TINJAUAN PUSTAKA
II.1 DASAR TEORI
Larutan Penyangga
Larutan penyangga atau larutan buffer merupakan suatu larutan yang dapat
mempertahankan nilai pH tertentu. Adapun sifat yang paling menonjol dari larutan penyangga
ini seperti pH larutan penyangga hanya berubah sedikit pada penambahan sedikit asam kuat.
Disamping itu larutan penyangga merupakan larutan yang dibentuk oleh reaksi suatu asam
lemah dengan basa konjugatnya ataupun oleh basa lemah dengan asam konjugatnya. Reaksi
ini disebut sebagai reaksi asam-basa konjugasi. Disamping itu mempunyai sifat berbeda
dengan komponen-komponen pembentuknya (Alexander, 2011).
Larutan penyangga atau larutan buffer atau larutan dapar merupakan suatu larutan
yang dapat menahan perubahan pH yang besar ketika ion-ion hidrogen atau hidroksida
ditambahkan, atau ketika larutan itu diencerkan (Underwood, 2002).
Larutan buffer sering digunakan dalam bidang kimia analisis seperti pada pembuatan
fase gerak pada KCKT (Kromatografi Cair Kerja Tinggi) dan ekstraksi obat dari larutan
berair. Jenis buffer yang paling sederhana tersusun atas asam/basa lemah yang
dikombinasikan dengan asam/basa kuat. Sistem buffer yang umum adalah sistem natrium
asetat atau asam asetat. Cara langsung yang digunakan untuk membuat buffer adalah dengan
menambahkan natrium hidroksida pada asam asetat sampai pH yang dikehendaki tercapai.
Kisaran pH yang paling efektif untuk membuat buffer adalah satu unit pH disekitar nilai pKa
asam atau basa lemah yang digunakan untuk membuat buffer. Sebagai contoh, nilai pKa asam
asetat adalah 4,76 karenanya kisaran pH buffer yang paling efektif adalah 3,76 hingga 5,76
(golib, 2007).
Larutan buffer yang terdiri dari garam dan asam lemahnya atau basa lemahnya
memiliki harga pH yang berbeda dari garamnya maupun asam lemahnya, karena kedua
larutan terionisasi. pH sebuah larutan tidak akan berubah apabila ditambahkan air atau
diencerkan dan bila ditambah basa atau asam. Pengukuran pH biasanya diukur dengan pH
meter dan kertas lakmus (Zulfikar, 2010).
Dalam analisis kimia kita sering berhadapan dengan konsentrasi ion hidrogen yang
rendah. Untuk menghindari kesulitan menuliskan angka-angka dengan daktor 10 berpangkat
negatif, Sorensen memperkenalkan eksponen ion hidrogen (pH) yang didefinisikan sebagai
berikut:
pH = - log [H+]
II-1
Jadi, besarnya pH adalah logaritma dari konsentrasi dari logaritma ion hidrogen
dengan diberi tanda negatif atau logaritma dari kebalikan konsentrasi ion hidrogen adalah
memudahkan sekali untuk menuliskan keasaman atau kebasaan suatu larutan dengan pHnya
(Svella, 1979).
pH suatu larutan akan turun apabila ditambah asam, hal ini disebabkan meningkatnya
konsentrasi H+. Sebaliknya, bila ditambah basa akan menaikkan pH karena penambahan basa
meningkatkan konsentrasi OH-. Penambahan air pada larutan asam dan basa akan mengubah
pH larutan, karena konsentrasi asam atau basanya akan mengecil. Namun, ada larutan yang
bila ditambah sedikit asam, basa, atau air tidak mengubah pH secara berarti. Larutan yang
demikian disebut dengan larutan penyangga (disebut juga larutan buffer atau dapar).
Larutan buffer memiliki komponen asam yang dapat menahan kenaikan pH dan komponen
basa yang dapat menahan penurunan pH. Komponen tersebut merupakan konjugat dari asam
basa lemah penyusun larutan buffer itu sendiri. Dengan demikian, larutan penyangga
merupakan larutan yang dibentuk oleh reaksi suatu asam lemah dengan basa konjugatnya
ataupun basa lemah dengan asam konjugatnya. Reaksi ini disebut sebagai reaksi asam-basa
konjugasi (Keenan, 1980).
Suatu larutan bila ditambah asam akan turun pHnya, karena memperbesar konsentrasi
H+. Sebaliknya, bila ditambahkan basa akan menaikkan pHnya karena menaikkan konsentrasi
ion OH -. Seterusnya suatu larutan atau basa bila ditambahkan asam atau basa bila ditambah
air akan mengubah pHnya karena konsentrasi asam atau basanya akan mengecil. Ada larutan
yang jika ditambah sedikit asam, basa atau air tidak mengubah pH secara berarti. Larutan
seperti itu disebut larutan buffer (penyangga) (Syukri, 1999).
Komponen larutan penyangga terbagi menjadi:
1. Larutan penyangga yang bersifat asam
Larutan ini mempertahankan pH pada daerah asam (pH < 7). Untuk mendapatkan
larutan ini dapat dibuat dari asam lemah dan garamnya yang merupakan basa konjugasi dari
asamnya. Adapun cara lainnya yaitu mencampurkan suatu asam lemah dengan suatu basa kuat
dimana asam lemahnya dicampurkan dalam jumlah berlebih. Campuran akan menghasilkan
garam yang mengandung basa konjugasi dari asam lemah yang bersangkutan. Pada umumnya
basa kuat yang digunakan seperti natriumNa), kalium, barium, kalsium, dan lain-lain.
2. Larutan penyangga yang bersifat basa
Larutan ini mempertahankan pH pada daerah basa (pH > 7). Untuk mendapatkan
larutan ini dapat dibuat dari basa lemah dan garam, yang garamnya berasal dari asam kuat.
Adapun cara lainnya yaitu dengan mencampurkan suatu basa lemah dengan suatu asam kuat
dimana basa lemahnya dicampurkan berlebih.
Laboratorium Kimia Analit
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Larutan yang dikenal sebagai buffer pada basa lemah dengan garamnya atau asam
lemah dengan garamnya. Fakta bahwa penambahan ion sesama dalam larutan basa lemah atau
asam lemah menghasilkan pergeseran ke arah asam atau basa yang tidak terurai. Oleh karena
itu larutan buffer dapat didefinisikan sebagai campuran yang lemah dengan basa konjugasinya
atau asam lemah dengan basa konjugasinya. pH dari larutan dapat dihitung dari persamaan
Henderson-Hasselbalch atau persamaan Hendarson. Untuk buffer asam lemah dan garamnya:
pH = PKa + log
[garam ]
[ asam]
[garam]
[ basa]
(Achmad, 1996).
Kesetimbangan asam basa merupakan dalam seluruh bidang kimia, begitu pula dengan
larutan buffer yang juga sangat penting dalam kehidupan misalnya analisis biokimia,
bakteriologi, dan lain-lain. Dalam tubuh manusia mempunyai pH pada kisaran pH 7,37
sampai 7,45 dan apabila pH darah manusia diatas 7,8 menyebabkan organ manusia akan rusak
sehingga harus dijaga kisaran pHnya dengan larutan penyangga (Miladi, 2010).
Kapasitas Larutan Buffer
Kapasitas suatu buffer merupakan ukuran kemampuan buffer untuk mempertahankan
pH lingkungannya terutama dari pengaruh luar oleh panambahan ion H+ (asam) atau ion
OH- (basa). Yang paling menentukankemampuan buffer ialah kualitas atau konsentrasi
masing-masing campurannya (misalnya asam/basa dan garam kuatnya atau asam dan basa
konjugatnya). Makin tinggi konsentrasi zat-zat ini, makin tinggi pula kapasitas buffer untuk
mempertahankan pH nya terhadap pengaruh dari luar (Mulyono, 2006).
Kapasitas suatu penyangga merupakan ukuran keefektifan dalam menahan perubahan
pH pada penambahan asam atau basa. Semakin besar konsentrasi asam dan basa konjugatnya,
semakin besar kapasitas penyangga. Kapasitas penyangga dapat didefinisikan secara lebih
kuantitatif dengan jumlah mol basa kuat dibutuhkan untuk mengubah pH 1 liter larutan
sebesar 1 pH satuan (Underwood, 2002)
Suatu larutan buffer dapat mempertahankan pH-nya jika asam atau basa yang
ditambahkan dalam jumlah yang sedikit. Kapasitas buffer (buffer capacity) adalah suatu
ukuran kemampuan larutan penyangga dalam mempertahankan pH-nya dan tergantung dari
konsentrasi komponen-komponen yang ada di dalam larutan tersebut baik secara absolut
maupun secara relatif (Riyanto, 2009).
Kapasitas/daya tahan larutan penyangga bergantung pada jumlah mol dan
perbandingan mol dari komponen penyangganya. Semakin banyak jumlah mol komponen
penyangga, semakin besar kemampuannya mempertahankan pH. Apabila komponen asam
terlalu sedikit, penambahan sedikit basa dapat mengubah pHnya. Sebaliknya apabila
komponen basanya terlalu sedikit, penambahan sedikit asam dapat mengubah pHnya.
Sedangkan, perbandingan mol antara komponen-komponen suatu larutan penyangga
sebaiknya antara 0,1-10. Di luar perbandingan tersebut, maka sifat penyangganya akan
berkurang (Keenan, 1980).
Dalam menyiapkan suatu penyangga dengan pH yang diinginkan, analis harus
memilih suatu sistem asam-garam (atau basa-garam) di mana pK a asam tersebut sedekat
mungkin ke pH yang diinginkan. Dengan pemilihan ini, rasio asam per garam mendekati satu,
dan diperoleh keefektifan maksimal atas penigkatan atau penurunan pH (Underwood, 2002).
Laboratorium Kimia Analit
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Buffer juga dapat digunakan dalam melihat rentang asam/basa, melalui diagram
potensial-pH tidak dapat mencakup seluruh daerah pH, karena terbatasi oleh trayek rentang
pH sistem buffer. Walaupun demikian, rentang pH 3,22-9,03 adalah salah satu daerah pH
penting dalam kajian korosi baja karbon, karena daerah itu meliput sebagian besar daerah
peralihan korosi aktif ke keadaan pasif (Bundjali, 2004).
Keefektifan Larutan Buffer :
Yang dimaksud dengan keefektifan larutan buffer ialah ketepatan suatu buffer dengan
rentang perubahan pH lingkungannya oleh penambahan maksimal suatu asam atau basa yang
diinginkan (Mulyono, 2006)
Keefektifan suatu larutan penyangga dalam menahan perubahan pH persatuan asam
atau basa kuat yang ditambahkan, mencapai nilai maksimumnya ketika rasio asam penyangga
terhadap garam adalah satu. Dalam titrasi asam lemah, titik maksimum keefektifan ini dicapai
bila asam tersebut ternetralkan separuh, atau pH = pKa (Underwood, 2002).
Asam asetat dengan konsentrasi yang relatif tinggi memiliki kapasitas buffer yang
lebih besar, yang artinya bahwa dengan semakin banyak tersedianya ion asetat, akan
mendorong ion H+ untuk berikatan dengan ion asetat sehingga penurunan pH akibat ion H+
tidak terjadi. Dengan kapasitas buffer yang besar, pada kondisi larutan yang lewat jenuh,
partikel-partikel produk korosi dapat terbentuk lebih seragam. Partikel-partikel tersebut
mampu membentuk lapisan pelindung yang lebih rapat sehingga meminimalisi serangan spesi
korosif terhadap permukaan logam. Sebaliknya, pada kapasitas buffer yang rendah, perbedaan
pH antara sisi anodik dan katodik cukup tinggi. Tingginya perbedaan pH tersebut
menyebabkan perbedaan potensial antara sisi anodik dan katodik semakin tinggi sehingga
proses korosi berlangsung semakin cepat. Jadi, peningkatan konsentrasi asam yang melebihi
batas maksimum justru menghasilkan lapisan produk korosi yang lebih protektif karena laju
pertumbuhan dari lapisan pelindung yang terbentuk pada sistem dengan kapasitas buffer
tinggi lebih terkontrol dibandingkan di dalam sistem dengan kapasitas buffer yang rendah
(Santoso, 2011).
Keuntungan lain,
konsep larutan penyangga ini dalam tubuh manusia, contohnya seperti pada cairan tubuh.
Cairan tubuh (baik cairan intrasel maupun cairan ekstrasel) merupakan larutan penyangga.
Sistem penyangga yang utama dalam cairan intrasel adalah pasangan dihidrogenfosfatmonohidrogenfosfat (H2PO4- -HPO42-). Sedangkan sistem penyangga yang utama dalam cairan
ekstrasel adalah pasangan asam karbonat-bikarbonat (H2CO3 HCO3-). Sistem penyangga ini
dapat menjaga pH darah hampir konstan, yaitu sekitar 7,4 (Keenan, 1980).
Dalam berbagai aktivitas yang melibatkan reaksi-reaksi dalam larutan, seringkali
diperlukan pH yang harganya tetap. Perubahan pH suuatu system seringkali memberikan
dampak yang tidak diinginkan. Namun larutan penyangga dapat mempertahankan pH system
terhadap gangguan yang dapat mengubah pH. Penyangga alami terdapat dalam tubuh
makhluk hidup maupun di alam (Mulyasa, 2009).
Adanya larutan penyangga ini dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-hari seperti
pada obat-obatan, fotografi, industri kulit dan zat warna. Selain aplikasi tersebut, terdapat
fungsi penerapan konsep larutan penyangga ini dalam tubuh manusia seperti pada cairan
tubuh. Cairan tubuh ini bisa dalam cairan intrasel maupun cairan ekstrasel. Dimana sistem
penyangga utama dalam cairan intraselnya seperti H2PO4- dan HPO42- yang dapat bereaksi
dengan suatu asam dan basa. Adapun sistem penyangga tersebut, dapat menjaga pH darah
yang hampir konstan yaitu sekitar 7,4. Selain itu penerapan larutan penyangga ini dapat kita
temui dalam kehidupan sehari-hari seperti pada obat tetes mata. Pada obat tetes mata
mempunyai pH yang sama dengan cairan tubuh kita, agar tidak menimbulkan efek samping
(Wikipedia,2014).
Larutan penyangga disebut juga larutan buffer. Ketika bertemu dengan larutan asam
atau basa dari luar, larutan penyangga melakukan aktivitas yang disebut reaksi asam basa
konjugasi. Saat reaksi kimia ini terjadi, zat yang melakukan reaksi dengan larutan penyangga
segera menurun atau naik keasamannya. Naik turunnya nilai pH ini menyesuaikan reaksi yang
terjadi.Kestabilan keasaman perlu dijaga karena kadang reaksi yang menimbulkan nilai asam
maupun basa yang tinggi bisa menyebabkan reaksi yang mungkin tidak terduga dan tidak
diinginkan. Dengan bantuan larutan penyangga, kenaikan atau penurunan nilai pH secara
drastis bisa dihindari. Contoh larutan penyangga paling dekat dengan manusia adalah darah.
Darah yang normal memiliki nilai pH antara 7,35 hingga 7,45. Kondisi normal membuat
fungsi darah juga ikut berjalan secara wajar. Apabila nilai pH darah ini turun atau naik secara
drastis, efek yang terjadi yaitu kerusakan pada berbagai organ tubuh. Dan, darah secara alami
telah dilengkapi dengan larutan penyangga yang otomatis berfungsi menjaga nilai pH
(Saputra, 2013).
Ada tiga larutan penyangga yang ditemukan dalam darah, yaitu larutan buffer
karbonat, larutan buffer fosfat, dan larutan buffer hemoglobin. Larutan penyangga yang
bertugas menjaga nilai pH darah adalah karbonat dan fosfat. Sementara larutan penyangga
hemoglobin bertugas membantu penyerapan oksigen ke dalam darah. Larutan penyangga
ditemukan pula pada air ludah.Dalam keadaan normal, mulut memiliki nilai pH di kisaran 6,8.
Air ludah dilengkapi dengan larutan penyangga fosfat yang berguna untuk mempertahankan
nilai pH secara alami. Termasuk pula, larutan penyangga ini berguna untuk gigi dari pengaruh
buruk asam yang disebabkan pembusukan sisa-sisa makanan di sela gigi. Gigipun menjadi
lebih terjaga dari kerusakan (Saputra, 2013).
Isolasi pigmen antosianin dari buah arben dilakukan dengan modifikasi metode Wijaya,
Widjanarko dan Susanto (2001). Ekstraksi dimulai dengan menimbang buah sebanyak 50 g,
lalu ditambahkan 1/3 bagian dari total larutan pengekstrak (500 mL) dan dihancurkan dengan
blender. Setelah itu hancuran buah dipindahkan ke dalam gelas kimia dan sisa larutan
pengekstrak (2/3 bagian) ditambahkan ke dalam hancuran buah. Kemudian dilakukan proses
ekstraksi secara maserasi yaitu mengaduk campuran buah dan pelarut tersebut dengan
pengaduk magnetik pada suhu ruang selama 24 jam.
b. Penentuan Total Antosianin dengan Metode pH Differensial
(Giusti dan Worlstad, 2001)
Penetapan antosianin dilakukan dengan metode perbedaan pH yaitu pH 1,0 dan pH 4,5. Pada
pH 1,0 antosianin berbentuk senyawa berwarna oxonium dan pada pH 4,5 berbentuk karbinol
tak berwarna. Hal tersebut dapat dilakukan dengan membuat suatu alikuot larutan antosianin
dalam air yang pH-nya 1,0 dan 4,5 untuk kemudian diukur absorbansinya.
c. Pembuatan larutan buffer pH 1,0 dan pH 4,5
Untuk membuat larutan buffer pH 1,0 digunakan KCl sebanyak 1,86 g dicampur
dengan 980 ml air suling (akuades) dan diatur pH-nya hingga mencapai 1 dengan
menggunakan HCl pekat. Selanjutnya larutan dipindahkan ke dalam labu ukur 1 L dan
ditambahkan air suling sampai volume larutan 1L. Sedangkan untuk larutan buffer pH 4,5
digunakan CH3CO2Na.3H2O sebanyak 54,43 g dicampur dengan 960 ml air suling. Kemudian
pH diukur dan diatur dengan HCl pekat hingga diperoleh larutan dengan pH 4,5. Selanjutnya
larutan dipindahkan ke dalam labu ukur 1 L dan diencerkan dengan air suling sampai volume
1 L.
d. Penentuan Intensitas Warna (FAO, 1984)
Larutan buffer asam sitrat dibasic sodium phosphate pH 3 disiapkan sebanyak 200
ml Panjang gelombang maksimum dari larutan diukur dengan cara sejumlah 20 mg sampel
ditimbang, kemudian diencerkan dalam labu ukur 25 ml menggunakan larutan buffer asam
sitrat - dibasic sodium phosphate pH 3. Sampel lainnya kemudian diukur absorbansinya (A)
pada kuvet dengan tebal 1 cm menggunakan larutan buffer asam sitrat - dibasic sodium
phosphate pH 3. Penentuan intensitas warna diukur dengan rumus :
Intensitas warna :
A x 25
berat sampel
Total antosianin
(mg/100g)
26,4 0,7
27,7 0,8
34,5 1,4
Tabel 2.2 Total antosianin buah arben dengan berbagai konsentrasi asam
tartarat
Konsentrasi asam
(%)
0,1
0,25
0,5
0,75
1
Total antosianin
(mg/100g)
23,3 0,4
32,7 0,8
35,4 1,1
36,9 0,4
33,2 0,6
Perbedaan total antosianin yang dihasilkan untuk setiap jenis asam organik diduga berkaitan
erat dengan perbedaan tetapan disosiasi dari masing-masing jenis asam. Asam tartarat
memiliki tetapan disosiasi yang lebih besar dibandingkan kedua asam lainnya. Tetapan
disosiasi untuk asam tartarat, asam sitrat dan asam asetat berturut-turut adalah 9,04 x 10-4 ;
7,21 x 10-4 dan 1,75 x 10-5 (Vogel, 1985). Semakin besar tetapan disosiasi semakin kuat
suatu asam karena semakin besar jumlah ion hidrogen yang dilepaskan ke dalam larutan.
Keadaan yang semakin asam apalagi mendekati pH 1 akan menyebabkan semakin banyaknya
pigmen antosianin berada dalam bentuk kation flavilium atau oxonium yang berwarna dan
pengukuran absorbansi akan menunjukkan jumlah antosianin yang semakin besar (Fennema,
1996). Disamping itu keadaan yang semakin asam menyebabkan semakin banyak dinding sel
vakuola yang pecah sehingga pigmen antosianin semakin banyak yang terekstrak .
KESIMPULAN
1. Penambahan asam organik pada pelarut akuades untuk menghasilkan total antosianin
tertinggi pada ekstraksi pigmen dari buah arben adalah asam tartarat dengan konsentrasi
0,75 %.
2. Pelarut organik yang menghasilkan ekstrak pigmen buah arben tertinggi adalah akuades
dengan kadar antosianin 34,8 mg /100 gram buah arben segar, intensitas warna 272,75 dan
rendemen ekstrak pekat pigmen 21,37%.
Laboratorium Kimia Analit
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
3. Ekstrak pigmen buah arben stabil pada pH 2-5 dan larut dengan baik pada sistem aquaeous
sehingga ekstrak pigmen ini paling baik bila diaplikasikan pada minuman ringan (soft
drink).