Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia telah dikenal sebagai salah satu negara penghasil gaharu di dunia,
karena mempunyai lebih dari 25 jenis pohon penghasil gaharu yang tersebar di
Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua. Gaharu
merupakan komoditi elit Hasil Hutan Bukan Kayu yang saat ini banyak di minati oleh
konsumen, baik dalam negeri maupun luar negeri. Pohon Penghasil Gaharu
(Aquilaria spp.) adalah spesies asli Indonesia. Beberapa spesies gaharu komersial
yang sudah mulai dibudidayakan yaitu Aquilaria malaccensis, A. microcarpa, A.
beccariana, A. hirta, A. filaria, dan Gyrinops verstegii, serta A. crassna asal Kamboja
(Soehartono, 2001).
Indonesia merupakan negara produsen gaharu terbesar di dunia, hingga akhir
tahun 1990 mampu menghasilkan lebih dari 600 ton per tahun, sejak tahun 2000
produksi terus menurun dan dengan kuota sekitar 300 ton/th hanya mampu terpenuhi
antara 10 - 15 %, bahkan sejak tahun 2004 dengan kuota 50 150 ton/th, tidak
tercatat adanya data ekspor gaharu dari Indonesia. Berkembangnya nilai guna gaharu,
mendorong minat negara-negara industri untuk memperoleh gaharu dengan harga jual
yang semakin meningkat (Sumarna, 2012). Nilai jual yang tinggi dari gaharu ini
mendorong masyarakat untuk memanfaatkannya gaharu tidak hanya dalam bentuk.
Pada awal tahun 2001, di Kalimantan Timur tepatnya di Pujangan (Kayan) harga
gaharu dapat mencapai Rp. 600.000,- per kilogram. Kontribusi gaharu terhadap
pendapatan devisa juga menunjukkan grafik yang terus meningkat (Departemen
Kehutanan).
Gaharu merupakan substansi aromatic berupa gumpalan yang terdapat diantara
sel-sel kayu dengan berbagai bentuk dan warna yang khas serta memiliki kandungan
kadar damar wangi, berasal dari pohon atau bagian pohon penghasil gaharu yang

tumbuh secara alami dan telah mati sebagai akibat dari proses infeksi yang terjadi
baik secara alami maupun buatan (Yusa, 2013).
Gaharu dimanfaatkan antara lain untuk pengharum tubuh, ruangan, bahkan
kosmetik dan obat-obatan sederhana. Gaharu diperdagangkan dalam berbagai bentuk,
yaitu berupa bongkahan, chips dan serbuk. Demikian pula warnanya, bervariasi mulai
dari mendekati putih sampai coklat tua atau mendekati kehitaman, tergantung kadar
damar wangi yang dikandungnya dan dengan sendirinya akan semakin wangi atau
kuat aroma yang yang ditimbulkannya (Departemen Kehutanan).
Selain dijual dalam bentuk mentah, gaharu memiliki nilai jual yang lebih tinggi
jika diolah menjadi berbagai produk salah satunya yaitu dengan penyulingan gaharu.
Hasil dari penyulingan gaharu berupa minyak atsiri dan hydrosol yang tentunya
memiliki nilai yang lebih berkualitas. Saat ini masih berjalan penelitian-penelitian
tentang metode terbaik dalam menghasilkan minyak atsiri yang berkualitas, dan
ekonomis.
Minyak atsiri yang dihasilkan merupakan bahan baku yang sangat mahal dan
terkenal untuk industri kosmetika seperti parfum, sabun, lotions, pembersih muka,
serta obat-obatan seperti obat hepatitis, liver, anti alergi, batuk, penenang sakit perut,
rheumatik, malaria,TBC, kanker, asthma,tonikum, dan aroma therapy (Charles,
2009). Cairan ekstrak hasil penyulingan gaharu ini mencapai nilai jual lebih dari USD
30.000 atau Rp. 300.000.000,-/liter tahun 2010 namun data terbaru 2011 sudah masuk
diangka Rp400.000.000,-/liter. Sementara harga per batang pohonnya bisa mencapai
ribu-an dollar per kilo nya (Standar Nasional Indonesia, 1999).
1.2 Rumusan Masalah
Pemanfaatan gaharu didunia khususnya di Indonesia masih terfokus pada ekspor
kayu. Dalam beberapa tahun berbagai cara telah ditemui untuk menghasilkan minyak
kayu gaharu terutamanya dalam proses penyulingan. Di Indonesia pengolahan gaharu
dalam ekstraksi minyak atsiri hanya pada tahap usaha kecil menegah dengan metode
destilasi yang masih tradisional. Hydro distillation yang pengusaha kecil gaharu

lakukan membutuhkan waktu yang lebih panjang dan kurang efisien. Padahal Gaharu
atau lebih dikenali sebagai Aquilira adalah antara kayu yang paling bernilai di dunia
dengan permintaan dan harga yang tinggi. Penggunaan gaharu secara meluas dalam
bidang perobatan, pengahasilan minyak wangi dan sebagainya menjadikan gaharu
sebagai benda yang paling berharga di dunia. Metode isolasi gaharu perlu
dikembangkan dengan teknik yang lebih modern dan efisien.
Penggunaan Gelombang mikro dalam isolasi minyak atsiri mulai banyak
dikembangkan. Menurut penelitian Lucchesi, microwave dapat mengurangi konsumsi
energy dan waktu dalam menghasilkan minyak atsiri dengan kualitas yang bagus.
Jadi dalam penelitian ini akan menggunakan gabungan dari hidrodestilasi dan
gelombang mikro sebagai sumber panas untuk melihat bagaimana hasil penyulingan
gaharu yang didapatkan.
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui hasil penyulingan gaharu meggunakan metode destilasi
gelombang mikro
2. Untuk Mengetahui variabel suhu dalam penyulingan gaharu
1.4 Manfaat Penelitian
1. Menentukan metode yang baik dalam penyulingan gaharu
2. Dapat mengidentifikasi minyak atsiri yang dihasilkan

BAB II

Tinjauan Pustaka
2.1.

Gaharu

Gambar 2.1. Pohon Penghasil Gaharu (Tridiati, 2010)


Gaharu dalam perdagangan internasional biasa dikenal dengan

nama

agarwood, eaglewood, aloeswood, oudh, jinkoh dan beberapa nama lainnya.


Kayu ini merupakan kayu termahal di dunia karena harganya dapat mencapai
lebih dari US$ 10,000 per kilogram (Anonim, 2007). Gaharu adalah bagian kayu
yang mengandung resin sebagai akibat gangguan fisis pada jaringan kayu yang
diikuti dengan infeksi oleh mikroba pada jenis tertentu terutama dari genus
Aquilaria dan Gyrinops, famili Thymeleaceae (Sidiyasa dan Suharti, 1998;
Anonim, 1999-b).

Kehadiran resin pada kayu ini secara umum menentukan

kualitas kayu tersebut, makin tinggi kandungan resin makin tinggi kualitas dan
harga kayu gaharu. Kayu gaharu yang memiliki kualitas terbaik biasa dikenal
dengan kelas double super atau super, sedangkan kualitas terendah biasa
dikenal dengan istilah TGC atau kemedangan.
Gaharu merupakan substansi aromatic berupa gumpalan yang terdapat
diantara sel-sel kayu dengan berbagai bentuk dan warna yang khas serta memiliki
kandungan kadar damar wangi, berasal dari pohon atau bagian pohon penghasil
gaharu yang tumbuh secara alami dan telah mati sebagai akibat dari proses infeksi
yang terjadi baik secara alami maupun buatan.

Gaharu mengandung essens yang disebuat sebagai minyak essens (essential


oil) yang dapat dibuat dengan ekstraksi atau penyulingan dari gubal gaharu.
Essens gaharu ini digunakan sebagai bahan pengikat (fixative) dari berbagai jenis
parfum, kosmetika, dan obat-obatan herbal. Selain itu, serbuk abu dari gaharu
digunakan sebagai bahan pembuat dupa/hio dan bubuk aroma therapy.
Daun pohon gaharu bisa dibuat menjadi teh daun pohon gaharu yang
membantu kebugaran tubuh. Senyawa aktif Agarospirol yang terkandung dalam
daun pohon gaharu dapat menekan sistem syaraf pusat sehingga menimbulkan
efek menenangkan, teh daun gaharu juga ampuh untuk obat anti mabuk.
Perkembangan teknologi kedokteran telah membuktikan secara klinis bahwa
gaharu dapat dimanfaatkan sebagai obat anti asmatik, mikroba, stimulant kerja
saraf dan pencernaan. Di beberapa negara seperti di Eropa, Cina dan India, gaharu
digunakan sebagai obat kanker, diare, ginjal, tumor dan lainnya.
Ampas dari sulingan minyak dari marga Aquilaria di Jepang dimanfaatkan
sebagai kamfer anti ngengat dan juga mengharumkan isi lemari. Tidak hanya itu
air limbah dari hasil penyulingan gaharu dapat dimanfaatkan untuk perawatan
wajah dan kulit.
2.2.
Komposisi Minyak Atsiri
Penyulingan gaharu dilakukan untuk mendapatkan minyak atsiri yang
terkandung dalam bagian pohon yang disebut gubal. Minyak atsiri atau minyak
eteris (essential oil, volatil oil, etherial oil) adalah minyak mudah menguap yang
diperoleh dari tanaman dan merupakan campuran dari senyawa senyawa volatil
yang dapat diperoleh dengan distilasi, pengepresan ataupun ekstraksi. Minyak
atsiri mempunyai sifat fisik dan kimia yang sangat berbeda dengan minyak
pangan (Ketaren, 1987; Boelens, 1997; Baser, 1999). Penghasil minyak atsiri
berasal dari berbagai spesies tanaman yang sangat luas dan digunakan karena
bernilai sebagai citarasa dalam makanan dan minuman serta parfum dalam produk
industri, obat-obatan dan kosmetik. Minyak atsiri tanaman diperoleh dari tanaman
beraroma yang tersebar diseluruh dunia (Simon, 1990).

Minyak atsiri terbentuk dari senyawa hidrokarbon yang dikasifikasikan atas


alcohol, aldehid, ester, terpen, fenol, keton dan lainnya. Senyawa terpen pada
gaharu terbagi atas monoterpen dan sesquiterpen. Struktur monoterpen dari
minyak gaharu terdiri dari 10 atom C dengan 1 ikatan rangkap. Sequisetrpen
tersusun atas 15 atom karbon bersifat farmakologis sebagai anti inflamasi dan
alergi. Secara lebih spesifik minyak gaharu jenis Aquilaria Malaccensis terdiri
dari beberapa senyawa kimia yaitu berupa a-agarofuran, b-agarofuran,
agarospirol, jinkohol, jinko-eremol, kusunol, jinkohol II dan oxaagarospirol serta
senyawa cbromone. Cbromone ini menghasilkan bau yang sangat harum dari
gaharu apabila dibakar.

2(2-phenylethyl) chromone 3

Gambar 2.2 Senyawa Kimia minyak gaharu (Nurdiyana, 2008)

Berikut ini gambar tabel senyawa kimia dalam berbagai jenis Aquilaria
(Mudzil, 2009) :

Gambar 2.2 Senyawa Kimia berbagai spesies

2.3.

Destilasi /Penyulingan
Destilasi/ penyulingan adalah metode yang banyak dilakukan dalam

pemisahan maupun dalam isolasi suatu komponen dari campuran berdasarkan


tingkat volatilitas suatu senyawa. Metode ini merupakan salah satu cara dalam
menghasilkan minyak atsiri.

Campuran air dan minyak atsiri membentuk cairan dua fasa. Pada
temperature tertentu molekul-molekul cairan tersebut mempunyai energi tertentu
dan bergerak bebas secara tetap dengan kecepatan tertentu. Bila temperatur
molekul naik dengan cara dipanaskan maka tenaga gerak molekul akan
bertambah. Molekul-molekul selama bergerak akan saling bertumbukan. Di
lapisan permukaan molekul-molekul memiliki tendensi bergerak meninggalkan
permukaan cairan masuk ke ruang di atas cairan (molekul cairan berubah menjadi
molekul uap). Molekul-molekul dalam keadaan uap memiliki tenaga gerak lebih
besar dibandingkan dalam keadaan cair. Molekul-molekul uap selama bergerak
juga saling bertumbukan dan kemungkinan arah geraknya menuju kembali ke
permukaan cairan. Pada suatu saat banyaknya molekul yang lepas dari permukaan
menjadi uap dan kembali ke fasa cairnya akan sama jumlahnya (disebut
pengembunan) sehingga tercapai keseimbangan dinamik. Tekanan yang
dihasilkan oleh uap pada distilasi minyak atsiri, merupakan hasil dari benturan
secara terus menerus antara molekul uap yang bergerak cepat pada dinding
pembatas uap tersebut. Besarnya tekanan yang terjadi sama dengan jumlah
tekanan yang ditimbulkan oleh satu molekul dikalikan dengan jumlah molekul
yang membentur dinding persatuan luas dalam satuan waktu tertentu dan
tergantung pada konsentrasi molekul atau konsentrasi uapnya (Nyoman dkk,
2013).

2.4.

Destilasi air
Pada distilasi air bahan kontak langsung dengan air mendidih. Bahan tersebut

mengapung di atas air atau terendam secara sempurna tergantung dari bobot jenis
dan jumlah bahan yang disuling. Dalam proses distilasi, bahan tanaman dan air
diletakkan bersama-sama selanjutnya campuran tersebut dipanaskan. Campuran

uap dari air dan minyak atsiri kemudian dikondensasikan. Pada proses distilasi air
akan diperoleh senyawa yang larut dalam air dan bertitik didih rendah, proses
difusi uap air ke dalam bahan berlangsung dengan baik, tetapi memiliki
kelemahan yaitu terjadinya hidrolisis dan dekomposisi senyawa hasil distilasi
serta senyawa-senyawa bertitik didih tinggi tidak terekstrak dan efisiensi proses
rendah. Proses distilasi ini biasanya kontinyu dalam waktu dua sampai tiga jam
(Sonwa, 2000).
2.5.

Gelombang Mikro
Gelombang Mikro adalah alat gelombang elektromagnetik dengan frekuensi

yang tinggi. Panjang gelombangnya sekitar 1mm-1m. Microwave ini terbagi atas
2 bidang yaitu bagian magnetic dan elektrik serta perambatannyat tegak lurus satu
sama lainnya. Microwaves banyak digunakan dalam industri maupun dalam
rumah tangga. Partikel energinya disebut foton.

Akhir-akhir ini panas dari

gelombang mikro digunakan dalam isolasi dan analisis minyak atsiri (Lucchesi et
al, 2004 dan Lucchesi et al 2007).

BAB III
Metodologi Penelitian
3.1.

Bahan dan Alat


A. Bahan

1. bubuk gaharu dari pohho gaharu di Taman Hutan Raya Syarif


Khasyim, Riau
2. Akuades sebagai pelarut
3. Sodium sulfat anhidrat sebagai zat pengering
B. Alat
1. Oven Microwave modifikasi
2. Labu didih
3. Kondensor
4. Statip dan klem

Gambar 3.1. Susunan Alat Destilasi Gelombang Mikro


3.2.

Prosedur Penelitian
Sebanyak 25 gr bubuk gaharu yang telah dikecilkan ditambahkan 225
ml akuades. Dalam melakukan penelitian ini dilakukann 2 variabel yaitu
perbedaan perlakuan awal. Untuk poin A campuran gaharu dan aiar
direndam terlebih dahulu selama 3 hari. Sedangkan untuk poin B
campuran gaharu dan air atau aquades tanpa dilakukan perendaman.

Kemudian labu didih poin A dan B dilakukan destilasi menggunakan oven


microwave 800 w yang diberi lubang diatas nya selama 10 menit berturutturut. Minyak yang dihasilkan dikeringkan menggunakan Sodium Sufat
Anhidrat dan dihitung rendemen yang dihasilkan.
3.3.
Cara Analisa Hasil
Analisa hasil menggunakan kromatografi gas untuk menguji kandungan dari
minyak atsiri

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1999-a. Plant Resources of South-East Asia No. 18: Plants producing
exudates. Prosea Fondation, Bogor.
______. 1999-b. Plant Resources of South-East Asia No. 19: Essential-oil plants.
Prosea Fondation, Bogor.
______.2007.
Factual
information
about
cultivated
agarwood.
http://www.traffic.org/news/press-releases/wood. Diakses tanggal 5 April
2008.

Baser, K.H.C. 1999. Essential oil extraction from natural product by conventional
methods. TBAM-ICS/UNIDO Training Course on Quality Improvement of
Essential oil. 15 19 November 1999. Eskisehir, Turkey.
Charles, A., B. 2009. Extraction Of The Essential Oil Of Aquilaria Malaccensis
(Gaharu) Using Hydro-Distillation And Solvent Extraction Methods. Faculty
of Chemical & Natural Resources Engineering. Universitas Malaysia.
Mudzil, Abdul. 2009. The investigation of different extraction techniques to extract
gaharu oil. Universiti Teknologi Petronas, Malaysia.
Nurdiyana, 2008. Comparison Of Gaharu (Aquilaria Malaccensis) Essential Oil
Composition Between Each Country. Pahang : Faculty of Chemical & Natural
Resources Engineering.
Sidiyasa, K. dan S. Suharti. 1998. Potensi jenis pohon penghasil gaharu. Prosiding
Lokakarya Pengembangan Tanaman Gaharu. Direktorat Jenderal Rehabilitasi
Lahan dan Perhutanan Sosial. Jakarta.
Simon, J.E. 1990. Essential oil and Culinary herbs in Advances in New Crops. J.
Janick and J.E. Simon (Ed.). Timber Press, Portland, OR. http://www.tropical
seeds.com/techforum/veg herbs/ess.Oils cull herbs. 4 Maret 2004.
Sonwa, M.M. 2000. Isolation and structure elucidation of essential oil constituents
(comparativenstudy of the oils of Cyperus alopecuroides, Cyperus papyrus,
and Cyperus rotundus). Dissertation, Departement of Organik Chemistry,
Fakulty of Chemistry, University of Hamburg, Hamburg. Diakses 30 Maret
2004.
Soehartono,T. 2001. Gaharu, Kegunaan dan Pemanfaatan. Proseding Lokakarya
Pengembangan Gaharu, Mataram 4-5 September 2001. Direktorat Bina Usaha
Perhutanan Rakyat. Ditjen RLPS. Jakarta
Standar Nasional Indonesia. 1999. Gaharu. Jakarta. Diakses dari http://www.bpdas
musi.net/_userdata/BkGaharu.pdf.
Triadiati. 2010. Departemen Biologi, FMIPA, IPB. Pengenalan dan Budidaya Pohon
Penghasil.

Gaharu.http://gaharuindonesia.files.wordpress.com/2010/04/workshopgaharu-depok-compatibility-mode.pdf. 25 April 2014


Yusa.

2013.

Budidaya

Pohon

Gaharu

Dan

Prospek

Bisnisnya

http://bappeda.tasikmalayakab.go.id/index.php/statpel/140-budidaya-pohongaharu-dan-prospek-bisnisnya. diakses tanggal 19 April 2014.

Anda mungkin juga menyukai