Anda di halaman 1dari 73

Laporan Kasus Geriatri

I. IDENTITAS

Nama

: Antonius Sumartono (B8)

Tempat/Tanggal Lahir

: Jakarta, 11 Februari 1941

Umur

: 74 tahun

Status Pernikahan

: Menikah

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Bahasa

: Indonesia

Agama

: Katholik

Suku/Bangsa

: Betawi

Pendidikan Terakhir

: Akademi Publisistik

Pekerjaan Terakhir

: Wartawan kantor berita ANTARA

Tanggal Masuk

: 2008-2009, 15 Desember 2011

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

Laporan Kasus Geriatri

II. RIWAYAT MEDIS


Didapatkan lewat autoanamnesa dan alloanamnesa pada 13 Februari
2015 16 Februari 2015.

A. Keluhan Utama
Batuk berdahak lebih kurang 3 hari.

B. Keluhan Tambahan
Penglihatan kabur saat membaca dari jarak dekat.
Sering berkemih dan merasa tidak tuntas

C. Riwayat Penyakit Sekarang


Opa mengatakan sedang batuk berdahak yang sudah dirasakan 3
hari ini. Dahak berwarna putih, kental, tidak ada darah. Keluhan
batuk ini sering dirasakan ketika perubahan musim dari musim
panas ke musim hujan. Opa mengatakan tidak merasakan sesak
napas dan nyeri dada ketika batuk. Opa tidak mengkonsumsi obat
batuk apapun dan lebih memilih untuk mengkonsumsi bawang
merah sebanyak 3 siung/hari, yang langsung dikunyah mentahmentah.
Pada tahun 2002, opa pernah mengalami pusing secara tiba-tiba,
penglihatannya kabur dan tidak dapat berjalan. Kemudian opa
dilarikan ke RS Carolus dan dokter mendiagnosa ada masalah pada
jantungnya. Dilihat dari hasil pemeriksaan lab dokter mengatakan
darah opa kental, adanya pengendapan dan kemudian diberikan
obat Captopril 25 mg tab 1 x 1 dan Aspilets(Asam asetilsalisilat)
tab 80 mg 1 x 1. Kedua obat ini dikonsumsi opa selama beberapa
tahun. Captopril rutin sekitar 3 tahun, sedangkan aspilets tidak
Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

Laporan Kasus Geriatri

rutin diminum hanya apabila ada keluhan.Opa merasakan bahwa


jika dirinya tidak bisa fokus dalam melihat sesuatu dan mulai
merasa kehilangan keseimbangan, biasanya menunjukkan bahwa
tekanan darah opa sedang tinggi.
Pada tahun 2012 opa sudah berada di STW Cibubur dan di cek
rutin dengan koas. Namun tekanan darah opa selalu menunjukkan
160/90 mmHg atau 170/90 mmHg atau 180/100 mmHg. Selain itu
opa juga merasakan kedua kakinya bengkak apabila duduk atau
jalan terlalu lama. Pada saat itu opa rutin mengkonsumsi obat
captopril. Setelah mendengarkan saran dari seorang koas, opa
memutuskan untuk memeriksakan diri ke RS Pasar Rebo untuk
mengkonsultasikan

dengan

dokter

penyakit

dalam.

Dokter

mengatakan bahwa opa menderita hipertensi dan harus dilakukan


pemeriksaan lebih lanjut. Setelah cek lab dan ronsen menunjukkan
adanya pembesaran jantung kiri, kolesterol serta gula darah yang
meningkat. Opa diberikan terapi amlodipine 5 mg, bisoprolol 2,5
mg, simvastatin 10 mg, Karena opa merasa pusing dan setelah
diperiksa tekanan darah opa rendah, maka dosis obat dikurangi
menjadi amlodipine 5 mg 1 x tablet dan bisoprolol 2,5 mg,
sedangkan simvastatin sudah dihentikan sejak tahun 2012 oleh
opa sesuai anjuran dokter, karena kadar kolesterolnya sudah
membaik.
Opa juga mengatakan sering bolak balik kamar kecil untuk
berkemih.

Kadang-kadang

berkemih

tidak

lancar,

sedikit

jumlahnya, dan tidak sampai tuntas. Pancarannya juga melemah.


Tidak ada darah ataupun nyeri saat berkemih. Keluhannya ini
dirasa sejak usia 60 tahun, namun opa tidak pernah berobat atau
berkonsultasi ke dokter mengenai keluhannya ini.
Opa sudah menggunakan kacamata untuk membaca sejak tahun
1991. Opa mengatakan jika membaca jarak dekat dengan tulisan
kecil,

misalnya

membaca

koran,

terlihat

buram.

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

Jika

tidak
3

Laporan Kasus Geriatri

menggunakan kacamata, tulisan yang dibaca oleh opa lebih jelas


jika opa memakai kaca pembesar atau menjauhkan jarak bacanya.
Apabila tulisannya besar, opa bisa membaca walaupun dari jarak
dekat. Tidak ada keluhan mata merah, nyeri, berair, maupun
pusing. Jika sudah memakai kacamata opa dapat membaca hingga
berjam-jam lamanya. Opa memakai kacamata dengan lensa
bifokus (+3) kiri dan kanan. Opa masih dapat beraktivitas dengan
penglihatannya yang sekarang dan tidak menggunakan obat untuk
keluhannya ini.

D. Riwayat Penyakit Dahulu

Opa mengatakan pernah sesak ketika SMA, berkeringat dan


merasa sulit untuk bernafas. Berobat ke dokter dan dikatakan

opa mengalami hipotensi.


Opa mengatakan pernah

merasakan

gatal-gatal

pada

punggung bagian bawah, berwarna merah dan berbatas tegas.


Keluhan ini dirasakan hampir setiap tahun akibat perubahan
cuaca/iklim. Sudah berobat ke dokter kulit dan diberikan bedak

topikal kemudian membaik.


Opa mengatakan pernah menjalani operasi pengangkatan

clavus pada pedis sinistra tahun 2008 di RS Pasar Rebo


Riwayat dislipidemia berdasarkan hasil cek lab tahun 2012.
Opa mengatakan sering diare di pagi hari setelah minum kopi,
kadang minum obat diaform 3x3 tablet, dan dirasakan
membaik. Keluhan ini dirasakan dari masih muda dulu.
Sekarang sudah tidak timbul lagi.

E. Riwayat Penyakit Keluarga


Hipertensi : disangkal
DM

: disangkal

Jantung

: ibu (+)

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

Laporan Kasus Geriatri

Ginjal

: disangkal

Asam urat : disangkal


Dislipidemia

disangkal

Asma

: disangkal

Alergi

: disangkal

F. Riwayat Kebiasaan
Opa

sejak

SMA

sudah

merokok.

Opa

juga

kadang-kadang

mengkonsumsi bir apabila ia bertemu dengan teman-temannya


atau bila opa merasa kurang enak badan. Ketika istri opa
meninggal, opa sempat merasa frustasi dan karena merasa tidak
ada yang memantau kesehatannya lagi, opa akhirnya sempat
mengkonsumsi rokok sebanyak 18 batang/hari dan minum kopi
4x/hari, masing-masing 2 bungkus. Sampai saat ini masih merokok
dan minum kopi setiap hari. Namun jumlahnya sudah banyak
berkurang jika dibandingkan dengan yang lalu. Saat ini opa
merokok maksimal 5 batang sehari dan minum kopi satu cangkir
sehari.

G. Riwayat Makan dan Minum


Opa makan 3x sehari (pagi, siang, dan sore) dengan menu yang
disediakan di STW. Kadang ditambah snack yang diberikan dari
STW. Namun apabila opa tidak cocok dengan makanan yang
disediakan STW, opa memilih untuk memasak mie instan, jajan
nasi goreng, ketupat sayur, dll. Tidak ada pantangan makan dan
minum apapun. Opa minum sehari lebih dari 4 gelas (500cc) air.

H. Riwayat BAK

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

Laporan Kasus Geriatri

BAK kuning jernih, tidak ada darah maupun nyeri saat berkemih.
Terkadang BAK sering, namun pancaran lemah dan hanya sedikit,
sering merasa tidak tuntas.

I. Riwayat BAB
BAB lancar, setiap hari

sekali dan kadang-kadang dengan

konsistensi sedikit lembek. Tidak ada nyeri, tidak ada darah, tidak
ada lendir.

J. Riwayat Kehidupan Pribadi


1. Riwayat Prenatal, Perinatal, Masa Kanak-Kanak, dan
Remaja
Opa merupakan anak yang diinginkan kedua orang tuanya dan
lahir sehat di Jakarta pada 11 Februari 1941. Tumbuh dan
berkembang sesuai dengan anak seusianya. Opa bersekolah di
SD Jatinegara, melanjutkan ke SMP Cornelius, dan melanjutkan
sekolah SMA di Canisius namun hanya sampai kelas 2 SMA
kemudian pindah ke Sekolah Negeri 80. Opa memiliki banyak
teman dan senang membolos sewaktu sekolah karena malas
belajar.

2. Riwayat Keluarga
Ayah dan Ibu berasal dari suku Jawa. Merupakan anak kedua
dari 6 bersaudara (4 laki-laki dan 2 perempuan). Hubungan
kedua orang tua opa, kemudian hubungan opa dengan orang
tua dan semua saudara kandungnya juga baik.
Adik laki-laki pertama opa sudah meninggal saat berusia 4
tahun karena menderita malaria.

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

Laporan Kasus Geriatri

Laki-laki

Laki-laki meninggal

Perempuan

Perempuan meninggal

Opa

3. Riwayat Pendidikan
Opa melanjutkan pendidikan formalnya ke Akademi Publisistik
di Menteng pada tahun 1964 hingga tingkat 2, kemudian
melanjutkan lagi pendidikannya pada tahun 1966 di Fakultas
Hukum

Universitas

Indonesia

sampai

tingkat

dan

memutuskan untuk bekerja.

4. Riwayat Masa Dewasa


a. Riwayat Pekerjaan
Setelah lulus SMA opa bekerja di bidang perkapalan selama
1

tahun.

Setelah

melanjutkan

pendidikan

di

bidang

publisistik dan hukum, opa bekerja sebagai wartawan Warta


Harian pada tahun 1968 hingga tahun 1971. Ketika kantor
berita tersebut ditutup, opa bekerja di The New Standard
Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

Laporan Kasus Geriatri

hingga tahun 1976. Tidak lama kemudian kantor ini tutup,


lalu opa bekerja di Kantor Berita ANTARA hingga tahun
1996.
b. Riwayat Perkawinan
Menikah dengan Sonya Tan Giok Bwee pada tahun 1971
dan

dikaruniai

orang

anak

perempuan.

Istri

opa

meninggal tahun 1995 karena serangan jantung.


c. Riwayat Kehidupan Sosial
Sejak masih muda, opa merupakan pribadi yang aktif dan
senang bergaul. Opa tidak suka berdiam diri sendirian. Opa
cenderung tidak bisa diam dan selalu bepergian untuk
bertemu dengan orang lain atau sekedar berbincang atau
bercanda tawa dengan teman-temannya.
d. Riwayat Agama
Opa dilahirkan dan besar dalam keluarga berlatar belakang
Katholik. Opa rajin beribadah ke gereja setiap Minggu. Jika
bergereja opa sering mengikuti sakramen perjamuan untuk
menerima hosti dari Pastor.
e. Situasi Kehidupan Sekarang
Opa sempat masuk ke STW pada tahun 2008, namun
mengundurkan diri tahun 2009 dengan alasan dibutuhan
untuk membantu anak-anaknya, dan masuk kembali tahun
2011. Saat ini opa sudah tinggal di kamar Bungur 8 di STW
Karya Bhakti, Cibubur selama kurang lebih 4 tahun Opa
rajin mengikuti kegiatan yang dilaksanakan oleh STW. Kirakira 3 bulan ini opa sering berkebun dan bercocok tanam di
taman kecil yang ada di Bungur. Hubungan opa dengan
perawat baik dan dekat dengan penghuni lainnya. Personal
hygiene juga baik dan mampu melakukan segala sesuatu
dengan mandiri.
Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

Laporan Kasus Geriatri

f. Persepsi Tentang Diri Sendiri dan Kehidupannya


Opa merasa cukup puas dan bahagia dengan kehidupan
dan pencapaian yang dilakukannya. Opa mengatakan saat
hidupnya tenang dan dirinya melakukan hal-hal yang dapat
dikerjakan oleh usia lanjut.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Dilakukan pada 13-16 Februari 2015 (09.00)
I. Keadaan Umum
Compos mentis
II. Tanda Vital

Tekanan darah
:
150/80 mmHg
Nadi
: 80x, regular, isi cukup.
Pernapasan : 18x/menit, reguler, abdomino-thoracal

Kesan

: Hipertensi Grade I

III.Status Gizi
Berat badan : 60 kg
Tinggi badan: 164 cm
IMT
: 60 kg = 22.3 ( BB normoweight )
(1,64)2
BMI berdasarkan kriteria WHO Asia Pasifik:
- Underweight

: < 18,5

- Normoweight

: 18,5 22,9

- BB lebih

: 23,00

o Dengan resiko : 23,00 - 24,9

Kesan

o Obesitas grade I

: 25 29,9

o Obesitas grade II

: 30

: BB normoweight

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

Laporan Kasus Geriatri

IV. Status Internis


Kepala :

bentuk dan ukuran normal, tidak

teraba benjolan, rambut hitam keputihan sedikit


tipis tetapi tidak mudah dicabut, kulit kepala
tidak ada kelainan.
Mata :

Visus
Lapang

OD
Edema (-)
Xantelasma (-)
Anemis (-)
Hiperemis (-)
Ikterik (-)
Jernih
Arcus senilis (+)
Refleks kornea (+)
Bulat, isokor, 3 mm
RCL (+), RCTL (+)
Lensa jernih
PP = 25 cm (+3D)
VOD = 6/12
Normal

OS
Edema (-)
Xantelasma (-)
Anemis (-)
Hiperemis (-)
Ikterik (-)
Jernih
Arcus senilis (+)
Refleks kornea (+)
Bulat, isokor, 3 mm
RCL (+), RCTL (+)
Lensa jernih
PP = 25 cm (+3D)
VOS 6/12
Normal

pandang
Retina

Tidak dilakukan pemeriksaan

Tidak dilakukan pemeriksaan

Palpebra
Konjungtiva
Sklera
Kornea
Pupil
Lensa

Telinga :
Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

10

Laporan Kasus Geriatri

Membran

AD
Normotia
Fistel preaurikuler (-)
Fistel retroaurikuler (-)
Abses mastoiditis (-)
Nyeri tekan tragus (-)
Nyeri tarik aurikuler (-)
Lapang
Serumen (+)
Hiperemis (-)
Sekret (-)
Corpus alienum (-)
Tidak
dilakukan

AS
Normotia
Fistel preaurikuler (-)
Fistel retroaurikuler (-)
Abses mastoiditis (-)
Nyeri tekan tragus (-)
Nyeri tarik aurikuler (-)
Lapang
Serumen (+)
Hiperemis (-)
Sekret (-)
Corpus alienum (-)
Tidak
dilakukan

timpani
Tes

pemeriksaan
6 m (normal)

pemeriksaan
6 m (normal)

Bentuk
Daun
telinga

Liang
telinga

berbisik
Hidung :
tengah,

bentuk
tidak

ada

normal,

septum

deviasi,

hiperemis, sekret -/ Mulut & Gigi :


bentuk

nasi

mukosa

simetris,

di

tidak

perioral

sianosis (-), lidah kotor (-), letak uvula di tengah,


faring

tidak

hiperemis,

tonsil

T1-T1

tidak

hiperemis, detritus (-), membran (-), gigi lengkap.


Leher :
trakea di tengah, kelenjar tiroid tidak
teraba membesar.
Thorax
Pulmo
- Inspeksi : simetris dalam keadaan statis dan dinamis.
- Palpasi : stem fremitus kanan-kiri depan-belakang sama
kuat.
- Perkusi : sonor pada kedua lapang paru.
- Aukultasi : vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-.
Jantung
- Inspeksi : pulsasi iktus kordis tidak tampak.
- Palpasi : pulsasi iktus kordis tidak teraba.
- Perkusi : batas atas di ICS II linea sternal sinistra.
batas kanan di ICS IV linea parasternal dextra.
batas kiri di ICS VI linea midclavicula sinistra, 2
cm ke arah lateral
Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

11

Laporan Kasus Geriatri

- Aukultasi : bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)


Abdomen
- Inspeksi : rata, caput medusa (-), spider nevi (-).
- Aukultasi : bising usus (+) normal.
- Perkusi :
timpani, nyeri ketok ginjal -/-.
- Palpasi :
nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepar
dan lien tidak teraba membesar.
Ekstremitas :
Superio

Inferior

Edema
Clubbing

r
-/-/-

-/-/-

finger
Akral dingin
Akral

-/-/-

-/-/-

sianosis
CRT

<

2 <

detik
Kulit

detik
kulit normal, sedikit keriput, warna

sawo matang, ikterus (-), sianosis (-).


KGB
:
retroaurikuler,
submandibula,
cervical, dan supraclavicula tidak membesar
Kesan : Mata : arcus senilis +/+, VOD =6/12, VOS = 6/12
Jantung : batas kiri di ICS VI linea midclavicula sinistra,
2 cm ke arah lateral

V. Status Neurologis
Kesadaran: compos mentis
Fungsi luhur :

baik

Rangsang meningeal
- Brudzinky I
- Brudzinky II
- Brudzinky III

(-)

: (-)
: (-)
: (-)

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

12

Laporan Kasus Geriatri

- Brudzinky IV
- Tes Laseque
- Tes Kernig

: (-)
: -/: -/ Peningkatan TIK

(-)

Nn. cranialis
-

N. olfaktorius
: dalam
N. optikus
: dalam
N. occulomotorius
: dalam
V. trochlearis
: dalam
N. trigeminus
: dalam
N. abducens
: dalam
N. fasialis
: dalam
N. vestibuler troklearis
:
N. glosofaringeus
: dalam
N. vagus
: dalam
N. asesorius
: dalam
N. hipoglosus
: dalam

batas normal
batas normal
batas normal
batas normal
batas normal
batas normal
batas normal
dalam batas normal
batas normal
batas normal
batas normal
batas normal

Motorik
- Postur baik, tidak ada gerakan involunter
Kekuatan

Kanan
5555

Kiri
5555

Tonus
Trofi

5555
Normotoni
Eutrofi

5555
Normotoni
Eutrofi

- Refleks fisiologis
Refleks
Refleks
Refleks
Refleks

:
Superior
+/+
+/+
+/+
+/+

bisep
trisep
patella
achilles

- Refleks patologis

Inferior
+/+
+/+
+/+
+/+

: -/ Sensorik

- Tajam

: +/+

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

13

Laporan Kasus Geriatri

Tulang belakang
- Inspeksi
- Tes Patrick
- Tes Kontra-Patrick

: normal
: -/: -/ Sistem otonom

baik

Fungsi serebelum & koordinasi

baik
Tanda regresi & demensia

(-)
Kesan

: normal

IV. PEMERIKSAAN

STATUS

MENTAL

&

KOGNITIF
- Hasil pemeriksaan Short Portable Mental Status Questioner
(SPMSQ), Mini Mental State Examination (MMSE), Clock
Drawing Test, Geriatric Depression Scale (GDS), Deteksi
Terhadap Depresi, Indeks ADL Barthel, dan Instrumental
Activities Of Daily Living (IADL) terlampir.

A. Deskripsi Umum
1. Penampilan
Pria, berpenampilan sesuai dengan usianya, tampak sehat.
Tinggi sekitar 164 cm, kulit cokelat. Sering memakai kaos dan
celana jeans panjang serta sendal jepit. Rambut pendek putih
beruban dan memakai kacamata.
2. Pembicaraan
Opa mengunakan bahasa Indonesia. Dapat berbicara spontan,
lancar, dan jelas. Kecepatan bicara normal, intonasi baik,
artikulasi jelas, volume suara cukup. Opa dapat menjawab
sesuai pertanyaan.
Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

14

Laporan Kasus Geriatri

3. Perilaku & Aktivitas Psikomotor


Berjalan dengan normal. Selama wawancara sopan, kontak
mata baik. Tidak ditemukan perlambatan psikomotor, gerakan
tak bertujuan, dan tanda kecemasan.
4. Sikap Terhadap Pemeriksa
Opa kooperatif, tidak menunjukkan sikap curiga, defensif,
maupun bermusuhan.
B. Emosi
1. Mood
: eutimik
2. Afek
: luas
3. Keserasian : sesuai
C. Gangguan Persepsi & Kognisi
1. Halusinasi visual :
2. Halusinasi auditorik
3. Ilusi :
tidak ada
4. Depersonalisasi :
5. Derealisasi :
tidak
6. Apraksia
:
tidak
7. Agnosia
:
tidak

tidak ada
:
tidak ada
tidak ada
ada
ada
ada

D. Pikiran
1. Arus Pikiran
a. Produktivitas :

baik,

bicara

spontan.
b. Kontinuitas
:
c. Hendaya bahasa

baik.
:
tidak

ditemukan.
2. Bentuk pikiran
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Asosiasi longgar
Ambivalensi :
Flight of ideas :
Inkoherensi
:
Verbigerasi
:
Perseverasi
:

:
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak

tidak ada
ada
ada
ada
ada
ada

a.
b.
c.
d.
e.
f.

Preokupasi
:
Fobia
:
tidak
Obsesi :
tidak
Kompulsi
:
Ideas of reference
Waham :
tidak

tidak ada
ada
ada
tidak ada
:
tidak ada
ada

3. Isi Pikiran

E. Pengendalian Impuls
Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

15

Laporan Kasus Geriatri

Duduk tenang, berperilaku sopan. Selama wawancara tidak pernah


memaksa maupun terlihat agresif.
F. Fungsi Intelektual
1. Taraf pendidikan
Sesuai dengan latar belakang pendidikan.
2. Orientasi
- Waktu :
Baik. Opa mengetahui jam, hari,
tanggal,

tahun

dengan

tepat.

Opa

mengetahui lama rawat di STW.


- Tempat
: Baik. Opa mengetahui

juga
dirinya

berada di STW, Cibubur.


- Orang :
Baik. Opa mengenali dirinya, dokter,
perawat, dan penghuni lain.
3. Atensi
Pemusatan, pengalihan, dan mempertahankan perhatian baik.
4. Daya Ingat
- Daya Ingat Jangka Panjang
Baik. Opa dapat mengingat tempat dan tanggal lahirnya.
- Daya Ingat Jangka Sedang
Baik. Opa dapat mengingat kapan masuk STW.
- Daya Ingat Jangka Pendek
Baik. Opa dapat mengingat 3 benda yang disebutkan
pemeriksa di sela-sela wawancara.
- Daya Ingat Segera
Baik. Opa dapat mengulang 3 benda secara berurutan dari
awal ke akhir dan sebaliknya seperti yang disebutkan oleh
pemeriksa.
5. Kemampuan Membaca dan Menulis
Baik. Opa dapat membaca tulisan dan menulis sesuai perintah
yang diberikan dengan baik.
6. Kemampuan Visuospasial
Baik. Opa dapat menggambar jam lengkap dengan angka dan
jarumnya, Gambar jam menunjukkan pukul 12.50.
7. Pikiran Abstrak
Opa dapat mengartikan peribahasa tong kosong nyaring
bunyinya dengan benar.
8. Intelegensi & Kemampuan Informasi
Baik. Opa mengetahui nama calon-calon presiden pada Pemilu
tahun ini (2014).

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

16

Laporan Kasus Geriatri

G. Daya Nilai
1. Daya nilai sosial
:
baik
2. Discriminative insight
:
baik
3. Discriminative judgement :
baik
H. Tilikan
Derajat 6. Tilikan emosional sejati.
Menyadari bahwa dirinya sakit, membutuhkan pengobatan, dan
menerapkannya.
I. Reabilitas
Opa secara umum dapat dipercaya.
Kesan

: penampilan sesuai usia, pembicaraan baik tidak


ada gerakan psikomotor tidak bertujuan, mood
eutimik dan afek luas, tidak ada gangguan
persepsi serta kognisi, kontinuitas, bentuk, dan
isi pikiran baik, tidak ada gangguan fungsi
intelektual, tilikan 6.

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Hasil pemeriksaan International Prostate Scoring System
(IPSS) terlampir
B. Pemeriksaan Laboratorium (01/03/2012)
JENIS PEMERIKSAAN
HEMATOLOGI
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
Lekosit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
KIMIA DARAH
FUNGSI HATI

HASI
L
13.9
42
4,5
8.800
26100
0
95,5
34,3
36

SATUAN

NORMAL
DEWASA

g/dl
%
jt/l
l

13.2-17.3
40-52
4.4-5.9
3800-10600

150000-440000

Fl
Pg
g/dl

80-100
26-34
32-36

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

17

Laporan Kasus Geriatri

SGPT
SGOT
DIABETES
Glukosa darah puasa
Glukosa darah 2 jam PP

10
17

U/l
U/l

0-50
0-50

118
201

mg/dl
mg/dl

70-125
<140

LEMAK
Kolesterol Total
213
mg/dl
Trigliserida
139
mg/dl
Kolesterol HDL
60
mg/dl
Kolesterol LDL
122
mg/dl
FUNGSI GINJAL
Ureum
38
mg/dl
Kreatinin Darah
1.3
mg/dl
Asam Urat
3,6
mg/dl
C. Pemeriksaan Laboratorium (14/09/2012)
JENIS PEMERIKSAAN
HEMATOLOGI
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
Lekosit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
KIMIA DARAH
FUNGSI HATI
SGPT
SGOT
DIABETES
Glukosa darah puasa
Glukosa darah 2 jam PP

HASI
L

<200
40-155
30-63
<130
20-40
0.17-1.5
2-7

SATUAN

NORMAL
DEWASA

12.8
38
5.0
7080
32400
0
98
33
32

g/dl
%
jt/l
l

13.2-17.3
40-52
4.4-5.9
3800-10600

150000-440000

Fl
Pg
g/dl

80-100
26-34
32-36

18
17

U/l
U/l

0-50
0-50

89
108

mg/dl
mg/dl

70-125
<140

212
157
36
145

mg/dl
mg/dl
mg/dl
mg/dl

<200
40-155
30-63
<130

28.6
1.6
7.7

mg/dl
mg/dl
mg/dl

20-40
0.17-1.5
2-7

LEMAK
Kolesterol Total
Trigliserida
Kolesterol HDL
Kolesterol LDL
FUNGSI GINJAL
Ureum
Kreatinin Darah
Asam Urat

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

18

Laporan Kasus Geriatri

D. Pemeriksaan Radiologi
1. Thorax PA(12/12/2011)
- Cor slight cardiomegal dengan CTR 53%. Elongatio aorta
- Hilus dan mediatinum tidak melebar
- Tidak tampak kesuraman pada perihiler/paracardial D et
paracardial
- Tak tampak gambaran edema
- Tak tampak gambaran efusi atau pneumotoraks
- Sinus dan diafragma dalam batas normal
Kesan:Cor slight cardiomegali
Elongatio aorta.

SHORT PORTABLE MENTAL STATUS QUESTIONER


(SPMSQ)

1
2

PERTANYAAN
Tanggal berapa hari ini?
Hari apa sekarang?

JAWABAN
Benar
Benar

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

19

Laporan Kasus Geriatri

3
4
5
6
7
8
9
10

Apa nama tempat ini?


Kapan anda lahir?
Di mana tempat anda lahir?
Berapa umur anda?
Berapa saudara yang anda miliki?
Siapa nama teman sebelah kamar anda?
Siapa nama adik anda?
Kurangi 1 dari 10 dan seterusnya!

Benar
Benar
Benar
Benar
Benar
Benar
Benar
Benar

INTERPRETASI HASIL

Salah
Salah
Salah
Salah

0-3
4-5
6-8
9-10

:
:
:
:

fungsi intelektual utuh


gangguan fungsi intelektual ringan
gangguan fungsi intelektual sedang
gangguan fungsi intelektual berat

KESIMPULAN : fungsi intelektual utuh

MINI MENTAL STATE EXAMINATION (MMSE)


Tes
1.
2.
3.

Nila Nila
i
i
Max

ORIENTASI
Sekarang (tahun), (musim), (bulan), (tanggal), (hari) 5
apa?
Kita berada di mana? (negara), (provinsi), (kota), (rumah
5
sakit), (lantai/ kamar) ?
REGISTRASI
3
Sebutkan 3 buah nama benda (meja, kursi, pintu) tiap
benda 1 detik, pasien disuruh mengulangi ketiga nama

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

5
5
3

20

Laporan Kasus Geriatri

4.

5.
6.
7.
8.
9.
1
0.
1
1.

benda tersebut dengan benar dan catat jumlah


pengulangan
ATENSI DAN KALKULASI
Kurangi 100 dengan 7. Nilai 1 untuk setiap jawaban
yang benar. Hentikan setelah 5 jawaban. Atau disuruh
mengeja kata WAHYU (Nilai diberikan pada huruf
yang benar sebelum kesalahan misalnya =2)
MENGINGAT KEMBALI ( RECALL )
Pasien disuruh mengingat kembali 3 nama benda di atas
BAHASA
Pasien disuruh menyebutkan nama benda yang
ditunjukan (pensil, buku)
Pasien
disuruh
mengulang
kata-kata:
namun,tanpa,bila.
Pasien disuruh melakukan perintah: ambil kertas
dengan tangan anda, lipatlah menjadi 2 dan letakan di
lantai
Pasien disuruh membaca dan melakukan perintah
pejamkan mata anda
Pasien disuruh menulis dengan spontan (menulis nama
sendiri)
Pasien
disuruh
menggambarkan bentuk
di bawah ini

JUMLAH

30

30

NILAI MMSE

24-30

: normal
17-23 :
0-16 :

probable gangguan kognitif


definite gangguan kognitif

KESIMPULAN : normal

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

21

Laporan Kasus Geriatri

GERIATRIC DEPRESSION SCALE


1
2
3
4
5
6
7
8
9

PERTANYAAN
Ya
Apakah anda puas dengan kehidupan anda?

Apakah anda meninggalkan banyak kegiatan /


minat kesenangan anda?
Apakah anda merasa hidup anda kosong?
Apakah anda sering merasa bosan?
Apakah anda mempunyai semangat yang baik
setiap hari?
Apakah anda takut sesuatu yang buruk akan terjadi
pada anda?
Apakah anda merasa bahagia untuk sebagian
besar hidup anda?
Apakah anda sering merasa tidak berdaya?
Apakah anda lebih sering tinggal di dalam rumah
daripada keluar dan mengerjakan sesuatu yang

baru?
Apakah anda mempunyai banyak masalah dengan

daya ingat anda dibandingkan dengan kebanyakan

Tidak

1
1

orang?
Apakah anda pikir bahwa hidup anda sekarang ini
menyenangkan?
Apakah anda merasa tidak berharga seperti

2
1

perasaan anda saat ini?


Apakah anda merasa penuh semangat?

3
1

Apakah anda merasa bahwa keadaan anda tidak

4
1

ada harapan?
Apakah anda

berpikir

orang

lain

keadaannya daripada anda?


Total Score
PENILAIAN GDS VERSI INDONESIA

lebih

baik

- Tidak untuk butir 1, 5, 7, 11, 13 = 1


- Ya untuk butir 2, 3, 4, 6, 8, 9, 10, 12, 14, 15 = 1
NILAI
<5 :
tidak depresi
Skor 5-9 :
kemungkinan besar depresi
Skor >10 :
depresi
KESIMPULAN : tidak depresi
Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

22

Laporan Kasus Geriatri

DETEKSI TERHADAP DEPRESI


Seti
PERTANYAAN

ap
saat

ng

perna
h

terakhir

ini

anda

terakhir

ini

anda

terakhir

ini

anda

merasa sedih?
Seberapa sering dalam 1
bulan

Tidak

merasa tenang dan damai?


Seberapa sering dalam 1
bulan

Jaran

merasa cemas dan gelisah?


Seberapa sering dalam 1
bulan

Kada

Seberapa sering dalam 1


bulan

Serin

terakhir

ini

anda

merasa bahagia?
Seberapa sering dalam 1
bulan

terakhir

ini

anda

merasa rendah diri dan tidak

ada yang dapat menghibur


6

anda?
Seberapa sering dalam 1
bulan
merasa

terakhir

ini

anda

hidup

ini

tidak

berarti lagi?
Jawaban seperti setiap saat atau sering mengindikasikan
kecurigaan adanya depresi (kecuali untuk pertanyaan B dan D)
KESIMPULAN

: tidak depresi

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

23

Laporan Kasus Geriatri

ACTIVITIES

OF

DAILY

LIVING

(INDEKS

ADL

BARTHEL)
FUNGSI

NILA
I
Mengontrol BAB
0
1
2
Mengontrol BAK
0
1
2
Membersihkan diri (lap
0
muka, sisir
rambut,
1
sikat gigi)
Toileting
0
1
2
Makan

0
1
2

Berpindah tempat dari


tidur ke duduk

0
1
2
3

Mobilisasi atau berjalan

0
1
2
3

Berpakaian

0
1
2
0
1
2
0
1
20

Naik turun tangga


Mandi
Total nilai
NILAI

20

KETERANGAN
Inkontinensia
Kadang2 inkontinensia
Kontinen teratur
Inkontinensia
Kadang2 inkontinensia
Kontinen teratur
Butuh pertolongan orang lain
Mandiri
Tergantung pertolongan orang lain
Perlu
pertolongan
pada
beberapa
aktivitas tetapi dapat mengerjakan
sendiri beberapa aktivitas
Mandiri
Tidak mampu
Perlu seseorang menolong memotong
makanan
Mandiri
Tidak mampu
Perlu banyak bantuan untuk bisa duduk
(2 orang)
Bantuan minimal 1 orang
Mandiri
Tidak mampu
Bisa berjalan dengan kursi roda
Berjalan dengan bantuan orang lain
atau walker
Mandiri
Tergantung orang lain
Sebagian dibantu
Mandiri
Tidak mampu
Butuh pertolongan
Mandiri (naik turun)
Tergantung orang lain
Mandiri
Mandiri

: mandiri

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

24

Laporan Kasus Geriatri

12-19
9-11
5-8
0-4

: ketergantungan
: ketergantungan
: ketergantungan
: ketergantungan

ringan
sedang
berat
total

KESIMPULAN : Mandiri

INSTRUMENTAL
(IADL)
FUNGSI
Menggunakan
telepon

NILAI
0
1
2

Berbelanja

0
1
2

Menyiapkan
makanan

0
1

Mengurus
rumah

2
0
1

Mencuci
pakaian

2
0
1
2

Mengadakan
transportasi

0
1
2

Tanggung
jawab
pengobatan

0
1
2

ACTIVITIES

OF

DAILY

LIVING

KETERANGAN
Tidak mampu(termasuk yang tidak atau
memiliki telepon)
Sebagian dibantu (mampu menjawab telepon,
tetapi tidak dapat mengoperasikannya)
Mampu mengoperasikan telepon
Tidak mampu
Mampu berbelanja sendiri untuk sejumlah
kemampuan terbatas ( 3 buah), selebihnya
perlu bantuan orang lain
Mandiri
Tidak mampu
Mampu menyiapkan makanan bila telah
disediakan
bahan-bahannya
atau
menghangatkan makanan yang telah dimasak.
Mandiri
Tidak mampu
Mampu mengerjakan tugas harian yang ringan
dengan hasil kurang rapi atau tidak bersih
Mandiri
Tidak mampu
Mampu mencuci atau menyetrika pakaian yang
ringan, lainnya perlu bantuan orang lain
Mandiri (termasuk menggunakan mesin
cuci)
Tidak mampu berpergian dengan sarana
transportasi apapun
Berpergian dengan transportasi umum
atau taksi atau mobil
Mampu mengatur perjalananya dengan sarana
transportasi umum atau menyetir sendiri
Butuh
perolongan
orang
lain
untuk
mengkonsumsi obat- obatan
Mampu, bila obat obatnya sudah dipersiapkan
sebelumnya
Mandiri

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

25

Laporan Kasus Geriatri

Mengatur
keuangan

0
1

Tidak mampu
Mampu mengatur belanja harian, tapi butuh
pertolongan
dalam
urusan
bank
atau
pembelian jumlah besar
Mampu mengatur masalah keuangan
(anggaran rumah tangga, membayar
sewa, kwitansi, urusan bank) atau
memantau penghasilan.

Total nilai

15

KESIMPULAN : ketergantungan

ringan

dalam

penggunaan

transportasi

INTERNATIONAL PROSTATE SCORING SYSTEM


Dalam

bulan Tidak

terakhir

<1

<50

50

>50

Hamp

pern

dala

ir

ah

m 5x

Skor

selalu

Seberapa sering anda


merasa

masih

ada

sisa selesai kencing?


Seberapa sering anda
harus kembali kencing
dalam waktu kurang
sari 2 jam?
Seberapa sering anda
menunda

sulit
kencing?
Seberapa

sering

pancaran

kencing

anda lemah?
Seberapa sering anda
harus mengejan untuk

mulai kencing?
Seberapa sering anda
harus bangun malam
hari

untuk

kencing?
Seandainya

bangun
anda Senan

Sena

Pua

Pua

Tida

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

Tidak

Buru
26

Laporan Kasus Geriatri

harus

menghabiskan g

sisa

hidup

ng

anda sekali

bahagi k

dan

puas

dengan fungsi kencing

tida

seperti ini bagaimana

k
4

perasaan anda?
NILAI:
0-7 :
8-19 :
20-35 :
KESIMPULAN

seka
li

gejala ringan
gejala sedang
gejala berat

: skor 6 (gejala ringan), nilai QoL = 3

VI. RESUME
Telah diperiksa seorang laki-laki berusia 73 tahun, beragama Katholik,
suku

Betawi,

sudah

menikah,

pendidikan

terakhir

Akademi

Publisistikdan sudah pensiunan. Opa masuk di STW pada tahun 2011


atas keinginannya sendiri. Opa mengatakan sedang batuk berdahak
yang sudah dirasakan 3 hari ini. Dahak berwarna putih, kental, tidak
ada darah. Keluhan batuk ini sering dirasakan ketika perubahan
musim dari musim panas ke musim hujan. Opa mengatakan tidak
merasakan sesak napas dan nyeri dada ketika batuk. Opa tidak
mengkonsumsi

obat

batuk

apapun

dan

lebih

memilih

untuk

mengkonsumsi bawang merah sebanyak 3 siung/hari, yang langsung


dikunyah mentah-mentah.
Pada tahun 2002 opa pernah dilarikan ke RS Carolus karena pusing,
tidak dapat fokus melihat sesuatu dan tidak dapat bangun serta
berjalan dari tempat tidur. Dokter mengatakan curiga ada masalah
pada jantung opa. Kemudian diberikan obat captopril 25 mg 1 x 1 tab
(pagi hari) dengan aspilets (asam asetilsalisilat) tab 80 mg 1 x 1 (jika
diperlukan). Obat ini dikonsumsi selama beberapa tahun, namun tidak
rutin diminum. Pada tahun 2012 opa juga berobat ke dokter penyakit
dalam di RS Pasar Rebo dan didapatkan bahwa tekanan darah tinggi
dengan tensi 160/90 mmHg, hasil lab menunjukkan kolesterol tinggi,

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

27

Laporan Kasus Geriatri

serta hasil ronsen menunjukkan adanya pembesaran jantung kiri.


Diberikan obat amlodipine 5 mg tab 1 x 1, bisoprolol 2,5 mg tab 1 x 1
pagi hari. Karena opa merasa pusing, maka dosis dikurangi menjadi
Amlodipine 5 mg 1 x tab dan bisoprolol tab 2,5 mg (dikonsumsi pagi
hari) masih dikonsumsi rutin hingga saat ini.
Opa

juga

memiliki

keluhan

dalam

berkemih.

Opa

terkadang

merasakan berkemih yang tidak tuntas, pancaran yang melemah dan


jumlahnya sedikit. Hal ini membuat opa bolak balik kamar kecil untuk
berkemih. Tidak ada darah ataupun nyeri ketika berkemih. Hal ini
sudah dirasakan sejak beberapa tahun, namun opa tidak pernah
memeriksakan diri ke dokter.
Opa sudah menggunakan kacamata untuk membaca sejak tahun
1991. Opa mengatakan jika membaca jarak dekat dengan tulisan
kecil,

misalnya

membaca

koran,

terlihat

buram.

Jika

tidak

menggunakan kacamata, tulisan yang dibaca oleh opa lebih jelas jika
opa memakai kaca pembesar atau menjauhkan jarak bacanya.
Apabila tulisannya besar, opa bisa membaca walaupun dari jarak
dekat. Jika sudah memakai kacamata opa dapat membaca hingga
berjam-jam lamanya. Opa memakai kacamata dengan lensa bifokus
(+3)

kiri

dan

kanan.

Opa

masih

dapat

beraktivitas

dengan

penglihatannya yang sekarang dan tidak menggunakan obat untuk


keluhannya ini.

Riwayat Penyakit Dahulu

Opa mengatakan pernah sesak ketika SMA, berkeringat dan


merasa sulit untuk bernafas. Berobat ke dokter dan dikatakan

opa mengalami hipotensi.


Opa mengatakan pernah merasakan gatal-gatal pada kedua
tungkai berwarna merah dan berbatas tegas. Keluhan ini
dirasakan hampir setiap tahun akibat perubahan cuaca/iklim.

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

28

Laporan Kasus Geriatri

Sudah berobat ke dokter kulit dan diberikan bedak topikal

kemudian membaik.
Opa mengatakan pernah menjalani operasi pengangkatan

clavus pada pedis sinistra tahun 2008 di RS Pasar Rebo.


Opa mengatakan sering diare di pagi hari setelah minum kopi,
kadang minum obat diaform 3x3 tablet, dan dirasakan
membaik. Keluhan ini dirasakan dari masih muda dulu.
Sekarang sudah tidak timbul lagi.

Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum: compos mentis

Tanda Vital

- Tekanan darah
:
150/80 mmHg
- Nadi
: 80x, regular, isi cukup.
- Pernapasan : 18x/menit, reguler, abdomino-thoraco
Status Gizi
: IMT = 22,3 (normoweight)
Status Internus
- Mata: arcus senilis +/+, VOD = 6/12 VOS = 6/12
- Jantung : batas kiri di ICS VI linea midclavicula sinistra, 2 cm ke
arah lateral
Status NeurologisNormal

Status Mental
Penampilan sesuai dengan usianya, pembicaraan baik, tidak ada
gerakan psikomotor tidak bertujuan, mood eutimik dan afek luas.
Tidak ada gangguan persepsi. Arus, bentuk, dan isi pikiran tidak ada
gangguan. Fungsi intelektual dan kognitif masih baik. Tilikan 6
terhadap penyakitnya.

Short Portable Mental Status Questioner (SPMSQ)


Benar semua :
fungsi intelektual utuh
Mini Mental State Examination (MMSE)
Skor 30
: normal
Geriatric Depression Scale (GDS)
Skor 2
: tidak depresi
Activities of Daily Living (Indeks ADL Barthel)
Skor 20
: mandiri
Instrumental Activities of Daily Living

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

29

Laporan Kasus Geriatri

Skor 15

ketergantungan

ringan

dalam

penggunaan transportasi
International Prostate Scoring System (IPPS)
Skor 6: gejala ringan dengan nilai QoL = 3

Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan laboratorium terakhir (14/09/2012) menunjukkan
peningkatan kolesterol total, trigliserida, dan kolesterol LDL.
- Ronsen thorax PA (12/12/11) kesan: cor slightly cardiomegali dan
elongasi aorta.

VII. DAFTAR MASALAH


A. Organobiologik
- Batuk berdahak
- Kencing sering dengan pancaran lemah.
- Penglihatan kabur terutama saat membaca dekat.
B. Psikologik
- Tidak ada masalah.
C. Keluarga, lingkungan, sosial budaya
- Tidak ada masalah.

VIII. DIAGNOSIS
A. Diagnosis utama
- Diagnosis klinis
ISPA (Infeksi Saluran Nafas Atas)
B. Diagnosis tambahan
- Hipertensi Grade I Terkontrol
- Polakisuria e.c suspect BPH (Benign Prostate Hyperplasia)
DD/ Ca prostate
- Penglihatan kabur e.c Presbiopia ODS

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

30

Laporan Kasus Geriatri

IX. PEMERIKSAAN YANG DIANJURKAN

Pemeriksaan EKG, Echocardiography


Pemeriksaan kimia darah rutin
- Profil Lipid 3 bulan sekali Kolesterol total, Trigliserida,

Kolesterol HDL, Kolesterol LDL


- Gula darah 3 bulan sekali GDP, GD2jPP
- Pemeriksaan fungsi ginjal (ureum & kreatinin) 6 bulan sekali
- Pemeriksaan fungsi hati (SGOT/SGPT) 6 bulan sekali.
Urinalisa, Uroflowmetry
Pemeriksaan DRE (Digital Rectal Examination), PSA (Prostat

Spesifik Antigen)
USG abdomen bawah.
Rujuk ke Sp. U, Sp. Rad, Sp. JP

X. RENCANA PENGELOLAAN
A. ISPA
Terapi Non-Farmakologis
Edukasi : jaga stamina tubuh agar tetap fit, banyak minum
air hangat, hindari makanan pedas dan berminyak, pakai
masker untuk mencegah penularan, pelihara lingkungan

sekitar agar tetap bersih.


Terapi Farmakologis
OBH syr 3x15 cc / hari

B. Hipertensi grade I terkontrol


Terapi Non-Farmakologis
Edukasi untuk melaksanakan pola hidup sehat
- Kurangi asupan garam dapur < 2 gr/hari atau satu sendok
teh garam dapur
- Diet tinggi serat dengan banyak konsumsi sayur dan buah
serta rendah lemak (DASH)
>50 th Wanita: 21 gr, laki-laki: 30gr (American

dietary Association)
14gr/1000 kalori (Department of Health and Human

Service, USA)
- Obat harus rutin diminum
- Berhenti merokok, minum kopi dan alkohol

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

31

Laporan Kasus Geriatri

- Olahraga teratur, misalnya jalan pagi, ikut senam. Minimal

30 menit dengan frekuensi 2-3x seminggu.


Farmakologi
Amlodipine 5 mg tab 1 x 1/2 pagi hari
Bisoprolol 2,5 mg tab 1 x 1 pagi hari

C. Polakisuria e.c susp. BPH (Benign Prostate Hyperplasia)


DD/ Ca Prostate
Terapi Non-Farmakologis
- Menyarankan untuk melakukan pemeriksaan urinalisa serta
uroflowmetry.
- Melakukan pemeriksaan DRE untuk menilai apakah ada
pembesaran kelenjar prostat. Kemudian menilai besar,
permukaan, konsistensi, dan apakah nodul atau tidak.
- Setelah DRE, seminggu kemudian cek kadar PSA.
- Konsul ke dokter spesialis urologi.
D. Penglihatan kabur e.c Presbiopia ODS
Terapi Non-Farmakologis
- Edukasi bahwa penyakit ini merupakan proses penuaan
normal dan dapat dikoreksi dengan pemakaian kacamata
baca untuk aktivitas jarak dekat.
- Memakai kacamata baca (+3D)

XI. PROGNOSA
A. ISPA (Infeksi Saluran Nafas Atas)
Ad vitam
: bonam
Ad functionam
: bonam
Ad sanationam
: dubia ad bonam
B. Hipertensi grade I terkontrol
Ad vitam

: dubia

Ad functionam :

dubia

Ad sanationam :

malam

B. Polakisuria e.c susp. BPH (Benign Prostate Hyperplasia)


DD/ Ca Prostate
Ad vitam

: dubia

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

32

Laporan Kasus Geriatri

Ad functionam :

dubia

Ad sanationam :

malam

C. Penglihatan kabur e.c Presbiopia ODS


Ad vitam

: bonam

Ad functionam :

dubia ad malam

Ad sanationam :

malam

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

33

Laporan Kasus Geriatri

HIPERTENSI
Tekanan darah sistolik meningkat sesuai dengan peningkatan usia,
kekakuan arteri akan tetapi tekanan darah diastolik meningkat seiring
dengan tekanan darah sistolik sampai sekitar usia 55 tahun, setelah itu
menurun

oleh

karena

terjadinya

kekakuan

arteri

akibat

proses

aterosklerosis. Sekitar usia 60 tahun dua pertiga pasien dengan


hipertensi mempunyai hipertensi sistolik terisolasi, sedangkan di atas 75
tahun tiga perempat mengalami hipertensi sistolik.
Pada usia lanjut, prevalensi gagal jantung dan stroke tinggi, yang
keduanya merupakan komplikasi hipertensi. Oleh karena pengobatan
hipertensi yang optimal penting sekali dalam mengurangi morbiditas
dan mortalitas kardiovaskular.
Pengukuran tekanan darah
Rekomendasi pengukuran TD oleh Canadian Hypertension Education
Program (2009) dilakukan pengukuran minimal 3 kali pada posisi duduk
dengan jarak pemeriksaan minimal 1 menit. Pengukuran pertama
diabaikan, kemudian diambil nilai rata-rata dari dua pengukuran
selanjutanya. TD saat berdiri juga harus diukur setelah pasien berdiri
selama 2 menit, demikian juga bila pasien memiliki keluhan hipotensi
ortostatik. Pengukuran tekanan darah sebaiknya dilakukan pada kedua
lengan pada minimal 1x kunjungan. Bila salah satu lengan secara
konsisten mennjukkan TD lebih tinggi, maka lengan tersebut sebaiknya
digunakan sebagai patokan untuk pengukuran maupun interpretasi TD.
Pada usia lanjut terdapat berbagai keadaan yang sering menjadi
masalah dlam penentuan tekanan darah. TD yang akurat yang dianggap
mewakili nilai sebenarnya, amat ditentukan oleh keadaan PD pasienyang
sudah mengalami kekakuan akibat aterosklerosis dan barorefleks yang
berkurang. TD dapat menurun berlebihan pada posisi berdiri, sesudah
makan atau sesudah aktivitas. Selain itu pada pengukuran TD bisa
Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

34

Laporan Kasus Geriatri

terdapat pseudohipertensi akibat manset pengukur tekanan darah harus


menekan

lebih keras arteri brachialis yang kaku, mengeras karena

kalsifikasi. Keadaan ini harus dipertimbangkan apabila terdapat hipotensi


ortostatik atau respon pengobatan yang kurang.

Klasifikasi

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

35

Laporan Kasus Geriatri

Faktor Resiko

Laki-laki
Umur (laki-laki >55 th, perempuan >65th)
Merokok
Dislipidemia
Kolesterol total >190 mg/dl, dan atau
Kolesterol LDL >115 mg/dl, dan atau
Kolesterol HDL: lai-laki < 40 mg/dl; perempuan <46 mg/dl
Trigliserida >150 mg/dl

Gula darah puasa 102-125 mg/dl


Uji toleransi glukosa abnormal
Obesitas (IMT 25 kg/m2)
Obesitas abdominal (lingkar pinggang

perempuan >80 cm)


Riwayat keluarga penyakit

KV

dini

laki-laki

(laki-laki

usia

>90
<55

cm,
th,

perempuan <65 tahun)


Hipertensi sistolik terisolasi (HST)
Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

36

Laporan Kasus Geriatri

Didefinisikan sebagai TDS 140mmHg dengan TDD < 90 mmHg.


Keadaan ini diakibatkan oleh kehilangan elastisitas arteri karena proses
menua. Kekauan aorta akan meningkatkan TDS dan pengurangan
volume aorta, yang pada akhirnya menurunkan TDD. Semakin besar
perbedaan TDS dan TDD atau tekanan nadi (pulse pressure), semakin
besar resiko komplikasi kardiovaskular. Tekanan nadi yang meningkat
pada usia lanjut dengan HST berkaitan dengan besarnya kerusakan yang
terjadi pada organ target; jantung, otak dan ginjal. Pada usia lanjut TDS
lebih berkitan dengan prognosis komplikasi KV dibandingkan tekanan
darah diastolik.
Pengelolaan hipertensi usia lanjut
Pencegahan primer
Ditujukan kepada individu yang belum terkena ataupun yang memiliki
resiko hipertensi. Faktor resiko antara lain usia, riwayat keluarga
hipertensi, BB lebih, kurang aktivitas, merokok, diet tinggi garam, diet
rendah kalium, minum alkohol, dan stress.
Strategi pencegahan:
1. Penurunan BB dengan target IMT 18,5-22,9 kg/m2
2. Diet sesuai Dietary Approaches to Stop Hypertension (DASH) yaitu
banyak

mengandung

buah-buahan,

sayuran,

serta

produk

mengandung susu rendah lemak.


3. Mengurangi asupan garam sehari-hari tidak lebih dari 6 g/ satu
sendok teh garam dapur.
4. Aktivitas aerobik secara teratur seperti jalan cepat secara kontinyu
selama min. 30 menit, dengan frekuensi 4-6 kali/minggu.
Pencegahan sekunder
Pencegahan hipertensi yang belum mengalami kerusakan organ target.
Tujuannya untuk mencegah atau menghambat terjadinya kerusakan
organ target. Dilakukan dengan penyuluhan mengenai kerusakan organ
target dan pentingnya kepatuhan dalam menjalani pengobatan yang

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

37

Laporan Kasus Geriatri

adekuat untuk mencapai TD target, dan deteksi dini kerusakan organ


target dan resiko KV sejak awal pengobatan hipertensi.
Tatalaksana
Kapan memulai pengobatan?
Pengobatan anti hipertensi dimulai saat seseorang dengan hipertensi
tingkat 1 tanpa faktor resiko, belum mencapai target TD yang diinginkan
dengan pendekatan terapi non farmakologi.
1. Modifikasi gaya hidup
Modifikasi

Rekomendasi

Menurunkan BB

IMT

normal

Perkiraan penurunan
(18,5- 5-20

22,9)

penurunan BB

Melakukan pola diet Buah-buahan,


DASH

mmHg/10kg

sayuran,
rendah

8-14 mmHg

makanan
lemak,

rendah kadar lemak


total

dan

saturasi

Diet rendah natrium

rendah
2.4 gr natrium/ 6 gr 2-8 mmHg

Olah raga

garam
Aerobik fisik teratur 4-9 mmHg
spt jalan cepat (min
30 menit per hari
dalam seminggu)

2. Medikamentosa

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

38

Laporan Kasus Geriatri

Diuretik-Thiazide
Tabel

81-3

meringkas

keuntungan

dan

kerugian

untuk

masing-

masingkelas obat utama dari perspektif pasien geriatri. Adabeberapa


alasan mengapa thiazide-jenis

diuretik telah menjadi

pilihanagen

antihipertensi awal untuk sebagian besar pasien yang lebih tua.


Penjelasan patofisiologi utama adalah bahwa terapi diuretik telah dicatat
untuk mengurangi tekanan darah sistolik untuk tingkat yang lebih besar
daripadatekanan darah diastolik, dan juga mencapai pengurangan yang
relatif lebih besar pada tekanan sistolik dibandingkan yang lain. Lebih
dari antihipertensi lain,mayoritas pada percobaan terkontrol skala besar
secara acak telah dimanfaatkanjenis diuretikthiazide- pada kelompok
pengobatan dan terdapat kelimpahandata hasil menunjukkan efektivitas
terapi pada populasi hipertensi yang lebih tua. Manfaat tambahan
termasuk rendahnya biaya, dosis sekali sehari, dan profil efek samping
yang menguntungkan. Efek samping yang umum adalah kelainan
metabolik, terutama hipokalemia, serta hiperuricemia dan intoleransi
glukosa;dan frekuensi kencing atau inkontinensia. Efek samping inicukup
Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

39

Laporan Kasus Geriatri

jarang pada dosis yang lebih rendah. Dengan demikian, 12,5 mg


hidroklorotiazidatau setara adalah dosis awal awal dianjurkan dan
karena adanya efek plateaus dalam menurunkan tekanan darah pada
dosis lebih tinggi dari50 mg, 50 mg dianggap dosis maksimal. Akhirnya,
adasinergi yang baik dengan sebagian besar obat lain yang umum
digunakan,sehingga menambahkan kedua obat jika diperlukan untuk
thiazide adalah tatalaksana yang dapat dipertimbangkan.
Jenis

diuretik

Nonthiazide

telah

diteliti

kurang

baik.

Mengingathipokalemia yang merupakan efek samping yang umum dari


diretik thiazide dan dalam mempertahankan kadar kalium darah dalam
mengobtrol tekanan darah, obat kombinasi dengan thiazide bersamasama

dengan

diuretik

hemat

kalium

(misalnya,

amilorid

atau

triamterene) telah dikembangkan. Karena diamati adanya kesamaan


antara efek fisiologis aldosteron dan kontributor yang berkaitan dengan
usia terhadap peningkatantekanan darah terdaftar pada Tabel 811,aldosteron

receptor

blockers

(Spironolactone

atau

eplerenone)

alternatif lain yang perlu dipertimbangkan.

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

40

Laporan Kasus Geriatri

Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor dan Angiotensin


Reseptor Antagonis
Agen ACE inhibitor dan antagonis reseptor angiotensin baik alternatif
pilihan untuk terapi awal atau sebagai

agen kedua dalam kombinasi

dengan tipe diuretik thiazide. Keuntungan mereka termasuk tidak


adanya efek sistem saraf pusat atau efek samping metabolik dan secara
keseluruhan menguntungkan profil efek samping. Mereka juga sering
digunakan dalam rekomendasi untuk mereka yang sudah memiliki
diabetes tipe 2 atau disfungsi sistolik sebelumnya. Pertimbangan lain
yang menguntungkan dalam penggunaan obat ini adalah bukti bahwa
penggunaannya dikaitkan dengan mempertahankan fungsi ginjal dan
penurunan proteinuria di beberapa kondisi klinis.

Calsium Channel Antagonist


Semua tiga kelas kimia calcium channel antagonis telah terbukti efektif
dalam mengobati pasien hipertensi pada usia yang lebih tua. Mereka
mekanisme tahanan pembuluh darah perifer menurun dan kurangnya
efek samping terhadap sistem saraf pusat dan metabolik secara
sifnifikan merupakan karakteristik yang cocok untuk pasien geriatri.
Perubahan

efek

farmakokinetik

obat

ini

berkaitan

dengan

umur(penurunan clearance dan peningkatan kadar plasma) berarti


dosislebih rendah

harus digunakan pada pasien yang lebih tua. Obat

golongancalsium channel blocker dihidropiridin telah yang paling banyak


dipelajari dalam uji coba terkontrol secara acak di mana efektivitas
mereka dalam mengobati populasi pasien yang lebih tua telah terbukti.
Adrenergik Reseptor Antagonis
Seperti dijelaskan sebelumnya, antagonis beta-reseptor tidak yang
sesuai untuk pilihan monoterapi pada pasien lansia dengan hipertensi
Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

41

Laporan Kasus Geriatri

tanpa komplikasi. Antagonis reseptor beta-harus digunakan untuk pasien


dengan indikasi , yaitu, sebagai pencegahan sekunder bagi pasien yang
telah menderita infark miokard sebelumnya atau pada beberapa pasien
dengan disfungsi sistolik. Beberapa pengamatan telah membatasi
adopsi alpha1-reseptor antagonis sebagai pengobatan lini pertama
untuk hipertensi pada lansia . Selain kecenderungan mereka untuk
menghasilkan hipotensi postural, subyek yang menerima antagonis
alpha1-reseptor sebagai monoterapi pada The Antihypertensive and
Lipid

Lowering

Treatment

to

Prevent

Heart

Attack

Trial(ALLHAT)

ditemukan memiliki risiko dua kali lipat lebih tinggi dirawat di rumah
sakit untuk CHF pada studi penelitian. Berdasarkan pengamatan ini,
terapi

antagonis

alpha1-reseptor

harus

dipertimbangkan

untuk

digunakan sebagai monoterapi, hanya pada pria di antaranya yang


penggunaannya mungkin bermanfaat untuk gejala yang berhubungan
dengan

hipertrofi

prostat

jinak,

atau

kombinasi

dengan

agen

antihipertensi lain.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo, Aru W. dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi
V.Jakarta: Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam.
2. Perhimpunan
Dokter
hipertensi
Indonesia.
Konsensus
Penatalaksanaan Hipertensi 2014. Jakarta 2014.

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

42

Laporan Kasus Geriatri

3. Summary Card for General Practice Hypertension. Guideline for


The Management of Arterial Hypertension. European Society of
Cardiology.
4. http://www.medscape.com/viewarticle/819629_2

BENIGN

PROSTATE

HYPERTROPHY

(BPH)
I.

DEFINISI

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

43

Laporan Kasus Geriatri

Hiperplasia adalah penambahan ukuran suatu jaringan yang


disebabkan oleh penambahan jumlah sel pembentuknya. Hipertrofi
prostat adalah pembesaran prostat yang jinak bervariasi berupa
hipertrofi kelenjar periuretral atau hipertrofi fibromuskular yang
mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer. Namun orang
sering menyebutnya dengan hiperplasia prostat walaupun secara
histologi yang dominan adalah hipertrofi.
BPH sering terjadi pada lobus lateralis dan lobus medialis
karena

mengandung

banyak

jaringan

kelenjar,

tetapi

tidak

mengalami pembesaran pada bagian posterior daripada lobus


medius

(lobus

posterior)

yang

merupakan

bagian

tersering

terjadinya perkembangan suatu keganasan prostat. Sedangkan


lobus

anterior

kurang

mengalami

hiperplasi

karena

sedikit

mengandung jaringan kelenjar.

II.

EPIDEMIOLOGI
Hipertrofi prostat merupakan penyakit pada pria tua dan
jarang ditemukan sebelum usia 40 tahun. Prostat normal pada pria
mengalami peningkatan ukuran yang lambat dari lahir sampai
pubertas, waktu itu ada peningkatan cepat dalam ukuran, yang
kontinyu sampai usia akhir 30-an. Pertengahan dasawarsa ke-5,
prostat bisa mengalami perubahan hiperplasi.
Prevalensi yang pasti di Indonesia belum diketahui tetapi
berdasarkan kepustakaan luar negeri diperkirakan semenjak umur
50 tahun 20-30% penderita akan memerlukan pengobatan untuk
prostat hipertrofi. Yang jelas prevalensi sangat tergantung pada
golongan

umur.

Sebenarnya

perubahan-perubahan

kearah

terjadinya pembesaran prostat sudah dimulai sejak dini, dimulai


pada

perubahan-perubahan

mikroskopoik

yang

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

kemudian

44

Laporan Kasus Geriatri

bermanifestasi menjadi kelainan makroskopik (kelenjar membesar)


dan kemudian baru manifes dengan gejala klinik.
Berdasarkan angka autopsi perubahan mikroskopik pada
prostat sudah dapat ditemukan pada usia 30 40 tahun. Bila
perubahan

mikroskopik

ini

terus

berkembang

akan

terjadi

perubahan patologi anatomi. Pada pria usia 50 tahun angka


kejadiannya sekitar 50%, dan pada usia 80 tahun sekitar 80%.
Sekitar 50% dari angka tersebut diatas akan menyebabkan gejala
dan tanda klinik.

III. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI


Hingga saat ini etiologi BPH belum diketahui secara pasti.
Akan tetapi, hyperplasia sel epitel dan stroma pada daerah
periuretra terutama pada zona transisi merupakan kunci utama
perkembangan penyakit ini. Oleh karena itu, setiap kondisi yang
menyebabkan peningkatan proliferasi sel dan atau penurunan
apoptosis sel dapat menyebabkan BPH. Pertambahan usia dan
testoteron bebas diduga kuat berperan dalam kondisi ini. 98%
testoteron dalam testis pria terikat pada serum hormone binding
protein

(SHBG),

dihidrotestoteron
reduktase

dan
yang

2%

sisanya

diubah

bebas.

dengan

Testoteron

bantuan

bebas,

enzim

5-

inilah yang diubah menjadi metabolit aktif dan

berperan dalam hyperplasia.


1. Teori Hormonal
Dengan
bertambahnya

usia

akan

terjadi

perubahan

keseimbangan hormonal, yaitu antara hormon testosteron dan


hormon estrogen, karena produksi testosteron menurun dan
terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan
adiposa di perifer dengan pertolongan enzim aromatase,
dimana sifat estrogen ini akan merangsang terjadinya hipertrofi
pada stroma.
2. Teori Growth Factor (Faktor Pertumbuhan)
Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

45

Laporan Kasus Geriatri

Peranan dari growth factor ini sebagai pemacu pertumbuhan


stroma kelenjar prostat. Terdapat empat peptic growth factor
yaitu; basic transforming growth factor, transforming growth
factor b1, transforming growth factor b2, dan epidermal growth
factor.
3. Teori Peningkatan Lama Hidup Sel-Sel Prostat Karena
Berkuramgnya Sel Yang Mati
Proses penuaan dapat mengakibatkan blokade proses maturasi
pada stem sel, mencegahnya memasuki tahap kematian sel
terprogram (apoptosis). Dimediasi melalui sinergisme estrogen
yang menginduksi reseptor androgen, menganggu metabolisme
steroid, berakibat meningkatkan kadar DHT dalam prostat
sehingga

menghambat

kematian

sel

ketika

diberikan

bersamaan dengan androgen dn menstimulasi poduksi kolagen


stroma.
4. Teori Sel Stem (Stem Cell Hypothesis)
Seperti pada organ lain, prostat dalam hal ini kelenjar
periuretral pada seorang dewasa berada dalam keadaan
keseimbangan steady state. Pada keadaan tertentu jumlah
sel stem ini dapat bertambah sehingga terjadi proliferasi lebih
cepat. Terjadinya proliferasi abnormal sel stem sehingga
menyebabkan produksi atau proliferasi sel stroma dan sel epitel
kelenjar periuretral prostat menjadi berlebihan.
5. Teori Dihydro-Testosteron (DHT)
Testosteron bebas (2%) bisa masuk ke dalam target cell yaitu
sel prostat melewati membran sel langsung masuk kedalam
sitoplasma, di dalam sel, testosteron direduksi oleh enzim 5
alpha reductase menjadi 5 dyhidro testosteron yang kemudian
bertemu

dengan

reseptor

sitoplasma

menjadi

hormone

receptor complex:, mengalami transformasi reseptor, menjadi


nuclear receptor yang masuk kedalam inti yang kemudian
melekat pada chromatin dan menyebabkan transkripsi m-RNA.
RNA ini akan menyebabkan sintese protein menyebabkan
terjadinya pertumbuhan kelenjar prostat.
Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

46

Laporan Kasus Geriatri

6. Teori Reawakening
Mc Neal tahun 1978 menulis bahwa lesi pertama bukan
pembesaran stroma pada kelenjar periuretral (zone transisi)
melainkan suatu mekanisme glandular budding kemudian
bercabang yang menyebabkan timbulnya alveoli pada zona
preprostatik. Persamaan epiteleal budding dan glandular
morphogenesis

yang

terjadi

pada

embrio

dengan

perkembangan prostat ini, menimbulkan perkiraan adanya


reawakening yaitu jaringan kembali seperti perkembangan
pada masa tingkat embriologik.

IV. MANIFESTASI KLINIS


Gejala BPH dibedakan menjadi gejala iritatif dan obstruktif (Tabel
1). Dan diagnosis bandingnya disajikan pada Tabel 2.
Gejala klinis sumbatan saluran kemih bagian bawah pada BPH
melibatkan 2 komponen: statis dan dinamis. Komponen statis
meliputi

penambahan

volume

prostat

dan

penekananuretra

posterior, sedangkan komponen dinamis meliputi peningkatan


kontraksi otot polos prostat yang diatur oleh sistem otonom.
Kontraksi otot polos ini dipengaruhi oleh resepotr adrenergic-
yang banayk terdapat pada prostat dan leher buli. Bila reseptor
tersebut

teraktivasi

maka

terjadi

kontraksi

otot

polos

dan

peningkatan tekanan serta resistensi uretra. Gejala BPH disusun


dalam

bentuk

scoring,

yang

sering

dipakai

adalah

scoring

International Prostate Scoring System (IPSS) pada Tabel 3.


Gejala iritatif
- Sering
(frequency)
- Tergesa-gesa

berkemih
ketika

akan

berkemih (urgency)
- Bekemih malam hari > 1x
(nokturia)

Gejala obstruktif
- Pancaran lemah
- Tidak puas setelah berkemih
- Menunggu
lama
untuk
berkemih (hesitancy)
- Mengedan (straining)
- Urin keluar tanpa dapat
dikontrol akibat volume urin

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

47

Laporan Kasus Geriatri

- Sulit

menahan

kencing

melebihi

kapasitas

urinaria

(urge incontinence)

vesica

(overflow

incontinence)
Tabel 1. Gejala iritatif dan obstruktif
Gejala iritatif
- Instabilitas detrusor
- Karsinoma in situ buli
- Infeksi saluran kemih
- Prostatitis
- Batu ureter distal
- Batu buli

Gejala obstruktif
- Striktur uretra
- Kontraktur leher vesika
- Batu buli
- Karsinoma prostat
- Kelemahan detrusor

Table 2. Diagnosis banding BPH

Keluhan pada 1 bulan


terakhir dalam 5 x
BAK
Adakah anda merasa
buli-buli tidak kosong
setelah buang air
kecil?
Berapa
kali
anda
hendak buang air
kecil
lagi
dalam
waktu 2 jam setelah
buang air kecil?
Berapa kali terjadi air
kencing
berhenti
sewaktu buang air
kecil?
Berapa
kali
anda
tidak dapat menahan
keinginan buang air
kecil?
Berapa kali arus air
seni lemah sekali
sewaktu buang kecil?
Berapa kali terjadi
anda
mengalami
kesulitan
memulai
buang air kecil (harus
mengejan)?
Berapa
kali
anda
bangun untuk buang

Tidak
sama
sekali

< 1x

< 50%

50%

>50%

Hampir
selalu

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

48

Laporan Kasus Geriatri

air kacil di waktu


malam?
Skor IPSS =
Andaikata hal yang Senan
anda alami sekarang g
akan
tetap sekali
berlangsung seumur 1
hidup,
bagaimana
perasaan anda?
Skor Kualitas Hidup (QoL) =

Senan
g

Puas

Puas
&
tidak
4

Tidak
puas
5

Tidak
bahag
ia
6

Buruk
sekali
7

0-7: gejala ringan; 8-19: gejala sedang; 20-35: gejala berat


Tabel 3. IPSS

V.

DIAGNOSIS
1. Anamnesis & Pemeriksaan Fisik
Dalam mendiganosis BPH perlu dilakukan anamnesia dan
pemeriksaan fisik yang teliti. Pada anamnesis, keluhan utama
serta

munculnya

gejala

iritatif

dan

obstruktif

penting

ditanyakan dengan jelas. Selain itu, riwayat pembedahan,


penyakit saraf, penyakit metabolic seperti diabetes melits,
riwayat infeksi saluran kemih, penyakit batu, hematuria, dan
pemakaian obat-obatan parasimpatolitik perlu ditanyakan.
Pemeriksaan fisik pada kecurigaan BPH meliputi keadaan
umum, kesadaran, tanda vital, serta kelainan neurologis. Status
urologi yang perlu diperhatikan adanya pembesaran ginjal atau
nyeri ketok pada sudut kostofrenikus menunjukkan adanya
obstruksi, vesika urinaria yang teraba penuh, dan kelainan
genitalia eksterna (stenosis atau striktur). Pemeriksaan fisik
yang paling penting adlah pemeriksaan colok dubur untuk
menilai sfingter ani, pembesaran atau penonjolan prostat,
konsistensi prostat, nodul, apakah batas atas prostat dapat
dicapai dengan jari, dan ada tidaknya nyeri tekan. Konsistensi
prostat pada BPH adalah kenyal, sedangkan bila keras harus
dicurigai adanya keganasan prostat.
2. Pemeriksaan Penunjang

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

49

Laporan Kasus Geriatri

Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan adalah


pemeriksaan darah yang mencakup darah tepi, ureum dan
kreatinin serum, elektrolit, PSA, urinalisis sedimen urin, serta
biakan kuman urin, dan tes sensibilitas antibiotic jika ditemukan
kuman. Pemeriksaan penunjang lain yang perlu dilakukan
adalah uroflowmetry, utnuk mengukur pancaran urin maksimal,
pancaran rata-rata, waktu yang dibutuhkan untuk mencapai
pancaran maksimum, dan lama pancaran. Dengan flow meter
dapat juga ditentukan volume urin yang keluar, sedangkan sisa
urin setelah berkemih dapat ditentukan dengan pemasangan
kateter atau dengan menggunakan transabdominal ultrasound
(TAUS). TAUS dapat juga digunakan untuk memperkirakan
ukuran prostat dan dilakukakn pada saat buli-buli setelah
kencing. Sisa kencing normal adalah kurang dari 15cc.
Transrectal ultrasonography (TRUS) dapat digunakan untuk
mengukur volume prostat. Selain TRUS juga dapat mendeteksi
kemungkinan

keganasan

dengan

memperlihatkan

adanya

daerah hiperekoik dan dapat langsung dilakukan biopsy prostat


dengan jarum yang dituntun jika dicurigai adanya keganasan.
Bendungan vesika seminalis dan pelebaran vena periprostat
yang sering ditemukan pada penderita prostatitis juga daoat
dilihat dengan TRUS.
Pemeriksaan urodinamik paling baik untuk menilai derajat
obstruksi prostat. Dengan pemeriksaan ini, penyebab pancaran
urin yang lemah dapat dibedakan, baik akibat obstruski leher
buli-buli dan uretra atau akibat kelemahan kontraksi otot
detrusor. Pemeriksaan urodinamik diindikasikan untuk: pasien
berusia <50 tahun atau > 80 tahun dengan volume residual
urin >300ml, Qmax >10ml/detik, pasca pembedahan radikal
daerah pelvis, gagal terapi insvasif, dan curiga adanya bulibuli
neurogenik. Sedangkan pemeriksaan IVP untuk menilai saluran

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

50

Laporan Kasus Geriatri

kemih atas, insufisiensi renal, riwayat batu saluran kemih, dan


riwayat pembedahan urogenitalia.
Meskipun BPH bukan merupakan penyebab timbulnya
karsinoma

prostat,

namun

kelompok

usia

BPH

beresiko

terjangkit karsinoma prostat, sehinggapemeriksaan PSA dapat


membantu mendeteksi. Cut-off level PSA yang umumnya
digunakan adalah 4ng/ml, jika lebih sebaiknya dilakukan biopsy
prostat.
Pada keadaan tertentu, pasien dengan BPH harus dirujuk
ke ahli urologi karena terjadi komplikasi ataupun terdapat
penyakit

lain

yang

memilki

kemiripan

dengan

BPH

membutuhkan tatalaksana yang lebih spesifik.

VI. PENATALAKSANAAN
Terapi intervensi
Observasi Medikamentosa

Pembedahan

- Watchful - -blocker
- Protektomi
waiting - Inhibitor
terbuka
- Endoneurologi:
reduktase-5
- Kombinasi
- - TURP
blocker
+ - TUIP
- TULIP
inhibitor
- Elektropovarisas
reduktase-5
i
- -blocker
+
antimuscarinic
- Fitoterapi
Table 4. Pilihan Terapi pada BPH

Minimal
invasive
- TUMT
- HIFU
- Stent uretra
- TUNA

1. Observasi - Watchful waiting


Merupakan penatalaksanaan pilihan untuk pasien BPH dengan
symptom score ringan (0-7). Besarnya risiko BPH menjadi lebih
berat dan munculnya komplikasi tidak dapat ditentukan pada
terapi ini, sehingga pasien dengan gejala BPH ringan menjadi

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

51

Laporan Kasus Geriatri

lebih berat tidak dapat dihindarkan, akan tetapi beberapa


pasien ada yang mengalami perbaikan gejala secara spontan.
2. Medikamentosa
a. Antagonis reseptor adrenergic-
Efektivitas
antagonis
resptor

adrenergic-

dalam

mengurangi gejala dan memperbaiki urinary flow rate elah


dibuktikan melalui uji klinis. Obat ini bekerja menghambat
reseptor , yang banyak terdapat pada otot polos prostat
dan PD otot polos kandung kemih. Dengan demikian, terjadi
relaksasi otot polos daraha prostat dan leher kandung kemih
sehingga

resistensi

tonus

leher

buli-buli

dan

uretra

menurun. Menurut beberapa studi obat ini bekerja cepat


dalam memperbaiki pancaran kencing.
Antagonis reseptor adrenergic- terbukti memperbaiki dan
menurunkan gejala BPH yang mengganggu, meningkatkan
skor IPSS dan Qmax hingga 15-30% dibandingkan dengan
sebelum terapi. Perbaikan gejala iritatif maupun obstruktif
sudah dirasakan sejak 48 jam setelah pemberian obat.
Golongan obat ini dapat diberikan dalam jangka waktu lama
dan belum ada bukti terjadinya intoleransi dan takifilaksis
hingga pemberian 6-12 bulan,
Efek samping gangguan kardiovaskuler yang dpaat timbul
berupa penurunan tekanan darah (hipotensi ortostatik) yang
dapat

menimbulkan

keluhan

pusing,

lelah,

sumbatan

hidung, serta rasa lemah terutama pada golongan nonselektif. Preparat super spesifik, seperti tamsulosin yang
hanya bekerja pada reseptor adrenergic- 1a, kini banyak
digunakan karena tidak membutuhkan titrasi, aman, dan
efektif hingga pemberian 6 tahun, serta efek samping
sistemik yang muncul lebih jarang dibandingkan -blocker
non-spesifik. Namun, tamsulosin memiliki efek samping
ejakulasi retrograde yang dilaporkan terjadi pada 4,5-10%
pasien.
Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

52

Laporan Kasus Geriatri

b. Inhibitor Reduktase-5
Obat ini menghambat kerja enzim 5 reduktase di dalm selsel prostat sehingga testoteron tidak dibuah menjadi DHT.
Akibatnya, konsentrasi DHT di prostat menurun dan tidak
terjadi sintesis protein serta terjadi atrofi epitel sehingga
volume prostat berkurang. Obat-obatan golongan 5-ARI,
seperti

finasteridedan

dutasteride,

dapat

menurunkan

volume prostat, meningkatkan skor gejala, meningkatkan


pancaran urin, menurunkan resiko terjadinya retensi urin
akut,

menahan

laju

pembesaran

prostat,

mencegah

kemungkinan terkena karsinoma prostat, dan menurunkan


kebutuhan pembedahan yang berhubungan dengan BPH.
Efek maksimum perbaikan gejala dapat terlihat setelah
mengkonsumsi finastreide dengan dosis 1x5mg selama 6
bulan

terus-menerus.

Finasteride

terutama

dipilih

bila

volume prostat cukup besar (>40cm). onset kerjanya lebih


lambat

bila

dibandingkan

dengan

golongan

antagonis

reseptor adrenergic-. Finasteride menurunkan kadar PSA


sampai 50% dari kadar yang semestinya sehingga perlu
diperhitungkan pada deteksi dini kanker prostat. Efek
samping yang dapat timbul adalah penurunan libido,
disfungsi ereksi, menurunnya ejakulasi, ginekomastia, dan
timbul bercak kemerahan di kulit.
c. Kombinasi Antagonis Adrenergik-

dan

Inhibitor

Reduktase 5-
Sebuah studi yang dilakukan McConnel, dkk memperlihatkan
efektivitas terapi kombinasi antagonis adrenergik- dan
inhibitor reduktase 5-. Kombinasi ini secara signifikan dapat
mengurangi

resiko

progresivitas

BPH

secara

klinis

dibandingkan hanya dengan satu jenis obat sehingga


kombinasi ini diangga- paling aman dan paling efektif bagi
pasien dengan LUTS dan BPH. CombA Study Goup pada
tahun 2009 mempublikasikan hasil penelitiannya di mana
Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

53

Laporan Kasus Geriatri

kombinasi tamsulosin dan dutasteride lebih efektif bila


dibandingkan dengan monoterapi, namun perlu dipikirkan
pertimbangan biaya dan efek sampign yang dapat timbul.
d. Fitoterapi
Fitoterapi adalah penggunaan tumbuh-tumbuhan dan
ekstrak tumbuh-tumbuhan untuk tujuan medis. Obat-obatan
tersebut

mengandung

bahan

dari

tumbuhan

seperti

Serenoa repens, Pygeum africanum, Echinacea purpurea,


Hypoxis rooperi.

3. Intervensi Bedah
a. Open simple prostatectomy
Jika prostat terlalu besar untuk

dikeluarkan

dengan

endoskopi, maka enukleasi terbuka diperlukan. Prostat lebih


dari 100 gram biasanya dipertimbangkan untuk dilakukan
enukleasi terbuka. Open prostatectomy juga dilakukan pada
BPH dengan divertikulum buli-buli, batu buli-buli dan pada
posisi litotomi tidak memungkinkan. Open prostatectomy
dapat dilakukan dengan pendekatan suprapubik ataupun
retropubik.
b. Transurethral resection of the prostate (TURP)
Sembilan puluh lima persen simpel prostatektomi dapat
dilakukan melalui endoskopi. Umumnya dilakukan dengan
anestesi spinal dan dirawat di rumah sakit selama 1-2 hari.
Komplikasi tindakan ini antara lain perdarahan, striktur
uretra atau kontraktur leher buli, perforasi kapsul prostat
dengan ekstravasasi, dan pada kasus yang berat, sindrom
TUR

yang

berakibat

hipervolemi,

hiponatremi

karena

absorpsi cairan irigasi yang hipotonik (H 2O). Manifestasi


klinik

sindrom

TUR

adalah

mual,

muntah,

konfusi,

hipertensi, bradikardi dan gangguan visual. Risiko sindrom


TUR meningkat pada waktu reseksi yang melebihi 90 menit.
Penatalaksanaanya termasuk pemberian diuresis dan pada
kasus yag berat, diberikan saline hipertonik.
Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

54

Laporan Kasus Geriatri

c. Transurethral incision of the prostate (TUIP)


Pada pasien dengan gejala sedang-berat dan prostat yang
kecil sering terjadi hipertrofi komisura posterior (kenaikan
leher buli-buli). Pasien dengan keadaan ini lebih mendapat
keuntungan dengan insisi prostat. Prosedur ini lebih cepat
dan morbiditas lebih sedikit dibandingkan TURP. Retrograde
ejakulasi terjadi pada 25% pasien.
d. Transurethral laser incision of the prostate (TULIP)
Keuntungan operasi dengan sinar laser adalah: kehilangan
darah

minimal,

jarang

terjadi

sindroma

TUR,

dapat

mengobati pasien yang sedang menggunakan antikoagulan,


dan dapat dilakukan out patient procedure. Sedangkan
kerugian operasi dengan laser antara lain: sedikit jaringan
untuk

pemeriksaan

patologi,

pemasangan

kateter

postoperasi lebih lama, lebih iritatif, dan biaya besar.


e. Transurethral electrovaporization of the prostate
Transurethral
electrovaporization
of
the
prostate
menggunakan

resektoskop.

menyebabkan

penguapan

menghasilkan

cekungan

Arus

tegangan

tinggi

jaringan

karena

panas,

pada

uretra

pars

prostatika.

Prosedurnya lebih lama dari TURP.


4. Minimal invasif
a. Trans urethral microwave thermotherapy (TUMT)
Dikatakan dengan memanaskan kelenjar periuretral sampai
44,5C 47C dengan gelombang mikro (microwave) yaitu
dengan

gelombang

ultarasonik

atau

gelombang

radio

kapasitif akan terjadi vakuolisasi dan nekrosis jaringan


prostat, selain itu juga akan menurunkan tonus otot polos
dan kapsul prostat sehingga tekanan uretra menurun
sehingga obstruksi berkurang.
b. High-intensity focused ultrasound (HIFU)
Metode
ini
dilakukan
dengan
meletakkan

probe

ultrasonografi didalam rektum yang akan menampilkan


gambaran prostat dan menghantarkan energi panas dari

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

55

Laporan Kasus Geriatri

high-intensity focused ultrasound, yang akan memanaskan


jaringan prostat dan menjadi nekrosis koagulasi.
c. Intraurethral stents
Intraurethral stents adalah alat yang ditempatkan pada
fossa prostatika dengan endoskopi dan dirancang untuk
mempertahankan uretra pars prostatika tetap paten.
d. Transurethal needle ablation of the prostate
Transurethal needle ablation of the prostate (TUNA)
menggunakan kateter yang didesain khusus melalui uretra.
Jarum interstitial dengan frekuensi radio kemudian keluar
dari ujung kateter, melubangi mkosa uretra pars prostatika.
Penggunaan frekuensi radio tersebut untuk memanaskan
jaringan sehingga megakibatkan nekrosis koagulatif.

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

56

Laporan Kasus Geriatri

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi revisi, Jakarta


: EGC, 1997.
2. Tenggara T. Gambaran Klinis dan Penatalaksanaan Hipertrofi Prostat,
Majalah Kedokteran Indonesia volume: 48, Jakarta : IDI, 1998.
3. Reksoprodjo S. Prostat Hipertrofi, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah
cetakan pertama, Jakarta : Binarupa Aksara, 1995.
4. Sabiston, David C. Hipertrofi Prostat Benigna, Buku Ajar Bedah
bagian 2, Jakarta : EGC, 1994.
5. Katzung, Bertram G. Farmakologi Dasar dan Klinik edisi VI, Jakarta :
EGC, 1997.
6. Rahardjo D. Pembesaran Prostat Jinak; Beberapa Perkembangan Cara
Pengobatan, Jakarta : Kuliah Staf Subbagian Urologi Bagian Bedah FK
UI R.S. Dr. Cipto Mangunkusumo, 1993.
7. Priyanto J.E. Benigna Prostat Hiperplasi, Semarang : Sub Bagian
Bedah Urologi FK UNDIP.
8. Nasution I. Pendekatan

Farmakologis

Pada

Benign

Prostatic

Hyperplasia (BPH), Semarang : Bagian Farmakologi dan Terapeutik FK


UNDIP.
9. Soebadi D.M. Fitoterapi Dalam Pengobatan BPH, Surabaya : SMF/Lab.
Urologi RSUD Dr. Soetomo-FK Universitas Airlangga, 2002.
10. Purnomo B.P. Buku Kuliah Dasar Dasar Urologi, Jakarta :
CV.Sagung Seto, 2000.
11. Anonim. Kumpilan Kuliah Ilmu Bedah Khusus, Jakarta : Aksara
Medisina, 1997.
12. Hugh. A.F. Dudley. Hamilton Baileys Emergency Surgery 11th
edition, Gadjah Mada University Press, 1992.
13. Mansjuoer Akan, Suprohaita, Wardhani W.I, Setiowulan W., Kapita
Selekta Kedokteran, 3rd edition,Jakarta : Media Aesculapius FK-UI,
2000

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

57

Laporan Kasus Geriatri

KANKER PROSTAT
I.

KANKER PROSTAT
Kanker prostat adalah keganasan pada prostat yang diderita
pria berusia lanjut dengan kejadian puncak pada usai 65-75 tahun.
Penyebab kanker prostat tidak diketahui secara tepat, meskipun
beberapa penelitian telah menunjukkan adanya hubungan antara
diet tinggi lemak dan peningkatan kadar hormon testosteron. Pada
bagian lain, Rindiastuti (2007) menyimpulkan bahwa usia lanjut
mengalami penurunan beberapa unsur esensial tubuh seperti
kalsium dan vitamin D. Penurunan kandungan kalsium tubuh
mengakibatkan
osteoporosis,
pada

berbagai

penyakit,

diantaranya

adalah

sehingga

timbul paradigma bahwa

usia

untuk

lanjut

mengkonsumsi

kalsium dalam jumlah banyak. Tetapi pola makan dengan kalsium


tinggi secara berlebihan dapat meningkatkan risiko kanker prostat
pada usia lanjut
Lebih dari 95% kanker prostat bersifat

adenokarsinoma.

Selebihnya didominasi transisional sel karsinoma. (Presti,J.C,2008)


Penelitian menunjukkan bahwa 60-70% kasus kanker prostat terjadi
pada zona perifer sehingga dapat diraba sebagai nodulnodul keras
irregular. Fenomena ini nyata pada saat pemeriksaan rectum
dengan

jari

(Digital

Rectal

Examination).

Nodul- nodul

ini

memperkecil kemungkinan terjadinya obstruksi saluran kemih atau


uretra yang berjalan tepat di tengah prostat. Sebanyak 1020%
kanker prostat terjadi pada zona transisional, dan
510% terjadi pada zona sentral.

II.

ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO


1. Usia

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

58

Laporan Kasus Geriatri

Resiko menderita kanker prostat dimulai saat usia 50 tahun


pada pria kulit putih, dengan tidak ada riwayat keluarga
menderita kanker prostat. Sedangkan pada pria kulit hitam
pada usia 40 tahun dengan riwayat keluarga satu generasi
sebelumnya menderita kanker prostat. Data yang diperoleh
melalui autopsi diberbagai negara menunjukkan sekitar 1530%
pria berusia 50 tahun menderita kanker prostat secara samar.
Pada usia 80 tahun sebanyak 6070% pria memiliki gambaran
histology kanker prostat. (K.OH,Williametal, 2000).
2. Ras dan tempat tinggal
Penderita prostat tertinggi ditemukan pada pria dengan ras
Afrika Amerika. Pria kulit hitam memiliki resiko 1,6 kali lebih
besar untuk menderita kanker prostat dibandingkan dengan
pria kulit putih (Moul,J.W.,etal, 2005).
3. Riwayat keluarga
Carter dkk menunjukkan bahwa kanker prostat didiagnosa pada
15% pria yang memiliki ayah atau saudara lelaki yang
menderita

kanker

prostat,

bila dibandingkan

dengan

8%

populasi kontrol yang tidak memiliki kerabat yang terkena


kanker prostat (Haas,G.PdanWaelA.S.,1997).
4. Faktorhormonal
Testosteron adalah hormon pada pria yang dihasilkan oleh sel
Leydig pada testis yang akan ditukar menjadi bentuk
metabolit, berupa dihidrotestosteron (DHT) di organ prostat
oleh enzim 5 - reduktase. Beberapa teori menyimpulkan
bahwa kanker prostat terjadi karena adanya peningkatan kadar
testosteron pada pria, tetapi hal ini belum dapat dibuktikan
secara ilmiah. Beberapa penelitian menemukan terjadinya
penurunan kadar testosteron pada penderita kanker prostat.
Selain

itu,

juga

penderita prostat,

ditemukan peningkatan kadar

DHT

pada

tanpa diikuti dengan meningkatnya kadar

testosteron. (Haas,G. PdanWaelA.S., 1997).


Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

59

Laporan Kasus Geriatri

5. Pola makan
Pola makan diduga memiliki pengaruh dalam perkembangan
berbagai jenis kanker atau keganasan. Pengaruh makanan
dalam terjadinya kanker prostat belum dapat dijelaskan secara
rinci karena adanya perbedaan konsumsi makanan pada rasa
atau suku yang berbeda, bangsa, tempat tinggal, status
ekonomi dan lain sebagainya.

III.

GEJALA KLINIS KANKER PROSTAT


Secara medik, kanker prostat umumnya tidak menunjukkan gejala
khas. Karena itu, sering terjadi keterlambatan diagnosa. Gejala
yang ada umumnya sama dengan gejala pembesaran prostat jinak,
yaitu buang air kecil tersendat atau tidak lancar. Keluhan dapat
juga berupa nyeri tulang dan gangguan saraf. Dua keluhan itu
muncul bila sudah ada penyebaran ketulang belakang.
Tahap

awal (earlystage) yang mengalami kanker prostat

umumnya tidak menunjukkan gejala klinis atau asimptomatik. Pada


tahap berikutnya (locally advanced) didapati obstruksi sebagai
gejala yang paling sering ditemukan. Biasanya ditemukan juga
hematuria yakni urin yang mengandung darah, infeksi saluran
kemih,

serta

rasa

nyeri

saat

berkemih.

Pada

tahap

lanjut

(advanced) penderita yang telah mengalami metastase di tulang


sering mengeluh sakit tulang dan sangat jarang mengalami
kelemahan tungkai maupun kelumpuhan tungkai karena kompresi
korda spinalis.

IV.

PEMERIKSAAN KANKER PROSTAT


Diagnosa kanker prostat
pada

saat

pemeriksaan

dapat dilakukan
colok

dubur

atas

yang

kecurigaan

abnormal

atau

peningkatan Prostate Specific Antigen (PSA). Kecurigaan ini


kemudian dikonfirmasi dengan biposi, dibantu oleh trans rectal
Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

60

Laporan Kasus Geriatri

ultrasoundscanning (TRUSS).

Ada 50% lebih lesi yang dicurigai

pada saat colok dubur yang terbukti suatu kanker prostat. Nilai
prediksi colok dubur untuk mendeteksi

kanker prostat 21,53%.

Sensitifitas colok dubur tidak memadai untuk mendeteksi kanker


prostat tapi spesifisitasnya tinggi, namun bila didapatkan tanda
ganas

pada

colok

dubur

maka

hampir

semua

kasus

memangterbukti kanker prostat karena nilai prediktifnya 80%


(UmardanAgoes,2002).
a. DigitalRectalExamination
Pemeriksaan

rutin

pemeriksaan

rektum

prostat

yang

dengan

di

jari

perlukan

atau

digital

adalah
rectal

examination. Pemeriksaan ini menggunakan jari telunjuk yang


dimasukkan kedalam rektum untuk meraba prostat. Penemuan
prostat abnormal pada DRE berupa nodul atau indurasi hanya
15

25

kasus

yang

mengarah

ke

kanker

prostat

(Moul,J.W.,etal,2005).
b. PemeriksaankadarProstatSpesifikAntigen
Prostat Spesifik Antigen (PSA) adalah enzim proteolitik yang
dihasilkan oleh epitel prostat dan dikeluarkan bersamaan
dengan cairan semen dalam jumlah yang banyak. Prostat
Spesifik Antigen memiliki nilai normal 4 ng/ml. Pemeriksaan
PSA sangat baik digunakan bersamaan dengan pemeriksaan
DRE dan TRUSS dengan biopsy. Peningkatan kadar PSA bisa
terjadi pada keadaan Benign Prostate Hyperplasya (BPH),
infeksi saluran kemih dan kanker prostat sehingga dilakukan
penyempurnaan dalam interpretasi nilai PSA yaitu PSA velocity
atau perubahan laju nilai PSA, densitas PSA dan nilai ratarata
PSA, yang nilainya bergantung kepada umur penderita
Tabel 1. Rata-rata nilai normal Prostat Spesifik Antigen
menurut umur
Umur(tahun)

Rerata Nilai Normal PSA (ng/mL)

4049

0.02.5

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

61

Laporan Kasus Geriatri

5059

0.03.5

6069

0.045

7079

0.06.5

Sumber: Choen,J.J dan Douglas M.D (2008).


Pasien yang memiliki kadar PSA lebih dari 10 ng/mL biasanya
menderita kanker prostat. Dalam sebuah penelitian ditemukan
bahwa hanya 2% lakilaki yang menderita BPH yang memiliki
kadar PSA lebih dari 10 ng/mL. Sedangkan dari 103 pasien
dengan semua stadium kanker prostat, 44% memiliki kadar
PSA lebih dari 10 ng/mL. Dimana 305nya dapat ditemukan
pada pasien dengan stadium kanker T1-2, NX, M0. Dengan
demikian jelaslah bahwa ada hubungan antara peningkatan
PSA dengan stadium kanker prostat (K.OH,William,etal,.2000).
c. Biopsiprostat
Biopsi prostat merupakan goldstandart untuk menegakkan
diagnosa kanker prostat. (Jefferson, K danNatasha J., 2009).
Pemeriksaan

biopsi

prostat

menggunakan

panduan

transurectal ultrasound scanning (TRUSS) sebagai sebuah


biopsi standar. Namun seringnya penemuan mikroskopis
kanker prostat ini terjadi secara insidentil dari hasil TURP atau
pemotongan prostat pada penyakit BPH.
Pemeriksaan

biopsi

prostat

dilakukan

apabila

ditemukan

peningkatan kadar PSA serum pasien atau ada kelainan pada


saat

pemeriksaan

DRE

atau

kombinasi

keduanya

yaitu

ditemukannya peningkatan kadar PSA serum dan kelainan


pada DRE.

Pada pemeriksaan

mikroskopis

ini

sebagian

besar karsinoma prostat adalah jenis adenokarsinoma dengan


derajat

diferensiasi

berbedabeda.

70%

adenokarsinoma

prostat terletak dizona perifer, 20% dizona transisional dan


10% dizona sentral (Moul,JuddW,etal,2005). Namun penelitian
lain menyatakan bahwa 70% kanker prostat berkembang dari
zona perifer, 25% zona sentral dan zona transisional dan
Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

62

Laporan Kasus Geriatri

beberapa daerah periuretral duct adalah tempattempat yang


khusus untuk beningn prostate hyperplasia (BPH) (Seitz, M., et
al, 2009). Pada hasil biopsi prostat, sebagian besar kanker
prostat adalah adenokarsinoma dengan derajat yang berbeda
beda. Kelenjar pada kanker prostat invasif sering mengandung
fokus atipiasel atau Neoplasia Interaepitel Prostat (PIN) yang
diduga merupakan prekusor kanker prostat.
d. Pencitraan
Dalam melakukan pencitraan, ada beberapa jenis pencitraan
yang biasa di pakai dalam mendiagnosis kanker prostat
diantaranya yaitu:
1. Transrectal Ultrasound Scanning (TRUSS)
Transrectal

Ultrasound

Scanning

pemeriksaan yang digunakan

(TRUSS)

adalah

untuk menentukan lokasi

kanker prostat yang lebih akurat dibandingkan dengan


DRE, juga merupakan

panduan

klinisi

untuk

melakukan biopsi prostat sehingga TRUSS juga sering


dikatakan sebagai a biopsyguidence. Selain untuk
panduan biopsi, TRUSS juga digunakan untuk mengukur
besarnya volume

prostat yang diduga terkena kanker.

Transrectal Ultrasound juga digunakan dalam tindakan


cryosurgery dan brachytherapy. Untuk temuan DRE yang
normal

namun

ada peningkatan kadar PSA (biasanya

lebih dari 4) dapat juga digunakan TRUSS untuk melihat


apakah ada kemungkinan terjadi keganasan pada prostat
(Evidence

Based

Guideline

Transrectal

Ultrasound

BlueCross BlueShield of North Carolina,1994)


2. Endorectal Magnetic Resonance Imaging(MRI)
3. Axial Imaging (CT MRI)
Pemeriksaan ini digunakan untuk melihat apakah pasien
penderita kanker prostat menderita metastase ke tulang
pelvis atau kelenjar limfe sehingga klinisi bisa menentukan
Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

63

Laporan Kasus Geriatri

terapi yang tepat bagi pasien. Namun perlu diingat juga


bahwa

pencitraan

ini

cukup

memakan

biaya

dan

sensitivitasnya juga terbatas hanya sekitar 3040%.

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

64

Laporan Kasus Geriatri


Nathasia - 406138125

IV.

GRADING DAN STAGING KANKER PROSTAT


Kanker prostat biasanya mengalami metastase ke kelenjar limfe
pelvis kemudian metastase berlanjut ke tulangtulang pelvis
vertebra lumbalis

femur vertebratorakal kosta. Lesi yang

sering terjadi pada metastase di tulang adalah lesi osteolitik


(destruktif), lebih sering

osteoblastik

(membentuk

tulang).

Adanya metastasis osteoblastik merupakan isyarat yang kuat


bahwa kanker prostat berada pada tahap lanjut.
Untuk menentukan grading, yang paling umum digunakan di
Amerika adalah sistem Gleason (Presti,J.C.,2008).Skor untuk sistem
ini adalah 15 berdasarkan pola secara pemeriksaan spesimen
prostat dilaboratorium Patologi Anatomi (Tabel2). Ada2skor yang
harus dilihat dalam sistem Gleason yaitu:
1) Skor primer adalahpenilaian
berdasarkan

gambaran

yang

diberikan

mikroskopik

yang

paling

dominan pada spesimen yang diperiksa


2) Skor sekunder adalah gambaran mikroskopik berikutnya yang
paling dominan setelah yang pertama.
Total skor untuk Gleason adalah jumlah dari skor primer dan
skor sekunder dimana masingmasing rentang nilai untuk skor
primer dan sekunder adalah 1-5 dan totalnya 210. Bila total skor
Gleason 24, maka spesimen
well

dikelompokkan ke dalam kategori

differentiated, sedangkan bila skor Gleason 5 6

dikategorikan sebagai moderate diferentiated dan skor Gleason 8


10 dikelompokkan sebagai poordifferentiated. Tidak
Gleason bernilai 7 sesekali di masukkan ke

jarang

skor

dalam kategori

moderate differentiated, namun bisa dimasukkan ke dalam kategori


poor diferentiated. Kerancuan ini diatasi dengan cara sebagai
berikut:
1. Bila skor primer Gleason adalah 3 dan skor sekunder 4, maka
dimasukkan ke dalam kategori moderate differentiated.
2. Bila skor primer Gleason 4 dan skor sekunder 3 maka
Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

65

Laporan Kasus Geriatri


Nathasia - 406138125

dimasukkan ke dalam kategori poor diferentiated, karena


memiliki prognosis yang lebih buruk daripada yang memiliki
skor primer Gleason3 (Presti,J.C.,2008).

Tabel 2. Skor Grading menurut Gleason


Skor Gleason
12

Gambaran mikroskopi
Kelenjar kecil dan uniform, menyatu dekat
dengan sedikit stroma

Cribiform pattern

Incomplete gland formation

Tidak

ada

kelenjar

terbentuk

atau

penampakan lumen
Sedangkan Staging TNM digunakan untuk melihat hasil dari
DRE dan TRUS bukan dari hasil biopsy.
Tabel 3. Luas Tumor Primer (T)
Klasifikasi TNM

Temuan anatomi

T1

Lesi tidak teraba

T1a

5%

jaringan

yang

direseksi

untuk

BPH

memiliki kanker dengan DRE normal


T1b

>5% jaringan yang direseksi untuk BPH memiliki


kanker dengan DRE normal

T1c

Kanker ditemukan pada biopsi jarum

T2

Kanker teraba atau terlihat terbatas diprostat

T2a

Keterlibatan 50% dari satu lobus

T2b

Keterlibatan >50% dari satu lobus tapi unilateral

T2c

Keterlibatan ke dua lobus

T3

Perluasan ekstra prostat lokal

T3a

Unilateral

T3b

Bilateral

T3c

Invasi ke vesika seminalis

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

66

Laporan Kasus Geriatri


Nathasia - 406138125

T4

Invasi ke organ dan/atau struktur penunjang di


jaringan sekitar

T4a

Invasi ke leher kandung kemih, rectum atau

sfingtereksternal
T4b

Invasi ke otot elevator anus atau dasar panggul


Tabel 4. Status kelenjar getah bening regional (N)

Klasifikasi TNM

Temuan anatomi

N0

Tidak ada metastase ke kelenjar regional

N1

Satu kelenjar regional garis tengah 2cm

N2

Satu kelenjar regional dengan garis tengah 25


cm atau banyak kelenjar dengan garis tengah <5
cm

N3

Kelenjar regional dengan garis tengah >5 cm

Tabel 5. Metastasis jauh (M)


Klasifikasi TNM

Temuananatomik

M0

Tidak ada metastasis jauh

M1

Terdapat metastasis jauh

M1a

Metastasis ke kelenjar getah bening jauh

M1b

Metastasis ke tulang

M1c

Metastasis jauh lainnya

Sumber: BukuAjar Patologi Robin Edisi 7 Volume 2 (2007)

VI.

PENANGANAN KANKER PROSTAT


Sebelum dilakukan penanganan terhadap kanker prostat,perlu
diperhatikan faktor faktor yang berhubungan dengan prognosis
kanker prostat yang dibagi kedalam dua kelompok

yaitu faktor

faktor prognostik klinis dan patologis kanker prostat. Faktor


prognostik klinis adalah faktorfaktor yang dapat dinilai melalui
pemeriksaan fisik, tes darah, pemeriksaan radiologi dan biopsi

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

67

Laporan Kasus Geriatri


Nathasia - 406138125

prostat. Faktor klinis ini sangat penting karena akan menjadi acuan
untuk mengidentifikasi karakteristik kanker sebelum dilakukan
pengobatan yang sesuai. Sedangkan faktor patologis adalah faktor

faktor

yang

memerlukan

pemeriksaan,

pengangkatan

dan

evaluasi kesuluruhan prostat. (Buhmeida,A.,etal, 2006).


Penangangan kanker prostat di tentukan berdasarkan penyakitnya
apakah

kanker

prostat

tersebut

terlokalisasi,

penyakit

kekambuhan atau sudah mengalami metastase. Selain itu juga


perlu diperhatikan faktorfaktor prognostik diatas yang sangat
penting untuk melakukan terapi kanker prostat.
Untuk penyakit yang masih
dilakukan adalah

terlokalisasi langkah

melakukan watchfull waiting

pertama yang

atau

memantau

perkembangan penyakit. Watchfull waiting merupakan pilihan yang


tepat untuk pria yang memiliki harapan hidup kurang dari 10 tahun
atau memiliki skor Gleason 3+3 dengan volume tumor yang kecil
yang memiliki

kemungkinan metastase dalam

kurun

waktu 10

tahun apabila tidak diobati (Choen,J.J.danDouglas M.D.,2008).


Sumber lain menuliskan bah watchfull waiting dilakukan bila pasien
memiliki skor Gleason 26 dengan tidak adanya nilai 4 dan 5 pada
nilai primer dan sekunder karena memiliki resiko yang rendah
untuk berkembang (Presti,J.C, 2008)
Sekarang ini, pria yang memiliki resiko sangat rendah (very low
risk) t erhadap kanker prostat dan memilih untuk tidak melakukan
pengobatan,

tetapi

tetap

dilakukan

monitoring.

Jonathan Epstein, seorang ahli patologi

Menurut

Dr.

dari Rumah Sakit

JohnsHopkins (Epstein,J.,2011) mengemukakan beberapa kriteria


yang termasuk kedalam golongan resiko rendah terhadap kanker
prostat (very low risk):
1) Tidak teraba kanker pada pemeriksaan DRE (staging T1c)
2) Densitas PSA (jumlah serum PSA

dibagi dengan volume

prostat) < 0,15


3) Skor Gleason kurang atau sama dengan 6 dengan tidak
Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

68

Laporan Kasus Geriatri


Nathasia - 406138125

ditemukannya pola yang bernilai 4 atau 5


4) Pusat kanker tidak lebih dari 2 atau kanker tidak melebihi 50%
dari bagian yang dibiopsi.
Radikal

prostatektomi

adalah

prosedur

bedah

standar

yang

mengangkat prostat dan vesika seminalis. Prognosis pasien yang


melakukan radikal prostatektomi tergantung dengan gambaran
patologis spesimen prostat.

VII.

BIOPSI PROSTAT
Di seluruh dunia, biopsi jarum prostat dengan panduan ultrasound
sudah banyak dipakai oleh urologis dan sitopatologis. Setiap pasien
biasa diambil sebanyak 12-18 biopsi jaringan. Biopsi jarum halus
lebih murah, lebih dan lebih ekonomis dibandingkan dengan
metode yang lain. Biopsi jarum halus lebih sensitive, spesifik, dan
dipercaya sebagai modalitas utama.
Sebelum biopsy pasien biasa dianastesi lokal. Kemudian dengan
panduan biopsy digunakan ultrasound. Biopsy diambil dari daerah
posterior dan lateral zona perifer. Pada volume prostat 30-40ml
diperlukan paling sedikit 8 sediaan (bisa sampai 12 sediaan). Pada
prostat >50ml dapat diambil sampai 18 sediaan. Biopsy tambahan
dapat diambil jika ditemukan kelainan pada DRE atau TRUS. Biopsy
pada zona transisi memiliki nilai diagnostic yang lebih rendah.

Gambar 1. Lokasi biopsy prostat pada biopsy 12 sediaan.


Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

69

Laporan Kasus Geriatri


Nathasia - 406138125

Table 6. Komplikasi Biopsi.

VIII.

PET-SCAN
Penggunaan PET Scan tidak digunakan untuk diagnosis awal PET.
Biasa digunakan untuk menentukan kanker prostat dengan hasil
biopsy negative. Staging kelenjar limfe pelvis kanker prostat
preoperative sulit dilakukan. Pasien dengan kelainan histopatologi
dapat dilakukan pemeriksan C-choline PET dengan spesifisitas 96%
dan sensitivitas 93%.
Sel-sel kanker memiliki tingkat metabolisme yang lebih tinggi
dari sel-sel lain. Salah satu karakteristik adalah bahwa sel-sel kanker
memerlukan tingkat yang lebih tinggi glukosa untuk energi. Ini
adalah langkah-langkah proses biologis PET. Positron emisi tomografi
(PET) membangun sistem pencitraan medis gambar 3D dengan
mendeteksi gamma sinar radioaktif yang dikeluarkan saat glukosa
(bahan radioaktif) tertentu disuntikkan ke pasien. Setelah dicerna,
gula tersebut diolah diserap oleh jaringan dengan tingkat aktivitas
yang lebih tinggi / metabolisme (misalnya, tumor aktif) daripada
bagian tubuh.
PET-scan dimulai dengan memberikan suntikan FDG (suatu
radionuklida glukosa-based) dari jarum suntik ke pasien. Sebagai
FDG perjalanan melalui tubuh pasien itu memancarkan radiasi
gamma yang terdeteksi oleh kamera gamma, dari mana aktivitas

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

70

Laporan Kasus Geriatri


Nathasia - 406138125

kimia dalam sel dan organ dapat dilihat. Setiap aktivitas kimia
abnormal mungkin merupakan tanda bahwa tumor yang hadir.
Sinar

Gamma

yang

dihasilkan

ketika

sebuah

positron

dipancarkan dari bahan radioaktif bertabrakan dengan elektron


dalam jaringan. Tubrukan yang dihasilkan menghasilkan sepasang
foton sinar gamma yang berasal dari situs tabrakan di arah yang
berlawanan dan terdeteksi oleh detektor sinar gamma diatur di
sekitar pasien.

Gambar 2.PET with 18F-DCFBC untuk imaging metastase kanker


prostat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Maksem, J. A., Berner, A., & Bedrossian, C. (2007). Fine needle


aspiration

biopsy

of

the

prostate

gland. Diagnostic

cytopathology, 35(12), 778-785.


2. Turner, B., Ph Aslet, L. Drudge-Coates, H. Forristal, L. Gruschy, S.
Hieronymi, K. Mowle, M. Pietrasik, and A. Vis. "Transrectal Ultrasound
Guided Biopsy of the Prostate." (2005).
3. Krause, B. J., Souvatzoglou, M., & Treiber, U. (2013, May). Imaging of
prostate cancer with PET/CT and radioactively labeled choline
Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

71

Laporan Kasus Geriatri


Nathasia - 406138125

derivates.

In Urologic

Oncology:

Seminars

and

Original

Investigations (Vol. 31, No. 4, pp. 427-435). Elsevier.


4. Griggs RC, Jozefowicz RF, Aminoff MJ. Approach to the patient with
neurologic disease. In: Goldman L, Ausiello D, eds. Cecil Medicine.
24th ed. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier; 2011:chap 403.
5. Segerman D, Miles KA. Radionuclide imaging: general principles. In:
Adam A, Dixon AK, eds. Grainger & Allison's Diagnostic Radiology: A
Textbook of Medical Imaging. 5th ed. New York, NY: Churchill
Livingstone; 2008:chap 7.

PRESBIOPI
Gangguan akomodasi pada usia lanjut dapat terjadi akibat :

Kelemahan otot akomodasi

Lensa mata tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat


sklerosis lensa

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

72

Laporan Kasus Geriatri


Nathasia - 406138125

Akibat gangguan akomodasi ini maka pada pasien berusia lebih dari 40
tahun, akan memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa mata
lelah, berair dan sering terassa pedas.
Pada pasien presbiopia kacamata atau adisi diperlukan untuk membaca
dekat yang berkekuatan tertentu, biasanya :

+ 1.0 D untuk usia 40 tahun

+ 1.5 D untuk usia 45 tahun

+ 2.0 D untuk usia 50 tahun

+ 2.5 D untuk usia 55 tahun

+ 3.0 D untuk usia 60 tahun

Karena jarak baca biasanya 33 cm, maka adisi + 3.0 dioptri adalah lensa
positif terkuat yang dapat diberikan pada seseorang. Pada keadaan ini
mata tidak melakukan akomodasi bila membaca pada jarak 33 cm,
karena benda yang dibaca terletak pada titik api lensa + 3.00 dioptri
sehingga sinar yang keluar akan sejajar.
Pemeriksaan adisi untuk membaca perlu disesuaikan dengan kebutuhan
jarak kerja pasien pada waktu membaca. Pemeriksaan sangat subjektif
sehingga angka-angka di atas tidak merupakan angka yang tetap.

DAFTAR PUSTAKA
1.

Ilyas, Sidarta ., 2013. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Keempat. Jakarta :


Balai Penerbit FKUI. Hal 74-75

Kepaniteraan Ilmu Geriatri Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 2 Februari 2015 7 Maret 2015

73

Anda mungkin juga menyukai