SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sains (S.Si) pada Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Oleh :
DEVINTA JULIAPTINI
NIM : 106097003255
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Sains dan Teknologi
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sains (S.Si.)
Oleh
DEVINTA JULIAPTINI
NIM: 106097003255
Pembimbing I,
PembimbingII,
Mengetahui,
Ketua Prodi Fisika
PENGESAHAN UJIAN
Skripsi berjudul ANALISIS SIFAT MEKANIK DAN METALOGRAFI BAJA KARBON
RENDAH UNTUK APLIKASI TABUNG GAS 3 KG telah diujikan dalam sidang
munaqasyah Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 29
Juni 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains (
S.Si ) pada Program Studi Fisika.
Jakarta, 29 Juni 2010
Sidang Munaqasyah
Penguji I,
Penguji II,
Mengetahui,
Dekan Fakultas Sains dan Teknologi,
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan
hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
DEVINTA JULIAPTINI
Abstrak
Telah dilakukan penelitian terhadap kualitas bahan baku tabung gas 3 kg terutama
untuk mengetahui komposisi unsur pemadunya, kekuatan tarik, kelenturan,
kekerasan, kekuatan terhadap benturan dan analisis metalografi. Adapun
karakteristik untuk mutu material dari bahan baku tabung gas 3 kg tersebut harus
berdasarkan SNI 1452:2007 atau JIS G3116 SG295 (standar of japan). Dalam JIS
standar ini berisi tentang kualitas bahan baku yang digunakan sebagai aplikasi
tabung gas, seperti komposisi kimia dan kekuatan tarik. Dari hasil pengujian
tersebut diketahui bahwa bahan baku tabung gas 3 kg ini adalah jenis baja karbon
rendah, dengan nilai kekuatan tarik (483Mpa), nilai kekerasan (140 HB), keuletan
(50.57 N/mm2), nilai kekuatan bentur (23 J) sedangkan untuk analisis struktur
mikronya bahwa bahan baku tabung gas 3 kg ini memiliki struktur mikro yang
kasar atau kurang halus.
Kata Kunci : metalografi, mikrostruktur, baja karbon rendah
Abstract
Have done a experiment to quality of raw material for gas tube 3 kg, especially for
chemical composition, tensile test, banding test, hardeness test, impact test and
analisys metalografy. Characteristic which qualify for material of gas tube have
been arranged in SNI 1452:2007 or JIS G3116 SG295 (standard of Japan). In JIS
standard, it is arranged quality of raw material to be used in gas tube application
steel like chemical composition and tensile test. From the results of experiment
know that type of this steel is low carbon steel, with value of tensile test (483
Mpa), hardness test (140 HB), banding test ( 50.57 N/mm2), impact test (23 J) and
for analysis of mikro structure that this surface of raw material is harder than
literature.
Keywords: metalografy, micro structure, low carbon steel.
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya serta bantuan lahir dan batin sehingga penulis dapat menyusun
dan menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan judul ANALISIS SIFAT
MEKANIK DAN METALOGRAFI BAJA KARBON RENDAH UNTUK
APLIKASI TABUNG GAS 3 KG.
Dalam mewujudkan Tugas Akhir ini dengan segala kerendahan hati
penulis menghaturkan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Allah SWT yang selalu melimpahkan segala nikmat dan anugerah-Nya,
sehingga saya bisa menyelasaikan Tugas Akhir ini.
2. Kedua orang tua yang senantiasa selalu mengasihi dan menyayangi anaknya,
atas motivasi serta doa yang tak henti-hentinya mengalir dalam tiap
langkahku.
3. Bapak DR.Syopiansyah Jaya Putra , M.Si, selaku Dekan Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
4. Bapak Drs. Sutrisno, MSi selaku Ketua Prodi Fisika Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Bapak Arif Tjahjono, ST, M. Si. selaku Dosen Pembimbing I yang telah
dengan sabar membimbing saya dan banyak memberikan masukan serta kritik
yang berguna bagi saya.
iii
6. Bapak Edi Sanjaya, M. Si. selaku Dosen Pembimbing II yang juga telah
dengan sabar membimbing saya memberikan masukan serta kritik yang
berguna bagi saya dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.
7. Teman-teman Fisika 06 UIN Jakarta (Geophysics-Team : Iiz, Iif, Cindi,
bahtiar, Agung, Aji, Kia dan Ida), (Instrument Physics-Team : Iik, Putri,
Shila, Dewi, Agus, Iwe, Dono, Karima), (Material Physics-Team : Rinan,
Rusman, Ana, Absory) . Makasih ya wat kebersamaanya selama ini.
8. Special Thanks to teman-teman senasib dan seperjuangan Iiz faizah, Iif Latifa,
Adjie Chico, Agung Satrio, Dewi Lestari, Rinan Ridwan Suhan Donoaji, Desi
Solikhati (SI06), Cindika Pandaini, Irwansyah. (Yang Telah Kalian Buat
Sungguhlah Indah Buat Diriku Susah Lupa ). Tak lupa pula adik-adik ku
tercinta (Dini, Aida, Arin) yang senan tiasa memberikan senyuman dan canda
tawanya sebagai semangat untuk menyelesaikan tugas akhir ini. Ahmad Fauzi
yang telah menemani saya dalam melakukan penelitian ini, terimakasih yah.
Penulis menyadari bahwa ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak
kekurangannya, sekalipun penulis telah berusaha dengan segala kemampuan yang
ada sehingga karya ilmiah ini dapat tersusun. Untuk menyempurnakannya, penulis
dengan senang hati menerima segala kritik dan saran dari semua pihak yang
sifatnya membangun demi kesempurnaan karya ilmiah ini.
Akhir kata penulis berharap semoga Karya Ilmiah ini bermanfaat bagi
penulis pada khususnya dan Pembaca pada umumnya.
Penulis
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ....................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ...................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ............................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................ ix
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang......................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ................................................................. 3
1.3. Tujuan Penelitian .................................................................... 3
1.4. Batasan Masalah ...................................................................... 3
1.5. Sistematika Penulisan .............................................................. 4
BAB II
DASAR TEORI
2.1. Baja Dan Klasifikasinya........................................................... 6
2.2. Diagram Fasa Baja karbon (Fe C) ......................................... 8
2.3 Proses Pembuatan Baja ............................................................ 10
2.4 Pengerjaan Mekanis Pada Baja ................................................ 12
2.5. Proses Pembuatan Bahan ......................................................... 13
2.6. Pengujian Radiografi ............................................................... 15
2.7. Pengujian Metalografi .............................................................. 18
2.7.1. Cutting (Pemotongan) .................................................. 18
2.7.2 Mounting ...................................................................... 19
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian .................................................. 43
3.2. Bahan dan Peralatan................................................................. 43
3.2.1. Bahan .......................................................................... 43
3.2.2. Peralatan Pembuatan Bahan.......................................... 44
3.2.3. Peralatan Pengujian ...................................................... 45
3.3. Penyiapan Bahan ..................................................................... 45
3.4. Tahapan Penelitian................................................................... 48
3.5. Pengujian Bahan ...................................................................... 48
3.5.1. Pengujian Komposisi ................................................... 49
3.5.2. Pengujian Metalografi .................................................. 50
3.5.3. Pengujian Mekanik ....................................................... 55
BAB IV
vi
PENUTUP
5.1 Kesimpulan.............................................................................. 74
5.2 Saran ....................................................................................... 75
REFERENSI
................................................................................................ 76
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Tabel 2.2
Tabel 2.3.
Tabel 4.1.
Tabel 4.2
Tabel 4.3.
Tabel 4.4
Tabel 4.5
Tabel 4.6
Tabel 4.7
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Gambar 2.2.
Gambar 2.3.
Gambar 2.4.
Gambar 2.5
Gambar 2.6
Gambar 2.7
Gambar2.8
Gambar 2.9
Gambar 2.10 Tahapan terjadinya perpatahan ulet pada sampel uji tarik ............ 35
Gambar 2.11. Ilustrasi skematis pengujian kekuatan benturan dengan
Charpy ........................................................................................ 37
Gambar 2.12. Ilustrasi skematik pembebanan impak pada benda uji Charpy
dan Izod ...................................................................................... 38
Gambar 2.13. Efek temperatur terhadap kekuatan benturan beberapa
material ...................................................................................... 41
ix
Gambar 2.14. Bentuk dan dimensi benda uji berdasarkan ASTM E23-56T ....... 42
Gambar 3.1
Gambar 3.2
Gambar 3.3
Gambar 3.4
Gambar 3.5
Gambar 3.6
Gambar 3.7
Gambar 3.8
Gambar 3.9
Gambar 4.2
BAB I
PENDAHULUAN
radiografi.
Hasil
dari
pengujian-pengujian
tersebut
akan
dibandingkan dengan literatur pada spesifikasi JIS G3116 SG295. Sampel yang
digunakan dalam penelitian ini merupakan bahan mentah atau belum melalui
proses pembentukan menjadi tabung gas 3 kg.
PENDAHULUAN
Pada bab ini akan membahas tentang latar belakang permasalahan,
perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian dan sistematika
penulisan.
BAB II
DASAR TEORI
dari
masing-masing
baja
berbeda-beda
berdasarkan
kandungan karbon pada baja tersebut. Baja karbon rendah digunakan salah
satunya untuk tabung gas LPG 3kg, kawat, baja profil, sekrup, ulir dan baut. Baja
karbon sedang digunakan untuk rel kereta api, poros roda gigi, dan suku cadang
yang berkekuatan tinggi, atau dengan kekerasan sedang sampai tinggi. Baja
karbon tinggi digunakan untuk perkakas potong seperti pisau, milling cutter.
Bila dilihat dari komposisi kimianya baja karbon terbagi menjadi tiga
macam yaitu : baja karbon rendah (0.25%C), baja karbon sedang (0,25 - 0,55%),
baja karbon tinggi (0,55). Sedangkan baja paduan terdiri dari baja paduan rendah
dan baja paduan tinggi.3 yang terkandung dalam baja karbon rendah dalam bentuk
pelat, dimana hasil komposisinya bisa dilihat pada Tabel 2.1. Baja karbon rendah
adalah salah satu jenis baja karbon, dimana persentase unsur karbonnya di bawah
0,25%, untuk lebih jelas ditunjukkan pada Tabel 2.1, sedangkan unsur pembentuk
lainnya seperti Mn tidak lebih dari 0,8%, Si tidak lebih dari 0,5%, demikian pula
unsur Cu tidak lebih dari 0,6%.
Tabel 2.1 Klasifikasi baja karbon berdasar kandungan karbon
Jenis baja karbon
Prosentase unsur karbon (%C)
1
0,25
0,25 - 0,55
0,55
Tabel 2.2 Komposisi kimia lembaran pelat baja karbon rendah sebagai
spesimen penelitian.
Unsur Prosentase (%)
Unsur
Prosentase (%)
C
0,16
Ni
0,018
Si
0,17
Mo
0,0018
Mn
0,76
Cu
0,054
0,020
Al
0,012
0,0001
Fe
98,83
Cr
0,0064
3
4
Perubahan fasa yang terjadi dari fasa ke dalam fasa + Fe3C adalah
relative kompleks. Untuk kemudahan dalam memahami perubahan fasa, sebagai
contoh adalah sebuah baja karbon dengan kandungan karbon 0,77% yang
didinginkan dari temperature fasa sekitar 8000C. pada temperature ini perubahan
struktur mikro berubah menjadi fasa yang mempunyai kandungan karbon lebih
rendah yaitu 0,022% seperti FeC. Perubahan fasa ini mempengaruhi penyebara
karbo karena ketiga fasa mempunyai komposisi yang berbeda.7
10
11
12
membebaskan
tegangan-tegangan
yang
ada
dalam
baja.
Kemudian
mereduksi lebar slab didunakan l vertical edger. Hasil slab dari roging mill
disebut dengan transfer bar atau forband (jerman).
d. Thermopanel
Merupakan suatu peralatan berupa coper isolasi panas penutup roler table
antara loging mill dan finishing mill yang berfungsi mengurangi kehilangan
panas slab ke lingkungan sekitar dengan demikian temperatur sepanjang slab
relative konstan sebesar 1100 oC sebelum memasuki finishing mill. Alat ini
seperti housing atau penutup berbentuk U yang digerakkan oleh sistem
hidrolik. Terdapat 12 stand thermopanel, dimana masing-masing stand
panjangnya 5-7 meter.
e. Corp Shear
Merupakan peralatan yang digunakan untuk memotong ujung depan
(kepala) dan ekor pada transfer bar. Proses pemotongan ini bertujuan untuk
menghasilkan ujung depan dan belakang yang rata untuk proses finishing. Crop
shear ini terpasang didepan finishing stand F1.
f. Finishing Mill
Merupakan peralatan yang berfungsi untuk mengerol slab sehingga
diakhir finising mill didapatkan tebal strip yang diinginkan. Stand finishing
mill berjumlah 6 buah (disebut F1 s/d F6). Selama proses pengerolan
difinishing stand transfer bar akan mengalami reduksi ketebalan yang berbeda
disetiap stand karena pengaturan gap antara kedua work roll yang berbeda di
setiap stand.
14
g. Laminar Cooling
Setelah proses melalui finishing mill maka tahapan untuk pengerolan
dipastikan selesai dan hasil dari strip tersebut kemudian didinginkan
menggunakan laminar colling. Pendinginan ini berfungsi untuk mendapatkan
temperatur yang sesuai dengan temperatur penggulungan strip pada down
coiller. Tujuan utama dari pendinginan ini adalah untuk mencapai temperatur
kristalisasi yang sesuai untuk membentuk struktur mikro yang diinginkan
sesuai dengan standar mutu (steel grade) yang diinginkan. Pendinginan
dilakukan dengan menyemprotkan air diatas dan dibawah slab dengan tekanan
air 1 s/d 2 bar.
h. Down Coiler
Setelah mengalami proses pengerolan, maka proses berikutnya adalah
penggulungan strip, menjadi coil di down coiler. Jadi, fungsi dari coiler adalah
menggulung strip menjadi coil.
i. Shearing Line
Ini berfungsi untuk membuat plat dan merevisi coil-coil yang kurang baik
dari hasil pengerolan.
15
121.4 A
=
kV
kV
16
makin kecil daya tembus sinar x semakin besar, sedangkan kuantitas sinar x
dapat diatur melalui arus (mA) pada filamen. Dua hal yang dapat diatur dalam
control box dari pesawat sinar x adalah arus dan tegangan.
b. Interaksi sinar x, dengan materi (benda uji)
Bila suatu materi dengan ketebalan tertentu diradiasi maka intensitas
radiasi semula diperlemah setelah melewati material, karena terjadi proses
atenuasi.
I = I0 e- x
I = Intensitas sinar x, setelah menembus material
I0 = Intensitas mula-mula
= koefisien pelemahan linear
x = tebal material
Perbedaan intesitas inilah yang dipakai sebagai dasar atau dimanfaatkan
dalam teknik radiografi. Jika dipakai detector, maka perbedaan intensitas I1 dan I2
akan menghasilkan tingkat kehitaman yang berbeda pada film radiografi. Proses
pelemahan sinar x atau akibat interaksi dengan materi dapat dibedakan atas tiga
pristiwa, yaitu :
- Efek photolistrik
- Pair production
- Hamburan Compton
17
18
metal
tipis,
potongan
yang
tipis,
dll.
Untuk
memudahkan
19
Media mounting yang dipilih haruslah sesuai dengan material dan jenis
reagen etsa yang akan digunakan. Pada umumnya mounting menggunakan
material plastik sintetik. Materialnya dapat berupa resin (castable resin) yang
dicampur dengan hardener, atau bakelit. Penggunaan castable resin lebih mudah
dan alat yang digunakan lebih sederhana dibandingkan bakelit, karena tidak
diperlukan aplikasi panas dan tekanan. Namun bahan castable resin ini tidak
memiliki sifat mekanis yang baik (lunak) sehingga kurang cocok untuk materialmaterial yang keras. Teknik mounting yang paling baik adalah menggunakan
thermosetting resin dengan menggunakan material bakelit. Material ini berupa
bubuk yang tersedia dengan warna yang beragam. Thermosetting mounting
membutuhkan alat khusus, karena dibutuhkan aplikasi tekanan (4200 lb/in2) dan
panas (1490C) pada mold saat mounting.
2.7.3 Grinding (Pengamplasan)
Sampel yang baru saja dipotong, atau sampel yang telah terkorosi
memiliki permukaan yang kasar. Permukaan yang kasar ini harus diratakan agar
pengamatan struktur mudah untuk dilakukan. Pengamplasan dilakukan dengan
menggunakan kertas amplas silicon karbit (SiC) dengan berbagai tingkat
kekasaran yang ukuran butir abrasifnya dinyatakan dengan mesh, yaitu kombinasi
dari 220, 330, 500, 600, 800, dan 1000. Ukuran grit pertama yang dipakai
tergantung pada kekasaran permukaan dan kedalaman kerusakan yang
ditimbulkan oleh pemotongan. Seperti perubahan struktur akibat panas yang
timbul pada saat proses pemotongan dan perubahan bentuk sample akibat beban
alat potong.
20
21
22
23
Semakin tinggi pantulan tersebut, yang ditunjukkan oleh dial pada alat pengukur,
maka kekerasan benda uji dinilai semakin tinggi.
c.
Metode indentasi
Pengujian dengan metode ini dilakukan dengan penekanan benda uji
dengan indentor dengan gaya tekan dan waktu indentasi yang ditentukan.
Kekerasan suatu material ditentukan oleh dalam ataupun luas area indentasi yang
dihasilkan (tergantung jenis indentor dan jenis pengujian). Berdasarkan prinsip
bekerjanya metode uji kekerasan dengan cara indentasi dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
1) Pengujian Brinell
Metode ini diperkenalkan pertama kali oleh J.A. Brinell pada tahun 1900.
Pengujian kekerasan dilakukan dengan memakai bola baja yang diperkeras
(hardened steel ball) dengan beban dan waktu indentasi tertentu, sebagaimana
ditunjukkan oleh Gambar 2.2. Hasil penekanan adalah jejak berbentuk lingkaran
bulat, yang harus dihitung diameternya di bawah mikroskop khusus pengukur
jejak. Contoh pengukuran hasil penjejakan diberikan oleh Gambar 2.3.
Pengukuran nilai kekerasan suatu material diberikan oleh rumus:
dimana P adalah beban (kg), D diameter indentor (mm) dan d diameter jejak
(mm).
24
Gambar 2.3. Hasil identasi brinell berupa jejak bentuk dengan ukuran diameter
dalam skala mm
25
2) Pengujian Vickers
Pada metode ini digunakan indentor intan berbentuk piramida dengan
sudut 136o, seperti diperlihatkan oleh Gambar 2.4. Prinsip pengujian adalah sama
dengan metode Brinell, walaupun jejak yang dihasilkan berbentuk bujur sangkar
berdiagonal. Panjang diagonal diukur dengan skala pada mikroskop pengujur
jejak. Nilai kekerasan suatu material diberikan oleh:
VHN =
1.854 P
d2
dimana d adalah panjang diagonal rata-rata dari jejak berbentuk bujur sangkar.
3) Pengujian Rockwell
Berbeda dengan metode Brinell dan Vickers dimana kekerasan suatu
bahan dinilai dari diameter/diagonal jejak yang dihasilkan maka metode Rockwell
merupakan uji kekerasan dengan pembacaan langsung (direct-reading). Metode
ini banyak dipakai dalam industry karena pertimbangan praktis. Variasi dalam
beban dan indetor yang digunakan membuat metode ini memiliki banyak
macamnya. Metode yang paling umum dipakai adalah Rockwell B (dengan
26
indentor bola baja berdiameter 1/6 inci dan beban 100 kg) dan Rockwell C
(dengan indentor intan dengan beban 150 kg). Walaupun demikian metode
Rockwell lainnya juga biasa dipakai. Oleh karenanya skala kekerasan Rockwell
suatu material harus dispesifikasikan dengan jelas. Contohnya 82 HRB, yang
menyatakan material diukur dengan skala B: indentor 1/6 inci dan beban 100 kg.
Berikut ini diberikan Tabel 2.3 yang memperlihatkan perbedaan skala dan range
uji dalam skala Rockwell:
Tabel 2.3. Skala pada Metode Uji Kekerasan Rockwel
Gambar 2.5 Kurva tegangan-regangan dari sebuah benda uji terbuat baja ulet
28
tanpa
adanya
penambahan
beban.
Tegangan
(stress)
yang
29
proporsionalitas tegangan dan regangan. Pada Gambar 2.6 di bawah ini garis
offset OX ditarik paralel dengan OP, sehingga perpotongan XW dan kurva
tegangan-regangan memberikan titik Y sebagai kekuatan luluh. Umumnya garis
offset OX diambil 0.1 0.2% dari regangan total dimulai dari titik O.
Gambar 2.6 Kurva tegangan-regangan dari sebuah benda uji terbuat dari bahan
getas.
Kekuatan luluh atau titik luluh merupakan suatu gambaran kemampuan
bahan menahan deformasi permanen bila digunakan dalam penggunaan struktural
yang melibatkan pembebanan mekanik seperti tarik, tekan bending atau puntiran.
Di sisi lain, batas luluh ini harus dicapai ataupun dilewati bila bahan (logam)
dipakai dalam proses manufaktur produk-produk logam seperti proses rolling,
drawing, stretching dan sebagainya. Dapat dikatakan bahwa titik luluh adalah
suatu tingkat tegangan yang:
Tidak boleh dilewati dalam penggunaan struktural (in service)
Harus dilewati dalam proses manufaktur logam (forming process)
Kekuatan tarik maksimum (ultimate tensile strength)
Merupakan tegangan maksiumum yang dapat ditanggung oleh material
sebelum terjadinya perpatahan (fracture). Nilai kekuatan tarik maksimum uts
ditentukan dari beban maksimum Fmaks dibagi luas penampang awal Ao.
30
UTS =
Fmaks
A
Pada bahan ulet tegangan maksimum ini ditunjukkan oleh titik M (Gambar
2.6) dan selanjutnya bahan akan terus berdeformasi hingga titik B. Bahan yang
bersifat getas memberikan perilaku yang berbeda dimana tegangan maksimum
sekaligus tegangan perpatahan (titik B pada Gambar 2.6). Dalam kaitannya
dengan penggunaan structural maupun dalam proses forming bahan, kekuatan
maksimum adalah batas tegangan yang sama sekali tidak boleh dilewati.
e. Keuletan (ductility)
Keuletan merupakan suatu sifat yang menggambarkan kemampuan logam
menahan deformasi hingga terjadinya perpatahan. Sifat ini , dalam beberapa
tingkatan, harus dimiliki oleh bahan bila ingin dibentuk (forming) melalui proses
31
E = / atau E = tan
dimana adalah sudut yang dibentuk oleh daerah elastis kurva teganganregangan. Modulus elastisitas suatu material ditentukan oleh energi ikat antar
atom-atom, sehingga besarnya nilai modulus ini tidak dapat dirubah oleh suatu
proses tanpa merubah struktur bahan. Sebagai contoh diberikan oleh Gambar 2.7
di bawah ini yang menunjukkan grafik tegangan-regangan beberapa jenis baja:
32
penting
untuk
komponen-komponen
yang
mungkin
mengalami
33
berlebih, tetapi hal ini tetap disukai dibandingkan material dengan modulus yang
rendah dimana perpatahan akan terjadi tanpa suatu peringatan terlebih dahulu.
34
macroscope.
a. Perpatahan ulet
Gambar 2.10 di bawah ini memberikan ilustrasi skematis terjadinya
perpatahan ulet pada suatu spesimen yang diberikan pembebanan tarik:
Gambar 2.10 Tahapan terjadinya perpatahan ulet pada sampel uji tarik
35
F
A0
36
mesin penguji. Harga impak (HI) suatu bahan yang diuji dengan metode Charpy
diberikan oleh :
Dimana E adalah energi yang diserap dalam satuan Joule dan A luas
penampang di bawah takik dalam satuan mm2. Secara umum benda uji impak
dikelompokkan ke dalam dua golongan sampel standar yaitu : batang uji Charpy
sebagaimana telah ditunjukkan pada Gambar 2.8, banyak digunakan di Amerika
Serikat dan batang uji Izod yang lazim digunakan di Inggris dan Eropa. Benda uji
Charpy memiliki luas penampang lintang bujur sangkar (10 x 10 mm) dan
memiliki takik (notch) berbentuk V dengan sudut 45o, dengan jari-jari dasar 0,25
mm dan kedalaman 2 mm. Benda uji diletakkan pada tumpuan dalam posisi
mendatar dan bagian yang bertakik diberi beban impak dari ayunan bandul,
sebagaimana telah ditunjukkan oleh Gambar 2.11. Benda uji Izod mempunyai
penampang lintang bujur sangkar atau lingkaran dengan takik V di dekat ujung
yang dijepit. Perbedaan cara pembebanan antara metode Charpy dan Izod
ditunjukkan oleh Gambar 2.12 di bawah ini:
Gambar 2.12. Ilustrasi skematik pembebanan impak pada benda uji Charpy dan
Izod
38
berserat
(fibrous
fracture),
yang
melibatkan
mekanisme
pergeseran bidang bidang kristal di dalam bahan (logam) yang ulet (ductile).
Ditandai dengan permukaan patahan berserat yang berbentuk dimpel yang
menyerap cahaya dan berpenampilan buram.
2. Perpatahan granular/kristalin, yang dihasilkan oleh mekanisme pembelahan
(cleavage) pada butir-butir dari bahan (logam) yang rapuh (brittle). Ditandai
dengan permukaan patahan yang datar yang mampu memberikan daya pantul
cahaya yang tinggi (mengkilat).
3. Perpatahan campuran (berserat dan granular). Merupakan kombinasi dua jenis
perpatahan di atas.
Selain dengan harga impak yang ditunjukkan oleh alat uji, pengukuran
ketangguhan suatu bahan dapat dilakukan dengan memperkirakan berapa persen
39
patahan berserat dan patahan kristalin yang dihasilkan oleh benda uji yang diuji
pada temperatur tertentu. Semakin banyak persentase patahan berserat maka dapat
dinilai semakin tangguh bahan tersebut. Cara ini dapat dilakukan dengan
mengamati permukaan patahan benda uji di bawah miskroskop stereoscan.
Informasi lain yang dapat dihasilkan dari pengujian impak adalah temperatur
transisi bahan.
Temperatur transisi adalah temperatur yang menunjukkan transisi
perubahan jenis perpatahan suatu bahan bila diuji pada temperatur yang berbedabeda. Pada pengujian dengan temperatur yang berbeda-beda maka akan terlihat
bahwa pada temperatur tinggi material akan bersifat ulet (ductile) sedangkan pada
temperatur rendah material akan bersifat rapuh atau getas (brittle). Fenomena ini
berkaitan dengan vibrasi atom-atom bahan pada temperatur yang berbeda dimana
pada temperatur kamar vibrasi itu berada dalam kondisi kesetimbangan dan
selanjutnya akan menjadi tinggi bila temperatur dinaikkan (ingatlah bahwa energi
panas merupakan suatu driving force terhadap pergerakan partikel atom bahan).
Vibrasi atom inilah yang berperan sebagai suatu penghalang (obstacle) terhadap
pergerakan dislokasi pada saat terjadi deformasi kejut/impak dari luar. Dengan
semakin tinggi vibrasi itu maka pergerakan dislokasi mejadi relatif sulit sehingga
dibutuhkan energi yang lebih besar untuk mematahkan benda uji. Sebaliknya pada
temperatur di bawah nol derajat Celcius, vibrasi atom relatif sedikit sehingga pada
saat bahan dideformasi pergerakan dislokasi menjadi lebih mudah dan benda uji
menjadi lebih mudah dipatahkan dengan energi yang relatif lebih rendah.
Informasi mengenai temperatur transisi menjadi demikian penting bila
suatu material akan didisain untuk aplikasi yang melibatkan rentang temperatur
40
yang besar, misalnya dari temperatur di bawah nol derajat Celcius hingga
temperatur tinggi di atas 100 derajat Celcius, contoh sistem penukar panas (heat
41
Gambar 2.14. Bentuk dan dimensi benda uji berdasarkan ASTM E23-56T
42
BAB III
METODE PENELITIAN
3.2.1. Bahan
Bahan baku untuk sempel uji ini terbuat dari slab yang diproduksi oleh
pabrik baja Slab (Slab Steel Plant/ SSP). Bahan baku lembar baja atau slab ini
adalah besi sepons dan scrap ditanbah dengan batu kapur, serta dicampur dengan
unsur-unsur lain seperti C, Fe, dan Si. Pabrik ini memproduksi baja slab dengan
ukuran : tebal 200 mm, lebar 600-2080 mm, dan panjang maksimum 12.000 mm,
dengan berat maksimum 30 ton. Baja yang digunakan sebagi sampel ini memiliki
tebal 200 mm dan lebar 950 mm dan panjang 12. 000 mm dan berat 30 ton. Baja
yang dihasilkan dari SSP ini merupakan baja ultra low carbon dengan kandungan
gas terlarut (hydrogen dan nitrogen) relatif rendah. Hasil produksi SSP ini
kemudian dikirim ke Pabrik Baja Lembar Panas (Hot Strip Mill/HSM).
43
44
Tahap I
Proses produksi dimulai dari pembersihan slab terlebih dahulu dari scale
yang terbentuk, menggunakan cold descaling device. Kemudian slab ditransferkan
melalui cold roll table. Selanjutnya slab masuk kedalam reheting furnace untuk
dipanaskan sampai dengan suhu 1250oC selanjutnya slab dikeluarkan oleh
extraktor dari furnace untuk diletakkan di hot roll table.
Tahap II
Setelah slab mencapai panas yang diinginkan, slab keluar dari hot roler
table menuju mesin sizing press sebelum memasuki sizing press, slab membara
45
tersebut dibersihkan di water discaller dari scale dan terak yang terbentuk karena
reaksi kimia yang terjadi didalam furnace. Air disemprotkan dengan tekanan 200
bar untuk membersihkan primeris scale dan terak. Pada sizing press ini lebar slab
direduksi, alat yang dibeli dari jepang ini juga berfungsi meringankan kerja
vertikal edger dalam mempertahankan lebar slab. Suhu pengerjaan pada tahap ini
adalah sekitar 1180-12000C
Tahap III
Selanjutnya slab yang telah direduksi lebarnya meluncur diatas roler table
menuju mesin beruikutnya. Pada bagian ini terintegrasi tiga alat sekaligus yaitu
water discaler untuk membersihkan scon dari skill yang masih tersisa, kemudaian
masuk vertikal edgerol untuk menjaga lebarnya kemudian lansung masuk dalam
lembaran yang lebih tinggi dan panjang). Pada roughing slab dirol 5-9 kali sampai
didapat ketebalan yang diinginkan. Slab dibersihkan dari scale dan terak pada
pengerolan maju yang pertama dan terakhir
Tahap IV
Produk dari pengerjaan pada tahap III diatas disebut vorban atau
transferbar. Diantara roughing dan finishing mill digunakan thermopanel, dimana
fungsinya adalah mengurangi kalor yang terbuang sebelum vorband masuk
croupshear, karena ketidak sesuaian suhu akan menyebabkan pengerjaan kurang
sempurna.
Croupshear adalah alat yang digunakan untuk memotong kepala dan ekor
vorband agar mudah masuk kedalam finishing stands. Kepala dan ekor vorband
strip biasanya melengkung keatas atau kebawah atau juga bengkok ke kiri atau ke
46
kanan. Jika tidak dipotong, ini akan menyulitkan saat memasuki finishing stands.
Akibat lebih parah adalah kerusakan roll.
Tahap V
Setrip memasuki finishing stands yang merupakan 6 roll kontinu dimana
fungsinya adalah untuk menipiskan dan menghaluskan permukaan strip.
Pengalusan ini juga dengan pengerolan. Tetapi juga dengan beban yang
diringankan sehingga reduksi tebalnya sangat kecil. Pada akhir pengerolan disini,
strip melewati electric recorder yang berfungsi merekam segala kondisi dari strip
meliputi dimensi, tebal dan lebar, suhu, dan kondisi permukaan yang selanjutnya
tercatat dalam sistem komputer sebagai status produk dari awal sampai dengan
proses ini.
Tahap VI
Selanjutnya strip ini meluncurkan plan melewati laminar cooling
didinginkan suhunya sehingga mencapai 6000C. Proses pendinginan ini
menggunakan media air yang disemprotkan dari atas dan dari bawah dengan
tekanan tertentu. Selanjutnya strip sampai di down coiler untuk digulung menjadi
coil. Ada dua mesin down coiler yang tersedia dan bekerja bergantian. Setelah
selesai kemudian hot roller coil (HRC) tersebut mengalami inspeksi dimensi dan
visual inspection. Sampai disini proses utama selesai.
Tahap VII
Selanjutnya HRC dipindahkan ke gudang dengan transforter untuk
didinginkan. Setelah dingin, baru kemudian coil ini mengalami penanganan hasil
produksi (PHP). Coil yang telah dingin Masuk shearing line 1 untuk dibuat plate
dari bentuk plate ini dipotong untuk kemudian dijadikan sampel pengujian.
47
Preparasi Sampel
Metalografi
Destructive Test
Pengujian Komposisi
Tensile Test
Banding Test
Hasil
Analisis
Brinell Test
Impact Test
Kesimpulan
destructive testing yang menggunakan radiasi sinar x. Dimana prinsip kerja dari
pesawat atau pembangkit sinar x ini adalah memiliki dua buah kutub listrik katoda
dan anoda diberi perbedaan tegangan listrik yang cukup tinggi dan berada diruang
hampa. Sebelum specimen ditembakan dengan sinar x terlebih dahulu digrinda
seperti terlihat pada gambar 3.3. Specimen di grinda sampai mengkilat untuk
menghilangkan kotoran yang menempel dan lebih mudah untuk mendeteksi
komposisi yang terkandung dalam suatu material.
50
dengan berbagai itingkat kekerasan, yaitu kombinasi 80, 220, 330,500, 600,
800, 1000, 1200, ketika sampel mengalami grinding diatas kertas amplas,
harus dialiri air bersih secara continue. Tujuan yang untuk menghindari
timbulnya panas di pemakaian sampel yang kontak langsung dengan kertas
amplas.
Dalam proses grinding, pertama-tama sampel dikerjakan pada kertas
amplas yang paling kasar yaitu 80, hasil preparsi tahap ini diperoleh
permukaan permukaan goresan yang searah dan homogeny, tidak hanya. pada
permukaan permukaan, tetapi juga pada medium cetaknya. Untuk itu sampel
dipegang yang kuat agar tidak bergerak dan diberi sedikit tekanan agar tidak
bergeser. Pengerjaan ketingkat kekasaran selanjutnya (missal 220), sampel
diputar 900 sehingga diperoleh goresan baru yang tegak lurus dan relatif lebih
halus dari goresan sebelumnya. Demikian seterusnya posisi sampel selalu
diubah 900 pada tingkat kekasaran berikutnya. Hasil akhir dari proses grinding
diperoleh permukaan sampel dengan goresan yang searah, halus, dan homogen
(akibat kekkasaran amplas gradasi 1000 dan 1200). Untuk mengetahui arah
goresan smple digunakan mikroskop dengan pembesaran rendah. Sebelumnya
sampel perlu dicuci dengan air dan alkohol lalu dikeringkan dengan alat
pengering (drayer).
52
6.
Pencucian
Salah satu tahap preparasi yang tidak dapat diabaikan adalah pencucian
disaat grinding, polishing, dan setelah sampel mengalami etsa. Dalam proses
pencucian digunakan air bersih, aquades dan alkohol, selanjutnya dikeringkan
dengan pengering. Apabila pada sampel terdapat cacat poros, retak dan lainlain, pencucian sebaiknya dengan ultrasonic yang menggunakan medium
alkohol atau acetone. Medium tersebut akan bergerak secara ultrasonic akibat
adanya impulse-impulsi listrik.
7. Polishing
Media polishing yang bisa dipakai adalah diamond pasta, alumunium
oksida suspense dan lain-lain.
Tujuan polishing adalah :
a. Bebas dari goresan akibat grinding
b. Bebas dari flek-flek yang timbul selama grinding
c. Tidak ada perubahan logam, khususnya pada permukaan logam preparat
yang akan diselidiki.
Yang perlu diperhatikan selama polishing adalah:
a. Media poles tidak boleh terlalu kering dan tidak boleh terlalu basah, hal ini
bertujuan untuk menghindari terjadinya gesekan yang berlebihan.
b. Setiap penggantian tingkat kekasaran telebih dahulu harus dicuci.
c. Setiap polishing tidak boleh terlalu lama untuk menghindari timbulnya
relief-relief.
53
54
55
56
57
dilakukan dengan memakai bola baja yang diperkeras (hardened steel ball)
dengan beban 300kg dan waktu 10 detik, hasil penekanan adalah jejak
berbentuk lingkaran bulat, yang harus dihitung diameternya di bawah
mikroskop khusus pengukur jejak.
dengan
daya
tertentu
kedalaman
material
yang
diselidiki
59
60
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
61
10
62
Unsur Phosphor (P) dan sulfur (S) mempunyai dampak yang negtif dalam
pembuatan bahan baku tabung gas ini sebab dapat mengurangi kekuatan lasnya
bila kandungn tersebut melebihi batas yang ditentukan dan juga akan
menyebabkan sumber keretakan pada prose rolling. Oleh karena itu, kadar sulfur
dan phosphor sangat rendah dalam pembuatan bahan baku tabung gas ini. Unsur
terpenting lainya adalah Si (silicon), unsur ini sebagai elemen dioksida
(penyetabil) yang dapat menaikan kekuatan tanpa menurunkan keuletanya.
Dalam pembuatan sebuah produk bahan baku tidak hanya unsur-unsur
yang terpenting saja yang digunakan dalam pembuatannya tetapi juga ada unsurunsur pendukung lainnya. Seperti Cr (chrom), unsur ini dapat meningkatkan
ketahanan korosi dan oksidasi. Ni (nikel) unsur ini memperkuat ferrit, dan
meningkatkan ketahanan pada suhu tinggi. Mo (molikdenum) unsur ini dapat
menguatkan fasa ferrit selain itu juga sebagai penyetabil sementid sehingga
mencegah pembentukan grafit pada pemanasan yang lama seperti yang trjadi di
furnace pada proses pembuatan bahan baku tabung gas ini. V (vanadium), unsur
ini bekerja sebagai oksidasi yang dapat membentuk karbida yang keras sehingga
menaikan kekuatan tariknya pada suhu tinggi.
Untuk melihat kemampuan lasnya (weldability) umumnya mengacu pada
nilai karbon ekivalen (CE) yang diadopsi dari International welding Institute
(IIW). Dari tabel 4.1 terlihat bahwa nilai CE sampel masih masuk dalam standar,
demikian pula untuk nilai sensitifitas retak (Pcm), sampel tidak lebih sensitive
terhadap retak karena nilai Pcm-nya masih masuk dalam rentan standar. Nilai
ekivalen yang rendah direnakan kadar karbon yang rendah dan kelarutan karbon
yang rendah pula. Kelarutan yang rendah bisa dilihat dari diagram fasa, dimana
63
kelarutan karbon kurang dari 2% akan membentuk larutan padat intertisi pada
temperatur 7270C. Fasa yang terbentuk pada temperatur ini adalah Fe (fasa ferit).
Ferrit mengalami perubahan dari BCC menjadi FCC austenit atau baja pada
suhu 9120C (16740F). aurtenit ini bertahan hingga suhu 13940C (25410F) yang
mana suhu FCC austeit kembali pada BCC yang dikenal sebagai ferrit yang
ndidih padaakhirnya me 15380C (28000F). semua perubahan itu terlihat jelas
sepanjang garis vertikal pada diagram fasa.
Nilai sensitif retak yang terlihat pada tabel 4.1 diatas memiliki nilai yang
rendah pula dan masuk dalam rentan standar, hal ini tersebut disebab karena
jumlah kandungan unsur sulfur dan pospor yang rendah sehingga akan
menurunkan nilai sensif retaknya. Semakin rendah nilai sensitive retaknya
semakin baik pula kualitas bahan baku tersebut.
64
Sempel Uji
1
2
3
Rata-rata
Kekuatan Tarik,
Mpa
501
465
483
483
Intensitas
Kekutan Luluh, Mpa
Elongasi (%)
355
345
353
351
38
38
38
38
Data pada tabel 4.1 diatas didapat dari hasil perhitungan dan setiap data
yang dihasilkan bergantung pada gaya (F) yang ditunjukan oleh extensor (kN) dan
luas dari sampel uji . Misal, untuk kekuatan tarik pada sampel 1, gaya yang
tercatat pada extensor adalah 25.05 kN dan luas benda uji adalah 50 mm2 maka
kekuatan tariknya adalah hasil bagi gaya dengan luas kemudian dikali seribu dan
didapat hasil 501 Mpa (Rm = F/A0). begitu pula dengan kekuatan luluhnya namun
dengan gaya yang berbeda. Untuk elongasi didapat dari perhitungan yaitu, luas
awal dikurang luas setelah di uji tarik kemudian dibagi dengan luas awal
kemudian dikali seratus.
Dari ketiga sampel yang diujikan diambil nilai rata-rata yang akan
dibandingkan dengan standar literature yaitu JIS G3116 SG295 Steel sheets,
plates and strip for gas cylinders. Hasil nilai perbandingan bisa dilihat pada tabel
4.3 dibawah ini:
Tabel 4.3. Perbandingan Kekuatan Tarik Antara Sampel Dengan JIS
Intensitas
Sampel Uji
JIS G3116 SG295
Kekuatan tarik, Mpa
483
440
351
295
Elongasi (%)
38
26
65
Berdasarkan tabel 4.3 diatas, terlihat jelas bahwa hasil pengujian tarik
sampel lembaran baja masik dalam rentang persyaratan standar material baja JIS
G3116 SG295, yaitu kekuatan tarik sampel 483 Mpa, kekuatan luluh 351 Mpa
maupun keuletannya (elongasi) 38 Mpa. Nilai kekuatan tarik, kekuatan luluh dan
elongasi ini berhubungan erat dengan proses manufactur (pembuatan) tabung gas
LPG 3 kg, yang meliputi proses pembentukan (metal forming deep drawing)
dan pengelasan (welding). Jadi sifat yang paling penting adalah kekuatannya (tarik
dan luluh) serta elongasinya. Semakin tinggi kekuatannya maka semakin baik
material tersebut menahan beban dari luar (seperti tekanan gas maupun benturan).
Demikian pula keuletannya, semakin tinggi keuletannya maka semakin baik
material tersebut untuk diubah bentuk (deep drawing) dan mampu menahan
pembebanan sebelum retak maupun pecah.11 Jadi dapat dikatakan bahwa
manufacturnya (formability) sampel memenuhi standar dengan mengacu pada
nilai kekuatan tarik, kekuatan luluh dan elongasinya.
11
66
Standar untuk dimensi ini mengacu pada standar JIS G3116 SG295. Data hasil
pegujian dapat dilihat pada tebel 4.4 dibawah ini.
Sampel
1
2
3
Rata-rata
Dari tabel 4.4 hasil perhitungan diatas terlihat jelas bahwa gaya dan
dimensi sangat mempenngaruhi tegangan geser dari sampel tersebut, semakin
besar dimensi yang ditimbulkan gaya yang ditunjukan pun akan semakin kecil dan
tegangan geser akan berubah sesuai gaya dan dimensi yang diberikan. Dimensi
dari hasil pengujian tersebut maka dibandingkan dengan standar literature untuk
mengetahui kualitas dari bahan baku tabung gas ini. Nilai perbandingan dapat
dilihat pada tabel 4.5 dibawah ini.
Tabel 4.5 Data Perbandingan Sampel Dengan Literatur.
Dimensi (mm)
Sampel
JIS SG 295
2.28
<3
Tabel perbandingan nilai dimensi yang ditujukan pada tabel 4.3 diatas
menunjukan nilai dimensi yang masih memenuhi standar, yaitu 2,28 mm. Ini
menunjukan bahwa sampel ini memiliki kualitas yang baik. Namun bila melebihi
standar yang diberikan maka pengujian pada sampel ini adalah salah dan hasil
yang akan diberikan pun tidak baik karna setiap bahan telah memiliki ketentuan
masing-masing berdasarkan aplikasinya. Untuk aplikasi tabung gas 3 kg ini
menggunakan standar JIS G3116 SG295 dimana pada standar ini mengharuskan
dimensinya yaitu 1.5 x 2 mm (ketebalan). Jadi ketebalan pun sangat
67
Standar
140
68
bahwa nilai kekerasan material tersebut masih masuk dalam standar kelayakan
suatu produk.
charpy (USA). Specimen charpy berpenampang 10x10 mm2 dan memiliki takikan
450, dalam takikan 2 mm dan radius dasar takikkan 0.25 mm. pengujian ini
dilakukan pada suhu kamar.
Banyaknya energi yang diserap oleh bahan untuk terjadinya perpatahan
merupakan ukuran ketahanan impact atau ketangguhan bahan tersebut. Suatu
material dikatakan tangguh bila memiliki kemampuan menyerap beban kejut yang
besar tanpa terjadinya retak atau terdeformasi dengan mudah.12 Pada pengujian
impact, energi yangdiserap oleh benda uji biasanya dinyatakan dalam satuan joule
dan dibaca langsung pada skala (dial) penunjuk yang telah dikalibrasi yang
terdapat pada mesin penguji. Harga impact (HI) suatu bahan yang diuji dengan
metode charpy sangat bergantung oleh energi yang diserap dan luas penampang.
Data hasil pengujian bisa dilihat pada tabel 4.6 dibawah ini.
Tabel 4.7 Data Hasil Pengujian Kekuatan Benturan
A,Luas (m2)
U,Energi yang serap
Energi Serap (J)
Sampel
(J)
JIS G3115 SVP
Sampel
235
2.4 x 10-5
22
27
2.4 x 10-5
21
2.4 x 10-5
23
12
Clark, Donal S. & Varney, Wilbur R. 1961. Physical Metallurgy For Engineering, New
York
69
70
tabung-tabung
yang
kosong
dengan
yang
berisi,
dalam
71
dengan literatur. Hasil pengamatan sampel dengan mikroskop optic pada gambar
4.1 dan struktur mikro pada literature pada gambar 4.2 dibawh ini.
72
tabung gas 3 kg ini tidak mengandung unsur niobium sehingga ukuran butir yang
dimiliki tidak halus. Ukuran butir ini sangat mempengaruhi kekuatan suatu bahan,
semakin kecil ukuran butirnya maka akan semakin halus permukaan dan semakin
kuat material tersebut. Penguatan terjadi karena semakin kecil ukuran butir akan
meningkatkan jumlah batas butir yang menghambat dislokasi. Penguatan
penghalusan butir ferit juga dapat memperbaiki sifat ketangguhan, karena akan
menurunkan temperatur transisi patah ulet getas. 13
13
Hall Ltd.
73
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil pengujian radiografi bahwa baja yang digunakan
sebagai bahan baku tabung gas 3 kg adalah jenis baja karbon rendah yang
memiliki kadar karbon 0.16%.
2. Produk bahan baku tabung gas 3 kg ini memiliki nilai kekuatan tarik
produk 483 Mpa (JIS : 140 Mpa). Sedangkan nilai kekerassannya 140
HB (JIS : 140 HB) dan keuletanya yang bergantung pada dimensi yaitu
sekitar 2.28 mm sesuai dimensi yang disyaratkan yakni 3 mm.
3. Namun nilai kekuatan bentur dari bahan baku tabung gas 3 kg ini masih
kurang memenuhi standar yaitu 23 J ( JIS : 27 J). Hal ini terlihat dari
energi serap yang ditunjukan, energi serap ini yang mempengaruhi nilai
kekuatan impact atau ketahanan terhadap benturan.
4. Hasil pengamatan metalografi menujukan bahwa struktur yang dimiliki
produk bahan baku tabung gas ini kurang halus dari struktur mikro baja
karbon yang terdapat pada literatur.
74
5.2 Saran
1. Adanya penelitian lebih lanjut untuk melihat komposisi bahan baku tabung
gas 3 kg ini dengan menggunakan XRF.
2. Bahan baku tabung gas 3 kg ini memiliki kelemahan pada nilai ketahannya
terhadap benturan hal tersebut kerena persentase unsur nikel pada
komposisi kimianya hanya sebesar 0.018%, oleh sebab itu perlu adanya
penambahan unsur tersebut agar memiliki nilai ketahanan bentur yang
baik.
75
Refrensi
http://www.infometrik.com/wp-content/uploads/2009/09/Mengenalujitarik.pdf
kamis, 29 april 2010. pkl 09.00 WIB)
76