Anda di halaman 1dari 23

LI 1.

Memahami dan menjelaskan tentang perilaku yang berisiko terhadap kesehatan pada
anak remaja
Remaja dan perilaku beresiko
Pada masa remaja, perubahan biologis, psikologis, dan sosial terjadi dengan pesat. Hal ini
menuntut perubahan perilaku remaja untuk menyesuaikan diri dengan kondisi mereka saat
ini. Pada beberapa remaja, proses penyesuaian ini bisa berlangsung tanpa masalah berarti
karena mereka berhasil mengenali identitas diri dan mendapat dukungan sosial yang cukup.
Kedua hal tersebut penting berperan dalam penyesuaian diri remaja. Namun sebagian remaja
yang lain dapat mengalami persoalan penyesuaian diri. Kesulitan penyesuaian diri remaja
biasanya diawali dengan munculnya perilaku-perilaku yang beresiko menimbulkan persoalan
psikososial remaja baik pada level personal maupun sosial.
Di Indonesia diketahui sebagian remaja terlibat dalam perilaku-perilaku beresiko terhadap
kesehatan
mentalnya,
seperti:
mengebut
dan
berakibat
kecelakaan;
kekerasan/tawuran/bullying; kekerasan dalam pacaran; kehamilan yang tidak direncanakan;
perilaku seks beresiko; terkena penyakit menular seksual seperti hepatitis dan HIV-AIDS;
merokok dan penyalahgunaan alkohol pada usia dini; penggunaan ganja dan zat-zat adiktif
lainnya (untuk lebih detail lihat tabel 1). Perilaku beresiko remaja membuat mereka sering
dicap sebagai anak-remaja bermasalah dan akhirnya mereka diperlakukan secara negatif dari
lingkungan sosialnya. Perilaku beresiko remaja adalah bentuk perilaku yang dapat
membahayakan kesehatan dan kesejahteraan (well-being) remaja, bahkan beberapa bentuk
perilaku beresiko dapat merugikan orang lain.
Tabel 1. 10 Masalah yang banyak dihadapi remaja Indonesia
Masalah-masalah remaja
1. Perokok aktif: Perempuan: 0,7%; sedangkan lelaki: 47,0%
2. Peminum alkohol aktif: perempuan: 3,7%; lelaki: 15,5 %
3. Lelaki pengguna zat adiksi dihisap: 2,3%; dihirup: 0,3 %; ditelan 1,3%
4. Pengalaman seksual pada perempuan: 1,3%; lelaki: 3,7%
5. Lelaki yang memiliki pengalaman seks untuk pertama kali pada usia: <15 tahun: 1,0%; usia 16
tahun : 0,8%; usia 17 tahun: 1,2%; usia 18 tahun: 0,5%; usia 19 tahun: 0,1%
6. Alasan melakukan hubungan seksual pertama kali sebelum menikah pada remaja berusia 15-24
tahun ialah: Untuk perempuan alasan tertinggi adalah karena terjadi begitu saja (38,4%);
dipaksa oleh pasangannya (21,2%). Sedangkan pada lelaki, alasan tertinggi ialah karena ingin
tahu (51,3%); karena terjadi begitu saja (25,8%)
7. Delapan puluh empat orang (1%) dari responden pernah mengalami kehamilan yang tidak
direncanakan, 60% di antaranya mengalami atau melakukan aborsi
8. Persentase kasus AIDS pada pengguna napza suntik di Indonesia berdasarkan jenis kelamin,
yaitu: lelaki: 91,8%; perempuan: 7,5%; tidak diketahui: 0,7%

9. Prevalensi kecenderungan gangguan mental-emosional remaja usia 15-24 tahun ke atas


(berdasarkan self-report questionnaire) menurut karakteristik responden adalah: 8,7%
Sumber: Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) tahun 2007 pada remaja
perempuan dan laki-laki berusia 15-19 tahun yang tidak menikah.
Perlakuan negatif pada anak-remaja bermasalah dapat terjadi karena disebabkan pemahaman
yang kurang tepat atas perilaku beresiko. Sering perilaku beresiko hanya dilihat sebagai
akibat kenakalan remaja semata, akibatnya orang segera mengambil keputusan untuk
memperbaiki si remaja bermasalah. Perilaku beresiko remaja yang disebabkan oleh
gangguan penyesuaian diri muncul karena dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri remaja
(internal) maupun faktor dari luar diri (eksternal).
Faktor internal meliputi: 1) Problem psikologis dan sosial yang sedang dihadapi.
Menghadapi masa remaja yang penuh tantangan membuat remaja rentan menghadapi
tekanan, akibatnya dapat muncul persoalan psikologis seperti stress dan depresi. Belum lagi
jika ditambah remaja dengan kebutuhan khusus dan gangguan psikopatologis. 2) Kontrol diri
yang lemah: Remaja yang tidak terbiasa mengendalikan diri dan mempertahankan usaha
untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi, cenderung mudah terlena untuk mendapatkan
kenikmatan instant dengan melakukan perilaku beresiko, yang justru pada akhirnya malah
menambah persoalan baru.
Beberapa faktor eksternal diantaranya adalah: 1) Persoalan keluarga. Pendidikan nilai yang
salah di keluarga, problem komunikasi antar anggota keluarga, atau perselisihan keluarga bisa
memicu perilaku negatif pada remaja. Hubungan orang tua-anak yang kurang harmonis dan
otoriter membuat remaja sulit terbuka menyampaikan persoalan yang dihadapinya pada orang
tua, akibatnya anak kesulitan menyelesaikan persoalannya dan terjerumus dalam perilaku
beresiko. 2) Pengaruh negatif teman sebaya. Sikap dan perilaku teman sebaya yang negatif
juga dapat mempengaruhi perilaku remaja. Upaya remaja untuk dapat diterima di kelompok
sebayanya membuat mereka mudah terpengaruh dan sulit menolak ajakan teman, bahkan
untuk hal yang dapat merugikan diri atau orang di sekitarnya. 3) Pengaruh negatif komunitas.
Kemiskinan, kurangnya akses pendidikan, komunitas yang acuh dan permisif pada
pelanggaran dapat membuat remaja lebih rentan terjerumus dalam perilaku beresiko dan
menghambat perkembangan diri remaja.
Dengan mengetahui berbagai faktor internal dan eksternal mempengaruhi problem remaja,
maka penting kita pahami bahwa penanganannya perlu dilakukan secara menyeluruh. Bukan
hanya remaja yang ditarget untuk dirubah tapi juga lingkungan sekitarnya yang juga turut
mempengaruhi munculnya perilaku beresiko tersebut. Contohnya: perilaku kecanduan yang
disebabkan oleh ketidak-mampuan remaja mengelola stress dari problem keluarga dan
tekanan sosial dari teman sebaya, maka harus dihadapi dengan cara mengembangkan
kemampuan pengelolaan persoalan keluarga dan sikap asertif pada teman sebaya; dan lebih
jauh lagi perlu mempertimbangkan pembuatan kebijakan sosial untuk menghadapi persoalan
kecanduan di sekolah dan di masyarakat.
Karena tidaklah mungkin menghadapi persoalan perilaku beresiko remaja tanpa koordinasi
dan kerjasama antar berbagai pihak yang terlibat, dalam hal ini orang-tua dan keluarga,
sekolah, lingkungan rumah, serta masyarakat. Pemahaman komprehensif ini selayaknya

menjadi dasar cara kita menghadapi perilaku beresiko remaja di masyarakat Indonesia.
Apakah anda setuju?
Bagaimana mencegah perilaku beresiko remaja?
Program kesehatan remaja yang telah banyak dilakukan adalah usaha pencegahan perilaku
beresiko remaja, terutama tentang perilaku seks beresiko dan penyalahgunaan zat adiktif.
Namun program-program ini lebih banyak bergerak dalam pemberian informasi, berupa
penyuluhan dan diskusi tentang masalah kesehatan remaja. Penyuluh biasanya berperan
sebagai fasilitator dan narasumber informasi. Sering juga terjadi adalah bentuk dan cara
penyampaian informasi kesehatan remaja direduksi dan diseleksi sedemikian rupa oleh pihak
sekolah atau orang tua agar pemahaman remaja dianggap tidak melanggar norma sosialreligius di masyarakat. Lebih lanjut, isi informasi juga kadang kurang mempertimbangkan
tahapan perkembangan psikologis remaja, akibatnya informasi yang diberikan belum tentu
menyentuh kebutuhan dan tantangan kesehatan reproduksi remaja yang sesungguhnya saat
ini.
Remaja terjerumus dalam perilaku beresiko seringkali terjadi bukan karena persoalan
kurangnya informasi, namun karena remaja melakukan perilaku yang tidak konsisten dengan
sikapnya, contohnya: mengetahui bahwa ia belum siap melakukan perilaku seksual namun
ketika diminta oleh pacarnya akhirnya melakukan perilaku seksual. Hal ini terjadi bukan
karena keterbatasan informasi atau kelemahan kognitif sehingga mereka tidak mampu
berpikir tentang alternatif lain, namun lebih dikarenakan keterbatasan pengalaman sehingga
mereka dapat mengambil keputusan yang kurang tepat. Ketersediaan akses dan informasi
yang lengkap dapat mempengaruhi keterampilan remaja dalam mengambil keputusan untuk
berperilaku sehat. Remaja perlu memahami bahwa setiap keputusan yang diambilnya akan
menghasilkan konsekuensi yang harus ditanggung seumur hidupnya baik secara fisik, psikis
dan sosial.
Di era globalisasi ini, akses informasi cukup luas, termasuk informasi tentang berbagai faktor
yang mempengaruhi perilaku beresiko remaja. Oleh karena itu, yang lebih diperlukan oleh
remaja bukan sekedar informasi namun lebih penting bagaimana mengembangkan cara-cara
pengelolaan diri remaja. Secara personal, program kesehatan remaja dibutuhkan untuk
mengembangkan kemampuan pengendalian diri dan perilaku produktif untuk dapat
menghadapi perubahan identitas perannya sebagai remaja. Kegagalan mencapai identitas
peran dan lemahnya kontrol diri bisa dicegah atau diatasi dengan prinsip keteladanan. Remaja
sebaiknya mendapatkan sebanyak mungkin figur orang-orang dewasa yang telah melampaui
masa remajanya dengan baik, atau juga mereka yang berhasil memperbaiki diri setelah
sebelumnya gagal pada tahap ini.
Selain itu, penting juga mengkondisikan faktor-faktor di luar diri remaja agar dapat
mendukung kemampuan pengelolaan diri remaja, seperti, seperti: hubungan dengan orang tua
dan teman sebaya. Sebaiknya orangtua juga mau berupaya untuk membenahi kondisi
keluarga sehingga tercipta keluarga yang harmonis, komunikatif, dan nyaman bagi remaja.
Pola asuh dan komunikasi orang-tua dan anak diupayakan menjadi lebih berorientasi pada
kebutuhan perkembangan remaja, orang-tua akan berperan sebagai support system bagi si
remaja sehingga remaja yang merasa aman dan diterima orang-tuanya akan lebih mampu
menghadapi tantangan perubahan masa remaja. Dalam hubungan dengan teman sebaya,
remaja perlu mengembangkan ketahanan diri agar tidak mudah terpengaruh jika sikap dan
perilaku teman sebaya atau komunitas tidak produktif atau bahkan dapat merugikan diri dan
masa depan remaja.
3

Pada umumya, waktu remaja lebih banyak dihabiskan di sekolah, sehingga lingkungan
sekolah juga dapat dipandang sebagai tantangan dunia remaja. Maka sistim pendidikan di
sekolah perlu menyeimbangkan perkembangan aspek kognitif dan juga aspek kepribadian
agar si remaja lebih mampu mengembangkan keterampilan hidup di sekolah. Lebih lanjut,
aspek demografis juga perlu diperhatikan karena kebutuhan kesehatan reproduksi remaja di
berbagai wilayah di Indonesia juga dapat berbeda karena dipengaruhi oleh aspek sosial,
budaya, serta historis-geografis (perkotaan-pedesaan). Maka perlu juga dipertimbangkan
pembuatan kebijakan-kebijakan sosial masyarakat yang fokus pada perbaikan keadaan sosial
ekonomi secara mikro dan makro. Secara umum, seluruh uraian ini menekankan bahwa
pengembangan program kesehatan remaja harus selalu berpijak pada berbagai faktor
kontekstual dan aktual remaja yang menjadi target program kesehatan.

Bagaimana menghadapi remaja dengan perilaku beresiko?


Peran semua bagian masyarakat sangat dibutuhkan untuk menghadapi persoalan perilaku
beresiko remaja, baik sebagai orang-tua, teman, guru, saudara, atau sebagai individu yang
peduli atas persoalan remaja. Sekali lagi, penting dipahami persoalan ini tidak bisa dihadapi
dengan cara pendekatan memperbaiki anak rusak, atau menyingkirkan mereka dari
lingkungan sekolah, atau mengucilkan mereka dari lingkungan sosial dengan harapan agar
remaja lain tidak meniru mereka. Cara-cara tersebut justru akan memperburuk kesehatan dan
kesejahteraan remaja yang bermasalah tadi. Selain memperhatikan berbagai faktor internal
dan eksternal tadi, adalah tugas kita untuk membantu mereka bangkit dari keterpurukan
mereka dengan cara membantu mereka mengembangkan keterampilan hidup (life skills).
Beberapa keterampilan hidup yang perlu diolah adalah: pemahaman diri dan kemampuan
membuat perencanaan hidup, kemampuan penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan,
kemampuan komunikasi efektif, kemampuan empati dan membangun relasi interpersonal,
serta kemampuan pengendalian emosi dan pengelolaan stress.
Keterampilan hidup yang penting dikembangkan adalah kemampuan remaja agar dapat
mengenali masalahnya, lalu berpikir untuk dapat mengambil keputusan mengenai apa yang
harus dilakukannya dalam mengatasi masalah tersebut. Selanjutnya, perlu dikembangkan
pula pengetahuan dan keterampilan remaja agar mampu untuk menjadi individu yang lebih
efektif mengatasi kecemasan, depresi, atau masalah kesehatan mental lainnya, serta
meningkatkan kewaspadaan remaja atas persoalan hidup yang mungkin terjadi pada dirinya.
Keterampilan-keterampilan hidup ini lebih efektif dikembangkan dalam proses
pendampingan, karena hal ini muncul dari proses belajar dan berlatih.
Oleh karena itu, peran pendampingan ini selayaknya diberikan oleh orang-orang terdekat
remaja seperti orang-tua, guru, dan teman. Seluruh komponen masyarakat juga bersiap
mengarahkan remaja untuk dapat keluar dari masalahnya serta menyediakan dukungan
mereka untuk pengembangan keterampilan sosialnya. Terakhir, perlu dikembangkan motivasi
remaja untuk mencari segera bantuan, baik bantuan familial ataupun profesional jika
menghadapi persoalan yang kompleks bagi dirinya, artinya remaja tahu apa dan dimana
mencari bantuan bila menghadapi masalah yang tidak dapat mereka kelola secara mandiri.
Dalam hal ini peran psikolog, pekerja sosial, psikiater dan berbagai profesi kesehatan mental
perlu diberdayakan secara efektif. Dengan cara-cara ini, remaja diberikan kesempatan dan
akses seluas-luasnya agar mampu mengembangkan perilaku positif dan produktif di
masyarakatnya.
4

Berikut ada lima daftar masalah yang selalu dihadapi para remaja di sekolah.
1.

Perilaku Bermasalah (problem behavior).


Masalah perilaku yang dialami remaja di sekolah dapat dikatakan masih dalam
kategori wajar jika tidak merugikan dirinya sendiri dan orang lain. Dampak perilaku
bermasalah yang dilakukan remaja akan menghambat dirinya dalam proses
sosialisasinya dengan remaja lain, dengan guru, dan dengan masyarakat. Perilaku
malu dalam dalam mengikuti berbagai aktvitas yang digelar sekolah misalnya,
termasuk dalam kategori perilaku bermasalah yang menyebabkan seorang remaja
mengalami kekurangan pengalaman. Jadi problem behaviour akan merugikan secara
tidak langsung pada seorang remaja di sekolah akibat perilakunya sendiri.

2.

Perilaku menyimpang (behaviour disorder).


Perilaku menyimpang pada remaja merupakan perilaku yang kacau yang
menyebabkan seorang remaja kelihatan gugup (nervous) dan perilakunya tidak
terkontrol (uncontrol). Memang diakui bahwa tidak semua remaja mengalami
behaviour disorder. Seorang remaja mengalami hal ini jika ia tidak tenang,
unhappiness dan menyebabkan hilangnya konsentrasi diri. Perilaku menyimpang pada
remaja akan mengakibatkan munculnya tindakan tidak terkontrol yang mengarah pada
tindakan kejahatan. Penyebab behaviour disorder lebih banyak karena persoalan
psikologis yang selalu menghantui dirinya.

3.

Penyesuaian diri yang salah (behaviour maladjustment).


Perilaku yang tidak sesuai yang dilakukan remaja biasanya didorong oleh keinginan
mencari jalan pintas dalam menyelesaikan sesuatu tanpa mendefinisikan secara
cermat akibatnya. Perilaku menyontek, bolos, dan melangar peraturan sekolah
merupakan contoh penyesuaian diri yang salah pada remaja di sekolah menegah
(SLTP/SLTA).

4.

Perilaku tidak dapat membedakan benar-salah (conduct disorder).


Kecenderungan pada sebagian remaja adalah tidak mampu membedakan antara
perilaku benar dan salah. Wujud dari conduct disorder adalah munculnya cara pikir
dan perilaku yang kacau dan sering menyimpang dari aturan yang berlaku di sekolah.
Penyebabnya, karena sejak kecil orangtua tidak bisa membedakan perilaku yang
benar dan salah pada anak.
Wajarnya, orang tua harus mampu memberikan hukuman (punisment) pada anak saat
ia memunculkan perilaku yang salah dan memberikan pujian atau hadiah (reward)
saat anak memunculkan perilaku yang baik atau benar. Seorang remaja di sekolah
dikategorikan dalam conduct disorder apabila ia memunculkan perikau anti sosial
baik secara verbal maupun secara non verbal seperti melawan aturan, tidak sopan
terhadap guru, dan mempermainkan temannya . Selain itu, conduct disordser juga
dikategorikan pada remaja yang berperilaku oppositional deviant disorder yaitu
perilaku oposisi yang ditunjukkan remaja yang menjurus ke unsur permusuhan yang
akan merugikan orang lain.

5.

Attention Deficit Hyperactivity disorder, yaitu anak yang mengalami defisiensi dalam
perhatian dan tidak dapat menerima impul-impuls sehingga gerakan-gerakannya tidak
dapat terkontrol dan menjadi hyperactif. Remaja di sekolah yang hyperactif biasanya
mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian sehingga tidak dapat
5

menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan kepadanya atau tidak dapat berhasil dalam
menyelesaikan tugasnya. Jika diajak berbicara, remaja yang hyperactif tersebut tidak
memperhatikan lawan bicaranya. Selain itu, anak hyperactif sangat mudah
terpengaruh oleh stimulus yang datang dari luar serta mengalami kesulitan dalam
bermain bersama dengan temannya.
Peranan Lembaga Pendidikan Untuk tidak segera mengadili dan menuduh remaja
sebagai sumber segala masalah dalam kehidupan di masyarakat, barangkali baik kalau
setiap lembaga pendidikan (keluarga, sekolah, dan masyarakat) mencoba
merefleksikan peranan masing-masing.
LI 2. Memahami dan menjelaskan tentang kehamilan pada remaja dan kehamilan yang tidak
diinginkan
Kehamilan pada remaja
Menurut BKKBN usia yang ideal 20-30 tahun, lebih atau kurang dari usia itu adalah berisiko.
Kesiapan untuk hamil dan melahirkan ditentukan oleh:
1. Kesiapan fisik
2. Kesiapan mental/emosi/psikologis
3. Kesiapan sosial ekonomi
Usia 20 tahun secara fisik dianggap sudah siap,
Mengapa banyak remaja (usia < 20 tahun) hamil saat ini?
1. Faktor sosiodemografik (kemiskinan, kebiasaan, peran wanita di masyarakat,
seksualitas aktif dan penggunaan kontrasepsi, media massa)
2. Karakteristik keluarga (hubungan antar keluarga)
3. Status perkembangan (kurang pemikiran tentang masa depan, ingin mencoba-coba,
kebutuhan terhadap perhatian)
4. Penggunaan dan penyalahgunaan obat obatan
Mengapa Remaja Melakukan Hubungan Seks?
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Tekanan pasangan
Merasa sudah siap melakukan hubungan seks
Keinginan dicintai
Keingintahuan tentang seks
Keinginan menjadi popular
Tidak ingin diejek masih perawan
Film, tayangan TV, & media massa (termasuk internet) menampakkan bahwa normal
bagi remaja untuk melakukan hubungan seks
8. Tekanan dari seseorang untuk melakukan hubungan seks
Apa yang terjadi jika remaja menikah/hamil di usia muda?
Ibu muda pada waktu hamil kurang memperhatikan kehamilannya termasuk kontrol
kehamilan
1. Risiko kehamilan (ibu & janin)
Ibu muda pada waktu hamil sering mengalami risiko
6

2. Berakibat pada kematian ibu


Kehamilan usia muda dapat berisiko menderita kanker di masa yang akan datang
Gilbert, et al (2004): kehamilan remaja awal (11-15 th), remaja akhir (16-19 th).
Komplikasi pd kehamilan remaja: persalinan prematur, IUGR, BBLR & kematian
perinatal. Studi thd kelompok remaja hispanik & non hispanik, Afrika Amerika & Asia;
hasil kehamilan: kematian bayi & neonatal, BBLR, persalinan prematur, PEB, eklampsia,
pyelonefritis, komplikasi infeksi.
Ahmad (2004) dari laporan Save the Children: 1 dari 10 persalinan dialami oleh ibu yang
masih anak2, berusia 11-12 tahun ;komplikasi kehamilan dan persalinan membunuh
70,000 remaja puteri tiap tahun, jika pun selamat maka akan menderita injuri permanen.
Estimasi bayi yg dilahirkan pun 1 juta meninggal dlm tahun pertama kehidupannya.
Risiko kematian > tinggi 50% daripada bayi yang dilahirkan dari ibu berusia >20 tahun.
Merekomendasikan peningkatan biaya untuk pelayanan kesehatan, kelangsungan hidup
anak dan program keluarga berencana yang memenuhi kebutuhan remaja puteri.

Kehamilan yang tidak diinginkan (KTD)


Suatu kehamilan yang karena suatu sebab maka keberadaannya tidak diinginkan oleh salah
satu atau kedua orangtua bayi tersebut.
Faktor penyebabnya:
1. Karena kurangnya pengetahuan yang lengkap dan benar tentang proses terjadinya
kehamilan dan metode pencegahannya
2. Akibat terjadi tindak perkosaan
3. Kegagalan alat kontrasepsi
Jika remaja mengalami KTD:
Hanya ada pilihan Mempertahankan atau Aborsi, hal ini akan beresiko terhadap fisik, psikis
dan sosial remaja.
Mempertahankan Kehamilan
1. Risiko Fisik:
Kesulitan dalam persalinan seperti pendarahan, komplikasi lain (PEB, persalinan
prematur, IUGR, CPD) hingga kematian
2. Risiko Psikis/Psikologis.
a. Pihak perempuan menjadi ibu tunggal karena pasangan tidak mau menikahinya atau
tidak mempertanggung jawabkan perbuatannya.
b. Kalau mereka menikah: perkawinan bermasalah yang penuh konflik karena samasama belum dewasa dan siap memikul tanggung jawab sebagai orang tua.
c. Pasangan muda terutama pihak perempuan : dibebani oleh berbagai perasaan yng
tidak nyaman (dihantui rasa malu terus menerus, rendah diri, bersalah atau berdosa,
depresi atau tertekan, pesimis dll) hingga gangguan kejiwaan
3. Risiko Sosial
a. Berhenti atau putus sekolah atas kemauan sendiri krn rasa malu atau cuti
melahirkan.
7

b. Dikeluarkan dari sekolah : sekolah tidak mentolerir siswi hamil.


c. Menjadi objek gosip, kehilangan masa remaja yang seharusnya dinikmati, dan
terkena cap buruk karena melahirkan anak "di luar nikah" : kelahiran anak di luar
nikah masih menjadi beban orang tua maupun anak yang lahir.
4. Risiko Ekonomi
Merawat kehamilan, melahirkan dan membesarkan bayi atau anak membutuhkan biaya
besar
Mengakhiri Kehamilan
Abortus dalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu) sebelum buah
kehamilan tersebut mampu untuk hidup diluar kandungan, dimana beratnya < 500 gram atau
sebelum kehamilan usia 20 minggu.
Abortus terbagi 2 :
1. Abortus spontan : Keguguran
2. Abortus buatan : Pengguguran, aborsi Imami/KRR 24
Risiko aborsi tidak aman :
1.

2.

Risiko Fisik
Pendarahan dan komplikasi lain (infeksi, emboli, KE, robekan ddg rahim, kerusakan
leher rahim) kematian. Aborsi yang berulang: komplikasi dan juga mengakibatkan
kemandulan.
Risiko Psikis
Pelaku aborsi: perasaan takut, panik, tertekan atau stress, trauma mengingat proses
aborsi dan kesakitan. Kecemasan karena rasa bersalah dan dosa akibat aborsi bisa
berlangsung lama.
Depresi:
1. Perasaan sedih karena kehilangan bayi
2. Kehilangan kepercayaan diri
Risiko Sosial
1. Ketergantungan pada pasangan menjadi > besar karena perempuan merasa
sudah tidak perawan, pernah mengalami KTD dan aborsi.
2. Remaja perempuan > sukar menolak ajakan seksual pasangannya.
3. Pendidikan terputus dan masa depan terganggu.
Risiko Ekonomi.

3.

4.

Biaya aborsi cukup tinggi. Bila terjadi komplikasi maka biaya menjadi semakin tinggi.
Kerugian dan bahaya KTD pd remaja
1. Remaja jadi putus sekolah
2. Kehilangan kesempatan meniti karir
3. Menjadi orangtua tunggal dan pernikahan dini yng tidak terencana
4. Kesulitan dalam beradaptasi secara psikologis (sulit mengharapkan adanya
perasaan kasih sayang)
5. Kesulitan beradaptasi menjadi orangtua (tidak bisa mengurus kehamilannya dan
bayinya)
6. Perilaku yang tidak efektif (stress, konflik)
7. Kesulitan beradaptasi dengan pasangan
8. Mengakhiri kehamilannya, aborsi illegal, kematian dan kesakitan ibu
8

Pencegahan Kehamilan tidak diinginkan


Pencegahan Kehamilan yang Tidak Diinginkan antara lain melalui beberapa yaitu:
1. Cara yang paling efektif adalah tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah
2. Mengisi waktu luang dengan melakukan kegiatan positif seperti olahraga, seni dan
kegiatan keagamaan
3. Hindari perbuatan yang dapat menyebabkan dorongan seksual seperti meraba-raba
tubuh pasangan maupun menonton video porno
4. Memperoleh informasi tentang manfaat dan menggunakan alat kontrasepsi, cara
menggunakannya serta kemungkinan kegagalannya
5. Pada pasangan yang telah menikah sebaiknya memakai kontrasepsi yang aman seperti
suntikan, sterilisasi, IUD dan implant.
Penanganan Kasus Kehamilan tidak diinginkan
Diperlukan penanganan ekstra sabar dan bersahabat pada remaja. Alternatif yang biasanya
digunakan menyelesaikan kehamilan tidak diinginkan antara lain dengan menyelesaikan
secara kekeluargaan, pasangan tersebut segera menikah

LI 3. Memahami dan Menjelaskan AKI


Konsep Definisi
Banyaknya kematian perempuan pada saat hamil atau selama 42 hari sejak terminasi
kehamilan tanpa memandang lama dan tempat persalinan, yang disebabkan karena
kehamilannya atau pengelolaannya, dan bukan karena sebab-sebab lain, per 100.000
kelahiran hidup. Yang dimaksud dengan Kematian Ibu adalah kematian perempuan pada saat
hamil atau kematian dalam kurun waktu 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang
lamanya kehamilan atau tempat persalinan, yakni kematian yang disebabkan karena
kehamilannya atau pengelolaannya, tetapi bukan karena sebab-sebab lain seperti kecelakaan,
terjatuh dll (Budi, Utomo. 1985).
Rumusan

Kegunaan
Informasi mengenai tingginya MMR akan bermanfaat untuk pengembangan program
peningkatan kesehatan reproduksi, terutama pelayanan kehamilan dan membuat kehamilan
yang aman bebas risiko tinggi (making pregnancy safer), program peningkatan jumlah
kelahiran yang dibantu oleh tenaga kesehatan, penyiapan sistem rujukan dalam penanganan
komplikasi kehamilan, penyiapan keluarga dan suami siaga dalam menyongsong kelahiran,
yang semuanya bertujuan untuk mengurangi Angka Kematian Ibu dan meningkatkan derajat
kesehatan reproduksi.
Penyebab Kematian Ibu Melahirkan
9

Sejumlah kondisi mayor terkait dengan angka mortalitas maternal. Penyebab mayor dari
kematian ibu ternyata berkontribusi besar terhadap kematian bayi.
Rendahnya kesadaran masyarakat tentang kesehatan ibu hamil menjadi faktor penentu angka
kematian, meskipun masih banyak faktor yang harus diperhatikan untuk menangani masalah
ini. Persoalan kematian yang terjadi lantaran indikasi yang lazim muncul. Yakni pendarahan,
keracunan kehamilan yang disertai kejang, aborsi, dan infeksi. Namun, ternyata masih ada
faktor lain yang juga cukup penting. Misalnya, pemberdayaan perempuan yang tak begitu
baik, latar belakang pendidikan, sosial ekonomi keluarga, lingkungan masyarakat dan politik,
kebijakan juga berpengaruh. Kaum lelaki pun dituntut harus berupaya ikut aktif dalam segala
permasalahan bidang reproduksi secara lebih bertanggung jawab.

Selain masalah medis, tingginya kematian ibu juga karena masalah ketidaksetaraan gender,
nilai budaya, perekonomian serta rendahnya perhatian laki-laki terhadap ibu hamil dan
melahirkan. Oleh karena itu, pandangan yang menganggap kehamilan adalah peristiwa
alamiah perlu diubah secara sosiokultural agar perempuan dapat perhatian dari masyarakat.
Sangat diperlukan upaya peningkatan pelayanan perawatan ibu baik oleh pemerintah, swasta,
maupun masyarakat terutama suami.
Penyebab kematian ibu adalah perdarahan, eklampsia atau gangguan akibat tekanan darah
tinggi saat kehamilan, partus lama, komplikasi aborsi, dan infeksi. Perdarahan, yang biasanya
tidak bisa diperkirakan dan terjadi secara mendadak, bertanggung jawab atas 28 persen
kematian ibu. Sebagian besar kasus perdarahan dalam masa nifas terjadi karena retensio
plasenta dan atonia uteri. Hal ini mengindikasikan kurang baiknya manajemen tahap ketiga
proses kelahiran dan pelayanan emergensi obstetrik dan perawatan neonatal yang tepat
waktu. Eklampsia merupakan penyebab utama kedua kematian ibu, yaitu 24 persen kematian
ibu di Indonesia (rata-rata dunia adalah 12 persen). Pemantauan kehamilan secara teratur
sebenarnya dapat menjamin akses terhadap perawatan yang sederhana dan murah yang dapat
mencegah kematian ibu karena eklampsia.

10

Aborsi yang tidak aman.


Bertanggung jawab ter hadap 11 persen kematian ibu di Indonesia (ratarata dunia 13 persen).
Kematian ini sebenarnya dapat dicegah jika perempuan mempunyai akses terhadap informasi
dan pelayanan kontrasepsi serta perawatan terhadap komplikasi aborsi. Data dari SDKI
20022003 menunjukkan bahwa 7,2 persen kelahiran tidak diinginkan.
Prevalensi pemakai alat kontrasepsi.
Kontrasepsi modern memainkan peran penting untuk menurunkan kehamilan yang tidak
diinginkan. SDKI 20022003 menunjukkan bahwa kebutuhan yang tak terpenuhi (unmet
need) dalam pemakaian kontrasepsi masih tinggi, yaitu sembilan persen dan tidak mengalami
banyak perubahan sejak 1997. Angka pemakaian kontrasepsi (Contraceptive Prevalence
Rate) di Indonesia naik dari 50,5 persen pada 1992 menjadi 54,2 persen pada 2002. Untuk
indikator yang sama, SDKI 20022003 menunjukkan angka 60.3 persen.
Pertolongan persalinan oleh petugas kesehatan terlatih.
Pola penyebab kematian di atas menunjukkan bahwa pelayanan obstetrik dan neonatal
darurat serta pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih menjadi sangat penting
dalam upaya penurunan kematian ibu. Walaupun sebagian besar perempuan bersalin di
rumah, tenaga terlatih dapat membantu mengenali kegawatan medis dan membantu keluarga
untuk mencari perawatan darurat. Proporsi persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan
terlatih terus meningkat dari 40,7 persen pada 1992 menjadi 68,4 persen pada 2002. Akan
tetapi, proporsi ini bervariasi antarprovinsi dengan Sulawesi Tenggara sebagai yang terendah,
yaitu 35 persen, dan DKI Jakarta yang tertinggi, yaitu 96 persen, pada 2002 8 (Tabel 2 dan 3).
Proporsi ini juga berbeda cukup jauh mengikuti tingkat pendapatan. Pada ibu dengan dengan
pendapatan lebih tinggi, 89,2 persen kelahiran ditolong oleh tenaga kesehatan, sementara
pada golongan berpendapatan rendah hanya 21,39 persen. Hal ini menunjukkan tidak
meratanya akses finansial terhadap pelayanan kesehatan dan tidak meratanya distribusi
tenaga terlatih terutama bidan.
Penyebab tidak langsung.
Risiko kematian ibu dapat diperparah oleh adanya anemia dan penyakit menular seperti
malaria, tuberkulosis (TB), hepatitis, dan HIV/AIDS. Pada 1995, misalnya, prevalensi anemia
pada ibu hamil masih sangat tinggi, yaitu 51 persen, dan pada ibu nifas 45 persen. 10 Anemia
11

pada ibu hamil mempuyai dampak kesehatan terhadap ibu dan anak dalam kandungan,
meningkatkan risiko keguguran, kelahiran prematur, bayi dengan berat lahir rendah, serta
sering menyebabkan kematian ibu dan bayi baru lahir. Faktor lain yang berkontribusi adalah
kekurangan energi kronik (KEK). Pada 2002, 17,6 persen wanita usia subur (WUS) men
derita KEK. Tingkat sosial ekonomi, tingkat pendidikan, faktor budaya, dan akses terhadap
sarana kesehatan dan transportasi juga berkontribusi secara tidak langsung terhadap kematian
dan kesakitan ibu. Situasi ini diidentifikasi sebagai 3 T (terlambat). Yang pertama adalah
terlambat deteksi bahaya dini selama kehamilan, persalinan, dan nifas, serta dalam
mengambil keputusan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan ibu dan neonatal. Kedua,
terlambat merujuk ke fasilitas kesehatan karena kondisi geografis dan sulitnya transportasi.
Ketiga, terlambat mendapat pelayanan kesehatan yang memadai di tempat rujukan.
4T (Terlambat)
1. Terlambat deteksi dini adanya resiko tinggi pada ibu hamil di tingkat keluarga
2. Terlambat untuk memutuskan mencari pertolongan pada tenaga kesehatan
3. Terlabat untuk datang di fasilitas pelayanan kesehatan
4. Terlambat untuk mendapatkan pertolongan pelayanan kesehatan yang cepat dan
berkualitas di fasilitas pelayanan kesehatan
4T (Terlalu), yang mempunyai resiko tinggi:
1. Terlalu muda
2. Terlalu tua
3. Terlalu sering
4. Terlalu banyak
LI 4. Memahami dan menjelaskan audit maternal dan perinatal tentang kematian ibu dan bayi
Pengertian
Pengembangan upaya peningkatan mutu pelayanan pada saat ini mengarah kepada patient
safety yaitu keselamatan dan keamanan pasien. Karena itu penerapan patient safety sangat
penting untuk meningkatkan mutu pelayanan dalam rangka globalisasi. Dalam World Health
Assembly pada tanggal 18 Januari 2002, WHO Excecutive Board yang terdiri dari 32 wakil
dari 191 negara anggota telah mengeluarkan suatu resolusi untuk membentuk program patient
safety. Isi dari program patient safety adalah :
Pertama, penetapan norma, standard dan pedoman global mengenai pengertian, pengaturan
dan pelaporan dalam melaksanakan kegiatan pencegahan dan penerapan aturan untuk
menurunkan
resiko.
Kedua,
merencanakan
kebijakan
upaya
peningkatanpelayananpasienberbasisbukti dengan standard global, yang menitik
beratkanterutamadalamaspekprodukyang aman dan praktek klinis yang aman sesuai dengan
pedoman, medical product dan medical devices yang aman digunakan serta mengkreasikan
budaya keselamatan dan keamanan dalam pelayanan kesehatan dan organisasi pendidikan.
Ketiga, mengembangkan mekanisme melalui akreditasi untuk mengakui karakteristik
provider pelayanan kesehatan bahwa telah melewati benchmark untuk unggulan dalam
keselamatan dan keamanan pasien secara internasional. Dan yang terakhir adalah mendorong
penelitian terkait dengan patient safety.

12

Sesuai dengan isi program patient safety yang pertama, maka perlu dilaksanakan
AuditMaternal-Perinatal(AMP)sebagaisalah satu upaya pencegahan sekaligus penerapan
aturan untuk menurunkan resiko kematian ibu dan bayinya.
Audit maternal perinatal adalah proses penelaahan bersama kasus kesakitan dan kematian ibu
dan perinatal serta penatalaksanaannya, dengan menggunakan berbagai informasi dan
pengalaman dari suatu kelompok terdekat, untuk mendapatkan masukan mengenai intervensi
yang paling tepat dilakukan dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan KIA disuatu
wilayah.
Dengan demjikian, kegiatan audit ini berorientasi pada peningkatan kualitas pelayanan
dengan pendekatan pemecahan masalah. Dalam kaitannya dengan pembinaan, ruang lingkup
wilayah dibatasi pada kabupaten/kota, sebagai unit efektif yang mempunyai kemampuan
pelayan obstetrik-perinatal dan didukung oleh pelayanan KIA sampai ketingkat masyarakat.
Audit maternal perinatal nerupakan suatu kegiatan untuk menelusuri sebab kesakitan dan
kematian ibu dan perinatal dengan maksud mencegah kesakitan dan kematian dimasa yang
akan datang. Penelusuran ini memungkinkan tenaga kesehatan menentukan hubungan antara
faktor penyebab yang dapat dicegah dan kesakitan/kematian yang terjadi. Dengan kata lain,
istilah audit maternal perinatal merupakan kegiatan death and case follow up.
Lebih lanjut kegiatan ini akan membantu tenaga kesehatan untuk menentukan pengaruh
keadaan dan kejadian yang mendahului kesakitan/kematian. Dari kegiatan ini dapat
ditentukan:
a. Sebab dan faktor-faktor terkaitan dalam kesakitan/kematian ibu dan perinatal
b. Dimana dan mengapa berbagai sistem program gagal dalam mencegah kematian
c. Jenis intervensi dan pembinaan yang diperlukan
Audit maternal perinatal juga dapat berfungsi sebagai alat pemantauan dan sistem rujukan.
Agar fungsi ini berjalan dengan baik, maka dibutuhkan :
a. Pengisian rekam medis yang lengkap dengan benar di semua tingkat pelayanan
kesehatan
b. Pelacakan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan puskesmas dengan cara otopsi
verbal, yaitu wawancara kepada keluatga atau orang lain yang mengetahui riwayat
penyakit atau gejala serta tindakan yang diperoleh sebelum penderita meninggal
sehingga dapat diketahui perkiraan sebab kematian.
Tujuan
Tujuan umum audit maternal perinatal adalah meningkatkan mutu pelayanan KIA di seluruh
wilayah kabupaten/kota dalam rangka mempercepat penurunan angka kematian ibu dan
perinatal
Tujuan khusus
Tujuan khusus audit maternal adalah :
a.

Menerapkan pembahasan analitik mengenai kasus kebidanan dan perinatal secara


teratur dan berkesimnambungan, yang dilakukan oleh dinas kesehatan
kabupaten/kota, rumah sakit pemerintah atau swasta dan puskesmas, rumah bnersalin
13

(RB), bidan praktek swasta atau BPS di wilayah kabupaten/kota dan dilintas batas
kabupaten/kota provinsi
Menetukan intervensi dan pembinaan untuk masing-masing pihak yang di perlukan
untuk mengatasi masalah-masalah yang ditemukan dalam pembahasan kasus
Mengembangkan mekanisme koordinasi antara dinas kesehatan kabupaten/kota,
rumah sakit pemerintah/swasta, puskesmas, rumah sakit bersalin dan BPS dalam
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi terhadap intervensi yang
disepakati.

b.
c.

Kebijaksanaan dan strategi


Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan menyatakan bahwa tenaga
kesehatan dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi dan
dan menghormati hak pasien. Berdasarkan hal tersebut, kebijaksanaan Indonesia Sehat 2010
dan strategi making pregnancy Safer (MPS) sehubungan dengan audit maternal perinatal
adalah sebagai berikut :
1.

2.

3.
4.

Peningkatan mutu pelayanan KIA dilakukan secara terus menerus melalui program
jaga mutu puskesmas, di samping upaya perluasan jangkauan pelayanan. Upaya
peningkatan dan pengendalian mutu antara lain melalui kegiatan audit perinatal.
Meningkatkan fungsi kabupaten/kota sebagai unit efektif yang mampu
memanfaatkan semua potensi dan peluang yang ada untuk meningkatkan pelayanan
KIA diseluruh wilayahnya
Peningkatan kesinambungan pelayanan KIA ditingkat pelayanan dasar(puskesmas
dan jajarannya )dan tingkat rujukan primer RS kabupaten/kota
Peningkatan kemampuan manajerial dan keterampilan teknis dari para pengelola
dan pelaksanaan program KIA melalui kegiatan analisis manajemen dan pelatihan
klinis

Strategi yang diambil dalam menerapkan AMP adalah :


1.

2.

3.

4.
5.

Semua kabupaten/kota sebagai unit efektif dalam peningkatan pelayanan program


KIA secara bertahap menerapkan kendali mutu ,yang antara lain dilakukan melalui
AMP diwilayahnya ataupun diikut sertakan kabupaten/kota lain
Dinas kesehatan kabupaten atau kota berfungsi sebagai koordinator fasilitator yang
bekerja sama dengan rumah sakit kabupaten/kota dan melibatkan puskesmas dan
unit pelayanan KIA swasta lainnya dalam upaya kendali mutu diwilayah
kabupaten/kota
Ditingkat kabupaten/kota perlu dibentuk tim AMP ,yang selalu mengadakan
pertemuan rutin untuk menyeleksi kasus ,membahas dan membuat rekomendasi
tindak lanjut berdasarkan temuan dari kegiatan audit (penghargaaan dan sanksi bagi
pelaku)
Perencanaan program KIA dibuat dengan memanfaatkan hasiltemuan dari kegiatan
audit,sehingga diharapkan berorientasi kepada pemecahan masalah setempat
Pembinaan dilakukan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota ,bersama-sama RS
dilaksanakan langsung pada saat audit atau secara rutin,dalam bentuk yang
disepakati oleh tim AMP.
14

Langkah dan kegiatan


Langkah-langkah dan kegiatan audit AMP ditingkat kabupaten/kota sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Pembentukan tim AMP


Penyebarluasan informasi dan petunjuk teknis pelaksanaan AMP
Menyusun rencana kegiatan (POA) AMP
Orientasi pengelola program KIA dalam pelaksanaan AMP
Pelaksanaan kegiatan AMP
Penyusunan rencana tindak lanjut terhadap temuan dari kegiatan audit maternal oleh
dinas kesehatan kabupaten/kota bekerjasama dengan RS
Pemantauan dan evaluasi

Rincian kegiatan AMP yang dilakukan adalah sebagai berikut :


A. Tingkat kabupaten /kota
1. Menyampaikan informasi dan menyamakan presepsi dengan pihak terkait mengenai
pengertian dan pelaksanaan AMP dikabupaten/kota
2. Menyusun tim AMP dikabupaten atau kota ,yang susunannya disesuaikan dengan
situasi dan kondisi setempat.
3. Melaksanakan AMP secara berkala dan melibatkan:
a. Para kepala puskesmas dan pelaksana pelayanan KIA dipuskesmas dan jajarannya
b. Dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan serta dokter spesialis anak
dokter ahli lain RS kabupaten/kota
c. Kepala dinas kesehatan kabupaten/kota dan staf pengelola program terkait
d. Pihak lain yang terkait ,sesuai kebutuhan misalnya bidan praktik swasta petugas
rekam medik RS kabupaten/kota dan lain-lain.
4. Melaksanakan kegiatan AMP lintas batas kabupaten/kota/propinsi
5. Melaksanakan kegiatan tindak lanjut yang telah disepakati dalam pertemuan tim AMP
6. Melakukan pemantauan dan evaluasi kegiatan audit serta tindak lanjutnya ,dan
melaporkan hasil kegiatan ke dinas kesehatan propinsi untuk memohon dukungan
7. Memanfaatkan hasil kegiatan untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan
pengelolaan program KIA,secara berkelanjutan.
B. Tingkat puskesmas
1.
Menyampaikan informasi kepada staf puskesmas terkait mengenai upaya
peningkatan kualitas pelayanan KIA melalui kegiatan AMP
2.
Melakukan pencatatan atas kasus kesakitan dan kematian ibu serta perinatal dan
penanganan atau rujukan nya ,untuk kemudian dilaporkan kedinas kesehatan
kabupaten kota
3.
Mengikuti pertemuan AMP dikabupaten/kota
4.
Melakukan pelacakan sebab kematian ibu/perinatal (otopsi verbal ) selambatlambatnya 7 hari setelah menerima laporan. Informasi ini harus dilaporkan ke dinas
kesehatan kabupaten/kota selambat-lambatnya dalam waktu 1 bulan . temuan otopsi
verbal dibicarakan dalam pertemuan audit dikabupaten /kota .
5.
Mengikuti/melaksanakan kegiatan peningkatan kualitas pelayanan KIA,sebagai
tindak lanjut dari kegiatan audit
6.
Membahas kasus pertemuan AMP di kabupaten/kota
7.
Membahas hasil tindak lanjut AMP non medis dengan lintas sektor terkait.
15

C. Tingkat propinsi
1.
Menyebarluaskan pedoman teknis AMP kepada seluruh kabupaten/kota
2.
Menyamakan kerangka pikir dan menyusun rencana kegiatan pengembangan
kendali mutu pelayanan KIA melalui AMP bersama kabupaten/kota yang akan
difasilitasi secara intensif.
3.
Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan dikabupaten/kota
4.
Memberikan dukungan teknis dan manajerial kepada kabupaten/kota sesuai
kebutuhan
5.
Merintis kerjasama dengan sektor lain untuk kelancaran pelaksanaan tindak lanjut
temuan dari kegiatan audit yang berkaitan dengan sektor diluar kesehatan
6.
Memfasilitasi kegiatan AMP lintas batas kabupaten/kota/propinsi

D. Tingkat pusat
Melakukan fasilitasi pelaksanaan AMP ,sebagai salah satu bentuk upaya peningkatan mutu
pelayanan KIA diwilayah kabupaten/kota serta peningkatan kesinambungan pelayanan KIA
ditingkat dasar dan tingkat rujukan primer.
METODA
Metoda pelaksanaan AMP sebagai berikut
1. Penyelenggaran pertemuan dilakukan teratur sesuai kebutuhan oleh dinas kesehatan
kabupaten/kota bersama dengan RS kabupaten/kota ,berlangsung sekitar 2 jam.
2. Kasus yang dibahas dapat berasal dari RS kabupaten/kota atau puskesmas .Semua kasus
ibu/perinatal yang meninggal dirumah sakit kabupaten/kota /puskesmas hendak nya di
audit,demikian pula kasus kesakitan yang menarik dan dapat diambil pelajaran darinya
3. Audit yang dilaksanakan lebih bersifat mengkaji riwayat penanganan kasus sejak dari :
a. Timbulnya gejala pertama dan penanganan oleh keluarga /tenaga kesehatan dirumah
b. Proses rujukan yang terjadi
c. Siapa saja yang memberikan pertolongan dan apa saja yang telah dilakukan
d. Sampai kemudian meninggal dan dapat dipertahankan hidup. Dari pengkajian tersebut
diperoleh indikasi dimana letak kesalahan/kelemahan dalam penanganan kasus. Hal
ini memberi gambaran kepada pengelola program KIA dalam menentukan apa yang
perlu dilakukan untuk mencegah kesakitan/kematianibu/perinatal yang tidak perlu
terjadi.
e. Pertemuan ini bersifat pertemuan menyelesaikan masalah dan tidk bertujuan
menyalahkan ,atau memberi sanksi,salah satu pihak
f. Dalam tiap pertemuan dibuat daftar hadir ,notulen hasil pertemuan dan rencana tindak
lanjut ,yang akan disampaikan dan dibahas dalam pertemuan tim AMP yang akan
datang
g. RS kabupaten /kota/puskesmas membuat laporan bulanan kasus ibu dan perinatal
kedinas kesehatan kabupaten/kota ,dengan memakai format yang disepakati
PENCATATAN DAN PELAPORAN
16

Dalam pelaksanaan audit maternal perinatal ini diperlukan mekanisme pencatatan yang
akurat, baik ditingkat puskesmas,maupun ditingkat RS kabupaten/kota .pencatatan yang
diperlukan adalah sebagai berikut
A. Tingkat puskesmas
Selain menggunakan rekam medis yang sudah ada dipuskesmas ,ditambahkan pula :
1.

2.

Formulir R9formulir rujukan maternal dan perinatal )


Formulir ini dipakai oleh puskesmas,bidan didesa maupunbidan swasta untuk
merujuk kasus ibu maupun perinatal.
Form OM dan OP (formulir otopsi verbal maternal dan perinatal )
Digunakan untuk otopsi verbal ibu hamil/bersalin/nifas yang meninggal sedangkan
form OP untuk otopsi verbal perinatal yang meninggal . untuk mengisi formulir
tersebut dilakukan wawancara terhadap keluarga yang meninggal oleh tenaga
puskesmas.

B. RS kabupaten/kota
Formulir yang dipakai adalah
1. Form MP (formulir maternal dan perinatal )
Form ini mencatat data dasar semua ibu bersalin /nifas dan perinatal yang masuk
kerumah sakit. Pengisiannya dapat dilakukan oleh perawat
2. Form MA (formulir medical audit )
Dipakai untuk menulis hasil/kesimpulan dari audit maternal maupun audit perinatal.
Yang mengisi formulir ini adalah dokter yang bertugas dibagian kebidanan dan
kandungan (untuk kasus ibu) atau bagian anak (untuk kasus perinatal)
Pelaporan hasil kegiatan dilakukan secara berjenjang ,yaitu :
1. Laporan dari RS kabupaten/kota ke dinas kesehatan
Laporan bulanan ini berisi informasi mengenai kesakitan dan kematian (serta sebab
kematian ) ibu dan bayi baru lahir bagian kebidanan dan penyakit kandungan serta
bagian anak.
2. Laporan dari puskesmas ke dinas kesehatan kabupaten/kota
Laporan bulanan ini berisi informasi yang sama seperti diatas ,dan jumlah kasus yang
dirujuk ke RS kabupaten/kota
3. Laporan dari dinas kesehatan kabupaten/kota ketingkat propinsi
Laporan triwulan ini berisi informasi mengenai kasus ibu dan perinatal ditangani oleh
Rs kabupaten /kota ,puskesmas dan unit pelayanan KIA lainnya ,serta tingkat
kematian dari tiap jenis komplikasi atau gangguan . laporan merupakan rekapitulasi
dari form MP dan form R,yang hendaknya diusahakan agar tidak terjadi duplikasi
pelaporan untuk kasus yang dirujuk ke RS. Pada tahap awal ,jenis kasus yang
dilaporkan adalah komplikasi yang paling sering terjadi pada ibu maternal dan
perinatal.
LI 5. Memahami dan menjelaskan penatalaksanaan risiko tinggi kehamilan
17

Pengertian
Kehamilan usia dini memuat risiko yang tidak kalah berat. Pasalnya, emosional ibu belum
stabil dan ibu mudah tegang. Sementara kecacatan kelahiran bisa muncul akibat ketegangan
saat dalam kandungan, adanya rasa penolakan secara emosional ketika si ibu mengandung
bayinya.
Dampak
a. Keguguran.
Keguguran pada usia muda dapat terjadi secara tidak disengaja. misalnya : karena
terkejut, cemas, stres. Tetapi ada juga keguguran yang sengaja dilakukan oleh tenaga non
profesional sehingga dapat menimbulkan akibat efek samping yang serius seperti
tingginya angka kematian dan infeksi alat reproduksi yang pada akhirnya dapat
menimbulkan kemandulan.
b. Persalinan prematur, berat badan lahir rendah (BBLR) dan kelainan bawaan.
Prematuritas terjadi karena kurang matangnya alat reproduksi terutama rahim yang belum
siap dalam suatu proses kehamilan, berat badan lahir rendah (BBLR) juga dipengaruhi
gizi saat hamil kurang dan juga umur ibu yang belum menginjak 20 tahun. cacat bawaan
dipengaruhi kurangnya pengetahuan ibu tentang kehamilan, pengetahuan akan asupan
gizi rendah, pemeriksaan kehamilan (ANC) kurang, keadaan psikologi ibu kurang stabil.
Selain itu cacat bawaan juga di sebabkan karena keturunan (genetik) proses pengguguran
sendiri yang gagal, seperti dengan minum obat-obatan (gynecosit sytotec) atau dengan
loncat-loncat dan memijat perutnya sendiri. Ibu yang hamil pada usia muda biasanya
pengetahuannya akan gizi masih kurang, sehingga akan berakibat kekurangan berbagai
zat yang diperlukan saat pertumbuhan dengan demikian akan mengakibatkan makin
tingginya kelahiran prematur, berat badan lahir rendah dan cacat bawaan.
c. Mudah terjadi infeksi.
Keadaan gizi buruk, tingkat sosial ekonomi rendah, dan stress memudahkan terjadi
infeksi saat hamil terlebih pada kala nifas.
d. Anemia kehamilan / kekurangan zat besi.
Penyebab anemia pada saat hamil di usia muda disebabkan kurang pengetahuan akan
pentingnya gizi pada saat hamil di usia muda.karena pada saat hamil mayoritas seorang
ibu mengalami anemia. tambahan zat besi dalam tubuh fungsinya untuk meningkatkan
jumlah sel darah merah, membentuk sel darah merah janin dan plasenta.lama kelamaan
seorang yang kehilangan sel darah merah akan menjadi anemis.
e. Keracunan Kehamilan (Gestosis).
Kombinasi keadaan alat reproduksi yang belum siap hamil dan anemia makin
meningkatkan terjadinya keracunan hamil dalam bentuk pre-eklampsia atau eklampsia.
Pre-eklampsia dan eklampsia memerlukan perhatian serius karena dapat menyebabkan
kematian.
f. Kematian ibu yang tinggi.
Kematian ibu pada saat melahirkan banyak disebabkan karena perdarahan dan infeksi.
Selain itu angka kematian ibu karena gugur kandung juga cukup tinggi.yang kebanyakan
dilakukan oleh tenaga non profesional (dukun).
18

Adapun akibat resiko tinggi kehamilan usia dibawah 20 tahun antara lain:
A. Resiko bagi ibunya :
1. Mengalami perdarahan.
Perdarahan pada saat melahirkan antara lain disebabkan karena otot rahim yang
terlalu lemah dalam proses involusi. selain itu juga disebabkan selaput ketuban stosel
(bekuan darah yang tertinggal didalam rahim).kemudian proses pembekuan darah
yang lambat dan juga dipengaruhi oleh adanya sobekan pada jalan lahir.
2. Kemungkinan keguguran / abortus.
Pada saat hamil seorang ibu sangat memungkinkan terjadi keguguran. hal ini
disebabkan oleh faktor-faktor alamiah dan juga abortus yang disengaja, baik dengan
obat-obatan maupun memakai alat.
3. Persalinan yang lama dan sulit
Adalah persalinan yang disertai komplikasi ibu maupun janin.penyebab dari
persalinan lama sendiri dipengaruhi oleh kelainan letak janin, kelainan panggul,
kelainan kekuatan his dan mengejan serta pimpinan persalinan yang salah.
4. Kematian ibu.
Kematian pada saat melahirkan yang disebabkan oleh perdarahan dan infeksi.
B. Dari bayinya :
1. Kemungkinan lahir belum cukup usia kehamilan.
Adalah kelahiran prematur yang kurang dari 37 minggu (259 hari). hal ini terjadi
karena pada saat pertumbuhan janin zat yang diperlukan berkurang.
2. Berat badan lahir rendah (BBLR)
Yaitu bayi yang lahir dengan berat badan yang kurang dari 2.500 gram. kebanyakan
hal ini dipengaruhi kurangnya gizi saat hamil, umur ibu saat hamil kurang dari 20
tahun. dapat juga dipengaruhi penyakit menahun yang diderita oleh ibu hamil.
3. Cacat bawaan.
Merupakan kelainan pertumbuhan struktur organ janin sejak saat pertumbuhan.hal ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya kelainan genetik dan kromosom,
infeksi, virus rubela serta faktor gizi dan kelainan hormon.
4. Kematian bayi.kematian bayi yang masih berumur 7 hari pertama hidupnya atau
kematian perinatal.yang disebabkan berat badan kurang dari 2.500 gram, kehamilan
kurang dari 37 minggu (259 hari), kelahiran kongenital serta lahir dengan asfiksia.
(Manuaba,1998).
Faktor-Faktor Resiko pada Kehamilan
Menurut Azrul Azwar (2008) faktor-faktor resiko pada ibu hamil meliputi:
1. Umur
a. Terlalu muda yaitu < 20 tahun
Pada usia ini rahim dan panggul ibu belum berkembang dengan baik sehingga
perludiwaspadai kemungkinan mengalami persalinan yang sulit.
b. Terlalu tua yaitu > 35 tahun
Pada umur ini kesehatan dan rahim ibu sudah tidak baik seperti pada umur 20-35
tahun sebelumnya sehingga perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya persalinan
lama, perdarahan dan resiko cacat bawaan.
2. Paritas
Paritas lebih dari 3 perlu diwaspadai kemungkinan persalinan lama, karena semakin
banyak anak keadaan rahim ibu semakin lemah.
3. Interval
19

4.
5.

6.
7.

Jarak persalinan terakhir dengan awal kehamilan sekarang < 2 tahun, bila jarak terlalu
dekat maka rahim dan kesehatan ibu bulum pulih, keadaan ini perl diwaspadai persalinan
lama, kemungkinan pertumbuhan janin kurang baik atau perdarahan.
Tinggi badan
Tinggi badan < 145 cm, pada keadaan ini paerlu diwaspadai ibu yang mempunyai
panggul sempit sehingga sulit untuk melahirkan
Lingkar Lengan Atas
Lila < 23,5 cm, ini berarti ibu beresiko memderita KEK (Kekurangan Energi Kronik)
atau kekurangan gizi yang lama. Pada keadaan ini perlu diwaspadai kemungkinan ibu
melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah, pertumbuhan dan perkembangan otak
janin terhambat sehingga mempengaruhi kecerdasan anak dikemudian hari.
Riwayat Keluarga menderita penyakit kencing manis (DM), Hipertensi dan riwayat cacat
kongenital.
Kelainan bentuk tubuh, misalnya kelainan tulang belakang atau panggul. Menurut
Wordpress (2008), faktor resiko atau resiko sedang dalam kehamilan yaitu: tinggi badan
kurang dari 145 cm, jarak antara kelahiran/ kehamilan kurang dari 2 tahun, paritas lebih
dari 3 orang, usia >35 tahun dan <20 tahun, serta lingkar lengan atas <23,5 cm.

Banyak Faktor yang menentukan resiko pada kehamilan contohnya:


1. Ibu hamil yang berusia diatas 35 tahun memiliki resiko yang lebih tinggi
diperlukannya operasi Caesaria
2. Bila bayi terlalu besar atau berat badan naik terlalu berat masalah yang biasa terjadi
adalah kelahiran melalui vagina biasanya sulit terjadi.
3. Pada ibu hamil dengan factor resiko usia diatas 35 tahun, bayi biasannya berada pada
posis yang menimbulkan komplikasi pada saat kelahiran, seperti pada bagian pantat
atau kaki yang berada di bawah.
4. Placenta previa suatu keadaan dimana placenta menutup saluran rahim baik sescara
keseluruhan maupun hanya sebagian, yang menyebabkan diperlukannya operasi
Caesar.
Tanda-Tanda Bahaya pada Kehamilan
Tanda-tanda bahaya pada kehamilan adalah keadaan pada ibu hamil yang mengancam jiwa
ibu atau janin yang dikandungnya. Tanda bahaya pada kehamilan adalah:
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Perdarahan pervaginam
Sakit kepala yang hebat, menetap dan tidak menghilang
Perubahan visual yang hebat
Nyeri abdomen yang hebat
Bayi kurang bergerak seperti biasa
Pembengkakan pada wajah dan tangan

Penatalaksanaan
Kehamilan dengan faktor resiko dapat dicegah bila gejalanya dapat ditemukan sedini
mungkin sehingga dapat dilakukan tindakan perbaikannya. Pencegahannya dapat dilakukan
dengan:
1. Ibu hamil harus memeriksakan kehamilannya sedini mungkin dan teratur ke petugas
kesehatan minimal 4 kali selama kehamilan.
2. Ibu hamil mendapatkan imunisasi TT 1 dan TT 2

20

3. Bila ditemukan dengan kelainan resiko tinggi, pemeriksaan harus lebih sering dan
lebih intensif
4. Mengkonsumsi makanan dengan pola makan teratur dan gizi seimbang.
Kehamilan dengan faktor resiko dapat dihindari dengan mengenali tanda-tanda kehamilan
beresiko serta segera datang ke petugas kesehatan bila ditemukan tanda-tanda bahaya
kehamilan

LI 6. Memahami dan menjelaskan hubungan suami istri diluar nikah dalam islam
Haram hukumnya seorang laki-laki menikahi seorang wanita yang sedang mengandung anak
dari orang lain. Karena hal itu akan mengakibatkan rancunya nasab anak tersebut.
Dalilnya adalah beberapa nash berikut ini:
Nabi SAW bersabda, "Janganlah disetubuhi (dikawini) seorang wanita hamil (karena zina)"
Nabi SAW bersabda, "Tidak halal bagi seorang muslim yang beriman kepada Allah dan hari
akhir untuk menyiramkan airnya pada tanaman orang lain." (HR Abu Daud dan Tirmizy)
Adapun bila wanita yang hamil itu dinikahi oleh laki-laki yang menghamilinya di luar nikah,
maka umumnya para ulama membolehkannya, dengan beberapa varisasi detail pendapat :
Pendapat Imam Abu Hanifah. Imam Abu Hanifah menyebutkan bahwa bila yang menikahi
wanita hamil itu adalah laki-laki yang menghamilinya, hukumnya boleh. Sedangkan kalau
yang menikahinya itu bukan laki-laki yang menghamilinya, maka laki-laki itu tidak boleh
menggaulinya hingga melahirkan.
Pendapat Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hanbal. Imam Malik dan Imam Ahmad bin
Hanbal mengatakan laki-laki yang tidak menghamili tidak boleh mengawini wanita yang
hamil. Kecuali setelah wanita hamil itu melahirkan dan telah habis masa 'iddahnya. Imam
Ahmad menambahkan satu syarat lagi, yaitu wanita tersebut harus sudah tobat dari dosa
zinanya. Jika belum bertobat dari dosa zina, maka dia masih boleh menikah dengan siapa
pun. Demikian disebutkan di dalam kitab Al-Majmu' Syarah Al-Muhazzab karya Al-Imam
An- Nawawi, jus XVI halaman 253.
Pendapat Imam Asy-Syafi'i Adapun Al-Imam Asy-syafi'i, pendapat beliau adalah bahwa baik
laki-laki yang menghamili atau pun yang tidak menghamili, dibolehkan menikahinya.
Sebagaimana tercantum di dalam kitab Al-Muhazzab karya Abu Ishaq Asy- Syairazi juz II
halaman 43.
Semua pendapat yang menghalalkan wanita hamil di luar nikah dikawinkan dengan laki-laki
yang menghamilinya, berangkat dari beberapa nash berikut ini :
Dari Aisyah ra berkata,`Rasulullah SAW pernah ditanya tentang seseorang yang berzina
dengan seorang wanita dan berniat untuk menikahinya, lalu beliau bersabda,`Awalnya
perbuatan kotor dan akhirnya nikah. Sesuatu yang haram tidak bisa mengharamkan yang
halal`. (HR Tabarany dan Daruquthuny).
Seseorang bertanya kepada Rasulullah SAW,`Isteriku ini seorang yang suka berzina`. Beliau
menjawab,`Ceraikan dia`. `Tapi aku takut memberatkan diriku`. `Kalau begitu mut`ahilah
dia`. (HR Abu Daud dan An- Nasa`i)

21

Apakah hukumnya jika wanita yang hamil diluar nikah itu ditikahkan? Kemudian apa status
anak tersebut secara humum Islam ?
Untuk masalah tersebut, tidak ada ayat Quran atau Hadits yang menegaskan untuk masalah
ini. Sehingga melahirkan 2 pendapat.
Pendapat Yang Membolehkan
Dari Imam As-SyafiI, syaratnya kedua keluarga dan pasangan tersebut tidak mengekspos
kepada yang lain, cukup mereka dan pihak Kantor Urusan Agama. Tujuannya, supaya yang
lain tidak melakukan perbuatan yang sama.
Ulama yang membolehkan juga menggambarkan, misal wanita yang dihamili oleh si A, boleh
dinikahi oleh si A walaupun belum lepas masa iddah karena masa iddah dipandang untuk
memperjelas siapa ayah biologis si anak karena selama masa iddah, si wanita tidak disentuh
oleh siapapun. Jadi, laki laki yang berzina dengan seorang wanita, kemudian wanita tersebut
hamil, maka laki-laki itu boleh menikahi wanita itu, karena sudah jelas bahwa anak yang
dikandung tersebut adalah anak laki-laki tersebut.
Riwayat Sebuah Hadits
" Sesungguhnya Ummar pernah pukul seorang laki-laki dan wanita yang berzina, kemudian
Ummar menyuruhnya untuk menikahi, akan tetapi laki-laki tersebut menolaknya (AlMughni) "
Pendapat Yang Melarang atau Mengharamkan
Sebagian ulama lagi mengatakan tidak halal untuk ditikahkan, walaupun laki-laki tersebut
yang menghamilinya, kecuali jika wanita tersebut telah melahirkan.
Surat At-Thalaq ayat 4,
" . . . . wanita yang mengandung, iddahnya adalah setelah dia melahirkan anaknya "
Begitu juga melalui riwayat sebuah hadits, dari Imam Ibnu Qudamah Al Maqdasi di dalam
Asy-Syarhul Kabier 7 : 502
" . . . tidak boleh dicampuri seorang wanita yang hamil, kecuali setelah dia melahirkan "
Ada juga dari sebuah hadits
" Seorang laki-laki yang berhubungan badan dengan seorang wanita lalu wanita tersebut
mengandung, kemudian dia bertanya kepada Rasul SAW, lalu nabi berkata, pisahkan
mereka."Imam Ibnu Taimiyah, sebelum bayi tersebut lahir atau istibro lalu bersih dari nifas.
Dari Ibnu Abbas R.A.
"Seorang laki-laki datang kepada Nabi Muhammad SAW, sesungguhnya istriku tidak
menolak dengan tangan penyentuh, Nabi bersabda ceraikanlah dia, lalu si laki-laki berkata
nafsuku kepadanya. Nabi bersabda, kalau begitu bersenang-senanglah dengannya
Hanya saja, untuk kesimpulan permasalahan diatas, jika ingin selamat maka tunggulah
sampai wanita hamil tersebut melahirkan anaknya, atau sampai haid sekali, bahkan lebih baik
lagi jika melewati dulu 3 kali masa haid.
Adapun Status anak tersebut di dalam Islam

22

Anak tersebut tidak mendapatkan hak wali, juga tidak mendapatkan hak waris dari garis
Ayahnya, kalau dari garis Ibu, kakek dan neneknya dia mendapatkannya

23

Anda mungkin juga menyukai