Anda di halaman 1dari 5

A.

Pandangan Pakar Tentang Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan


Pendidikan kewarganegaraan sebenarnya dilakukan dan dikembangkan di seluruh dunia, meskipun dengan
berbagai istilah atau nama. Mata kuliah tersebut sering disebut sebagai civic education, Citizenship Education, dan
bahkan ada yang menyebutnya sebagai democrcy education. Tetapi pada umumnya pendapat para pakar tersebut
mempunyai maksud dan tujuan yang sama.
Beberapa pandangan para pakar tentang pendidikan kewarganegaraan adalah sebagai berikut[2]:

1.

Henry Randall Waite dalam penerbitan majalah The Citizendan Civics, pada tahun 1886, merumuskan pengertian
Civics dengan The sciens of citizenship, the relation of man, the individual, to man in organized collections, the
individual in his relation to the state. Dari definisi tersebut, Civics dirumuskan dengan Ilmu Kewarganegaraan yang
membicarakan hubungan manusia dengan manusia dalam perkumpulan-perkumpulan yang terorganisasi (organisasi

2.

sosial, ekonomi, politik) dan antara individu- individu dengan negara.


Stanley E. Dimond berpendapat bahwa civics adalah citizenship mempunyai dua makna dalam aktivitas sekolah.
Yang pertama, kewarganegaraan termasuk kedudukan yang berkaitan dengan hukum yang sah. Yang kedua, aktivitas
politik dan pemilihan dengan suara terbanyak, organisasi pemerintahan, badan pemerintahan, hukum, dan tanggung

3.

jawab
Edmonson (1958) mengemukakan bahwa civics adalah kajian yang berkaitan dengan pemerintahan dan yang

4.

menyangkut hak dan kewajiban warga negara.


Menurut Merphin Panjaitan, Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk
mendidik generasi muda menjadi warga negara yang demokrasi dan partisipatif melalui suatu pendidikan yang
dialogial. Sementara Soedijarto mengartikanPendidikan Kewarganegaraan sebagai pendidikan politik yang
bertujuan untuk membantu peserta didik untuk menjadi warga negara yang secara politik dewasa dan ikut serta

5.
a.
b.

membangun sistem politik yang demokratis


Menurut Muhammad Numan Soemantri, ditandai oleh ciri-ciri sebagai berikut :
Civic Education adalah kegiatan yang meliputi seluruh program sekolah;
Civic Education meliputi berbagai macam kegiatan mengajar yang dapat menumbuhkan hidup dan prilaku yang

c.

lebih baik dalam masyarakat demokrasi;


dalam Civic Education termasuk pula hal-hal yang menyangkut pengalaman, kepentingan masyarakat, pribadi dan

6.

syarat- syarat objektif untuk hidup bernegara


Menurut Azyumardi Azra, pendidikan kewarganegaraan, civics education dikembangkan menjadi pendidikan
kewargaan yang secara substantif tidak saja mendidik generasi muda menjadi warga negara yang cerdas dan sadar
akan hak dan kewajibannya dalam konteks kehidupan bermasyarakat dan bernegara, tetapi juga membangun

7.

kesiapan warga negara menjadi warga dunia, global society.


Soedijarto mengartikan Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pendidikan politik yang bertujuan untuk membantu
peserta didik untuk menjadi warga negara yang secara politik dewasa dan ikut serta membangun sistem politik yang
demokratis.
Dari definisi tersebut, semakin mempertegas pengertian civic education (Pendidikan Kewarganegaraan)
karena bahannya meliputi pengaruh positif dari pendidikan di sekolah, pendidikan di rumah, dan pendidikan di luar
sekolah. Unsur-unsur ini harus dipertimbangkan dalam menyusun program Civic Education yang diharapkan akan
menolong para peserta didik (mahasiswa) untuk:

a.

Mengetahui, memahami dan mengapresiasi cita-cita nasional.

b.

Dapat membuat keputusan-keputusan yang cerdas dan bertanggung jawab dalam berbagai macam masalah seperti
masalah pribadi, masyarakat dan negara.
Jadi, pendidikan kewarganegaraan (civic education) adalah program pendidikan yang memuat bahasan
tentang masalah kebangsaan, kewarganegaraan dalam hubungan Hakekat pendidikan kewarganegaraan adalah upaya
sadar dan terencana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa bagi warga negara dengan menumbuhkan jati diri dan
moral bangsa sebagai landasan pelaksanaan hak dan kewajiban dalam bela negara, demi kelangsungan kehidupan
dan kejayaan bangsa dan negara. Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang bertujuan untuk
menjadikan siswa sebagai warga negara yang baik atau sering disebut to be good citizenship, yakni warga yang
memiliki kecerdasan baik intelektual, emosional,
sosial maupun spiritual, memiliki rasa bangga dan tanggung jawab, dan mampu berpartisipasi dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara agar tumbuh rasa kebangsaan dan cinta tanah air.
Secara istilah Civics Education oleh sebagian pakar diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi
Pendidikan Kewargaan dan Pendidikan Kewarganegaraan. Istilah Pendidikan Kewargaan diwakili oleh Azyumardi

Azra dan Tim ICCE

(Indonesian Center for Civic Education) UIN Jakarta sebagai Pengembang Civics Education di Perguruan Tinggi
yang pertama. Sedangkan istilah Pendidikan Kewarganegaraan diwakili oleh Zemroni, Muhammad Numan
Soemantri, Udin S. Winataputra dan Tim CICED ( Center Indonesian for Civics Education), Merphin Panjaitan,
Soedijarto dan pakar lainnya.[3]
Pendidikan Kewargaan semakin menemukan momentumnya pada dekade 1990-an dengan pemahaman
yang berbeda- beda. Bagi sebagian ahli, Pendidikan Kewargaan diidentikkan dengan Pendidikan Demokrasi
( democracy Education), Pendidikan HAM ( human rights education ) dan Pendidikan Kewargaan ( citizenship
education ). Menurut Azra, Pendidikan Demokrasi (democracy Education) secara subtantif menyangkut sosialisai,
diseminasi dan aktualisasi konsep, sistem, nilai, budaya dan praktik demokrasi melalui pendidikan. Masih menurut
Azra, Pendidikan Kewargaan adalah pendidikan yang cakupannya lebih luas dari pendidikan demokrasi dan
pendidikan HAM. Karena, Pendidikan Kewargaan mencakup kajian dan pembahasan tentang pemerintahan,
konstitusi, lembaga- lembaga demokrasi, rule of law , hak dan kewajiban warga negara, proses demokrasi,
partisipasi aktif dan keterlibatan warga negara dalam masyarakat madani, pengetahuan tentang lembaga- lembaga
dan sistem yang terdapat dalam pemerintahan, warisan politik, administrasi publik dan sistem hukum, pengetahuan
tentang proses seperti kewarganegaraan aktif, refleksi kritis, penyelidikan dan kerjasama, keadilan sosial, pengertian
antarbudaya dan kelestarian lingkungan hidup dan hak asasi manusia.
Sedangkan Zamroni berpendapat bahwa Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang
bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat berpikir kritis dan bertindak demokratis, melalui aktivitas
menanamkan kesadaran kepada generasi baru bahwa demokrasi adalah bentuk kehidupan masyarakat yang paling
menjamin hak-hak warga masyarakat.

C.

Manfaat Civic Education


Manfaat yang bisa diperoleh dari mempelajari Civic Education adalah :

1.

Civic Education tidak hanya sekadar melayani kebutuhan-kebutuhan warga dalam memahami masalah-masalah
sosial politik yang terjadi , tetapi lebih dari itu. Ia pun memberikan informasi dan wawasan tentang berbagai hal
menyangkut cara-cara penyelesaian masalah . dalam kontek ini, civic education juga menjanjikan civic knowledge

2.

yang tidak saja menawarkan solusi alternatif, tetapi juga sangat terbuka dengan kritik (kontruktif).
Kedua, Civic education dirasakan sebagai sebuah kebutuhan mendesak karena merupakan sebuah proses yang
mempersiapkan partisipasi rakyat untuk terlibat secara aktif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara secara
demokratis. Pendidikan yang bersifat demokratis, harus memiliki tujuan menghasilkan lulusan yang mampu
berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat dan mampu mempengaruhi pengambilan keputusan kebijakan publik.
Dengan kata lain, pendidikan harus mampu menanamkan kesadaran dan membekali pengetahuana akan peran warga
dalam masyarakat demokratis. Guna membangun masyarakat yang demokratis diperlukan pendidikan agar
warganya dapat mengkritis dan memahami prmasalahan yang ada.

Tujuan Perkuliahan Pendidikan Kewarganegaraan ( Civic Education) berdasarkan keputusan Dirjen Dikti
No. 43 /DIKTI/Kep/2006, tujuan pendidikan kewarganegaraan adalah dirumuskan dalam visi dan misi dalam
kompetensi sebagai berikut[4] :
1.

Visi pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi adalah merupakan sumber nilai dan pedoman dalam
pengembanan dan penyelenggaraan program studi, guna mengantarkan mahasiswa menetapkan kepribadiannya
sebagai manusia seutuhnya. Hal ini berdasarkan suatu realitas yang dihadapi, bahwa mahasiswa adalah sebagai
generasi bangsa yang harus memililki visi intelektual, religius, berkeadaban, berkemanusiaan dan cinta yanah air

2.

dan bangsanya.
Misi pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi adalah untuk membantu mahasiwa memantapkan
kepribadiannya , agar secara konsisten mampu mewujudkan nilai nilai dasar pancasila, rasa kebangsaan dan cinta
tanah air dalam menguasai, menerapkan dan mengenbankan ilmub pengetahuan , teknologi dan seni dengan rasa
tanggung jawab dan bermoral..

Pengertian Pemerintahan Daerah


Pemerintahan daerah menurut Pasal 1 huruf d UU Nomor 22 Tahun 1999 diartikan sebagai penyelenggara
pemerintahan daerah otonom oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas desentralisasi. Menurut UU nomor
32 tahun 2004 dalam pasal 1 angka 2, pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintah daerah dan
DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam system dan
prinsip negara kesatuan republik indonesia(NKRI).

Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan


pemerintah oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dan unsur
penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah gubernur, bupati , walikota dan perangkat daerah. Definisi
Pemerintahan Daerah berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah pasal 1 ayat 2, adalah
sebagai berikut : Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintahan daerah dan
DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi yang seluas-luasnya dalam sistem dan
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
OTODA (Otonomi Daerah)
Pengertian Otonoi Daerah
Dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2004 pasal 1 ayat 5, pengertian otonomi derah adalah hak
,wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan menurut Suparmoko
(2002:61) mengartikan otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Sesuai dengan
penjelasan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, bahwa pemberian kewenangan otonomi daerah dan kabupaten /
kota didasarkan kepada desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab.
a)

Kewenangan Otonomi Luas


Yang dimaksud dengan kewenangan otonomi luas adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan
pemerintahan yang mencakup semua bidang pemerintahan kecuali bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan,
peradilan, moneter dan fiscal agama serta kewenangan dibidang lainnya ditetapkan dengan peraturan perundangundangan. Disamping itu keleluasaan otonomi mencakup pula kewenangan yang utuh dan bulat dalam
penyelenggaraan mulai dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi.

b)

Otonomi Nyata
Otonomi nyata adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintah di bidang
tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta tumbuh hidup dan berkembang di daerah.

c)

Otonomi Yang Bertanggung Jawab


Otonomi yang bertanggung jawab adalah berupa perwujudan pertanggung jawaban sebagai konsekuensi
pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi berupa peningkatan dan
kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi,
Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 pasal 1 ayat 7, 8, 9 tentang Pemerintah Daerah, ada 3 dasar sistem
hubungan antara pusat dan daerah yaitu :
1.

Desentralisasi yaitu penyerahan wewenang pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2.

Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan
atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu

3.

Tugas perbantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan atau desa atau sebutan lain dengan
kewajiban melaporkan dan mempertanggung jawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan.
Hakekat

, Tujuan dan Prinsip Otonomi Daerah


Hakekat Otonomi Daerah. Pelaksanaan otonomi daerah pada hakekatnya adalah upaya untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dengan melaksanakan kegiatan-kegiatan pembangunan sesuai dengan kehendak dan
kepentingan masyarakat. Berkaiatan dengan hakekat otonomi daerah tersebut yang berkenaan dengan
pelimpahan wewenang pengambilan keputusan kebijakan, pengelolaan dana publik dan pengaturan kegiatan
dalam penyelenggaraan pemerintah dan pelayanan masyarakat maka peranan data keuangan daerah sangat
dibututuhkan untuk mengidentifikasi sumber-sumber pembiayaan daerah serta jenis dan besar belanja yang
harus dikeluarkan agar perencanaan keuangan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.
Data keuangan daerah yang memberikan gambaran statistik perkembangan anggaran dan realisasi, baik
penerimaan maupun pengeluaran dan analisa terhadapnya merupakan informasi yang penting terutama untuk
membuat kebijakan dalam pengelolaan keuangan daerah untuk meliahat kemampuan/ kemandirian daerah (Yuliati,
2001:22)
b. Tujuan Otonomi Daerah
Tujuan utama dilaksanakannya kebijakan otonomi daerah adalah membebaskan pemerintah pusat dari
urusan yang tidak seharusnya menjadi pikiran pemerintah pusat. Dengan demikian pusat berkesempatan
mempelajari, memahami, merespon berbagai kecenderungan global dan mengambil manfaat daripadanya. Pada saat
yang sama pemerintah pusat diharapkan lebih mampu berkonsentrasi pada perumusan kebijakan makro (luas atau
yang bersifat umum dan mendasar) nasional yang bersifat strategis.

Anda mungkin juga menyukai