Anda di halaman 1dari 29

TUGAS KELOMPOK

POLITIK INTERNASIONAL A

MDGs DALAM MEMERANGI HIV/AIDS, MALARIA DAN PENYAKIT


MENULAR LAINNYA DI INDONESIA

OLEH
KELOMPOK 5
DINDA ISMAYA

1101112686

RAMA DHANI PUTRI

1101121374

GHAZALI HUSEIN

1301113687

HABIBURRAHMAN

1301114018

JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS RIAU
2014/2015

TUGAS KELOMPOK

POLITIK INTERNASIONAL A

BAB I
PENDAHULUAN
Millennium Development Goals (MDGs) dalam bahasa Indonesia yaitu Tujuan
Pembangunan Milenium, yang merupakan sebuah peningkatan kerjasama global untuk
mencapai perbaikan kehidupan sosial ekonomi penduduk dunia. Semua negara yang
hadir dalam pertemuan tersebut berkomitment untuk mengintegrasikan MDGs sebagai
bagian dari program pembangunan nasional dalam upaya menangani penyelesaian
terkait dengan isu-isu yang sangat mendasar

tentang pemenuhan hak asasi dan

kebebasan manusia, perdamaian, keamanan, dan pembangunan. Deklarasi ini


merupakan kesepakatan anggota PBB mengenai sebuah paket arah pembangunan global
yang dirumuskan dalam beberapa tujuan yaitu:
I.
II.
III.
IV.
V.
VI.
VII.
VIII.

Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan


Mencapai Pendidikan Dasar untuk semua,
Mendorong Kesetaraan Gender, dan Pemberdayaan Perempuan,
Menurunkan Angka Kematian Anak,
Meningkatkan Kesehatan Ibu,
Memerangi HIV/AIDs, Malaria dan Penyakit Menular Lainnya,
Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup, dan
Membangun Kemitraan Global untuk Pembangunan.
Setiap tujuan menetapkan satu atau lebih target serta masing-masing sejumlah

indikator yang akan diukur tingkat pencapaiannya atau kemajuannya pada tahun 2015.
Pencapaian delapan sasaran pembangunan dalam MDGs ini adalah sebagai satu paket
tujuan yang terukur untuk pembangunan dan pengentasan kemiskinan. Secara global
ditetapkan 18 target dan 48 indikator. Meskipun secara glonal ditetapkan 48 indikator
namun implementasinya tergantung pada setiap negara disesuaikan dengan kebutuhan
pembangunan dan ketersediaan data yang digunakan untuk mengatur tingkat
kemajuannya. Indikator global tersebut bersifat fleksibel bagi setiap negara.
Deklarasi MDGs merupakan hasil perjuangan dan kesepakatan bersama antara
negara-negara berkembang dan maju. Negera-negara berkembang berkewajiban untuk
melaksanakannya, termasuk salah satunya Indonesia dimana kegiatan MDGs di
Indonesia mencakup pelaksanaan kegiatan monitoring MDGs. Sedangkan negaranegara maju berkewajiban mendukung dan memberikan bantuan terhadap upaya

TUGAS KELOMPOK

POLITIK INTERNASIONAL A

keberhasilan setiap tujuan dan target MDGs. Dan Pencapaian tujuan MDGs bukan
hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, melainkan seluruh pemangku kepentingan
termasuk masyarakat luas. Pada pembahasan kali ini, penulis akan membahas salah satu
dari delapan tujuan MDGs, yaitu tujuan ke enam Memerangi HIV/AIDS, Malaria dan
Penyakit Menular lainnya.
1.1

HIV/AIDS, MALARIA DAN PENYAKIT MENULAR LAINNYA


Sering kali HIV/AIDS tertulis dan disebut sebagai satu istilah. akan tetapi HIV

dan AIDS mempunyai arti yang berbeda. HIV merupakan singkatan dari Human
Immunodeficiency Virus. Virus ini merupakan virus yang dapat menyebabkan AIDS.
Jika anda terinfeksi HIV, anda akan dikatakan sebagai HIV positif 1. Virus yang
menyebabkan rusaknya/melemahnya sistem kekebalan tubuh manusia. HIV berada
terutama dalam cairan tubuh manusia. Cairan yang berpotensial mengandung virus HIV
adalah darah, cairan sperma, cairan vagina dan air susu ibu. Sedangkan cairan yang
tidak berpotensi untuk menularkan virus HIV adalah cairan keringat, air liur, air mata
dan lain-lain2. Didiagnosa menderita HIV bukan berarti seseorang memiliki AIDS atau
mereka akan meninggal. Perawatan akan memperlambat kerusakan pada sistem
kekebalan tubuh sehingga orang dengan HIV dapat tetap baik, hidup sehat dan
memuaskan.
HIV hanya dapat ditularkan melalui:

Seks tanpa pengaman (seks tanpa kondom)

Pemakaian bersama jarum dan peralatan lain untuk menyuntik obat.

Tindik atau tattoo yang tidak steril.

Ibu dan anak selama masa kehamilan, persalinan dan menyusui.

Transfusi darah dan atau produk darah di beberapa negara lain. Di


Australia, transfusi darah dan produk darah termasuk aman.

Akibat-akibat yang ditimbulkan oleh HIV/AIDS. Diakses dari: http://www.mhahs.org.au/index.php?


option=com_content&view=article&id=243&Itemid=1091&lang=en&showall=1
2

HIV/AIDS Diakses dari: http://www.aids-ina.org/modules.php?


name=FAQ&myfaq=yes&id_cat=1&categories=HIV-AIDS

TUGAS KELOMPOK

POLITIK INTERNASIONAL A

HIV tidak dapat ditularkan melalui:

Batuk

Bersin

Meludah

Berciuman

Menangis (air mata)

Alat-alat makan dan piring

Seprei dan sarung bantal

Toilet dan kamar mandi

Melalui kontak sosial biasa.

Serangga, seperti nyamuk misalnya.

Sementara Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit


Plasmodium dan dan dapat ditularkan melalui nyamuk. Orang dengan malaria seringkali
mengalami demam dan meggigil dan jika tidak diobati, penderita disa mengalami
komplikasi berat dan meninggal. Seseorang dapat terkena malaria antara lain melalui
Gigitan nyamuk betina Anopheles, Transfusi darah yang terkontaminasi, dan Suntikan
dengan jarum yang sebelumnya telah digunakan oleh penderita malaria 3. Nyamuk
Anopheles penyebab penyakit malaria ini banyak terdapat pada daerah dengan iklim
sedang khususnya di benua Afrika dan India. Termasuk juga di Indonesia. Setiap
tahunnya, sekitar 1,2 juta orang di seluruh dunia meninggal karena penyakit malaria.
Demikian menurut data terbaru yang dimuat dalam jurnal kesehatan Inggris, The
Lancet. Angka yang dilansir itu jauh lebih tinggi dari perkiraan WHO tahun 2010 yakni
655.000.
Banyak yang mengira penyakit malaria sama dengan demam berdarah karena
punya gejala yang mirip dan sama-sama ditularkan oleh nyamuk. Namun perlu
diketahui bahwa keduanya berbeda. Malaria disebabkan oleh nyamuk anopheles yang
3

http://medicastore.com/penyakit/792/Malaria.html

TUGAS KELOMPOK

POLITIK INTERNASIONAL A

membawa parasit plasmodium, sementara demam berdarah disebabkan oleh nyamuk


Aedes Aegypti yang membawa virus Dengue. Mereka yang memiliki imunitas rendah
terhadap malaria memiliki risiko yang lebih besar. Hal ini berlawanan dengan mereka
yang tinggal di daerah endemik karena telah memiliki imunitas terhadap malaria.
Mereka yang berisiko mengalami malaria antara lain: Anak-anak dan bayi, Pelancong
yang datang dari wilayah tanpa malaria, Wanita hamil dan janinnya.
Tidak ada vaksin yang efektif untuk melawan malaria. Pada negara-negara
endemik cara pencegahannya adalah dengan menjauhkan nyamuk dari manusia dengan
memakai obat nyamuk atau jaring nyamuk. Namun, biasanya pemerintah melakukan
foging (pengasapan) di tempat-tempat endemik malaria. Kemudian Penyakit menular
adalah penyakit yang disebabkan ketika seorang individu terinfeksi oleh organisme
patogen, baik virus, bakteri, jamur, ragi, protozoa atau parasit lain. Penyakit menular
dapat dikategorikan dalam 2 kelompok yaitu pertama penyakit menular yang masuk
katagori Millenium Development Goal (MDC) seperti TBC, Malaria, HIV/AIDS ,
kedua beberapa penyakit yang potensial menjadi wabah seperti yang akhir-akhir ini
terjadi pada masyarakat seperti Chikungnya , Demam Berdarah Dengue (DBD) dan
SARS.
1.2

INTERAKSI HIV-MALARIA
Timbulnya penyakit malaria dapat dicegah dengan profilaksis. Semakin banyak

bukti menunjukkan bahwa penggunaan kotrimoksazol setiap hari adalah efektif untuk
mengurangi penyakit malaria. Odha dengan CD4 di bawah 200 seharusnya memakai
kotrimoksazol setiap hari untuk mencegah penyakit PCP dan tokso, jadi yang sudah
memakai profilaksis ini juga menerima manfaat terhadap malaria. Karena malaria
disebabkan oleh parasit, infeksi ini menular dengan cara yang berbeda dengan HIV
sebagai virus. Jadi kenyataan bahwa malaria menular melalui gigitan nyamuk bukan
berarti HIV juga dapat menular melalui cara yang sama. HIV tidak dapat menular
melalui gigitan nyamuk atau serangga lain. Malaria tidak dianggap sebagai infeksi
oportunistik. Pada 1998, peninjauan terhadap bebagai penelitian klinis mengambil
kesimpulan bahwa tidak ada interaksi antara kedua infeksi, selain peningkatan pada
angka malaria plasenta di antara perempuan hamil yang HIV-positif. Namun selama

TUGAS KELOMPOK

POLITIK INTERNASIONAL A

beberapa tahun terakhir ini, ada semakin banyak bukti bahwa HIV mempengaruhi
malaria dan sebaliknya.
Ada semakin banyak data mengenai interaksi antara HIV/AIDS dan malaria.
Dampak dari interaksi ini terutama penting untuk kesehatan reproduksi. Perempuan
hamil yang terinfeksi HIV dan malaria bersamaan berisiko tinggi untuk anemia dan
infeksi malaria pada plasenta. Oleh karena itu, sebagian yang cukup tinggi dari anak
yang terlahir oleh ibu dengan HIV dan malaria mempunyai berat badan yang rendah
saat lahir, dan lebih mungkin meninggal pada masa kanak-kanak. Belum jelas apakah
malaria waktu hamil meningkatkan risiko penularan HIV dari ibu-ke-bayi, karena
penelitian yang menyelidiki hal ini memberi hasil yang ragu. Di antara orang dewasa,
HIV/AIDS mungkin meningkatkan risiko penyakit malaria, terutama pada mereka
dengan sistem kekebalan tubuh yang sangat rusak. Di daerah dengan penularan malaria
yang tidak stabil, orang dewasa terinfeksi HIV mungkin lebih berisiko mengembangkan
malaria yang berat. Orang dewasa HIV-positif dengan jumlah CD4 yang rendah
mungkin lebih rentan kegagalan pengobatan dengan obat antimalaria. Lagi pula,
peristiwa malaria akut meningkatkan penggandaan (replikasi) virus secara sementara,
yang jelas meningkatkan viral load HIV. Sebagai penyebab penting anemia, malaria
sering mengakibatkan kebutuhan akan transfusi darah, dan hal ini juga berpotensi
menularkan HIV dan infeksi lain
Agar mengurangi dampak berbahaya dari infeksi ganda HIV dan malaria,
program pencegahan dan pengobatan kedua penyakit harus saling melengkapi dan
menguatkan. Ada potensi besar untuk sinergi (dampak dari keduanya lebih daripada
jumlah pengaruh masing-masing satu per satu), terutama pada saat adanya komiten
politis dan keuangan semakin besar yang disediakan untuk mengurangi beban
HIV/AIDS, malaria dan TB. Yang berikut adalah contoh tindakan yang diusulkan oleh
WHO:

Karena Odha di daerah rawan malaria terutama rentan terhadap malaria,


penyediaan pelindungan dengan kelambu diresapi insektisida (obat pembasmi
nyamuk) harus diberikan prioritas yang tinggi.

Perempuan HIV-positif yang berisiko penularan malaria selalu harus dilindungi


dengan kelambu diresapi insektisida, dan sebagai tambahan tergantung pada

TUGAS KELOMPOK

POLITIK INTERNASIONAL A

stadium penyakit HIV harus menerima pengobatan pencegahan sekali-kali


(sedikitnya tiga dosis) dengan sulfadoksin-pirimetamin atau profilaksis
kotrimoksazol setiap hari.

Program penanggulangan kedua penyakit harus bekerja sama untuk memastikan


pemberian layanan secara terpadu, terutama dalam rangka layanan kesehatan
reproduksi, serta pada tingkat puskesmas, yang harus diberikan alat diagnosis
yang lebih baik untuk kedua infeksi, beserta terapi antiretroviral dan obat
antimalaria yang lebih efektif dalam rangkaian bekerja sama.

Penelitian lanjutan mengenai interaksi antara obat antiretroviral dan antimalaria


sangat mendesak4.

1.3

HIV/AIDS, MALARIA DAN PENYAKIT MENULAR LAINNNYA DI


INDONESIA

HIV/AIDS
Kasus AIDS pertama kali dilaporkan di Indonesia pada 1987, yang menimpa

seorang warga negara asing di Bali. Tahun berikutnya mulai dilaporkan adanya kasus di
beberapa provinsi. Sampai akhir September 2003 tercatat ada 1.239 kasus AIDS dan
2.685 kasus HIV1 yang telah dilaporkan. Para ahli memperkirakan bahwa hingga saat
ini terdapat antara 90.000130.000 orang Indonesia yang hidup dengan HIV . Sehingga
dengan menggunakan perhitungan angka kelahiran sebesar 2,5 persen, diperkirakan
terdapat 2.2503.250 bayi yang mempunyai risiko terlahir dengan infeksi HIV. Pola
penyebaran infeksi yang umum terjadi adalah melalui hubungan seksual, kemudian
diikuti dengan penularan melalui penggunaan napza suntik.
Berdasarkan kasus yang terlaporkan, jumlah kasus AIDS di Indonesia sejak
1987 sampai 2002 terus meningkat, menyerang semua kelompok umur khususnya
remaja serta kelompok usia produktif. Data pengawasan di Rumah Sakit
Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta menunjukkan adanya kenaikan infeksi HIV pada
pengguna napza suntik dari 15 persen pada 1999 menjadi 47,9 persen pada 2002. AKI di
4

http://www.spiritia.or.id/cst/bacacst.php?artno=1049&menu=koinfmenu

TUGAS KELOMPOK

POLITIK INTERNASIONAL A

Indonesia masih relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan negaranegara anggota
ASEAN. Risiko kematian ibu karena melahirkan di Indonesia adalah 1 dari 65,
dibandingkan dengan 1 dari 1.100 di Thailand. Penyebab kematian ibu adalah
perdarahan, eklampsia atau gangguan akibat tekanan darah tinggi saat kehamilan, partus
lama, komplikasi aborsi, dan infeksi. Perdarahan, yang biasanya tidak bisa diperkirakan
dan terjadi secara mendadak, bertanggung jawab atas 28 persen kematian ibu. Sebagian
besar kasus perdarahan dalam masa nifas.
Selain itu, kelompok berisiko lainnya yang rentan akan virus ini di Indonesia
adalah:

Pekerja seks. Industri seks diperkirakan melibatkan 150.000 pekerja


seks komersial wanita. Penderita HIV pada wanita berisiko tinggi ini
cukup tinggi. Di Merauke, misalnya, 26,5 persen pekerja seks komersial
wanita telah terinfeksi HIV. Infeksi ini juga terjadi cukup tinggi pada
lembaga pemasyarakatan. Di salah satu lembaga pemasyarakatan di
Jakarta, misalnya, 22 persen narapidana telah terinfeksi HIV.

Penggunaan kondom pada hubungan seksual terakhir dilakukan oleh


sekitar 41 persen pekerja seks komersial. Diperkirakan ada 710 juta
pelangan seks pria di Indonesia, namun survei di tiga kota menunjukkan
hanya sekitar 10 persen dari pelanggan yang menggunakan kondom
secara konsisten untuk melindungi dirinya dari risiko penularan saat
melakukan transaksi seks secara komersial. Survei lainnya di 13 provinsi
pada pekerja seks komersial3 menunjukkan bahwa penggunaan kondom
pada hubungan seks seminggu terakhir antara 18,9 persen di Karawang
dan 88,4 persen di Merauke.

Adapun penyebab mudahnya virus HIV/AIDS ini menyebar adalah:


1. Pengetahuan tentang HIV/AIDS. Persentase anak muda usia 1524
tahun yang mempunyai pengetahuan komprehensif tentang HIV/AIDS.
dapat diestimasi menggunakan pendekatan indikator dari survei. Pada
2002-2003, 65,8 persen wanita dan 79,4 persen pria usia 1524 tahun
telah mendengar tentang HIV/AIDS. Pada wanita usia subur usia 1549

TUGAS KELOMPOK

POLITIK INTERNASIONAL A

tahun, sebagian besar (62,4 persen) telah mendengar HIV/AIDS, tapi


hanya 20,7 persen yang mengetahui bahwa menggunakan kondom setiap
berhubungan seksual dapat mencegah penularan HIV/AIDS, dan 28,5
persen mengetahui bahwa orang sehat dapat terinfeksi HIV/AIDS.
Sebuah penelitian pada 2002 menunjukkan bahwa 38,4 persen dari
pelajar sekolah menengah atas usia 1519 di Jakarta secara benar
menunjukkan cara mencegah penularan HIV dan menolak konsepsi yang
salah tentang penularan HIV. Penelitian lain di Jawa Barat, Kalimantan
Selatan, dan NTTmenunjukkan bahwa 93,3 persen anak muda usia 15
24 tahun mengetahui bahwa HIV dapat ditularkan melalui hubungan
seksual, tapi hanya 35 persen yang mengetahui bahwa penggunaan jarum
suntik bersama dapat menularkan HIV dan 15,2 persen masih percaya
bahwa kontak sosial biasa juga dapat menularkan HIV.
2. Meningkatnya Penggunaan Napza Suntik, perilaku berisiko seperti
penggunaan jarum suntik bersama, tingginya penyakit seksual menular
pada anak jalanan.
3. Keengganan Pelanggan Seks Pria Untuk Menggunakan Kondom
4. Tingginya Angka Migrasi Dan Perpindahan Penduduk
5. Kurangnya Informasi Pencegahan HIV/AIDS5.

MALARIA
Seperti yang telah dijelaskan diatas, hampir separuh populasi Indonesia

sebanyak lebih dari 90 juta orangtinggal di daerah endemik malaria. Diperkirakan ada
30 juta kasus malaria setiap tahunnya, kurang lebih hanya 10 persennya saja yang
mendapat pengobatan di fasilitas kesehatan. Beban terbesar dari penyakit malaria ini
ada di provinsi-provinsi bagian timur Indonesia di mana malaria merupakan penyakit
endemik. Kebanyakan daerah-daerah pedesaan di luar JawaBali juga merupakan daerah
risiko malaria. Di Jawa Tengah dan Jawa Barat, malaria merupakan penyakit yang
muncul kembali (re-emerging diseases). Menurut data dari fasilitas kesehatan pada
5

Tujuan 6. Memerangi HIV/AIDS, Malaria, dan Penyakit Menular Lainnya. Diakses dari:

http://www.undp.or.id/pubs/imdg2004/BI/IndonesiaMDG_BI_Goal6.pdf

TUGAS KELOMPOK

POLITIK INTERNASIONAL A

2001, diperkirakan prevalensi malaria adalah 850,2 per 100.000 penduduk dengan
angka yang tertinggi 20 persen di Gorontalo, 13 persen di NTT dan 10 persen di Papua.
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 memperkirakan angka kematian
spesik akibat malaria di Indonesia adalah 11 per 100.000 untuk laki-laki dan 8 per
100.000 untuk perempuan.
Persentase penduduk yang menggunakan cara pencegahan yang efektif untuk
memerangi malaria. Upaya pencegahan difokuskan untuk meminimalkan jumlah kontak
manusia dengan nyamuk melalui pemakaian kelambu (bed nets) dan penyemprotan
rumah. Manajemen lingkungan dan pembasmian jentik-jentik nyamuk dapat dipakai
dalam lingkungan ekologi tertentu, tergantung spesies vektor. Pemakaian kelambu yang
direndam insektisida merupakan cara efektif untuk mencegah malaria, terutama untuk
kelompok yang paling rawan, yaitu ibu hamil dan anak di bawah lima tahun. Secara
nasional, hanya satu dari tiap tiga anak di bawah lima tahun yang tidurnya
menggunakan kelambu (32,0 persen), proporsi yang lebih tinggi, yaitu 40,1 persen
untuk bayi di bawah umur satu tahun. Kira-kira 0,2 persen anak tidur dalam kelambu
yang direndam dengan insektisida. Salah satu hambatan pemakaian dari kelambu secara
massal adalah masalah ketidakmampuan keluarga miskin untuk membeli kelambu.
Selain itu, persentase penduduk yang mendapat penanganan malaria secara
efektif. Di antara anak di bawah lima tahun (balita) dengan gejala klinis malaria, hanya
sekitar 4,4 persen yang menerima pengobatan malaria, sementara balita yang menderita
malaria umumnya hanya menerima obat untuk mengurangi demam (67,6 persen). Di
Indonesia, pengobatan sendiri merupakan hal penting tetapi terabaikan yang
memerlukan penguatan melalui penyuluhan kesehatan.
Penyakit malaria ini juga sangat berdampak buruk terhadap perekonomian
Indonesia. Kehilangan pendapatan individu akibat malaria diperkirakan sebesar US$
56.5 juta setiap tahunnya,belum termasuk kehilangan pendapatan akibat hilangnya
investasi bisnis dan pariwisata daerah endemik malaria. Malaria dihubungkan dengan
kemiskinan sekaligus sebagai penyebab dan akibat. Malaria sangat mempengaruhi
kondisi penduduk miskin di daerah terpencil yang jauh dari jangkauan pelayanan
kesehatan. Lingkungan alam seperti air sungai yang tergenang, aliran air selama musim
kering, atau genangan air hujan di hutan sangat mempengaruhi tempat perkembang-

TUGAS KELOMPOK

POLITIK INTERNASIONAL A

biakan dan penyebaran malaria melalui nyamuk Anopheles, sementara lingkungan yang
tidak sehat juga terjadi akibat lubang-lubang bekas penggalian pasir atau pertambangan,
dan kolam-kolam budidaya udang dan ikan yang tidak terpelihara, serta rawa bekas
hutan bakau yang menyebabkan meningkatnya penyakit yang ditularkan melalui vektor.
Selain itu, tingginya wabah penyakit malaria di Indonesia disebabkan oleh
beberapa faktor di bawah ini:
1. Ketidakstabilan politik, bencana alam, dan perpindahan penduduk ikut
mengakibatkan terjadinya wabah (outbreak) dan munculnya daerahdaerah endemik baru.
2. Bencana akibat ulah manusia juga berkontribusi pada memburuknya
malaria di antara komunitas pengungsi.
3. Tingginya mobilitas penduduk menyebabkan tingginya wabah malaria di
daerahdaerah yang sebelumnya telah dideklarasikan sebagai daerah
bebas malaria.
4. Tingginya kepadatan penduduk ikut mendorong penduduk berpindah ke
hutan atau tepian hutan di mana di daerah itu malaria adalah endemik.
5. Bisnis swasta yang terbengkalai atau tidak terurus selama masa krisis
ekonomi seperti budidaya udang dan ikan merupakan tempat yang subur
untuk perkembang-biakan nyamuk Anopheles sundaicus atau Anopheles
subpictus (akibat sejenis algae yang terdapat di atas permukaan air).
Kecenderungan tekanan ekonomi dan gejolak sosial akan berpengaruh
terhadap upaya pemberantasan malaria.
Sumber daya manusia secara jumlah dan kualitas yang terbatas juga merupakan
salah satu penyebab tingginya penderita malaria di Indonesia. Sejak krisis ekonomi
(1997), banyak petugas kesehatan yang pensiun tanpa adanya penggantian petugas yang
baru. Di Jawa dan Bali, jumlah Juru Malaria Desa (JMD) menurun. Hal ini
mengkhawatirkan karena peran mereka sangat penting dalam deteksi dini dan
pengobatan malaria. Di daerah-daerah dengan kejadian malaria yang tinggi yang
merupakan sentra-sentra pembangunan ekonomi, tambahan jumlah JMD diperlukan

TUGAS KELOMPOK

POLITIK INTERNASIONAL A

untuk direkrut untuk mengintensifkan deteksi dan pengobatan malaria. Pelatihan


penyegaran kembali pun menjadi kegiatan yang sangat penting untuk dilanjutkan.
Dana untuk penanggulangan program malaria yang tidak mencukupi pun
menjadi sangat berpengaruh dalam pemberantasan penyakit ini. Perubahan dalam peran
dan tanggung jawab yang diasosiasikan dengan desentralisasi dapat menghambat
kegiatan pemberantasan malaria. Lebih lagi untuk kegiatan kesehatan masyarakat
seperti kegiatan pengawasan penyakit dan pemberantasan nyamukdi mana kelambu
dan insektisida untuk penyemprotan rumah secara relatif masih mahal6.

Tuberkulosis (TB)
Survei prevalensi TB dilaksanakan di sembilan lokasi antara 1964 dan 1986 di

Indonesia dengan menggunakan test tuberculin. Survei prevalensi pertama kali (1964
1965) dilakukan di daerah pedesaan Jawa timur dengan hasil angka prevalensi
tuberkulosis 11,7 persen, dan risiko infeksi tahunan 1,64 persen. Pada survei
selanjutnya, pada 19841986, median risiko tahunan infeksi sebesar 2,3 persen, dengan
kisaran antara 0,73,9 persen. Survei pada 1965 dan 1986 yang dilaksanakan dengan
lokasi yang berbeda mendapatkan median risiko tahunan infeksi sebesar 2,5 persen.
Dengan menggunakan data survei prevalensi yang telah dilaksanakan, WHO pada 1998
memperkirakan prevalensi nasional sebesar 786 per 100.000 penduduk (kasus baru dan
lama), di mana 44 persen adalah kasus BTA posistif (SS+) menular (350 per 100.000).
Indonesia berada di urutan ketiga penyumbang kasus tuberkulosis di dunia,
dengan sekitar 582.000 kasus baru setiap tahun, 259.970 kasus di antaranya adalah
tuberkulosis paru dengan BTA positip (SS+). Artinya, 271 kasus baru per 100.000
penduduk, dan 122 BTA positif per 100.000 penduduk.
Pada 2002, jumlah total kasus tuberkulosis yang dilaporkan (semua bentuk)
adalah 155.188, naik dari 92.792 kasus pada 2001. Dari jumlah itu pada 2002 kasus
BTA positif dilaporkan 76.230 atau 37,5 per 100.000 penduduk. Berdasarkan perkiraan
kasus BTA positif baru, dapat diperhitungkan bahwa sekitar 29,3 persen kasus yang
dideteksi. Menggunakan extrapolasi kasar dari perkiraan nasional tentang kejadian tiap
provinsi, case detection rate (CDR) tertinggi adalah di Gorontalo dengan 88,5 persen
6

Ibid

TUGAS KELOMPOK

POLITIK INTERNASIONAL A

dari perkiraan jumlah kasus, dibandingkan dengan angka 8,4 persen di Maluku Utara.
Berdasarkan notikasi case rate, jumlah kasus BTA positif baru per 100.000 penduduk
antara 11,5 di Maluku Utara hingga 109,0 di Gorontalo. Sesuai dengan kesepakatan
internasional, target angka penemuan kasus baru BTA posistif adalah 70 persen pada
2005. Melihat kecenderungan yang ada, kemungkinan target baru bisa dicapai pada
2013. Karena itu, perlu adanya suatu percepatan peningkatan CDR7.

Tembakau
Penggunaan tembakau merupakan salah satu penyumbang utama sakit di antara

penduduk termiskin di Indonesia. Pada 2001 besarnya prevalensi merokok penduduk


Indonesia adalah 31.5 persen dengan prevalensi terbesar perokok adalah pria. Prevalensi
pada laki-laki sebesar 62.2 persen, dengan tingkat yang lebih tinggi di daerah pedesaan
(67,0 persen).23 Di tingkat provinsi, proporsi perokok pria yang tertinggi adalah di
Gorontalo (69 persen) dan yang terendah adalah di Bali (45,7 persen).
Di Indonesia dirasakan bahwa orang memperoleh informasi yang cukup untuk
menentukan pilihan untuk merokok atau tidak. Akan tetapi, sekitar 70 persen dari
perokok di Indonesia mulai merokok ketika berusia 19 tahun, yaitu pada saat mereka
mungkin belum bisa mengevaluasi risiko merokok dan sifat nikotin yang sangat adiktif.
Fakta-fakta menyimpulkan bahwa bayi dan anak yang terpapar asap rokok
menunjukkan kenaikan tingkat terkena infeksi saluran napas bagian bawah, penyakit
telinga bagian tengah, gejala penyakit saluran napas kronik, asma, menurunnya fungsi
paru yang berkaitan dengan menurunnya tingkat pertumbuhan paru; dan meningkatkan
terjadinya sindrom kematian mendadak (sudden infant death syndrome atau SIDS).
Dengan sebagian besar (91,8 persen) perokok yang berumur 10 tahun ke atas
menyatakan bahwa mereka melakukan kebiasaan merokok di dalam rumah ketika
sedang bersama-sama dengan anggota keluarga lainnya, diperkirakan jumlah perokok
pasif anak-anak adalah 43 juta orang.
Pada tingkat sosial, tembakau bukan hanya berpengaruh pada biaya-biaya
perawatan kronik bagi mereka yang menderita kanker paru dan penyakit-penyakit
lainnya yang berhubungan dengan tembakau, namun juga menurunkan produktivitas
7

Ibid

TUGAS KELOMPOK

POLITIK INTERNASIONAL A

para pekerja yang merokok. Kelompok miskin adalah yang paling dirugikan karena
penggunaan tembakau itu sendiri. Pada 2001, mereka yang ada di kelompok penduduk
termiskin menggunakan 9,1 persen dari pengeluaran bulanan untuk tembakau,
sedangkan pada kelompok kaya 7,5 persen. Membelanjakan sumber pendapatan rumah
tangga yang sedikit untuk produk-produk tembakau lebih banyak daripada pengeluaran
untuk makanan atau keperluan penting lainnya berdampak sangat besar pada kesehatan
dan gizi keluarga miskin. Kelompok miskin juga lebih kecil kemungkinannya untuk
dapat menjangkau biaya asuransi kesehatan serta perawatan kesehatan untuk kondisi
kronik yang berhubungan dengan penggunaan tembakau, seperti kanker paru, penyakit
kardiovaskuler, dan hipertensi.
Dengan beban kesehatan yang begitu besar, pendanaan untuk mendukung
pengendalian terhadap tembakau relatif masih kecil. Di luar dukungan analitis penting
oleh WHO dan Bank Dunia, tidak ada donor utama yang mendukung upaya
pengendalian tembakau di Indonesia, dan sumber-sumber pemerintah untuk menangani
masalah kesehatan utama ini belum cukup berarti8.

Ibid.

TUGAS KELOMPOK

POLITIK INTERNASIONAL A

BAB II
PEMBAHASAN
2.1

UPAYA PEMERINTAH DALAM MEWUJUDKAN TUJUAN KE-6 MDGs


(MEMERANGI HIV/AIDS, MALARIA, DAN PENYAKIT MENULAR
LAINNYA) DI INDONESIA.
Sebagai salah satu anggota PBB, Indonesia memiliki dan ikut melaksanakan

komitmen tersebut dalam upaya untuk mensejahterakan masyarakat. Pemerintah Daerah


sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) juga ikut serta
mendukung komitmen pemerintah tersebut, dengan melaksanakan program dan
kegiatan yang bertujuan untuk mencapai target MDGs.
Penanggulangan kemiskinan di Pemerintah Daerah (Pemda) selaras dengan
Grand Strategy dilaksanakan melalui 5 (lima) pilar yaitu :
1. Perluasan kesempatan, ditujukan menciptakan kondisi dan lingkungan
ekonomi, politik dan sosial yang memungkinkan masyarakat miskin
dapat memperoleh kesempatan dalam pemenuhan hak-hak dasar dan
peningkatan taraf hidup secara berkelanjutan.
2. Pemberdayaan masyarakat, dilakukan untuk mempercepat kelembagaan
sosial, politik, ekonomi, dan budaya masyarakat dan memperluas
partisipasi masyarakat miskin dalam pengambilan keputusan kebijakan
publik yang menjamin kehormatan, perlindungan dan pemenuhan hakhak dasar.
3. Peningkatan kapasitas, dilakukan untuk pengembangan kemampuan
dasar dan kemampuan berusaha masyarakat miskin agar dapat
memanfaatkan perkembangan lingkungan.
4. Perlindungan sosial, dilakukan untuk memberikan perlindungan dan rasa
aman bagi kelompok rentan (perempuan kepala rumah tangga, fakir
miskin, orang jompo, anak terlantar, kemampuan berbeda (penyandang

TUGAS KELOMPOK

POLITIK INTERNASIONAL A

cacat) dan masyarakat miskin, baik laki-laki maupun perempuan, yang


disebabkan antara lain oleh bencana alam, dampak negatif krisis
ekonomi, dan konflik sosial.
5. Kemitraan regional, dilakukan untuk pengembangan dan menata ulang
hubungan dan kerjasama lokal, regional, nasional dan internasional guna
mendukung pelaksanaan keempat strategi di atas.
Strategi penanggulangan kemiskinan melalui perluasan kesempatan kerja,
pemberdayaan masyarakat, peningkatan kapasitas kelembagaan, perlindungan sosial
serta kemitraan regional dan antar daerah telah menjadi agenda dan prioritas utama
pembangunan serta telah dilaksanakan dalam kurun waktu yang panjang.
Pembangunan bidang pendidikan di daerah selama ini telah dilakukan melalui
upaya pengembangan dan relevansi pendidikan sesuai dengan tuntutan perkembangan
Ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) dan kebutuhan pasar kerja, dengan
memerhatikan sistem pendidikan nasional yang berjalan dan juga sasaran komitmenkomitmen internasional di bidang pendidikan seperti Sasaran Pembangunan Milenium
(MDGs).
Angka kematian bayi mendapat perhatian secara khusus melalui berbagai
program dan kegiatan untuk menekan terjadinya gizi buruk pada balita, beberapa
indikator keberhasilan bidang kesehatan ditunjukkan dengan indikator mortalitas yaitu
Angka Kematian Bayi (AKB). Sedangkan meningkatnya angka kesehatan ibu ditandai
dengan semakin turunnya angka kematian ibu karena proses persalinan serta masih tetap
dilaksanakannya program keluarga berencana, hal tersebut tercermin dengan
menurunnya Angka Kematian Ibu (AKI).
Berbagai upaya untuk memerangi merebaknya HIV/AIDS dan penyakit menular
lainnya terus dilaksanakan, antara lain dengan mengoptimalkan peran dan fungsi
Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) dengan mengintegrasikan lintas sektor dan
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Peduli AIDS, mengurangi stigma dan
diskriminasi terhadap orang dengan HIV/AIDS (ODHA), mempercepat pencegahan dan
penanggulangan HIV/AIDS pada kelompok resiko tertular, ibu dan anak, memudahkan
ODHA untuk memperoleh obat Anti Retroviral (ARV) melalui pelayanan di Klinik

TUGAS KELOMPOK

POLITIK INTERNASIONAL A

Voluntary Counseling and Testing (VCT) dan perawatan, dukungan serta pengobatan
(Care, Support and Treatment), baik di rumah sakit maupun di komunitas.
Kerjasama sinergis pengelolaan potensi merupakan tantangan pembangunan
perwilayahan ke depan yang secara konsisten terus dilaksanakan, hal tersebut
mengingat semakin terbatasnya sumber daya alam dan adanya arus perdagangan bebas
yang semakin kuat sehingga kawasan strategis perlu didorong dan diperkuat
eksistensinya.
A. HIV/AIDS
Target MDGs untuk HIV dan AIDS adalah menghentikan laju penyebaran serta
membalikkan kecenderungannya pada 2015. Saat ini, kita belum dapat mengatakan
telah melakukan dua hal tersebut karena di hampir semua daerah di Indonesia
keadaannya tidak terkendalikan. Kita bisa saja mencapai target ini, namun untuk itu
diperlukan satu upaya besar-besaran dan terkoordinasi dengan baik di tingkat nasional.
Masalah utama kita saat ini adalah rendahnya kesadaran tentang isu-isu HIV dan AIDS
serta terbatasnya layanan untuk menjalankan tes dan pengobatan. Selain itu, kurangnya
pengalaman kita untuk menanganinya dan anggapan bahwa ini hanyalah masalah
kelompok risiko tinggi ataupun mereka yang sudah tertular. Stigma yang masih kuat
menganggap bahwa HIV hanya akan menular pada orang-orang tidak bermoral.
Menjadi sebuah tantangan untuk mengajak semua pihak merasakan ini sebagai masalah
yang perlu dihadapi bersama. Kondisi ini dapat terlihat secara jelas jika dibandingkan
dengan respon terhadap penyakitpenyakit lain seperti malaria dan Tuberculosis (TBC),
dimana lebih mudah melibatkan masyarakat karena tidak ada stigma dan diskriminasi
terhadap penyakitpenyakit tersebut.
Namun selama 8 tahun terakhir, perkembangan terus dilakukan dalam upaya
pengendalian HIV/AIDS di Indonesia, mulai dari

Inovasi pencegahan penularan dari jarum suntik yang disebut Harm Reduction
pada tahun 2006;

Pencegahan Penularan Melalui Transmisi Seksual (PMTS) mulai tahun 2010;

Penguatan Pencegahan Penularan dari Ibu ke Anak (PPIA) pda tahun 2011;

TUGAS KELOMPOK

POLITIK INTERNASIONAL A

Pengembangan Layanan Komprehensif Berkesinambungan (LKB) di tingkat


Puskesmas pada tahun 2012;

Hingga terobosan paling baru yang disebut Strategic use of ARV (SUFA)
dimulai pada pertengahan tahun 2013.
Tahun 2006, epidemi HIV/AIDS di Indonesia paling banyak terdapat di

kalangan pengguna narkoba suntik. Maka, penanganan utama saat itu adalah bagaimana
mengurangi dampak buruk pada pengguna narkoba suntik (Penasun). Untuk itu, mulai
awal tahun 2007 dilaksanakan pengurangan dampak buruk penularan melalui jarum
suntik atau harm reduction. Program dilakukan melalui pemberian alat suntik steril,
sebagai cara untuk memutus rantai penularan di antara Penasun. Pada saat sama,
diselaraskan dengan pemberian layanan Methadone agar secara perlahan, para Penasun
tersebut terbebas dari jeratan obat-obatan terlarang. Ini merupakan suatu terobosan yang
luar biasa. Karena inovasi tersebut mengubah cara pandang masyarakat yang semula
kriminalisasi penasun menjadi upaya pencegahan penularan.
Selanjutnya, tahun 2010 prevalensi penasun sudah mulai menurun secara
bermakna, namun mulai muncul kasus HIV pada ibu rumah tangga sehingga mulai
diintensifkan upaya pencegahan Penularan Melalui Transmisi Seksual (PMTS). Upaya
tersebut diiintegrasikan dalam Strategi dan Rencana Aksi Nasional 2010-2014 (integrasi
dalam RPJMN) dengan fokus pada populasi kunci di 141 Kab/Kota prioritas.
Sementara itu, tahun 2011, penularan kepada ibu rumah tangga dan mulai terjadi
peningkatan penularan dari Ibu positif HIV kepada bayi-bayi yang dilahirkan. Oleh
karena itu, Kemenkes melakukan akselerasi peningkatan cakupan dan layanan
Pencegahan Penularan dari Ibu ke Anak (PPIA), dengan tujuan utama untuk memutus
rantai penularan dari orang tua ke bayinya. Hingga akhir tahun 2013, telah terdapat
layanan PPIA di 91 RS dan di 23 Puskesmas.
Tahun 2012, mulai ditegaskan agar penanggulangan HIV/AIDS tidak boleh
dipisahkan dari prioritas nasional pencapaian Millenium Development Goals ke-6
(MDGs-6).

Sejak

itulah,

mulai

dikembangkan

Layanan

Komprehensif

Berkesinambungan (LKB) di tingkat Puskesmas. Dimana pelayanan HIV/AIDS mulai


dari upaya pencegahan, tes HIV sedini mungkin, sampai kepada pengobatan dapat

TUGAS KELOMPOK

POLITIK INTERNASIONAL A

dilaksanakan di tingkat Puskesmas. Akhirnya, terobosan paling anyar diperkenalkan


pada pertengahan 2013, dinamakan Strategic use of ARV (SUFA). Merupakan kebijakan
baru, yaitu setiap orang yang rentan atau berisiko, ditawarkan untuk melakukan tes. Dan
bila hasilnya positif, akan langsung ditawari pemberian obat Antiretroviral (ARV).
Seperti kita ketahui, semakin dini penderita HIV diberikan retroviral, maka jumlah virus
dalam darahnya menurun dan risiko penularan kepada orang lain juga berkurang,
sehingga mutu hidupnya pun menjadi lebih baik.
Pada tahun 2012 dilakukan estimasi jumlah ODHA di Indonesia dan diperoleh
hasil 591.823 orang dengan penyebaran di seluruh wilayah dan dapat dikatakan tidak
ada satu provinsi pun yang terbebas dari HIV. Data yang dilaporkan Dinas Kesehatan
Provinsi sampai dengan Juni 2014, jumlah kumulatif pengidap HIV sebanyak 143.078
orang dan penderita AIDS sebanyak 54.018 orang. Terdapat dua epidemi HIV/AIDS di
Indonesia, yaitu: 1) Epidemi terkonsentrasi pada kelompok tertentu yang disebut
kelompok berisiko yakni pekerja seks dan pelanggannya, pengguna jarum suntik atau
penasun, lelaki seks dengan lelaki (LSL), gay dan waria; serta 2) Generalized Epidemic
atau epidemi yang sudah tingkat epidemi HIV di sebagian besar provinsi di Indonesia
pada tingkatan epidemi terkonsentrasi kecuali Tanah Papua (Papua dan Papua Barat)
yang mempunyai status epidemi meluas rendah atau low generalized epidemic.
Prevalensi HIV di Indonesia 0.4% sementara untuk Tanah Papua sebesar 2.3%9.
Menkes menyatakan bahwa upaya pengendalian HIV/AIDS dilakukan dengan
pendekatan Total Football secara Intensif, menyeluruh, komprehensif dan terkoordinasi
(PERPRES 75/2006), melalui upaya-upaya sebagai berikut:

Promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat, temasuk remaja 15-24 tahun,

Populasi rawan terinfeksi dan ODHA dengan Kampanye Aku Bangga Aku Tahu
(ABAT) bagi Remaja untuk peningkatan pengetahuan HIV/AIDS;

INILAH TEROBOSAN SELAMA 8 TAHUN PENGENDALIAN HIV/AIDS DI INDONESIA. Diakses


dari: http://www.depkes.go.id/article/view/201408140002/inilah-terobosan-selama-8-tahun-pengendalianhiv-aids-di-indonesia.html

TUGAS KELOMPOK

POLITIK INTERNASIONAL A

Peningkatan upaya pengobatan dan rehabilitasi penderita AIDS di 322 RS


Rujukan ARV; serta melakukan upaya monitoring, evaluasi dan penelitian10.
Sementara

berdasarkan

Laporan

Perkembangan

Pencapaian

Tujuan

Pembangunan Milenium Indonesia, terdapat beberapa kebijakan dan Program dalam


mewujudkan Tujuan MDGs yang ke-6 yaitu:
Komitmen nasional dan internasional. Kecepatan penyebaran HIV/AIDS,
terutama pada kelompok risiko tinggi, mendapat perhatian utama dari pemerintah.
Tanggapan nasional terhadap tingginya tingkat penyebaran penyakit ini adalah cermin
dari komitmen internasional, khususnya Declaration of Commitment pada UNGASS
HIV/AIDS 2001, Deklarasi ASEAN tentang HIV/AIDS (2001), dan Deklarasi A World
Fit for Children (2002). Penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia terdiri atas upaya
pencegahan; pengobatan, dukungan, dan perawatan bagi orang yang hidup dengan
HIV/AIDS; dan pengawasan.
Pencegahan merupakan upaya prioritas dalam penanggulangan HIV/AIDS. Hal
ini berkaitan erat dengan situasi penularan HIV/AIDS yang ada di masyarakat.
Pencegahan penyakit dilakukan melalui upaya kampanye yang meliputi pemberian
informasi, edukasi, dan komunikasi (KIE) sesuai dengan budaya dan agama setempat.
Ibu hamil didorong untuk melakukan kunjungan antenatal untuk memperoleh informasi
tentang HIV dan konseling. Upaya pencegahan juga ditujukan kepada populasi berisiko
tinggi seperti pekerja seks komersial dan pelanggannya, orang yang telah terinfeksi dan
pasangannya, para pengguna napza suntik, serta pekerja kesehatan yang mudah terpapar
oleh infeksi HIV/AIDS.
Pengobatan, dukungan, dan perawatan bagi orang yang hidup dengan
HIV/AIDS dilakukan melalui klinik VCT (Voluntary Counseling and Testing) di sarana
kesehatan yang ada. Upaya ini telah dilaksanakan bukan hanya oleh pemerintah tetapi
juga oleh beberapa fasilitas kesehatan milik swasta serta lembaga nonpemerintah
lainnya. Dalam menjalankan berbagai upaya ini, perlu senantiasa diperhatikan bahwa
melayani orang yang hidup dengan HIV/AIDS harus juga melindungi hak asasi manusia
10

MENKES: SEBAGIAN BESAR SASARAN MDGS AKAN TERCAPAI. Diakses dari:


http://www.depkes.go.id/article/view/2127/menkes-sebagian-besar-sasaran-mdgs-akan-tercapai.html

TUGAS KELOMPOK

POLITIK INTERNASIONAL A

melalui berbagai upaya untuk mengurangi dan menghilangkan stigma dan diskriminasi.
Untuk meningkatkan kualitas pelayanan perlu dilakukan berbagai pelatihan dan
pendidikan bagi para pekerja lapangan, penyediaan obat yang diperlukan, serta petunjuk
pengobatan, dukungan, perawatan, dan konseling.
Pengawasan HIV/AIDS dan infeksi menular seksual adalah salah satu kunci
dalam strategi pemantauan kecenderungan prevalensi HIV/AIDS. Kegiatan pengawasan
menyangkut pengumpulan, pengolahan, dan analisis data secara sistematik dan
terusmenerus. Kegiatan ini akan memberikan informasi tentang jumlah dan prevalensi
HIV serta penderita infeksi menular seksual, di berbagai kalangan yang ada dalam
masyarakat dengan tingkat risiko yang berbeda, distribusi serta kecenderungannya 11.
B. Malaria
Kebijakan dan program
Komitmen internasional. Pencegahan malaria akan diintensifkan melalui
pendekatan Roll Back Malaria (RBM), suatu komitmen internasional dengan strategi
sebagai berikut: deteksi dini dan pengobatan yang tepat; peran serta aktif masyarakat
dalam pencegahan malaria; dan perbaikan kualitas dari pencegahan dan pengobatan
malaria melalui perbaikan kapasitas personel kesehatan yang terlibat. Yang juga penting
adalah pendekatan terintegrasi dari pembasmian malaria dengan kegiatan-kegiatan
kesehatan lainnya, seperti Manajemen Terpadu Balita Sakit dan promosi kesehatan.
Strategi dalam pemberantasan malaria antara lain adalah dengan sistem
kewaspadaan dini dan upaya penanggulangan epidemi agar tidak semakin menyebar;
intensikasi pengawasan, diagnosis awal dan pengobatan yang tepat, dan kontrol vektor
secara selektif. Kebijakan-kebijakan yang diambil dalam pemberantasan malaria antara
lain penekanan pada desentralisasi, keterlibatan masyarakat dalam pemberantasan
malaria, dan membangun kerja sama antarsektor, NGO, dan lembaga donor. Gerakan
Berantas Kembali Malaria atau GEBRAK Malaria yang dimulai pada 2000 adalah
bentuk operasional dari Roll Back Malaria (RBM). GEBRAK Malaria memprioritaskan
kemitraan antara pemerintah, swasta/sektor bisnis, dan masyarakat untuk mencegah
penyebaran penyakit malaria.
11

Tujuan 6. Memerangi HIV/AIDS, Malaria, dan Penyakit Menular Lainnya. Diakses dari:
http://www.undp.or.id/pubs/imdg2004/BI/IndonesiaMDG_BI_Goal6.pdf

TUGAS KELOMPOK

POLITIK INTERNASIONAL A

Kegiatan. Program pemberantasan malaria di Indonesia saat ini terdiri atas


delapan kegiatan, yaitu: diagnosis awal dan pengobatan yang tepat; program kelambu
dengan insektisida; penyemprotan; pengawasan deteksi aktif dan pasif; survei demam
dan pengawasan migran; deteksi dan kontrol epidemik; langkah-langkah lain seperti
larvaciding; dan peningkatan kemampuan (capacity building). Untuk menanggulangi
galur yang resisten terhadap klorokuin, pemerintah pusat dan daerah akan menggunakan
kombinasi baru obat-obatan malaria untuk memperbaiki kesuksesan pengobatan.
Karena kombinasi obat-obatan itu sangat mahal, penggunaannya akan ditargetkan di
daerah dengan prevalensi resistensi yang tinggi.
Pengawasan Penyakit. Memastikan pelaporan data yang tepat waktu dari
fasilitas kesehatan di lapangan, termasuk rumah sakit, untuk memonitor insiden malaria,
untuk mendeteksi dan membatasi wabah ledakan malaria, serta melaksanakan survei
untuk menghitung prevalensi malaria yang diperlukan merupakan bagian yang esensial
dari pengawasan malaria. Dalam pemilihan intervensi yang akurat seperti penyemprotan
insektisida diperlukan penelitian lebih dulu untuk menentukan jenis populasi nyamuk
dan habitatnya. Idealnya, tiap provinsi perlu melakukan survei secara teratur untuk
memonitor daerah-daerah dengan parasit yang resisten terhadap obat-obatan malaria.
C. Tuberkulosis (TB)
Gerdunas. Pemerintah Indonesia menetapkan pengendalian tuberkulosis sebagai
prioritas kesehatan nasional. Pada 1999, Menteri Kesehatan mencanangkan Gerakan
Nasional Terpadu Pemberantasan Tuberkulosis atau Gerdunas. Gerdunas adalah gerakan
inter-sektoral

dalam upaya

untuk mempromosikan

percepatan

pemberantasan

tuberkulosis. Gerdunas merupakan pendekatan terpadu, mencakup rumah sakit dan


sektor swasta dan semua pengambil kebijakan lain, termasuk penderita dan masyarakat.
Pada 2001 semua provinsi dan kabupaten telah mencanangkan Gerdunas,
meskipun tidak semua beroperasi penuh. Lebih dari itu sudah adanya Rencana Strategis
Program Penanggulangan Tuberkulosis selama lima tahun (20022006), yang
membangun fondasi dan pilar-pilar untuk membangun lebih lanjut kegiatan
pemberantasan tuberkulosis nasional.

TUGAS KELOMPOK

POLITIK INTERNASIONAL A

Komitmen internasional. MDG mendukung komitmen politis yang ada untuk


menghentikan dan menurunkan penyebaran tuberkulosis pada 2015. Komitmen
internasional lain mencakup Deklarasi Amsterdam tahun 2000, di mana Menteri
Kesehatan menyetujui untuk mencapai 70 persen angka deteksi kasus pada 2005 dan
keberhasilan pengobatan sebesar 85 persen. Sebagai bukti komitmen ini, Pemerintah
Indonesia menyediakan sejumlah besar dana untuk pengendalian tuberkulosis, dan telah
menjanjikan US$ 19,8 juta untuk obat-obatan dan gaji staf. Anggaran sebesar ini
mencakup 54 persen dari kebutuhan seluruhnya sebesar US$ 36,5 juta.
D. Tembakau
Mempertahankan

harga

tinggi

pada

produk

tembakau.

Bank

Dunia

menyimpulkan bahwa kenaikan harga 10 persen akan menurunkan tingkat permintaan


global terhadap tembakau sebesar 48 persen.27 Simulasi-simulasi ini menunjukkan
bahwa kenaikan 10 persen di seluruh dunia (melalui peningkatan cukai) dapat
mencegah paling sedikit 10 juta kematian yang berhubungan dengan tembakau di
seluruh dunia. Karena itu, meningkatkan harga produk tembakau adalah satu-satunya
strategi yang paling efektif untuk mengurangi beban kerusakan kesehatan akibat
penggunaan tembakau. Di Indonesia, rata-rata cukai rokok sebagai persentase dari harga
rokok adalah sekitar 31 persen, yang merupakan cukai terendah di kawasan ini setelah
Larangan menyeluruh terhadap iklan, promosi, dan pemberian sponsor. Iklan
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cukup besar karena menciptakan
kondisi di mana penggunaan tembakau dianggap sebagai sesuatu yang normal, wajar,
dan dapat diterima. Hal ini mendorong anak-anak dan remaja untuk mencoba-coba
merokok.28 Peraturan yang ada sekarang hanya hanya melarang iklan televisi pada
siang hari dan sebagian malam.
Peraturan udara bersih. Sebagian besar orang dewasa dan remaja Indonesia tidak
merokok. Peraturan udara bersih diperlukan untuk melindungi mereka yang bukan
perokok, baik dewasa maupun anakanak, dari bahaya asap rokok tembakau.
2.2

PENCAPAIAN TUJUAN KE-6 MDGs.

TUGAS KELOMPOK

POLITIK INTERNASIONAL A

Salah satu pekerjaan rumah bagi Kementerian Kesehatan adalah target


Millenium Development Goals (MDGs) di bidang HIV-AIDS, karena hampir di seluruh
wilayah Indonesia, angka temuan kasus infeksi HIV masih meningkat.
T ahun 2012, Indonesia telah menurunkan prevalensi balita dengan berat badan
rendah atau kekurangan gizi (MDG-1); pengendalian penyebaran dan penurunan kasus
baru Tuberkulosis (TB) telah mencapai target (MDG-6); menurunkan Angka Kematian
Bayi dan Balita (MDG-4); mengendalikan penyebaran dan mulai menurunkan kasus
baru malaria (MDG-6)12.
Terkait MDG-6 mengenai HIV/AIDS, data jumlah kasus AIDS sampai dengan
30 Juni 2012, dilaporkan sebanyak 2224 kasus dari 33 provinsi, yang berasal 368
kab/kota. Saat ini, semakin banyak kasus HIV yang dideteksi lebih awal, sehingga kasus
AIDS semakin menurun. Sementara itu, angka kematian akibat AIDS saat ini 2,4%
(2012). Angka ini menurun tajam dari data sebelumnya 40% (2000).
Jumlah test HIV meningkat tiga kali lipat dari 300.000 orang pada 2009,
menjadi hampir 900.000 orang pada 2012. Jumlah ini menandakan bahwa kerjasama
antara Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN), Kemkes RI, Dinas Kesehatan
di daerah dengan populasi dan jaringan komunitas sudah semakin baik. Menkes
menyatakan bahwa sudah diputuskan bahwa penanggulangan AIDS dilakukan bersamasama dengan Tuberkulosis (TB) dan malaria. AIDS kini tidak lagi dipandang sebagai
sebuah penyakit luar biasa yang harus ditangani secara terpisah. Penanggulangan AIDS
merupakan salah satu prioritas pembangunan nasional. Karena itu, dibutuhkan
dukungan seluruh masyarakat dan kerjasama berbagai pihak untuk dapat mencapai
target tersebut13.
Tuberkulosis merupakan satu dari tiga penyakit yang merupakan bagian dari
sasaran Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015, selain AIDS dan Malaria.
Dalam sambutannya, Menkes menyatakan bahwa capaian Pengendalian Tuberkulosis
12

MENKES: SEBAGIAN BESAR SASARAN MDGS AKAN TERCAPAI


http://www.depkes.go.id/article/view/2127/menkes-sebagian-besar-sasaran-mdgs-akan-tercapai.html
13

BERSAMA CAPAI ZERO INFECTION, ZERO AIDS RELATED DEATH, DAN ZERO STIGMA
DISCRIMINATION http://www.depkes.go.id/article/view/2258/bersama-capai-zero-infection-zero-aidsrelated-death-dan-zero-stigma-discrimination.html

TUGAS KELOMPOK

POLITIK INTERNASIONAL A

(TB) di Indonesia telah mendekati target yang ditetapkan. Angka insidens semua tipe
TB telah turun dari 343 per 100.000 penduduk(1990) menjadi 189 per 100.000
penduduk (2011). Selanjutnya, angka prevalensi TB turun hampir setengahnya dari 423
per 100.000 penduduk (1990) menjadi 289 per 100.000 penduduk (2011). Sementara
angka mortalitas TB menurun lebih dari separuh dari 51 per 100.000 (1990) menjadi 27
per 100.000 penduduk (2011).
Tahun 2013 situasi Tuberkulosis (TB) di Indonesia telah menunjukkan adanya
penurunan prevalensi dan kematian akibat TB. Selain itu juga angka notifikasi kasus TB
menunjukkan adanya peningkatan meskipun belum maksimal. Prestasi yang paling
menggembirakan adalah trend angka keberhasilan pengobatan menunjukkan konsistensi
di atas 90% selama beberapa tahun ke belakang. Hal ini menunjukkan adanya
peningkatan dalam kualitas pengobatan pasien TB.
Berbagai terobosan bersejarah telah dilakukan pada Program Nasional
Pengendalian TB di Indonesia, diantaranya 1) Pendekatan Public-Private Mix (PPM)
untuk pelayanan TB dengan pelibatan sektor pemerintah dan swasta, 2) Pengembangan
Pelayanan Pasien TB MDR, 3) Penggunaan Rapid Diagnostic untuk TB Resistan Obat,
4) Penguatan peran pasien dalam pengendalian TB, 5) Disusunnya Exit Strategy untuk
GF ATM, sehingga untuk ke depannya Program Pengendalian TB tidak bergantung
kepada donor.
Selanjutnya, banyak hal yang telah dicapai dalam penanggulangan TB di
Indonesia, diantaranya: Sejak 1995, sebanyak 20 juta orang diselamatkan dan 51 juta
pasien disembuhkan; Sejak 2010, Angka kesembuhan mencapai 87 %; MDG TB telah
tercapai sebelum waktu yang ditetapkan; serta banyak terobosan seperti pemakaian alat
diagnostik cepat untuk TB dan TB MDR.
Malaria. Eliminasi Malaria adalah komitmen global yang disepakati pada
Sidang Majelis Kesehatan Sedunia atau World Health Assembly (WHA) 2007.
Mengutip data World Malaria Report 2012, dari 104 negara endemis malaria, terdapat
79 negara yang diklasifikasikan berada dalam fase pemberantasan Malaria, 10 negara
dalam fase pre-eliminasi dan 10 negara lainnya sudah berada dalam fase eliminasi.

TUGAS KELOMPOK

POLITIK INTERNASIONAL A

Indonesia bertekad kuat mencapai eliminasi Malaria. Mulai 2007, Indonesia


secara bertahap akan mencapai eliminasi Malaria. Selambat-lambatnya pada 2030,
Indonesia ditargetkan mencapai tahap eliminasi atau bebas malaria. Tahun 2013, salah
satu wilayah yang telah mencapai tahap bebas Malaria adalah Kabupaten Administratif
Kepulauan Seribu. Menkes sangat mengharapkan kegiatan surveilans Malaria di
Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu dapat dilakukan dengan baik, agar status
eliminasi yang sudah tercapai tetap terjaga.
Hal ini juga dibuktikan dalam lima tahun terakhir, Angka Kesakitan Malaria atau
Annual Paracite Incidence (API) telah berhasil diturunkan dari 1,96 per 1000 penduduk
(2008) menjadi 1,69 per 1000 penduduk (2012). Upaya keras sangat dibutuhkan agar
Indonesia dapat menurunkan angka API sesuai dengan target Millenium Development
Goals (MDGs) 2015 yaitu 1 per 1000 penduduk. Data menunjukkan, sebanyak 17 dari
33 Provinsi yang memiliki nilai API < 1 per 1000 penduduk. Selanjutnya, 10 Provinsi
lainnya memiliki nilai API diantara 1-5 per 1000 penduduk. Sementara 6 Provinsi
lainnya, memiliki nilai API > 5 per 1000 penduduk, bahkan ada provinsi yang memiliki
nilai API > 50 per 1000 penduduk14.

BAB III
KESIMPULAN

14

MENKES SERAHKAN SERTIFIKAT ELIMINASI MALARIA PERTAMA DI INDONESIA


http://www.depkes.go.id/article/view/2288/menkes-serahkan-sertifikat-eliminasi-malaria-pertama-diindonesia.html

TUGAS KELOMPOK

POLITIK INTERNASIONAL A

Komitmen Indonesia untuk mencapai tujuan MDGs mencerminkan komitmen


negara untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya dan berkontribusi pada
peningkatan kesejahteraan masyarakat dunia. MDGs merupakan acuan penting dalam
penyusunan dokumen RPJPN 2005-2025, RPJMN 2004-2009 dan 2010-2014, RKP
Tahunan, dan APBN. Berdasarkan Pencapaian MDGs dan Tindak Lanjut Pasca 2015,
yang disampaikan oleh Dra. Nina Sardjunani, MA, Deputi Sumber Daya Manusia dan
Kebudayaan,

Kementerian

PPN/Bappenas,

yang

disampaikan

dalam

Dialog

Perencanaan Pembangunan Berkelanjutan 2015-2019, dapat diketahui bahwa Capaian


Tujuan MDGs 2013 :
1. Tujuan MDGs yang telah tercapai;
2. Tujuan MDGs yang telah menunjukkan kemajuan signifikan dan
diharapkan dapat tercapai pada tahun 2015 (on-track);
3. Tujuan MDGs yang telah menunjukkan kemajuan namun masih

diperlukan kerja keras.


Pencapaian diatas tentu saja berlaku pada Tujuan ke-6 MDGs yaitu Memerangi
HIV/AIDS, Malaria dan Penyakit Menular lainnya. Dimana Tingkat prevalensi
HIV/AIDS yang cenderung meningkat di Indonesia, terutama pada kelompok risiko
tinggi, yaitu pengguna narkoba suntik dan pekerja seks. Jumlah kasus HIV/AIDS yang
dilaporkan di Indonesia meningkat dua kali lipat antara tahun 2004 dan 2005. Angka
kejadian malaria per 1.000 penduduk menurun dari 4,68 pada tahun 1990 menjadi 1,85
pada tahun 2009 menunjukkan penurunan yang cukup signifikan sampai tahun 2013.
Sementara itu, pengendalian penyakit Tuberkulosis yang meliputi penemuan
kasus dan pengobatan telah mencapai target. Pendekatan untuk mengendalikan
penyebaran

penyakit

ini

terutama

diarahkan

pada

upaya

pencegahan

dan

pengarusutamaan ke dalam sistem pelayanan kesehatan nasional. Selain itu,


pengendalian penyakit harus melibatkan semua pemangku kepentingan dan memperkuat
kegiatan promosi kesehatan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.
Pencapaian tujuan MDGs memang membutuhkan dana yang sangat besar,
partisipasi dan kerjasama seluruh komponen bangsa baik di tingkat nasional maupun

TUGAS KELOMPOK

POLITIK INTERNASIONAL A

lokal menjadi penentu MDGs. Masyarakat sipil, kalangan swasta, organisasi


kemasyarakatan, media dan akademisi/perguruan tinggi hendaknya dapat meningkatkan
peran guna membantu pemerintah dalam mendukung pencapaian MDGs, terutama
dalam pengurangan angka kemiskinan. Tanpa MDGs, masyarakat miskin di
perkotaan/di perdesaan termasuk di pelosok Indonesia telah berupaya mencari solusi
hidupnya

dengan

cara-cara

mereka

sendiri.

Karena

itulah

MDGs

harus

diimplementasikan, bukan sekedar wacana, iklan atau slogan. Melainkan merupakan


bagian yang harus berkelanjutan diperjuangkan oleh pemerintah bersama seluruh
stakeholder yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

Akibat-akibat
yang
ditimbulkan
oleh
HIV/AIDS.
Diakses
dari:
http://www.mhahs.org.au/index.php?
option=com_content&view=article&id=243&Itemid=1091&lang=en&showall=
1
BERSAMA CAPAI ZERO INFECTION, ZERO AIDS RELATED DEATH, DAN
ZERO
STIGMA
DISCRIMINATION

TUGAS KELOMPOK

POLITIK INTERNASIONAL A

http://www.depkes.go.id/article/view/2258/bersama-capai-zero-infection-zeroaids-related-death-dan-zero-stigma-discrimination.html
HIV/AIDS
Diakses
dari:
http://www.aids-ina.org/modules.php?
name=FAQ&myfaq=yes&id_cat=1&categories=HIV-AIDS
http://medicastore.com/penyakit/792/Malaria.html
http://www.spiritia.or.id/cst/bacacst.php?artno=1049&menu=koinfmenu
INILAH TEROBOSAN SELAMA 8 TAHUN PENGENDALIAN HIV/AIDS DI
INDONESIA.
Diakses
dari:
http://www.depkes.go.id/article/view/201408140002/inilah-terobosan-selama-8tahun-pengendalian-hiv-aids-di-indonesia.html
MENKES: SEBAGIAN BESAR SASARAN MDGS AKAN TERCAPAI. Diakses dari:
http://www.depkes.go.id/article/view/2127/menkes-sebagian-besar-sasaranmdgs-akan-tercapai.html
MENKES SERAHKAN SERTIFIKAT ELIMINASI MALARIA PERTAMA DI
INDONESIA
http://www.depkes.go.id/article/view/2288/menkes-serahkansertifikat-eliminasi-malaria-pertama-di-indonesia.html
Tujuan 6. Memerangi HIV/AIDS, Malaria, dan Penyakit Menular Lainnya. Diakses
dari:
http://www.undp.or.id/pubs/imdg2004/BI/IndonesiaMDG_BI_Goal6.pdf

Anda mungkin juga menyukai

  • Tgs Oai
    Tgs Oai
    Dokumen11 halaman
    Tgs Oai
    Ramadhanixiahticassiopeiaktf Elfshawol Beautykissmightiam
    Belum ada peringkat
  • SEJARAH BISNIS INTERNASIONAL
    SEJARAH BISNIS INTERNASIONAL
    Dokumen11 halaman
    SEJARAH BISNIS INTERNASIONAL
    Ramadhanixiahticassiopeiaktf Elfshawol Beautykissmightiam
    Belum ada peringkat
  • MAKALAH JJ Rousseau
    MAKALAH JJ Rousseau
    Dokumen19 halaman
    MAKALAH JJ Rousseau
    Ramadhanixiahticassiopeiaktf Elfshawol Beautykissmightiam
    Belum ada peringkat
  • Tugas Kelompok Polin
    Tugas Kelompok Polin
    Dokumen28 halaman
    Tugas Kelompok Polin
    Ramadhanixiahticassiopeiaktf Elfshawol Beautykissmightiam
    Belum ada peringkat
  • Situasi Politik Internasional
    Situasi Politik Internasional
    Dokumen18 halaman
    Situasi Politik Internasional
    Ramadhanixiahticassiopeiaktf Elfshawol Beautykissmightiam
    Belum ada peringkat