Anda di halaman 1dari 18

SASARAN BELAJAR

LI.1. Memahami dan Menjelaskan Penyakit Jantung Rematik

LO.1.1 Memahami dan Menjelaskan Defenisi

Penyakit Jantung Rematik (PJR) atau dalam bahasa medisnya Rheumatic Heart Disease (RHD)
adalah suatu kondisi dimana terjadi kerusakan pada katup jantung yang bisa berupa penyempitan
atau kebocoran, terutama katup mitral (stenosis katup mitral) sebagai akibat adanya gejala sisa
dari Demam Rematik (DR).
Demam rematik merupakan suatu penyakit sistemik yang dapat bersifat akut, subakut, kronik,
atau fulminan, dan dapat terjadi setelah infeksi Streptococcus beta hemolyticus group A pada
saluran pernafasan bagian atas. Demam reumatik akut ditandai oleh demam berkepanjangan,
jantung berdebar keras, kadang cepat lelah. Puncak insiden demam rematik terdapat pada
kelompok usia 5-15 tahun, penyakit ini jarang dijumpai pada anak dibawah usia 4 tahun dan
penduduk di atas 50 tahun.

LO.1.2 Memahami dan Menjelaskan Etiologi

Infeksi streptococcus hemolitikus grup A pada tenggorok selalu mendahului terjadinya demam
reumatik baik demam reumatik serangan pertama maupun demam reumatik serangan yang
berulang. Penyakit ini berhubungan erat dengan infeksi saluran nafas bagian atas oleh Beta
Streptococcus Hemolyticus Grup A berbeda dengan glomerulonefritis yang berhubungan dengan
infeksi streptococcus dikulit maupun disaluran nafas, demam rematik agaknya tidak
berhubungan dengan infeksi streptococcus dikulit.
Faktor-faktor predisposisi terjadinya penyakit rematik jantung/ Rheumatic Heart Desease
terdapat pada diri individu itu sendiri dan juga faktor lingkungan.
1. Faktor genetik. Adanya antigen limfosit manusia ( HLA ) yang tinggi. HLA terhadap demam
rematik menunjukan hubungan dengan aloantigen sel B spesifik dikenal dengan antibodi
monoklonal dengan status reumatikus.

2. Umur. Umur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya demam
reumatik / penyakit reumatik jantung. Penyakit ini paling sering mengenai anak umur antara 5-15
tahun dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa ditemukan pada anak antara umur 3-5
tahun dan sangat jarang sebelum anak berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun. Distribusi umur ini
dikatakan sesuai dengan insidens infeksi streptococcus pada anak usia sekolah. Tetapi Markowitz
menemukan bahwa penderita infeksi streptococcus adalah mereka yang berumur 2-6 tahun.
3. Keadaan gizi dan lain-lain. Keadaan gizi serta pola hidup dan juga adanya penyakit-penyakit
lain belum dapat ditentukan apakah merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya demam
reumatik.
4. Golongan etnik dan ras. Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama
maupun ulang demam reumatik lebih sering didapatkan pada orang kulit hitam dibanding dengan
orang kulit putih. Tetapi data ini harus dinilai hati-hati, sebab mungkin berbagai faktor
lingkungan yang berbeda pada kedua golongan tersebut ikut berperan atau bahkan merupakan
sebab yang sebenarnya.
5. Jenis kelamin. Demam reumatik sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan dengan
anak laki-laki. Tetapi data yang lebih besar menunjukkan tidak ada perbedaan jenis kelamin,
meskipun manifestasi tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada satu jenis kelamin.
6. Reaksi autoimun. Dari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida bagian
dinding sel streptokokus beta hemolitikus group A dengan glikoprotein dalam katub mungkin ini
mendukung terjadinya miokarditis dan valvulitis pada reumatik fever.

LO.1.3 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi

Proses secara lengkapnya berawal dari Infeksi streptokokus yang akan mengaktifkan sistem
imun. Seberapa besar sistem imun yang aktif ini sangat dipengaruhi oleh faktor virulensi dari
kuman itu sendiri yaitu kejadian terjadinya bakteriemia. Beberapa protein yang cukup penting
dalam faktor antigenisitas antara lain adalah protein M dan N asetil glukosamin pada dinding sel
bakteri tersebut. Kedua faktor antigen tersebut akan dipenetrasikan oleh makrofak ke sel
CD4+naif. Selanjutnya sel CD4 akan menyebabkan poliferasi dari sel T helper 1 dan Thelper 2
melalui berbagai sitokin antara lain interleukin 2, 12, dll. T helper 1 akan menghasilkan
interferon yang berfungsi untuk merekrut makrofak lain datang ke tempat terjadinya infeksi
terserbut. Dan juga keberadaan IL 4 dan IL 10 juga menjadi salah satu faktor perekrutan
makrofak ke tempat lesi terserbut. Selain itu T helper juga akan mengaktifasi sel plasma menjadi
sel B yang merupakan sel memori dengan memprodukksi IL4.
Keberadaan sel memori ini lah yang memungkinkan terjadinya autoimun ulang apabila terjadi
pajanan terhadap streptokokus lagi. Setelah sel B aktif akan menghasilkan IgG dan IgE. Apabila
terpajan kembali dengan bakteri penyebab tesebut akan terjadi pengaktifan jalur komplemen
yang menyebabkan kerusakan jaringan dan pemanggilan makrofag melalui interferon. Pada
penderita jantung reumatik, sel B, IgG dan IgE akan memiliki reaksi silang dengan beberapa
protein yang terdapat di dalam tubuh. Hal ini disebabkan M protein dan N asetil glukosamin
pada bakteri mirip dengan protein miosin dan tropomiosin pada jantung, laminin pada katup
jantung,. Reaksi imun yang terjadi akan menyebabkan pajanan sel terus menerus dengan

makrofag. Kejadian ini akan meningkatkan sitoplasma dan organel dari makrofag sehingga mirip
seperti sel epitel. Sel epitel tesebut disebut dengan sel epiteloid, pengabungan dari granuloma ini
disebut dengan aschoff body. Sedangkan jaringan yang lisis atau rusak karena reaksi autoimun
baik yang disebabkan oleh karena reaksi komplemen atau fagositosis oleh makrofag akan
digantikan dengan jaringan fibrosa atau scar atau jaringan parut. Terbentuknya scar atau jaringan
parut ini lah yang dapat menyebabkan stenosis ataupun insufisiensi dari katup-katup pada
jantung.
Terdapat bukti kuat bahwa respon autoimun terhadap antigen streptococus memegang peranan
dalam terjadinya demam rematik dan penyakit jantung rematik pada orang yang rentan. Data
terakhir menunjukan bahwa gen yang mengontrol low level respon antigen streptococus
berhubungan dengan class II humman leukocyte antigen, HLA. Faktor lingkungan seperti
kondisi kehidupan yang jelek, kondisi tempat tinggal yang berdesakan dan akses kesehatan yang
kurang merupakan determinan yang signifikan dalam distribusi penyakit ini. variasi cuaca juga
mempunyai peranan yang besar dalam terjadinya infeksi streptococcus untuk terjadinya demam
rematik yang kemudian berlanjut menjadi penyakit jantung rematik.
Pada jantung akibat adanya reaksi autoimun ini, akan menyebabkan terjadinya reaksi peradangan
yang dikenal dengan pancarditis atau karditis yaitu ditandai dengan endokarditis, miokarditis,
dan perikarditis. Pancarditis berarti terjadi infeksi atau peradangan semua lapisan jantung, mulai
dari peradangan pada lapisan dalam yaitu endocardium, lapisan otot jantung atau miokarkardium
dan pericardium atau lapisan luar pembungkus jantung. Proses radang selama karditis akut
paling sering terbatas pada endokardium dan miokardium, namun pada pasien dengan
miokarditis berat, perikardium dapat juga terlibat. Pada demam reumatik jarang ditemukan
perikaditis tanpa endokarditis atau miokarditis. Perikaditis pada pasien reumatik bisanya
menyatakan adanya pankarditis atau perluasan proses radang.

LO.1.4 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis


1. Carditis
Manifestasi paling serius, satu satunya penyebab kematian pada serangan akut, atau bila
melampaui fase akut akan meninggalkan cacat jantung dan penyebab kematian fase akhir.
2. Khorea Sydenham
Khorea minor atau St. Vance, dance mengenai hampir 15% penderita demam reumatik.
Manifestasi ini mencerminkan keterlibatan sistem syaraf sentral pada proses radang.
3. Erithema marginatum
Merupakan ruam (kemerahan) yang khas untuk demam reumatik dan jarang ditemukan pada
penyakit lain. Karena kekhasannya tanda ini dimasukkan dalam manifestasi minor. Keadaan
ini paling sering ditemukan pada batang tubuh dan tungkai yang jauh dari badan, tidak
melibatkan muka. Ruam makin tampak jelas bila ditutup dengan handuk basah hangat atau
mandi air hangat, sementara pada penderita berkulit hitam sukar ditemukan.

4. Nodul Subkutan
Frekuensi manifestasi ini menurun sejak beberapa decade terakhir, dan kini hanya ditemukan
pada penderita penyakit jantung reumatik khronik. Nodulus ini biasanya terletak pada
permukaan ekstensor sendi, terutama ruas jari, lutut, dan persendian kaki. Kadang-kadang
nodulus ini ditemukan pada kulit kepala dan di atas kolumna vertebralis.

LO.1.5 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding

DIAGNOSIS
Ada beberapa kriteria medis atau kriteria jones untuk menegakkan diagnosa penyakit jantung
rheumatik ini yaitu masuk dalam kategori kriteria mayor dan juga kategori kriteria minor.
Diagnosis dapat ditegakkan dengan 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor, 2 kriteria minor +
bukti adanya infeksi streptococcus.
Kriteria Mayor Demam Rematik terdiri dari :
1. Poliarthritis : Pasien dengan keluhan sakit pada sendi yang berpindah-pindah, radang sendisendi besar; lutut, pergelangan kaki, pergelangan tangan , siku (poliarthritis migrans).
2. Karditis : Peradangan pada jantung (miokarditis, endokarditis).
3. Eritema marginatum : Tanda kemerahan pada batang tubuh dan telapak tangan yang tidak
gatal.
4. Noduli subkutan : Terletak pada ekstensor sendi terutama siku, ruas jari, lutut, persendian
kaki (tidak nyeri dan dapat bebas digerakkan).
5. Korea sydenham : Gerakan yang tidak disengaja / gerakan yang abnormal, sebagai
manifestasi peradangan pada sistem syaraf pusat.
Kriteria Minor Demam Rematik terdiri dari :
1. Mempunyai riwayat menderita demam reumatik / penyakit jantung rematik.
2. Athralgia atau nyeri sendi tanpa adanya tanda obyektif pada sendi : pasien kadangkadang sulit menggerakkan tungkainya
3. Demam tidak lebih dari 39 derajad celcius.
4. Leukositosis.
5. Peningkatan Laju Endap Darah (LED).
6. C-Reaktif Protein (CRF) positif.
7. P-R interval memanjang.

8. Peningkatan pulse denyut jantung saat tidur (sleeping pulse).


9. Peningkatan Anti Streptolisin O (ASTO).
Anamnesis
A. Infeksi tenggorokan
1. apakah ada keluhan nyeri menelan sebelumnya?
2. Apakah disertai gejala batuk dan mata merah?
3. Adakah keluhan demam?
4. Adakah nyeri tekan pada kelenjar leher?
B. Polartritis
1. Apakah ada bengkak yang terjadi tiba-tiba pada sendi-sendi besar (lutut, pergelangan
kaki atau tangan, paha,lengan, siku dan bahu) sebelumnya?
2. Apakah bengkak pada sendi simetris dan berpindah?
3. Apakah bengkak tersebut disertai nyeri?
C. Karditis
1. Adakah sesak? Apakah sesak dipengaruhi aktivitas? dipsnoe on effort
2. Adakah sesak pada malam hari? Paroxysmal Nocturnal Dyspnea
3. Adakah sesak yang terjadi pada posisi berbaring dan hilang pada posisi
duduk? orthopnea
4. Adakah nyeri dada? Bagaimanakah sifat nyeri?
5. Adakah pembengkakan (udem)?
D. Korea
1. Adakah gerakan-gerakan yang tidak disadari?
2. Adakah kelemahan otot?
3. Adakah ketidakstabilan emosi?
E. Eritema marginatum
1. Adakah bercak kemerahan yang tidak gatal?
2. Apakah bercaknya seakan-akan menjauhi pusat lingkaran?
3. Apakah bercak berpindah-pindah?
F. Nodul Subkutan
1. Adakah teraba massa padat?
2. Apakah massa tersebut tidak terasa nyeri, mudah digerakkan dari kulit di atasnya?
Pemeriksaan fisik
A. Inspeksi
1. Pharynx heperemis
2. Kelenjar getah bening membesar
3. Pembengkakan sendi
4. Tonjolan di bawah kulit daerah kapsul sendi
5. Ada gerakan yang tidak terkoordinasi

B. Palpasi
1. Nyeri tekan persendian
2. Tonjolan keras tidak terasa nyeri dan mudah digerakkan
C. Auskultasi
Murmur sistolik injection dan friction rub
Pemeriksaan Penunjang
I. Laboratorium
a. Kultur tenggorok = fase akut, tidak sensitif
b. ASTO (antibody Streptoccocus Titer O) dan Antistreptoccocal DNAse B (ADB) test =
terbentuknya antibodi-antibodi ini sangat dipengaruhi umur dan lingkungan. Titer ASTO
(+) > 210 Todd pada orang dewasa dan > 320 Todd pada anak-anak. Sedangkan ADB (+)
>120 pada orang dewasa dan > 240 pada anak-anak. Antibodi ini dapat terdeteksi pada
minggu kedua-minggu ke tiga setelah fase akut DR atau 4-5 minggu setelah infeksi
kuman SGA di tenggorokan.
1. Mengeluarkan toxin + enzyme terjadinya antibody, tetapi tdk menyebabkan imunitas
2. Pengukuran antibody mendeteksi infeksi streptococcus. Yang baru/ belum lama
terjadi (ASO)
3. Strept, tidak bermigrasi dari pharynx ke jantung atau sendi-sendi. Tidak ada
penyebaran kuman diseluruh tubuh.
c. Acute-phase reactants, Erythroscyte Sedimentation Rate (ESR) and C-reactive protein
(CRP) = non-spesific tapi berguna untuk memonitoring perjalanan penyakit.
d. Blood culture = menyingkirkan diagnosis banding septic bakeremia, infective,
endocarditis and disseminated gonococcal infections.
e. Rheumatoid Factor = menyingkirkan Rheumatoid arthritis
II.

Imaging
a. Chest Radiography = cardiomegaly and CHV karena karditis
b. EKG1 = PR interval memanjang (AV blok derajat I) dan mitral valvular stenosis. AV blok
derajat II dan III mungkin terjadi dan Aortic valvular jarang
PR Interval normal:
1. Jarak antara permulaan P sampai dengan permulaan QRS
2. Normalnya 0,12-0,20 detik
3. Bila PR <0,12, hantaran dipercepat
4. Bila PR >0,20, terjadi blok di AV
DIAGNOSIS BANDING
1. Arthritis Rheumatoid
Poliartritis pada anak-anak dibawah 3 tahun atau lebih sering pada artritis reumatoid, biasanya
terjadi secara bersamaan pada sendi-sendi, simetris, tidak bermigrasi, kurang berespon terhadap

preparat salisil dibandingkan dengan artritis pada DR. Apabila sakit bertahan lebih dari 1 minggu
meskipun sudah diberi salisil + reumatoid faktor (+) diagnosis ke arah artritis reumatoid.
2. Sickel cell Anemia/ leukemia
Terjadi pada anak dibawah 6 bulan. Adanya penurunan Hb yang significant (< 7 g/dL).
Leukositosis tanpa adanya tanda-tanda radang. Peradangan pada metatarsal dan metakarpal.
Splenomegali. Pada perjalanan yang kronis kardiomegali. Diperlukan pemeriksaan pada
sumsum tulang.
3. Artritis karena infeksi
Memerlukan kultur dan gram dari cairan sendi.
4. Karditis karena virus
Terutama disebabkan oleh coxakie B dengan arbovirus dapat menyebabkan miokarditis dengan
tanda-tanda kardiomegali, aritmia dan gagal jantung. Kardiomegali bising sistolik (MI). Tidak
terdapat murmur. Perikarditis akibat virus harus dibedakan dengan DR karena pada virus disertai
dengan valvulitis.
6. Keadaan mirip chorea
Multiple tics = merupakan kebiasaan, berupa gerakan-gerakan repetitif.
Cerbral palsy = gerakannya lebih pelan dan lebih ritmik. Anamnesa: kelumpuhan motorik yang
sudah dapat terlihat semenjak awal bulan. Keterlambatan perkembangan.
Post ensefalitis = perlu pemeriksaan lab lebih lanjut, etiologi yang bermacam-macam. Gejala
klinis berupa: kaku kuduk, letargi, sakit kepala, muntah-muntah, photofobia, gangguan bicara,
kejang, dll.
7. Kelainan kongenital
Kelaninan kongenital yang tersering pada anak-anak ialah VSD (ventrikel septum defect) dan
ASD (atrium septum defect). Gambaran klinis yang mendasari:
a. Adanya kesamaan pada pemeriksaan fisik dimana didapatkan bising pansistolik murmur
dengan punctum maksimum disela iga III-IV parasternal kiri.
b. Adanya keluhan sesak napas = akibat gagal jantung

LO.1.6 Memahami dan Menjelaskan Penatalaksanaan

A. Penatalaksanaan Medis

Karena penyakit jantung rematik berhubungan erat dengan radang Streptococcus


betahemolyticus grup A, maka pemberantasan dan pencegahan ditujukan pada radang
tersebut. Ini dapat berupa :
1. Eradikasi kuman Streptococcus beta-hemolyticus grup A
Pengobatan adekuat harus dimulai secepatnya pada DR dan dilanjutkan dengan pencegahan.
Erythromycin diberikan kepada mereka yang alergi terhadap penicillin.
Tatalaksana infeksi streptococcus
< 6 thn Benzatine penicilline 600.000 U 1 M
> 6 thn Benzatine penizilline 1,2 juta U 1 M
Dewasa Penicilline 500.000 U 2 kali. Sehari 10 hari ,oral
Sensitif terhadap penicilline
< 6 thn Erythromycine 4 x 125 mg oral, 10 hari
> 6 thn Erythromycine 4 x 250 mg oral, 10 hari
General treatment
a. Anti inflamasi: salisilat obat terpilih. Steroid adalah obat pilihan kedua dimana salisilat gagal.
b. Tanpa karditis Atau Karditis, Kardiomegali (-) : Aspirin 100 mg/kg/hari, 2 minggu, oral
c. Karditis, kardiomegali dengan gagal jantung : Prednison 2 mg/kg/hari (max 60 mg/hari
selama 2 minggu kurangi aspirin 75 mg/kg/hari setelah 2 minggu diteruskan 6 minggu 4 x
sehari oral
d. Terapi korea : konservatif = valproic acid, imunnoglobulin, steroid
2. Obat anti rematik
Baik cortocisteroid maupun salisilat diketahui sebagai
mengurangi/menghilangkan gejala-gejala radang akut pada DR.

obat

yang

berguna

untuk

3. Diet : Makanan yang cukup kalori, protein dan vitamin.


4. Istirahat
Istirahat dianjurkan sampai tanda-tanda inflamasi hilang dan bentuk jantung mengecil pada
kasus-kasus kardiomegali. Biasanya 7-14 hari pada kasus Demam Reumatik minus carditis.
Pada kasus plus carditis, lama istirahat rata-rata 3 minggu 3 bulan tergantung pada berat
ringannya kelainan yang ada serta kemajuan perjalanan penyakit.
Kelompok Klinis
- Karditis ( - )
- Artritis ( + )
- Karditis ( + )
- Kardiomegali (-)
- Karditis ( + )

Tirah baring ( minggu )

Mobilisasi bertahap ( minggu)

- Kardiomegali(+)
- karditis ( + )
- Gagal jantung (+ )

>6

> 12

4. Profilaksis golongan penisilin


Diberikan menyusul eradikasi:
a. Benzatin penisilin G 1,2 juta U i.m/ 4 atau 3 minggu = resiko tinggi rekuren
b. Penisilin V 2x500 mg oral
c. Sulfadiazin 1 g/ hr oral
Profilaksis sekunder tidak dihentikan pada penderita PJR dengan riwayat sering rekuren dalam
waktu 10 tahun setelah mendapatkan serangan demam rematik.
LO.1.7 Memahami dan Menjelaskan Prognosis
Prognosis demam rematik tergantung teratasi atau tidaknya infeksi Streptococcus Beta
Hemoliticus grup A dan pengobatan pencegahan.
a. Ad.Vitam: tergantung berat ringannya karditis.
b. Ad.Sanasionam: 3 % akan terjadi didaerah wabah faringitis dan 15% terjadi pada pasien yang
pernah mendapat serangan demam rematik sebelumnya. Faktor yang mempengaruhi
kekambuhan ialah faktor imun dan gejala sisa penderita.
c. Ad.Fungsionam: dikhawatirkan akan menjadi gagal jantung jika penyembuhan dan
pencegahan rekurensi tidak adequat.
d.
LO.1.8 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada Penyakit Jantung Reumatik (PJR) diantaranya adalah gagal
jantung, pankarditis (infeksi dan peradangan di seluruh bagian jantung), pneumonitis reumatik
(infeksi paru), emboli atau sumbatan pada paru, kelainan katup jantung, dan infark (kematian sel
jantung).
LO.1.9 Memahami dan Menjelaskan Pencegahan

a. Profilaksis primer : Pengobatan adekuat


b. Profilaksis sekunder : Setelah diagnose ditegakkan pada hari ke-11, tergantung ada tidaknya
kelainan jantung:

1. Bila tidak ada kelainan jantung profilaksis diberikan sampai 5 tahun terus menerus,
minimal usia 18 tahun.
2. Bila ada kelainan jantung sampai usia 25 tahun.
Jika kita lihat di atas bahwa penyakit jantung paru sangat mungkin terjadi dengan adanya
kejadian awal yaitu demam rematik (DR). tentu saja pencegahan yang terbaik adlah bagaimana
upaya kita jangan sampai mengalami demam rematik (terserang infeksi kuman streptokokus beta
hemolyticus). Ada beberapa factor yang dapat mendukung seseorang terserang kuman tersebut,
diantaranya factor lingkungan seperti kondisi kehidupan yang jelek, kondisi tinggal yang
berdesakan dan akses kesehatan yang kurang merupakan determinan yang signifikan dalam
distribusi penyakit ini. Variasi cuaca juga mempunyai peranan yang besar dalam terjadinya
infeksi streptokokus untuk terjadi DR. Seseorang yang terinfeksi kuman streptokokus beta
hemolyticus dan mengalami demam rematik harus diberikan terapi yang maksimal dengan
antibiotiknya. Hal ini menghindarkan kemungkinan serangan kedua kalinya atau bahkan
menyebabkan penyakit jantung rematik.

LI.2. Memahami dan menjelaskan Demam Rematik


LO.1.1 Memahami dan Menjelaskan Defenisi

Demam reumatik adalah sindrom klinis sebagai akibat infeksi streptococcus hemolitik grup A,
dengan satu gejala mayor yaitu, poliarthritis migrans akut, karditis, korea minor, nodul subkutan
dan eritema marginatum. Demam reumatik biasanya terjadi akibat infeksi beta streptococcus
hemoliticus grup A pada saluran pernafasan bagian atas.

LO.1.2 Memahami dan Menjelaskan Etiologi

Demam reumatik, seperti halnya dengan penyakit lain merupakan akibat interaksi individu,
penyebab penyakit dan faktor lingkungan. Infeksi Streptococcus beta hemolyticus grup A pada
tenggorok selalu mendahului terjadinya demam reumatik, baik pada serangan pertama maupun
serangan ulangan. Untuk menyebabkan serangan demam reumatik, Streptokokus grup A harus
menyebabkan infeksi pada faring, bukan hanya kolonisasi superficial. Berbeda dengan
glumeronefritis yang berhubungan dengan infeksi Streptococcus di kulit maupun di saluran
napas, demam reumatik agaknya tidak berhubungan dengan infeksi Streptococcus di kulit.

Hubungan etiologis antara kuman Streptococcus dengan demam reumatik diketahui dari data
sebagai berikut:
1. Pada sebagian besar kasus demam reumatik akut terdapat peninggian kadar antibodi terhadap
Streptococcus atau dapat diisolasi kuman beta-Streptococcus hemolyticus grup A, atau
keduanya.
2. Insidens demam reumatik yang tinggi biasanya bersamaan dengan insidens oleh betaStreptococcus hemolyticus grup A yang tinggi pula. Diperkirakan hanya sekitar 3% dari
individu yang belum pernah menderita demam reumatik akan menderita komplikasi ini
setelah menderita faringitis Streptococcus yang tidak diobati.
3. Serangan ulang demam reumatik akan sangat menurun bila penderita mendapat pencegahan
yang teratur dengan antibiotika.
Perjalanan klinis penyakit demam reumatik dapat dibagi dalam 4 tingkatan stadium jantung
rematik yaitu :
Stadium I : Berupa infeksi saluran nafas atas oleh kuman Beta Streptococcus Hemolyticus Grup
A. Gejala yang dirasakan diantaranya yaitu : Demam, batuk, rasa sakit waktu menelan, muntah,
diare, peradangan pada tonsil yang disertai eksudat.
Stadium II : Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi streptococcus
dengan permulaan gejala demam reumatik, biasanya periode ini berlangsung 1 - 3 minggu,
kecuali korea yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-bulan kemudian
Stadium III : Stadium III ini ialah fase akut demam reumatik, saat ini timbulnya berbagai
manifestasi klinis demam reumatik. Manifestasi klinis tersebut dapat digolongkan dalam gejala
peradangan umum dan menifesrasi spesifik demam reumatik / penyakit jantung reumatik dan
gejalanya diantaranya demam yang tinggi, lesu, anoreksia, epistaksis, rasa sakit disekitar sendi,
berat badan menurun, kelihatan pucat, lekas tersinggung, athralgia, sakit perut.
Stadium IV : Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik tanpa
kelainan jantung / penderita penyakit jantung rematik tanpa gejala sisa katup tidak menunjukkan
gejala apa-apa.Pada penderita penyakit jantung reumatik dengan gejala sisa kelainan katup
jantung, gejala yang timbul sesuai dengan jenis serta beratnya kelainan. Pasa fase ini baik
penderita sewaktu-waktu dapat mengalami reaktivasi penyakitnya.

LO.1.3 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi

Demam reumatik adalah suatu hasil respon imunologi abnormal yang disebabkan oleh kelompok
kuman A beta-hemolitic treptococcus yang menyerang pada pharynx. Streptococcus diketahui
dapat menghasilkan tidak kurang dari 20 prodak ekstrasel; yang terpenting diantaranya ialah
streptolisin O, streptolisin S, hialuronidase, streptokinase, difosforidin nukleotidase,

deoksiribonuklease serta streptococca erythrogenic toxin. Produk-produk tersebut merangsang


timbulnya antibodi. Demam reumatik yang terjadi diduga akibat kepekaan tubuh yang berlebihan
terhadap beberapa produk tersebut.
Sensitivitas sel B antibodi memproduksi antistreptococcus yang membentuk imun kompleks.
Reaksi silang imun komleks tersebut dengan sarcolema kardiak menimbulkan respon peradangan
myocardial dan valvular. Peradangan biasanya terjadi pada katup mitral, yang mana akan
menjadi skar dan kerusakan permanen.
Demam rematik terjadi 2-6 minggu setelah tidak ada pengobatan atau pengobatan yang tidak
tuntas karena infeksi saluran nafas atas oleh kelompok kuman A betahemolytic. Mungkin ada
predisposisi genetik, dan ruangan yang sesak khususnya di ruang kelas atau tempat tinggal yang
dapat meningkatkan risiko. Penyebab utama morbiditas dan mortalitas adalah fase akut dan
kronik dengan karditis.

LO.1.4 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis

Manifestasi Mayor

Cardistis (tidak berfungsinya katup mitral


dan aorta, pulse meningkat waktu istirahat
dan tidur).
Polyarthritis (panas, merah, bengkak pada
persendian).
Erytema marginatum (kemerahan pada
batang tubuh dan telapak tangan)
Nodula subcutaneous (terdapat pada
permukaan ekstensor persendian).
Khorea (kelainan neurologis akibat
perubahan vaskular SSP)

Manifestasi Minor

Demam
Althralgia
Demam rematik atau penyakit
jantung rematik
LED meningkat
C-reative protein (CRP) ++
Antistretolysin O meningkat
Anemia
Leukositosis.
Perubahan rekaman ECG (PR
memanjang, interval QT).
Dengan adanya riwayat infeksi stretococcus.

LO.1.5 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding

1)

Pemeriksaan darah

a. LED tinggi sekali


b. Lekositosis
c. Nilai hemoglobin dapat rendah
2)

Pemeriksaan bakteriologi
a. Biakan hapus tenggorokan untuk membuktikan adanya streptococcus.
b. Pemeriksaan serologi. Diukur titer ASTO, astistreptokinase, anti hyaluronidase.

3)

Pemeriksaan radiologi
Elektrokardoigrafi dan ekokardiografi untuk menilai adanya kelainan jantung.

LO.1.6 Memahami dan Menjelaskan Penatalaksanaan

Pengobatan demam rematik memiliki 3 tujuan:


Menyembuhkan infeksi streptokokus dan mencegah kekambuhan
Mengurangi peradangan terutama pada persendian dan jantung
Membatasi aktivitas fisik yang dapat memperburuk organ yang meradang.
Tirah Baring
Semua penderita demam rematik harus tinggal di rumah sakit. Penderita dengan artritis atau
karditis ringan tanpa mengalami gagal jantung tidak perlu menjalani tirah baring secara ketat.
Akan tetapi, apabila terdapat karditis yang berat (dengan gagal jantung kongestif), penderita
harus tirah baring total paling tidak selama pengobatan kortikosteroid. Lama tirah baring yang
diperlukan sekitar 6-8 minggu.
Sebagai pedoman, tirah baring sebaiknya tetap diberlakukan sampai semua tanda demam rematik
akut telah mereda, suhu kembali normal saat tirah baring tanpa pemberian obat antipiretik,
denyut nadi kembali normal dalam keadaan istirahat, dan pulihnya fungsi jantung secara optimal.
Eradikasi Kuman Streptokokus
Eradikasi harus secepatnya dilakukan segera setelah diagnosis demam rematik dapat ditegakkan.
Obat pilihan pertama adalah penisilin G benzatin karena dapat diberikan dalam dosis tunggal,
sebesar 600.000 unit untuk anak di bawah 30 kg dan 1 ,2 juta unit untuk penderita di atas 30 kg.
Pilihan berikutnya adalah penisilin oral 250 mg 4 kali sehari diberikan selama 10 hari. Bagi yang
alergi terhadap penisilin, eritromisin 50 mg/kg/ hari dalam 4 dosis terbagi selama 10 hari dapat
digunakan sebagai obat eradikasi pengganti.

Obat anti radang untuk demam reumatik

Salisilat memiliki efek dramatis dalam meredakan artritis dan demam. Obat ini dapat digunakan
untuk memperkuat diagnosis karena artritis demam rematik memberikan respon yang cepat
terhadap pemberian salisi1at. Natrium salisilat diberikan dengan dosis 100-120 mg/kg/hari dalam
4-6 dosis terbagi selama 2-4 minggu, kemudian diturunkan menjadi 75 mg/kg/hari selama 4-6
minggu. Aspirin dapat dipakai untuk mengganti salisilat dengan dosis untuk anak-anak sebesar
15-25 mg/kg/hari dalam 4-6 dosis terbagi selama seminggu, untuk kemudian diturunkan menjadi
separuhnya; dosis untuk orang dewasa dapat mencapai 0,6-0,9 g setiap 4 jam.
Kortikosteroid dianjurkan pada demam rematik dengan gagal jantung. Obat ini bermanfaat
meredakan proses peradangan akut, meskipun tidak mempengaruhi insiden dan berat ringannya
kerusakan pada jantung akibat demam rematik.
Prednison diberikan dengan dosis 2 mg/kg/hari dalam 3-4 dosis terbagi selama 2 minggu,
kemudian diturunkan menjadi 1 mg/kg/hari selama minggu ke 3 dan selanjutnya dikurangi lagi
sampai habis selama 1-2 minggu berikutnya. Untuk menurunkan resiko terjadinya rebound
phenomenon, pada awal minggu ke 3 ditambahkan aspirin 50-75 mg/kg/hari selama 6 minggu
berikutnya.
Pengobatan Korea
Korea pada umumnya akan sembuh sendiri, meskipun dapat berlangsung selama beberapa
minggu sampai 3 bulan. Obat-obat sedatif, seperti klorpromazin, diazepam, fenobarbital atau
haloperidol dilaporkan memberikan hasil yang memuaskan. Perlu diingat, halopenidol sebaiknya
tidak diberikan pada anak di bawah umur 12 tahun.
Penanganan Gagal Jantung
Komplikasi ini biasanya dapat diatasi dengan tirah baring dan pemberian kortikosteroid,
meskipun seringkali perlu diberikan digitalis, diuretik, atau vasodilator. Digitalis biasanya tidak
seefektif pada gagal jantung kongestif akibat kelainan lainnya. Pemberian obat ini harus
dilakukan secara hati-hati karena dapat menambah iritabilitas jantung sehingga dapat
menyebabkan aritmia di samping batas keamanannya yang sempit.
LO.1.7 Memahami dan Menjelaskan Prognosis

Prognosis pasien terutama ditentukan kelainan pada jantung pada fase akut, serta adanya gejala
sisa kelainan katup jantung.
Prognosis lebih buruk pada pasien berumur di bawah 6 tahun atau bila pemberian profilaksis
sekunder tidak adekuat sehingga terdapat kemungkinan terjadinya reaktivasi penyakit.

LO.1.8 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi

1)

Dekompensasi Cordis

Peristiwa dekompensasi cordis pada bayi dan anak menggambarkan terdapatnya sindroma klinik
akibat myocardium tidak mampu memenuhi keperluan metabolic termasuk pertumbuhan.
Keadaan ini timbul karena kerja otot jantung yang berlebihan, biasanya karena kelainan struktur
jantung, kelainan otot jantung sendiri seperti proses inflamasi atau gabungan kedua faktor
tersebut.
Pada umumnya payah jantung pada anak diobati secara klasik yaitu dengan digitalis dan obatobat diuretika. Tujuan pengobatan ialah menghilangkan gejala (simptomatik) dan yang paling
penting mengobati penyakit primer.
2)

Pericarditis

Peradangan pada pericard visceralis dan parietalis yang bervariasi dari reaksi radang yang ringan
sampai tertimbunnnya cairan dalam cavum pericard.

LO.1.9 Memahami dan Menjelaskan Pencegahan

Jika kita lihat di atas bahwa penyakit jantung paru sangat mungkin terjadi dengan adanya
kejadian awal yaitu demam rematik (DR). tentu saja pencegahan yang terbaik adlah bagaimana
upaya kita jangan sampai mengalami demam rematik (terserang infeksi kuman streptokokus beta
hemolyticus). Ada beberapa factor yang dapat mendukung seseorang terserang kuman tersebut,
diantaranya factor lingkungan seperti kondisi kehidupan yang jelek, kondisi tinggal yang
berdesakan dan akses kesehatan yang kurang merupakan determinan yang signifikan dalam
distribusi penyakit ini. Variasi cuaca juga mempunyai peranan yang besar dalam terjadinya
infeksi streptokokus untuk terjadi DR.

Seseorang yang terinfeksi kuman streptokokus beta hemolyticus dan mengalami demam rematik
harus diberikan terapi yang maksimal dengan antibiotiknya. Hal ini menghindarkan
kemungkinan serangan kedua kalinya atau bahkan menyebabkan penyakit jantung rematik.

Anda mungkin juga menyukai