Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. D
Umur
: 52 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Pekerjaan
: Wiraswasta
Alamat
: Jl. P. Kemerdekaan VII No. 40 Makassar
Agama
: Islam
No. RM
: 63 60 16
Tanggal masuk : 6 November 2013
ANAMNESIS
Autoanamnesis
Keluhan Utama

: Muntah

Anamnesis Terpimpin:
Dialami sejak beberapa minggu sebelum masuk rumah sakit dan bertambah sering
sekitar 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Muntah berisi air dan sedikit sisa makanan.
Pasien juga merasakan nyeri pada ulu hatinya. Pasien merasakan dirinya menjadi lemas
dan merasa lebih cepat lelah beberapa minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga
mengeluh sering merasa pusing beberapa minggu belakangan tetapi tidak merasakan sakit
kepala. Perut juga dirasakan semakin membesar dan bengkak pada kaki beberapa minggu
belakangan. Tidak ada sesak dan riwayat sesak. Tidak ada demam. Pasien juga
mengeluhkan buang air kecil kesannya berkurang hanya sekitar kurang lebih 700cc setiap
hari. Hal ini dirasakan kurang lebih 3 bulan sebelum masuk rumah sakit. Air kencing
berwarna kuning dan pasien tidak merasakan rasa berpasir saat buang air kecil. Pasien
belum BAB selama 4 hari sebelum masuk rumah sakit
RPS:
Riwayat dirawat di Rumah Sakit Majene 5 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit
dengan keluhan yang sama dan didiagnosis oleh dokter di Rumah Sakit tersebut dengan
gagal ginjal kronik.
Riwayat HT (+) diketahui sekitar 5 tahun yang lalu saat memeriksakan diri ke puskesmas
setempat dengan keluhan sering merasa tegang pada daerah tengkuk. Tensi saat
memeriksakan diri ke Puskesmas yaitu 170/100 mmHg. Pasien sempat mengkonsumsi
Amlodipine 10 mg 1x1 dari puskesmas tetapi selanjutnya pasien tidak berobat teratur.
Riwayat menderita Batu Saluran Kemih (-).

Riwayat sering buang air kecil sedikit-sedikit dan terasa nyeri pada saat buang air kecil
pada saat pasien berusia muda ( kurang lebih saat usia 20 tahun) serta air kencing tampak
keruh. Ada riwayat sering demam saat mengalami keluhan tersebut. Riwayat pernah
berobat di RSWS karena keluhan tersebut dan didiagnosis menderita infeksi saluran
kemih.
Tidak ada riwayat sering sakit tenggorokan pada saat usia kanak-kanak.
Riwayat asam urat tinggi, penyakit jantung dan DM tidak diketahui.
II. STATUS PRESENT
Sakit Sedang / Gizi kurang / Composmentis
BB = 82 kg,
BB koreksi = BB (40% BB)
= 82 32,8 = 49,2 kg

TB = 170 cm,
IMT = 17,02 kg/m2 (Gizi kurang)

Tanda vital :
Tekanan Darah

: 210/90 mmHg

Nadi

: 69 x/menit

Pernapasan

: 20 x/menit (Tipe : Thoracoabdominal)

Suhu

: 36.5oC (Axilla)

III.PEMERIKSAAN FISIS
Kepala

Ekspresi

: biasa

Simetris muka

: simetris kiri = kanan

Deformitas

: (-)

Rambut

: hitam lurus, sukar dicabut, alopesia (-)

Mata
Eksoptalmus/Enoptalmus

: (-)

Gerakan

: ke segala arah

Kelopak Mata

: edema (-)

Konjungtiva

: anemis (+)

Sklera

: ikterus (-)

Kornea

: jernih

Pupil

: bulat isokor

Telinga

Pendengaran
: kesan normal
Tophi
: (-)
Nyeri tekan di prosesus mastoideus : (-)
Hidung
Perdarahan
: (-)
Sekret
: (-)
Mulut
Bibir
: pucat (-), kering (-)
Lidah
: kotor (-),tremor (-), hiperemis (-)
Tonsil
: T1 T1, hiperemis (-)
Faring
: hiperemis (-),
Gigi geligi
: dalam batas normal
Gusi
: dalam batas normal
Leher
Kelenjar getah bening
: tidak ada pembesaran
Kelenjar gondok
: tidak ada pembesaran
DVS
: R-2 cmH2O
Pembuluh darah
: tidak ada kelainan, arteri karotis teraba
Kaku kuduk
: (-)
Tumor
: (-)
Thoraks
- Inspeksi :
Bentuk
: simetris kiri dan kanan (normochest)
Pembuluh darah : tidak ada kelainan
Buah dada
: tidak ada kelainan
Sela Iga
: Normal, tidak melebar
- Palpasi
:
Fremitus raba
: sama pada paru kiri dan kanan
Nyeri tekan
: (-)
Massa tumor
: (-)
- Perkusi
:
Paru kiri
: sonor
Paru kanan
: sonor
Batas paru-hepar
: ICS IV dekstra
Batas paru belakang kanan
: CV Th. VIII dekstra
Batas paru belakang kiri
: CV Th. IX sinistra
- Auskultasi :
Bunyi pernapasan
: vesikuler
Bunyi tambahan
: Rh -/- ,Wh -/Jantung
Inspeksi
: ictus cordis tidak tampak
Palpasi
: ictus cordis tidak teraba
Perkusi
: pekak
Batas atas jantung ICS II sinistra
Batas kanan jantung ICS IV linea parasternalis dextra
Batas kiri jantung ICS V linea aksilaris anterior sinistra
Auskultasi
: bunyi jantung I/II murni regular, bising (-)
Perut
Inspeksi
: Cembung, ikut gerak napas.

Palpasi

: Nyeri tekan (+) pada regio epigastrium, hepar dan lien tidak teraba

Perkusi

: Ascites (+) shifting dullness

Auskultasi

: Peristaltik (+) kesan normal

Alat Kelamin
Tidak dilakukan pemeriksaan
Anus dan Rektum
Rectal Touche
Spinchter mencekik, mukosa licin, ampulla kosong, pada hand scoen : feses (+)
berwarna kuning, darah (-), lendir (-).
Punggung
Palpasi
: NT (-), MT (-), Gibbus (-)
Nyeri ketok : -/Auskultasi
: Bruit (-)
Gerakan
: Normal
Ekstremitas
Edema dorsum pedis +/+
Edema pretibial +/+

Laboratorium
Jenis Pemerikaan
WBC
RBC
HGB
HCT
MCV
MCH

DARAH
RUTIN
(06/11/13)

DIABETES
(06/11/13)
GINJAL
HIPERTENSI
(06/11/13)

KIMIA HATI
(06/11/13)

ELEKTROLIT
(06/11/13)

HEPATITIS
(06/11/13)
KOAGULASI
DAN
TROMBOSIT
(06/11/13)

Hasil
10.57x103/Ul
2.49x106/uL
7.5 g/dL
21.9%
88,0 pl
30.1 pg

Nilai Rujukan
4 - 10 x 103/uL
46 x 106/uL
12 - 16 g/dL
37 48%
76 92 pl
22 31 pg

MCHC

34.2 g/dl

32 36 g/dl

PLT
Eo
Baso
Neutr
Lymph
Mono

225x 103/uL
2.49 x 103/uL
0.02 x 103/uL
50.8
19.1
6.3

150-400x103/uL
1.00 3.00 x 103/uL
0.00 0.10 x 103/uL
52.0 75.0
20.0 40.0
2.00 8.00

GDS

96 mg/dl

140 mg/dl

Ureum

94 mg/dl

10-50 mg/dl

Kreatinin

17.2 mg/dl

L (<1,3), P (<1,1)
mg/dl

GFR (MDRD)

3.0951ml/mnt/1.73 m2

SGOT

9 U/L

< 38 U/L

SGPT

7 U/L

< 41 U/L

Albumin
Globulin
Protein Total
Natrium

2.6 gr/dl
2.0 gr/dl
4.8 gr/dl
145 mmol

3,5-5,0 gr/dl
1.6 -5 gr/dl
6.6 8.7 gr/dl
138-145 mmol

Kalium

4.9 mmol

3,5-5,1 mmol

Klorida

116 mmol

97-111 mmol

HbsAg

Non Reactive

Non reactive

Anti HCV

Non Reactive

Non Reactive

PT

10.3 c 10.9

10-14 detik

APTT

28.8 c 24.4

22-30 detik

Waktu
perdarahan (BT)

200

1-7 menit

ANEMIA
(06/11/13)

URINE
RUTIN
(06/11/13)

Waktu bekuan
(CT)

800

4-10 menit

Fe (besi)

25

L (59-148); P (37
148) g/dl

TIBC

184

274 389 g/dl

Ferritin

374

13.00 400 ng/ml

Warna

Kuning Tua

Kuning Muda

pH

6.0

4.5 -8.0

BJ

1.020

1.005 1.035

Protein

3.0 / +++

Glukosa

5.6/+

Bilirubine

Urobilinogen

Normal

Normal

Keton

Nitrit

Blood

200/+++

Leukosit

Vit. C

Sedimen
Leukosit

<5

Sedimen Eritrosit

<5

Sedimen Torak
Sedimen Kristal
Sedimen Epitel
Sel
Sedimen Lain
KIMIA LAIN
(06/11/13)

Asam Urat

9.8

P (2.4-5.7 mg/dl)
L (3.5 7.0 mg/dl)

Pemeriksaan tambahan lainnya:


Foto thoraks AP (06/11/13)
Kesan : Cardiomegaly dan Dilatatio et Elongatio aortae
EKG (06/11/13)
Sinus ritme, HR : 68x/menit, Normo axis, Left Ventricular Hyperthrophy
USG abdomen atas + bawah (whole abdomen) (12/11/13)
Kesan : PNC Bilateral

IV. ASSESSMENT :
CKD stage V ec. PNC Bilateral
Hipertensi Grade II
Anemia Defisiensi Fe
Hipoalbuminemia
Hiperurisemia
V. PENATALAKSANAAN AWAL
- Diet rendah natrium, rendah protein 0.6 gr/kg BB/ hari, dan rendah kalium
- Restriksi cairan
- Inj. Omeprazole 40 mg 1 vial/24 jam/iv
- Amlodipine 10 mg 0-0-1
- Valsartan 80 mg 0-0-1
- Domperidone 10 mg 3x1
- Edukasi HD reguler
- Allopurinol 100 mg 1x1 (selang sehari)
Rencana Pemeriksaan
VI.

Kontrol darah rutin, elektrolit, albumin, asam urat


Balance cairan
Kontrol EKG

PROGNOSIS
Ad functionam

: Dubia et malam

Ad sanationam

: Dubia et malam

Ad vitam

: Dubia et malam

FOLLOW UP
TANGGAL
07/11/2013

PERJALANAN PENYAKIT
S:

T : 170/90 mmHg

Muntah (+), mual (+), NUH(+)

N : 80 x/i

Pusing (+), lemas (+)

P : 18 x/i

Bengkak pada perut dan tungkai(+)

S : 36,3C

BAK sedikit
BAB belum 5 hari
O:

SS / GK / CM

INSTRUKSI DOKTER
P:
Diet Rendah garam, rendah kalium,
rendah protein 1.2 gr/kgBB/hr
Restriksi cairan
Balance cairan kateter
Inj. Omeprazole 40 mg 1 vial/24
jam/iv
Domperidone 10 mg 3x1
Amlodipine 10 mg 1-0-0

Anemis +/+, ikterus -/MT (-), NT (-), DVS R-2 cmH2O


BP : vesikuler
BT : Rh -/-, Wh -/BJ : S1S2 murni reguler, murmur (-)
Abd : Peristaltik (+) kesan normal
Hepar dan lien tidak teraba
Ascites + (shifting dullness)
Ext : Edema +/+
Balance cairan : input-output
850-600 : +250 cc

A:

CKD stage V ec PNC Bilateral


HT on treatment
Anemia defisiensi Fe
Hiperurisemia

08/11/2013

S:

T : 160/80 mmHg

Muntah (-), mual (+), NUH(-)

N : 80 x/i

Pusing (+), lemas (+)

P : 20 x/i

Bengkak pada perut dan tungkai(+)

S : 36,7C

BAK sedikit
Sudah BAB
O:

SS / GK / CM
Anemis +/+, ikterus -/MT (-), NT (-), DVS R-2 cmH2O
BP : vesikuler
BT : Rh -/-, Wh -/BJ : S1S2 murni reguler, murmur (-)
Abd : Peristaltik (+) kesan normal
Hepar dan lien tidak teraba
Ascites + (shifting dullness)
Ext : Edema +/+
Balance Cairan : Input output
800 650 : +150 cc

A:

CKD stage V ec PNC Bilateral


HT on treatment
Anemia defisiensi Fe
Hiperurisemia

Valsartan 80 mg 0-0-1
Allopurinol 100 mg 1x1 (selang
sehari)
Dulcolax supp 1x1
Edukasi HD setuju
Rencana pemberian preparat Fe
injeksi
Anjuran :
Kontrol DR
Kontrol Elektrolit
Kontrol Ureum dan Creatinine
Kontrol Asam Urat
Konsul BTKV pemasangan
double lumen
P:
Diet Rendah garam, rendah kalium,
rendah protein 1,2 gr/kgBB/hr
Restriksi cairan
Balance cairan kateter
Domperidone 10 mg 3x1
Amlodipine 10 mg 1-0-0
Valsartan 80 mg 0-0-1
Allopurinol 100 mg 1x1 (selang
sehari)
Edukasi HD setuju
Konsul BTKV setuju pemasangan
double
pemasangan

lumen
double

(rencana
lumen

9/11/13)
Rencana pemberian preparat Fe
injeksi
Anjuran :
Tunggu hasil lab kontrol

09/11/2013

S:

T : 130/80 mmHg

Muntah (-), mual (-), NUH(-)

N : 72 x/i

Pusing (+), lemas (+)

P : 20 x/i

Bengkak pada perut dan tungkai(+)

S : 36,5C

BAK sedikit
O:

SS / GK / CM
Anemis +/+, ikterus -/MT (-), NT (-), DVS R-2 cmH2O
BP : vesikuler
BT : Rh -/-, Wh -/BJ : S1S2 murni reguler, murmur (-)
Abd : Peristaltik (+) kesan normal
Hepar dan lien tidak teraba
Ascites + (shifting dullness)
Ext : Edema +/+
Balance Cairan : Input output

P:
Diet Rendah garam, rendah kalium,
rendah protein 1,2 gr/kgBB/hr
Restriksi cairan
Balance cairan kateter
Amlodipine 10 mg 1-0-0
Valsartan 80 mg 0-0-1
Allopurinol 100 mg 1x1 (selang
sehari)
BTKV pemasangan double lumen
Rencana pemberian preparat Fe
injeksi
Anjuran :
Tunggu hasil lab kontrol

700 600 : +100 cc


A:

CKD stage V on PNC Bilateral


HT on treatment
Anemia defisiensi Fe
Hiperurisemia

10/11/2013

S:

T : 130/70 mmHg

Muntah (-), mual (-), NUH(-)

N : 66 x/i

Pusing (+), lemas (+)

P : 20 x/i

Bengkak pada perut dan tungkai(+)

S : 36,6C

BAK sedikit
O:

SS / GK / CM
Anemis +/+, ikterus -/MT (-), NT (-), DVS R-2 cmH2O
BP : vesikuler
BT : Rh -/-, Wh -/BJ : S1S2 murni reguler, murmur (-)
Abd : Peristaltik (+) kesan normal
Hepar dan lien tidak teraba
Ascites + (shifting dullness)

P:
Diet Rendah garam, rendah kalium,
rendah protein 1,2 gr/kgBB/hr
Restriksi cairan
Balance cairan kateter
Amlodipine 10 mg 1-0-0
Valsartan 80 mg 0-0-1
Allopurinol 100 mg 1x1 (selang
sehari)
Rencana HD 11/11/13
Rencana pemberian preparat Fe
injeksi
Rencana transfusi

Ext : Edema +/+


Balance Cairan : Input output
750 700 : +50 cc

Hasil Lab :
RBC : 2.24 x 10^6/mm3
WBC : 8.69 x 10^3/mm3
Hb : 6.7 gr/dl
HCT : 19.9 %
MCV : 76 mm3
MCH : 23.5 pg
MCHC : 30.7 g/dl
PLT : 196 x 10^3/mm3
Ureum : 94 mg/dl
Creatinine : 17.4 mg/dl
Asam Urat : 4.3 mg/dl
Natrium : 134 mmol/L
Kalium : 3.9 mmol/L
Klorida : 99 mmol/L

A:

CKD stage V ec PNC Bilateral


HT on treatment
Anemia defisiensi Fe
Hiperurisemia

11/11/2013

S:

T : 120/80 mmHg

Muntah (-), mual (+), NUH(-)

N : 84 x/i

Pusing (+), lemas (+)

P : 20 x/i

Bengkak pada perut dan tungkai(+)

S : 36,5 oC

BAK sedikit
O:

P:
Diet Rendah garam, rendah kalium,
rendah protein 1,2 gr/kgBB/hr
Restriksi cairan
Balance cairan kateter
Domperidone 10 mg 3x1
Amlodipine 10 mg 1-0-0
Valsartan 80 mg 0-0-1
Allopurinol 100 mg 1x1 (selang

SS / GK / CM
Anemis +/+, ikterus -/sehari)
MT (-), NT (-), DVS R-2 cmH2O
HD UF Goal : 1000 mL
BP : vesikuler
Transfusi PRC 1 bag karena Hb 6.7
BT : Rh -/-, Wh -/BJ : S1S2 murni reguler, murmur (-)
gr/dl (10/11/2013)

Abd : Peristaltik (+) kesan normal


Hepar dan lien tidak teraba
Ascites + (shifting dullness)
Ext : Edema +/+
Balance Cairan : Input output
750 700 : +50 cc

Premedikasi : lasix 1 amp/iv,


diphenhidramin 1amp/iv
Cosmofer 1 ampul/s.c.
seminggu

A:

CKD stage V ec PNC Bilateral


HT on treatment
Anemia defisiensi Fe

RESUME
Seorang pria, 52 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan muntah dialami sejak
beberapa minggu sebelum masuk rumah sakit dan bertambah sering sekitar 1 minggu
sebelum masuk rumah sakit. Muntah berisi air dan sedikit sisa makanan. Pasien juga
merasakan nyeri pada ulu hatinya. Pasien merasakan dirinya menjadi lemas dan merasa
lebih cepat lelah beberapa minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluh
sering merasa pusing beberapa minggu belakangan tetapi tidak merasakan sakit kepala.
Perut juga dirasakan semakin membesar dan bengkak pada kaki beberapa minggu
belakangan. Pasien juga mengeluhkan buang air kecil kesannya berkurang hanya sekitar
kurang lebih 700cc setiap hari. Hal ini dirasakan kurang lebih 3 bulan sebelum masuk
rumah sakit. Pasien belum BAB selama 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Riwayat
dirawat di Rumah Sakit Majene 5 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit dengan
keluhan yang sama dan didiagnosis oleh dokter di Rumah Sakit tersebut dengan gagal
ginjal kronik. Riwayat HT (+) diketahui sekitar 5 tahun yang lalu saat memeriksakan diri
ke puskesmas setempat dengan keluhan sering merasa tegang pada daerah tengkuk. Tensi
saat memeriksakan diri ke Puskesmas yaitu 170/100 mmHg. Pasien sempat
mengkonsumsi Amlodipine 10 mg 1x1 dari puskesmas tetapi selanjutnya pasien tidak
berobat teratur. Riwayat sering buang air kecil sedikit-sedikit dan terasa nyeri pada saat
buang air kecil pada saat pasien berusia muda ( kurang lebih saat usia 20 tahun) dan air
kencing tampak keruh. Ada riwayat sering demam saat mengalami keluhan tersebut.
Riwayat pernah berobat di RSWS dan didiagnosis menderita infeksi saluran kemih.
Riwayat asam urat tinggi, penyakit jantung dan DM tidak diketahui.

2x

Pada pemeriksaan fisis didapatkan pasien sakit sedang, gizi kurang serta komposmentis.
Tekanan darah 210/90 mmHg, nadi 69 x/menit, pernapasan 20 x/menit, suhu 36.5oC
(axilla). Pada kepala ditemukan anemis +/+. Jantung: kardiomegali ( batas jantung kiri :
ICS V linea aksilaris anterior sinistra). Abdomen : nyeri tekan pada regio epigastrium dan
didapatkan ascites (shifting dullness +). Pada ekstremitas didapatkan edema pretibial dan
edema dorsum pedis.
Pada pemeriksaan laboratorium darah Hb: 7,5 gr/dl, MCV : 88 pl, MCH : 30,1 pg,
MCHC : 34,2 gr/dl, Ureum : 96 mg/dl, Kreatinin : 17,2 mg/dl, Albumin : 2,6 gr/dl, Fe : 25
g/dl, TIBC: 184 g/dl, Asam Urat: 9.8 mg/dl. Dan hasil urinalisis didapatkan Protein :
3/+++, Glukosa : 5,6/+, Blood : 200/+++.
Hasil pemeriksaan foto thoraks AP ditemukan kardiomegali. Hasil USG abdomen
PNC Bilateral. Hasil EKG : Sinus ritme, HR : 68x/menit, Normo axis, Left Ventricular
Hyperthrophy.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang lainnya, maka
pasien ini diassessment dengan CKD stage V ec. PNC Bilateral, Hipertensi Grade II,
Anemia Defisiensi Fe, Hipoalbuminemia, dan Hiperurisemia.
DISKUSI
Assesment pada pasien ini, yaitu CKD stage 5 ec. PNC Bilateral, Hipertensi Grade II,
Anemia Defisiensi Fe, Hipoalbuminemia, dan Hiperurisemia.
Diagnosis pasien ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Apabila dilihat dari gejala klinis yang timbul, gejala pasien yang
merasa mual, muntah, disertai dengan penurunan nafsu makan juga dapat mendukung
kearah gagal ginjal kronik. Bila dilihat dari pemeriksaan fisik, secara nyata dapat
ditemukan adanya peningkatan tekanan darah dan adanya konjungtiva yang anemis
menunjukkan adanya anemia.
Pada pemeriksaan penunjang, hasil laboratorium darah menunjukkan bahwa
hemoglobin pasien rendah akibat defisiensi eritropoetin yang berhubungan dengan gagal
ginjal kronik, terdapat peningkatan yang bermakna pada ureum dan kreatinin yang
menunjukkan adanya gangguan pada ginjal. LFG pasien 5.82 ml/mnt/1.73 m2, terdiagnosa
pasien gagal ginjal kronik derajat 5. Dari hasil pemeriksaan radiologis (USG Abdomen)
didapatkan adanya pyelonephritis chronic (PNC), hal ini menunjukkan bahwa ada proses
infeksi yang menyebabkan kerusakan fungsional ginjal.
Pada kasus pasien mengeluhkan adanya mual dan riwayat muntah, hal ini kita sebut
sebagai keadaan gastropati uremikum. Hal ini timbul biasanya sebagai akibat dari

meningkatnya kadar ureum dalam darah lebih dari 2.5 kali dari nilai normal, seperti yang
dapat dilihat dari hasil pemeriksaan laboratorium yaitu sebesar 94 mg/dl, dimana kisaran
normalnya seharusnya berada pada 10-50 mg/dl.
Pada pemeriksaan juga ditemukan pasien mengalami edema daerah pretibial dan
dorsum pedis serta adanya ascites. Didukung juga dengan hasil pemeriksaan laboratorium
albumin

2,6 gr/dl dan ditemukannya protein 3 (+++) pada urin pasien, hal ini

menjelaskan bahwa pasien telah mengalami keadaan hipoalbuminemia. Gangguan


permeabilitas selektif pada penyaring glomerulus, dimana dalam hal ini terjadi
peningkatan

permeabilitas

membran

basalis

sehingga

terjadi

proteinuria

dan

hipoalbuminemia pada pasien. Keadaan ini selanjutnya dapat menjelaskan bahwa terjadi
penurunan tekanan osmotik kapiler yang menyebabkan transudasi ke dalam interstitium
sehingga dapat menyebabkan edema.
Pada pasien juga ditemukan hipertensi dimana berdasarkan The Seventh Report of The
Joint Comittee on Prevention, Detection< Evaluation, and Treatment of High Blood
Pressure (JNC 7), pasien ini termasuk dalam hipertensi grade 2 dimana tekanan sistol >
160 mmHg atau tekanan diastol > 100 mmHg. Dan pada hasil pemeriksaan foto thoraks
AP juga ditemukan adanya kardiomegali yang mungkin merupakan akibat kompensasi
dari hipertensi yang sudah lama dan tidak terkontrol.
Pada pasien ini juga ditemukan kadar asam urat yang tinggi yaitu sebesar 9,8 mg/dl.
Peningkatan kadar asam urat serum dan pembentukan kristal-kristal yang menyumbat
ginjal dapat menyebabkan gagal ginjal akut atau kronik. Sebaliknya pada stadium dini
gagal ginjal kronik dapat timbul gangguan ekskresi ginjal sehingga kadar asam urat serum
biasanya meningkat.
Komplikasi yang dihadapi pasien dalam kasus ini adalah anemia. Hal ini dibuktikan
dengan adanya anemis pada konjungtiva yang ditemukan dari hasil pemeriksaan fisis
dengan hasil laboratrium darah yang menunjukkan keadaan pasien yang anemia, yaitu
kadar hemoglobin 7,5 gr/dl. Penyebab utama anemia adalah berkurangnya pembentukan
sel-sel darah merah. Penurunan pembentukan sel-sel darah merah ini diakibatkan
defisiensi pembentukan eritropoietin oleh ginjal. Diketahui juga bahwa racun uremik
dapat menginaktifkan eritropoietin atau menekan respon sumsum tulang terhadap
eritropietin. Faktor kedua yang ikut berperan pada anemia adalah masa hidup sel darah
merah pada pasien gagal ginjal hanya sekitar separuh dari masa hidup sel darah merah
normal yang disebabkan karena kelainan lingkungan kimia plasma dan bukan karena
cacat pada sel itu sendiri.

TINJAUAN PUSTAKA
I. PENDAHULUAN
Gagal ginjal kronik (GGK) menggambarkan suatu keadaan ginjal yang abnormal baik
ssecara struktural maupun fungsinya yang terjadi secara progresif dan menahun, umumnya
bersifat irreversibel. Sering kali berakhir dengan penyakit ginjal terminal yang menyebabkan
penderita harus menjalani dialisis bahkan transplantasi ginjal. 1 Penyakit ini sering terjadi,
seringkali tanpa disadari dan bahkan dapat timbul bersamaan dengan berbagai kondisi
(penyakit kardiovaskuler dan diabetes).2
Di Indonesia, dari data yang didapatkan berdasarkan serum kreatinin yang abnormal,
diperkirakan pasien dengan GGK ialah sebesar 2000/juta penduduk.2
GGK atau sering disebut juga penyakit ginjal kronik (Chronic Kidney Disease)
memiliki prevalensi yang sama baik pria maupun wanita dan sangat jarang ditemukan pada
anak-anak, kecuali dengan kelainan genetik, seperti misalnya pada Sindroma Alport ataupun
penyakit ginjal polikistik autosomal resesif.3,4
Terdapat perubahan paradigma dalam pengelolaan GGK karena adanya data-data
epidemiologi yang menunjukkan bahwa pasien dengan gangguan fungsi ginjal ringan sampai
sedang lebih banyak daripada mereka yang dengan stadium lanjut, sehingga upaya
penatalaksanaan lebih ditekankan kearah diagnosis dini dan upaya preventif. Selain itu
ditemukan juga bukti-bukti bahwa intervensi atau pengobatan pada stadium dini dapat
mengubah prognosis dari penyakit tersebut. Terlambatnya penanganan pada penyakit gagal
ginjal kronik berhubungan dengan adanya cadangan fungsi ginjal yang bisa mencapai 20%
diatas nilai normal, sehingga tidak akan menimbulkan gejala sampai terjadi penurunan fungsi
ginjal menjadi 30% diatas nilai normal.2
GGK sering berhubungan dengan anemia. Anemia pada GGK muncul ketika klirens
kreatinin turun kira-kira 40ml/mnt/1,73m2 dari permukaan tubuh. Anemia akan menjadi lebih
berat lagi apabila fungsi ginjal menjadi lebih buruk lagi, tetapi apabila penyakit ginjal telah
mencapai stadium akhir, anemia akan secara relatif menetap. Anemia pada GGK terutama
diakibatkan oleh berkurangnya eritropoietin. Anemia merupakan kendala yang cukup besar
bagi upaya mempertahankan kualitas hidup pasien GGK.5

II.

DEFINISI
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang

beragam, yang mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan umumunya
berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang
ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel, pada suatu derajat yang
memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis maupun transplantasi ginjal.
Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua organ, akibat
penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik.6
Tabel 1. Kriteria Penyakit Ginjal Kronis 6,7
1. Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3
bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau
tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan
manifestasi:
Kelainan patologis
Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam
komposisi darah atau urin, atau kelainan dalam tes
pencitraan (imaging tests)
2. Laju
filtrasi
glomerulus
(LFG)
kurang
dari
2
60ml/menit.1,73m selama 3 bulan, dengan atau tanpa
kerusakan ginjal.
Pada keadaan tidak terdapat kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan, dan LFG sama atau
lebih dari 60ml/menit/1,73m2, tidak termasuk kriteria penyakit ginjal kronik.6
III.

EPIDEMIOLOGI
Diperkirakan bahwa sedikitnya 6% pada kumpulan populasi dewasa di Amerika

Serikat telah menderita gagal ginjal kronik dengan LFG >60ml/menit/1,73m2. Data pada
tahun 1995-1999, menyatakan bahwa di Amerika Serikat insiden penyakit ginjal kronik
diperkirakan 100 kasus/juta penduduk/tahun dan angka ini meningkat 8% setiap tahun. Di
Malaysia dengan populasi 18 juta, diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal per
tahun. Di Negara-negara berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40-60
juta/tahun.6

IV.

ETIOLOGI

Etiologi penyakit gagal ginjal kronik sangat bervariasi antara negara satu dan negara
lain. Pada Tabel 2 menunjukkan penyebab utama dan insiden penyakit gagal ginjal kronik di
Amerika Serikat.6
Sedangkan Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2000 mencatat
penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di Indonesia, seperti pada Tabel 3.6
Dikelompokkan pada sebab lain di antaranya, nefritis lupus, nefropati urat, intoksikasi
obat, penyakit ginjal bawaan, tumor ginjal dan penyebab yang tidak diketahui.6
Tabel 2. Penyebab Utama Penyakit Ginjal Kronik di Amerika
Serikat (1995-1999) 6
Penyebab
Diabetes Melitus
- Tipe 1 (7%)
- Tipe 2 (37%)
Hipertensi dan penyakit pembuluh darah besar
Glomerulonefritis
Nefritis interstitialis
Kista dan penyakit bawaan lain
Penyakit sistemik (missal Lupus dan vaskulitis)
Neoplasma
Tidak diketahui
Penyakit lain

Insiden
44%

27%
10%
4%
3%
2%
2%
4%
4%

Tabel 3. Penyebab Gagal Ginjal yang Menjalani Hemodialisis di


Indonesia Tahun 2000 6
Penyebab
Glomerulonefritis
Diabetes Melitus
Obstruksi dan Infeksi
Hipertensi
Sebab lain
V.

Insiden
46,39%
18,65%
12,85%
8,46%
13,65%

PATOFISIOLOGI
Patofisiologi dari penyakit gagal ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit

awal yang mendasarinya, tetapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang
lebih sama. Pengurangan massa ginjal menyebabkan hipertrofi struktur dan fungsi dari nefron
yang sehat. Kompensasi hipertrofi ini diperantarai oleh molekul vasoaktif, sitokin dan growth
factor. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan
kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti

oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang tersisa. Proses ini akhirnya diikuti oleh
penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi.
Adanya peningkatan aktivitas aksis rennin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut memberikan
kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi sklerosis dan progresifitas penyakit tersebut.6
Aktivasi jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh
Growth factor, seperti Transforming Growth Factor (TGF-). Beberapa hal yang juga
dianggap berperan terhadap progresifitas penyakit ginjal kronik adalah albuminuria,
hipertensi, hiperglikemia dan dislipidemia. Terdapat variabilitas inter individual untuk
terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerulus maupun tubulointerstisial. Pada stadium paling
dini penyait ginjal kronik, terjadi kehilangan daya cadang ginjal, pada keadaan dimana basal
LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan, akan terjadi penurunan
fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin
serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan
(asimptomatik), tetapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada
LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti nokturia, badan lemah, mual,
nafsu makan kurang, dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG dibawah 30%, pasien
memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata, seperti anemia, peningkatan tekanan
darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan sebagainya.
Pasien juga mudah terkena infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi
saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia,
gangguan keseimbangan elektrolit, antara lain Na+ dan K+. Pada LFG di bawah 15%, akan
terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi
pengganti ginjal (Renal Replacement Therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal.
Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.6
VI.

KLASIFIKASI
Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar derajat

(stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit,
dibuat atas dasar LFG (Laju Filtrasi Glomerulus), yang awalnya mempergunakan rumus
Kockcroft-Gault, yaitu:6
LFG (ml/menit/1,73m2) =

(140 Umur) x Berat Badan


*)

72 x kreatinin plasma (mg/dl)

*) pada perempuan dikalikan 0,85


Tetapi sekarang ini, lebih banyak mempergunakan rumus MDRD (Modification of Diet in
Renal Disease), yaitu :10
LFG (ml/min/1.73 m2) = 170 x [SCr]0.999 x [Umur]0.176 x [0.762 jika pasien adalah
wanita] x [1.180 jika pasien berwarna kulit hitam] x [SUN]-0.170 x [albumin]+ 0.318
Ket : SCr : Serum Creatinine (mg/dl)
SUN : Serum Urea Nitrogen (mg/dl)
Tabel 4. Klasifikasi Penyakit Gagal Ginjal Kronik atas Dasar Derajat
Penyakit 6
Deraja
Penjelasan
LFG (ml/mnt/1.73m2)
t
1
Kerusakan ginjal dengan LFG
90
normal atau
2
60 89
Kerusakan ginjal dengan LFG
ringan
3
30 59
Kerusakan ginjal dengan LFG
sedang
4
15 29
Kerusakan ginjal dengan LFG
berat
5
15 atau dialisis
Gagal ginjal
Klasifikasi menurut NICE 2008 8
1. Memeriksa adanya proteinuria saat menentukan stadium dari GGK
2. Proteinuria:
a. Urin ACR (albumin clearance ratio) 30 mg/mmol atau lebih
b. Urin PCR 50 mg/mmol atau lebih
(dengan perkiraan urinary protein excreation 0,5 g/24jam atau lebih)
3. Stadium 3 dari GGK harus dibagi menjadi 2 subkategori:
a. LFG 45 59 ml/min/1,73 m2 (stadium 3A)
b. LFG 30 44 ml/min/1,73 m2 (stadium 3B)

4. Penangaan GGK tidak boleh dipengaruhi oleh usia


Pada orang dengan usia >70 tahun dengan LFG 45 59 ml/min/1,73 m2, apabila
keadaan tersebut stabil seiring dengan waktu tanda ada kemungkinan dari gagal gagal
ginjal, biasanya hal tersebut tidak berhubungan dengan komplikasi dari GGK.

Tabel 5. Derajat GGK menurut NICE 2008 8

Tabel 6. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Diagnosis


Etiologi 6
Penyakit
Penyakit ginjal
diabetes
Penyakit ginjal non
diabetes

Penyakit pada
transplantasi

Tipe Mayor (contoh)


Diabetes Tipe 1 dan 2
Penyakit glomerular
(penyakit autoimun, infeksi sistemik, obat,
neoplasia)
Penyakit vaskular
(penyakit pembuluh darah besar, hipertensi,
mikroangiopati)
Penyakit tubulointerstisial
(pielonefritis kronik, batu, obstruksi, keracunan
obat)
Penyakit kistik
(ginjal polikistik)
Rejeksi kronik
Keacunan obat (siklosporin/takrolimus)
Penyakit recurrent (glomerular)
Transplant glomerulopathy

VII.

DIAGNOSIS 6

Gambaran Klinis
Kardiovaskuler :
a. Hipertensi
b. Pembesaran vena leher
c. Pitting edema
d. Edema peri orbital
e. Friction rub pericardial
Pulmoner :
a. Nafas dangkal
b. Krekels
c. Kussmaul
d. Sputum kental dan liat
Gastrointestinal :
a. Konstipasi / diare
b. Anoreksia, mual dan muntah
c. Nafas bau ammonia
d. Perdarahan saluran GI
e. Ulserasi dan perdarahan pada mulut
Muskuloskeletal :
a. Kehilangan kekuatan otot
b. Kram otot
c. Fraktur tulang

Integumen :
a. Kulit kering, bersisik
b. Warna kulit abu-abu mengkilat
c. Kuku tipis dan rapuh
d. Rambut tipis dan kasar
e. Pruritus
f. Ekimosis
Reproduksi :
a. Atrofi testis
b. Amenore
Sindrom Uremia :
a. Lemah letargi
b. Anoreksia
c. Mual dan muntah
d. Nokturia
e. Kelebihan volume cairan
f. Neuropati perifer
g. Uremic frost
h. Perikarditis
i. Kejang
j. Koma
Gambaran Laboratorium 6
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi :
a. Sesuai penyakit yang mendasarinya (diabetes mellitus, hipertensi, dll).

b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum, dan
penurunan LFG yang dihitung menggunakan rumus Kockcroft-Gault. Kadar kreatinin
serum saja tidak bisa dipergunakan untuk memperkirakan fungsi ginjal.
c. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan kadar
asam

urat,

hiper

atau

hipokalemia,

hiponatremia,

hiper

atau

hipokloremia,

hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolik.


d. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, leukosituria, cast, isosthenuria.
Gambaran Radiologi 6
Pemeriksaan radiologi penyakit ginjal kronis meliputi :
a. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak.
b. Pielografi intravena jarang dikerjakan, karena kontras sering tidak bisa melewati filter
glomerulus, disamping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras terhadap
ginjal yang sudah mengalaim kerusakan.
c. Pielografi antegrad atau retrograde dilakukan sesuai dengan indikasi
d. Ultrasonografi ginjal bisa memerlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang
menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi
e. Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.
Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal 6
Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dilakukan pada pasien dengan ukuran ginjal yang
masih mendekati normal, dimana diagnosis secara noninvasive tidak bisa ditegakkan.
Pemeriksaan histopatologi ini bertujuan untuk mengetahui etiologi, menetapkan terapi,
prognosis dan mengevaluasi hasil terapi yang diberikan. Biopsi ginjal indikasi-kontra
dilakukan pada keadaan dimana ukuran ginjal yang sudah mengecil, ginjal polikistik,
hipertensi yang tidak terkendali, infeksi perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal napas
dan obesitas.
VIII. PENATALAKSANAAN 6,8
Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi :

Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya

Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarny adalah sebelum terjadinya
penurunan LFG, sehingga perburukan fungsi ginjal tidak terjadi

Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid


Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG pada pasien
penyakit gagal ginjal. Hal ini untuk mengetahui kondisi komorbid yang dapat
memerburuk keadaan pasien. Factor-faktor komorbid tersebut antara lain, gangguan
keseimbangan cairan, hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi traktus urinarius, obat-obat
nefrotoksik, bahan radiokontras atau peningkatan aktivitas penyakit dasarnya.

Memperlambat perburukan fungsi ginjal


Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya hiperfiltrasi
glomerulus. Ada dua cara penting untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus, yaitu
pembatasan asupan protein dan terapi farmakologis untuk mengurangi hipertensi
intraglomerulus.

Tabel 7. Pembatasan Asupan Protein dan Fosfat pada Penyakit Ginjal


Kronik 6
LFG
Fosfat
Asupan protein g/kg/hari
ml/menit
g/kg/hari
>60
Tidak dianjurkan
Tidak
dibatasi
25 60
0,6 0,8 g/kg/hari, termasuk 0,35 g/kg/hari nilai
biologi tinggi
10 g
5 25

< 60
(sindrom
nefrotik)

0,6 0,8 g/kg/hari, termasuk 0,35 g/kg/hari nilai


biologi tinggi atau tambahan 0,3 gr asam amino
esensial atau asam keton

10 g

0,8 g/kg/hari (+1 gr protein/ g proteinuria atau 0,3


g/kg tambahan asam amino esensial atau asam
keton

9g

Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular


Hal-hal yang termasuk dalam pencegahan dan terapi penyakit kardiovaskular adalah
pengendalian diabetes, pengendalian hipertensi, pengendalian dislipidemia, pengendalian

anemia, pengendalian hiperfosfatemia dan terapi terhadap kelebihan cairan dan gangguan
keseimbangan elektrolit.

Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi

Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal


Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG
< 15 ml/mnt. Terapi pengganti ginjal dapat berupa hemodialisis, peritoneal dialisis atau
transplantasi ginjal.

Farmakoterapi menurut NICE Guidelines 2008 8


a. Kontrol Tekanan Darah
-

Pada orang dengak GGK, harus mengontrol tekanan sistolik < 140 mmHg (dengan
kisaran target 120-139 mmHh) dan tekanan diastolik < 90 mmHg.

Pada orang dengan GGK dan diabetes dan juga orang dengan ACR 70 mg/mmol atau
lebih (kira0kira ekuivalent dengan PCR 100 mg/mmol atau lebih, atau proteinuria
1gr/24 jam atau lebih), diharuskan untuk menjaga tekanan istolik <130 mmHg
(dengan kisaran target 120-129 mmHg) dan tekanan diastolik < 80 mmHg.

b. Pemilihan agen antihipertensi


1st line: ACE inhibitor/ARBs (apabila ACE inhibitor tidak dapat mentolerir)
ACE inhibitor/ARBs diberikan pada:

Pada GGK dengan diabetes dan ACR lebih dari 2,5 mg/mmol (pria) atau lebih dari 3,5
mg/mmol (wanita), tanpa adanya hipertensi atau stadium GGK.

GGK pada non-diabetik dengan hipertensi dan ACR 30 mg/mmol atau lebih (kira-kira
ekuivalen dengan PCR 50 mg/mmol atau lebih, proteinuria 0,5 gr/24 jam atau lebih)

GGK pada non-diabetik dan ACR 70 mg/mmol atau lebih (kira-kira ekuivalen dengan
PCR 100 mg/mmol atau lebih, proteinuria 1 gr/24 jam atau lebih), tanpa adanya
hipertensi atau penyakit kardiovaskular.

GGK pada non-diabetik dengan hipertensi dan ACR <30 mg/mmol (kira-kira ekuivalen
dengan PCR 50 mg/mmol atau lebih, proteinuria <0,5 gr/24 jam atau lebih)

Saat menggunakan ACE inhibitor/ARBs, upayakan mencapai dosis terapi maksimal yang
masih dapat ditoleransi sebelum menambahkan 2nd line (spironolakton)

Hal-hal yang perlu diingat saat menggunakan ACE inhibitor/ARBs:


-

Orang dengan GGK, harus mengetahui konsentrasi serum potassium dan perkiraan
LFG sebelum memulai terapi. Pemeriksaan ini diulang antara 1 sampai 2 minggu
setelah penggunaan obat dan setelah peningkatan dosis.

Terapi ACE inhibitor/ARBs tidak boleh dimulai apabila konsentrasi serum potassium
secara signifikan >0,5 mmol/L

Keadaan hiperkalemia menghalangi dimulainya terapi tersebut

Stop terapi tersebut, bila konsentrasi serum potassium meningkat >0,6 mmol/L atau
lebih dan obat lain yang diketahui dapat meningkatkan hiperkalemia sudah tidak
digunakan

Dosis terapi tidak boleh ditingkatkan bila bata LFG saat sebelum terapi kurang dari
25% atau kreatinin plasma meningkaat dari batas awal kurang dari 30%.

Apabila perubahan LFG 25% atau lebih atau perubahan kreatinin plasma 30% ata
lebih :

Investigasi adanya deplesi volume ataupun penggunaan NSAIDs.

Apabila tidak ada penyebab (yang diatas), stop terapi atau dosis harus diturunkan
dan alternative antihipertensi lain bisa digunakan.

IX.

PROGNOSIS 6,9
Penyakit GGK tidak dapat disembuhkan sehingga prognosis jangka panjangnya buruk,

kecuali dilakukan transplantasi ginjal. Penatalaksanaan yang dilakukan sekarang ini,


bertujuan hanya untuk mencegah progresifitas dari GGK itu sendiri. Selain itu, biasanya GGK
sering terjadi tanpa disadari sampai mencapai tingkat lanjut dan menimbulkan gejala,
sehingga penanganannya seringkali terlambat.

DAFTAR PUSTAKA
1. Ardaya. Manajemen Gagal Ginjal Kronik. Palembang: Perhimpunan Nefrologi
Indonesia. 2003: 13-22.
2. Mansjoer A, Thyantik, Santini R. Gagal Ginjal Kronik. Kapite Selekta Kedokteran Edisi
Ketiga. 2001(6): 531-4.
3. Skorecki K, Green J, Brenner BM. Chronic Renal Failure. Harrisons Principles and
Internal Medicine. 16th edition. 2005(11): 1653-63.
4. Pradeep, A. Chronic Kidney Disease. www.emedicine.medscape.com/article/238798overview. 2014.
5. Wheeler D, Brown A, Trison C. Evaluation of anaemia of CKD. Clinical Practice
Guidelines : Anaemia of CKD. 2010(3): 25-35.
6. Suwitra K. Penyakit Gagal Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi
kelima. 2009(137): 1035-40.
7. Andrew S. Levey. Definition and Classification on Chronic Kidney Disease. Kidney
International. 2005(67): 2089-2100.
8. Chronic Kidney Disease : Early Identification and Management of Chronic Kidney
Disease in Adults in Primary and Secondary Care. National Institute for Health and Care
Experience. 2008: 3-39.
9. Levey, AS. The Definition, Classification and Prognosis of Chronic Kidney Disease: a
KDIGO Controversies Conference Report. International Society of Nephrology. 2011
Jul;80(1): 17-28.
10. Andrew S, Josef C. Evaluation of Laboratory Measurements For Clinical Assessment of
Kidney Disease. Clinical Practice Guidelines For Chronic Kidney Disease : Evaluation,
Classification, Stratification. 2002(5): 89-90.

Anda mungkin juga menyukai