PENDAHULUAN
Di dunia ini setiap menit seorang perempuan meninggal karena komplikasi
yang terkait dengan kehamilan dan persalinan. Dengan kata lain 1400 perempuan
meninggal setiap hari atau lebih dari 500.000 perempuan meninggal setiap tahun
karena kehamilan dan persalinan. Di Indonesia, 2 orang ibu meninggal setiap jam
karena kehamilan, persalinan dan nifas. Begitu juga dengan kematian anak, di
Indonesia setiap 20 menit anak usia dibawah 5 tahun meninggal. Dengan kata lain
30.000 anak balita meninggal setiap tahun. Sekitar 99% dari kematian ibu dan
balita terjadi di negara miskin, terutama di Afrika dan Asia selatan. Di Indonesia
angka kematian anak balita menurun 15% dalam 15 tahun, dari 79 kematian per
1000 kelahiran hidup pada tahun1988 menjadi 46 per 1000 kelahiran hidup pada
kurun waktu 1998-2002 (Survei Demografi Kesehatan Indonesia 2002/2003).
Sebagian besar kematian perempuan disebabkan komplikasi karena kehamilan
dan persalinan, termasuk perdarahan, infeksi, aborsi tidak aman, tekanan darah
tinggi dan persalinan lama.
Preeklampsiaeklampsia merupakan kesatuan penyakit yang masih
merupakan penyebab utama kematian ibu dan penyebab kematian perinatal
tertinggi di Indonesia.
akibat preeklampsia/eklampsia di RSUP Dr. Kariadi semarang seama tahun 19961998 sebanyak 10 kasus (48%). Data ini sebanding dengan dokumen WHO (18
semptember 1989) yang menyatakan bahwa penyebab langsung kemtian
terbanyak adalah preeklampsia/eklampsia, perdarahan , infeksi dan penyebab tak
langsung adalah anemia, penyakit jantung. Sehingga diagnosis dini preeklampsia
yang merupakan pendahuluan eklampsia serta penatalaksanaannya harus
diperhatikan dengan sekasama. Disamping itu, pemeriksaan
antenatal yang
teratur dan secara rutin untuk mencari tanda preeklapmsia yaitu hipertensi dan
proteinuria sangat penting dalam usaha pencegahan, disamping pengendalian
faktor-faktor predisposisi lain.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. DEFENISI
Preeklampsia merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat terjadi
ante, intra dan postpartum. Preeklampsia ialah timbulnya hipertensi disertai
proteinuria dan/atau edema akibat dari kehamilan setelah umur kehamilan 20
minggu atau segera setelah persalinan, bahkan setelah 24 jam post partum.
Hipertensi (tekanan darah tinggi) di dalam kehamilan terbagi atas pre-eklampsia
ringan, preklampsia berat, eklampsia, serta superimposed hipertensi (ibu hamil
yang sebelum kehamilannya sudah memiliki hipertensi dan hipertensi berlanjut
selama kehamilan).
Preeklampsia pada perkembangannya dapat berkembang menjadi eklampsia,
yang ditandai dengan timbulnya kejang atau konvulsi. Eklampsia dapat
menyebabkan terjadinya DIC (Disseminated intravascular coagulation) yang
menyebabkan jejas iskemi pada berbagai organ, sehingga eklampsia dapat
berakibat fatal.
Preeklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan
timbulnya tekanan darah sistolik > 160 mmHg dan tekanan darah diastolik > 110
mmHg atau lebih disertai proteinuria dan/atau edema pada kehamilan 20 minggu
atau lebih.
2.2. FAKTOR RESIKO
Terdapat banyak risiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan, yang
dapat dikelompokkan dalam faktor risiko sebagai berikut:
Primigravida, primipaternitas.
Umur yang ekstrim.
Riwayat keluarga pernah preeklampsia/eklampsia.
Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil.
Obesitas.
Hiperplasentosis misalnya: hidrops fetalis, diabetes mellitus, mola
hidatidosa, kehamilan multiple, bayi besar.
2.3. ETIOLOGI
Penyebab preeklampsia sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti,
sehingga penyakit ini disebut dengan The Diseases of Theories. Beberapa faktor
yang berkaitan dengan terjadinya preeklampsia adalah :
1. Faktor Trofoblast
Semakin banyak jumlah trofoblast semakin besar kemungkina terjadinya
Preeklampsia. Ini terlihat pada kehamilan Gemeli dan Molahidatidosa. Teori ini
didukung pula dengan adanya kenyataan bahwa keadaan preeklampsia membaik
setelah plasenta lahir.
2. Faktor Imunologik
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan jarang timbul lagi
pada kehamilan berikutnya. Secara Imunologik dan diterangkan bahwa pada
kehamilan pertama pembentukan Blocking Antibodies terhadap antigen plasenta
tidak sempurna, sehingga timbul respons imun yang tidak menguntungkan
terhadap Histikompatibilitas Plasenta. Pada kehamilan berikutnya, pembentukan
Blocking Antibodies akan lebih banyak akibat respos imunitas pada kehamilan
sebelumnya, seperti respons imunisasi.
Fierlie FM (1992) mendapatkan beberapa data yang mendukung adanya
sistem imun pada penderita Preeklampsia-Eklampsia :
a)
Penurunan
antagonis,
hormon
sehingga
Progesteron
menimbulkan
menyebabkan
kenaikan
penurunan
relative
Aldosteron
Aldoteron
yang
menyebabkan retensi air dan natrium, sehingga terjadi Hipertensi dan Edema.
4. Faktor Genetik
Menurut Chesley dan Cooper (1986) bahwa Preeklampsia / eklampsia bersifat
diturunkan melalui gen resesif tunggal. Beberapa bukti yang menunjukkan peran
faktor genetik pada kejadian Preeklampsia-Eklampsia antara lain:
a). Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.
b). Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekuensi Preeklampsia-Eklampsia
pada anak-anak dari ibu yang menderita Preeklampsia-Eklampsia.
c). Kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-Eklampsia pada anak
dan cucu ibu hamil dengan riwayat Preeklampsia-Eklampsia dan bukan pada
ipar mereka.
5. Faktor Gizi
Menurut Chesley (1978) bahwa faktor nutrisi yang kurang mengandung asam
lemak essensial terutama asam Arachidonat sebagai prekursor sintesis
Prostaglandin akan menyebabkan Loss Angiotensin Refraktoriness yang
memicu terjadinya preeklampsia.
6. Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada Preeklampsia-Eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler,
sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI 2) yang pada kehamilan
normal meningkat, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian akan
diganti trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III,
sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan
tromboksan (TXA2) dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan
endotel.
2.4. PATOFISIOLOGI
Pada saat ini ada 4 hipotesa yang mendasari patofisiologi dan patogenesa
dari Preeklampsia menurut Dekker G. A., Sibai B. M., (1998) sebagai berikut:
1. Iskemia Plasenta
Saat ini belum ada pemeriksaan penyaring yang terpercaya dan efektif untuk
preeklampsia. Dulu, kadar asam urat digunakan sebagai indikator preeklampsia,
namun ternyata tidak sensitif dan spesifik sebagai alat diagnostik. Namun,
peningkatan kadar asam urat serum pada wanita yang menderita hipertensi kronik
menandakan peningkatan resiko terjadinya preeklampsia superimpose.
Pemeriksaan laboratorium dasar harus dilakukan di awal kehamilan pada
wanita dengan faktor resiko menderita preeklampsia, yang terdiri dari
pemeriksaan kadar enzim hati, hitung trombosit, kadar kreatinin serum, dan
protein total pada urin 24 jam.
Pada wanita yang telah didiagnosis preeklampsia, harus dilakukan juga
pemeriksaan kadar albumin serum, LDH, apus darah tepi, serta waktu perdarahan
dan pembekuan. Semua pemeriksaan ini harus dilakukan sesering mungkin untuk
memantau progresifitas penyakit.
2.8. DIAGNOSIS BANDING
1)
2)
3)
Hipertensi Kronis
4)
Penyakit Ginjal
5)
Edema Kehamilan
6)
Proteinuria Kehamilan
2.9. PENATALAKSANAAN
a) Penanganan umum
Jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi, sampai
tekanan diastolik diantara 90-100 mmHg.
Pasang infus RL ( Ringer Laktat )
Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload
Kateterisasi urin untuk pengeluaran volume dan proteinuria
10
Jika jumlah urin < 30 ml perjam: Infus cairan dipertahankan 1 1/8 jam,
Pantau kemungkinan edema paru.
Observasi tanda vital, refleks, dan denyut jantung janin setiap jam.
b) Antikonvulsan.
Pada kasus preeklampsia yang berat dan eklampsia, magnesium sulfat
yang diberikan secara parenteral adalah obat anti kejang yang efektif tanpa
menimbulkan depresi susunan syaraf pusat baik bagi ibu maupun janinnya. Obat
ini dapat diberikan secara intravena melalui infus kontinu atau intramuskular
dengan injeksi intermiten. Infus intravena kontinu
Berikan dosis bolus 4 6 gram MgSO4 yang diencerkan dalam 100 ml
cairan dan diberikan dalam 15-20 menit.
Mulai infus rumatan dengan dosis 2 g/jam dalam 100 ml cairan
intravena.
Ukur kadar MgSO4 pada 4-6 jam setelah pemberian dan disesuaikan
kecepatan infuse untuk mempertahankan kadar antara 4 dan 7 mEg/l (4,88,4 mg/l).
MgSO4 dihentikan 24 jam setelah bayi lahir.
Injeksi intramuskular intermiten:
Berikan 4 gram MgSO4 sebagai larutan 20% secara intravena dengan
kecepatan tidak melebihi 1 g/menit.
11
12
d) Persalinan.
Pada preeklampsia berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam. Jika
seksio sesarea akan dilakukan, perhatikan bahwa tidak terdapat koagulopati.
Anestesi yang aman/terpilih adalah anastesia umum. Jangan lakukan anastesia
lokal, sedangkan anestesia spinal berhubungan dengan hipotensi.
2.10. PROGNOSIS
Kematian ibu antara 9.8% - 25.5%, kematian bayi 42.2% -48.9%.
2.11. KOMPLIKASI
eklampsia.
Kelainan mata: Kehilangan penglihatan sementara dapat terjadi.
Perdarahan pada retina dapat ditemukan dan merupakan tanda gawat yang
3.1. Kesimpulan
13
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
http://www.scribd.com/doc/54128496/Makalah-Preeklamsia-DanEklamsia
http://www.scribd.com/doc/6502651/BAB-1-Eklampsia
http://www.scribd.com/doc/899951/laporan kasus preeklampsia nas.
Khumaira Marsha. 2012. Ilmu kebidanan. Yogyakarta: Citra Pustaka
Mochtar, MPH.Prof. Dr. Rustam. Synopsis Obstetri. Jilid I. Edisi kedua
EGC. Jakarta; 1998.
15