingkat pratama; dan rawat inap tingkat
pertama sesuai dengan indikasi medis.
1. Kejang Demam
2. Tetanus
3. HIV AIDS tanpa komplikasi
4. Tension headache
5. Migren
6. Bells Palsy
7. Vertigo (Benign paroxysmal positional Vertigo)
8. Gangguan somatoform
9. Insomnia
10. Benda asing di konjungtiva
11. Konjungtivitis
12. Perdarahan subkonjungtiva
13. Mata kering
14. Blefaritis
15. Hordeolum
16. Trikiasis
17. Episkleritis
18. Hipermetropia ringan
19. Miopia ringan
20. Astigmatism ringan
21. Presbiopia
22. Buta senja
23. Otitis eksterna
24. Otitis Media Akut
25. Serumen prop
26. Mabuk perjalanan
27. Furunkel pada hidung
28. Rhinitis akut
29. Rhinitis vasomotor
30. Rhinitis vasomotor
31. Benda asing
32. Epistaksis
33. Influenza
34. Pertusis
35. Faringitis
36. Tonsilitis
37. Laringitis
38. Asma bronchiale
39. Bronchitis akut
40. Pneumonia, bronkopneumonia
41. Tuberkulosis paru tanpa komplikasi
42. Hipertensi esensial
43. Kandidiasis mulut
44. Ulcus mulut (aptosa, herpes)
45. Parotitis
46. Infeksi pada umbilikus
47. Gastritis
48. Gastroenteritis (termasuk kolera, giardiasis)
49. Refluks gastroesofagus
50. Demam tifoid
51. Intoleransi makanan
52. Alergi makanan
53. Keracunan makanan
54. Penyakit cacing tambang
55. Strongiloidiasis
56. Askariasis
57. Skistosomiasis
58. Taeniasis
59. Hepatitis A
60. Disentri basiler, disentri amuba
61. Hemoroid grade
62. Infeksi saluran kemih
63. Gonore
64. Pielonefritis tanpa komplikasi
65. Fimosis
66. Parafimosis
67. Sindroma duh (discharge) genital (Gonore dan
non gonore)
68. Infeksi saluran kemih bagian bawah
69. Vulvitis
70. Vaginitis
71. Vaginosis bakterialis
72. Salphingitis
PELANGGAN
TESTIMONI
Sutarsih
42 Tahun
Meskipun tidak pernah sakit, namun Apri sangat
memahami soal pelayanan jaminan kesehatan nasional,
saat adik dan kakaknya harus menjalani perawatan di
rumah sakit. Adiknya, Mugi, sekitar dua bulan lalu dirawat
di Rumah Sakit Tegalrejo, Semarang, Jawa Tengah.
Awalnya, sih seperti agak sulit mengurus administrasinya,
tetapi ternyata bagus kok, ujarnya.
Mugi yang masih kuliah di Politeknik Universitas Negeri
Semarang, divonis mengidap Hepatitis B, sehingga harus
menjalani rawat inap. Tetapi saat itu, tidak ada kamar,
kami sudah panik saja. Lalu, keluarga minta di kelas yang
ada, saat itu adanya kelas 1 plus, risikonya harus tambah
biaya karena kelasnya naik. Adik saya terdaftar BPJS
Kesehatan di kelas 2, kata Apri.
Beruntung, saat itu hanya sehari saja, karena hari
berikutnya sudah tersedia ruang rawat inap kelas 2.
Setelah tiga hari dirawat diizinkan pulang dan diteruskan
dengan rawat jalan. Biaya selama tiga hari itu sekitar Rp6
juta, tetapi karena sudah menjadi peserta BPJS Kesehatan
sehingga tidak perlu membayar tambahan apa pun,
kecuali tambahan biaya kamar sebesar Rp500.000 karena
menggunakan kelas perawatan yang lebih tinggi.
Kebetulan adik saya sudah menjadi peserta BPJS
Kesehatan. Setelah sebulan menjadi peserta, eh jatuh
sakit. Ya disitulah, kita harus siap-siap punya jaminan
kesehatan. Ibaratnya sedia payung sebelum hujan, kata
Apri.
Sementara kakaknya, Tatinah, juga pernah memanfaatkan
kartu BPJS Kesehatan di RS Bedah Artawinangun,
Purwokerto, Jawa Tengah. Tatinah menjadi peserta kelas
3 BPJS Kesehatan. Menurut Apri, kakaknya mendapat
pelayanan yang baik, meskipun peserta kelas 3 dengan
iuran sebesar Rp25.500 setiap bulan.
Begitu juga dengan ibunya, Ny Tarwen, 68, yang menjadi
peserta kelas 3 BPJS Kesehatan, setiap bulan rutin ke
Puskesmas untuk memeriksakan kesehatan. Baguslah,
ada BPJS Kesehatan. Tapi kita harus rajin membayar. Itu
sama saja seperti menyisihkan sedikit uang jajan, tetapi
jaminan kesehatan ini sangat penting untuk menjaga kita,
kata ayah dua anak ini.
SEHAT
Memprihatinkan, Jumlah
Anak Terkena Diabetes
Meningkat Tajam
TIPS !
10
Q&A
b. Bank BNI :
Penerima KIS juga diprioritaskan untuk masyarakat prasejahtera yang belum tercover dalam Penerima Bantuan
Iuran (PBI) dari program JKN. Diperkirakan ada 4,5 juta
11