Anda di halaman 1dari 25

Aprilia Puspita Ningrum (2A-1201100031) | 1

KONSEP DASAR IBU PADA MASA NIFAS


1. Pengertian Masa Nifas
Masa setelah melahirkan selama 6 minggu atau 40 hari menurut hitungan awam
merupakan masa nifas. Masa ini penting sekali untuk terus dipantau. Nifas merupakan
masa pembersihan rahim, sama halnya dengan masa haid. Masa nifas (puerperium)
adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali
seperti sebelum hamil. Secara garis besar terdapat 3 proses penting pada masa nifas,
yaitu:
1.1 Pengecilan rahim atau involusi
Rahim adalah organ tubuh yang spesifik dan unik karena dapat mengecil dan
membesar dengan menambah atau mengurangi jumlah selnya. Pada wanita yang
tidak hamil, berat rahim sekitar 30 gram dengan ukuran kurang lebih sebesar telur
ayam. Selama kehamilan, rahim makin lama akan makin membesar.
Bentuk otot rahim mirip jala berlapis tiga dengan serat-seratnya yang
melintang kanan, kiri, dan transversal. Di antara otot-otot itu ada pembuluh darah
yang mengalirkan darah ke plasenta. Setelah plasenta lepas, otot rahim akan
berkontraksi atau mengerut, sehingga pembuluh darah terjepit dan perdarahan
berhenti. Setelah bayi lahir, umumnya berat rahim menjadi sekitar sekitar 1000
gram dan dapat diraba kira-kira setinggi 2 jar/..i di bawah umbilikus. Setelah 1
minggu kemudian beratnya berkurang jadi sekitar 500 gram. Sekitar 2 minggu
beratnya sekitar 300 gram dan tidak dapat diraba lagi.
Jadi, secara alamiah rahim akan kembali mengecil perlahan-lahan ke
bentuknya semula. Setelah 6 minggu beratnya sudah sekitar 40-60 gram. Pada saat
ini dianggap masa nifas sudah selesai. Namun, sebenarnya rahim akan kembali ke
posisinya yang normal dengan berat 30 gram dalam waktu 3 bulan setelah masa
nifas. Selama masa pemulihan 3 bulan ini, bukan hanya rahim saja yang kembali
normal, tetapi juga kondisi ibu secara keseluruhan.
1.2 Kekentalan darah (hemokonsentrasi kembali normal)
Selama hamil, darah ibu relatif lebih encer karena cairan darah ibu banyak
sementara sel darahnya berkurang. Bila dilakukan pemeriksaan, kadar Hb akan
tampak sedikit menurun dari angka normalnya sebesar 11-12 gr%. Bila
hemoglobinnya terlalu rendah, maka bisa terjadi anemia atau kekurangan darah.
Oleh karena itu, selama hamil ibu perlu diberi obat-obatan penambah darah,
sehingga sel-sel darahnya bertambah dan konsentrasi darah atau hemoglobinnya
normal atau tidak terlalu rendah. Setelah melahirkan, sistem sirkulasi darah ibu
akan kembali seperti semula. Darah kembali mengental, dimana kadar
perbandingan sel darah dan cairan darah kembali normal. Umumnya hal ini terjadi
pada hari ke-3 sampai ke-15 pasca persalinan.
1.3 Proses laktasi atau menyusui
Proses ini timbul setelah plasenta lepas. Plasenta mengandung hormon
penghambat prolaktin (hormon plasenta) yang menghambat pembentukan ASI.
Setelah plasenta lepas, hormon plasenta itu tidak dihasilkan lagi, sehingga terjadi
produksi ASI. ASI keluar 2-3 hari setelah melahirkan. Namun hal yang luar biasa

Aprilia Puspita Ningrum (2A-1201100031) | 2

adalah sebelumnya di payudara telah terbentuk kolustrum yang sangat baik untuk
bayi, karena mengandung zat kaya gizi dan antibodi pembunuh kuman.
2. Pembagian periode postpartum
Menurut referensi dari Prawirohardjo (2009:238), pembagian nifas di bagi 3 bagian,
yaitu :
1) Puerperium Dini
Yaitu kepulihan dimana ibu di perbolehkan berdiri dan berjalan. Dalam agama
Islam, dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.
2) Puerperium Intermedial
Yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8 minggu.
3) Remote Puerperium
Yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila
selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk
sehat sempurna bisa berminggu, bulan atau tahunan.
3. Adaptasi fisiologis dan psikologis
3.1 Adaptasi fisiologis
a. Uterus
Involusi uterus melibatkan peng-reorganisasian dan pengguguran desidua atau
endometrium serta pengelupasan situs plasenta sebagaimana diperlihatkan
(Varney, 2004:252).
Segera setelah kelahiran bayi, plasenta dan membran, beratnya adalah kirakira 1100 gram dengan panjang kira-kira 15 cm, lebar 12 cm, serta 8 sampai 10
cm tebalnya. Ukuran itu adalah kira-kira dua atau tiga kali ukuran uterus non
hamil, multipara.
Uterus berkurang beratnya sampai menjadi kira-kira 500 gram pada akhir
minggu pertama post partum, 300 gram sampai 350 gram pada akhir minggu
kedua, 100 gram pada akhir minggu keenam, dan mencapai berat biasa non hamil
70 gram pada akhir minggu kedelapan post partum. Segera setelah kelahiran,
bagian puncak dari fundus akan berada kira-kira dua pertiga sampai tiga perempat
tingginya diantara simpisis pubis dan umbilikus.
Fundus ini kemudian akan naik ketingkat umbilikus dalam tempo beberapa
jam. Ia akan tetap berada pada kira-kira setinggi (atau satu jari lebarnya di bawah)
umbilikus selama satu, dua hari dan kemudian secara berangsur-angsur turun ke
pinggul, kemudian menjadi tidak dapat dipalpasi lagi bila di atas simhisis pubis
setelah hari ke sepuluh (Varney, 2004:252).
b. Involusi tempat plasenta
Ekstrusi lengkap tempat plasenta perlu waktu sampai 6 minggu. Proses ini
mempunyai kepentingan klinik yang amat besar, karena jika proses ini terganggu,
mungkin terjadi pendarahan nifas yang lama. Segera setelah kelahiran, tempat
plasenta kira-kira berukuran sebesar telapak tangan, tetapi dengan cepat
ukurannya mengecil. Pada akhir minggu kedua, diameternya 3 sampai 4 cm.
Segera setelah berakhirnya persalinan, tempat plasenta normalnya terdiri dari
banyak pembuluh darah yang mengalami trombosis yang selanjutnya mengalami
organisasi trombus secara khusus.

Aprilia Puspita Ningrum (2A-1201100031) | 3

c. Pembuluh darah uterus


Di dalam uterus sebagian besar pembuluh darah mengalami obliterasi dengan
perubahan hialin, dan pembuluh yang lebih kecil tumbuh ditempat mereka.
Reasorbsi residu yang mengalami hialinisasi diselesaikan dengan proses yang
serupa dengan yang di temukan di ovarium setelah ovulasi dan pembentukan
korpus luteum. Tetapi sisa-sisa kecil tetap ada selama bertahun-tahun, yang
dibawah mikroskop memberikan cara untuk membedakan antara uterus wanita
multipara dan nullipara.
d. Lochia
Lochia adalah nama yang diberikan pada pengeluaran dari uterus yang terlepas
melalui vagina selama masa nifas (Varney, 2004:253).
Pengeluaran Lochia dapat dibagi berdasarkan jumlah dan warnanya sebagai
berikut :
1) Lochia Rubra
1 sampai 3 hari berwarna merah dan hitam, terdiri dari sel desidua, verniks
kaseosa, rambut, sisa mekonium, sisa darah.
2) Lochia Sanguinolenta
3 sampai 7 hari, berwarna kuning berisi darah dan lendir
3) Lochia Serosa
7 sampai 14 hari, berwarna kekuningan
4) Lochia Alba
Setelah hari ke 14, berwarna putih
e. Vagina dan Perineum
Segera setelah persalinan, vagina dalam keadaan menegang dengan disertai
adanya edema dan memar, dengan keadaan masih terbuka. Dalam satu atau dua
hari edema vagina akan berkurang. Dinding vagina akan kembali halus, dengan
ukuran yang lebih luas dari biasanya.
Ukurannya akan mengecil dengan terbentuk kembalinya rugae, pada 3 minggu
setelah persalinan. Vagina tersebut akan berukuran sedikit lebih besar dari ukuran
vagina sebelum melahirkan pertama kali. Meskipun demikian latihan untuk
mengencangkan otot perineum akan memulihkan tonusnya (Varney, 2004:254).
f. Payudara
Konsentrasi hormon yang menstimulasi perkembangan payudara selama
wanita hamil, (estrogen, progesteron, human chorionic gonadotropin, prolaktin,
kortisol, dan insulin) menurun dengan cepat setelah bayi lahir. Waktu yang
dibutuhkan hormon-hormon ini untuk kembali ke kadar sebelum hamil sebagian
ditentukan oleh apakah ibu menyusui atau tidak.
g. Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah biasanya stabil dan normal, temperatur biasanya kembali
normal dari kenaikannya yang sedikit selama periode melahirkan dan menjadi
stabil dalam 24 jam pertama setelah melahirkan. Denyut nadi biasanya normal
kecuali bila ada keluhan persalinan yang lama dan sulit atau kehilangan banyak
darah (Varney, 2004:254).
h. Perubahan Sistem Ginjal

Aprilia Puspita Ningrum (2A-1201100031) | 4

Pelvis ginjal dan ureter yang berdilatasi selama kehamilan, kembali normal
pada akhir minggu setelah melahirkan.
Segera setelah melahirkan kandung kemih tampak bengkak, sedikit
terbendung, dapat hipotonik, dimana hal ini dapat mengakibatkan overdistensi,
pengosongan yang tidak sempurna dan adanya sisa urin yang berlebihan kecuali
bila diambil langkah-langkah yang mempengaruhi ibu untuk melakukan buang air
kecil secara teratur meskipun pada saat wanita itu tidak mempunyai keinginan
untuk buang air kecil. Efek dari trauma selama persalinan pada kandung kemih
dan ureter akan menghilang dalam 24 jam pertama setelah melahirkan (Varney,
2004:255).
i. Kehilangan Berat Badan
Seorang wanita akan kehilangan berat badannya sekitar 5 kg pada saat
melahirkan. Kehilangan ini berhubungan dengan berat bayi, plasenta dan cairan
ketuban. Pada minggu pertama post partum seorang wanita akan kehilangan berat
badannya sebesar 2 kg akibat kehilangan cairan (Varney, 2004:255).
j. Dinding Abdomen
Strie abdominal tidak bisa dilenyapkan sama sekali akan tetapi mereka bisa
berubah menjadi garis-garis yang halus berwarna putih perak (Varney, 2004:255).
Ketika miometrium berkontraksi dan berektrasi setelah kelahiran dan beberapa
hari sesudahnya, peritonium yang membungkus sebagian besar uterus dibentuk
menjadi lipatan-lipatan dan kerutan-kerutan. Ligamentum latum dan rotundum
jauh lebih kendor daripada kondisi tidak hamil, dan mereka memerlukan waktu
cukup lama untuk kembali dari peregangan dan pengendoran yang telah
dialaminya selama kehamilan tersebut.
k. Perubahan Hematologis
Leukositosis yang meningkatkan jumlah sel-sel darah putih sampai sebanyak
15.000 semasa persalinan, akan tetap tinggi selama beberapa hari pertama dari
masa post partum. Jumlah sel-sel darah putih tersebut masih bisa naik lagi lebih
tinggi sampai 25.000 atau 30.000 tanpa adanya kondisi patologis jika wanita
tersebut mengalami persalinan lama. Jumlah hemoglobin, hematokrit dan
erytrocyte akan sangat bervariasi pada awal-awal masa nifas sebagai akibat dari
volume darah, volume plasma dan tingkat volume sel darah yang berubah-ubah
(Varney, 2004:256).
l. Sistem Endokrin
1) Hormon Plasenta
Selama periode pascapartum, terjadi perubahan hormon yang besar.
Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan signifikan hormon-hormon
yang diproduksi oleh organ tersebut. Penurunan hormon Human Placcental
Lactogen (HPL), estrogen dan kortisol, serta placental enzyme insulinase
membalik efek diabetogenik kehamilan, sehingga kadar gula darah menurun
secara yang bermakna pada masa puerperium.
2) Hormon Hipofisis dan Fungsi Ovarium
Waktu dimulainya ovarium dan menstruasi pada wanita menyusui
berbeda. Kadar prolaktin serum yang tinggi pada wanita menyusui tampaknya

Aprilia Puspita Ningrum (2A-1201100031) | 5

berperan dalam menekan ovulasi. Karena kadar Follicle-Stimulating Hormone


(FSH) terbukti sama pada wanita menyusui dan tidak menyusui, dismpulkan
ovarium tidak berespons terhadap stimulasi FSH kadar prolaktin meningkat.
m. Sistem Urinarius
Perubahan hormonal pada masa hamil (kadar steroid yang tinggi) turut
menyebabkan peningkatan fungsi ginjal, sedangkan penurunan kadar steroid
setelah wanita melahirkan sebagian menjelaskan sebab penurunan fungsi ginjal
selama masa pascapartum. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan
setelah wanita melahirkan. Diperkirakan 2 sampai 8 minggu mengalami hipotonia
pada kehamilan dan dilatasi ureter serta pelvis ginjal kembali ke keadaan sebelum
hamil. Pada sebagian kecil wanita, dilatasi traktus urinarius bisa menetap selama
tiga bulan.
n. Sistem Cerna
1) Nafsu Makan
Ibu biasanya setelah melahirkan diperbolehkan untuk mengkonsumsi
makanan ringan dan setelah benar-benar pulih dari efek analgesia,
anesthesia, dan keletihan, kebanyakan ibu merasa sangat lapar. Permintaan
untuk memperoleh makanan dua kali dari jumlah yang biasa dikonsumsi
disertai konsumsi camilan yang sering-sering ditemukan.
2) Motilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap
selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan
anesthesia bisa memperlambat pengembalian tonus dan motilitas ke
keadaan normal.
3) Defekasi
Buang air besar secara spontan bisa tertunda selama dua sampai tiga
hari setelah ibu melahirkan. Keadaan ini bisa disebabkan karena tonus otot
usus menurun selama proses persalinan dan pada awal masa pascapartum,
ibu biasanya merasakan nyeri diperinium akibat episiotomi, laserasi, atau
hemoroid. Kebiasaan buang air besar yang teratur perlu dicapai kembali
setelah tonus usus kembali normal.
o. Sistem Kardiovaskuler
1) Volume Darah
Perubahan volume darah tergantung pada beberapa faktor, misalnya
kehilangan darah selama melahirkan dan mobilisasi serta pengeluaran
cairan ekstravaskuler (edema fisiologis).
2) Curah jantung
Denyut jantung, volume sekuncup, dan curah jantung meningkat
sepanjang masa hamil. Segera setelah wanita melahirkan, keadaan ini
akan meningkat bahkan lebih tinggi selama 30 sampai 60 menit karena
darah yang biasanya melintas sirkuit etoroplasenta tiba-tiba kembali ke
sirkulasi umum.
p. Varises
Varises di tungkai dan di sekitar anus (hemoroid) sering dijumpai pada wanita
hamil. Varises, bahkan varises vulva yang jarang dijumpai, akan mengecil dengan

Aprilia Puspita Ningrum (2A-1201100031) | 6

cepat setelah bayi lahir. Operasi varises tidak dipertimbangkan selama masa
hamil. Regresi total atau mendekati total diharapkan terjadi setelah melahirkan
(Varney, 2004:156).
3.2 Adaptasi psikologis
Menerima peran sebagai orang tua adalah suatu proses terjadi dalam 3 tahap yang
meliputi:
1) Fase Taking In
Fase ini merupakan periode ketergantungan yang berlangsung hari 1-2
setelah melahirkan, pada saat itu fokus perhatian ibu terutama pada
dirinya sendiri.
2) Fase Taking Hold
Fase ini berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan, ibu merasa
khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnya dalam
perawatan bayi, ibu menjadi sangat sensitif dan mudah tersinggung.
3) Fase Letting Go
Fase untuk menerima tanggung jawab akan peran yang berlangsung 10
hari, setelah melahirkan, sudah beradaptasi dengan bayinya.
(Fitramaya, 2008:124)
4. Manajemen laktasi
Proses produksi, sekresi, dan pengeluaran ASI dinamakan laktasi. Ketika bayi
menghisap payudara, hormon oksitosin membuat ASI mengalir dari alveoli, melalui
saluran susu (ducts/milk canals) menuju reservoir susu (sacs) yang berlokasi di
belakang areola, lalu ke dalam mulut bayi.
Air Susu Ibu (ASI) merupakan susu alamiah terbaik bagi bayi karena
mengandung kebutuhan energi dan zat yang dibutuhkan selama enam bulan pertama
kehidupan bayi. Namun ada kalanya seorang ibu mengalami masalah dalam
pemberian ASI. Kendala yang utama adalah produksi ASI tidak lancar.
Proses laktasi dimulai setelah ari-ari atau plasenta lepas. Plasenta mengandung
hormon penghambat prolaktin (hormon plasenta) yang menghambat pembentukan
ASI. Setelah plasenta lepas, hormon plasenta tersebut tak ada lagi sehingga ASI
keluar. Pengaruh hormonal bekerja mulai dari bulan ke-3 kehamilan, dimana tubuh
wanita memproduksi hormon yang menstimulasi munculnya ASI dalam sistem
payudara. Proses bekerjanya hormon dalam menghasilkan ASI adalah sebagai berikut:
1) Saat bayi menghisap, sejumlah sel saraf di payudara ibu akan mengirimkan
pesan ke hipotalamus.
2) Ketika menerima pesan itu, hipotalamus melepas rem penahan prolaktin.
3) Untuk mulai menghasilkan ASI, prolaktin yang dihasilkan kelenjar pituitari
merangsang kelenjar-kelenjar susu di payudara ibu.
Hormon-hormon yang terlibat dalam proses pembentukan ASI adalah sebagai
berikut.
1) Progesteron: memengaruhi pertumbuhan dan ukuran alveoli. Kadar
progesteron dan estrogen menurun sesaat setelah melahirkan. Hal ini
menstimulasi produksi ASI secara besar-besaran.

Aprilia Puspita Ningrum (2A-1201100031) | 7

2) Estrogen: menstimulasi sistem saluran ASI untuk membesar. Kadar


estrogen dalam tubuh menurun saat melahirkan dan tetap rendah untuk
beberapa bulan selama tetap menyusui.
3) Prolaktin: berperan dalam membesarnya alveoli pada masa kehamilan.
4) Oksitosin: mengencangkan otot halus dalam rahim pada saat melahirkan
dan setelahnya, seperti halnya juga dalam orgasme. Setelah melahirkan,
oksitosin juga mengencangkan otot halus di sekitar alveoli untuk memeras
ASI menuju saluran susu.
5) Human Placental Lactogen (HPL): sejak bulan kedua kehamilan, plasenta
mengeluarkan banyak HPL yang berperan dalam pertumbuhan payudara,
puting, dan areola sebelum melahirkan.pada bulan kelima dan keenam
kehamilan, payudara siap mmeproduksi ASI. Namun, ASI bisa juga
diproduksi tanpa kehamilan (induced lactation).
Proses Pembentukan Laktogen
Proses pembentukan laktogen melalui tahapan berikut ini.
1) Laktogenesis I
Pada fase terakhir kehamilan, payudara wanita memasuki fase laktogenesis I. saat
itu payudara memproduksi kolostrum, yaitu berupa cairan kental yang
kekuningan. Pada saat itu tingkat progesteron yang tinggi mencegah produksi ASI
yang sebenarnya. Namun hal ini bukan masalah medis. Apabila ibu hamil
mengeluarkan kolostrum sebelum bayi lahir, hal ini bukan indikasi sedikit atau
banyaknya produk ASI sebenarnya nanti.
2) Laktogenesis II
Saat melahirkan, keluarnya plasenta menyebabkan turunnya tingkat hormon
progesteron, estrogen, dan HPL secara tiba-tiba, namun hormon prolaktin tetap
tinggi. Hal ini menyebabkan produksi ASI secara besar-besaran yang dikenal
dengan fase laktogenesis II. Apabila payudara dirangsang, jumlah prolaktin dalam
darah akan meningkat dan mencapai puncaknya dalam periode 45 menit,
kemudian kembali ke level sebelum rangsangan 3 jam kemudian. Keluarnya
hormon prolaktin menstimulasi sel di dalam alveoli untuk memproduksi ASI dan
hormon ini juga keluar dalam ASI itu sendiri.
3) Laktogenesis III
Sistem kontrol hormon endokrin mengandung produksi ASI selama kehamilan dan
beberapa hari pertama setelah melahirkan. Ketika produksi mulai stabil, sistem
kontrol otokrin dimulai. Fase ini dinamakan laktogenesis III. Pada tahap ini,
apabila ASI banyak dikeluarkan, payudara akan memproduksi ASI dengan banyak
pula. Dengan demikian, produksi ASI sangat dipengaruhi oleh seberapa sering dan
seberapa baik bayi menghisap, juga seberapa sering payudara dikosongkan.
Referensi:
1) Fitramaya. 2008. Asuhan Ibu Hamil. Yogyakarta: Dian Press
2) Saleha, S. 2009. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika.
3) Varney. 2006. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGC.

Aprilia Puspita Ningrum (2A-1201100031) | 8

KONSEP DASAR POST PARTUM DENGAN IBU KOMPLIKASI


1. HAEMORAGIC POST PARTUM (HPP)
1.1 Pengertian
Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24
jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio plasenta. Perdarahan post
partum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah
anak dan plasenta lahir (Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH, 1998). Haemoragic Post
Partum (HPP) adalah hilangnya darah lebih dari 500 ml dalam 24 jam pertama setelah
lahirnya bayi (Williams, 1998). HPP biasanya kehilangan darah lebih dari 500 ml
selama atau setelah kelahiran (Marylin E Dongoes, 2001).
Perdarahan Post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:
1) Early Postpartum : Terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir
2) Late Postpartum : Terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir
Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan. komplikasi
perdarahan post partum :
1) Menghentikan perdarahan.
2) Mencegah timbulnya syok.
3) Mengganti darah yang hilang.
Frekuensi perdarahan post partum 4/5-15 % dari seluruh persalinan. Berdasarkan
penyebabnya :
1) Atoni uteri (50-60%).
2) Retensio plasenta (16-17%).
3) Sisa plasenta (23-24%).
4) Laserasi jalan lahir (4-5%).
5) Kelainan darah (0,5-0,8%).
1.2 Etiologi
Penyebab umum perdarahan postpartum adalah:
1) Atonia Uteri
2) Retensi Plasenta
3) Sisa Plasenta dan selaput ketuban
a. Pelekatan yang abnormal (plasaenta akreta dan perkreta)
b. Tidak ada kelainan perlekatan (plasenta seccenturia)
4) Trauma jalan lahir
a. Episiotomi yang lebar
b. Lacerasi perineum, vagina, serviks, forniks dan rahim
c. Rupture uteri
5) Penyakit darah
Kelainan pembekuan darah misalnya afibrinogenemia atau
hipofibrinogenemia. Tanda yang sering dijumpai :
a. Perdarahan yang banyak.
b. Solusio plasenta.
c. Kematian janin yang lama dalam kandungan.
d. Pre eklampsia dan eklampsia.
e. Infeksi, hepatitis dan syok septik.
6) Hematoma
7) Inversi Uterus
8) Subinvolusi Uterus
1.3 Manifestasi Klinis

Aprilia Puspita Ningrum (2A-1201100031) | 9

Gejala Klinis umum yang terjadi adalah kehilangan darah dalam jumlah yang
banyak (> 500 ml), nadi lemah, pucat, lochea berwarna merah, haus, pusing,
gelisah, letih, dan dapat terjadi syok hipovolemik, tekanan darah rendah,
ekstremitas dingin, mual.
Gejala Klinis berdasarkan penyebab:
a. Atonia Uteri:
Gejala yang selalu ada: Uterus tidak berkontraksi dan lembek dan
perdarahan segera setelah anak lahir (perarahan postpartum primer). Gejala
yang kadang-kadang timbul: Syok (tekanan darah rendah, denyut nadi
cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual dan lain-lain)
b. Robekan jalan lahir
Gejala yang selalu ada: perdarahan segera, darah segar mengalir segera
setelah bayi lahir, kontraksi uteru baik, plasenta baik.Gejala yang kadangkadang timbul: pucat, lemah, menggigil.
c. Retensio plasenta
Gejala yang selalu ada: plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan
segera, kontraksi uterus baik gejala yang kadang-kadang timbul: tali pusat
putus akibat traksi berlebihan, inversi uteri akibat tarikan, perdarahan
lanjutan
d. Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta)
Gejala yang selalu ada : plasenta atau sebagian selaput (mengandung
pembuluh darah ) tidak lengkap dan perdarahan segera. Gejala yang
kadang-kadang timbul: Uterus berkontraksi baik tetapi tinggi fundus tidak
berkurang.
e. Inversio uterus
Gejala yang selalu ada: uterus tidak teraba, lumen vagina terisi massa,
tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir), perdarahan segera, dan nyeri
sedikit atau berat. Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok neurogenik
dan pucat
2. TROMBOPLEBITIS
2.1 Pengertian
Tromboflebitis adalah invasi/perluasan mikroorganisme patogen yang
mengikuti aliran darah disepanjang vena dan cabang-cabangnya. Tromboflebitis
didahului dengan trombosis, dapat terjadi pada kehamilan tetapi lebih sering
ditemukan pada masa nifas (Wiknjosastro, 2002).
2.2 Etiologi
a. Perubahan susunan darah
b. Perubahan laju peredaran darah
c. Perlukaan lapisan intema pembuluh darah
Pada masa hamil dan khususnya persalinan saat terlepasnya plasenta kadar
fibrinogen yang memegang peranan penting dalam pembekuan darah meningkat
sehingga memudahkan timbulnya pembekuan (Wiknjosastro, 2002).
2.3 Faktor Predisposisi
a. riwayat bedah kebidanan
b. usia lanjut
c. multi paritas

A p r i l i a P u s p i t a N i n g r u m ( 2 A - 1 2 0 1 1 0 0 0 3 1 ) | 10

d. varices
e. infeksi nifas
Trombosis bisa terdapat pada vena-vena kaki juga pada vena-vena panggul.
Trombosis pada vena-vena yang dekat pada permukaan biasanya disertai
peradangan, sehingga merupakan tromboflebitis. Adanya septikhema, dapat
dibuktikan dengan jalan pembiakan kuman-kuman dari darah (Cunningham Gary,
2005).
2.4 Klasifikasi
2.4.1 Pelvio tromboflebitis
Pelvio tromboflebitis mengenai vena-vena dinding uterus dan
ligamentum latum yaitu vena ovarika, vena uterina dan vena hipogastika.
Vena yang paling sering terkena adalah vena ovarika dextra perluasan
infeksi dari vena ovarika sinistra ke vena renalis, sedangkan perluasan
infeksi dari vena ovarika dextra adalah ke vena cava inferior.(Cunningham
Gary;2005)
Gejala
a) Nyeri terdapat pada perut bagian bawah atau perut bagian samping,
timbul pada hari ke 2-3 masa nifas dengan atau tanpa panas
b) Penderita tampak sakit berat dengan gambaran karakteristik sebagai
berikut :
c) Menggigil berulang kali, menggigil terjadi sangat berat (30-40 menit)
dengan interval hanya beberapa jam saja dan kadang-kadang 3 hari.
Pada waktu menggigil penderita hampir tidak panas.
d) Suhu badan naik turun secara tajam (36C-40C)
e) Penyakit dapat berlangsung selama 1-3 bulan
f) Cenderung terbentuk pus yang menjalar kemana-mana terutama ke
paru-paru
g) Gambaran darah
Terdapat leukositosis
Untuk membuat kultur darah, darah diambil pada saat tepat
sebelum mulai menggigil, kultur darah sangat sukar dibuat karena
bakterinya adalah anaerob.
Pada pemeriksaan dalam hampir tidak ditemukan apa-apa karena
yang paling banyak terkena adalah vena ovarika
Komplikasi
a) Komplikasi pada paru-paru infark, abses, pneumonia
b) Komplikasi pada ginjal sinistra, yaitu nyeri mendadak yang diikuti
dengan proteinuria dan hematuria
c) Komplikasi pada mata, persendian dan jaringan subkutan
(Cunningham Gary: 2005).
Penanganan
a) Rawat inap, penderita tirah baring untuk pemantauan gejala
penyakitnya dan mencegah terjadinya emboli pulmonal.
b) Terapi medik, pemberian antibiotika atau pemberian heparin jika
terdapat tanda-tanda atau dugaan adanya emboli pulmonal

A p r i l i a P u s p i t a N i n g r u m ( 2 A - 1 2 0 1 1 0 0 0 3 1 ) | 11

c) Terapi operati , peningkatan vena cava inferior dan vena ovarika


jika emboli septik terus berlangsung sampai mencapai paru-paru
meskipun sedang dilakukan heparisasi (Wiknjosastro: 2002).
3. INFEKSI POST PARTUM
3.1 Pengertian
Infeksi adalah berhubungan dengan berkembang-biaknya mikroorganisme
dalam tubuh manusia yang disertai dengan reaksi tubuh terhadapnya (Zulkarnain
Iskandar, 1998). Infeksi pascapartum (sepsis puerperal atau demam setelah
melahirkan) ialah infeksi klinis pada saluran genital yang terjadi dalam 28 hari
setelah abortus atau persalinan (Bobak, 2004).
3.2 Etiologi
Infeksi ini terjadi setelah persalinan, kuman masuk dalam tubuh pada saat
berlangsungnya proses persalinan. Diantaranya, saat ketuban pecah sebelum
maupun saat persalinan berlangsung sehingga menjadi jembatan masuknya kuman
dalam tubuh lewat rahim. Jalan masuk lainnya adalah dari penolong persalinan
sendiri, seperti alat-alat yang tidak steril digunakan pada saat proses persalinan.
Infeksi bisa timbul akibat bakteri yang sering kali ditemukan didalam vagina
(endogenus) atau akibat pemaparan pada agen pathogen dari luar vagina
(eksogenus) (Bobak, 2004). Namun biasanya infeksi ini tidak menimbulkan
penyakit pada persalinan, kelahiran, atau pascapersalinan. Hampir 30 bakteri telah
diidentifikasi ada disaluran genital bawah (vulva, vagina dan sevik) setiap saat
(Faro 1990). Sementara beberapa dari padanya, termasuk beberapa fungi,
dianggap nonpatogenik dibawah kebanyakan lingkungan, dan sekurangkurangnya 20, termasuk e.coli, s. aureus, proteus mirabilis dan clebsiela
pneumonia, adalah patogenik (Tietjen, L; Bossemeyer, D, & McIntosh, N, 2004).
Bermacam-macam jalan kuman masuk ke dalam alat kandungan seperti
eksogen (kuman datang dari luar), autogen (kuman masuk dari tempat lain dalam
tubuh) dan endogen (dari jalan lahir sendiri). Penyebab yang terbanyak dan lebih
dari 50% adalah streptococcus anaerob yang sebenarnya tidak patogen sebagai
penghuni normal jalan lahir.
Kuman-kuman yang sering menyebabkan infeksi antara lain adalah :
1) Streptococcus haemoliticus anaerobic
Masuknya secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat. Infeksi ini
biasanya eksogen (ditularkan dari penderita lain, alat-alat yang tidak suci
hama, tangan penolong, infeksi tenggorokan orang lain).
2) Staphylococcus aureus
Masuknya secara eksogen, infeksinya sedang, banyak ditemukan sebagai
penyebab infeksi di rumah sakit dan dalam tenggorokan orang-orang yang
nampaknya sehat. Kuman ini biasanya menyebabkan infeksi terbatas,
walaupun kadang-kadang menjadi sebab infeksi umum.
3) Escherichia Coli
Sering berasal dari kandung kemih dan rektum, menyebabkan infeksi terbatas
pada perineum, vulva, dan endometriurn. Kuman ini merupakan sebab penting
dari infeksi traktus urinarius
4) Clostridium Welchii

A p r i l i a P u s p i t a N i n g r u m ( 2 A - 1 2 0 1 1 0 0 0 3 1 ) | 12

Kuman ini bersifat anaerob, jarang ditemukan akan tetapi sangat berbahaya.
Infeksi ini lebih sering terjadi pada abortus kriminalis dan partus yang
ditolong oleh dukun dari luar rumah sakit.
3.3 Cara Terjadinya Infeksi Pascapartum
Infeksi dapat terjadi sebagai berikut :
1) Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada
pemeriksaan dalam atau operasi membawa bakteri yang sudah ada dalam
vagina ke dalam uterus. Kemungkinan lain ialah bahwa sarung tangan atau
alat-alat yang dimasukkan ke dalam jalan lahir tidak sepenuhnya bebas dari
kuman-kuman.
2) Droplet infection. Sarung tangan atau alat-alat terkena kontaminasi bakteri
yang berasal dari hidung atau tenggorokan dokter atau petugas kesehatan
lainnya. Oleh karena itu, hidung dan mulut petugas yang bekerja di kamar
bersalin harus ditutup dengan masker dan penderita infeksi saluran
pernafasan dilarang memasuki kamar bersalin.
3) Dalam rumah sakit terlalu banyak kuman-kuman patogen, berasal dari
penderita-penderita dengan berbagai jenis infeksi. Kuman-kuman ini bisa
dibawa oleh aliran udara kemana-mana termasuk kain-kain, alat-alat yang
suci hama, dan yang digunakan untuk merawat wanita dalam persalinan
atau pada waktu nifas.
4) Koitus pada akhir kehamilan tidak merupakan sebab infeksi penting,
kecuali apabila mengakibatkan pecahnya ketuban.
3.4 Faktor Predisposisi
Beberapa faktor dalam kehamilan atau persalinan yang dapat menyebabkan
infeksi pascapersalinan antara lain :
1) Anemia
Kekurangan sel-sel darah merah akan meningkatkan kemungkinan infeksi.
Hal ini juga terjadi pada ibu yang kurang nutrisi sehingga respon sel darah
putih kurang untuk menghambat masuknya bakteri.
2) Ketuban pecah dini
Keluarnya cairan ketuban sebelum waktunya persalinan menjadi jembatan
masuknya kuman keorgan genital.
3) Trauma
Pembedahan, perlukaan atau robekan menjadi tempat masuknya kuman
pathogen, seperti operasi.
4) Kontaminasi bakteri
Bakteri yang sudah ada dalam vagina atau servik dapat terbawa ke rongga
rahim. Selain itu, pemasangan alat selama proses pemeriksaan vagina atau
saat dilakukan tindakan persalinan dapat menjadi salah satu jalan masuk
bakteri. Tentunya, jika peralatan tersebut tidak terjamin sterilisasinya.
5) Kehilangan darah
Trauma yang menimbulkan perdarahan dan tindakan manipulasi yang
berkaitan dengan pengendalian pendarahan bersama-sama perbaikan
jaringan luka, merupakan factor yang dapat menjadi jalannya masuk
kuman.
3.5 Manifestasi Klinis

A p r i l i a P u s p i t a N i n g r u m ( 2 A - 1 2 0 1 1 0 0 0 3 1 ) | 13

Rubor (kemerahan), kalor (demam setempat) akibat vasodilatasi dan tumor


(benngkak) karena eksudasi. Ujung syaraf merasa akan terangsang oleh
peradangan sehingga terdapat rasa nyeri (dolor). Nyeri dan pembengkan akan
mengakibatkan gangguan faal, dan reaksi umum antara lain berupa sakit kepala,
demam dan peningkatan denyut jantung (Sjamsuhidajat, R. 1997).
3.6 Jenis-jenis Infeksi Post partum
3.6.1 Infeksi Uterus
3.6.1.1 Endometritis
Endometritis adalah infeksi pada endometrium (lapisan dalam
dari rahim). infeksi ini dapat terjadi sebagai kelanjutan infeksi pada
serviks atau infeksi tersendiri dan terdapat benda asing dalam rahim.
Endometritis adalah infeksi yang berhubungan dengan
kelahiran anak, jarang terjadi pada wanita yang mendapatkan
perawatan medis yang baik dan telah mengalami persalinan melalui
vagina yang tidak berkomplikasi. Infeksi pasca lahir yang paling sering
terjadi adalah endometritis yaitu infeksi pada endometrium atau pelapis
rahim yang menjadi peka setelah lepasnya plasenta, lebih sering terjadi
pada proses kelahiran caesar, setelah proses persalinan yang terlalu
lama atau pecahnya membran yang terlalu dini. Juga sering terjadi bila
ada plasenta yang tertinggal di dalam rahim, mungkin pula terjadi
infeksi dari luka pada leher rahim, vagina atau vulva.
Tanda dan gejalanya akan berbeda bergantung dari asal infeksi,
sedikit demam, nyeri yang samar-samar pada perut bagian bawah dan
kadang-kadang keluar dari vagina berbau tidak enak yang khas
menunjukkan adanya infeksi pada endometrium. Pada infeksi karena
luka biasanya terdapat nyeri dan nyeri tekan pada daerah luka, kadang
berbau busuk, pengeluaran kental, nyeri pada perut atau sisi tubuh,
gangguan buang air kecil. Kadang-kadang tidak terdapat tanda yang
jelas kecuali suhu tunbuh yang meninggi. Maka dari itu setiap
perubahan suhu tubuh pasca lahir harus segera dilakukan pemeriksaan.
Infeksi endometrium dapat dalam bentuk akut dengan gejala
klinis yaitu nyeri abdomen bagian bawah, mengeluarkan keputihan,
kadang-kadang terdapat perdarahan dapat terjadi penyebaran seperti
meometritis (infeksi otot rahim), parametritis (infeksi sekitar rahim),
salpingitis (infeksi saluran tuba), ooforitis (infeksi indung telur), dapat
terjadi sepsis (infeksi menyebar), pembentukan pernanahan sehingga
terjadi abses pada tuba atau indung telur.
3.6.1.2 Miometritis
Miometritis adalah radang miometrium. Sedangkan
miometrium adalah tunika muskularis uterus. Gejalanya berupa
demam, uterus nyeri tekan, perdarahan vaginal dan nyeri perut bawah,
lokhea berbau, purulen.
Metritis akut biasanya terdapat pada abortus septik atau infeksi
postpartum. Penyakit ini tidak brerdiri sendiri akan tetapi merupakan
bagian dari infeksi yang lebih luas yaitu merupakan lanjutan dari

A p r i l i a P u s p i t a N i n g r u m ( 2 A - 1 2 0 1 1 0 0 0 3 1 ) | 14

endometritis. Kerokan pada wanita dengan endometrium yang


meradang dapat menimbulkan metritis akut. Pada penyakit ini
miometrium menunjukkan reaksi radang berupa pembengkakan dan
infiltarsi sel-sel radang. Perluasan dapat terjadi lewat jalan limfe atau
lewat tromboflebitis dan kadang-kadang dapat terjadi abses.
Metritis kronik adalah diagnosa yang dahulu banyak dibuat atas
dasar menometroragia dengan uterus lebih besar dari bisa, sakit
pnggang, dan leukore. Akan tetapi pembesaran uterus pada multipara
umumnya disebabkan oleh pemanbahan jaringan ikat akibat
kehamilan. Terapi dapat berupa antibiotik spektrum luas seperti
amfisilin 2gr IV per 6 jam, gentamisin 5 mg kg/BB, metronidasol mg
IV per 8 jam, profilaksi anti tetanus, evakuasi hasil konsepsi.
3.6.1.3 Parametritis
Parametritis adalah radang dari jaringan longgar di dalam lig
latum. Radang ini biasanya unilatelar. Tanda dan gejala suhu tinggi
dengan demam tinggi, Nyeri unilateral tanpa gejala rangsangan
peritoneum, seperti muntah. Penyebab Parametritis yaitu :
Endometritis dengan 3 cara yaitu :
a. Per continuitatum : endometritis metritis parametitis
b. Lymphogen
c. Haematogen : phlebitis periphlebitis parametritis
3.6.1.4 Dari sobekan serviks
3.6.1.5 Perforasi uterus oleh alat-alat (sonde, kuret, IUD)
3.6.2 Syok bakteremia
Infeksi kritis, terutama yuang disebabkan oleh bakteri yang
melepaskan endotoksin, bisa mempresipitasi syok bakteremia (septic). Ibu
hamil, terutama mereka yang menderita diabetes mellitus atau ibu yang
memakai obat imunosupresan, berada pada tingkat resiko tinggi, demikian
juga mereka yang menderita endometritis selama periode pascapartum.
Demam yang tinggi dan mengigil adalah bukti patofisiologi sepsis
yang serius. Ibu yang cemas dapat bersikap apatis. Suhu tubuh sering kali
sedikit turun menjadi subnormal. Kulit menjadi dingin dan lembab. Warna
kulit menjadi pucat dan denyut nadi menjadi cepat. Hipotensi berat dan
sianosis peripheral bisa terjadi. Begitu juga oliguria.
Temuan laboratorium menunjukkan bukti-bukti infeksi. Biakan darah
menunjukian bakteremia, biasanya konsisten dengan hasil enteric gram
negative. Pemeriksaan tambahan bisa menunjukkan hemokonsentrasi,
asidosis, dan koagulopati. Perubahan EKG menunjukkan adanya
perubahan yang mengindikasikan insufisiensi miokard. Bukti-bukti
hipoksia jantung, paru-paru, ginjal, dan neurologis bisa ditemukan.
Penatalaksanaan terpusat pada antimikrobial, demikian juga dukungan
oksigen untuk menghilangkan hipoksia jaringan dan dukungan sirkulasi
untuk mencegah kolaps vascular. Fungsi jantung, usaha pernafasan, dan
fungsi ginjal dipantau dengan ketat. Pengobatan yang cepat terhadap syok
bakteremia membuat prognosis menjadi baik. Dan morbiditas dan

A p r i l i a P u s p i t a N i n g r u m ( 2 A - 1 2 0 1 1 0 0 0 3 1 ) | 15

3.6.3

3.6.4

3.6.5

mortilitas maternal diturunkan dengan mengendalikan distrees pernafasan,


hipotensi dan DIC (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004).
Peritonitis
Peritonitis nifas bisa terjadi karena meluasnya endometritis, tetapi
dapat juga ditemukan bersama-sama dengan salpingo-ooforitis dan
sellulitis pelvika. Selanjutnya, ada kemungkinan bahwa abses pada
sellulitis pelvika mengeluarkan nanahnya ke rongga peritoneum dan
menyebabkan peritonitis.
Peritonitis, yang tidak menjadi peritonitis umum, terbatas pada daerah
pelvis. Gejala-gejalanya tidak seberapa berat seperti pada peritonitis
umum. Penderita demam, perut bawah nyeri, tetapi keadaan umum tetap
baik. Pada pelvioperitonitis bisa terdapat pertumbuhan abses. Nanah yang
biasanya terkumpul dalam kavum douglas harus dikeluarkan dengan
kolpotomia posterior untuk mencegah keluarnya melalui rektum atau
kandung kencing.
Peritonitis umum disebabkan oleh kuman yang sangat patogen dan
merupakan penyakit berat. Suhu meningkat menjadi tinggi, nadi cepat dan
kecil, perut kembung dan nyeri, ada defense musculaire. Muka penderita,
yang mula-mula kemerah-merahan, menjadi pucat, mata cekung, kulit
muka dingin; terdapat apa yang dinamakan facies hippocratica. Mortalitas
peritonitis umum tinggi.
Infeksi Saluran Kemih
Infeksi saluran kemih (ISK) terjadi pada sekitar 10% wanita hamil,
kebanyakan terjadi pada masa prenatal. Mereka yang sebelumnya
mengalami ISK memiliki kecenderungan mengidap ISK lagi sewaktu
hamil. Servisitis, vaginitis, obstruksi ureter yang flaksid, refluks
vesikoureteral, dan trauma lahir mempredisposisi wanita hamil untuk
menderita ISK, biasanya dari escherichia coli. Wanita dengan PMS kronis,
trutama gonore dan klamidia, juga memiliki resiko. Bakteriuria
asimptomatik terjadi pada sekitas 5% nsampai 15% wanita hamil. Jika
tidak diobati akan terjadi pielonefritis pada kira-kira 30% pada wanita
hamil. Kelahiran dan persalinan premature juga dapat lebih sering terjadi.
Biakan dan tes sensitivitas urin harus dilakukan di awal kehamilan,
lebih disukai pada kunjungan pertama, specimen diambil dari urin yang
diperoleh dengan cara bersih. Jika didiagnosis ada infeksi, pengobatan
dengan antibiotic yang sesuai selama dua sampai tiga minggu, disertai
peningkatan asupan air dan obat antispasmodic traktus urinarius.
Septicemia dan Piemia
Pada septicemia kuman-kuman yang ada di uterus, langsung masuk ke
peredaran darah umum dan menyebabkan infeksi umum. Adanya
septicemia dapat dibuktikan dengan jalan pembiakan kuman-kuman dari
darah. Pada piemia terdapat dahulu tromboflebitis pada vena-vena diuterus
serta sinus-sinus pada bekas tempat plasenta. Tromboflebitis ini menjalar
ke vena uterine, vena hipogastrika, dan/atau vena ovarii (tromboflebitis
pelvika). Dari tempat-tempat thrombus itu embolus kecil yang

A p r i l i a P u s p i t a N i n g r u m ( 2 A - 1 2 0 1 1 0 0 0 3 1 ) | 16

mengandung kuman-kuman dilepaskan. Tiap kali dilepaskan, embolus


masuk keperedaran darah umum dan dibawa oleh aliran darah ketempattempat lain, antaranya ke paru-paru, ginjal, otak, jantung, dan sebagainya,
dan mengakibatkan terjadinya abses-abses ditempat-tempat tersebut.
Keadaan ini dinamakan piemia.
Kedua-duanya merupakan infeksi berat namun gejala-gejala septicemia
lebih mendadak dari piemia. Pada septicemia, dari permulaan penderita
sudah sakit dan lemah. Sampai tiga hari postpartum suhu meningkat
dengan cepat, biasanya disertai menggigil. Selanjutnya, suhu berkisar
antara 39 - 40C, keadaan umum cepat memburuk, nadi menjadi cepat
(140 - 160 kali/menit atau lebih). Penderita meninggal dalam enam sampai
tujuh hari postpartum. Jika ia hidup terus, gejala-gejala menjadi seperti
piemia.
Pada piemia, penderita tidak lama postpartum sudah merasa sakit,
perut nyeri, dan suhu agak meningkat. Akan tetapi gejala-gejala infeksi
umum dengan suhu tinggi serta menggigil terjadi setelah kuman-kuman
dengan embolus memasuki peredaran darah umum. Suatu ciri khusus pada
piemia ialah berulang-ulang suhu meningkat dengan cepat disertai
menggigil, kemudian diikuti oleh turunnya suhu. Ini terjadi pada saat
dilepaskannya embolus dari tromboflebitis pelvika. Lambat laun timbul
gejala abses pada paru-paru, pneumonia dan pleuritis. Embolus dapat pula
menyebabkan abses-abses di beberapa tempat lain.
4. POST PARTUM BLUES
4.1 Pengertian
Post partum blues merupakan kesedihan atau kemurungan setelah melahirkan,
biasanya hanya muncul sementara waktu yakni sekitar dua hari hingga 10 hari
sejak kelahiran bayinya.
Gejala-gejala post partum blues, sebagai berikut :
4.2 Etiologi
Ada beberapa hal yang menyebabkan post partum blues, diantaranya :
1) Lingkungan melahirkan yang dirasakan kurang nyaman oleh si ibu.
2) Kurangnya dukungan dari keluarga maupun suami.
3) Sejarah keluarga atau pribadi yang mengalami gangguan psikologis.
4) Hubungan sex yang kurang menyenangkan setelah melahirkan
5) Tidak ada perhatian dari suami maupun keluarga
6) Tidak mempunyai pengalaman menjadi orang tua dimasa kanak-kanak
atau remaja. Misalnya tidak mempunyai saudara kandung untuk dirawat.
Dengan kata lain para wanita lebih mungkin mengembangkan depresi post partum
jika mereka terisolasi secara sosial dan emosional serta baru saja mengalami
peristiwa kehidupan yang menakan.
Post partum blues tidak berhubungan dengan perubahan hormonal, bikimia atau
kekurangan gizi. Antara 8% sampai 12% wanita tidak dapat menyesuaikan peran
sebagai orang tua dan menjadi sangat tertekan sehingga mencari bantuan dokter.
4.3 Gejala
Cemas tanpa sebab
Menangis tanpa sebab

A p r i l i a P u s p i t a N i n g r u m ( 2 A - 1 2 0 1 1 0 0 0 3 1 ) | 17

Tidak percaya diri


Tidak sabar
Sensitif, mudah tersinggung
Merasa kurang menyangi bayinya
Tidak memperhatikan penampilan dirinya
Kurang menjaga kebersihan dirinya
Gejala fisiknya seperti: kesulitan bernafas, ataupun perasaan yang berdebardebar.
Ibu merasakan kesedihan, kecemasan yang berlebihan
Ibu merasa kurang diperhatikan oleh suami ataupun keluarga.
4.4. Pencegahan
1) Beristirahat ketika bayi tidur
2) Berolah raga ringan, ikhlas dan tulus dengan peran baru sebagai ibu
3) Tidak perfeksionis dalam hal mengurusi bayi
4) bicarakan rasa cemas dan komunikasikan
5) bersikap fleksibel dan bergabung dengan kelompok ibu-ibu baru
Referensi:
1) Bobak, Lowdermilk, Jensen. 2004. Buku Ajar: Keperawatan Maternitas edisi 4.
Jakarta: EGC.
2) Cunningham, F.G. dkk. 2005. Obstetri Williams (edisi 21). Jakarta: EGC.
3) Yosep, Iyus. 2009. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.
4) Widyatun, D. 2010. Thrombophlebitis, (http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/07/
thrombophlebitis.html), diakses pada 14 September 2013.
5) Mukhram, E. 2011. Post Partum Blues, (http://emypanca.wordpress.com/2011/
01/07/post-partum-blues/), diakses pada 4 Oktober 2013.

KONSEP DASAR GANGGUAN REPRODUKSI


1. GANGGUAN MENSTRUASI
1.1 AMENORRHEA
Amenorrhea adalah gangguan dalam sistem reproduksi wanita, sehingga
membuatnya tidak mengalami menstruasi secara rutin setiap bulannya.
Amenorrhea terbagi menjadi dua jenis, yaitu amenorrhea primer dan sekunder.
Pada amenorrhea primer, menstruasi sama sekali tidak terjadi. Padahal
normalnya seorang remaja putri mengalami menstruasi yang pertama kali
(menarche) pada usia 9-16 tahun. Seorang remaja putri akan divonis mengalami
amenorrhea primer jika pada usia lebih dari 16 tahun masih belum juga
mengalami menstruasi.
Adapun amenorrhea sekunder terjadi pada wanita yang sebelumnya pernah
mengalami menstruasi, tetapi kemudian siklus tersebut berhenti tanpa alasan yang
diketahuinya.
Gejala:
Gejala utama amenorrhea adalah absennya menstruasi. Selain itu, tanda-tanda
lainnya yang perlu diperhatikan, yaitu:
Keluarnya cairan dari puting
Rambut rontok

A p r i l i a P u s p i t a N i n g r u m ( 2 A - 1 2 0 1 1 0 0 0 3 1 ) | 18

Sakit kepala
Penglihatan bermasalah
Bulu di wajah bertambah

Penyebab:
Sebagian besar amenorrhea disebabkan kehamilan, faktor menyusui, atau
menopause. Namun, bisa juga disebabkan oleh penggunaan alat kontrasepsi,
penggunaan obat-obatan tertentu, gaya hidup, ketidakseimbangan hormon,
maupun masalah struktur organ reproduksi.
Penggunaan obat-obatan misalnya obat penurun tekanan darah, obat anti
depresi, atau kemoterapi kanker. Sedangkan yang termasuk gaya hidup adalah
faktor stres, berkurangnya berat badan atau berat badan di bawah rata-rata, serta
berolahraga berlebihan.
Ketidakseimbangan hormon bisa disebabkan oleh polycystic ovary syndrome
(POC), kelainan kelenjar tiroid, tumor pada kelenjar pituitari, atau menopause
awal. Masalah struktur organ misalnya rahim pernah terluka, kelainan struktur
vagina, atau tidak sempurnanya organ reproduksi
Faktor Risiko:
Faktor risiko amenorrhea yaitu riwayat amenorrhea di keluarga, berolahraga
berlebihan, serta mengalami anorexia, bulimia, dan sejenisnya.
Komplikasi:
Amenorrhea dapat memicu komplikasi, seperti ketidaksuburan ataupun
osteoporosis. Jika masa ovulasi tidak kunjung datang, penderitanya tidak akan
bisa hamil. Sementara, osteoporosis berkaitan dengan rendahnya hormon estrogen
penderita.
Penanganan:
Penanganan amenorrhea bergantung pada penyebabnya. Pengobatannya bisa
berupa pemberian pil KB, penggunaan obat-obat tertentu, ataupun operasi.
Operasi hanya dilakukan jika penyebabnya adalah tumor atau kelainan pada
struktur organ reproduksi.
1.2 OLIGOMENORRHE
Definisi:
Suatu keadaan dimana haid jarang terjadi dan siklusnya panjang lebih dari 35 hari
Etiologi:
Perpanjangan stadium folikuler (lamanya 8-9 hari dimulai dari haid ke 5
menstruasi)
Perpanjang stadium luteal (lamanya 15-18 hari setelah ovulasi)
Kedua stadium diatas panjang yang mengakibatkan perpanjangan siklus
haid
Penyebab dari oligomenore bermacam-macam, diantaranya yaitu stres, PCOS
(Polycystic Ovary Syndrome), penyakit kronik, tumor yang memproduksi
estrogen, nutrisi kurang, gangguan pola makan (anoreksia nervosa, bulimia), dan

A p r i l i a P u s p i t a N i n g r u m ( 2 A - 1 2 0 1 1 0 0 0 3 1 ) | 19

wanita atlet yang berdiet sangat ketat dengan aktivitas fisik berlebih. Selain itu,
oligomenorea dapat disebabkan karena ketidakseimbangan hormon.
Manifestasi klinis:
Haid jarang, yaitu setiap 35 hari sekali
Perdarahan haid biasanya berkurang
Penanganan:
Pengobatan oligomenore tergantung dengan penyebab, berikut uraiannya:
a) Pada oligomenore dengan anovulatoir serta pada remaja dan wanita yang
mendekati menopouse tidak memerlukan terapi.
b) Perbaikan status gizi pada penderita dengan gangguan nutrisi dapat
memperbaiki keadaan oligomenore.
c) Oligomenore sering diobati dengan pil KB untuk memperbaiki ketidak
seimbangan hormonal.
d) Bila gejala terjadi akibat adanya tumor, operasi mungkin diperlukan:
Adanya tumor yang mempengaruhi pengeluaran hormon estrogen, maka
tumor ini perlu di tindak lanjuti seperti dengan operasi, kemoterapi, dll
e) Pengobatan alternatif lainnya dapat menggunakan akupuntur atau ramuan
herbal.
2. GANGGUAN KONSEPSI
2.1 INFERTILITAS
Definisi:
Infertilitas adalah ketidakmampuan sepasang suami istri untuk memiliki
keturunan dimana wanita belum mengalami kehamilan setelah bersenggama
secara teratur 2-3 x perminggu, tanpa mamakai metoda pencegahan selama 1
tahun.
Ada 2 jenis infertilitas :
Infertilitas primer: bila pasangan tersebut belum pernah mengalami
kehamilan sama sekali.
Infertilitas sekunder: bila pasangan tersebut sudah pernah melahirkan
namun setelah itu tidak pernah hamil lagi.
Etiologi:
Berbagai gangguan yang memicu terjadinya infertilitas antara lain :
a. Pada wanita
Gangguan organ reproduksi
1) Infeksi vagina sehingga meningkatkan keasaman vagina yang akan
membunuh sperma dan pengkerutan vagina yang akan menghambat
transportasi sperma ke vagina
2) Kelainan pada serviks akibat defesiensi hormon esterogen yang
mengganggu pengeluaran mukus serviks. Apabila mukus sedikit di
serviks, perjalanan sperma ke dalam rahim terganggu. Selain itu, bekas
operasi pada serviks yang menyisakan jaringan parut juga dapat menutup
serviks sehingga sperma tidak dapat masuk ke rahim
3) Kelainan pada uterus, misalnya diakibatkan oleh malformasi uterus yang
mengganggu pertumbuhan fetus, mioma uteri dan adhesi uterus yang
menyebabkan terjadinya gangguan suplai darah untuk perkembangan
fetus dan akhirnya terjadi abortus berulang

A p r i l i a P u s p i t a N i n g r u m ( 2 A - 1 2 0 1 1 0 0 0 3 1 ) | 20

4) Kelainan tuba falopii akibat infeksi yang mengakibatkan adhesi tuba


falopii dan terjadi obstruksi sehingga ovum dan sperma tidak dapat
bertemu
Gangguan ovulasi
Gangguan ovulasi ini dapat terjadi karena ketidakseimbangan hormonal
seperti adanya hambatan pada sekresi hormon FSH dan LH yang memiliki
pengaruh besar terhadap ovulasi. Hambatan ini dapat terjadi karena adanya
tumor kranial, stres, dan penggunaan obat-obatan yang menyebabkan
terjadinya disfungsi hipotalamus dan hipofise. Bila terjadi gangguan
sekresi kedua hormon ini, maka folikel mengalami hambatan untuk matang
dan berakhir pada gengguan ovulasi.
Kegagalan implantasi
Wanita dengan kadar progesteron yang rendah mengalami kegagalan
dalam mempersiapkan endometrium untuk nidasi. Setelah terjadi
pembuahan, proses nidasi pada endometrium tidak berlangsung baik.
Akibatnya fetus tidak dapat berkembang dan terjadilah abortus.
Endometriosis
Abrasi genetis
Faktor immunologi
Apabila embrio memiliki antigen yang berbeda dari ibu, maka tubuh ibu
memberikan reaksi sebagai respon terhadap benda asing. Reaksi ini dapat
menyebabkan abortus spontan pada wanita hamil.
Lingkungan
Paparan radiasi dalam dosis tinggi, asap rokok, gas anestesi, zat kimia, dan
pestisida dapat menyebabkan toksik pada seluruh bagian tubuh termasuk
organ reproduksi yang akan mempengaruhi kesuburan.
b. Pada pria
Ada beberapa kelainan umum yang dapat menyebabkan infertilitas pada pria
yaitu :
Abnormalitas sperma; morfologi, motilitas
Abnormalitas ejakulasi; ejakulasi rerograde, hipospadia
Abnormalitas ereksi
Abnormalitas cairan semen; perubahan pH dan perubahan komposisi
kimiawi
Infeksi pada saluran genital yang meninggalkan jaringan parut sehingga
terjadi penyempitan pada obstruksi pada saluran genital
Lingkungan; Radiasi, obat-obatan antikanker
Abrasi genetik
Manifestasi Klinis:
A. WANITA
Terjadi kelainan sistem endokrin
Hipomenore dan amenore
Diikuti dengan perkembangan seks sekunder yang tidak adekuat
menunjukkan masalah pada aksis ovarium hipotalamus hipofisis atau
aberasi genetik
Wanita dengan sindrom turner biasanya pendek, memiliki payudara yang
tidak berkembang,dan gonatnya abnormal

A p r i l i a P u s p i t a N i n g r u m ( 2 A - 1 2 0 1 1 0 0 0 3 1 ) | 21

Wanita infertil dapat memiliki uterus


Motilitas tuba dan ujung fimbrienya dapat menurun atau hilang akibat
infeksi, adhesi, atau tumor
Traktus reproduksi internal yang abnormal
B. PRIA
Riwayat terpajan benda-benda mutan yang membahayakan reproduksi
(panas, radiasi, rokok, narkotik, alkohol, infeksi)
Status gizi dan nutrisi terutama kekurangan protein dan vitamin tertentu
Riwayat infeksi genitorurinaria
Hipertiroidisme dan hipotiroid
Tumor hipofisis atau prolactinoma
Disfungsi ereksi berat
Ejakulasi retrograt
Hypo/epispadia
Mikropenis
Andesensus testis (testis masih dalam perut/dalam lipat paha)
Gangguan spermatogenesis (kelainan jumla, bentuk dan motilitas sperma)
Hernia scrotalis (hernia berat sampai ke kantong testis )
Varikhokel (varises pembuluh balik darah testis)
Abnormalitas cairan semen
Penatalaksanaan:
A. Wanita
Pengetahuan tentang siklus menstruasi, gejala lendIr serviks puncak dan
waktu yang tepat untuk coital
Pemberian terapi obat, seperti;
a) Stimulant ovulasi, baik untuk gangguan yang disebabkan oleh
supresi hipotalamus, peningkatan kadar prolaktin, pemberian TSH.
b) Terapi penggantian hormon
c) Glukokortikoid jika terdapat hiperplasi adrenal
d) Penggunaan antibiotika yang sesuai untuk pencegahan dan
penatalaksanaan infeksi dini yang adekuat
GIFT ( gemete intrafallopian transfer )
Laparatomi dan bedah mikro untuk memperbaiki tuba yang rusak secara
luas
Bedah plastic misalnya penyatuan uterus bikonuate,
Pengangkatan tumor atau fibroid
Eliminasi vaginitis atau servisitis dengan antibiotika atau kemoterapi
B. Pria
Penekanan produksi sperma untuk mengurangi jumlah antibodi autoimun,
diharapkan kualitas sperma meningkat
Agen antimikroba
Testosterone Enantat dan Testosteron Spionat untuk stimulasi kejantanan
HCG secara i.m memperbaiki hipoganadisme
FSH dan HCG untuk menyelesaikan spermatogenesis

A p r i l i a P u s p i t a N i n g r u m ( 2 A - 1 2 0 1 1 0 0 0 3 1 ) | 22

Bromokriptin, digunakan untuk mengobati tumor hipofisis atau


hipotalamus
Klomifen dapat diberikan untuk mengatasi subfertilitas idiopatik
Perbaikan varikokel menghasilkan perbaikan kualitas sperma
Perubahan gaya hidup yang sederhana dan yang terkoreksi. Seperti,
perbaikan nutrisi, tidak membiasakan penggunaan celana yang panas dan
ketat
Perhatikan penggunaan lubrikans saat coital, jangan yang mengandung
spermatisida
3. GANGGUAN KESEIMBANGAN HORMONAL
3.1 ENDOMETRIOSIS
Endometriosis adalah keadaan ketika sel-sel endometrium yang seharusnya
terdapat hanya dalam uterus, tersebar juga dalam rongga pelvis.
Etiologi:
Etiologi endometriosis belum diketahui tetapi ada beberapa teori yang telah
dikemukakan:
1) Secara kongenital sudah ada sel-sel endometrium diluar uterus.
2) Pindahnya sel-sel endometrium melalui sirkulasi darah atau sirkulasi
limfe.
3) Refluks mentruasi yang mengandung sel-sel endometrium ke tuba falopi,
sampai ke rongga pelvis.
4) Herediter karena insiden lebih tinggi pada wanita yang ibunya juga
mengalami endometriosis.
Setiap kali menstruasi datang, sel-sel endometrium yang tumbuh diluar uterus
juga dipengaruhi oleh hormone ovarian dan perdarahan menstruasi juga terjadi
ditempat ada sel-sel endometrium. Darah disekitar jaringan menimbulkan respon
inflamasi. Gumpalan darah bisa timbul dan disebut kista coklat dan bisa
terpalpasi. Kadang-kadang kista ini bisa pecah dan sel-sel endometrium yang ada
didalam kista bisa tersebar didalam rongga pelvis. Inflamasi yang berulang-ulang
bisa menyebabkan adesi (perlengketan). Adesi yang berat bisa membuat organorgan dalam rongga pelvis saling lengket, atau adesi bisa juga menyebabkan
penyempitan usus atau vesika urinaria (striktur). Diantara organ-organ dalam
pelvis, ovarium yang paling sering mengalami endometriosis. Organ-organ lain
yang juga bisa terkena adalah pelvis, peritoneum, kavum douglas anterior dan
posterior, utero sacral, ligamentum rotundum dan latum. Endometriosis
bekembang secara perlahan dan biasanya tidak menimbulkan gejala sampai pada
umur 30-4-0 tahun.
Gejala:
Gejala yang khas adalah menstruasi yang sakit yang makin lama menjadi
makin sakit. Gejala-gejala yang lain bisa nyeri abdomen, dispareunia, menstruasi
tidak teratur dan disfungsi vesika urinaria. Pemeriksaan pelvis menunjukkan
uterus yang retrovert, terfiksasi, membesar, nodular dan sakit apabila ditekan.
Manajemen Asuhan:
Cara yang pasti untuk mendiagnosis Endometriosis adalah laparaskopi.
Endoskopi dapat dilakukan untuk mengetahui luasnya endometriosis, dan biopsi
untuk mengetahui apakah ada keganasan. Kehamilan bisa memperlambat

A p r i l i a P u s p i t a N i n g r u m ( 2 A - 1 2 0 1 1 0 0 0 3 1 ) | 23

perkembangan endometriosis karena menstruasi (ovulasi) berhenti selama


kehamilan dan laktasi. Ada beberapa wanita yang menjadi asimptomatis setelah
melahirkan. Fertilitas wanita dengan endometriosis rendah maka bagi pasangan
yang menginginkan anak memerlukan bantuan medis.
Kontrasepsi oral yang mengandung estrogen yang minimal dan progestrin
yang tinggi dapat menyebabkan atrofi endometrium. Obat-obat anti gonadotropik
seperti denasol dapat juga dipakai untuk menekan kegiatan ovarium. Danasol
dapat menghentikan perkembangan endometrium, mencegah ovulasi, dan
menyebabkan atrofi jaringan endometrium yang ada diluar uterus (jaringan
endometrium ektopik). Kelemahan dari obat-obat ini adalah sangat mahal, adanya
efek samping seperti mual, cepat lelah, deprsi, berat badan bertambah, menyerupai
gejala menopause dan osteoporosis.
Apabila tidak ada respon terhadap terapi konservatif intervensi bedah dapat
dilaksanakan. Pembedahan laser laparoskopi adalah pembedahan yang bisa
mempertahankan fertilitas pasien karena pembedahan ini hanya melepas adesi dan
mengahancurkan jaringan endometrium yang ada dalam rongga pelvis. Bedah
radikal meliputi pengangkatan uterus, tuba falopi dan ovarium. Endometriosis bisa
berhenti ketika menopause.
3.2 ADENOMIOSIS
Adenomiosis adalah suatu keadaan dimana jaringan endometrium yang
merupakan lapisan bagian dalam rahim, ada dan tumbuh di dalam dinding (otot)
rahim. Biasanya terjadi di akhir2 masa usai subur dan pada wanita yang telah
melahirkan.
Adenomiosis tidak sama dengan endometriosis (suatu kondisi dimana
endometrium tumbuh di luar rahim, namun wanita dengan adenomiosis sering
juga ada endometriosis. Penyebab adenomiosis masih belum diketahui pasti,
hormon estrogen mempengaruhi pertumbuhannya dan kelainan ini akan hilang
setelah menopause. Pengobatan utamanya adalah histerektomi (operasi
pengangkatan rahim).
Gejala:
Pada sebagian kecil wanita, adenomiosis tidak menimbulkan gejala atau hanya
gejala nyeri ringan.
Gejalanya berupa:
Haid yang banyak dan lama.
Nyeri haid(dismenorrhea) rasanya seperti di tusuk-tusuk.
Kram rahim saat haid
Perdarahan diantara 2 siklus haid
Haid dengan bekuan darah
Penyebab:
Penyebab tidak diketahui pasti, ada beberapa teori diduga sebagai penyebabnya:
1. Jaringan endometrium yang menyusup ke dinding rahim.
Ini terjadi contohnya saat dilakukan operasi cesar, sel endometrium
menyusup ke dinding rahim, lalu tumbuh dan berkembang disana.
2. Teori Pertumbuhan.

A p r i l i a P u s p i t a N i n g r u m ( 2 A - 1 2 0 1 1 0 0 0 3 1 ) | 24

Diyakini sejak awal, jaringan endometrium ini memang sudah ada saat
janin mulai tumbuh.
3. Peradangan rahim akibat proses persalinan.
Teori ini menyatakan ada hubungan antara adenomiosis dan proses
persalinan. Proses deklamasi endometrium pada periode paska persalinan
bisa menyebabkan pecahnya/putusya ikatan sel pada endometrium.
Dari teori diatas, kita bisa menarik kesimpulan bahwa faktor risiko terkena
adenomiosis adalah persalinan baik cesar maupun normal.
Walaupun tidak berbahaya, nyeri dan perdarahan berlebihan yang
ditimbulkannya bisa menggangu aktifitas sehari-hari. Bahkan jika nyeri berulang
dapat menyebabkan gangguan psikologi pada penderita seperti depresi, sensi,
gelisah, marah dan rasa tidak berdaya. Perdarahan yang banyak dalam waktu
yang lama akan menyebabkan anemia.
Diagnosis adenomiosis didasarkan pada gejala dan tanda yang timbul,
pemeriksaan panggul, dan pemeriksaan penunjang seperti MRI (Magnetic
Resonance Imaging)
Kadang juga dilakukan biopsi (pengambilan sampel) endometrium guna
menyingkirkan hal-hal serius sebagai penyebab perdarahan seperti adanya
keganasan (terutama jika usia sudah 40 tahun keatas). Memastikan diagnosis
hanya bisa dilakukan dengan pemeriksaan di bawah mikroskop pada jaringan
rahim yang sudah diangkat melalui operasi histerektomi.
Ada beberapa kondisi atau penyakit yang gejalanya mirip adenomiosis seperti
mioma rahim, endometriosis dan polip endometrium.
Adenomiosis biasanya sembuh sendiri saat menopause, sehingga pilihan
pengobatan tergantung masih lama tidaknya menopasue.
Pilihan pengobatan:
1. Obat-obat anti-peradangan (anti-inflamasi).
Jika usia mendekati menopause, maka bisa saja pengobatannya berupa
obat-obat anti-inflamasi yang disamping menghilangkan nyeri juga
memiliki efek anti-perdarahan seperti sama mefenamat, ibuprofen, dan
lain-lain. Obat dimakan 2-3 hari menjelang haid muncul dan dilanjutkan
sampai haid selesai.
2. Pengobatan Hormon.
Bisa dengan memakai pil kombinasi estrogen-progestin daat mengurangi
perdarahan dan nyeri yang timbul. Dengan progestin saja seperti suntik 3
bulan atau IUS yang mengandung progestin akan sering akan
menyebabkan tidak datang haid (amenorhea, sehingga otomatis tidak
akan ada nyeri dan darah.
3. Pengangkatan rahim (Histerektomi).Jika nyerinya luar biasa hebat dan
perdarahannya banyak, serta usia menopause masih lama, maka bisa
dipilih histerektomi.
Referensi:
1) Anonim. 2010. Amenorrhae, (http://masalahkesehatanwanita.blogspot.com/2010/02/
amenorrhea.html), diakses pada 4 Oktober 2013.

A p r i l i a P u s p i t a N i n g r u m ( 2 A - 1 2 0 1 1 0 0 0 3 1 ) | 25

2) Anonim. 2012. Amenorrhae, (http://meetdoctor.com/topic/amenorrhea), diakses pada


4 Oktober 2013.
3) Anonim. 2011. Gangguan Menstruasi, (http://nopisamidwife.blogspot.com/2011/03/
gangguan-menstruasi.html), diakses pada 4 Oktober 2013.
4) Anonim. Oligomenore dan Penyebabnya, (http://alat2kesehatan.com/oligomenoredan-penyebabnya.php), diakses pada 4 Oktober 2013.
5) Angritubella S.M. 2007. Infertilitas, (http://anggrekidea.blogspot.com/2007/11/
infertilitas.html), diakses pada 4 Oktober 2013.
6) Anonim. 2012. Siklus Menstruasi, (http://fyaerafarma.blogspot.com/2012/11/siklusmenstruasi.html), diakses pada 4 Oktober 2013.
7) Offest, Elstar. 1981. Ginekologi. Bandung.
8) Kusmarjadi, D. 2011. Adenomiosis, (http://konsultasi-spesialis-obsgin.blogspot.com/
2011/02/adenomiosis.html), diakses pada 6 Oktober 2013.

Anda mungkin juga menyukai