BAB I
PENDAHULUAN
Millennium Development Goals (MDGs) dalam bahasa Indonesia yaitu Tujuan
Pembangunan Milenium, yang merupakan sebuah peningkatan kerjasama global untuk
mencapai perbaikan kehidupan sosial ekonomi penduduk dunia. Semua negara yang
hadir dalam pertemuan tersebut berkomitment untuk mengintegrasikan MDGs sebagai
bagian dari program pembangunan nasional dalam upaya menangani penyelesaian
terkait dengan isu-isu yang sangat mendasar
indikator yang akan diukur tingkat pencapaiannya atau kemajuannya pada tahun 2015.
Pencapaian delapan sasaran pembangunan dalam MDGs ini adalah sebagai satu paket
tujuan yang terukur untuk pembangunan dan pengentasan kemiskinan. Secara global
ditetapkan 18 target dan 48 indikator. Meskipun secara glonal ditetapkan 48 indikator
namun implementasinya tergantung pada setiap negara disesuaikan dengan kebutuhan
pembangunan dan ketersediaan data yang digunakan untuk mengatur tingkat
kemajuannya. Indikator global tersebut bersifat fleksibel bagi setiap negara.
dan AIDS mempunyai arti yang berbeda. HIV merupakan singkatan dari Human
Immunodeficiency Virus. Virus ini merupakan virus yang dapat menyebabkan AIDS.
Jika anda terinfeksi HIV, anda akan dikatakan sebagai HIV positif 1. Virus yang
menyebabkan rusaknya/melemahnya sistem kekebalan tubuh manusia. HIV berada
terutama dalam cairan tubuh manusia. Cairan yang berpotensial mengandung virus HIV
adalah darah, cairan sperma, cairan vagina dan air susu ibu. Sedangkan cairan yang
tidak berpotensi untuk menularkan virus HIV adalah cairan keringat, air liur, air mata
dan lain-lain2. Didiagnosa menderita HIV bukan berarti seseorang memiliki AIDS atau
mereka akan meninggal. Perawatan akan memperlambat kerusakan pada sistem
kekebalan tubuh sehingga orang dengan HIV dapat tetap baik, hidup sehat dan
memuaskan.
HIV hanya dapat ditularkan melalui:
Batuk
Bersin
Meludah
Berciuman
http://medicastore.com/penyakit/792/Malaria.html
Lancet. Angka yang dilansir itu jauh lebih tinggi dari perkiraan WHO tahun 2010 yakni
655.000.
Banyak yang mengira penyakit malaria sama dengan demam berdarah karena
punya gejala yang mirip dan sama-sama ditularkan oleh nyamuk. Namun perlu
diketahui bahwa keduanya berbeda. Malaria disebabkan oleh nyamuk anopheles yang
membawa parasit plasmodium, sementara demam berdarah disebabkan oleh nyamuk
Aedes Aegypti yang membawa virus Dengue. Mereka yang memiliki imunitas rendah
terhadap malaria memiliki risiko yang lebih besar. Hal ini berlawanan dengan mereka
yang tinggal di daerah endemik karena telah memiliki imunitas terhadap malaria.
Mereka yang berisiko mengalami malaria antara lain: Anak-anak dan bayi, Pelancong
yang datang dari wilayah tanpa malaria, Wanita hamil dan janinnya.
Tidak ada vaksin yang efektif untuk melawan malaria. Pada negara-negara
endemik cara pencegahannya adalah dengan menjauhkan nyamuk dari manusia dengan
memakai obat nyamuk atau jaring nyamuk. Namun, biasanya pemerintah melakukan
foging (pengasapan) di tempat-tempat endemik malaria. Kemudian Penyakit menular
adalah penyakit yang disebabkan ketika seorang individu terinfeksi oleh organisme
patogen, baik virus, bakteri, jamur, ragi, protozoa atau parasit lain. Penyakit menular
dapat dikategorikan dalam 2 kelompok yaitu pertama penyakit menular yang masuk
katagori Millenium Development Goal (MDC) seperti TBC, Malaria, HIV/AIDS ,
kedua beberapa penyakit yang potensial menjadi wabah seperti yang akhir-akhir ini
terjadi pada masyarakat seperti Chikungnya , Demam Berdarah Dengue (DBD) dan
SARS.
1.2
INTERAKSI HIV-MALARIA
Timbulnya penyakit malaria dapat dicegah dengan profilaksis. Semakin banyak
bukti menunjukkan bahwa penggunaan kotrimoksazol setiap hari adalah efektif untuk
mengurangi penyakit malaria. Odha dengan CD4 di bawah 200 seharusnya memakai
kotrimoksazol setiap hari untuk mencegah penyakit PCP dan tokso, jadi yang sudah
memakai profilaksis ini juga menerima manfaat terhadap malaria. Karena malaria
disebabkan oleh parasit, infeksi ini menular dengan cara yang berbeda dengan HIV
sebagai virus. Jadi kenyataan bahwa malaria menular melalui gigitan nyamuk bukan
berarti HIV juga dapat menular melalui cara yang sama. HIV tidak dapat menular
melalui gigitan nyamuk atau serangga lain. Malaria tidak dianggap sebagai infeksi
oportunistik. Pada 1998, peninjauan terhadap bebagai penelitian klinis mengambil
kesimpulan bahwa tidak ada interaksi antara kedua infeksi, selain peningkatan pada
angka malaria plasenta di antara perempuan hamil yang HIV-positif. Namun selama
beberapa tahun terakhir ini, ada semakin banyak bukti bahwa HIV mempengaruhi
malaria dan sebaliknya.
Ada semakin banyak data mengenai interaksi antara HIV/AIDS dan malaria.
Dampak dari interaksi ini terutama penting untuk kesehatan reproduksi. Perempuan
hamil yang terinfeksi HIV dan malaria bersamaan berisiko tinggi untuk anemia dan
infeksi malaria pada plasenta. Oleh karena itu, sebagian yang cukup tinggi dari anak
yang terlahir oleh ibu dengan HIV dan malaria mempunyai berat badan yang rendah
saat lahir, dan lebih mungkin meninggal pada masa kanak-kanak. Belum jelas apakah
malaria waktu hamil meningkatkan risiko penularan HIV dari ibu-ke-bayi, karena
penelitian yang menyelidiki hal ini memberi hasil yang ragu. Di antara orang dewasa,
HIV/AIDS mungkin meningkatkan risiko penyakit malaria, terutama pada mereka
dengan sistem kekebalan tubuh yang sangat rusak. Di daerah dengan penularan malaria
yang tidak stabil, orang dewasa terinfeksi HIV mungkin lebih berisiko mengembangkan
malaria yang berat. Orang dewasa HIV-positif dengan jumlah CD4 yang rendah
mungkin lebih rentan kegagalan pengobatan dengan obat antimalaria. Lagi pula,
peristiwa malaria akut meningkatkan penggandaan (replikasi) virus secara sementara,
yang jelas meningkatkan viral load HIV. Sebagai penyebab penting anemia, malaria
sering mengakibatkan kebutuhan akan transfusi darah, dan hal ini juga berpotensi
menularkan HIV dan infeksi lain
Agar mengurangi dampak berbahaya dari infeksi ganda HIV dan malaria,
program pencegahan dan pengobatan kedua penyakit harus saling melengkapi dan
menguatkan. Ada potensi besar untuk sinergi (dampak dari keduanya lebih daripada
jumlah pengaruh masing-masing satu per satu), terutama pada saat adanya komiten
politis dan keuangan semakin besar yang disediakan untuk mengurangi beban
HIV/AIDS, malaria dan TB. Yang berikut adalah contoh tindakan yang diusulkan oleh
WHO:
1.3
HIV/AIDS
Kasus AIDS pertama kali dilaporkan di Indonesia pada 1987, yang menimpa
seorang warga negara asing di Bali. Tahun berikutnya mulai dilaporkan adanya kasus di
beberapa provinsi. Sampai akhir September 2003 tercatat ada 1.239 kasus AIDS dan
2.685 kasus HIV1 yang telah dilaporkan. Para ahli memperkirakan bahwa hingga saat
ini terdapat antara 90.000130.000 orang Indonesia yang hidup dengan HIV . Sehingga
dengan menggunakan perhitungan angka kelahiran sebesar 2,5 persen, diperkirakan
terdapat 2.2503.250 bayi yang mempunyai risiko terlahir dengan infeksi HIV. Pola
penyebaran infeksi yang umum terjadi adalah melalui hubungan seksual, kemudian
diikuti dengan penularan melalui penggunaan napza suntik.
4
http://www.spiritia.or.id/cst/bacacst.php?artno=1049&menu=koinfmenu
MALARIA
Seperti yang telah dijelaskan diatas, hampir separuh populasi Indonesia
sebanyak lebih dari 90 juta orangtinggal di daerah endemik malaria. Diperkirakan ada
30 juta kasus malaria setiap tahunnya, kurang lebih hanya 10 persennya saja yang
5
Tujuan 6. Memerangi HIV/AIDS, Malaria, dan Penyakit Menular Lainnya. Diakses dari:
http://www.undp.or.id/pubs/imdg2004/BI/IndonesiaMDG_BI_Goal6.pdf
mendapat pengobatan di fasilitas kesehatan. Beban terbesar dari penyakit malaria ini
ada di provinsi-provinsi bagian timur Indonesia di mana malaria merupakan penyakit
endemik. Kebanyakan daerah-daerah pedesaan di luar JawaBali juga merupakan daerah
risiko malaria. Di Jawa Tengah dan Jawa Barat, malaria merupakan penyakit yang
muncul kembali (re-emerging diseases). Menurut data dari fasilitas kesehatan pada
2001, diperkirakan prevalensi malaria adalah 850,2 per 100.000 penduduk dengan
angka yang tertinggi 20 persen di Gorontalo, 13 persen di NTT dan 10 persen di Papua.
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 memperkirakan angka kematian
spesik akibat malaria di Indonesia adalah 11 per 100.000 untuk laki-laki dan 8 per
100.000 untuk perempuan.
Persentase penduduk yang menggunakan cara pencegahan yang efektif untuk
memerangi malaria. Upaya pencegahan difokuskan untuk meminimalkan jumlah kontak
manusia dengan nyamuk melalui pemakaian kelambu (bed nets) dan penyemprotan
rumah. Manajemen lingkungan dan pembasmian jentik-jentik nyamuk dapat dipakai
dalam lingkungan ekologi tertentu, tergantung spesies vektor. Pemakaian kelambu yang
direndam insektisida merupakan cara efektif untuk mencegah malaria, terutama untuk
kelompok yang paling rawan, yaitu ibu hamil dan anak di bawah lima tahun. Secara
nasional, hanya satu dari tiap tiga anak di bawah lima tahun yang tidurnya
menggunakan kelambu (32,0 persen), proporsi yang lebih tinggi, yaitu 40,1 persen
untuk bayi di bawah umur satu tahun. Kira-kira 0,2 persen anak tidur dalam kelambu
yang direndam dengan insektisida. Salah satu hambatan pemakaian dari kelambu secara
massal adalah masalah ketidakmampuan keluarga miskin untuk membeli kelambu.
Selain itu, persentase penduduk yang mendapat penanganan malaria secara
efektif. Di antara anak di bawah lima tahun (balita) dengan gejala klinis malaria, hanya
sekitar 4,4 persen yang menerima pengobatan malaria, sementara balita yang menderita
malaria umumnya hanya menerima obat untuk mengurangi demam (67,6 persen). Di
Indonesia, pengobatan sendiri merupakan hal penting tetapi terabaikan yang
memerlukan penguatan melalui penyuluhan kesehatan.
Penyakit malaria ini juga sangat berdampak buruk terhadap perekonomian
Indonesia. Kehilangan pendapatan individu akibat malaria diperkirakan sebesar US$
56.5 juta setiap tahunnya,belum termasuk kehilangan pendapatan akibat hilangnya
investasi bisnis dan pariwisata daerah endemik malaria. Malaria dihubungkan dengan
kemiskinan sekaligus sebagai penyebab dan akibat. Malaria sangat mempengaruhi
kondisi penduduk miskin di daerah terpencil yang jauh dari jangkauan pelayanan
kesehatan. Lingkungan alam seperti air sungai yang tergenang, aliran air selama musim
kering, atau genangan air hujan di hutan sangat mempengaruhi tempat perkembangbiakan dan penyebaran malaria melalui nyamuk Anopheles, sementara lingkungan yang
tidak sehat juga terjadi akibat lubang-lubang bekas penggalian pasir atau pertambangan,
dan kolam-kolam budidaya udang dan ikan yang tidak terpelihara, serta rawa bekas
hutan bakau yang menyebabkan meningkatnya penyakit yang ditularkan melalui vektor.
Selain itu, tingginya wabah penyakit malaria di Indonesia disebabkan oleh
beberapa faktor di bawah ini:
1. Ketidakstabilan politik, bencana alam, dan perpindahan penduduk ikut
mengakibatkan terjadinya wabah (outbreak) dan munculnya daerahdaerah endemik baru.
2. Bencana akibat ulah manusia juga berkontribusi pada memburuknya
malaria di antara komunitas pengungsi.
3. Tingginya mobilitas penduduk menyebabkan tingginya wabah malaria di
daerahdaerah yang sebelumnya telah dideklarasikan sebagai daerah
bebas malaria.
4. Tingginya kepadatan penduduk ikut mendorong penduduk berpindah ke
hutan atau tepian hutan di mana di daerah itu malaria adalah endemik.
5. Bisnis swasta yang terbengkalai atau tidak terurus selama masa krisis
ekonomi seperti budidaya udang dan ikan merupakan tempat yang subur
untuk perkembang-biakan nyamuk Anopheles sundaicus atau Anopheles
subpictus (akibat sejenis algae yang terdapat di atas permukaan air).
Kecenderungan tekanan ekonomi dan gejolak sosial akan berpengaruh
terhadap upaya pemberantasan malaria.
Sumber daya manusia secara jumlah dan kualitas yang terbatas juga merupakan
salah satu penyebab tingginya penderita malaria di Indonesia. Sejak krisis ekonomi
(1997), banyak petugas kesehatan yang pensiun tanpa adanya penggantian petugas yang
baru. Di Jawa dan Bali, jumlah Juru Malaria Desa (JMD) menurun. Hal ini
mengkhawatirkan karena peran mereka sangat penting dalam deteksi dini dan
pengobatan malaria. Di daerah-daerah dengan kejadian malaria yang tinggi yang
merupakan sentra-sentra pembangunan ekonomi, tambahan jumlah JMD diperlukan
untuk direkrut untuk mengintensifkan deteksi dan pengobatan malaria. Pelatihan
penyegaran kembali pun menjadi kegiatan yang sangat penting untuk dilanjutkan.
Dana untuk penanggulangan program malaria yang tidak mencukupi pun
menjadi sangat berpengaruh dalam pemberantasan penyakit ini. Perubahan dalam peran
dan tanggung jawab yang diasosiasikan dengan desentralisasi dapat menghambat
kegiatan pemberantasan malaria. Lebih lagi untuk kegiatan kesehatan masyarakat
seperti kegiatan pengawasan penyakit dan pemberantasan nyamukdi mana kelambu
dan insektisida untuk penyemprotan rumah secara relatif masih mahal6.
Tuberkulosis (TB)
Survei prevalensi TB dilaksanakan di sembilan lokasi antara 1964 dan 1986 di
Indonesia dengan menggunakan test tuberculin. Survei prevalensi pertama kali (1964
1965) dilakukan di daerah pedesaan Jawa timur dengan hasil angka prevalensi
tuberkulosis 11,7 persen, dan risiko infeksi tahunan 1,64 persen. Pada survei
selanjutnya, pada 19841986, median risiko tahunan infeksi sebesar 2,3 persen, dengan
kisaran antara 0,73,9 persen. Survei pada 1965 dan 1986 yang dilaksanakan dengan
lokasi yang berbeda mendapatkan median risiko tahunan infeksi sebesar 2,5 persen.
Dengan menggunakan data survei prevalensi yang telah dilaksanakan, WHO pada 1998
memperkirakan prevalensi nasional sebesar 786 per 100.000 penduduk (kasus baru dan
lama), di mana 44 persen adalah kasus BTA posistif (SS+) menular (350 per 100.000).
Indonesia berada di urutan ketiga penyumbang kasus tuberkulosis di dunia,
dengan sekitar 582.000 kasus baru setiap tahun, 259.970 kasus di antaranya adalah
tuberkulosis paru dengan BTA positip (SS+). Artinya, 271 kasus baru per 100.000
penduduk, dan 122 BTA positif per 100.000 penduduk.
Pada 2002, jumlah total kasus tuberkulosis yang dilaporkan (semua bentuk)
adalah 155.188, naik dari 92.792 kasus pada 2001. Dari jumlah itu pada 2002 kasus
6
Ibid
BTA positif dilaporkan 76.230 atau 37,5 per 100.000 penduduk. Berdasarkan perkiraan
kasus BTA positif baru, dapat diperhitungkan bahwa sekitar 29,3 persen kasus yang
dideteksi. Menggunakan extrapolasi kasar dari perkiraan nasional tentang kejadian tiap
provinsi, case detection rate (CDR) tertinggi adalah di Gorontalo dengan 88,5 persen
dari perkiraan jumlah kasus, dibandingkan dengan angka 8,4 persen di Maluku Utara.
Berdasarkan notikasi case rate, jumlah kasus BTA positif baru per 100.000 penduduk
antara 11,5 di Maluku Utara hingga 109,0 di Gorontalo. Sesuai dengan kesepakatan
internasional, target angka penemuan kasus baru BTA posistif adalah 70 persen pada
2005. Melihat kecenderungan yang ada, kemungkinan target baru bisa dicapai pada
2013. Karena itu, perlu adanya suatu percepatan peningkatan CDR7.
Tembakau
Penggunaan tembakau merupakan salah satu penyumbang utama sakit di antara
Ibid
Ibid.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Inovasi pencegahan penularan dari jarum suntik yang disebut Harm Reduction
pada tahun 2006;
Penguatan Pencegahan Penularan dari Ibu ke Anak (PPIA) pda tahun 2011;
Hingga terobosan paling baru yang disebut Strategic use of ARV (SUFA)
dimulai pada pertengahan tahun 2013.
Tahun 2006, epidemi HIV/AIDS di Indonesia paling banyak terdapat di
kalangan pengguna narkoba suntik. Maka, penanganan utama saat itu adalah bagaimana
mengurangi dampak buruk pada pengguna narkoba suntik (Penasun). Untuk itu, mulai
awal tahun 2007 dilaksanakan pengurangan dampak buruk penularan melalui jarum
suntik atau harm reduction. Program dilakukan melalui pemberian alat suntik steril,
sebagai cara untuk memutus rantai penularan di antara Penasun. Pada saat sama,
diselaraskan dengan pemberian layanan Methadone agar secara perlahan, para Penasun
tersebut terbebas dari jeratan obat-obatan terlarang. Ini merupakan suatu terobosan yang
luar biasa. Karena inovasi tersebut mengubah cara pandang masyarakat yang semula
kriminalisasi penasun menjadi upaya pencegahan penularan.
Selanjutnya, tahun 2010 prevalensi penasun sudah mulai menurun secara
bermakna, namun mulai muncul kasus HIV pada ibu rumah tangga sehingga mulai
diintensifkan upaya pencegahan Penularan Melalui Transmisi Seksual (PMTS). Upaya
tersebut diiintegrasikan dalam Strategi dan Rencana Aksi Nasional 2010-2014 (integrasi
dalam RPJMN) dengan fokus pada populasi kunci di 141 Kab/Kota prioritas.
Sementara itu, tahun 2011, penularan kepada ibu rumah tangga dan mulai terjadi
peningkatan penularan dari Ibu positif HIV kepada bayi-bayi yang dilahirkan. Oleh
karena itu, Kemenkes melakukan akselerasi peningkatan cakupan dan layanan
Pencegahan Penularan dari Ibu ke Anak (PPIA), dengan tujuan utama untuk memutus
rantai penularan dari orang tua ke bayinya. Hingga akhir tahun 2013, telah terdapat
layanan PPIA di 91 RS dan di 23 Puskesmas.
Tahun 2012, mulai ditegaskan agar penanggulangan HIV/AIDS tidak boleh
dipisahkan dari prioritas nasional pencapaian Millenium Development Goals ke-6
(MDGs-6).
Sejak
itulah,
mulai
dikembangkan
Layanan
Komprehensif
Populasi rawan terinfeksi dan ODHA dengan Kampanye Aku Bangga Aku Tahu
(ABAT) bagi Remaja untuk peningkatan pengetahuan HIV/AIDS;
berdasarkan
Laporan
Perkembangan
Pencapaian
Tujuan
10
pasangannya, para pengguna napza suntik, serta pekerja kesehatan yang mudah terpapar
oleh infeksi HIV/AIDS.
Pengobatan, dukungan, dan perawatan bagi orang yang hidup dengan
HIV/AIDS dilakukan melalui klinik VCT (Voluntary Counseling and Testing) di sarana
kesehatan yang ada. Upaya ini telah dilaksanakan bukan hanya oleh pemerintah tetapi
juga oleh beberapa fasilitas kesehatan milik swasta serta lembaga nonpemerintah
lainnya. Dalam menjalankan berbagai upaya ini, perlu senantiasa diperhatikan bahwa
melayani orang yang hidup dengan HIV/AIDS harus juga melindungi hak asasi manusia
melalui berbagai upaya untuk mengurangi dan menghilangkan stigma dan diskriminasi.
Untuk meningkatkan kualitas pelayanan perlu dilakukan berbagai pelatihan dan
pendidikan bagi para pekerja lapangan, penyediaan obat yang diperlukan, serta petunjuk
pengobatan, dukungan, perawatan, dan konseling.
Pengawasan HIV/AIDS dan infeksi menular seksual adalah salah satu kunci
dalam strategi pemantauan kecenderungan prevalensi HIV/AIDS. Kegiatan pengawasan
menyangkut pengumpulan, pengolahan, dan analisis data secara sistematik dan
terusmenerus. Kegiatan ini akan memberikan informasi tentang jumlah dan prevalensi
HIV serta penderita infeksi menular seksual, di berbagai kalangan yang ada dalam
masyarakat dengan tingkat risiko yang berbeda, distribusi serta kecenderungannya 11.
B. Malaria
Kebijakan dan program
Komitmen internasional. Pencegahan malaria akan diintensifkan melalui
pendekatan Roll Back Malaria (RBM), suatu komitmen internasional dengan strategi
sebagai berikut: deteksi dini dan pengobatan yang tepat; peran serta aktif masyarakat
dalam pencegahan malaria; dan perbaikan kualitas dari pencegahan dan pengobatan
malaria melalui perbaikan kapasitas personel kesehatan yang terlibat. Yang juga penting
adalah pendekatan terintegrasi dari pembasmian malaria dengan kegiatan-kegiatan
kesehatan lainnya, seperti Manajemen Terpadu Balita Sakit dan promosi kesehatan.
11
Tujuan 6. Memerangi HIV/AIDS, Malaria, dan Penyakit Menular Lainnya. Diakses dari:
http://www.undp.or.id/pubs/imdg2004/BI/IndonesiaMDG_BI_Goal6.pdf
inter-sektoral
dalam upaya
untuk mempromosikan
percepatan
pemberantasan
harga
tinggi
pada
produk
tembakau.
Bank
Dunia
merokok.28 Peraturan yang ada sekarang hanya hanya melarang iklan televisi pada
siang hari dan sebagian malam.
Peraturan udara bersih. Sebagian besar orang dewasa dan remaja Indonesia tidak
merokok. Peraturan udara bersih diperlukan untuk melindungi mereka yang bukan
perokok, baik dewasa maupun anakanak, dari bahaya asap rokok tembakau.
2.2
12
dukungan seluruh masyarakat dan kerjasama berbagai pihak untuk dapat mencapai
target tersebut13.
Tuberkulosis merupakan satu dari tiga penyakit yang merupakan bagian dari
sasaran Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015, selain AIDS dan Malaria.
Dalam sambutannya, Menkes menyatakan bahwa capaian Pengendalian Tuberkulosis
(TB) di Indonesia telah mendekati target yang ditetapkan. Angka insidens semua tipe
TB telah turun dari 343 per 100.000 penduduk(1990) menjadi 189 per 100.000
penduduk (2011). Selanjutnya, angka prevalensi TB turun hampir setengahnya dari 423
per 100.000 penduduk (1990) menjadi 289 per 100.000 penduduk (2011). Sementara
angka mortalitas TB menurun lebih dari separuh dari 51 per 100.000 (1990) menjadi 27
per 100.000 penduduk (2011).
Tahun 2013 situasi Tuberkulosis (TB) di Indonesia telah menunjukkan adanya
penurunan prevalensi dan kematian akibat TB. Selain itu juga angka notifikasi kasus TB
menunjukkan adanya peningkatan meskipun belum maksimal. Prestasi yang paling
menggembirakan adalah trend angka keberhasilan pengobatan menunjukkan konsistensi
di atas 90% selama beberapa tahun ke belakang. Hal ini menunjukkan adanya
peningkatan dalam kualitas pengobatan pasien TB.
Berbagai terobosan bersejarah telah dilakukan pada Program Nasional
Pengendalian TB di Indonesia, diantaranya 1) Pendekatan Public-Private Mix (PPM)
untuk pelayanan TB dengan pelibatan sektor pemerintah dan swasta, 2) Pengembangan
Pelayanan Pasien TB MDR, 3) Penggunaan Rapid Diagnostic untuk TB Resistan Obat,
4) Penguatan peran pasien dalam pengendalian TB, 5) Disusunnya Exit Strategy untuk
GF ATM, sehingga untuk ke depannya Program Pengendalian TB tidak bergantung
kepada donor.
Selanjutnya, banyak hal yang telah dicapai dalam penanggulangan TB di
Indonesia, diantaranya: Sejak 1995, sebanyak 20 juta orang diselamatkan dan 51 juta
pasien disembuhkan; Sejak 2010, Angka kesembuhan mencapai 87 %; MDG TB telah
13
BERSAMA CAPAI ZERO INFECTION, ZERO AIDS RELATED DEATH, DAN ZERO STIGMA
DISCRIMINATION http://www.depkes.go.id/article/view/2258/bersama-capai-zero-infection-zero-aidsrelated-death-dan-zero-stigma-discrimination.html
tercapai sebelum waktu yang ditetapkan; serta banyak terobosan seperti pemakaian alat
diagnostik cepat untuk TB dan TB MDR.
Malaria. Eliminasi Malaria adalah komitmen global yang disepakati pada
Sidang Majelis Kesehatan Sedunia atau World Health Assembly (WHA) 2007.
Mengutip data World Malaria Report 2012, dari 104 negara endemis malaria, terdapat
79 negara yang diklasifikasikan berada dalam fase pemberantasan Malaria, 10 negara
dalam fase pre-eliminasi dan 10 negara lainnya sudah berada dalam fase eliminasi.
Indonesia bertekad kuat mencapai eliminasi Malaria. Mulai 2007, Indonesia
secara bertahap akan mencapai eliminasi Malaria. Selambat-lambatnya pada 2030,
Indonesia ditargetkan mencapai tahap eliminasi atau bebas malaria. Tahun 2013, salah
satu wilayah yang telah mencapai tahap bebas Malaria adalah Kabupaten Administratif
Kepulauan Seribu. Menkes sangat mengharapkan kegiatan surveilans Malaria di
Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu dapat dilakukan dengan baik, agar status
eliminasi yang sudah tercapai tetap terjaga.
Hal ini juga dibuktikan dalam lima tahun terakhir, Angka Kesakitan Malaria atau
Annual Paracite Incidence (API) telah berhasil diturunkan dari 1,96 per 1000 penduduk
(2008) menjadi 1,69 per 1000 penduduk (2012). Upaya keras sangat dibutuhkan agar
Indonesia dapat menurunkan angka API sesuai dengan target Millenium Development
Goals (MDGs) 2015 yaitu 1 per 1000 penduduk. Data menunjukkan, sebanyak 17 dari
33 Provinsi yang memiliki nilai API < 1 per 1000 penduduk. Selanjutnya, 10 Provinsi
lainnya memiliki nilai API diantara 1-5 per 1000 penduduk. Sementara 6 Provinsi
lainnya, memiliki nilai API > 5 per 1000 penduduk, bahkan ada provinsi yang memiliki
nilai API > 50 per 1000 penduduk14.
14
BAB III
KESIMPULAN
Komitmen Indonesia untuk mencapai tujuan MDGs mencerminkan komitmen
negara untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya dan berkontribusi pada
peningkatan kesejahteraan masyarakat dunia. MDGs merupakan acuan penting dalam
penyusunan dokumen RPJPN 2005-2025, RPJMN 2004-2009 dan 2010-2014, RKP
Tahunan, dan APBN. Berdasarkan Pencapaian MDGs dan Tindak Lanjut Pasca 2015,
yang disampaikan oleh Dra. Nina Sardjunani, MA, Deputi Sumber Daya Manusia dan
Kebudayaan,
Kementerian
PPN/Bappenas,
yang
disampaikan
dalam
Dialog
penyakit
ini
terutama
diarahkan
pada
upaya
pencegahan
dan
dengan
cara-cara
mereka
sendiri.
Karena
itulah
MDGs
harus
DAFTAR PUSTAKA
Akibat-akibat
yang
ditimbulkan
oleh
HIV/AIDS.
Diakses
dari:
http://www.mhahs.org.au/index.php?
option=com_content&view=article&id=243&Itemid=1091&lang=en&showall=
1
BERSAMA CAPAI ZERO INFECTION, ZERO AIDS RELATED DEATH, DAN
ZERO
STIGMA
DISCRIMINATION
http://www.depkes.go.id/article/view/2258/bersama-capai-zero-infection-zeroaids-related-death-dan-zero-stigma-discrimination.html
HIV/AIDS
Diakses
dari:
http://www.aids-ina.org/modules.php?
name=FAQ&myfaq=yes&id_cat=1&categories=HIV-AIDS
http://medicastore.com/penyakit/792/Malaria.html
http://www.spiritia.or.id/cst/bacacst.php?artno=1049&menu=koinfmenu
INILAH TEROBOSAN SELAMA 8 TAHUN PENGENDALIAN HIV/AIDS DI
INDONESIA.
Diakses
dari:
http://www.depkes.go.id/article/view/201408140002/inilah-terobosan-selama-8tahun-pengendalian-hiv-aids-di-indonesia.html
MENKES: SEBAGIAN BESAR SASARAN MDGS AKAN TERCAPAI. Diakses dari:
http://www.depkes.go.id/article/view/2127/menkes-sebagian-besar-sasaranmdgs-akan-tercapai.html
MENKES SERAHKAN SERTIFIKAT ELIMINASI MALARIA PERTAMA DI
INDONESIA
http://www.depkes.go.id/article/view/2288/menkes-serahkansertifikat-eliminasi-malaria-pertama-di-indonesia.html
Tujuan 6. Memerangi HIV/AIDS, Malaria, dan Penyakit Menular Lainnya. Diakses
dari:
http://www.undp.or.id/pubs/imdg2004/BI/IndonesiaMDG_BI_Goal6.pdf