Anda di halaman 1dari 11

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
DKI Jakarta merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang sekaligus
menjadi ibukota negara Indonesia. Jakarta dibagi menjadi 5 wilayah kota
administratif dan satu kabupaten administratif seperti pada tabel berikut.
Tabel 1. Pembagian Wilayah DKI Jakarta
Wilayah
Jakarta Pusat
Jakarta Utara
Jakarta Barat
Jakarta Selatan
Jakarta Timur
Kepulauan Seribu (Kabupaten Administratif)
Sumber: Perda No. 1 Tahun 2009

Luas (km2)
47,90
142,20
126,15
145,73
187,73
11,81

Di sebelah utara membentang pantai sepanjang 35 km yang menjadi


tempat bermuaranya 13 sungai dan 2 kanal, sekaligus perbatasan dengan Laut
Jawa. Bagian timur dan selatan berbatasan dengan Kota Depok, Kabupaten Bogor,
Kota Bekasi, dan Kabupaten Bekasi. Sedangkan bagian barat berbatasan dengan
Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang.
Adapun fasilitas yang lengkap di Jakarta membuat kota ini menjadi tempat
hunian paling diminati. Banyaknya masyarakat yang berdiam di Jakarta membuat
wilayah ini cukup padat dengan penduduk. Populasi penduduk Jakarta dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2. Populasi Penduduk Berdasarkan Hasil Registrasi Menurut
Provinsi DKI Jakarta
Tahun
Wilayah
2007
2008
2009
Kepulauan Seribu
839.637
22.705
21.818
Jakarta Selatan
1.919.366
1.748.251
1.894.889
Jakarta Timur
1.578.687
2.195.300
2.623.288
Jakarta Pusat
1.214.250
813.905
924.679
Jakarta Barat
1.376.203
1.635.246
1.635.645
Jakarta Utara
626.318
1.201.431
1.422.838
DKI Jakarta
7.554.461
7.616.838
8.523.157
Sumber: Dinas Kependudukan Provinsi DKI Jakarta, 2011

Wilayah di

2010
21.940
1.894.236
2.629.369
921.563
1.634.733
1.422.311
8.524.152

Banyaknya penduduk yang bermukim di Jakarta, memberi dampak buruk


terhadap daerah ini. Salah satu dampak yang paling fenomenal adalah kemacetan
lalu lintas. Saat ini Jakarta menempati urutan kedua sebagai kota dengan lalu
lintas terburuk di dunia setelah Bangkok (detikFinance, 2012). Data tahun 2011
menunjukkan bahwa penambahan jumlah kendaraan roda empat di Jakarta
mencapai 550 unit/hari dan kendaraan roda dua 1.600 unit/hari. Peningkatan
permintaan kendaraan pribadi yang tidak didukung dengan perkembangan
infrastruktur membuat kemacetan bertambah parah setiap harinya. Kapasitas jalan
yang ada sudah tidak mencukupi peningkatan permintaan tersebut. Penambahan
ruas jalan yang hanya sekitar 0,01% per tahun tidak sebanding dengan
peningkatan permintaan kendaraan bermotor yang mencapai 9% atau 1.117 unit
per tahun.

2
Data Kementerian Pekerjaan Umum (PU) tahun 2012, menunjukkan
bahwa panjang jalan di Jakarta mencapai 7.208 km. Panjang jalan tersebut baru
memenuhi 60% dari total kebutuhan sebenarnya. Berdasarkan perhitungan
kementerian PU, dengan populasi yang hampir mencapai 12 juta jiwa setidaknya
Jakarta membutuhkan jalan sepanjang 12.000 km. Berdasarkan keadaan tersebut
Kementerian PU memperkirakan Jakarta akan mengalami kemacetan total pada
tahun 2014. Upaya peningkatan kapasitas jalan khususnya jalan tol dan simpang
susun, terkendala oleh persoalan pembebasan lahan yang berjalan lambat dan
keterbatasan dana yang tersedia, disamping adanya penurunan kondisi jalan yang
terjadi akibat overloading dan terbatasnya kemampuan rehabilitasi jalan.
Meskipun beberapa strategi telah disiapkan dalam mengatasi masalah kemacetan,
selama tidak ada pengendalian jumlah kendaraan bermotor maupun panjang jalan,
maka Jakarta tidak akan terlepas dari masalah ini. Hal tersebut disebabkan karena
saat ini 90% angkutan penumpang dan barang bertumpu pada jaringan jalan yang
sudah ada.
Selain itu, banjir yang terjadi setiap tahun di Jakarta juga turut
menyumbangkan masalah kemacetan yang tidak dapat dihindari. Banjir yang
terjadi dapat merusak infrastruktur sehingga menyebabkan kelumpuhan lalu lintas
di Jakarta. Hal ini tentu sangat berpengaruh terhadap jalannya perekonomian dan
perindustrian di Jakarta. Banjir di Jakarta dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
antara lain:
1. Daerah resapan yang sangat kurang di Jakarta sehingga air hujan yang turun
tidak mampu diserap dengan baik oleh tanah. Berkurangnya daerah resapan di
Jakarta merupakan dampak dari populasi yang meningkat dengan pesat.
2. Pendangkalan air sungai yang ada di Jakarta membuat debit aliran air sungai
menurun. Penurunan debit aliran sungai di Jakarta berakibat sungai tidak
mampu menampung aliran permukaan (run off) dari air hujan yang tidak dapat
diserap oleh tanah.
3. Sampah yang dibuang tidak pada tempatnya, sehingga berakibat pada
penyumbatan saluran aliran air.
4. Penyempitan daerah aliran sungai sebagai akibat dari permukiman ilegal dan
sampah yang dibuang ke sungai.
5. Hilangnya fungsi bantaran sungai sebagai stabilitas sungai dan alirannya
karena bantaran sungai telah dijadikan sebagai tempat pemukiman penduduk.
Masalah kemacetan yang semakin parah serta banjir tersebut juga
berakibat terhadap minat wisatawan untuk berkunjung ke Jakarta. Jika hal tersebut
tidak ditangani secepatnya, maka akan berdampak terhadap pendapatan daerah
Jakarta dari sektor pariwisata. Oleh karena itu, perlu dilakukan pembenahan
infrastruktur dan sarana transportasi umum di Jakarta, agar peningkatan
permintaan akan kendaraan bermotor dapat ditekan. Selain itu, minat wisatawan
untuk berkunjung juga dapat ditingkatkan dengan mengurangi masalah
kemacetan.
Untuk mengurangi dan mengatasi kedua masalah kompleks tersebut, kami
mencoba memberikan gagasan baru, yaitu Jakarta Water Bridge sebagai
mekanisme pembuatan jalan dan jembatan air dengan kapal minimalis sebagai alat
transportasinya. Gagasan tersebut berguna untuk membantu Pemerintah Kota
Jakarta dalam mengatasi masalah banjir dan kemacetan, serta membantu mengatur
manajemen lalu lintas kota. Besar harapan agar program ini dapat direalisasikan
dan terjalin kerja sama dengan beberapa pihak dan instansi pemerintahan yang
terkait, serta mampu memberikan manfaat dalam mengatasi masalah banjir dan
kemacetan di Jakarta sebagai langkah awal menuju tren kota yang berwawasan

3
lingkungan.
Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan karya tulis ini adalah mengetahui penyebab peningkatan
kemacetan dan banjir di Jakarta, baik dari segi infrastruktur, ketersediaan lahan,
dan perilaku masyarakat terhadap lingkungan. Mengidentifikasi gejala sosial yang
terjadi dari dampak perkembangan transportasi, ekonomi, peningkatan populasi
penduduk, dan gaya hidup terhadap penduduk di Jakarta. Merumuskan solusi
untuk menyelesaikan masalah tersebut menggunakan konsep Jakarta Water
Bridge (JWB) sebagai alternatif dalam upaya untuk mengurangi kemacetan dan
banjir dengan memanfaatkan sumber daya dan membersihkan lingkungan, serta
langkah menuju tren kota yang berwawasan lingkungan.
Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan karya tulis ini adalah mengurangi masalah
penurunan kualitas fisik lingkungan sebagai dampak dari masalah banjir dan
kemacetan serta gejala sosial, terutama dari segi sarana dan prasarana transportasi
untuk masyarakat. Memberikan sarana kepada pihak terkait seperti Pemerintah
Kota Jakarta untuk menanggulangi masalah peningkatan jumlah transportasi di
Jakarta yang tidak diimbangi dengan peningkatan infrastruktur transportasi.
GAGASAN
Kondisi Transportasi, Infrastruktur, dan Banjir, serta Upaya Pemerintah
dalam Penanggulangan Masalah Banjir dan Kemacetan di Jakarta
Menurut data dari Dinas Perhubungan DKI, tercatat 46 kawasan dengan
100 titik simpang rawan macet di Jakarta. Definisi rawan macet adalah arus tidak
stabil, kecepatan rendah, serta antrian panjang. Selain oleh warga Jakarta,
kemacetan juga diperparah oleh para pengguna jalan dari kota-kota di sekitar
Jakarta, seperti Depok, Bekasi, Tangerang, dan Bogor yang memiliki mata
pencaharian di Jakarta. Kemacetan di dalam kota dapat dilihat di Jalan Sudirman,
Jalan Thamrin, Jalan Rasuna Said, Jalan Satrio, dan Jalan Gatot Subroto.
Kemacetan sering terjadi pada pagi dan sore hari, yakni saat jam pergi dan jam
pulang kerja.
Data Kementerian Pekerjaan Umum (PU) menunjukkan bahwa panjang
jalan di DKI Jakarta yang mencapai 7.208 km baru memenuhi 60% dari total
kebutuhan sebenarnya. Berdasarkan perhitungan Kementerian PU, dengan
populasi hampir 12 juta jiwa, Jakarta sebagai ibukota negara membutuhkan jalan
sepanjang 12.000 km. Dengan peningkatan jumlah kendaraan sebanyak 1.117 unit
per hari atau 9% setiap tahunnya, sedangkan pertumbuhan panjang/luas jalan yang
hanya 0,01% per tahun, Jakarta diperkirakan akan mengalami kemacetan total
pada tahun 2014. Peningkatan jumlah transportasi di Jakarta serta kurangnya
infrastruktur transportasi menjadi penyebab utama masalah kemacetan ini.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta terus berupaya mengurangi
kemacetan yang terjadi di Jakarta. Kebijakan yang sedang dan akan dilakukan
oleh Pemprov DKI Jakarta antara lain yaitu:
1. Kebijakan kawasan pembatasan penumpang atau lebih dikenal dengan istilah
three in one.
2. Kebijakan transportasi massal ringan atau jenis monorel dengan jalur khusus
yang dikenal dengan program Bus Trans Jakarta.

4
3. Seiring dengan proyek monorel, Pemprov DKI Jakarta juga akan melakukan
sistem road pricing atau pembenahan biaya bagi pengemudi kendaraan yang
akan memasuki kawasan tertentu yang dikenal padat atau kawasan bisnis.
Selain itu, banjir yang terjadi hampir setiap tahun di Jakarta menyebabkan
kelumpuhan sistem transportasi. Banjir yang terjadi menyebabkan kelumpuhan
lalu lintas di Jakarta yang juga berpengaruh pada jalannya perekonomian dan
perindustrian di Jakarta, karena dapat merusak infrastruktur. Sejak tahun 2007
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menyusun rencana kerja khusus untuk
menangani banjir di wilayah DKI Jakarta. Salah satu program dari rencana kerja
tersebut adalah pembangunan Banjir Kanal Timur, yang akan mengurangi banjir
di kawasan Timur dan Utara Jakarta kira-kira seperempat dari luas keseluruhan
Kota Jakarta. Dengan adanya Banjir Kanal Timur, kemungkinan terjadi banjir di
kawasan ini akan menjadi relatif kecil. Kegiatan lain yang juga terus dilakukan
adalah pengerukan sungai-sungai dan saluran-saluran air. Ketika banjir besar yang
terjadi pada tahun 2007, terdapat 78 titik genangan air yang menghambat
kehidupan rutin warga masyarakat Jakarta. Dengan program pengendalian banjir
yang dilaksanakan sejak tahun 2007, 16 dari genangan tersebut telah hilang dan
ditargetkan 40 genangan lainnya juga akan hilang pada tahun 2010.
Hal ini menunjukkan betapa pentingnya penanganan masalah banjir dan
kemacetan bagi masyarakat dan pemerintah demi kelancaran sistem pemerintahan
dan penyelamatan lingkungan. Terdapat 4 pihak yang dapat dilibatkan dalam
pelaksanaan penanggulangan banjir dan kemacetan di Jakarta, antara lain:
1. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang memiliki wewenang terhadap
pengembangan dan penyediaan sarana struktur dan infrastruktur di wilayah
Jakarta.
2. Masyarakat kota yang berkepentingan dan berkewajiban terhadap penjagaan
kebersihan lingkungan.
3. Masyarakat pendatang yang cenderung memanfaatkan fasilitas dan lahan yang
ada sebagai tempat tinggal dan tempat usaha ekonomi.
4. Pengusaha (swasta) sebagai pelaku yang melihat kondisi jalan dan sungai di
Jakarta yang kurang berfungsi dan berusaha memanfaatkannya sebagai peluang
usaha dengan peruntukan lain yang lebih ekonomis dan ramah lingkungan.
5. Media massa yang membantu untuk membentuk pandangan masyarakat
terhadap fungsi dan manfaat inovasi sarana dan media transportasi baru dalam
mengatasi kemacetan dan banjir di Jakarta.
Fenomena Banjir di Jakarta
Banjir besar yang terjadi pada tahun 1918 membuat hampir seluruh kota
Jakarta tergenang. Akan tetapi, Herman Van Breen dengan mudah melindungi
kawasan kota dari banjir dengan menerapkan pembangunan Banjir Kanal Barat.
Panjang Banjir Kanal Barat ini adalah 17,5 km dan saat itu mampu mengatur air
yang masuk ke Batavia, dan menampung air Sungai Ciliwung, Sungai Cideng,
Sungai Krukut, dan Sungai Grogol. Sekitar sejak tahun 1920, kondisi alam Jakarta
telah berubah drastis yang merupakan dampak dari pertumbuhan penduduk dan
perluasan kawasan pemukiman serta industri. Akibatnya, daerah resapan air
tertutupi sehingga curah hujan yang terjadi di Jakarta secara langsung tersalurkan
ke sungai dan saluran-saluran air lainnya untuk kemudian dialirkan ke laut.
Salah satu dampak perubahan iklim global pada Kota Jakarta adalah
kenaikan paras muka air laut. Pemuaian air laut dan pelelehan gletser dan lapisan
es di kutub menyebabkan permukaan air laut naik antara 9 hingga 100 cm.
Kenaikan paras muka air laut dapat mempercepat erosi wilayah pesisir, memicu

5
intrusi air laut ke air tanah, dan merusak lahan rawa pesisir serta menenggelamkan
pulau-pulau kecil. Kenaikan tinggi muka air laut antara 8 hingga 30 cm akan
berdampak parah pada Kota Jakarta yang rentan terhadap banjir dan limpasan
badai. Di ibukota masalah ini diperparah dengan turunnya permukaan tanah akibat
pendirian bangunan bertingkat dan pengurasan air tanah secara berlebihan. Suatu
penelitian memperkirakan bahwa kenaikan paras muka air laut setinggi 0,5 m dan
penurunan tanah yang terus berlanjut, dapat menyebabkan enam lokasi di Jakarta
dengan total populasi sekitar 270.000 jiwa terendam secara permanen. Lokasilokasi tersebut yakni di kawasan Kosambi, Penjaringan, dan Cilicing, serta tiga
lokasi lainnya di Bekasi yaitu di Muaragembong, Babelan, dan Tarumajaya.

Gambar 1. Kondisi Lahan Jakarta


Banjir hebat yang pertama kali terjadi di Jakarta yaitu pada tahun 1904,
1909, dan 1918. Namun banjir pada tahun 1918 merupakan banjir terhebat karena
durasi banjir yang terjadi yaitu selama satu bulan. Banjir pun berulang pada tahun
1919, 1923, 1931, 1932, 1933, 1952, 1953, 1954, 1956, 1976, 1977, 1984, 1989,
1994, 1996, 1997, 1999, 2002, 2007, 2008, dan 2013. Jika dirata-rata, akan
muncul angka durasi banjir selama 4,95 tahun.
Fenomena Macet di Jakarta
Kemacetan lalu lintas ditandai dengan kondisi kecepatan lalu lintasnya
memiliki rata-rata yang rendah. Melihat dari pendekatan lingkungan, kecepatan
yang dianggap ideal adalah kecepatan optimum kendaraan, sehingga ketika
kendaraan dijalankan akan menghasilkan polusi paling minimal. Pada kondisi
kecepatan rendah, pembakaran bensin menjadi tidak sempurna sehingga
menghasilkan lebih banyak gas CO. Di perkotaan rata-rata kecepatan optimumnya
adalah 3050 km/jam tergantung lokasi dan kualitas jalan. Jika kecepatan rata-rata
akibat macet berjam-jam menjadi 1820 km/jam, maka polusi lingkungan yang
terjadi akan semakin meningkat sehingga berdampak pada iklim global.
Selama ini penyelenggaraan transportasi masih menggunakan pendekatan

6
predict & supply (perkiraan dan penyediaan), atau menitikberatkan pada
penyediaan infrastruktur untuk mengantisipasi volume kendaraan di masa depan.
Menurut paradigma ini, pelebaran atau penambahan jalan baru adalah cara paling
mudah untuk mengatasi kemacetan dan kepadatan lalu lintas. Akan tetapi dalam
kenyataannya, paradigma ini tidak menyelesaikan masalah, karena peningkatan
lebar jalan juga diiringi dengan peningkatan jumlah kendaraan di Jakarta,
sehingga lalu lintas bukan semakin terkendali akan tetapi semakin sulit dikelola.
Paradigma baru yang sekarang berkembang adalah pendekatan predict &
manage (perkiraan dan pengendalian) yang menitikberatkan pada upaya
pengendalian lalu lintas, terutama kendaraan pribadi. Pendekatan ini dilakukan
dengan 2 cara, yaitu push & pull (tekan dan tarik). Pendekatan tekan adalah
upaya mengurangi penggunaan kendaraan pribadi untuk mengurangi volume lalu
lintas. Sedangkan pendekatan tarik adalah upaya menambah daya tarik moda
transportasi yang lebih efisien sebagai alternatif selain kendaraan pribadi. Pada
kasus kemacetan Jakarta, sistem three in one sudah diterapkan sejak tahun 1992.
Efektifitas sistem ini dalam mengatasi masalah kemacetan sayangnya justru
memicu persoalan baru, yaitu menjamurnya joki. Pembangunan 56 fly-over dan
underpass yang selesai dikerjakan dalam 10 tahun terakhir juga menunjukkan
hasil yang sama, yaitu kurang efektif dalam mengatasi masalah kemacetan.
Kemacetan yang terjadi semakin hari tidak kunjung berkurang, justru semakin
menunjukkan peningkatan. Akibat dari masalah kemacetan ini, membuat banyak
sistem yang terganggu, seperti efektivitas bisnis karena perjalanan yang memakan
waktu berjam-jam sehingga membuat peluang bisnis hilang karena keterlambatan.
Implementasi Water Bridge sebagai Inovasi Sarana Transportasi Baru yang
Ramah Lingkungan
Kemacetan dapat terjadi karena beberapa alasan, yakni berlebihnya
kapasitas jalan, terjadinya kecelakaan sehingga mengganggu kelancaran lalu
lintas, terjadinya banjir sehingga memperlambat laju kendaraan, adanya perbaikan
jalan, tanah longsor, adanya pasar tumpah, serta pengaturan lalu lintas yang tidak
tertib. Dampak yang ditimbulkan oleh kemacetan tentu saja sangat banyak, yaitu
timbulnya kerugian waktu, pemborosan energi dan konsumsi bahan bakar,
meningkatnya polusi lingkungan dan stress pada pengguna jalan, serta
mengganggu kelancaran kendaraan darurat seperti ambulans dan pemadam
kebakaran dalam menjalankan tugasnya.
Untuk memecahkan permasalahan kemacetan lalu lintas di Jakarta, upayaupaya yang dilakukan harus memiliki prinsip untuk mengurangi beban jalan raya,
menambah kapasitas (daya tampung) ruang jalan, dan memperlancar aliran lalu
lintas di ruang jalan. Pemerintah kota harus dapat menambah kuantitas dan
kualitas pelayanan angkutan umum agar masyarakat beralih menggunakan model
transportasi umum seperti Bus Trans Jakarta, dan juga membangun jalan layang
(fly-over) baru sebanyak mungkin untuk angkutan umum. Masalah kemacetan
yang juga tidak dapat terlepas dari pengaruh banjir sebenarnya dapat diatasi
dengan cara pembenahan infrastruktur.
Sekurangnya ada 13 sungai yang melintasi Jakarta membujur lurus dari
selatan ke utara. Ketiga belas sungai itu berpotensi besar menjadi jalur lalu lintas
air. Pemanfaatan sungai sebagai jalur transportasi, tidak hanya akan membantu
mengatasi kemacetan arus lalu lintas dan kelambanan mobilitas warga Jakarta
saja, tetapi juga akan menjaga lingkungan sungai. Kebersihan, kedalaman alur
sungai, dan bahkan lebar sungai juga akan terjaga. Jika kedalaman, kebersihan,
dan sedimentasi sungai terjaga, maka banjir akan dapat diatasi. Jakarta yang

7
dilintasi 13 sungai sedang hingga besar, saat ini justru selalu mengalami masalah
banjir. Bertolak belakang dengan fungsi sungai yang sebenarnya yaitu sebagai
sistem pengendali banjir alamiah yang handal. Di sisi lain, kemacetan lalu lintas
di Jakarta tidak mungkin teratasi tanpa memanfaatkan sungai. Kota Bangkok dan
Kuala Lumpur adalah contoh kota yang telah cukup berhasil mengembangkan
sistem transportasi sungai sebagai bagian integral dari sistem transportasi
perkotaan. Meski kondisi sungai di Jakarta saat ini sangat tercemar oleh limbah
dan memiliki jembatan yang melintang rendah, tetapi sistem transportasi kota
dengan memanfaatkan sungai masih sangat berpotensi untuk dikembangkan.
Caranya yaitu dengan menetapkan prioritas sungai yang akan dikembangkan
sebagai sarana transportasi sekaligus pengendali banjir.
Maka dari itu diperlukan penataan infrastruktur berupa jalan yang dapat
mencegah banjir sekaligus mengurangi kemacetan lalu lintas, yaitu gagasan
berupa pembangunan jembatan air (water bridge) untuk mengintegrasikan Banjir
Kanal Timur dan Banjir Kanal Barat. Desain jembatan dirancang sedemikian rupa
sehingga air dari sungai atau kanal dapat masuk ke dalam jembatan yang dibuat
menjadi wadah air raksasa berupa saluran panjang yang dapat mengantarkan
benda yang melewatinya. Adapun fenomena yang sangat menarik pada saat terjadi
banjir besar di Jakarta tanggal 17 Januari 2013 lalu, yakni Banjir Kanal Barat
yang menampung aliran Sungai Ciliwung saat itu mengalami over capacity. Hal
tersebut menyebabkan tanggul Banjir Kanal Barat jebol di wilayah Menteng
(Latuharhari), sementara Banjir Kanal Timur yang mempunyai kapasitas lebih
besar tampak under capacity. Padahal, jika ditarik garis lurus dan diukur jarak
terdekat dari Banjir Kanal Timur ke Sungai Ciliwung (di sekitar Kampung
Melayu), yang menjadi beban Banjir Kanal Barat tidak lebih dari 1 km saja. Di
sini terlihat tidak terintegrasinya perencanaan pembangunan Banjir Kanal Timur
dan Banjir Kanal Barat saat pertama kali dibuat. Seharusnya hal itu sudah
terpikirkan sejak awal, mengingat Sungai Ciliwung yang menjadi beban Banjir
Kanal Barat mempunyai kapasitas dan debit yang lebih besar jika dibandingkan
dengan Kali Cipinang yang menjadi beban utama Banjir Kanal Timur.
Konsep jembatan air sangat berpotensi untuk merehabilitasi sungai serta
mengurangi tingkat kemacetan akibat melonjaknya kendaraan pribadi.
Pembangunan Jakarta Water Bridge dapat diekspansi menjadi sarana transportasi
sebagai jalan untuk angkutan umum berupa kapal penumpang. Jalan layang yang
dapat dibangun di atas jalan ataupun sungai tersebut memiliki banyak fungsi,
yakni sebagai jalur atau lintasan kapal angkutan penumpang, sebagai tempat
pejalan kaki, serta untuk mencegah banjir. Water bridge dapat mencegah banjir
karena mengambil air yang berlebih dari sungai ataupun kanal. Proses
pengambilan air tersebut tentu saja dapat diikuti dengan proses pembersihan
sungai dan pengembalian fungsi sungai. Dengan begitu kita bisa mendapatkan dua
keuntungan sekaligus, yakni terhindar dari banjir dan juga kemacetan. Masalah
penambahan armada transportasi umum sudah dapat diatasi, selain itu daerah
aliran sungai dan bantaran sungai menjadi terlindungi. Jembatan air dapat pula
dioperasikan untuk lalu-lintas kapal bongkar muat barang yang mengarah dari
pelabuhan serta sebagai tempat jalur khusus sepeda.
Guna melengkapi kebutuhan keseharian masyarakat Jakarta, saluran
jembatan air dapat dibangun untuk menghubungkan tempat-tempat rekreasi di
dalam kota. Sehingga pada saat masa libur, jalanan utama tidak akan dipenuhi
dengan kendaraan pribadi karena masyarakat lebih memilih untuk menggunakan
sarana transportasi kapal melalui water bridge. Hal yang perlu dilakukan adalah
memperbanyak jumlah armada kapal dan merancang koridor (jalur) yang sesuai

8
dengan situasi kepadatan di Jakarta. Misalnya menyediakan koridor (jalur) saluran
air yang khusus mengarah ke tempat rekreasi dan edukasi seperti Ancol ataupun
Ragunan layaknya Bus Trans Jakarta. Langkah awal yang sudah dilakukan oleh
Pemerintah Kota Jakarta membuat sodetan untuk menanggulangi banjir
sebenarnya sudah cukup bagus tetapi terlihat setengah-setengah. Sistem seperti
water bridge ini tentu dapat lebih menarik minat turis lokal maupun mancanegara
untuk berkunjung ke Jakarta. Jembatan air mendukung serangkaian solusi dari
Pemerintah Kota Jakarta untuk mengatasi masalah banjir dan kemacetan.
Infrastruktur seperti ini dibangun untuk mengurangi kepadatan ruas jalan raya,
mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, dan mengurangi angka kecelakaan
lalu lintas. Kegiatan parkir liar pun dapat dikendalikan sehingga tidak menambah
keruwetan di badan jalan. Selain itu juga dapat menjadi bagian dari proses
rehabilitasi sungai dan perbaikan bantaran kali. Gagasan Jakarta Water Bridge
(JWB) ini tentu lebih efektif dan bermanfaat daripada sistem transportasi
monorail, waterways, ataupun mass rapid transit bawah tanah (mengingat
struktur tanah di Jakarta yang sudah banyak mengalami pembebanan).
KESIMPULAN
Jakarta Water Bridge (JWB) merupakan konsep penambahan infrastruktur
transportasi dengan mekanisme pembuatan jalan dan jembatan air dengan kapal
minimalis sebagai alat transportasinya. Langkah-langkah strategis untuk
mengimplementasikan gagasan ini adalah Pemerintah Kota Jakarta bersama Dinas
Pekerjaan Umum (PU), dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
(BAPPEDA) membuat sebuah perencanaan penambahan ruas jalan dengan
memanfaatkan 13 aliran sungai yang melalui Jakarta. Jalan dan jembatan air ini
didesain untuk memenuhi kebutuhan jalan yang kurang untuk pejalan kaki,
pengendara sepeda, dan angkutan umum berupa kapal penumpang. Sehingga
tempat ini akan menjadi tempat istimewa bagi masyarakat yang ingin terhindar
dari macet dan pejalan kaki yang aman dari resiko kecelakaan akibat kendaraan
bermotor di jalan raya. Jakarta Water Bridge (JWB) ini dirancang untuk
menghubungkan Banjir Kanal Timur dan Banjir Kanal Barat, seperti sistem yang
telah diterapkan oleh negara Jerman, sehingga dapat mengurangi volume air
sungai yang sering meluap saat hujan.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi DKI Jakarta. 2011. Banyaknya Penduduk
Berdasarkan Hasil Registrasi Menurut Wilayah di Provinsi DKI Jakarta.
[terhubung berkala] http://jakarta.bps.go.id/. (22 Februari 2013)
Koalisi TDM. 2011. (ERP) Electronic Road Pricing. [terhubung berkala]
http://www.kpbb.org/news/tdm-erp-factsheet-280111-screen.pdf.
(22 Februari 2013)
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. 2009. Geografis Jakarta. [terhubung berkala]
http://www.jakarta.go.id/web/news/2008/01/Geografis-Jakarta.
(26 Februari 2013)
Pemerintah Kota Bekasi. 2011. Tujuh Kota dengan Lalu Lintas Terburuk di
Dunia. [terhubung berkala] http://www.bekasikota.go.id/. (22 Februari
2013)

9
Pusat Komunikasi Publik PU. 2012. Panjang Jalan Jakarta Baru Penuhi 60
Persen Kebutuhan. [terhubung berkala] http://www.pu.go.id/main/view_pdf/7843. (22 Februari 2013)
Team Mirah Sakethi. 2010. Mengapa Jakarta Banjir?. Jakarta: PT Mirah Sakethi.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Ketua Pelaksana
a.
b.
c.
d.

Nama
NRP
Tempat/tanggal lahir
Alamat Bogor

:
:
:
:

e.
f.
g.
h.
i.

No. HP
E-mail
Pendidikan terakhir
Program studi
Perguruan tinggi

:
:
:
:
:

Erika Rahmah Febriyanti


F44110063
Jakarta, 17 Februari 1994
Jalan Babakan Tengah No. 99, Kampus IPB Dramaga,
Bogor
087770988893
erikarahmahf.sil48@gmail.com
Mahasiswa Institut Pertanian Bogor
Teknik Sipil dan Lingkungan
Institut Pertanian Bogor
Ketua Pelaksana,
Erika Rahmah Febriyanti
NIM. F44110063

Anggota Kelompok
a.
b.
c.
d.

Nama
NRP
Tempat/tanggal lahir
Alamat Bogor

:
:
:
:

e.
f.
g.
h.
i.

No. HP
E-mail
Pendidikan terakhir
Program studi
Perguruan tinggi

:
:
:
:
:

Three Yunarietti Bakara


F44110064
Sumbul, 21 Januari 1994
Jalan Lingkar Perwira No. 29, RT 002/001, Kampus
IPB Dramaga, Bogor
085370670077
three.yuna@ymail.com
Mahasiswa Institut Pertanian Bogor
Teknik Sipil dan Lingkungan
Institut Pertanian Bogor
Anggota Pelaksana,

Three Yunarietti Bakara


NIM. F44110064
Anggota Kelompok
a.
b.
c.
d.

Nama
NRP
Tempat/tanggal lahir
Alamat Bogor

:
:
:
:

Lutfhi Adhytia Putra


F44100047
Bandung, 20 September 1992
Jalan Cendrawasih Blok K5 No. 10, Villa Ciomas
Indah, Bogor

10
e.
f.
g.
h.
i.

No. HP
E-mail
Pendidikan terakhir
Program studi
Perguruan tinggi

:
:
:
:
:

08989544728
ladhytiaputra@gmail.com
Mahasiswa Institut Pertanian Bogor
Teknik Sipil dan Lingkungan
Institut Pertanian Bogor
Anggota Pelaksana,

Lutfhi Adhytia Putra


NIM. F44100047

11
Dosen Pendamping
a.
b.
c.
d.

Nama Lengkap dan Gelar : Allen Kurniawan, S.T., M.T.


Golongan Pangkat dan NIP : III b / 19820729 201012 1 005
Jabatan Fungsional
: Asisten Ahli
Fakultas dan Program Studi: Fakultas Teknologi Pertanian / Teknik Sipil dan
Lingkungan
e. No. Telpon Rumah/HP
: 081381680473
f. Alamat Rumah
: Jalan Palem Raja 2 No. 15, Komplek Taman
Yasmin V, Bogor
Dosen Pendamping,

Allen Kurniawan, S.T., M.T.


NIDN. 0029078206

Anda mungkin juga menyukai