Anda di halaman 1dari 22

REFERAT

SINDROM NEFROTIK

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Pendidikan dokter


Stase Ilmu Radiologi

OLEH :
1. Agus Tina Diana Sari
2. Elfera Puri Nur Ilma
3. Revina Andayani

J 500090086
J 500090051
J 500090013

PEMBIMBING:
dr. Hardiyanto, Sp.Rad

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014

LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT
SINDROM NEFROTIK
OLEH :
1. Agus Tina Diana Sari
2. Elfera Puri Nur Ilma
3. Revina Andayani

J 500090086
J 500090051
J 500090013

Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari

tanggal

September 2014

Pembimbing :
dr. Hardiyanto, Sp.Rad

(.........................................)

Dipresentasikan dihadapan :
dr. Hardiyanto, Sp.Rad

(.........................................)

Disahkan Ka. Program Profesi:


dr. Dona Dewi Nirlawati

(.........................................)

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sindrom

nefrotik

adalah

salah

satu

manifestasi

klinik

glomerulonefritis yang ditandai dengan proteinuria masif ( 3 3,5 g/hari


atau rasio protein kreatinin pada urin sewaktu > 300-350 mg/mmol),
hipoalbuminemia (<25 g /l), hiperkolesterolemia(total kolesterol > 10
mmol/L), dan manifestasi klinis edema periferal. Pada proses awal atau
SN ringan untuk menegakkan diagnosis tidak semua gejala tersebut harus
ditemukan. 1
SN dapat terjadi pada semua usia, dengan perbandingan pria dan
wanita 2:1 pada orang dewasa tetapi paling sering dijumpai pada anakanak. SN terbagi menjadi SN primer yang tidak diketahui kausanya dan
SN sekunder yang dapat disebabkan oleh infeksi, penyakit sistemik,
metabolik, obat-obatan, dan lain-lain.2
Menurut Robson dari 1400 kasus, beberapa glomerulonefritis
primer merupakan penyebab dari 78 % sindroma Nefrotik pada orang
dewasa dan 93 % pada anak-anak. Dari 22 % data RI orang dewasa
keadaan ini disebabkan oleh gangguan sistemik (terutama diabetes,
amiloidosis dan thrombosis vena renalis, gangguan-gangguan sistemik
tersebut secara sekunder juga mempengaruhi ginjal atau mungkin juga
akibat respon abnormal terhadap obat-obatan atau alergen-alergen
lainnya). Beberapa keadaan histologi yang ditemukan pada sindroma
nefrotik yang termasuk kategori umum glomerulonefritis, yaitu perubahan
minimal, perubahan membranosa, perubahan proliferasi dan campuran
perubahan

membranosa

dan

proliferasi

glumerulonefritis.

Glumerulonefritis fokal lebih jarang menyebabkan sindroma nefrotik.2

Glomerulonefritis (GN) perubahan minimal pada lesi yang khas


dari nefrotik syndrome pada anak (69%) dan merupakan penyebab dari 18
% kasus yang dialami orang dewasa. Glumerulonefritis perubahan
minimal ini merupakan bentuk utama dari dari glumerulonefritis dimana
mekanisme patogenetik imun tampaknya tidak ikut berperan. Kedaan ini
biasanya berhasil di obati dengan kortikosteroid. Pada sebagian kecil
pasien yang tidak memberikan respon terhadap terapi steroid, maka
kadang-kadang penyakit dapat ditekan dengan menggunakan obat
imunosupresif, seperti siklofosfamida (cytoksin) atau azatioprin (Imuran).
Sebagian kecil pasien yang tidak dapat sembuh biasanya mengalami relaps
yang lama, membaik lalu memburuk lagi yang berakhir dengan uremia.2
Glomerulonefritis

(GN)

perubahan

membranosa

merupakan

penyebab dari 25 % kasus nefrotik sindroma pada orang dewasa dan hanya
2 % pada anak-anak. Sekitar 95 % pasien ini menderita azotemia dan
meninggal akibat uremia dalam waktu 10 sampai 20 tahun. Perubahan
histologis yang terutama adalah penebalan membran dasar yang dapat
terlihat baik oleh mikroskop electron maupun mikroskop cahaya.2
Glomerulonefritis perubahan proliferatif dan membranoproliferatif
merupakan penyebab dari 35 % sisa kasus pada orang dewasa yang
menderita sindroma nefrotik dan 22 % pada anak-anak. GN perubahan
proliferatif ditrandai oleh hiperselularitas dan sekaligus penebalan
membran

dasar.

Respon

terhadap

terapi

pada

berbagai

jenis

glomerulonefritis ini umumnya tidak baik dan secara progresif terjadi


gagal ginjal.2
Kejadian awal dari kebanyakan kasus ini merupakan suatu reaksi
antigen-antibodi pada glomerulus yang meningkatkan permeabilitas
membran dasar glomerulus, proteinuria massif, dan hipoalbumia. Pasienpasien yang menderita sindroma nefrotik biasanya mengeluarkan 5-15 gr
protein per 24 jam. Hipoalbuminemia, dengan menurunkan tekanan

osmotik koloid (COP), cenderung menimbulkan transudasi keluarnya


cairan dari ruang vaskular ke ruang interstisium. Ini merupakan
mekanisme langsung penyebab terjadinya udema, hipovolemia akibat
penurunan aliran plasma ginjal (RPF) dan kecepatan filtrasi glomerular
(GFR) mengaktifkan reseptor volume antrium kiri. Akibatnya terjadi
peningkatan produksi ADH. Garam dan air diretensi oleh ginjal, sehingga
memperberat

udema.

Berulangnya

rangkaian

kejadian

tersebut

mengakibatkan terjadinya udema massif, tetapi jumlah protein yang


dikeluarkan tidak berbanding langsung dengan beratnya udema, karena
setiap orang berbeda kecepatan sintetis proteinnya untuk pengganti yang
telah hilang. Penyebab hiperlipidemia yang sering menyertai sindroma
nefrotik tidak jelas. Kolesterol serum, fosfolipid dan trigliserida biasanya
mengalami peningkatan, perhatikan bahwa mekanisme udema nefrotik
berbeda dengan mekanisme Glomerulonefritis poststreptokokus Akut
(APSGN).4

B. Tujuan
Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui definisi,
epidemiologi,

etiologi,

patofisiologi,

manifestasi

klinis,

diagnosis

berdasarkan pemeriksaan radiologi, diagnosis banding, tatalaksana, dan


prognosis dari sindroma nefrotik.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.

DEFINISI
Sindrom nefrotik (SN) merupakan salah satu menifestasi klinik
glomerulonefritis (GN) ditandai dengan edema anasarka, proteinuria masif
3,5 g/hari, hipoalbuminemia < 3,5 mg/dl, hiperkolesterolemia, dan
lipiduria.1,2
Pada proses awal atau SN ringan untuk menegakkan diagnosis
tidak semua gejala tersebut harus ditemukan. Proteinuria masif merupakan
tanda khas SN, tetapi pada SN berat yang disertai kadar albumin serum
yang rendah ekskresi protein dalam urin juga berkurang. Proteinuria juga
berkonstribusi terhadap berbagai komplikasi yang terjadi pada SN.
Hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan lipiduria, gangguan keseimbangan
nitrogen, hiperkoagulobilitas, gangguan metabolisme kalsium dan tulang,
serta hormone tiroid sering dijumpai pada SN. Umumnya pada SN fungsi
ginjal normal kecuali sebagian kasus yang berkembang menjadi penyakit
ginjal tahap akhir (PGTA). Pada beberapa episode SN dapat sembuh
sendiri dan menunjukkan respons yang baik terhadap terapi steroid, tetapi
sebagian lain dapat berkembang menjadi kronik.1

B.

EPIDEMIOLOGI
Awitan sindrom nefrotik biasanya mendadak pada anak berusia 2
hingga 6 tahun, dengan rasio laki-laki dan perempuan yaitu 2:1, lesi ini
jarang terjadi pada orang dewasa dan tercatat hanya 15% atau 20% dari
kasus sindrom nefrotik.2

C.

ETIOLOGI
Sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh glomerulonefritis primer
dan sekunder akibat infeksi, keganasan, penyakit jaringan penghubung
(connective tissue disease), obat atau toksin, dan akibat penyakit sitemik. 1
Klasifikasi dan penyebab sindrom nefrotik :
1. Sindrom nefrotik primer 1,3,4

GN lesi minimal (GNLM)


Glomerulosklerosis fokal (GSF)
GN membranosa (GNMN)
GN membranoproliferatif (GNMP)
GN proliferative lain

Faktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan sindrom nefrotik primer


oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat kelainan
pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain. Kebanyakan
(90%) anak yang menderita nefrosis mempunyai beberapa bentuk
sindrom nefrotik primer.
2. Sindrom nefrotik sekunder 1,4
a). Infeksi
: HIV, hepatitis virus B dan C, sifilis,
b). Keganasan
c). efek obat dan toksin

malaria, skistosoma, tuberculosis, lepra.


: karsinoma ginjal, limfoma Hodgkin
:
obat
anti
inflamasi
non-steroid,
penisilinamin,

d). lain-lain

probenesid,

heroin, air raksa.


: diabetes mellitus,

kaptopril,

amiloidosis,

pre-

eklamsia.
D.

ANATOMI GINJAL
Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga
retroperitoneal bagian atas. Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi
cekungnya menghadap ke medial. Pada sisi ini terdapat hilus ginjal yaitu
tempat struktur-struktur pembuluh darah, sistem limfatik, sistem saraf, dan
ureter menuju dan meninggalkan ginjal.5
Besar dan berat ginjal sangat bervariasi, hal ini tergantung pada
jenis kelamin, umur, serta ada tidaknya ginjal pada sisi yang lain. Pada
autopsi klinis didapatkan bahwa ukuran ginjal orang dewasa rata-rata
adalah 11,5 cm (panjang) x 6 cm (lebar) x 3,5 cm (tebal). Beratnya
bervariasi antara 120-170 gram, atau kurang lebih 0,4% dari berat badan.5

Gambar 1 : Anatomi ginjal (Dikutip dari kepustakaan 6)

Gambar 2 : foto rontgen-AP ginjal dengan kontras


(dikutip dari kepustakaan 6)
1. Struktur Ginjal
Secara anatomis ginjal terbagi menjadi 2 bagian yaitu korteks dan medulla
ginjal. Di dalam korteks terdapat berjuta-juta nefron, sedangkan di dalam
medulla banyak terdapat duktuli ginjal. Nefron adalah unit fungsional
terkecil dari ginjal yang terdiri atas, tubulus kontortus proksimalis, tubulus
kontortus distalis, dan duktus kolengentes.5

Gambar 3 : Nefron merupakan unit terkecil ginjal (dikutip dari


kepustakaan 7)

Darah yang membawa sisa-sisa hasil metabolisme tubuh difiltrasi di dalam


glomeruli kemudian di tubuli ginjal, beberapa zat yang masih diperlukan tubuh
mengalami reabsorbsi dan zat-zat sisa hasil metabolisme mengalami sekresi
bersama air membentuk urin.5
Setiap hari tidak kurang 180 liter cairan tubuh difiltrasi di glomerulus dan
menghasilkan urin 1-2 liter. Urin yang terbentuk di dalam nefron disalurkan
melalui piramida ke sistem pelvikalises ginjal untuk kemudian disalurkan ke
dalam ureter.3
Sistem pelvikalises ginjal terdiri atas kaliks minor, infundibulum, kaliks
major, dan pielum/pelvis renalis. Mukosa system pelvikalis terdiri atas epitel
transisional dan dindingnya terdiri atas otot polos yang mampu berkontraksi
unuk mengalirkan urin sampai ke ureter.5
2. Vaskularisasi Ginjal
Ginjal mendapatkan aliran darah dari arteri renalis yang merupakan cabang
langsung dari aorta abdominalis, sedangkan darah vena dialrkan melalui
vena renalis yang bermuarake dalam vena kava inferior. Sistem arteri ginjal
adalah end arteries yaitu arteri yang tidak mempunyai anastomosis dengan
cabang-cabang dari arteri lain, sehingga jika terdapat kerusakan salah satu
cabang arteri ini, berakibat timbulnya iskemia/nekrosis pada daerah yang
dilayaninya.5

Gambar 4 : Vaskularisasi Ginjal (dikutip dari kepustakan 8)


E.

PATOFISIOLOGI
Pemahaman patogenesis dan patofisiologi sangat penting dan
merupakan pedoman pengobatan rasional untuk sebagian besar pasien
sindrom nefrotik.9

10

Proteinuria,

merupakan

kelainan

dasar

sindrom

nefrotik.

Proteinuria sebagian besar berasal dari kebocoran glomerulus (proteinuri


glomerural) dan hanya sebagian kecil berasal dari sekresi tubulus
(proteinuria tubular) . Perubahan integritas membran basalis glomerulus
menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein
protein plasma dan protein utama yang diekskresikan dalam urin adalah
albumin.9
Hipoalbuminemia, disebabkan oleh hilangnya albumin melalui urin
dan peningkatan katabolisme albumin di ginjal, sintesis protein di hati
biasanya meningkat (namun tidak memadai untuk mengganti kehilangan
albumin dalam urin).9
Edema, Peningkatan permeabilitas glomerulus menyebabkan
albuminuria

dan

hipoalbuminemia

akhirnya
menurunkan

hipoalbuminemia.
tekanan

Pada

osmotik

gilirannya,

koloid

plasma,

menyebabkan filtrasi transkapiler lebih besar dari air ke seluruh tubuh dan
akhirnya dapat menimbulkan edema.10
Hiperlipidemia dan lipiduria, Hiperlipidemia merupakan keadaan
yang sering menyertai SN. Kadar kolesterol umumnya meningkat
sedangkan trigliserid bervariasi dari normal sampai sedikit meninggi.
Peningkatan kadar kolesterol disebabkan oleh meningkatnya LDL.
Mekanisme hiperlipidemia pada sindrom nefrotik dihubungkan dengan
peningkatan sintesis lipid dan lipoprotein hati dan menurunnya
katabolisme.

Semula

diduga

hiperlipidemia

hasil

stimulasi

non

spesifikterhadap sintesis protein oleh hati. Oleh karen sintesis protein tidak
berkorelasi dengan hiperlipidemia disimpulkan hiperlipdemia tidak
langsung diakibatkan oleh hipoalbuminemia. Hiperlipidemia dapat
ditemukan pada sindrom nefrotik dengan kadar albumin mendekati normal
dan sebaliknya pada pasien hipoalbuminemia kadar kolesterol dapat
normal.11

11

Tingginya kadar LDL pada SN disebabkan peningkatan sintesis


hati tanpa gangguan katabolisme. Penigkatan sintesis hati dan gangguan
konversi VLDL dan IDL menjadi LDL mennyebabkan kadar VLDL tinggi
pada SN. Menurunnya aktivitas enzim LPL (lipoprotein lipase) di duga
merupakan penyebab berkurangnya katabolisme VLDL pada SN.
Peningkatan sintesis lipoprotein pada hati terjadi akibat tekanan onkotik
plasma atau viskositas yang menurun. Penurunan kadar HDL pada SN
diduga akibat berkurangnya aktivitas enzim LCAT (lecithin cholesterol
acyltransferase) yang berfungsi katalisasi pembentukan HDL. Enzim ini
juga berperan mengangkut kolesterol menuju hati untuk katabolisme.
Penurunan

aktivitas

enzim

tersebut

diduga

terkait

dengan

hipoalbuminemia yang terjadi pada SN. Lipiduria serinng ditemukan pada


SN dan ditandai dengan akumulasi lipid pada debris sel cast seperti badan
lemak berbentuk oval dan fatty cast. Lipiduria lebih dikaitkan dengan
proteinuria dibangdingkan dengan hiperlipidemia.11
F.
-

DIAGNOSIS
Gambaran klinis
Penyakit ini terjadi tiba tiba terutama pada anak. Edema
merupakan gejala klinis yang menonjol, kadang-kadang mencapai 40%
dari berat badan dan didapatkan edema anasarka. Edema ini bertanggung
jawab untuk kenaikan berat badan yang signifikan. Pada kasus sindrom
nefrotik dengan onset akut, dapat ditemukan oligouria dan hipertensi.12,13
Gangguan gastrointestinal sering timbul dalam perjalanan penyakit
sindrom nefrotik. Diare sering dialami pasien dalam keadaan edema massif
dan keadaan ini tidak berkaitan dengan infeksi namun diduga penyebabnya
adalah edema dimukosa usus.3
Hepatomegali dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik, mungkin
disebabkan

sintesis

albumin

yang

meningkat

atau

edema

atau

keduanya.pada beberapa pasien, nyeri perut kadang-kadang berat dapat


terjadi pada keadaan SN yang kambuh. Kadang nyeri dirasakan terbatas
pada daerah kuadran atas kanan abdomen. Nafsu makan kurang,
berhubungan erat dengan beratnya edema yang diduga sebagai akibatnya.
12

Anoreksia dan terbuangnya protein mengakibatkan malnutrisi berat


terutama pada pasien resisten steroid. 3
Efusi pleura (akumulasi cairan di pleura) dapat terjadi pada
-

sindrom nefrotik, yang mengakibatkan kesulitan bernapas. 13


Pemeriksaan Radiologi
Sindrom nefrotik biasanya tidak menyebabkan adanya kelainan
pada ginjal. Gambaran ginjal pada pemeriksaan USG, CT-Scan atau MRI
sebenarnya tidak diperlukan. Karena dari pemeriksaan tersebut kita tidak
dapat menentukan penyebab dari sindrom nefrotik. Permintaan untuk USG
hanya untuk memastikan adanya kelainan pada ginjal (seperti obstruksi
traktus urinarius, atau adanya jaringan parut pada ginjal) yang merupakan
prioritas untuk melakukan tes biopsi ginjal.14
a. Foto thorax
Pemeriksaan foto thorax tidak perlu dilakukan secara rutin pada
penderita sindrom nefrotik. Pada pemeriksaan foto thorax , tidak
jarang ditemukan adanya efusi pleura dan hal tersebut berkolerasi
langsung dengan derajat edema dan secara tidak langsung dengan
kadar albumin serum.4
Pada pemeriksaan foto thorax rutin tegak cairan pleura tampak berupa
perselubungan homogen menutupi struktur paru bawah yang biasanya
relatif radiopak dengan permukaan atas cekung, berjalan dari lateral
atas ke arah medial bawah. Karena cairan mengisi ruang hemitoraks
sehingga jaringan paru akan terdorong ke arah sentral / hilus, dan
kadang-kadang mendorong mediastinum ke arah kontralateral.15

Gambar 5 : Efusi Pleura kanan (dikutip dari kepustakaan 16)

13

Gambar 6 : Efusi pleura (dikutip dari kepustakaan 16)


b. Ultrasonografi
Ultrasonografi merupakan salah satu imaging diagnostic untuk
pemeriksaan alat-alat tubuh , dimana kita dapat mempelajari bentuk,
ukuran anatomis, gerakan serta hubungan dengan jaringan sekitarnya.
Pemeriksaan in bersifat noninvasive, tidak menimbulkan rasa sakit
pada penderita, dapat dilakukan dengan cepat, aman, dan tidak ada
kontraindikasinya.15
Pada penderita sindrom nefrotik pemeriksaan USG ginjal sering
terlihat normal meskipun kadang-kadang dijumpai pembesaran ringan
kedua ginjal dengan ekogenitas yang normal. Hipoalbuminemia pada
sindrom nefrotik menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma
sehingga cairan bergeser dari intravaskuler ke jaringan interstisium dan
terjadi Ascites. Dapat juga ditemukan kalsifikasi pada hati dan limpa
akibat hiperkolesterolemia yang terjadi pada sindrom nefrotik.1, 4

Gambar 7 : Kalsifikasi di hati pada pasien dengan sindrom nefrotik


(dikutip dari kepustakaan 17)

14

Gambar 8 : Kalsifikasi di limpa pada pasien dengan sindrom nefrotik. Tanda


efusi pleura kiri (dikutip dari kepustakaan 17)

Gambar 11 : USG abdomen, Gambaran Ascites (dikutip dari kepustakaan


18)
c. CT-Scan
Asites terlihat jelas dengan pemeriksaan CT-Scan. Sedikit cairan asites
terdapat pada ruang periheoatik kanan, ruang subhepatik posterior
(kantung morison), dan kantung douglas.19

Gambar 12 : Ct-scan Adomen, gambaran ascites (dikutip


dari kepustakaan 18)
-

Pemeriksaan Laboratorium
Pada urinalisis ditemukan proteinuria masif (3+ sampai 4+),
Dapat

disertai

hematuria.

Pada

pemeriksaan

darah

ditemukan

15

hipoalbuminemia ( < 2,5 g/dl), hiperkolesterolemia dan laju endap darah


yang meningkat, rasio albumin/globulin terbalik. Kadar ureum dan
-

kreatinin umumnya normal kecuali ada penurunan fungsi ginjal.4


Biopsi Ginjal
Kebanyakan kasus memerlukan biopsy ginjal untuk menentukan
penyebab pasti dari keadaan tersebut. Anak di bawah usia 8 tahun
umunya menderita minimal change nephritic syndrome

dan dapat

dipastikan dengan investigasi ini, terutama jika penyakit ini memberi


respon terhadap terapi steroid. Pada orang dewasa dengan penyebab yang
jelas (seperti diabetes dengan komplikasi nyata) dapat dipastikan dengan
G.

biopsy atas anjuran spesialis ginjal. 14


DIAGNOSA BANDING
1. Glomerulonefritis akut
Pada penyakit ini terjadi inflamasi akut glomerulus. Pada stadium akut,
terjadi kerusakan mendadak pada membrane glomerulus. Penyakit ini
sering dijumpai pada anak dan dewasa muda setelah mengalami
infeksi kuman Streptococcus grup A pada saluran napas bagian atas.
Terjadi pengendapan kompleks antigen-antibodi pada membrane
glomerulus yang dapat merusak integritas membrane glomerulus. 20

Gambar 9 : subakut glomerulonefritis: Peningkatan echogenicity


kortikal dengan piramida sangat hypoechoic. (dikutip dari
kepustakaan 21)
2. Gagal jantung kongestif
Gagal jantung kronik didefinisikan sebagai sindrom klinik yang
kompleks yang disertai dengan keluhan gagal jantung berupa sesak,
fatik, baik dalam keadaan istrahat atau latihan, edema dan tanda
objektif adanya disfungsi jantung dalam keadaan istirahat.22

16

Gambar 10 : Gagal jantung kongestif (dikutip dari kepustakaan 23)

H.

TERAPI
Sindrom nefrotik diobati dengan obat kortikosteroid dan
imunosupresif yang langsung berhubungan dengan asal lesi, makanan
tinggi protein dan garam yang dibatasi, diuretik, beberapa infus IV
albumin, dan membatasi aktivitas selama fase akut. Jika memakai
diuretik, harus digunakan dengan hati-hati karena diuresis yang
berlebihan

akan

menyebabkan

penurunan

volume

ECF

dan

meningkatkan risiko trombosis dan hipoperfusi ginjal. Pemberian


inhibitor ACE menjadi pilihan lini pertama untuk mengurangi
proteinuria
I.

dan

penanganan

hipertensi

secara

agresif

untuk

memperlambat proses kerusakan ginjal.2,24


PROGNOSIS
Pada umunya sebagian besar (80%) sindrom nefrotik primer
memberi respon yang baik terhadap pengobatan awal dengan steroid,
tetapi kira-kira 50% di antaranya akan relaps berulang dan sekitar 10%
tidak memberi respon lagi dengan pengobatan steroid.3
Prognosis umunya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut :
3

1. Menderita untuk pertama kalinya pada umur di bawah 2 tahun atau


2.
3.
4.
5.

di atas 6 tahun
Disertai oleh hipertensi
Disertai hematuria
Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder
Gambaran histopatologik bukan kelainan mini
17

18

BAB III
KESIMPULAN
Sindrom

nefrotik

(SN)

merupakan

salah

satu

menifestasi

klinik

glomerulonefritis (GN) ditandai dengan edema anasarka, proteinuria masif 3,5


g/hari, hipoalbuminemia < 3,5 mg/dl, hiperkolesterolemia, dan lipiduria. Untuk
menegakkan diagnosis dari sindrom nefrotik ini diperlukan pemeriksaan
penunjang yaitu radiologi. Pemeriksaan radiologi yang bisa digunakan bisa berupa
foto thorak, USG, dab CT scan.

19

DAFTAR PUSTAKA
1. Prodjosudjadi W. Sindrom Nefrotik. In : Sudoyo Aru W. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi ke-4. Jakarta : Departemen ilmu penyakit dalam
Fakultas kedokteran Universitas Indonesia ; 2006. Hal 547-549
2. Price S, Wilson L. Gagal Ginjal Kronik. In : Huriawati Hartanto.
Patfisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi ke-6. Jakarta :
EGC; 2006. Hal 929-933.
3. Noer MS, Soemarsono N. Sindrom Nefrotik. (online). 2010. (cited 2012
september 16). Available From : www.Pediatrik.com
4. Richard E.Berhman, Robert M. Kligman, Ann M. Arvin. Keadaankeadaan yang terutama disertai dengan proteinuria. In : Wahab A. Samik.
Ilmu kesehatan anak. Edisi ke-15. Jakarta : EGC; 2000. Hal.1828-1829
5. Purnomo Basuki B. Anatomi Sistem Urogenitalia. Dasar-Dasar Urologi.
Edisi ke-2. Malang : CV. Sagung Seto; 2009. Hal 1-3.
6. Putz R, Pabst R. Organ Visera Pelvis dan Retroperitoneum. In : Sugiharto
Liliana. Atlas Anatomi Manusia Sobotta. Edisi ke-22. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2006. Hal 182.
7. Ivan. Glomerulonefritis akut. (Online). 2009. (cited 2012 september 16).
Available

From

http://ivanmedical.blogspot.com/2009_10_04_

archive.html.
8. Marlina. Mengenal anatomi dan Fisiologi. (Online). 2011. (cited 2012
september 16). Available From : http://marlina2.wordpress.com /
2011/08/01/mengenal-anatomi-dan-fisiologi/
9. Gunawan C. Sindrom Nefrotik Patogenesis dan penatalaksanaan. Cermin
Dunia kedokteran No. 150. (online). 2010. (cited 2012 september 16).
Available From : URL http://www.SindromaNefrotikPatogenesis.html
10. Eric P Cohen MD. Pathophysiology : Nephrotic syndrome. (online). 2012.
(cited 2012 september 16). Available From : http://emedicine.medscape.
com/article/244631-overview#a0104
11. Pustaka Indonesia. Sekilas tentang sindrom Nefrotik (SN). (online). 2012.
(cited 2012 september 16). Available From : http://www.othe.org/ilmupengetahuan/kedokteran/2036/sekilas-tentang-sindrom-nefrotik-sn/

20

12. Purnawan J, Atiek S, Husna A. Sindrom Nefrotik. In : Mansjoer Arif.


Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke-2. Jakarta : Media Aesculapius ;
2000. Hal 525-527.
13. Healtoncare. Nephrotic Syndrom : Definition, Causes, Symptomps,
Diagnosis, and treatment. (online). 2012. (sited 2012 september 16).
Available

From

http://www.healthoncare.com/nephrotic-syndrome-

definition-causes-symptoms-diagnosis-and-treatment.html.
14. Sharon. Nephrotic syndrome : Symptom, diagnose, and treatment. (online).
2011.

(cited

2012

september

16).

Available

From

URL

http://knol.google.com/k/sharon/nephrotic-syndrome/hY0t/vbl/AYxo8A
15. Rasad Syahriar. Pleura dan Mediastinum. In : Ekayuda I. Radiologi
Diagnostik. Edisi ke-2. Jakarta: Balai penerbit FKUI ; 2006. Hal. 116,453.
16. Sutton David. Textbook of Radiology and Imaging. 7th Edition. Churchill
livingstone : Elsevier science ; 2003. p. 90
17. Bates JA. Abdominal ultrasound how, why, and when. 2nd edition.
Philadelphia: Churchill Livingstone ; 2004. p. 90, 145, 178.
18. Meddean. Ascites. (online). 2011. (cited 2012 September 25). Available
From : URL : http://www.meddean.luc.edu/lumen/MedEd/Radio/
curriculum/Surgery/Ascites.htm
19. Ifan. Ascites. (online). 2010. (cited 2012 september 26). Available From :
URL : http://ifan050285.wordpress.com/2010/02/21/ascites/
20. Herawati Sudiono, Iskandar Ign, Halim S.L, Santoso Regie, Sinsanta.
Penyakit/kelainan ginjal. In : Winarto Emilia F. Patologi klinik Urinalisis.
Edisi ke-2. Jakarta : Bagian patologi klinik fakultas kedokteran UKRIDA ;
2008. Hal. 74
21. Schmidt G. Thieme Clinical Companions Ultrasound. Stuttgart, Germany :
Georg Thieme veralg ; 2007. p. 269
22. Ghanie Ali. Gagal jantung kronik. In : Sudoyo Aru W. Buku ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi ke-4. Jakarta : Departemen ilmu penyakit dalam
Fakultas kedokteran Universitas Indonesia ; 2006. Hal 1511
23. Philip Eng, Foong-koon cheah. Interpreting Chest X-Rays illustrated with
100 cases. New York : Cambridge University Press ; 2005. p. 17
24. Davey Patrick. Sindrom Nefrotik dan Nefritik . In : Safitri Amaliah. At a
Glance Medicine. Jakarta : Erlangga ; 2006. Hal.244-245

21

22

Anda mungkin juga menyukai