Anda di halaman 1dari 47

1

A. Judul
Pengaruh Suhu Pengarangan Terhadap Kualitas Briket
Bungkil Biji Kapuk (Ceiba pentandra)
B. Bidang Kajian
Kimia Fisika
C. Latar Belakang Masalah
Sumber energi fosil semakin lama akan semakin
langka dan akan meresahkan kehidupan manusia apabila
energi fosil seperti minyak bumi dan batu bara telah
habis, sehingga penggunaan energi alternatif menjadi hal
yang tepat untuk menghemat energi fosil dan menjaga
agar tidak cepat punah. Masalah ini membutuhkan solusi
yang tepat dan diharapkan bahan yang digunakan mudah
didapatkan,

salah

satu

caranya

adalah

dengan

Pemanfaatan bungkil biji kapuk yang diubah menjadi


briket. Kementrian BUMN mengatakan bahwa data
produksi tanaman kapuk tahun 2012 mencapai 1,4 ton
dengan luas area 4,5 ha. Adanya tanaman kapuk yang
berlimpah memungkinkan limbah yang dihasilkan juga
semakin banyak, dengan memanfaatkan limbah tersebut
sebagai briket maka akan menambah nilai ekonomis
bungkil biji kapuk.

Menurut Kurniawan dan Marsono (2008), Briket


adalah bahan bakar padat yang dapat digunakan sebagai
sumber energi alternatif dan mempunyai bentuk tertentu.
Beberapa bahan yang berpotensi sebagai bahan dasar
pembuatan briket seperti, bungkil biji jarak pagar, sekam
padi, serbuk gergaji, tempurung kelapa, tongkol jagung.
Bahan ini diubah menjadi arang, selanjutnya dihaluskan
dicampurkan dengan perekat dengan perbandingan yang
telah ditetapkan melalui proses pencetakan terbentuk
menjadi briket.
Arang merupakan bahan padat yang berpori dan
merupakan hasil dari proses karbonisasi bahan yang
mengandung karbon dengan menghilangkan kandungan
air dan komponen minyak atsiri dari tumbuhan. Prinsip
proses karbonisasi adalah pembakaran biomassa tanpa
adanya oksigen, sehingga yang terlepas hanya bagian
yang menguap saja,

sedangkan karbonnya tetap tinggal

di dalamnya. Suhu karbonisasi sangat berpengaruh


terhadap arang yang dihasilkan, sehingga penentuan suhu
yang tepat akan menentukan kualitas arang (Pari dan
Hartoyo, 1983).

Bungkil biji kapuk merupakan biomassa hasil


samping dari proses pengepresan biji kapuk yang hanya
dimanfaatkan sebagai makanan ternak dan pupuk.
Apabila diperhatikan bungkil biji kapuk seperti halnya
bungkil biji jarak, memiliki komponen atau senyawa yang
sama sehingga juga berpotensi sebagai sumber energi.
Adapun senyawa dan komposisi biji jarak menurut Tanri
Alim (2013) adalah air 12,11%, protein 18%, minyak
2,5%, total karbohidrat 13%, serat 12,5% dan abu 5,80%.
Sedangkan senyawa dan komposisi biji kapuk adalah air
13 %, protein 29%, minyak 6%, total karbohidrat 20%,
serat 20% dan abu 6% (Fashihatul Aini, 2012). Syarat
utama bahan briket adalah mengandung karbon, jika
dilihat dari komposisi kedua bahan tersebut bahan yang
mengandung karbon terdapat pada protein, minyak,
karbohidrat dan serat, dimana jumlah prosentase yang
dimiliki biji kapuk lebih tinggi dibandingkan dengan biji
jarak sehingga hal ini memungkinkan bahwa bungkil biji
kapuk juga memiliki potensi yang sama seperti bungkil
biji jarak yaitu mampu dimanfaatkan sebagai sumber
energi alternatif briket.

Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas


briket adalah suhu karbonisasi yang berpengaruh terhadap
nilai kalornya selain kadar abu dan kadar air. Semakin
tinggi suhu maka proses karbonisasi bahan menjadi arang
akan semakin cepat pula. Nilai suhu berbanding lurus
dengan nilai kalor dimana ketika suhu dinaikkan, maka
nilai kalor yang dihasilkan semakin tinggi, namun
demikian

ketika

suhu

terlalu

tinggi

maka

akan

mengakibatkan bahan mengabu oleh karena itu suhu perlu


untuk diperhatikan dalam proses pengarangan.
Hasil Ressi Muharyani, (2012) suhu karbonisasi
optimal untuk Jerami Padi adalah 500oC selama 15 menit
dan

batu bara

adalah 550oC selama 45 menit

menghasilkan nilai kalor sebesar

5117,86 kal/g. Puji,

(2011) kondisi optimal proses pada briket sekam padi,


yaitu suhu 390

dan waktu 90 menit menghasilkan kalor

sebesar 5609,453 kal/g, selain itu, pada penelitian tentang


briket bungkil biji jarak didapatkan nilai kalor rata-rata
sebesar 4339 kal/g menggunakan suhu 300

dan waktu

90 menit (Ari, 2008). Wahyusi, (2012) mengatakan


bahwa nilai kalor tertinggi yang dihasilkan oleh briket

arang kulit kacang tanah pada suhu 250

adalah 6536,98

kal/g.
Dengan adanya permasalahan tersebut, maka
perlu adanya sebuah penelitian tentang Pengaruh Suhu
Pengarangan Terhadap Kualitas Briket Bungkil Biji
Kapuk (Ceiba pentandra).
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat diuraikan
rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh

suhu terhadap kadar air briket

bungkil biji kapuk?


2. Bagaimana pengaruh

suhu terhadap kadar abu briket

bungkil biji kapuk?


3. Bagaimana pengaruh

suhu terhadap nilai kalor briket

bungkil biji kapuk?


E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan
penelitian dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Mengetahui pengaruh

suhu terhadap kadar air briket

bungkil biji kapuk.


2. Mengetahui pengaruh suhu terhadap kadar abu briket
bungkil biji kapuk.

3. Mengetahui pengaruh suhu terhadap nilai kalor briket


bungkil biji kapuk.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat :
Untuk menambah wawasan serta informasi
mengenai potensi dan kualitas briket bungkil biji kapuk
G. Definisi

Operasional,

Asumsi

dan

Pembatasan

Masalah
a. Definisi Operasional
a. Bungkil biji kapuk adalah bungkil yang di ambil dari
hasil pengepresan biji kapuk randu ( ceiba pentandra )
yang diambil dari Pandaan kabupaten Pasuruan
b. Briket biji kapuk adalah bahan bakar padat yang dibuat
dengan bahan dasar bungkil biji kapuk randu dengan
campuran perekat kanji.
c. Perekat yang digunakan berasal dari tepung kanji
d. Kalorimeter

adalah instrumen yang digunakan untuk

mengukur nilai kalor pada briket bungkil biji kapuk.


b. Asumsi
Kerapatan partikel dari briket akan berpengaruh
terhadap kualitias briket.

c. Pembatasan Masalah
Berdasarkan

masalah

yang

telah

dirumuskan

penelitian ini dibatasi pada permasalahan pembuatan


briket menggunakan bahan dasar bungkil biji kapuk randu
( ceiba pentandra ) yang diambil dari hasil pengepresan
biji kapuk di Pandaan kabupaten Pasuruan , dan
dilanjutkan untuk mengetahui kualitas dari briket dengan
melakukan uji kadar air, uji kadar abu serta uji nilai kalor.

H. Kajian Pustaka
1. Teori teori yang Mendukung
a. Bungkil biji kapuk
Pohon kapuk (Ceiba petandra) merupakan salah satu
komoditi perkebunan yang penting dalam pembangunan
sub sektor perkebunan, antara lain untuk memenuhi
kebutuhan domestik, maupun sebagai komoditas ekspor
penghasil devisa negara. Pohon ini tumbuh hingga
setinggi 60-70 m dan memiliki batang pohon yang cukup
besar hingga mencapai diameter 3 m. Pohon ini banyak
ditanam di Asia, terutama di pulau Jawa, Indonesia, di
Malaysia, Filipina dan Amerika Selatan (wira, 2008).

Biji

kapuk

jika

dilakukan

pengepresan

dapat

menghasilkan minyak yang dapat dimanfaatkan sebagai


bahan

baku

biodiesel,

bahan

sabun

dan

lain

sebagainya.Bungkil biji kapuk mengandung 13% air, 6%


abu, 20% serat kasar, 6% minyak, 29% protein, dan 20%
karbohidrat. Adapun bentuk bungkil biji kapuk dapat
dilihat pada gambar di bawah ini :

Gambar 1. Bungkil biji kapuk


(www.google.com )

b. Briket
Briket merupakan salah astu sumber energy alternatif
yang dapat digunakan untuk menggantikan sebagian dari
kegunaan sumber energi fosil. Briket merupakan bahan
bakar yang berwujud padat dan berasal dari sisa-sisa
bahan organik. Bahan baku pembuatan arang biobriket
pada umumnya berasal dari, tempurung kelapa, serbuk
gergaji,

dan

bungkil

sisa

pengepresan

biji-bijian

(Budiman, 2010).
Briket merupakan salah satu bahan bakar alternatif
yang bisa dikembangkan, karena selain dari tahapan
proses

pembuatannya

yang

mudah

dilakukan,

ketersediaan bahan bakunya yang berlimpah dan juga


mudah didapatkan. Untuk mengetahui kualitas yang baik
pada bahan bakar briket yang dihasilkan dapat dilihat dari
hasil pengujian kimia meliputi kadar air, kadar abu dan
nilai kalor.
Briket merupakan bahan bakar padat yang dapat
digunakan

sebagai

sumber

energi

alternatif

yang

mempunyai bentuk tertentu. Proses pembriketan adalah


proses

pengolahan

yang

mengalami

perlakuan

penumbukan, pengarangan, pencampuran bahan baku

10

dengan perekat, pencetakan dengan sistem hidrolik dan


pengeringan pada kondisi tertentu, sehingga diperoleh
briket yang mempunyai bentuk, ukuran fisik, dan sifat
kimia tertentu. (Aisyah, 2012). Adapun bentuk fisik
briket adalah sebagai berikut.

Gambar 2. Briket Arang


Sumber: (www.google.com )
Beberapa parameter kualitas briket yang akan
mempengaruhi pemanfaatannya Antara lain:
1. Kandungan air
Kadar air briket adalah perbandingan berat air yang
terkandung dalam briket dengan briket kering setelah
mengalami proses pengovenan. Adapun peralatan yang

11

digunakan dalam pengujian kadar air Antara lain : oven,


cawan kedap udara, timbangan dan desikator. Kadar air
briket sangat berpengaruh terhadap nilai kalor atau nilai
panas yang akan dihasilkan. Hal ini dikarenakan panas
yang dimiliki oleh briket digunakan terlebih dulu untuk
me ngeluarkan air yang ada, sebelum kemudian
menghasilkan panas yang dapat digunakan sebagai panas
pembakaran.Kandungan air yang tinggi pada briket akan
menyulitkan penyalaan sehingga briket sulit terbakar.
Biobriket memiliki kadar air maksimal menurut Standar
Industri Nasional untuk ekspor tidak boleh lebih dari 8%.
(Kurniawan dan Marsono, 2008: 42 dalam Sw, Titin)
2. Kandungan abu
Apabila briket dibakar secara sempurna zat yang
tinggal ini disebut abu. Abu briket memiliki kandungan
yang bermacam - macam zat mineral seperti silika,
lempung, kalsium serta magnesium. Kadar abu yang ada
pada briket akan menimbulkan pengotoran Briket dengan
kandungan abu yang tinggi sangat tidak menguntungkan
karena akan membentuk kerak. ( Hendra, 2007 ).

12

3. Nilai kalor
Salah satu sifat yang sangat penting dari suatu bahan
bakar adalah nilai kalor. Penentuan nilai kalor suatu
bahan bakar dapat dilakukan dengan pengujian maupun
dengan perkiraan berdasarkan komposisi dasar bahan
bakar tersebut.
( Wahyudi, 2006 ). Makin tinggi nilai kalori briket makin
bagus

kualitas

briket

tersebut

karena

efisiensi

pembakarannya tinggi.

c. Syarat Pembuatan Briket


1. Bahan
Secara umum, syarat utama bahan dasar untuk
membuat arang ialah semua bahan yang mengandung
karbon, baik berasal dari

tumbuhan, maupun barang

tambang.
Briket dapat dibuat dari bermacam macam
bahan baku
seperti,

sekam

padi,

ampas

jarak

pagar,

serbuk

gergaji,tempurung kelapa. Faktor jenis bahan baku sangat


mempengaruhi besarnya nilai kalor bakar briket arang
yang akan dihasilkan. Kadar karbon terikat yang tinggi

13

akan menyebabkan tingginya nilai kalor. Semakin besar


kadar karbon briket maka semakin tinggi pula nilai kalor
pada briket. ( Winarni, 2003 )
2. Perekat
Sifat alamiah serbuk arang cenderung saling
memisah antara satu dengan yang lainnya, dengan adanya
kenyataan yang seperti itu perlu adanya bahan lain yang
memiliki kemampuan untuk mengikat serbuk-serbuk
arang. Perekat akan berfungsi merekatkan butir-butir
arang agar dapat dibentuk sesuai dengan kebutuhan.
Perekat adalah suatu zat atau bahan yang
memiliki kemampuan untuk merekatkan dua benda agar
tidak mudah hancur. Dengan adanya penggunaan atau
pemakaian bahan perekat, maka ikatan antar partikel
serbuk arang akan semakin kuat, butir butiran arang
akan saling mengikat yang menyebabkan air terikat dalam
pori-pori arang. Penggunaan bahan perekat dimaksudkan
untuk menarik air dan membentuk tekstur yang padat atau
mengikat dua substrat yang direkatkan. Adanya perekat
susunan partikel akan semakin baik, tekstur akan lebih
baik. Adanya penambahan kadar perekat yang sesuai

14

pada pembuatan briket akan meningkatkan nilai kalor


briket.
Terdapat

dua

macam

perekat

yang

biasa

digunakan dalam pembuatan briket, yaitu perekat yang


berasap (tar, molase, dan pitch), dan perekat yang tidak
berasap (pati dan dekstrin tepung beras). Kadar perekat
dalam briket tidak boleh terlalu tinggi karena dapat
mengakibatkan penurunan mutu briket arang yang sering
menimbulkan

banyak

asap.

Kadar perekat

yang

digunakan umumnya tidak lebih dari 5%. (Triono, 2006)


Sifat perekat tapioka jika dicampur dengan air
panas akan menjadi liat. Lem kanji memiliki karakteristik
viskositas rekat tinggi, kejernihan tinggi dan stabilitas
pembekuan tinggi. Lem kanji merupakan perekat nabati
yang terpenting dimana dapat dibuat dengan cara yang
paling sederhana yaitu dengan mendidihkan tepung kanji
dengan air. (Anonim, 2013).

15

d. Tahapan Pembuatan Briket


Proses karbonisasi, atau pengarangan adalah proses
mengubah bahan baku asal menjadi karbon berwarna
hitam melalui pembakaran dalam ruang tertutup dengan
udara yang terbatas, atau seminimal mungkin.
1. Karbonisasi
Prinsip proses karbonisasi adalah

pembakaran

biomassa, tanpa adanya oksigen, sehingga yang terlepas


hanya bagian volatile matter, sedangkan karbonnya tetap
tinggal di dalamnya. Temperatur karbonisasi akan sangat
berpengaruh terhadap arang yang dihasilkan, sehingga
penentuan temperatur yang tepat akan menentukan
kualitas arang (Pari dan Hartoyo, 1983)
Menurut Stevens dan Verhe (2004), pembakaran
biomassa akan mengubah bahan anorganik menjadi abu.
Selama pembakaran, oksigen berkombinasi dengan
karbon membentuk karbondioksida, air dan energi panas.
Selama tahap pertama proses pembakaran, kandungan air
diuapkan untuk mengeringkan bahan, dan kemudian
bahan volatil dikeluarkan dan terbakar. Selanjutnya,
biomassa padat diubah menjadi volatil dan arang padat.

16

2. Penggilingan Arang
Penggilingan ini dilakukan untuk memperkecil
ukuran dari serbuk arang,dimana ukuran serbuk ini
berpengaruh terhadap kerapatan briket arang. Semakin
halus serbuk, maka kerapatan yang dimiliki juga semakin
tinggi. Semakin halus partikel akan semakin baik
terhadap briket yang dihasilkan. Untuk menghasilkan
briket yang baik, ukuran pertikelnya harus homogen.
Ukuran partikel yang terlalu besar akan mempersulit
proses perekatan, sehingga mengurangi ketahanan tekan
briket yang dihasilkan. Sebaiknya, partikel mempunyai
ukuran 40-60 mesh (Mikrova, 1985)

3. Pencampuran Serbuk dengan Perekat


Sifat ilmiah bubuk arang cenderung saling memisah.
Dengan

bantuan bahan perekat atau lem, butir-butir

arang dapat disatukan dan dibentuk sesuai dengan


kebutuhan. Namun, permasalahannya terletak pada jenis
bahan perekat yang akan dipilih. Penentuan bahan perekat
yang digunakan sangat berpengaruh terhadap kualitas
briket ketika dibakar dan dinyalakan.

17

Ari (2008) membagi cara mengerasnya perekat ke


dalam lima cara, yaitu :
a. Kehilangan air, seperti perekat tapioka
b. Kehilangan air yang diikuti oleh reaksi kimia, seperti
perekat kasein dan kedelai
c. Pendinginan sehingga terbentuknya gelatin yang diikuti
oleh kehilangan air, seperti perekat-perekat hewan
d. Pemanasan hingga suhu tertentu, seperti perekat dari
darah
e. Reaksi kimia pada suhu kamar, atau suhu tinggi, seperti
perekat-perekat sintetis.

4. Pencetakan Briket
Tujuan pencetakan adalah untuk terjadinya interaksi
antara bahan perekat dengan yang direkatkan. Setelah
keduanya bercampur dan adanya tekanan, maka perekat
yang masih cair akan mengalir ke segala arah permukaan
bahan. Saat aliran terjadi perekat akan berpindah dari
permukaan yang diberi perekat ke permukaan yang masih
belum terkena oleh perekat. Tekanan juga berfungsi
untuk menyebarkan perekat ke dalam celah-celah dan ke
seluruh permukaan arang, tekanan yang besar akan

18

mengakibatkan ikatan antara molekul-molekul arang akan


semakin kuat dikarenakan jarak ikatan antara atom
atom penyusun arang akan semakin pendek.
Pada umumnya, semakin tinggi tekanan, maka briket
yang dihasilkan akan memiliki kerapatan dan keretakan
yang tinggi.

Besarnya tekanan pengempaan akan

berpengaruh terhadap kerapatan dan porositas briket


arang yang dihasilkan. Briket yang terlalu padat akan sulit
terbakar, sedangkan briket yang kurang padat dapat
mengakibatkan terurainya briket pada saat pembakaran,
sehingga menimbulkan kesan tidak bersih, meskipun laju
pembakarannya cepat (Kamaruddin dan Irwanto, 1989
dalam Ari 2008).
Pencetakan arang bertujuan untuk memperoleh
bentuk

yang

seragam

dan

memudahkan

dalam

pengemasan, serta penggunaannya. Pencetakan briket


akan memperbaiki penampilan dan mengangkat nilai
jualnya. Oleh karena itu, bentuk ketahanan briket yang
diinginkan tergantung dari alat pencetak yang digunakan.
Ada berbagai macam alat pencetak yang dapat dipilih,
mulai dari yang paling ringan hingga super berat,
tergantung

tujuan

penggunaanya.

Setiap

cetakan

19

menghendaki kekerasan, atau kekuatan pengempaan


sampai nilai tertentu sesuai yang diinginkan.

5. Pengeringan
Briket yang dihasilkan setelah proses pencetakan
masih mengandung air yang cukup tinggi sekitar 50%,
oleh karena itu perlu dilakukan proses pengeringan untuk
mengurangi kadar airnya serta mengeraskankan tekstur
briket. Pengringan dapat dilakukan dengan berbagai
macam alat pengering, seperti oven atau pengeringan
secara alami dengan memanfaatkan sinar matahari.
Suhu dan waktu pengeringan tergantung pada kadar
air yang ada pada briket. Suhu pengeringan yang umum
dilakukan

adalah

60oC

selama

menggunakan oven.(Triono, 2006)

24

jam

dengan

Pada penelitian

Achmad (1991) dalam Ari (2008) menunjukkan lama


penjemuran briket yang optimum adalah tiga hari.

6. Kualitas Briket
Kualitas

briket

pada

umumnya

ditentukan

berdasarkan beberapa parameter antara lain ditentukan


oleh kadar air, kadar abu, dan nilai kalor. Sedangkan

20

standart kualitas briket secara baku telah ditetapkan


dalam SNI No. 1/6235/2000.
Adapun

standart

kualitas

briket

secara

baku

tercantum pada tabel 3.


Tabel 1. Mutu Briket Berdasarkan SNI No. 1/6235/2000
Standar Mutu Briket
Parameter
Arang Kayu (SNI
No. 1/6235/2000)
Kadar Air
8
(%)
Kadar Abu
8
(%)
Kadar
77
Karbon (%)
Nilai Kalor
5000
(kal/g)
Sumber: Sumber: Badan standarisasi nasional.2000
7. Kalorimeter Bom
Bom kalorimeter adalah alat yang digunakan untuk
mengukur
pembakaran

jumlah

kalor

sempurna

yang dibebaskan

(dalam O2

berlebih)

pada
suatu

senyawa, bahan makanan dan bahan bakar. Sejumlah


sampel ditempatkan pada tabung beroksigen yang
tercelup dalam medium penyerap kalor dan sampel akan
terbakar oleh api listrik dari kawat logam yang terpasang
dalam tabung. Kalorimeter bom merupakan kalorimeter

21

yang khusus digunakan untuk menentukan kalor dari


reaksi-reaksi pembakaran (Anonim, 2012). Syachry
(1985) mengatakan bahwa Kalorimeter bom adalah
suatu alat yang digunakan untuk menentukan panas yang
dibebaskan oleh suatu bahan bakar dan oksigen pada
volume tetap. Bomb kalorimeter yang digunakan harus
dipastikan dalam keadaan bersih dan kering. (Padang,
2008)
Kalorimeter bom bekerja dengan prinsip adiabatic,
yang berarti tidak ada kalor yang masuk ataupun keluar
dari sistem, sehingga kondisinya ideal. Kalorimeter bom
pada tahap awal pengukuran nilai kalor adalah siapkan 2
liter air, kemudian dimasukkan ke dalam oven bucket.
Sampel ditimbang 1 gram dari bahan bakar yang diuji dan
dimasukkan ke dalam combustion campsule, pasang
kawat sepanjang 10 cm sehinngga mengenai bahan bakar
yang diuji tanpa mengenai permukaan besi combustion
capsule dengan menggunakan bantuan bomb head
support stand, dimasukkan 1 gram bahan bakar yang diuji
dalam combustion capsule tadi bersama dengan kawat ke
dalam oxygen bomb. Hubungkan semua peralatan
calorimeter bom dengan listrik. Isi oxygen bomb pada

22

tekanan 30-35 atm menggunakan bantuan auto charger.


Setelah selesai masukkan oxygen bomb oval bucket yang
telah terisi air, kemudian masukkan oval bucket ke dalam
adiabatic calorimeter, lalu ditutup. Pindahkan posisi
switch ke posisi on. Kemudian disamakan suhu dari air di
oval

bucket

dengan

suhu

water

jacket

dengan

menggunakan switch hod/cold. Setelah sama, catat suhu


yang terjadi. Kemudian bakar bahan yang akan diuji.
Beberapa saat kemudian, catat kembali suhu yang terjadi
pada air (catat temperatur maksimum yang tercapai).
Kemudian alat dimatikan dan bomb dikeluakan, diukur
panjang kawat yang tersisa pada bomb head support
stand. Setelah itu hitung selisih temperatur diair pada
kondisi awal dengan kondisi setelah terjadi pembakaran.
Selisih tersebut dikalikan dengan standard benzoid
dengan tabung warna hijau, setelah itu hitung sisa kawat
yang terbakar. (Tirono, M, dan Sabit, Ali, 2011)
Nilai kalor bahan bakar adalah suatu besaran
menunjukkan nilai energi kalor yang dihasilkan dari suatu
proses pembakaran setiap satuan massa bahan bakar.
Bahan bakar yang banyak digunakan adalah umumnya
berbentuk senyawa hidrokarbon

23

Beberapa nilai kalor dari bahan bakar disajikan pada


tabel di bawah ini:
Tabel 4. Nilai kalor rata-rata dari beberapa jenis bahan
bakar
Bahan
Nilai kalor
bakar
(kal/g)
Kayu (kering
mutlak)

4491,2

Batu
bara
muda (lignit)

1887,3

Batubara

6999,5

Minyak bumi
(mentah)

10081,2

Bahan bakar
minyak

10224,6

Gas alam

9722,9

Sumber : makalah Yudanto dan Kusumaningrum

24

Gambar 3. Kalorimeter
Sumber : (www.google.com)

25

2. Kerangka konseptual dan Hipotesis Penelitian


Bungkil biji kapuk
karbonisasi
Perekat

ditambahkan

Arang bungkil biji


kapuk

Briket biji kapuk

Uji nilai kalor

Uji kadar air

Nilai kalor bahan bakar


adalah besarnya panas
yang diperoleh dari
pembakaran suatu jumlah
tertentu bahan bakar
dengan menggunakan
bom kalorimeter

Perbandingan
Nilai kalor
sesuai SNI No.
1/6235/2000)

Uji kadar abu

Pengeringan adalah
proses pelepasan
sebagian air suatu
bahan. Tingginya
kadar air pada bahan
bakar mengakibatkan
sulit terbakar

Perbandingan
Kadar air sesuai
SNI No.
1/6235/2000)

Gambar 3. Kerangka konseptual

Adanya komponen
yamg tersisa pada
saat pengabuan inilah
yang dikatakan kadar
abu. Semakin
tingginya kadar abu
pada briket akan
merugikan karena
akan membentuk
kerak

Perbandingan
Kadar abu SNI No.
1/6235/2000)

26

I. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini termasuk penelitian eksperimen
2. Sasaran Penelitian atau Populasi dan Sampel
Populasi

: bungkil biji kapuk

Sampel

: bagian dari bungkil biji kapuk

3. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian ini The Postest Only Control
Group Design. Rancangan tersebut dapat digambarkan
sebagai berikut :

P1

O1

P2

O2

P3

O3

Gambar 4. Rancagan penelitian

Keterangan :
R

= Bungkil biji kapuk

27

P1, P2, P3

= suhu 2500C ,3000C dan 3500C

O1, O2, O3 = nilai kalor kadar abu dan kadar air


dari briket

4. Variabel Penelitian
a. Variabel bebas

: suhu

b. Variabel terikat

: nilai kalor, kadar air dan kadar abu

c. Variabel kontrol

: waktu, perekat, ukuran partikel

5. Tempat dan Waktu Penelitian


a. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Fisika
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya
b. Waktu Penelitian
Penelitian dimulai pada bulan Juni - Juli 2014

6. Alat dan Bahan yang digunakan


a. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
cetakan briket, eksikator, neraca analitik, shaking screen
(ayakan) 60 mesh, tanur, kalorimeter bom , alu, lumpang,

28

cawan porselen, cawan krush, spatula, kaca arloji, gelas


kimia, kaca alroji, gelas ukur, piknometer dan kompor
listrik
b. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
bungkil biji kapuk, tepung tapioka, akuades

7. Prosedur Penelitian
a. Pengolahan bahan
Bahan diambil dari hasil sisa pengepresan biji kapuk di
daerah Pandaan kabupaten Pasuruan

b. Pembuatan Perekat
Tepung tapioka (tepung kanji) ditimbang sebanyak 30
gram lalu dicampur dengan air sebanyak 100 mL dan air
mendidih sebanyak 400 ml sehingga terbentuk lem kanji
yang siap digunakan (Hanania, 2013)
c. Pembuatan Briket
a. Pengarangan
Proses pengarangan pada penelitian ini menggunakan
tanur merupakan alat pemanas seperti oven dengan suhu
antara 0oC -1000oC. Sedangkan langkah-langkah yang

29

dilakukan pada proses pengarangan adalah sebagai


berikut. Tahap pertama, bungkil biji kapuk dimasukkan
cawan, kemudian
300oC,

350oC.

ditanur dengan variasi suhu 250oC,


Sampel

yang

dipanaskan

diulangi

sebanyak 3 kali, dan waktu pemanasan diberikan selama


1 jam. Kemudian, bahan ditumbuk menjadi bentuk serbuk
dan diayak.
b. Pencampuran bungkil biji kapuk dengan perekat
Arang dari ampas biji kapuk yang sudah jadi, kemudian
dicampurkan dengan perekat yang sudah disiapkan.
c. Pencetakan
Adonan dimasukkan kedalam alat cetakan, kemudian
dikempa hidrolik manual.
d.

Pengeringan
Pengeringan dilakukan dengan menjemur dibawah sinar
matahari secara langsung selama 2 hari (Tirono, M, dan
Sabit, Ali, 2011)

e. Penentuan Kadar Air


Penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan 1
gram briket dalam oven bersuhu 105oC selama 3 jam,

30

kemudian didinginkan dalam eksikator sampai diperoleh


berat konstan. Perhitungan kadar air :

mb mk
x100%
ms
Keterangan:
mb = berat cawan dan sampel sebelum dioven(g)
mk = berat cawan dan sampel setelah dioven (g)
ms = berat cawan dan sampel sebelum dioven berat
cawan(g) ( Sudarmadji,1997 ).
f.

Penentuan Kadar Abu


Penentuan

kadar

abu

briket

dilakukan

dengan

menggunakan cawan krus. Tahapan yang dilakukan


adalah 1 gram briket dimasukkan ke dalam cawan yang
telah diketahui beratnya, sampel tersebut dipanaskan
dalam tanur dimulai pada suhu rendah, kemudian
dinaikkan sampai 300oC sampai 600oC selama 3 jam,
didinginkan selama 10 menit dalam desikator kemudian
dilakukan penimbangan. Ulangi pemanasan sampai
diperoleh berat konstan.
Perhitungan kadar abu:
Keterangan:
B = berat cawan dan tutup cawan (g)

31

A = berat cawan, tutup cawan dan sampel (g)


D = berat cawan, tutup cawan dan residu (g)
C = berat sampel = (A-B)
F = berat residu = (D-B)
( sudarmadji.1997 )

g. Penentuan Nilai Kalor


Sampel ditimbang 1 gram dari bahan bakar yang diuji dan
dimasukkan ke dalam combustion campsule, pasang
kawat sepanjang 10 cm sehinngga mengnenai bahan
bakar yang diuji tanpa mengenai permukaan besi
combustion capsule dengan menggunakan bantuan bomb
head support stand, dimasukkan 1 gram bahan bakar yang
diuji dalam combustion capsule tadi bersama dengan
kawat kedalam oxygen bomb. Hubungkan semua
peralatan bomb calorimeter dengan listrik. Isi oxygen
bomb dengan oksigen, pada tekanan 30-35 atm
menggunakan bantuan auto charger. Setelah selesai
masukkan oxygen bomb oval bucket yang telah terisi air,
kemudian masukkan oval bucket ke dalam adiabatic
calorimeter, lalu ditutup. Pindahkan posisi switch ke
posisi on. Kemudian disamakan suhu dari air di oval

32

bucket dengan suhu water jacket dengan menggunakan


switch hod/cold. Setelah sama, catat suhu yang terjadi.
Kemudian bakar bahan yang akan diuji. Beberapa saat
kemudian, catat kembali suhu yang terjadi pada air (catat
temperatur maksimum yang tercapai). Kemudian alat
dimatikan dan bomb dikeluakan, diukur panjang kawat
yang tersisa pada bomb head support stand. Setelah itu
hitung selisih temperatur diair pada kondisi awal dengan
kondisi setelah terjadi pembakaran. Selisih tersebut
dikalikan dengan standard benzoid dengan tabung warna
hijau, setelah itu hitung sisa kawat yang terbakar (Tirono,
M, dan Sabit, Ali, 2011).

33

8. Kerangka Operasional penelitian


1. Tahap pengarangan
a. Pengarangan suhu 2500C
80 g bungkil biji
kapuk

Arang bungkil
biji kapuk

Dimasukkan cawan
porselin
Ditanur pada suhu
2500C selama 1 jam
Diambil hasilnya

34

b. Pengarangan suhu 3000C


80 g bungkil biji
kapuk
Dimasukkan cawan
porselin
Ditanur pada suhu 3000C
selama 1 jam
Diambil hasilnya

Arang bungkil
biji kapuk

35

c. Pengarangan suhu 350 0C


80 g bungkil biji
kapuk

Dimasukkan cawan
porselin
Ditanur pada suhu 3500C
selama 1 jam
Diambil hasilnya

Arang bungkil
biji kapuk

36

2. Tahap pembuatan perekat


100 ml air

30 g tapioka
Dicampurkan

Campuran tapioka dan air

Perekat

Dimasukkan ke dalam 400


ml air mendidih
Diaduk hingga mengental

37

3. Tahap pembuatan briket


Arang

Ditumbuk hingga halus


Diayak

Partikel dengan
ukuran 40 mesh
Diaduk hingga rata
Dicetak sesuai keinginan

Briket

38

4. Tahap pengeringan

Briket basah

Briket kering

Dikeringkan
dibawah sinar
matahari selama 2
hari

39

5. Tahap uji kadar air


1 g briket

Dimasukkan cawan krush


Dioven dengan suhu 1050C
selama 3 jam
Didinginkan di desikator 5 menit
Ditimbang
Dioven lagi 30 menit
Didinginkan 5 menit
Ditimbang
Diulangi hingga didapatkan berat
konstan

Hasil
Keterangan :
hasil = kadar air briket

40

6. Kadar abu

1 g briket kering

Dimasukkan cawan krush


Ditanur pada suhu 6000C
selama 3 jam
Didinginkan di desikator
Ditimbang

Hasil

Keterangan
Hasil = kadar abu briket
BBbriket

41

7. Penentuan nilai kalor


1 gram briket
- ditumbuk
- diukur dengan bomd kalorimeter

Hasil

Keterangan
Hasil = nilai kalor briket

Gambar 5. Kerangka Operasional Penelitian

9. Teknik Analisis Data


Teknik analisis data dari hasil penelitian ini deskriptif
kuantitatif. Data yang diperoleh dari penelitian adalah
kadar air, kadar abu dan nilai kalor akan dibandingkan
dengan standart mutu kualitas briket yang telah
ditentukan berdasarkan pada SNI No. 1/6235/2000.

42

J. Jadwal Penelitian
Bulan
No

Kegiatan

Febapril

Bimbingan dan
1.

menyusun
proposal skripsi

2.

3.

4.

Ujian proposal
skripsi
Revisi proposal
skripsi
Persiapan alat
dan bahan
Tahap penelitian

5.

- Pengarangan
- Pembuatan

Mei

Jun

Jul

Agus

43

perekat
- Pembuatan
briket
- uji kadar air,
kadar abu
- uji nilai kalor
Penyusunan
6.

draft proposal
skripsi

7.

Ujian skripsi

8.

Revisi skripsi

K. Daftar Pustaka
Aini, Fashihatul. 2012. Hubungan Antara Waktu Penyimpanan
dan Nilai Viskositas Biodiesel Minyak Biji Kapuk (Ceiba
pentandra). Skripsi yang tidak dipublikasikan. Surabaya :
Universitas Negeri Surabaya
Triwahyuni,Ari.2008.Pemanfaatan Bungkil Biji Jarak Pagar
(Jatropha curcas L) sebagai Bahan Bakar Biomassa
(Briket)
Menggunakan
Perekat
Tapioka
dan

44

Gaplek.Skripsi yang dipublikasikan.Fakultas Teknologi


Industri Pertanian.Institut Pertanian Bogor
Aisyah.

2012.
Pengertian
Briket.
http://ummuworld.blogspot.com/2013/08/pengertianbriket.html. Diakses pada tanggal 8 februari 2013.

Anonym.2013.Manfaat Tapioka dalam Proses Pembuatan Kertas.


http://mageta1989.blogspot.com/2013/12/manfaattapioka-dalam-proses-pembuatan.html. Diakses pada
tanggal 25 maret 2014
Anonim. 2012. Sekam Padi Sebagai Sumber Alternatif bagi
Rumah
Tangga
Petani.
http://.blogspot.com/2012/sekam.html. Diakses pada
tanggal 25 oktober 2013.
Badan Standarisasi Nasional.2000.Standar Mutu Briket (SNI6235-2000): Jakarta
Budiman, Senadi, Sukrido dan Harliana, Arli.2010. Pembuatan
Biobriket dari Campuran Bungkil Biji Jarak Pagar
(Jatropha curcas L.) dengan Sekam sebagai Bahan Bakar
Alternatif.Seminar rekayasa kimia dan proses.ISSN
1411-4216. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik.
Semarang: Universitas Diponegoro.
Hanania, Vinancia Eka dan Mitarlis. 2013. Pemanfaatan Limbah
Padat Proses Sintesis Furfural dengan Material Awal
Ampas Tebu sebagai bahan Pembuatan Bahan Bakar
Briket. Skripsi yang tidak dipublikasikan Surabaya :
Universitas Negeri Surabaya.

45

Hendra.D. dan I.Winarni.2003. Sifat Fisis dan Kimia Briket


Arang Campuran Limbah Kayu Gergajian dan Sebetan
Kayu. Buletin Penelitian Hasil Hutan.Pusat Penelitian
dan Pengembangan Hasil Hutan,Bogor.
Hendra, Djeni. 2007. Pembuatan Briket Arang dari Campuran
Kayu,Bambu,Sabut Kelapa dan Tempurung Kelapa
sebagai Sumber Energi Alternatif. Jurnal Penelitian Hasil
Hutan. No.Vol.1-20
Hidayat, Rachmad. 2010. Pemanfaatan Minyak Biji Kapuk
Randu (Ceiba Pentandra) dalam Pembuatan Biodiesel
dengan
Teknologi
Gelombang
Mikro.
http://memedtpunyasesuatu.blogspot.com/2010/04/peman
faatan-minyak-biji-kapuk.html. Diakses pada tanggal 3
November 2013.
Kurniawan, O. dan Marsono. 2008. Superkarbon Bahan Bakar
Alternatif Pengganti Minyak Tanah dan Gas.Cetakan1.
Jakarta: PT Penebar Swadaya.
Maharyani R, Pratiwi D, Asip S. 2012. Pengaruh Suhu Serta
Komposisi Campuran Arang Jerami Padi dan Batubara
Subbtuminus Pada Pembuatan Briket Bioarang. Jurnal
Teknik Kimia No.1,Vol.18. 47-53
Mikrova,K. 1985. Pengaruh Pengempaann dan Jenis Perekat
dalam Pembuatan Arang Briket Tempurung Kelapa Sawit
(Elaeis quinensis jacq). Skripsi. Institut Pertanian Bogor
Padang, Yesung Allo. 2008. Analisis Nilai Kalor Briket
Bioarang Sampah Daun jurnal Vol,9 No, 2. 151-158

46

Pari, G., dan Hartoyo, 1983. Beberapa Sifat Fisis dan Kimia
Briket Arang dari Limbah Arang Aktif. Puslitbang Hasil
Hutan. Bogor.
Puji,Feri Hartono dan Fathul Ilmi. 2011. Optimasi Kondisi
Operasi Pirolisis Sekam Padi Untuk Menghasilkan Bahan
Bakar Briket Bioarang sebagai Bahan Bakar Alternatif.
Jurnal Teknik Kimia. Vol.2,No.2.51-55.
Sudarmadji, Slamet dkk. 1997.
Prosedur Analisa Untuk
Bahan Makanan dan Pertanian.Edisi Keempat.
Yogyakarta : Liberty Yogyakarta
Stevens CV dan Verh RG. (editors). 2004. Renewable
Bioresources: Scope and Modification for Non-Food
Applications. John Willey & Sons, Ltd.West Sussex.
England
Sw,

Titin.
2013.
Karakteristik
Briket.
http://titinkita.blogspot.com/2013/03/karakteristikbriket_9029.html. Diakses pada tanggal 1 November
2013.

Syachry, T. H. 1985. Beberapa Sifat Kayu dan Limbah


Pertanian Sebagai Sumber Daya Energi. Laporan BPHH
No. 161. Bogor.
Tanri, Alim. 2013. Biji dan Bungkil Biji Jarak Pagar.
http://www.biologi-sel.com/2013/10/biji-dan-bungkil-bijijarak-pagar.html. Diakses pada tanggal 7 februari 2014.
Badan Usaha Milik Negara Republik Indonesia. 2012. Tinjauan
Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan : Jakarta

47

Tirono, M dan Sabit, Ali. 2011. Efek Suhu pada Proses


Pengarangan Terhadap Nilai Kalor Arang Tempurung
Kelapa (Coconut Shell Charcoal). Jurnal Neutrino Vol.3,
No.2.143-152.
Triono,Agus. 2006. Karakteristik Briket Arang dari Campuran
Serbuk Gergaji Kayu Afrika (Maesopsis Eminii Engl) dan
Sengon (Paraserianthes Falcataria L.Nielsen) dengan
Penambahan Tempurung Kelapa (Cocos nucifera L).
Sripsi yang dipublikasikan. Departemen Hasil Hutan
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Yudanto A, dan Kusumaningrum K. Pembuatan Briket Bioarang
Dari Arang Serbuk Gergaji Kayu Jati.Makalah
Wahyudi. 2006. Penelitian Nilai Kalor Biomassa : Perbandingan
Antara Hasil Pengujian dan Hasil Perhitungan. Jurnal
Ilmiah semesta teknika. No.2, Vol.9,2006:208-220.
Wahyusi KN, Dewati R, Ragilia PR, Kharisma T. 2012. Briket
Arang Kulit Kacang Tanah dengan Proses Karbonisasi.
Berkala Ilmiah Teknik Kimia. Vol.1, No.1.41-44
Wira. 2008. Kapuk Randu (Ceiba pentandra). Banyuwangi .
http://bptsitubondo.wordpress.com/2008/09/09/kapukrandu-ceiba-pentandra-l. Diakses pada tanggal 3
November 2013.

Anda mungkin juga menyukai