ARIF HARTARTA,
MANTRA PENGOBATAN ORANG JAWA
(UPAYA SAINTIFIKASI PENGOBATAN TRADISIONAL)
Abstrak
Proktik Mantra Orang Jawa umumnya mencakup 3
(tigo) hol primer, yaitu: laku, patrab, dan uborampe. Laku
artinya melakukan rita! atau diet tertentu (mengolah
jiwo), patrab artinya tindakan ragawi yang harus dilakukan
‘dengan teratur, dan ubarampe artinya syarat berupa
benda yang harus disiapkan guna pemenuhan ritual,
khususnya ritual pengobatan. Sejak zaman Majapahit,
profesi sebagai dukunitabib disebut dengan istilah acaraki
(iat Prasasti Madhawapura). Praktik pengobatan seperti
ini Sesungguhnya masih bisa kita jumpai di berbagai
daerah Nusantara, khususnya Jawa, Pengobatan yang
dilakukan oleh acaraki disebut jenis pengobatan non
konvensional, Disebut non —_konvensional_karena
berlondaskan pengetahuan biomedik yang belum diterima
di ranah kedokteran, serta menggunakan metode pengobatan alami dan tidak melulu
mengandalkan obat kimia dan caracara modern, Dalam mantra pengobatan Jawa,
‘sesungguhnya menyimpan beberapa prinsip, yoitu: |) menjaga stabiltas kesegaran kesehaton
badan, 2) pencegahan penyakit, 3) penyembuhan, dan 4) mengurangi penderitaan atas
ppenyakit yang sangat sult dsembuhkan. Keempat prinsip tersebut dikemas dalam laku,
patrab, dan ubarampe. Menurut saya, yang disebut “penyakit” sesungguhnya tidak cukup
dengan diobati, namun harus disembuhkan (pengobatan dan penyembuhan)
Kata kunci: mantra, pengobatan, penyembuhan, tradisional, saintifikasi
PENDAHULUAN
Kang sekar pangkur winama _Tersurat dalam tembang pangkurs
Lelabuhan kang kanggo wong Tentanghalhal yang berguna bagi Awalnya, _ketika
neat Kehidupan: saya menunggu ibu
Preyopo korn dorgpp burtkaaubaie YO" seéang koma
Adatwaton pike Spunkadulyseyegranya dikes. mah skit, tiba-tiba
Miwch ingkang tota roma ‘juga tentang adatistiadat Gani «SAU ada. ‘ham’ yang
Den kaesthi song rot ir), budi pekerti (ata kramay;—-Masuk dalam pikiran
sebaiknyajangan ditinggalkan———_S2Y8. Sebuah
(ak siang ataupun malam) pertanyaan, “apa yang
* dalam Serat Wulangreh akan berubah menjadi
lebih baik apabila jagad sains “berjabat tangan” dengan jogad mitis-religius dan
kebudayaan (local genius dan local wisdom)?” Ilham balasanpun datang ketika saya hanyut
dalam kontemplasi dengan patrab merebahkan diri disamping makam ibu saat peringatanhari ke 7 (tujuh). Peristiwa ini terjadi tepat empat bulan yang lalu. ham itu—seolah-
colah—menjelma menjadi suara ibu saya (berbicara dalam bahasa Jawa), dan bila saya alih
bahasakan, suara dalam pikiran saya ketika icu berbunyi, “keduanya (sains dan
religius) tidak saling membutuhkan, tapi ketahuilah nak, bahwa kita (manusia)
membutubkan keduanya”,
Percaya dan tidak percaya, itulah yang saya alami. Percaya dan tidak percaya; saat ini
saya terdaftar dan ada diantara sebelas pemakalah yang lain dalam seminar yang
diselenggarakan oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Begitulah kira-kira
salah satu cara ‘alam’ menuncun hidup kita
Kesehatan dan umur panjang adalah harta paling berharga bagi manusia. Ada
penjelasan filosofis atas statement tersebut. Pertama, aktivitas kita menjadi maksimal
dalam kondisi sehat. Kedua; dengan berkat umur panjang, kesempatan kita untuk
berdharma kepada alam dan sesama menjadi lebih lama. Sangat sederhana memang (?)
Kesehatan yang saya maksud mencakup tiga (3) hal, yaitu: 1) kesehatan spiritual, 2)
kesehatan mentaljiwa/emosi, dan 3) kesehatan jasmani
Orang yang kesehatannya terganggu akan dinyatakan mengidap atau terkena
penyakit. Entah penyakit tersebut disebabkan oleh virus, bakteri, kuman atau terjadi
karena faktor eksternal (misal: Iuka Karena terjatuh), strees; sudah tentu harus
diupayakan kesembuhannya. Upaya menangani penyakit sejak manusia dari zaman purba
sampai era sekarang bisa dikatakan menempati prioritas tertinggi. Tahapan “cara zaman”
menangani penyakit tersebut secara sederhana—meminjam istilah Peursen—
berkembang melalui tiga (3) tahap, yaitu: mitis, ontologis, fungsional (lihat Peursen,
1988:18-19)
Mantra berkembang dalam budaya dan tradisi-masyarakat—khususnya. Jawa—
melalui tiga tahap seperti tersebut di atas (baca Arif, 2011:185-186). Di wilayah Jawa,
sedikitnya terdapat 27 + | (mantra Judi) jenis mantra berdasarkan fungsinya (lihat Arif
2011: 260-266). Saya mendefinisikan mantra sebagai metode atau gagasan (mental)
sebagai penegasan suatu tujuan particular; dinyatakan dengan diksi yang dipercaya
mengandung kekuatan adi kodrati/gaib dan sengaja diciptakan untuk mengatasi berbagai
problem kehidupan.
Definisi prakmatis—Mantra Jawa—berdasar informasi dari tradisi masyarakat Jawa
menunjukkan bahwa upaya pemberdayaan kesehatan telah diupayakan oleh manusia
sejak zaman purba sampai manusia era sekarang dengan “kedewasaan” masing-masing
zaman. Sebagai bukti—yang tidak terlalu tua—bisa kita lihat pada prasasti Madhawopura
‘zaman Majapahit yang menceritakan adanya jenis pekerjaan sebagai peracik jamu. Profesi
ini disebut dengan nama acaraki. Tentu saja kita bisa merekontruksi di dalam imaginasi
berdasar kondisi budaya dan tradisi waktu itu bahwa ramuan jamu tersebut tidak
sekadar diracik, tetapi diberi doa-doa yang dikenal dengan istilah mantra pada zamannya.
A. Penyakit Fisik dan Penyakit Non Fi
Penyakit fisik dalam konteks ini mencakup penyakit yang ada di badan luar dan penyakit
yang ada di dalam badan (penyakit dalam). Penyakit non fisik mencakup kondisi mental
dan spiritual seseorang. Menurut survey yang pernah dilakukan di Negara-negara maju,
ditemukan data bahwa 3 (tiga) urutan teratas penyakit penyebab umum kematian adalah:
1) kardiovaskular/jantung, 2) kanker, dan 3) stroke (Goldszmidt & Caplan, 2009:2). 75%
ikepenyakit stroke terjadi di negara berkembang dan merupakan penyakit penyebab
kecatatan nomor satu di dunia (George, Wita, Budi, Yuda, 2007:24).
Selain dari tiga yang telah disebut, masih terdapat daftar penyakit yang cukup
menakutkan bagi masyarakat; seperti penyakit gula/diabetes militus, hipertensi, leukimia
dan jenisnya yang lain, asam urat, asthma, maag, vertigo, tifus, hepatitis, dan lain-lain
Penyakit seperti tersebut, digolongkan sebagai penyakit fisik (termasuk yang disebut
sebagai penyakit dalam) yang harus diobati. Penyakit fisik jenis luka luar bisa diobati
dengan menggunakan obat merah secara teratur hingga luka mengering dan membentuk
sel-sel baru memperbaiki kulit daging yang telah robek. Untuk pengobatan penyakit
stroke, selain menggunakan terapi obat secara teratur menurut dosis yang diberikan
oleh dokter ahli, pengobatan bisa difakukan dengan perubahan gaya hidup terapiotik
dengan cara: diet tinggi buah-buahan sitrus dan sayuran hijau, olah raga teratur,
pengendalian berat badan, dan berhenti merokok (baca Goldszmidt & Caplan, 2009:52-
2).
Masyarakat Jawa mengenal konsep “sukerta” yang berasal dari akar kata “suker”
yang berarti kotor. Kotor dalam pengertian ini sangat dekat dengan pengertian tidak
sahat atau sakit. Seseorang yang menanggung sukerta dipercaya akan selalu mengalami
kesialan dalam berbagai bentuk. Penyakit model ini hanya bisa diobati dan disembuhkan
dengan ritual penolakan, sebab kasus demikian sangat terkait erat dengan kondisi sosial
budaya dan sistem kepercayaan. Upacara ruwatan biasanya menghadirkan pertunjukan
‘wayang dengan lakon “Sudamala atau Murwakala”. Ki dalang melakukan ritual
penyembuhan dengan menggunakan doa-doa atau mantra disertai kelengkapan
ubarampelperalatan sebagai syarat baku dan sojen atau sajian yang beraneka ragam
Arvinya bahwa beberapa jenis sukerta merupakan penyakit dalam golongan non fisik.
Penyakit tidak hanya menyerang fisik, tetapi juga menyerang sisi non fisik. Manusia,
terdiri dari raga dan roh yang keduanya tidak bisa dipisahkan. Analisa kesehatan
terhadap pola hubungan antarunsur (jiwa-raga) dan proses yang mendasari
pembentukannya (penyakit) sangat penting diketahui oleh paramedis. Artinya, paramedis
juga harus memperhatikan faktor-faktor psikis penderita. Jadi, tidak hanya mengobati
rramun juga melakukan penyembuhan dengan pendekatan spiritual dan mental. Dokter
atau mantri yang melakukan dua pendekatan sekaligus, yaitu pengobatan dan
penyembuhan biasanya disebut sebagai “‘terkun” atau dokter dukun (orang
pintar/paranormal).
Informasi yang tergolong baru, akhir-akhir ini saya mendapati perkembangan ilmu
psikologi dalam dunia kedokteran dalam bentuk terapi yang disebut dengan nama
“Psikosomatik", Gangguan Psikosomatik disebabkan oleh program pikiran_negatif,
seperti masalah emosi: strees, kecewa, trauma, cemas, dan rasa berdosa. Faktor pikiran
sangat mempengaruhi kondisifisik, terutama dalam sistem kekebalan tubuh, begitu pula
sebaliknya; gangguan fisik bisa mempengaruhi faktor psikis. Sebagai contoh adalah
penyakit migren (sakit kepala sebelah). Migren biasanya terjadi ketika seseorang
mengalami kekecewaan hati. Catatan penting untuk psikologi klinis adalah tidak semua
teori berlaku untuk semua orang, artinya harus menggunakan pendekatan-pendekatan
tercentu yang berlainan antara pasien satu dengan lainnya (baca Mustin dan Jeane dalam
Dennis dan Prilleltensky (ed), 2005: 145-146),
Emosi tertentu seseorang memancarkan aura, Menurut penuturan_ praktisi
magnetisme, sebelum penyakit menyerang tubuh fisik, pertama-tama penyakit tersebutmenyerang tubuh astral atau tubuh halus. Tubuh astral inilah yang memancarkan aura
dengan warna-warna tertentu. Setiap aura dan ketimpangan yang terjadi padanya
memancarkan pola energi tertentu. Missal gangguan peradangan, maka aura yang
ditampilkan oleh daerah radang berwarna lebih merah atau lebih gelap dan lebih tebal
daripada bagian lain energi tersebut.
Salah satu cara paling praktis untuk membersihkan, memulihkan, menyeimbangkan
energifaura dalam tubuh, pikiran, emosi, atau roh adalah dengan mantra. Secara
sederhana dikatakan oleh Andrews bahwa “getaran yang dihasilkan oleh bunyi mantra
tertentu merangsang energi di sekeliling dan di dalam diri yang berguna bagi
penyembuhan” (1998:184-185). Dari uraian di atas, memberikan pemahaman bahwa
sesungguhnya akar penyakit bermula dari kondisi pikiran. Pikiran digolongkan menjadi
tiga, yaitu pikiran tak sadar, pikiran sadar dan pikiran bawah sadar. Pikiran bawah sadar
selalu memberi respon dan mengusahakan apa yang tertanam dipikiran atau mental
sadar. Pikiran sadar berkait erat dengan akal, logika. Pikiran bawah sadar berkait dengan
hal-hal imaginer dan kepercayaan. Percaya berarti menerima suatu hal sebagai benar.
Murphy menulis "hukum kepercayaan mengatakan bahwa sesuai dengan kepercayaan
anda, akan terjadi pada anda” (2008:63).
Sebagian besar pemikiran kita dilakukan di bawah sadar, dan tanpa kita sadari
kognisi alam bawah sadar membentuk dan menyusun segala pemikiran sadar (lihat
Capra, 2009:74,78). Karena daya-daya, efek-ofek dari segala hal adalah energi, maka
dapat ditarik benang merah bahwa energi mengalir mengikuti pikiran. Hukum pikiran
‘mengatakan bahwa hal-hal yang ada dalam pikiran (mental) akan terwujud secara persis
sama di dunia faktual (Giardina, 2003:27). Akcualitasnya bekerja sesuai daya saran yang
diserap oleh alam bawah sadar. Secara sederhana saya rumuskan bahwa A menarik A’
{aksen). Semua orang sepakat bahwa pikiran selalu dihubungkan dengan otak. Meskipun
begitu, belum ada kesepakatan ilmiah mengenai hakikat hubungan antara pikiran dan
corak (Revonsuo & Kamppinen, 1994 hal 5 dalam Capra, 2008:45-46). Yang jelas,
pemisahan ini membayangi dunia ilmu pengetahuan selama lebih dari 300 tahun sejak
zaman Descartes.
Benang merah dari uraian di atas bahwa upaya penyembuhan penyakit bisa
ditempuh dengan melatih kesadaran dengan cara kontemplasi, relaksasi, meditasi.
Menurut informasi wawancara dari salah satu TV swasta, sebuah projek penelitian di
‘Amerika menemukan fakta bahwa orang yang pikirannya tenang (para meditator)
memiliki sistem imun yang mampu menyembuhkan diri jauh lebih cepat dari orang
awam yang tidak menguasai teknik relaksasi. Percobaan tersebut dilakukan dengan
menyuntikkan virus flu ke tubuh objek banding, yaitu biksu dan orang awam. Hal ini
telah digagas oleh Capra, seorang ahlifisika teoritik, flosof sekaligus mistikus terkemuka
pada abad ini bahwa dialog antara sains kognitif dan tradisi kontemplatif meditasi
menunjukkan bahwa bukti-bukti praktik meditasi akan menjadi bagian dari sains
kesadaran apapun di masa depan (2009.6).
Metode meditasi atau relaksasi sangat beragam. Lain narasumber lain pula metode
yang diajarkan, Ada yang menekankan pada olah pernafasan dengan menahan nafas di
Perut kemudian nafas ditahan di bawah perut sampai sekuatnya, ada pula yang
mengajarkan agar memperhatikan detak jantung, ada juga yang mengajarkan agar
memperhatikan keluar masuknya nafas dengan berucap dalam hati kata Auloh (saat
menarik nafas) dan kata Hu (waktu mengeluarkan nafas). Namun ada pula yangmengajarkan bahwa agar berkonsentrasi pada tujuan adalah hal yang paling utama,
dengan pengaturan nafas biasa. Dari semua pelatihan yang peneliti dapat dari
narasumber, kunci kesamaan antara narasumber satu dan yang lain adalah nafas.
‘Tujuan dari konsetrasi pernafasan ini ternyata tiada lain adalah membebaskan fikiran
dari perkara-perkara duniawi yang berkecamuk pada setiap manusia, yang datang dan
pergi di kepala setiap manusia. Kata ‘nafas’ secara harfiah berharti udara yang dihirup
dan dikeluarkan oleh makhluk hidup sebagai sarana hidup. Nafas berarti nafs atau roh,
spiritual, hidup, jiwa, spirit, spiritus, anima, pneuma, psyche, atma, atman, Kesamaan
istilah untuk nafas diberbagai tradisi filsafat baik barat maupun timur adalah metafor
sempurna bagi kehidupan (lihat Capra, 2009:49, 81).
Samadi atau meditasi merupakan oleh batin dengan jalan konsentrasi, mengekang
pikiran yang liar, dan mengendalikan indera-indera. Di sisi fain Krishnamurti (2002)
memberikan pengertian bahwa meditasi bukanlah konsentrasi, karena_konsentrasi
adalah pemisahan, meditasi adalah bertindaknya keheningan, bermeditasi adalah
mengatasi waktu, meditasi adalah menyelidiki apakah otak dapat sungguh-sungguh diam,
meditasi bukanlah suatu cara untuk mencapai tujuan tetapi adalah keduanya: cara dan
tujuan (Iihat halaman 8, 20, 70, 84, 90). Pemahaman orang Jawa menganggap sama
antara meditasi dan samadi, Istilah meditasi sesungguhnya lebih dekat pengertiannya
dengan istilah ‘medis’ atau penyembuhan jasmani, mental, dan rohani, Meditasi
merupakan aspek tertinggi dari penyembuhan (Lambillion, 2005:219). Samadi
merupakan perjalanan spiritual atau jiwa menuju puncak keheningan atau
kasunyatan/sunyalsunyata.
Sebelum ilmu pengobatan modern berkembang di Nusantara, para tabib
menggunakan metode pengobatan non kenvensional. Disebut non konvensional karena
berlandaskan pengetahuan biomedik yang belum diterima di ranah kedokteran, serta
menggunakan metode pengobatan alami dan tidak melulu mengandalkan obat kimia dan
cara-cara modern. Selain meracik ramuan obat, para tabib biasanya memberikan doa-
doa atau mantra-mantra penyembuhan yang dibacakan di ramuan yang telah diracik.
Meditasi atau relaksasi jelas merupakan metode penyembuhan segala macam penyaki
dan termasuk dalam paket pengobatan dan penyembuhan non konvensional.
B. Fungsi Mantra dalam Penyembuhan
Pengobatan dilakukan dari luar (fisik), sedangkan penyembuhan harus dilakukan dari
dalam (non fisik: pikiranjjiwa). Pengobatan dilakukan dengan patrab dan uborampe,
sedangkan penyembuhan dilakukan dengan loku dan mantra. Loku artinya melakukan
ritual atau diet tertentu (mengolah jiwa), patrab artinya tindakan ragawi yang harus
dilakukan dengan teratur, dan ubarampe artinya syarat berupa benda yang harus
disiapkan guna pemenuhan ritual, khususnya ritual pengobatan. Praktik-praktik mantra
ternyata mampu memberikan daya kehidupan dalam konsepsi keyakinan dan harapan
Mantra mengandung kata sugestif yang mampu membangkitkan etos, semangat, dan rasa
percaya diri terhadap pemiliknya jika dilandasi kepercayaan penuh (Arif, 2010:43)..
Metode afirmatif mental bawah sadar dengan cara mengulang-ulang syair mantra
tertentu, dalam teori swahipnosa dianggap sangat efektif. Syair mantra ini bersifat past
tense, artinya seolah-olah hal yang diharapkan sudah terjadi. Rubin dan Avery menulis
bahwa "kata-kata adalah perintah batin yang mengalir di bawah permukaan kesadaran”(2004:75). Sikap memasuki swahipnosa (menghipnosis diri) biasa dilakukan dengan cara
memandang ujung hidung. Sikap ini seperti sikap manekung atau semedi dalam gaya Jawa.
‘Afirmasi daya saran positif akan efektif apabila ditanamkan pada bawah sadar seseorang
ketika dalam keadaan relaks penuh, Tujuannya adalah untuk mengatasi masalah mental
yang sedang dihadapi.
Mantra pengobatan yang saya temui di masyarakat paranormal hampir selalu
menggunakan media air. Tradisi pengobatan menggunakan media air dalam Islam
(Rosyad, 2004:28) dikenal dengan istilah rukyah. Dunia modern telah mampu
menyingkap misteri air. Penelitian tentang air dilakukan oleh Emoto (2005) dengan
menunjukkan kualitas kristal-kristal yang terbentuk dari berbagai jenis air. Air yang
diberi ‘informasi’ (dalam bentuk tulis maupun lisan) positif akan menghasilkan kristal
yang baik, sebaliknya jika informasi yang diberikan negatif atau tidak baik, maka air
tersebut tidak bisa menghasilkan kristal yang bagus, bahkan tidak bisa membentuk
keriseal
Mengingat bahwa 75% tubuh manusia terdiri dari air, maka air yang sehat
menentukan kesehatan tubuh orang yang meminumnya. Seburuk apapun kualitas air, bila
terus menerus diberi informasi posit, kadar kualitasnya akan membaik. Air yang telah
diberi informasi positif bisa digunakan sebagai obat untuk hampir segala penyakit. Dalam
akon pewayangan Jawa "Dewa Ruci”, bahwa awal dan akhir kehidupan disimbolkan
dalam suatu proses perjalanan Bima Sena mencari “Tirta Pawitra Mahening Suci” yang
secara harfiah berarti air jernih. Air jernih dalam konteks ini dianggap menyimpan
engetahuan tertinggi, pengetahuan sempurna tentang kehidupan. Tindakan
Penyembuhan dengan air dilakukan dengan cara membaca mantra atau doa
penyembuhan pada air sebelum diminum. Jika tidak ada doa khusus, cukup memberi
tulisan seperti ‘terimakasih, sembuh, sehat, dsb’, kemudian ditempelkan berhadap muka
pada botol air (dibaca oleh air di dalam botol). Catatan penting mengenai air adalah
bahwa kualitas air tidak mampu bertahan terhadap gelombang listrik/elektromagnetik
Air juga tidak memiliki ketahanan terhadap energi dari benda sejenis logam.
Sebagai contoh adalah ramuan untuk penyakit gula atau diabetes militus yang
terbuat dari bahan baku buah kluwih. Kluwih sebesar genggaman tangan (harus dipetik
fangsung dari pohonnya), direbus dengan 2 (dua) liter air sampai tinggal tersisa air 1,5
liter, kemudian air tersebut diminum. Mantra yang harus diucapkan dengan menahan
napas adalah “salalahu ngali wassalam, sirUlloh, DatUlloh, WujudUlloh, wujud ingsun iki
wujudana panyuwun ingsun. Ya Hu Allah Ya Hu Allah Ya Hu Allah, Sing lara Allah sing
nambani Allah. Mantra dibaca 3 (tka kali). Yang menarik dalam kasus ini adalah buah
Kiuwih yang harus dipetik langsung dari pohonnya.
Menurut logika berpikir saya, anjuran itu bukan tanpa maksud, mengingat bahwa
tidak ada sesuatu yang lahir dari kekosongan budaya (Teeuw,1980). Secara filosofis,jika
sampai buah Kluwih tersebut jatuh, terjadilah benturan yang mengakibatkan berubahnya
struktur atau zat obat penyakit gula yang ada di dalam buah. Hal tersebut bisa dilakukan