Anda di halaman 1dari 7

Pembukaan

Enam puluh delapan tahun sejak kemerdekaan diproklamirkan oleh para pendiri bangsa, perjalanan menuju
negara-bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur sebagaimana tercantum dalam Pembukaan
UUD 1945 masih jauh dari harapan, bahkan harus menempuh jalan yang terjal.

Dekade-dekade pembangunan yang dimulai sejak Orde Baru harus dibayar dengan akumulasi berbagai krisis
multidimensional --krisis politik, ekonomi, sosial-budaya, dan ekologis. Pembangunan dilakukan dengan
mengeruk kekayaan alam dan mengeksploitasi tenaga-tenaga rakyat yang berujung pada kemiskinan struktural,
kesenjangan sosial serta kerusakan lingkungan hidup.

Akar Persoalan Lingkungan Hidup



Akumulasi pengerukan kekayaan alam dan penghisapan tenaga-tenaga rakyat telah menyebabkan terjadinya
berbagai krisis yang sulit dipulihkan. Krisis-krisis ini pada gilirannya telah mengancam kelangsungan sumber-
sumber kehidupan rakyat dan mengakibatkan bencana ekologis di seluruh penjuru nusantara.

Krisis politik-ekonomi terjadi karena pemerintah dan wakil-wakil rakyat sejatinya tidak lagi mengemban amanat
dan mewakili kepentingan rakyat banyak. Pemerintah dan wakil-wakil rakyat membuat berbagai produk
kebijakan yang memberikan jalan mulus bagi korporasi untuk menguasai hajat hidup orang banyak, dan semakin
memarjinalkan kelompok-kelompok masyarakat yang jauh dari akses kekuasaan. Kekuatan politik uang telah
membunuh demokrasi, dimana elit politik adalah juga elit ekonomi sehingga demokrasi dikorbankan untuk
mewujudkan kekuasaan politik yang di dalamnya bersemayam kepentingan penguasaan ekonomi.

Kekayaan negara hanya dikuasai oleh segelintir orang dan korporasi. Korporasi multinasional raksasa
menggunakan kekuatan politik pemerintah negara asalnya untuk menekan pemerintah Indonesia agar dapat
melakukan ekspansi modal dan pengerukan keuntungan semaksimal mungkin dari kekayaan alam dan tenaga-
tenaga rakyat Indonesia. Pemberian ijin dan kontrak-kontrak konsesi skala besar kepada korporasi multinasional
asing dan domestik secara sistematis menghilangkan aset produksi rakyat dan menghancurkan sistem ekonomi
rakyat. Privatisasi dan pengambilalihan penguasaan perusahaan negara yang menguasai hajat hidup orang
banyak oleh korporasi multinasional asing dan domestik semakin menjauhkan rakyat dari akses terhadap
layanan sosial dasar yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara untuk memenuhinya.

Krisis sosial budaya terjadi karena proyek-proyek pembangunan dan perluasan modal telah meluluhlantakan
basis sosial dan kebudayaan rakyat di seluruh penjuru nusantara. Konflik sosial antara rakyat dan negara, antara
rakyat dan pemodal, juga antara rakyat dan rakyat semakin marak dan kompleks serta tak
terselesaikan. Ambruknya sistem kebudayaan rakyat menjadikan rakyat tak mampu melakukan reproduksi
sosial bagi keberlanjutan kehidupan generasi mendatang.



Platform Politik Gerakan Lingkungan Hidup Indonesia: Saatnya Rakyat Memilih Keadilan Ekologis!





Krisis ekologis terjadi karena negara, pemodal dan ilmu pengetahuan telah mereduksi alam menjadi onggokan
komoditas yang bisa direkayasa untuk memperoleh keuntungan ekonomi. Monokulturisasi tanaman pertanian,
perkebunan dan kehutanan telah menghancurkan fungsi-fungsi ekologis dan habitat-habitat alami flora dan
fauna, serta menghilangkan keragaman hayati yang merupakan kekayaan alam nusantara yang tak ternilai
harganya. Hilangnya keseimbangan alam yang diperparah dengan dampak perubahan iklim global pada
gilirannya mengakibatkan bencana ekologis seperti kebakaran hutan dan lahan, banjir, tanah longsor,
pencemaran air dan udara serta krisis air bersih. Bencana ekologis menjadi peristiwa sepanjang tahun yang
harus dialami oleh rakyat, dimana perempuan, anak-anak, serta kelompok marjinal lainnya menjadi kelompok
masyarakat yang paling menderita dampak terbesarnya.

Pelemahan dan penghilangan peran-peran dasar negara dalam melindungi warga negaranya seperti yang kita
alami saat ini adalah salah satu ciri paham neoliberalismae. Paham neoliberalisme adalah satu ideologi yang
diturunkan dalam serangkaian kebijakan ekonomi yang membuat si kaya semakin berkuasa dan si miskin kian
melarat. Intisari gagasan ini adalah memperkuat peran pasar dengan cara membebaskan perusahaan-
perusahaan privat dari kontrol negara tanpa peduli berapa besar kerugian sosial-ekologis yang diakibatkan
kebijakan ini.

Paham ini bisa diidentifikasi dalam berbagai produk kebijakan yang pada intinya melakukan pemangkasan
layanan sosial dasar dan kesejahteraan seperti pendidikan, kesehatan, dan air bersih, perombakan hukum dan
peraturan negara yang dianggap menghambat keuntungan sektor privat --seperti peraturan perburuhan dan
lingkungan hidup, serta privatisasi badan-badan usaha milik negara, barang dan jasa kepada para pengusaha
swasta. Privatisasi sumber-sumber kehidupan rakyat telah menghilangkan peran dan tanggung jawab negara
untuk melindungi dan memenuhi hak-hak dasar dan keselamatan rakyat. Kondisi ini memaksa rakyat jelata
mencari solusi sendiri atas masalah pelayanan kesehatan, pendidikan dan keamanan sosial dasarnya.

Paham neoliberalisme bertumpu pada tiga hal fundamental, yakni perdagangan bebas barang dan jasa (dengan
organisasi perdagangan bebas WTO sebagi pendorong utamanya), perputaran modal yang bebas, dan
kebebasan berinvestasi. Pada umumnya, paham neoliberalisme dirancang bagi kaum pemenang bukan bagi
kaum pemilih. Sehingga paham ini mengubah peta politik secara fundamental --siapa menguasai apa, dan siapa
saja yang memperoleh keuntungan dari situasi tersebut.




Platform Politik Gerakan Lingkungan Hidup Indonesia: Saatnya Rakyat Memilih Keadilan Ekologis!


Saatnya Pemilih Bersuara: Gerakan Lingkungan Hidup dan Agenda Perubahan Politik
Lingkungan Hidup


Berbagai krisis multidimensional yang terjadi di Indonesia mencerminkan defisit kedaulatan politik-ekonomi
serta absennya keadilan sosial-ekologis --baik keadilan didalam satu generasi (intra-generasi) maupun keadilan
antar-generasi. Dan kondisi-kondisi tersebut di atas berujung pada kemiskinan struktural dan kesenjangan
sosial.
Defisit kedaulatan ini nampak dalam fenomena semakin hilangnya hak menentukan nasib sendiri, baik di tataran
negara-bangsa maupun di tataran satuan-satuan politik yanglebih kecil, seperti tataran desa, bahkan keluarga.
Sedangkan defisit keadilan adalah narasi tentang ketimpangan distribusi manfaat dari tanah, air, dan kekayaan
alam yang terkandung didalamnya, baik intra maupun antar-generasi.

Defisit kedaulatan dan keadilan yang bermuara pada kemiskinan struktural dan kesenjangan sosial dalam
masyarakat merupakan hasil pergeseran relasi antara negara, modal, dan rakyat. Di satu sisi posisi rakyat
semakin terpinggirkan, sedangkan posisi modal dengan korporasi sebagai entitasnya semakin dominan dengan
dukungan negara. Negara memberikan akses yang sangat besar kepada modal untuk menguasai sumber-sumber
kehidupan--tanah, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, melalui kebijakan deregulasi,
liberalisasi, dan privatisai. Hak Menguasai Negara kemudian dimanipulasi untuk sebesar-besarnya akumulasi
modal dan keuntungan korporasi, bukan sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat.

Kedaulatan rakyat yang sejati haruslah dibangun berdasarkan kerangka kedaulatan dan kemandirian dalam
penguasaan dan pengelolaan sumber-sumber kehidupan rakyat atau basis material yang menjadi pondasi tata
kemasyarakatan dan negara. Penguasaan dan pengelolaan sumber-sumber kehidupan rakyat haruslah
berlandaskan semangat BERDIKARI berdiri di atas kaki sendiri, dan kekuatan daya kreasi rakyat secara kolektif
di tingkat lokal. Hak Menguasai Negara atas cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai
hajat hidup orang banyak akan memiliki legitimasi apabila didedikasikan kepada kepentingan hak asasi warga
negaranya. Kepentingan rakyat atau hak asasi rakyat harus dijadikan sarana utama dan tujuan akhir dari Hak
Menguasai Negara. Dengan demikian, maka peran modal bersifat sekunder dan komplementer, bukan
substitusi pengelolaan oleh rakyat.

Sedangkan kunci utama untuk mewujudkan keadilan sosial dan ekologis adalah pemerataan alokasi dan
distribusi sumber daya sosial, lingkungan hidup (alam) yang berlangsung dari tingkat lokal, nasional hingga
tingkat global. Hal ini untuk menjamin pemihakan yang kuat terhadap kelompok terlemah di dalam masyarakat,
jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar manusia, lingkungan hidup yang sehat, adanya jaminan bagi semua
warga negara memiliki kebebasan dan kesempatan untuk mengembangkan kehidupan pribadi, sosial, dan
tanggung jawab sosial dan ekologisnya, serta memastikan generasi yang akan datang menikmati hak yang sama.

Persoalan lingkungan hidup bukan lagi sebatas persoalan rendahnya kesadaran masyarakat dan kelemahan
kebijakan negara, namun semuanya berakar pada kuasa korporasi yang didukung sepenuhnya oleh pemerintah
dan wakil-wakil rakyat. Biang persoalan lingkungan hidup, masa depan Planet Bumi dan keselamatan rakyat
yang hidup di dalamnya adalah sistem politik-ekonomi neoliberal yang mencari keuntungan sebanyak-
banyaknya dengan mengorbankan lingkungan hidup.

Platform Politik Gerakan Lingkungan Hidup Indonesia: Saatnya Rakyat Memilih Keadilan Ekologis!




Oleh karenanya, gerakan lingkungan hidup tidak bisa lagi hanya bergerak pada tindakan penyelamatan alam
semata, namun juga harus menuju akar penyebab dari berbagai krisis multidimensional tersebut di atas,
bersama-sama dengan gerakan sosial dan demokrasi lainnya. Gerakan lingkungan hidup harus masuk ke tengah-
tengah persoalan dunia yang semakin rumit dan kompleks, karena persoalan lingkungan hidup bukan lagi
persoalan pinggiran, melainkan menjadi persoalan inti bagi keberlanjutan kehidupan negara-bangsa yang
menghuni di seantero kepulauan nusantara. Gerakan lingkungan hidup harus menyatukan langkah mendorong
terwujudnya kedaulatan politik-ekonomi serta keadilan sosial-ekologis yang sejati.


Ada lima agenda perubahan yang didorong gerakan lingkungan hidup untuk mewujudkan hal di atas:

1. Pengembalian Mandat Negara sebagai Benteng Hak Asasi Manusia dengan Peran-peran Perlindungan,
Pencegahan, dan Promosi

Pembukaan UUD 1945 menegaskan bahwa Negara Republik Indonesia didirikan untuk
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, untuk memajukankesejahtaraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakanketertibandunia berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Lebih lanjut lagi, secara khusus, di dalam UUD 1945 terjamin hak warga
negara atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia, sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 28 G ayat 1: Setiap orang berhak hidup sejahtera lahirdan batin, bertempat tinggal, dan
mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan."

Maka dari itu, Gerakan Lingkungan Hidup Indonesia harus memilih pemerintahan ke depan yang:
Memiliki agenda eksplisit untuk melakukan perlindungan, promosi dan pencegahan pelanggaran hak
asasi manusia baik hak sipil politik, hak sosial-ekonomi-budaya, maupun hak atas lingkungan hidup.
Bersih dari jejak kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia baik hak sipil politik, hak sosial-
ekonomi-budaya, maupun hak atas lingkungan hidup, termasuk bersih dari jejak dan kasus konflik
sumberdaya alam dan lingkungan hidup.
Bebas dari jejak-jejak dan praktik-praktik korupsi, kolusi dan nepotisme yang mengakibatkan
berkurangnya kemampuan negara dalam memenuhi hak asasi warga negara

2. Penataan Ulang Relasi antara Negara, Modal, dan Rakyat

Dengan menempatkan negara sebagai benteng Hak Asasi Manusia, maka dalam penataan
ulang relasi negara, modal, dan rakyat, terutama dalam perekonomian,rakyat harus ditempatkan sebagai aktor
utama. Dan untuk mendekatkan kepentingan negara dengan kepentingan rakyat yangberagam dan spesifik
menurut karakteristik politik, ekonomi, sosial, budaya,serta kondisi alamnya, maka hak menguasai negara harus
didesentralisasikan ke tingkatkesatuan politik yang lebih kecil --bahkan hingga tingkat desa atau komunitas. Hak
MenguasaiNegara juga harus dikontrol, baik oleh wakil-wakil rakyat di parlemen maupun melalui mekanisme-


Platform Politik Gerakan Lingkungan Hidup Indonesia: Saatnya Rakyat Memilih Keadilan Ekologis!



mekanisme demokrasi langsung. Demokrasi langsung menjadi penting karena wakil-wakil rakyat atau partai-
partai politik saat ini masih diragukan dalam hal akuntabiltias dan representasinya.

Maka dari itu, Gerakan Lingkungan Hidup Indonesia harus memilih pemerintahan ke depan yang memiliki
agenda eksplisit untuk:
Melakukan pembaruan agraria dengan prioritas untuk menyediakan lahan bagi rakyat miskin
Memperluas penguasaan, akses dan kontrol rakyat dan komunitas atas pengelolaan sumberdaya alam
dan lingkungan hidup;
Melakukan pembatasan penguasaan sumberdaya alam oleh korporasi, baik sendiri-sendiri secara
luasan, maupun persentase secara keseluruhan;
Meninjau kembali kebijakan privatisasi perusahaan-perusahaan negara yang menguasai hajat hidup
orang banyak, dan memastikan perlindungan dan pemenuhan layanan sosial dasar rakyat oleh negara;

3. Penyelesaian Konflik Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup

Model pembangunan yang diimplementasikan selama ini telah meninggalkan berbagai konflik penguasaan
ruang dan lahan, akibat tidak diakuinya hak masyarakat dan komunitas atas tanah dan sumberdaya alam. Akibat
model pembangunan semacam ini terjadi kesenjangan dan ketidakadilan dalam penguasaan, pemilikan,
penggunaan, pemanfaatan, dan pemeliharaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Penyelesaian berbagai
konflik sumberdaya alam dan lingkungan hidup merupakan prasyarat penting untuk bisa melakukan reformasi
kebijakan dan kelembagaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat
dan pemenuhan hak generasi yang akan datang.

Maka dari itu, Gerakan Lingkungan Hidup Indonesia harus memilih pemerintahan ke depan yang memiliki
agenda eksplisit untuk:
Menyelesaikan secara adil konflik sumberdaya alam dan lingkungan hidup dan mengantisipasi konflik
sumberdaya alam dan lingkungan hidup agar tidak terjadi di masa yang akan datang, baik dengan
pembentukan lembaga negara khusus untuk penyelesaian konflik maupun kebijakan pendukung lainnya
Mewujudkan keadilan dalam penguasaan, pemilikan, penggunaan, pemanfaatan, dan pemeliharaan
sumberdaya alam dan lingkungan hidup

4. Pemulihan Keseimbangan Ekologis dan Perlindungan Lingkungan Hidup

Kegentingan ekologis adalah situasi kegentingan yang diakibatkan hilangnya keseimbangan ekologis, di mana
ekosistem setempat maupun global kehilangan daya tampung dan daya dukung untuk tidak menanggung
pencemaran maupun perusakan yang diakibatkan oleh aktifitas manusia maupun proses alamiah. Pemanasan
global yang memicu terjadinya perubahan iklim global semakin memperparah kondisi warga masyarakat yang
secara struktural sudah termarjinalisasi, seperti kelompok petani dan nelayan kecil dan tradisional, masyarakat
adat dan masyarakat lokal serta perempuan dan anak-anak. Hal ini lebih lanjut mengancam kedaulatan warga
atas kebutuhan dasarnya, seperti pangan, air dan energi.



Platform Politik Gerakan Lingkungan Hidup Indonesia: Saatnya Rakyat Memilih Keadilan Ekologis!
6



Maka dari itu, Gerakan Lingkungan Hidup Indonesia harus memilih pemerintahan ke depan yang memiliki
agenda eksplisit untuk:
Mengurangi resiko bencana ekologis dengan memulihkan dan melindungi fungsi lingkungan hidup dan
ekosistem, dan mencegah terjadinya pencemaran maupun perusakan lingkungan hidup
Mengatasi secara konsisten dan serius berbagai dampak perubahan iklim, seperti melakukan upaya
adaptasi dan penurunan emisi gas rumah kaca, baik dari sektor energi, transportasi maupun perubahan
penggunaan lahan dan hutan
Mewujdukan keadilan pangan dan air dengan menghentikan konversi lahan pangan menjadi peruntukan
lain, dan mencegah terjadinya praktik-praktik privatisasi sumber-sumber air maupun pencemaran dan
perusakan sumber-sumber air.
Mewudjukan keadilan energi dengan mendorong otonomi dan desentralisasi produksi energi yang
berasal dari potensi lokal yang aman, bersih, dan berasal dari sumber-sumber energi terbarukan.
Mewujudkan keadilan pemanfaatan bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat baik bagi generasi saat ini maupun generasi yang akan datang,
dengan memperhatikan daya tampung dan daya dukung lingkungan hidup.

5. Penyelesaian Persoalan Utang Luar Negeri, Mengembangkan Kemandirian, dan Basis Perekonomian Rakyat

Saat ini, beban utang luar negeri serta ketergantungan terhadap utang luar negeri telah memasuki stadium
kritis, karena telah menyebabkan defisit kedaulatan.Utang luar negeri telah dijadikan alat oleh negara-negara
kreditor dan lembaga-lembagakeuangan internasional untuk mendiktekan kebijakan-kebijakan di
bidangperekonomian yang menguntungkan perusahaan-perusahaan transnasional. Melalui tema-tema
deregulasi, liberalisasi, dan privatisasi yang merupakan turunan paham neoliberalisme, negara memberikan
atau dipaksa memberikan akses yang sangat besar kepada kepentingan modal internasional untuk menguasai
cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak, serta atas bumi,
air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya. Tidak saja akses rakyat yang semakin marjinal, tetapi juga
pemerintah ditekan untuk menurunkan standar keamanan dan regulasi lingkungan hidup.

Maka dari itu, Gerakan Lingkungan Hidup Indonesia harus memilih pemerintahan ke depan yang memiliki
agenda eksplisit untuk:
Melepaskan ketergantungan terhadap utang luar negeri dan mengutamakan penyiapan prasarana bagi
potensi wirausahawan (entreprenuer) lokal dan potensi ekonomi rakyat.
Menuntut pihak-pihak kreditor untuk menghapuskan utang-utang lama yang dikorupsi oleh rezim Orde
Baru serta proyek utang luar negeri yang telah merampas hak-hak rakyat dan menghancurkan
lingkungan hidup.


PULIHKAN INDONESIA UNTUK KESELAMATAN DAN KEDAULATAN RAKYAT!!!

--o0o--


Platform Politik Gerakan Lingkungan Hidup Indonesia: Saatnya Rakyat Memilih Keadilan Ekologis!

Anda mungkin juga menyukai