Anda di halaman 1dari 8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pembunuhan
2.1.1 Definisi Tindak Pidana Pembunuhan Menurut KUHP
Tindak pidana pembunuhan dalam kitab undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
termasuk dalam kejahatan terhadap nyawa. Kejahatan terhadap nyawa (misdrin tegen
het leven) adalah berupa penyerangan terhadap nyawa orang lain. Pembunuhan sendiri
berasal dari kata bunuh yang berarti mematikan, menghilangkan nyawa. Membunuh
artinya membuat agar mati. Suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai pembunuhan yaitu
apabila terdapat perbuatan oleh siapa saja yang dengan sengaja merampas nyawa orang
lain.
Untuk memahami arti pembunuhan dapat dilihat pada pasal 338 KUHP yang
berbunyi: Barang siapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang, karena
pembunuhan biasa, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima belas
tahun.
Dari pasal tersebut dapat dipahami bahwa:

Pembunuhan merupakan perbuatan yang mengakibatkan kematian orang lain;


Pembunuhan itu sengaja, artinya diniatkan untuk membunuh;
Pembunuhan itu dilakukan dengan segera sesudah timbul maksud untuk
membunuh.

2.1.2 Klasifikasi Tindak Pidana Pembunuhan Menurut KUHP


Pada dasarnya pembunuhan itu terbagi dalam dua bagian, yaitu dilihat dari
kesalahan pelaku (subjective element) dan sasaran (objective element). Jika didasarkan
pada kesalahan pelakunya, maka diperinci atas dua golongan, yakni:

Kejahatan yang ditujukan terhadap jiwa manusia yang dilakukan dengan

sengaja.
Kejahatan yang ditujukan terhadap jiwa manusia yang terjadi karena kealpaan.

Sedangkan jika didasarkan kepada sasarannya, dibedakan kepada tiga macam:

Kejahatan yang ditujukan terhadap jiwa manusia pada umumnya.


Kejahaan yang ditujukan terhadap jiwa seorang anak yang sedang atau belum

lama dilahirkan.
Kejahatan yang ditujukan terhadap jiwa seorang anak yang masih dalam
kandungan.

Pembunuhan sengaja adalah perbuatan yang mengakibatkan kematian orang lain,


kematian itu dikehendaki oleh pelaku. Dalam KUHP pembunuhan yang dilakukan
dengan sengaja, dikelompokkan dalam beberapa jenis yaitu:

Pembunuhan biasa
Pembunuhan terkualifikasi
Pembunuhan yang direncanakan
Pembunuhan anak
Pembunuhan atas pemintaan si korban
Membunuh diri
Menggugurkan kandungan (abortus)

Pembunuhan karena kealpaan adalah suatu perbuatan yang mengakibatkan


kematian yang tidak disertai niat penganiayaan. Pembunuhan karena kealpaan
diakibatkan oleh tiga kemungkinan yaitu:

Bila si pelaku pembunuhan sengaja melakukan suatu perbuatan dengan tidak


bermaksud melakukan suatu kejahatan tetapi mengakibatkan kematian

seseorang. Kesalahan seperti ini disebut kesalahan dalam perbuatan.


Bila pelaku sengaja melakukan perbuatan dan mempunyai niat membunuh
seseorang yang dalam persangkaannya boleh dibunuh, namun ternyata orang

tersebut tidak boleh dibunuh. Kesalahan seperti ini disebut kesalahan maksud.
Bila si pelaku bermaksud melakukan kejahatan tetapi akibat kelalaiannya dapat
menimbulkan kematian.

2.2 Asfiksia
Salah satu penyebab kematian yang sering adalah akibat asfksia. Kematian akibat
asfiksia sering terjadi, baik secara wajar maupun tidak wajar, sehingga tidak jarang
dokter diminta bantuannya oleh pihak polisi/penyidik untuk membantu memecahkan
kasus-kasus kematian karena asfiksia terutama bila ada kecurigaan kematian tidak wajar.
2.2.1 Definisi Asfiksia
Asfiksia dalam Bahasa Indonesia disebut dengan mati lemas. Sesungguhnya
pemakaian kata asfiksia tidaklah tepat, sebab kata asfiksia ini berasal dari dua kata
Bahasa Greek yang berarti tidak berdenyut, sedangkan pada kematian karena
asfiksia, nadi sebenarnya masih dapat berdenyut untuk beberapa menit setelah
pernapasan berhenti. Istilah yang tepat secara terminology kedokteran ialah anoksia
atau hipoksia.

Asfiksia adalah suatu keadaan terjadinya kkurangan oksigen yang disebabkan


karena terganggunya saluran pernapasan. Secara fisiologis anoksia ialah kegagalan
oksigen mencapai sel-sel tubuh. Kematian oleh karena anoksia terjadi bila persediaan
oksigen pada jaringan tubuh berkurang sampai di bawah minimum keperluan untuk
hidup.
2.2.2 Klasifikasi
Secara fisiologis dapat dibedakan menjadi empat bentuk asfiksia (sering disebut
anoksia):

Anoxic Anoxia
Ialah keadaan tak dapat masuknya oksigen ke dalam aliran darah atau tidak
cukup bisa mencapai aliran darah, misalnya pada orang-orang yang menghisap
gas inert, berada dalam tambang atau pada tempat yang tinggi dimana kadar

oksigen berkurang.
Stagnan Circulatory Anoxia
Terjadi karena gangguan dari sirkulasi darah. Contoh embolism
Anemic Anoxia
Darah tidak mampu mengangkut oksigen yang cukup. Bisa karena volume
darah yang kurang ataupun karena kadar hemoglobin yang rendah. Contoh

intoksikasi CO.
Histotoxic Tissue Anoxia
Keadaan sel-sel tidak dapat mempergunakan oksigen dengan baik yang dapat
disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut:
a. Extracellular: sistim enzim oksigen terganggu. Misalnya pada keracunan
HCN, barbiturate, dan obat-obat hypnotic.
b. Intracellular: terjadi karena penurunan permeabilitas sel membrane, seperti
yang terjadi pada pemberian obat-obat anesthesia yang larut dalam lemak,
misalnya chloroform dan ether.
c. Metabolit: disini sisa-sisa metabolisme tidak bisa dibuang, misalnya pada
uremia dan keracunan CO2.
d. Substrat: bahan-bahan yan diperlukan untuk metabolisme kurang. Misalnya
pada hypoglycemia.

Pada umumnya, anoxia merupakan campuran dari hal-hal tersebut di atas.


2.2.3 Perubahan Patologi
Secara patologi, apa yang ditemukan pada post mortem dari kematian karena anoxia
dari segala tipe di atas dapat dibagi atas perubahan primer dan perubahan sekunder.
2.2.3.1 Perubahan Primer

Perubahan ini terdapar di seluruh tubuh tana membedakan tipe anoxia. Karena
otak adalah organ tubuh yang paling peka terhadap anoxia, maka perubahan
primernya paling penting. Ini ada hubungannya dengan keadaan biokimianya. Apa
yang terjadi pada sel yang anoxia belum dapat diketahui, tapi yang diketahui adanya
perubahan elektrolit dimana kalium meninggalkan sel dan diganti natrium yang
mengakibatkan terjadinya retensi air dan gangguan metabolisme, sehingga sel-sel otak
mati dan menjadi glial tissue.
Bila orang yang mengalami anoxia ini dapat hidup beberapa hari sebelum
meninggal, maka perubahan di atas sangat khas pada otak besar, otak kecil, dan basal
ganglia. Bila orangnya meninggal cepat (acute hypoxia), maka perubahannya tidak
spesifik dan dapat dikaburkan dengan postmortem autolysis dan post mortem damage.
Dari sudut pandang ilmu kedokteran forensic, anoxia dapat dibuktikan hanya
apabila ada reaksi sel-sel otak seperti di atas. Organ tubuh yang lain metabolisme
rasionya lebih rendah daripada otak, sehingga perubahan primernya tidak jelas.
2.2.3.2 Perubahan Sekunder
Perubahan tergantung dari proses kejadiannya. Pada anoxic anoxia, jantung
mengkompensasi dengan memperbesar outputnya, pada saat yang sama arterial dan
venous pressure meningkat. Akhirnya lama-lama jantung mengalami kegagalan. Post
mortem darah akan berwarna gelap dan terjadilah venous dan pulmonary congestion.
Kadang-kadang tidak ada secondary change karena kegagalan jantung terjadi begitu
cepat.
Pada asfiksia karena strangulasi, venous return dari kepala terganggu,
sehingga terjadi pembendungan pada kepala dan leher sehingga timbul perdarahan
petechial di conjunctiva palpebral, kulit wajah, kepala,pada otak, pleura, dan juga
pericard. Perdarahan petechiae ini disebut tardieu spot, yang disebabkan oleh
peningkatan tekanan intra kapiler dan peningkatan permeabilitas kapiler akibat
anoxia.
Pada anemic anoxia yang ada perubahan sekunder hanyalah yang disebakan
keracunan CO, dimana oxyhemoglobin digantikan carboxyhemoglobin. Karenanya
kenaikan CO menjelang kematian terlihat yaitu terjadinya venous dan pulmonary
congestion. Hanya disini darah tidak bertambah gelap tetapi khas berwarna cherry
red.
Sedangkan pada histotoxic anoxia biasanya tidak terjadi perubahan sekunder,
karena kematian terjadi dengan cepat, misalnya pada keracunan cyanida. Sedangkan

pada keracunan barbiuturat, depresi napas agak lama dan menyebabkan incipient
cardiac failure.
2.2.4 Mekanisme asfiksia

Stadium dyspneu
Defisiensi oksigen pada sel-sel darah merah dan akumulasi karbon dioksida
dalam plasma akan merangsang pusat pernafasan di medulla oblongata. Hal ini
akan mengakibatkan gerak pernafasan yang cepat dan kuat,peningkatan denyut
nadi, dan sianosis terutama dapat diamati pada wajah dan tangan.

Stadium konvulsi
Pertama adalah kejang klonik, setelah itu kejang tonik, terakhir terjadi spasme
epistotonik. Pupil menjadi lebar dan denyut jantung menjadi pelan. Hal ini
terjadi dimungkinkan karena meningkatnya kerusakan dari nukleus-nukleus

pada otak karena defisiensi oksigen.


Stadium apneu
Depresi pada pusat pernafasan semakin dalam sehingga pernafasan menjadi
semakin lemah dan dapat berhenti. Timbullah keadaan tidak sadar dan keluarnya
cairan sperma secara tidak disadari (involunter). Dapat juga terjadi keluarnya

urine dan feses secara tidak disadari meskipun jarang.


Stadium final
Pada stadium ini terjadi kelumpuhan pernafasan secara lengkap. Setelah
beberapa kontraksi otomatis dari otot-otot aksesoris pernafasan di leher,
kemudian pernafasan berhenti. Jantung mungkin masih berdenyut setelah
beberapa waktu setelah respirasi berhenti.

2.2.5 Kelainan otopsi


2.2.5.1 Pemeriksaan luar

Sianosis
Dapat dengan mudah terlihat pada daerah-daerah ujung jari dan bibir dimana
terdapat pembuluh darah kapiler. Sianosis ini mempunyai arti bila keadaan

mayat masih baru.


Perdarahan berbintik (ptechiae haemorrhages, Tardius spot)
Keadaan ini mudah dilihat pada tempat dimana struktur jaringan yang longgar,
seperti pada selaput biji mata dan kelopak mata, serta pada kulit kepala. Pada
kasus yang hebat, perdarahan tersebut dapat dilihat pada kulit khususnya di
daerah wajah. Terjadinya keadaan ini akibat perubahan permeabilitas kapiler

sebagai akibat langsung dari hipoksia dan peningkatan tekanan intra kapiler

sehingga kapiler pecah dan terjadilah perdarahan berbintik-bintik (ptechiae).


Pembuluh darah kecil pada konjungtiva melebar (injected)

2.2.5.2 Pemeriksaan dalam

Kongesti organ
Kongesti atau pembendungan yang sistemik dan kongesti pada paru-paru yang
disertai dengan dilatasi jantung kanan, merupakan ciri klasik kematian karena
asfiksia. Jantung sebelah kanan membesar dan banyak terisi darah. Sebaliknya

jantung sebelah kiri sering menjadi contracted dan kosong.


Darah menjadi lebih encer
Pada setiap kematian yang cepat, darah akan tetap cair, salah satu keadaan
tersebut terdapat pada asfiksia. Darah yang tetap cair ini sering dihubungkan
dengan aktivitas fibrinolisin dan faktor-faktor pembekuan yang ada di
ekstravaskuler dan tidak sempat masuk ke dalam pembuluh darah oleh karena

cepatnya proses kematian.


Edema pulmonum
Edema pulmonum atau pembengkakan paru tidak banyak berarti dalam
kaitannya dengan kematian karena obstruksi saluran nafas, oleh karena keadaan

ini dapat terjadi pada berbagai macam keadaan, sehingga tidak khas.
Perdarahan berbintik
Perdarahan berbintik mungkin dapat ditemukan pada timus, pericard, laring,
paru, pleura, epiglotis, permukaan serosa organ dalam, galea dari scalp pada

kepala.
Hiperemia dari lambung, hati, dan ginjal
Ginjal contracted
Ginjal kadang-kadang contracted, sehingga timbul wrinkle capsule akibat
adanya pengerutan. Hal ini terjadi jika proses asfiksia sangat berat.

2.2.6 Penyebab asfiksia


2.2.6.1 Wajar

Laryngeal oedema
Ludwig angina
Laryngitis difteria
Reaksi anafilaktik
Pneumothorax

Complete

pulmonalis karena emboli


Tamponade jantung
Tumor laring / leher
Asthma bronchiale

blocking

arteri

2.2.6.2 Tidak wajar

Trauma pada tungkai trombus vena femoralis emboli


Patah tulang panjang emboli lemak pada paru
Luka tusuk / iris yang mengenai vena jugularis interna emboli udara
Udara terhalang secara paksa, dibagi atas :
Strangulation

- Hanging (strangulation by suspension)

- Strangulation by ligature (jeratan)

- Throttling (manual strangulation)


Suffocation

- Smothering

- Chocking

- Gagging
Traumatic asphyxia : external pressure on the chest
Drowning (tenggelam)
Inhalation of suffocating gasses

2.3 Pembekapan (Smothering)

2.3.1 Definisi

Suatu keadaan tertutupnya luang-lubang external dari jalan nafas (mulut dan hidung)
secara mekanis oleh benda padat atau ahan yang terdiri dari partikel-partikel kecil
(finely divided materials), misalnya pasir, lumpur, abu, dan salju.
2.3.2

2.3.3

Cara kematian
Kecelakaan (tersering)
Pembunuhan (jarang), misalnya dengan bantal, plester, dan lain-lain
Bunuh diri (jarang), misalnya dengan bantal, kantong plastik, dan lain-lain
Pemeriksaan otopsi
Mencari bahan-bahan yang diduga menjadi penyebab dalam rongga mulut
atau dalam lubang hidung, misalnya sepotong kain atau handuk yang dimasukkan ke
dalam kerongkongan mulut, serbuk halus, pasir, bulu, dan sebagainya. Juga kelainan
dalam bentuk luka lecet atau luka memar terdapat di mulut, hidung, dan daerah
sekitarnya. Sering didapatkan memar dan robekan pada bibir, khususnya bibir bagian
dalam yang berhadapan dengan gigi.
Pada anak-anak oleh karena tenaga untuk melakukan pembekapan tersebut
tidak terlalu besar, kelainan biasanya minimal, yaitu luka lecet tekan dan atau memar
pada bibir bagian dalam yang berhadapan dengan gigi dan rahang.

Tanda-tanda asfiksia disertai adanya luka lecet tekan dan memar di daerah

mulut, hidung, dan sekitarnya merupakan petunjuk pasti bahwa pada korban telah telah
terjadi pembekapan yang mematikan.
Pembekapan yang dilakukan dengan satu tangan sedangkan tangan yang lain
menekan kepala korban dari belakang, yang dapat pula terjadi pada kasus pencekikan
dengan satu tangan, maka dapat ditemukan lecet atau memar pada otot leher bagian
belakang. Untuk membuktikannya kadang-kadang harus dilakukan sayatan untuk
melihat otot-otot leher.
Bila alat yang dipakai adalah tangan atau bantal, terdapat sedikit bekas-bekas
scarffing di sekitar mulut dan hidung. Pada pembekapan dengan mempergunakan
bantal, bila tekanan yang dipergunakan cukup besar dan korba memakai lipstik, maka
pada sarung bantal tersebut akan tercetak bentuk bibir dan dapat tembus sampai bagian
bantalnya sendiri.

Bila smothering terjadinya cepat, maka akan terjadi tanda-tanda asfiksia


berupa darah gelap dan encer, wajah sianotik, ekimosis kecil-kecil pada galea scalp,
perdarahan konjungtiva. Bila smothering berlangsung lebih lama, akan terjadi
hyperaeration dan edema pada paru.

Anda mungkin juga menyukai