PENDAHULUAN
BAB II
LANDASAN TEORI
Dalam penegakan HAM di Indonesia, perangkat Ideologi Pancasila dan UUD 1945
harus dijadikan acuan pokok karena secara terpadu nilai-nilai dasar yang ada di dalamnya
merupakan The Indonesia Bill of Human Right.
Ada sejumlah kemajuan positif yang telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia
dalam kerangka penegakan HAM, khususnya terkait dengan upaya perbaikan pada
kerangka hukum dan institusi untuk mempromosikan HAM. Telah nampak dalam
kerangka hukum, pemerintah Indonesia telah melahirkan beberapa kebijakan menyangkut
HAM yang cukup positif. Pembuatan Undang-Undang (UU) HAM serta UU
Perlindungan Saksi Mata, adalah kebijakan yang dilihatnya dapat memberi sentimen
positif pada persoalan perlindungan HAM di Indonesia. Dibentuknya beberapa institusi
penegakan HAM di Indonesia, seperti pengadilan HAM ad-hoc, Komisi Nasional HAM,
Komisi Nasional Perempuan, serta organisasi HAM lainnya juga merupakan usaha yang
telah dilakukan oleh pemerintah dalam upaya penegakan HAM.
Program penegakan hukum dan HAM (PP No. 7 Tahun 2005) meliputi
pemberantasan korupsi, antiterorisme, serta pembasmian penyalahgunaan narkotika dan
obat berbahaya. Oleh sebab itu, penegakan hukum dan HAM harus dilakukan secara
tegas, tidak diskriminatif, dan konsisten.
Dalam upaya penegakan-penegakan HAM di Indonesia, dibutuhkan pula sarana dan
prasarana. Sarana dan prasarana penegakan HAM di Indonesia dapat dikategorikan
menjadi dua bagian, yaitu:
1. Sarana yang terbentuk sebagai institusi atau kelembagaan seperti lebaga advokasi
tentang HAM yang dibentuk oleh LSM, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
(KOMNAS HAM), Komisi Nasional HAM Perempuan, dan institusi lainnya.
2. Sarana yang berbentuk peraturan atau Undang-Undang, seperti adanya beberapa
pasal dalam konstitusi UUD 1945 yang memuat tentang HAM, UU RI No. 39
Tahun 1999, Keputusan Presiden No. 50 Tahun 1993, Keputusan Presiden RI No.
181 Tahun 1998, dan Instruksi Presiden No. 26 Tahun 1998. Semua perangkat
hukum tersebut merupakan sarana pendukung perlindungan HAM di Indonesia.
untuk
hidup
(misalnya
hak:
mempertahankan
hidup,
memperoleh
kesejahteraan lahir batin, memperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat);
2. Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan.
3. Hak mengembangkan diri (misalnya hak : pemenuhan kebutuhan dasar,
meningkatkan kualitas hidup, memperoleh manfaat dari iptek, memperoleh
informasi, melakukan pekerjaan sosial);
4. Hak memperoleh keadilan (misalnya hak : kepastian hukum, persamaan di depan
hukum);
5. Hak atas kebebasan pribadi (misalnya hak : memeluk agama, keyakinan politik,
memilih
status
kewarganegaraan,
berpendapat
dan
menyebarluaskannya,
mendirikan parpol, LSM dan organisasi lain, bebas bergerak dan bertempat
tinggal);
6. Hak atas rasa aman (misalnya hak : memperoleh suaka politik, perlindungan
terhadap ancaman ketakutan, melakukan hubungan komunikasi, perlindungan
terhadap penyiksaan, penghilangan dengan paksa dan penghilangan nyawa);
7. Hak atas kesejahteraan (misalnya hak : milik pribadi dan kolektif, memperoleh
pekerjaan yang layak, mendirikan serikat kerja, bertempat tinggal yang layak,
kehidupan yang layak, dan jaminan sosial);
8. Hak turut serta dalam pemerintahan (misalnya hak: memilih dan dipilih dalam
pemilu, partisipasi langsung dan tidak langsung, diangkat dalam jabatan
pemerintah, mengajukan usulan kepada pemerintah);
9. Hak wanita (hak yang sama/tidak ada diskriminasi antara wanita dan pria dalam
bidang politik, pekerjaan, status kewarganegaraan, keluarga perkawinan);
10. Hak anak (misalnya hak : perlindungan oleh orang tua, keluarga, masyarakat dan
negara, beribadah menurut agamanya, berekspresi, perlakuan khusus bagi anak
cacat, perlindungan dari eksploitasi ekonomi, pekerjaan, pelecehan sexual,
perdagangan anak, penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif
lainnya).
5. Mentaati dan mematuhi peraturan yang ada dalam keluarga yang sudah
menjadi kesepakatan bersama.
2.4.2. Lingkungan Sekolah
Norma dan peraturan lainnya harus diterapkan di sekolah karena bertujuan
untuk menciptakan lingkungan, situasi, dan kondisi yang mendukung tercapainya
tujuan pendidikan. Dengan dipatuhinya norma dan peraturan yang berlaku di sekolah,
hubungan antara sesama warga sekolah akan terjalin dengan baik serta kegiatan
belajar mengajar dan kegiatan lain akan berjalan dengan tertib dan teratur. Berikut
adalah beberapa contoh penerapan norma dan peraturan lainnya dalam lingkungan
sekolah, yaitu:
1. Berbakti kepada guru dengan cara melaksanakan perintah dan nasihat-nasihat
yang baik.
2. Menghormati guru, karyawan, dan pegawai sekolah lainnya.
3. Mematuhi peraturan dan tata tertib yang ada di sekolah.
4. Terus terang dan jujur dalam mengikuti pelajaran.
5. Belajar dengan tekun dan disiplin.
6. Saling menyayangi antara sesama.
2.4.3. Lingkungan Masyarakat
Penerapan norma di masyarakat lebih kompleks, karena di dalamnya terdapat
beragam kepentingan. Semua norma diterapkan di masyarakat untuk mengatur
perilaku majemuk. Penerapan norma dalam masyarakat bertujuan untuk menciptakan
kehidupan masyarakat yang tertib, aman dan damai. Apabila semua warga menaati
dan mematuhi norma yang berlaku dalam masyarakat maka hubungan antar warga
pun akan terjalin dengan baik. Sehingga akan mampu mewujudkan tujuan bersama.
Beberapa contoh penerapan norma dan peraturan dalam kehidupan masyarakat antara
lain:
1. Tolong-menolong dengan tetangga di lingkungan masyarakat sekitar kita.
2. Menghormati dan menghargai tetangga dengan cara saling bertegur sapa.
BAB III
PEMBAHASAN
Pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan yang melawan hukum
mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia (UU RI
Nomor 39 Tahun 1999). Hampir dapat dipastikan dalam kehidupan sehari-hari dapat
ditemukan pelanggaran HAM baik di Indonesia maupun di belahan dunia lain.
Pelanggaran itu dapat dilakukan oleh negara atau pemerintah maupun oleh masyarakat.
Menurut Richard Falk, kategori-kategori pelanggaran HAM yang dianggap kejam,
yaitu :
a. Pembunuhan besarbesaran (genocide).
b. Rasialisme resmi.
c. Terorisme resmi berskala besar.
d. Pemerintahan totaliter.
e. Penolakan secara sadar untuk memenuhi kebutuhankebutuhan dasar manusia.
f. Perusakan kualitas lingkungan.
g. Kejahatan kejahatan perang.
Dalam UURI Nomor 39 Tahun 1999 yang dikategorikan pelanggaran HAM yang
berat adalah:
1. Pembunuhan masal (genocide);
2. Pembunuhan sewenangwenang atau diluar putusan pengadilan;
3. Penyiksaan;
4. Penghilangan orang secara paksa;
5. Perbudakan atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis.
Disamping pelanggaran HAM yang berat juga dikenal pelanggaran HAM biasa.
Pelanggaran HAM biasa antara lain: pemukulan, penganiayaan, pencemaran nama baik,
menghalangi orang untuk mengekspresikan pendapatnya, penyiksaan, menghilangkan
nyawa orang lain.
Banyak terjadi pelanggaran HAM di Indonesia, baik yang dilakukan pemerintah,
aparat keamanan maupun oleh masyarakat. Sebagai contoh salah satu kasus yang
berhubungan dengan HAM yaitu Kasus Trisakti dan Semanggi. Kasus Trisakti dan
Semanggi terkait dengan gerakan reformasi. Arah gerakan reformasi adalah untuk
melakukan perubahan yang lebih baik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Gerakan reformasi dipicu oleh krisis ekonomi tahun 1997. Krisis ekonomi terjadi
berkepanjangan karena fondasi ekonomi yang lemah dan pengelolaan pemerintahan yang
tidak bersih dari KKN (Korupsi Kolusi dan Nepotisme). Gerakan reformasi yang
dipelopori mahasiswa menuntut perubahan dari pemerintahan yang otoriter menjadi
pemerintahan yang demokratis, mensejahterakan rakyat dan bebas dari KKN.
Demonstrasi merupakan senjata mahasiswa untuk menekan tuntutan perubahan ketika
dialog mengalami jalan buntu atau tidak efektif. Ketika demonstrasi inilah berbagai hal
yang tidak dinginkan dapat terjadi. Karena sebagai gerakan massa tidak mudah
melakukan kontrol. Bentrok fisik dengan aparat keamanan, pengrusakan, penembakan
dengan peluru karet maupun tajam inilah yang mewarai kasus Trisakti dan Semanggi.
Kasus Trisakti terjadi pada 12 Mei 1998 yang menewaskan 4 (empat) mahasiswa
Universitas Trisakti yang terkena peluru tajam. Kasus Trisakti sudah ada pengadilan
militer. Tragedi Semanggi I terjadi 13 November 1998 yang menewaskan setidaknya 5
(lima) mahasiswa, sedangkan tragedi Semanggi II pada 24 September 1999, menewaskan
5 (lima) orang.
Dengan jatuhnya korban pada kasus Trisakti, emosi masyarakat meledak. Selama dua
hari berikutnya 13 14 Mei terjadilah kerusuhan dengan membumi hanguskan sebagaian
Ibu Kota Jakarta. Kemudian berkembang meluas menjadi penjarahan dan aksi SARA
(suku, agama, ras, dan antar golongan). Akibat kerusuhan tersebut, Komnas HAM
mencatat :
1) 40 pusat perbelanjaan terbakar;
2) 2.479 toko hancur;
3) 1.604 toko dijarah;
4) 119 mobil hangus dan ringsek;
5) 1.026 rumah penduduk luluh lantak;
6) 383 kantor rusak berat; dan
7) 1.188 orang meninggal dunia.
Dengan korban yang sangat besar dan mengenaskan di atas, itulah harga yang harus
dibayar bangsa kita ketika menginginkan perubahan kehidupan berbangsa dan bernegara
yang lebih baik. Seharusnya hal itu masih dapat dihindari apabila semua anak bangsa ini
berpegang teguh pada nilai nilai luhur Pancasila sebagai acuan dalam memecahkan
berbagai persoalan dan mengelola negara tercinta ini. Peristiwa Mei tahun 1998 dicatat
disatu sisi sebagai Tahun Reformasi dan pada sisi lain sebagai Tragedi Nasional.
Meskipun seperti yang telah dikemukakan secara teori bahwa HAM telah dijamin
secara konstitusional dan telah dibentuk lembaga penegakan HAM, masih banyak
pelanggaran HAM selain kasus Trisakti dan Semanggi. Apabila dicermati lebih
mendalam, ada banyak faktor yang menyebabkan pelanggaran HAM tersebut terjadi.
Berikut adalah beberapa faktor penyebabnya, antara lain:
1. Masih belum adanya kesepahaman pada tataran konsep HAM antara yang
memandang HAM bersifat universal dan paham yang memandang setiap bangsa
memiliki paham HAM tersendiri, berbeda dengan bangsa lain terutama dalam
pelaksanaannya
2. Adanya pandangan HAM bersifat individu yang akan mengancam kepentingan
umum
3. Kurang berfungsinya lembaga-lembaga penegak hukum seperti polisi, jaksa, dan
pengadilan
4. Pemahaman belum merata tentang HAM baik dikalangan sipil maupun militer
Disamping faktor-faktor penyebab pelanggaran HAM diatas, ada faktor lain yang
esensial, yaitu kurang dan tipisnya rasa tanggung jawab.
Akibat dari pelanggaran-pelanggaran HAM tersebut, bangsa Indonesia menderita dan
juga mengancam integrasi nasional. Sebagai warga negara yang baik harus ikut serta
secara aktif (berpartisipasi) dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi bangsa
dan negaranya, termasuk masalah pelanggaran HAM. Untuk itu tanggapan yang dapat
dikembangkan salah satunya adalah bersikap tegas tidak membenarkan setiap pelanggaran
HAM.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Perjuangan bagi Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan suatu perjalanan dan bukan
suatu tujuan, karena hak-hak asasi manusia tidak statis. Teori HAM perlu terus-menerus
dinilai kembali dari sudut pandang para moralis maupun rasionalis. HAM adalah hak-hak
mendasar yang dimiliki oleh manusia sebagaimana mestinya. Setiap individu mempunyai
keinginan agar HAM-nya terpenuhi. Tetapi perlu diingat bahwa setiap individu wajib
untuk menghormati dan tidak menindas HAM individu lainnya.
Dari pembahasan, dapat disimpulkan bahwa HAM di Indonesia masih sangat
memprihatinkan, seperti yang diketahui bahwa HAM merupakan Hak Asasi Manusia yang
paling mendasar tetapi hanya merupakan suatu wacana dalam suatu teks dan
pelaksanaannya belum sesuai dengan teori. Banyak HAM yang secara terang-terangan
dilanggar, seakan-akan hal tersebut adalah sesuatu yang wajar dilakukan.
Banyaknya pelanggaran HAM yang terjadi itu dapat dikarenakan beberapa faktor,
misalnya kurangnya kesepahaman tentang konsep HAM, kesalahan pandangan terhadap
HAM, kurang berfungsinya lembaga-lembaga penegak hukum, serta belum meratanya
pemahaman tentang HAM.
4.2. Saran
Sebagai bangsa Indonesia, perlu menegakkan HAM khususnya di Indonesia. Maka
dari itu perlu kesadaran rasa kemanusiaan yang tinggi, aparat hukum yang bersih, tidak
sewenang-wenang, sanksi yang tegas bagi para pelanggar HAM, serta penanaman nilainilai keagamaan pada masyarakat Indonesia.
Selain harus mampu mempertahankan dan memperjuangkan HAM diri sendiri, harus
bisa pula menghormati dan menjaga HAM orang lain, sehingga dapat terhindar dari
pelanggaran HAM.
DAFTAR PUSTAKA
Djarot, Eros & Haas, Robert. 1998: Hak-hak Asasi Manusia dan Manusia (Human rights
and The Media). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Drs. S. Sumarsono, Dkk. 2000: Pendidikan Kewarganegaraan.
Prof. Dr. H. Zainudin Ali, M.A. 2006: Sosiologi Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.
https://deluk12.wordpress.com/makalah-ham/
http://makalahhamdanruleoflaw.blogspot.com/2013/04/makalah-hak-asasi-manusia-danrule-of.html?m=1.
http://www.academia.edu/8799827/Makalah_Problematika_Hak_Asasi_Manusia_Di_Ind
onesia.
http://veliarryandre.blogspot.com/2012/01/makalah-penegakan-ham-di-indonesia.html?
m=1.
(diakses pada 23 Februari 2015 pukul 11:44 WIB)