Enam
puluh
delapan
tahun
sejak
kemerdekaan
diproklamirkan
oleh
para
pendiri
bangsa,
perjalanan
menuju
negara-bangsa
yang
merdeka,
bersatu,
berdaulat,
adil
dan
makmur
sebagaimana
tercantum
dalam
Pembukaan
UUD
1945
masih
jauh
dari
harapan,
bahkan
harus
menempuh
jalan
yang
terjal.
Dekade-dekade
pembangunan
yang
dimulai
sejak
Orde
Baru
harus
dibayar
dengan
akumulasi
berbagai
krisis
multidimensional
--krisis
politik,
ekonomi,
sosial-budaya,
dan
ekologis.
Pembangunan
dilakukan
dengan
mengeruk
kekayaan
alam
dan
mengeksploitasi
tenaga-tenaga
rakyat
yang
berujung
pada
kemiskinan
struktural,
kesenjangan
sosial
serta
kerusakan
lingkungan
hidup.
Krisis
ekologis
terjadi
karena
negara,
pemodal
dan
ilmu
pengetahuan
telah
mereduksi
alam
menjadi
onggokan
komoditas
yang
bisa
direkayasa
untuk
memperoleh
keuntungan
ekonomi.
Monokulturisasi
tanaman
pertanian,
perkebunan
dan
kehutanan
telah
menghancurkan
fungsi-fungsi
ekologis
dan
habitat-habitat
alami
flora
dan
fauna,
serta
menghilangkan
keragaman
hayati
yang
merupakan
kekayaan
alam
nusantara
yang
tak
ternilai
harganya.
Hilangnya
keseimbangan
alam
yang
diperparah
dengan
dampak
perubahan
iklim
global
pada
gilirannya
mengakibatkan
bencana
ekologis
seperti
kebakaran
hutan
dan
lahan,
banjir,
tanah
longsor,
pencemaran
air
dan
udara
serta
krisis
air
bersih.
Bencana
ekologis
menjadi
peristiwa
sepanjang
tahun
yang
harus
dialami
oleh
rakyat,
dimana
perempuan,
anak-anak,
serta
kelompok
marjinal
lainnya
menjadi
kelompok
masyarakat
yang
paling
menderita
dampak
terbesarnya.
Pelemahan
dan
penghilangan
peran-peran
dasar
negara
dalam
melindungi
warga
negaranya
seperti
yang
kita
alami
saat
ini
adalah
salah
satu
ciri
paham
neoliberalismae.
Paham
neoliberalisme
adalah
satu
ideologi
yang
diturunkan
dalam
serangkaian
kebijakan
ekonomi
yang
membuat
si
kaya
semakin
berkuasa
dan
si
miskin
kian
melarat.
Intisari
gagasan
ini
adalah
memperkuat
peran
pasar
dengan
cara
membebaskan
perusahaan-
perusahaan
privat
dari
kontrol
negara
tanpa
peduli
berapa
besar
kerugian
sosial-ekologis
yang
diakibatkan
kebijakan
ini.
Paham
ini
bisa
diidentifikasi
dalam
berbagai
produk
kebijakan
yang
pada
intinya
melakukan
pemangkasan
layanan
sosial
dasar
dan
kesejahteraan
seperti
pendidikan,
kesehatan,
dan
air
bersih,
perombakan
hukum
dan
peraturan
negara
yang
dianggap
menghambat
keuntungan
sektor
privat
--seperti
peraturan
perburuhan
dan
lingkungan
hidup,
serta
privatisasi
badan-badan
usaha
milik
negara,
barang
dan
jasa
kepada
para
pengusaha
swasta.
Privatisasi
sumber-sumber
kehidupan
rakyat
telah
menghilangkan
peran
dan
tanggung
jawab
negara
untuk
melindungi
dan
memenuhi
hak-hak
dasar
dan
keselamatan
rakyat.
Kondisi
ini
memaksa
rakyat
jelata
mencari
solusi
sendiri
atas
masalah
pelayanan
kesehatan,
pendidikan
dan
keamanan
sosial
dasarnya.
Paham
neoliberalisme
bertumpu
pada
tiga
hal
fundamental,
yakni
perdagangan
bebas
barang
dan
jasa
(dengan
organisasi
perdagangan
bebas
WTO
sebagi
pendorong
utamanya),
perputaran
modal
yang
bebas,
dan
kebebasan
berinvestasi.
Pada
umumnya,
paham
neoliberalisme
dirancang
bagi
kaum
pemenang
bukan
bagi
kaum
pemilih.
Sehingga
paham
ini
mengubah
peta
politik
secara
fundamental
--siapa
menguasai
apa,
dan
siapa
saja
yang
memperoleh
keuntungan
dari
situasi
tersebut.
Platform
Politik
Gerakan
Lingkungan
Hidup
Indonesia:
Saatnya
Rakyat
Memilih
Keadilan
Ekologis!
Saatnya
Pemilih
Bersuara:
Gerakan
Lingkungan
Hidup
dan
Agenda
Perubahan
Politik
Lingkungan
Hidup
Berbagai
krisis
multidimensional
yang
terjadi
di
Indonesia
mencerminkan
defisit
kedaulatan
politik-ekonomi
serta
absennya
keadilan
sosial-ekologis
--baik
keadilan
didalam
satu
generasi
(intra-generasi)
maupun
keadilan
antar-generasi.
Dan
kondisi-kondisi
tersebut
di
atas
berujung
pada
kemiskinan
struktural
dan
kesenjangan
sosial.
Defisit
kedaulatan
ini
nampak
dalam
fenomena
semakin
hilangnya
hak
menentukan
nasib
sendiri,
baik
di
tataran
negara-bangsa
maupun
di
tataran
satuan-satuan
politik
yanglebih
kecil,
seperti
tataran
desa,
bahkan
keluarga.
Sedangkan
defisit
keadilan
adalah
narasi
tentang
ketimpangan
distribusi
manfaat
dari
tanah,
air,
dan
kekayaan
alam
yang
terkandung
didalamnya,
baik
intra
maupun
antar-generasi.
Defisit
kedaulatan
dan
keadilan
yang
bermuara
pada
kemiskinan
struktural
dan
kesenjangan
sosial
dalam
masyarakat
merupakan
hasil
pergeseran
relasi
antara
negara,
modal,
dan
rakyat.
Di
satu
sisi
posisi
rakyat
semakin
terpinggirkan,
sedangkan
posisi
modal
dengan
korporasi
sebagai
entitasnya
semakin
dominan
dengan
dukungan
negara.
Negara
memberikan
akses
yang
sangat
besar
kepada
modal
untuk
menguasai
sumber-sumber
kehidupan--tanah,
air,
dan
kekayaan
alam
yang
terkandung
di
dalamnya,
melalui
kebijakan
deregulasi,
liberalisasi,
dan
privatisai.
Hak
Menguasai
Negara
kemudian
dimanipulasi
untuk
sebesar-besarnya
akumulasi
modal
dan
keuntungan
korporasi,
bukan
sebesar-besarnya
kesejahteraan
rakyat.
Kedaulatan
rakyat
yang
sejati
haruslah
dibangun
berdasarkan
kerangka
kedaulatan
dan
kemandirian
dalam
penguasaan
dan
pengelolaan
sumber-sumber
kehidupan
rakyat
atau
basis
material
yang
menjadi
pondasi
tata
kemasyarakatan
dan
negara.
Penguasaan
dan
pengelolaan
sumber-sumber
kehidupan
rakyat
haruslah
berlandaskan
semangat
BERDIKARI
berdiri
di
atas
kaki
sendiri,
dan
kekuatan
daya
kreasi
rakyat
secara
kolektif
di
tingkat
lokal.
Hak
Menguasai
Negara
atas
cabang-cabang
produksi
yang
penting
bagi
negara
dan
menguasai
hajat
hidup
orang
banyak
akan
memiliki
legitimasi
apabila
didedikasikan
kepada
kepentingan
hak
asasi
warga
negaranya.
Kepentingan
rakyat
atau
hak
asasi
rakyat
harus
dijadikan
sarana
utama
dan
tujuan
akhir
dari
Hak
Menguasai
Negara.
Dengan
demikian,
maka
peran
modal
bersifat
sekunder
dan
komplementer,
bukan
substitusi
pengelolaan
oleh
rakyat.
Sedangkan
kunci
utama
untuk
mewujudkan
keadilan
sosial
dan
ekologis
adalah
pemerataan
alokasi
dan
distribusi
sumber
daya
sosial,
lingkungan
hidup
(alam)
yang
berlangsung
dari
tingkat
lokal,
nasional
hingga
tingkat
global.
Hal
ini
untuk
menjamin
pemihakan
yang
kuat
terhadap
kelompok
terlemah
di
dalam
masyarakat,
jaminan
terpenuhinya
kebutuhan
dasar
manusia,
lingkungan
hidup
yang
sehat,
adanya
jaminan
bagi
semua
warga
negara
memiliki
kebebasan
dan
kesempatan
untuk
mengembangkan
kehidupan
pribadi,
sosial,
dan
tanggung
jawab
sosial
dan
ekologisnya,
serta
memastikan
generasi
yang
akan
datang
menikmati
hak
yang
sama.
Persoalan
lingkungan
hidup
bukan
lagi
sebatas
persoalan
rendahnya
kesadaran
masyarakat
dan
kelemahan
kebijakan
negara,
namun
semuanya
berakar
pada
kuasa
korporasi
yang
didukung
sepenuhnya
oleh
pemerintah
dan
wakil-wakil
rakyat.
Biang
persoalan
lingkungan
hidup,
masa
depan
Planet
Bumi
dan
keselamatan
rakyat
yang
hidup
di
dalamnya
adalah
sistem
politik-ekonomi
neoliberal
yang
mencari
keuntungan
sebanyak-
banyaknya
dengan
mengorbankan
lingkungan
hidup.
Platform
Politik
Gerakan
Lingkungan
Hidup
Indonesia:
Saatnya
Rakyat
Memilih
Keadilan
Ekologis!
Oleh
karenanya,
gerakan
lingkungan
hidup
tidak
bisa
lagi
hanya
bergerak
pada
tindakan
penyelamatan
alam
semata,
namun
juga
harus
menuju
akar
penyebab
dari
berbagai
krisis
multidimensional
tersebut
di
atas,
bersama-sama
dengan
gerakan
sosial
dan
demokrasi
lainnya.
Gerakan
lingkungan
hidup
harus
masuk
ke
tengah-
tengah
persoalan
dunia
yang
semakin
rumit
dan
kompleks,
karena
persoalan
lingkungan
hidup
bukan
lagi
persoalan
pinggiran,
melainkan
menjadi
persoalan
inti
bagi
keberlanjutan
kehidupan
negara-bangsa
yang
menghuni
di
seantero
kepulauan
nusantara.
Gerakan
lingkungan
hidup
harus
menyatukan
langkah
mendorong
terwujudnya
kedaulatan
politik-ekonomi
serta
keadilan
sosial-ekologis
yang
sejati.
Ada
lima
agenda
perubahan
yang
didorong
gerakan
lingkungan
hidup
untuk
mewujudkan
hal
di
atas:
1.
Pengembalian
Mandat
Negara
sebagai
Benteng
Hak
Asasi
Manusia
dengan
Peran-peran
Perlindungan,
Pencegahan,
dan
Promosi
Pembukaan
UUD
1945
menegaskan
bahwa
Negara
Republik
Indonesia
didirikan
untuk
melindungi
segenap
bangsa
Indonesia
dan
seluruh
tumpah
darah
Indonesia,
untuk
memajukankesejahtaraan
umum,
mencerdaskan
kehidupan
bangsa,
dan
ikut
melaksanakanketertibandunia
berdasarkan
kemerdekaan,
perdamaian
abadi,
dan
keadilan
sosial.
Lebih
lanjut
lagi,
secara
khusus,
di
dalam
UUD
1945
terjamin
hak
warga
negara
atas
lingkungan
hidup
yang
baik
dan
sehat
sebagai
bagian
dari
hak
asasi
manusia,
sebagaimana
disebutkan
dalam
Pasal
28
G
ayat
1:
Setiap
orang
berhak
hidup
sejahtera
lahirdan
batin,
bertempat
tinggal,
dan
mendapat
lingkungan
hidup
yang
baik
dan
sehat,
serta
berhak
memperoleh
pelayanan
kesehatan."
Maka
dari
itu,
Gerakan
Lingkungan
Hidup
Indonesia
harus
memilih
pemerintahan
ke
depan
yang:
Memiliki
agenda
eksplisit
untuk
melakukan
perlindungan,
promosi
dan
pencegahan
pelanggaran
hak
asasi
manusia
baik
hak
sipil
politik,
hak
sosial-ekonomi-budaya,
maupun
hak
atas
lingkungan
hidup.
Bersih
dari
jejak
kekerasan
dan
pelanggaran
hak
asasi
manusia
baik
hak
sipil
politik,
hak
sosial-
ekonomi-budaya,
maupun
hak
atas
lingkungan
hidup,
termasuk
bersih
dari
jejak
dan
kasus
konflik
sumberdaya
alam
dan
lingkungan
hidup.
Bebas
dari
jejak-jejak
dan
praktik-praktik
korupsi,
kolusi
dan
nepotisme
yang
mengakibatkan
berkurangnya
kemampuan
negara
dalam
memenuhi
hak
asasi
warga
negara
2.
Penataan
Ulang
Relasi
antara
Negara,
Modal,
dan
Rakyat
Dengan
menempatkan
negara
sebagai
benteng
Hak
Asasi
Manusia,
maka
dalam
penataan
ulang
relasi
negara,
modal,
dan
rakyat,
terutama
dalam
perekonomian,rakyat
harus
ditempatkan
sebagai
aktor
utama.
Dan
untuk
mendekatkan
kepentingan
negara
dengan
kepentingan
rakyat
yangberagam
dan
spesifik
menurut
karakteristik
politik,
ekonomi,
sosial,
budaya,serta
kondisi
alamnya,
maka
hak
menguasai
negara
harus
didesentralisasikan
ke
tingkatkesatuan
politik
yang
lebih
kecil
--bahkan
hingga
tingkat
desa
atau
komunitas.
Hak
MenguasaiNegara
juga
harus
dikontrol,
baik
oleh
wakil-wakil
rakyat
di
parlemen
maupun
melalui
mekanisme-
Platform
Politik
Gerakan
Lingkungan
Hidup
Indonesia:
Saatnya
Rakyat
Memilih
Keadilan
Ekologis!
mekanisme
demokrasi
langsung.
Demokrasi
langsung
menjadi
penting
karena
wakil-wakil
rakyat
atau
partai-
partai
politik
saat
ini
masih
diragukan
dalam
hal
akuntabiltias
dan
representasinya.
Maka
dari
itu,
Gerakan
Lingkungan
Hidup
Indonesia
harus
memilih
pemerintahan
ke
depan
yang
memiliki
agenda
eksplisit
untuk:
Melakukan
pembaruan
agraria
dengan
prioritas
untuk
menyediakan
lahan
bagi
rakyat
miskin
Memperluas
penguasaan,
akses
dan
kontrol
rakyat
dan
komunitas
atas
pengelolaan
sumberdaya
alam
dan
lingkungan
hidup;
Melakukan
pembatasan
penguasaan
sumberdaya
alam
oleh
korporasi,
baik
sendiri-sendiri
secara
luasan,
maupun
persentase
secara
keseluruhan;
Meninjau
kembali
kebijakan
privatisasi
perusahaan-perusahaan
negara
yang
menguasai
hajat
hidup
orang
banyak,
dan
memastikan
perlindungan
dan
pemenuhan
layanan
sosial
dasar
rakyat
oleh
negara;
3.
Penyelesaian
Konflik
Sumberdaya
Alam
dan
Lingkungan
Hidup
Model
pembangunan
yang
diimplementasikan
selama
ini
telah
meninggalkan
berbagai
konflik
penguasaan
ruang
dan
lahan,
akibat
tidak
diakuinya
hak
masyarakat
dan
komunitas
atas
tanah
dan
sumberdaya
alam.
Akibat
model
pembangunan
semacam
ini
terjadi
kesenjangan
dan
ketidakadilan
dalam
penguasaan,
pemilikan,
penggunaan,
pemanfaatan,
dan
pemeliharaan
sumberdaya
alam
dan
lingkungan
hidup.
Penyelesaian
berbagai
konflik
sumberdaya
alam
dan
lingkungan
hidup
merupakan
prasyarat
penting
untuk
bisa
melakukan
reformasi
kebijakan
dan
kelembagaan
sumberdaya
alam
dan
lingkungan
hidup
untuk
sebesar-besar
kemakmuran
rakyat
dan
pemenuhan
hak
generasi
yang
akan
datang.
Maka
dari
itu,
Gerakan
Lingkungan
Hidup
Indonesia
harus
memilih
pemerintahan
ke
depan
yang
memiliki
agenda
eksplisit
untuk:
Menyelesaikan
secara
adil
konflik
sumberdaya
alam
dan
lingkungan
hidup
dan
mengantisipasi
konflik
sumberdaya
alam
dan
lingkungan
hidup
agar
tidak
terjadi
di
masa
yang
akan
datang,
baik
dengan
pembentukan
lembaga
negara
khusus
untuk
penyelesaian
konflik
maupun
kebijakan
pendukung
lainnya
Mewujudkan
keadilan
dalam
penguasaan,
pemilikan,
penggunaan,
pemanfaatan,
dan
pemeliharaan
sumberdaya
alam
dan
lingkungan
hidup
4.
Pemulihan
Keseimbangan
Ekologis
dan
Perlindungan
Lingkungan
Hidup
Kegentingan
ekologis
adalah
situasi
kegentingan
yang
diakibatkan
hilangnya
keseimbangan
ekologis,
di
mana
ekosistem
setempat
maupun
global
kehilangan
daya
tampung
dan
daya
dukung
untuk
tidak
menanggung
pencemaran
maupun
perusakan
yang
diakibatkan
oleh
aktifitas
manusia
maupun
proses
alamiah.
Pemanasan
global
yang
memicu
terjadinya
perubahan
iklim
global
semakin
memperparah
kondisi
warga
masyarakat
yang
secara
struktural
sudah
termarjinalisasi,
seperti
kelompok
petani
dan
nelayan
kecil
dan
tradisional,
masyarakat
adat
dan
masyarakat
lokal
serta
perempuan
dan
anak-anak.
Hal
ini
lebih
lanjut
mengancam
kedaulatan
warga
atas
kebutuhan
dasarnya,
seperti
pangan,
air
dan
energi.
Platform
Politik
Gerakan
Lingkungan
Hidup
Indonesia:
Saatnya
Rakyat
Memilih
Keadilan
Ekologis!
6
Maka
dari
itu,
Gerakan
Lingkungan
Hidup
Indonesia
harus
memilih
pemerintahan
ke
depan
yang
memiliki
agenda
eksplisit
untuk:
Mengurangi
resiko
bencana
ekologis
dengan
memulihkan
dan
melindungi
fungsi
lingkungan
hidup
dan
ekosistem,
dan
mencegah
terjadinya
pencemaran
maupun
perusakan
lingkungan
hidup
Mengatasi
secara
konsisten
dan
serius
berbagai
dampak
perubahan
iklim,
seperti
melakukan
upaya
adaptasi
dan
penurunan
emisi
gas
rumah
kaca,
baik
dari
sektor
energi,
transportasi
maupun
perubahan
penggunaan
lahan
dan
hutan
Mewujdukan
keadilan
pangan
dan
air
dengan
menghentikan
konversi
lahan
pangan
menjadi
peruntukan
lain,
dan
mencegah
terjadinya
praktik-praktik
privatisasi
sumber-sumber
air
maupun
pencemaran
dan
perusakan
sumber-sumber
air.
Mewudjukan
keadilan
energi
dengan
mendorong
otonomi
dan
desentralisasi
produksi
energi
yang
berasal
dari
potensi
lokal
yang
aman,
bersih,
dan
berasal
dari
sumber-sumber
energi
terbarukan.
Mewujudkan
keadilan
pemanfaatan
bumi,
air,
dan
kekayaan
alam
yang
terkandung
di
dalamnya
untuk
sebesar-besar
kemakmuran
rakyat
baik
bagi
generasi
saat
ini
maupun
generasi
yang
akan
datang,
dengan
memperhatikan
daya
tampung
dan
daya
dukung
lingkungan
hidup.
5.
Penyelesaian
Persoalan
Utang
Luar
Negeri,
Mengembangkan
Kemandirian,
dan
Basis
Perekonomian
Rakyat
Saat
ini,
beban
utang
luar
negeri
serta
ketergantungan
terhadap
utang
luar
negeri
telah
memasuki
stadium
kritis,
karena
telah
menyebabkan
defisit
kedaulatan.Utang
luar
negeri
telah
dijadikan
alat
oleh
negara-negara
kreditor
dan
lembaga-lembagakeuangan
internasional
untuk
mendiktekan
kebijakan-kebijakan
di
bidangperekonomian
yang
menguntungkan
perusahaan-perusahaan
transnasional.
Melalui
tema-tema
deregulasi,
liberalisasi,
dan
privatisasi
yang
merupakan
turunan
paham
neoliberalisme,
negara
memberikan
atau
dipaksa
memberikan
akses
yang
sangat
besar
kepada
kepentingan
modal
internasional
untuk
menguasai
cabang-cabang
produksi
yang
penting
bagi
negara
dan
menguasai
hajat
hidup
orang
banyak,
serta
atas
bumi,
air,
dan
kekayaan
alam
yang
terkandung
didalamnya.
Tidak
saja
akses
rakyat
yang
semakin
marjinal,
tetapi
juga
pemerintah
ditekan
untuk
menurunkan
standar
keamanan
dan
regulasi
lingkungan
hidup.
Maka
dari
itu,
Gerakan
Lingkungan
Hidup
Indonesia
harus
memilih
pemerintahan
ke
depan
yang
memiliki
agenda
eksplisit
untuk:
Melepaskan
ketergantungan
terhadap
utang
luar
negeri
dan
mengutamakan
penyiapan
prasarana
bagi
potensi
wirausahawan
(entreprenuer)
lokal
dan
potensi
ekonomi
rakyat.
Menuntut
pihak-pihak
kreditor
untuk
menghapuskan
utang-utang
lama
yang
dikorupsi
oleh
rezim
Orde
Baru
serta
proyek
utang
luar
negeri
yang
telah
merampas
hak-hak
rakyat
dan
menghancurkan
lingkungan
hidup.
PULIHKAN
INDONESIA
UNTUK
KESELAMATAN
DAN
KEDAULATAN
RAKYAT!!!
--o0o--
Platform
Politik
Gerakan
Lingkungan
Hidup
Indonesia:
Saatnya
Rakyat
Memilih
Keadilan
Ekologis!