Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH ETIKA PROFESI HUKUM

PERBEDAAN TEORI ETIKA EGOISME DAN TEORI ETIKA


UTILITARIANISME

OLEH

YULITANIA LAKSMITA ZAHRA

031211133072 / A-1

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS AIRLANGGA

Dalam pergaulan hidup bermasyarakat, dibutuhkan suatu panduan bagaimana manusia itu
bergaul yang biasa dapat dikenal dengan tata krama atau sopan santun, dan sebagainya. Panduan
atau pedoman ini adalah agar kepentingan masing-masing antar individu saling terjaga dan tidak
merugikan yang lain, dan sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku di sekitar kita, serta tidak
bertentangan dengan hak-hak asasi pada umumnya. Dari situlah dimulai tumbuhnya etika dalam
hidup masyarakat. Para ahli berpendapat bahwa etika adalah sebagai aturan tingkah laku, atau
adat kebiasaan manusia dengan sesamanya dalam pergaulan dan menegaskan mana yang benar
dan buruk dari tingkah laku itu. Pengertian Etika (Etimologi), berasal dari bahasa Yunani yaitu
Ethos, yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika biasanya berkaitan
erat dengan perkataan moral yang merupakan istilah dari bahasa Latin, yaitu Mos dan dalam
bentuk jamaknya Mores, yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan
melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghindari hal-hal tindakan yang buruk.
Pengertian etika dan moral kurang leih adalah sama, namun dalam kegiatan sehari-hari terdapat
perbedaan, yaitu moral atau moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan
etika adalah untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku. Terdapat beberapa teori yang
membahas mengenai etika yang dalam makalah ini akan dibahas mengenai 1 teori etika yakni

teori etika teleologi yang lebih lanjut terbagi menjadi dua aliran yang berbeda, yaitu egoisme dan
utilitarianisme dimana akan dijelaskan dalam makalah ini perbedaan prinsip antara kedua liran
tersebut beserta contoh konkrit terkait keduanya.
Teleologi berasal dari bahas kata Yunani telos (), yang berarti akhir, tujuan, maksud,
dan logos (), perkataan. Teleologi sendiri sebagai suatu ajaran yang menerangkan bahwa
segala sesuatu atau kejadian mengarah pada tujuan tertentu. Baik dan buruknya suatu tindakan
diukur dalam etika teleologi berdasar pada tujuan yang ingin dicapai dengan tindakan itu.
Teleologi dapat diartikan sebagai suatu pertimbangan moral terhadap baik buruknya suatu
tindakan, teleologi ini tahu mana yang benar dan mana yang salah, walau tetap yang terpenting
yaitu tujuan dan akibatnya. Walaupun suatu tindakan itu salah dimata hukum tapi bila tujuan dan
akibatnya baik, maka tindakan itu dinilai baik. Tapi tetap saja, tujuan yang baik itu harus tetap
diikuti dengan tindakan yang benar menurut hukum. Etika teleologi dikatakan bersifat situasional
adalah karena tujuan dan akibat dari suatu tindakan sangat bergantung pada situasi khusus, ini
sejalan dengan pendapat Kant yang menyatakan setiap norma dan kewajiban moral itu tidak bisa
langsung berlaku begitu saja di setiap situasi. Contoh kasus dri teri teleologi ini yaitu saat
seorang anak mencuri untuk membeli obat ibunya yang sedang sakit. Tindakan ini baik untuk

moral dan kemanusiaan tetapi dari aspek hukum tindakan ini melanggar hukum sehingga etika
teleologi lebih bersifat situasional, karena tujuan dan akibatnya suatu tindakan bisa sangat
bergantung pada situasi khusus tertentu. Kasus lain lagi, yaitu saat terjadi monopoli di PT. PLN
terbentuk secara tidak langsung dipengaruhi oleh Pasal 33 UUD 1945, dimana pengaturan,
penyelenggaraan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan sumber daya alam serta pengaturan
hubungan hukumnya ada pada negara untuk kepentingan mayoritas masyarakat dan sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Maka PT. PLN dinilai etis bila ditinjau dari teori etika teleologi.
Dengan adanya permasalahan seperti bagaimana cara menilai akibat dan tujuan yang baik dari
suatu tindakan juga diperuntukkan untuk siapakah itu, maka muncullah aliran-aliran teleologi,
yaitu egoisme dan utilitarianisme.
Egoisme merupakan suatu pandangan dimana tiap orang bertujuan untuk mengejar
kepentingan atau memajukan diri mereka sendiri. Bila menurut bahasa Aristoteles, yaitu tujuan
hidup dan tindakan setiap manusia adalah untuk mengejar kebahagiaannya. Egoisme dipandang
bermoral dan etis dengan alasan bahwa kebahagiaan dan kepentingan pribadi dalam bentuk
hidup, hak, dan keamanan secara moral dianggap baik dan pantas untuk diupayakan dan

dipertahankan. Ada dua konsep yang berhubungan dengan egoisme yang diperkenalkan oleh
Rachels (2004), yakni :
1. Egoisme psikologis, yaitu suatu teori yang menjabarkan bahwa semua tindakan manusia
dimotivasi oleh kepentingan berkutat diri, dimana tiap orang boleh untuk yakin ada tindakan
mereka yang bersifat luhur dan suka berkorban, namn semua tindakan itu hanyalah ilusi
karena kenyataannya setiap orang hanya memedulikan dirinya sendiri. Menurut teori ini,
tidak ada tindakan yang sesungguhnya altruis (peduli pada orang lain atau mengutamakan
kepentingan orang lain dengan mengorbankan kepentingan dirinya sendiri). Dalam praktek
kehidupan sehari-hari nampaknya terjadi, hal itu memang hanya nampaknya saja demikian.
Sebab apabila orang mau meneliti apa motivasi sesungguhnya yang mendorong dilakukan
tindakan itu, akan menjadi nyata bahwa tindakan altruis itu tidak lain hanyalah bentuk
terselubung dari cinta diri. Thomas Hobbes (1588-1679) dan kemudian dikembangkan oleh
Moritz Schlick (1881-1936) mengajukan pendapat bahwa untuk menilai suatu tindakan,
orang perlu menemukan motivasi sesungguhnya dari tindakan tersebut, dan untuk ini orang
perlu tidak hanya berhenti pada penafsiran yang dangkal. Menyebut suatu tindakan sebagai
ungkapan sikap altruis menurut dia merupakan suatu penafsiran yang terlalu dangkal

terhadap kejadian yang sesungguhnya. Kalau orang mau mengakui kenyataan, motivasi
yang sesungguhnya selalu mengandung unsur cinta diri. Sebagai contoh misalnya apa yang
disebut cintakasih. Motivasi yang sesungguhnya di balik tindakan menolong orang lain
adalah mau menunjukkan bahwa dirinya lebih baik dari yang lain, lebih mampu, lebih
unggul dari yang ditolong. Dalam tindakan berbelaskasih, alasan yang sebenarnya mengapa
kita mempunyai rasa belaskasih terhadap sesama manusia yang menderita adalah karena kita
sendiri berharap agar kalau kita berada dalam situsai macam itu orang lain pun
berbelaskasih atau mau menolong kita. Pada orang yang berbelaskasih ada kekhawatiran
jangan-jangan penderitaan atau kemalangan yang sama nanti suatu ketika juga menimpa
dirinya. Menurut James Rachels, argumentasi yang mendasari paham egoisme psikologis
sepintas nampak sulit dibantah, namun argumentasinya sebenarnya muncul karena beberapa
kerancuan pengertian. Kalau kerancuan tersebut dapat diurai, menjadi jelas bahwa
argumentasi mereka yang menganut egoisme psikologis tidak dapat dipertahankan.
Sekurang-kurangnya terkandung tiga jenis kerancuan pengertian dalam argumentasi yang
dikemukakan oleh para penganut dan penganjur egoisme psikologis. Kerancuan yang
pertama adalah kerancuan pengertian antara egoisme dalam arti mendahulukan kepentingan

diri sendiri (selfishness) dan egoisme dalam arti berguna untuk diri sendiri (self-interest).
Keduanya tidak sama. Kalau saya mematuhi hukum yang berlaku atau bekerja keras di
kantor, ini tidak dapat dikatakan bahwa saya egois dalam arti hanya mendahulukan
kepentingan diri saya sendiri. Perbuatan itu memang pada dasarnya berguna (atau mungkin
lebih tepat bernilai) untuk diri saya sendiri. Arti yang kedua ini sebenarnya tidak tepat untuk
disebut egois. Dalam pengertian egois sebenarnya selalu terkandung penilaian negatif bahwa
si pelaku tidak mempedulikan kepentingan orang lain dan hanya mementingkan dirinya
sendiri melulu.
2. Konsep kedua setelah Egoisme Psikologis yaitu Egoisme Etis, tapi disini karena teori
Egoisme Etis mendasarkan diri pada teori Egoisme Psikologis, maka sebelum membahas
Egoisme Etis dibahas lebih dulu Egoisme Psikologis. Egoisme etis, yakni tindakan yang
dilandasi oleh kepentingan diri sendiri. Tindakan berkutat diri ditandai dengan ciri
mengabaikan atau merugikan kepentingan orang laih, sedangkan tindakan mementingkan
diri sendiri tidak selalu merugikan kepentingan orang lain. Berikut adalah pokok-pokok
pandangan egoisme etis:
Egoisme etis tidak mengatakan bahwa orang harus membela kepentingannya sendiri

maupun kepentingan orang lain.


Egoisme etis hanya berkeyakinan bahwa satu-satunya tuga adalah kepentingan diri.

Meski egoisme etis berkeyakinan bahwa satu-satunya tugas adalah membela kepentingan
diri, tetapi egoisme etis juga tidak mengatakan bahwa anda harus menghindari tindakan

menolong orang lain


Menurut paham egoisme etis, tindakan menolong orang lain dianggap sebagai tindakan
untuk menolong diri sendiri karena mungkin saja kepentingan orang lain tersebut
bertautan dengan kepentingan diri sehingga dalam menolong orang lain sebenarnya juga

dalam rangka memenuhi kepentingan diri.


Inti dari paham egoisme etis adalah apabila ada tindakan yang menguntungkan orang
lain, maka keuntungan bagi orang lain ini bukanlah alasan yang membuat tindakan itu
benar. Yang membuat tindakan itu benar adalah kenyataan bahwa tindakan itu
menguntungkan diri sendiri.

Egoisme Etis biasanya mendasarkan diri pada apa yang dikemukakan oleh Egoisme
Psikologis. Tetapi kita sudah lihat di atas, bahwa pendapat pokok Egoisme Psikologis tidak
dapat dipertahankan. Sebagaimana Egoisme Psikologis, Egoisme Etis meredusir
kompleksitas motivasi tindakan manusia pada motif mencari apa yang menguntungkan bagi
diri sendiri. Tetapi ini tidak sesuai dengan kenyataan. Bahwasanya Egoisme Etis dapat
menjelaskan kewajiban moral atas dasar prinsip kepentingan diri atau motif mencari apa

yang menguntungkan bagi diri sendiri, belumlah merupakan bukti bahwa kepentingan diri
merupakan satu-satunya dasar bagi kewajiban moral. Hanya kalau dapat dibuktikan bahwa
kepentingan diri merupakan satu-satunya dasar bagi kewajiban moral, maka Egoisme Etis
sebagai suatu teori moral normatif tidak dapat diterima. Contoh nyata mengenai egoisme
etis yaitu para petinggi politik yang saling berebut kursi kekuasaan dengan melakukan
berbagai cara yang bertujuan bahwa dia harus mendapatkannya. Mereka bertuuan untuk
mencapai kepentingan pribadi mereka sendiri dan memajukan dirinya sendiri.
Utilitarianisme berasal dari kata utilis : manfaat, teori ini dikembangkan oleh Jeremy
Bentham (1748-1832) dengan melihat permasalahan pada kebijaksanaan publik saat itu. Teori ini
disebut juga sebagai teori konsekuensialisme, kualitas moral ditentukan oleh konsekuensi atau
akibat yang dibawakannya. Perbuatan yang bermaksud baik tapi tidak menghasilkan apa-apa,
tidak disebut baik. Utilitarianisme adalah penilaian suatu perbuatan berdasarkan baik dan
buruknya tindakan atau kegiatan yang bertumpu pada tujuan atau akibat dari tindakan itu sendiri
bagi kepentingan orang banyak, atau dengan istilah yang sangat terkenal the greatest happiness
of the greatest numbers. Utilitarianisme bahkan bisa membenarkan suatu tindakan yang secara
deontologis tidak etis sebagai tindakan yang baik dan etis, yaitu ketika ternyata tujuan atau

akibat dari tindakan itu bermanfaat bagi bayak orang. Utilitarianisme sangat menghargai
kebebasan setiap pelaku moral. Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa
manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat
sebagai keseluruhan. Perbedaan paham utilitarianisme dengan paham egoisme etis terletak ada
siapa yang memperoleh manfaat, egoisme etis melihat dari sudut pandang kepentingan individu,
sedangkan paham utilitarianisme melihat dari sudut kepentingan orang banyak (kepentingan
bersama, kepentingan masyarakat). Terdapat 3 prinsip utilitarianisme, yakni :
1. Suatu kebijaksanaan atau tindakan adalah baik dan tepat secara moral jika dan hanya jika
kebijaksanaan atau tindakan tersebut mendatangkan manfaat atau keuntungan;
2. Diantara kebijaksanaan atau tindakan yang sama baiknya, kebijaksanaan atau tindakan yang
mempunyai manfaat terbesar adalah tindakan yang paling baik.
3. Diantara kebijaksanaan atau tindakan yang sama-sama mendatangkan manfaat terbesar,
keijaksanaan atau tindakan yang mempunyai manfaat bagi orang banyak.
Dalam kehidupan bermasyarakat, terdapat contoh-contohnya nyata teori utlitarianisme ini,
diantaranya seperti melakukan kerja bakti yang diadakan di lingkungan sekitar, sebagai upaya
untuk kebersihan lingkungan dan membuat tempat tersebut juga jadi nyaman dan sehat untuk
masyarakatnya. Selain itu, kewajiban untuk menepati janji juga selain untuk kepentingannya
sendiri, terdaat kepentingan orang lain atau mungkin orang banyak di dalamnya. Contoh yang

lebih kompleks, yaitu perusahaan DJISAMSOE (rokok) memproduksi rokok dari tembakau
pilihan, dengan tingkat produk yang banyak beredar dipasaran akan mendapat keuntungan yang
besar, tetapi keuntungan yang besar itu pula menyebabkan tingkat pajak yang tinggi terhadap
perusahaan. Maka perusahaan mengambil keputusan yaitu dengan menggunakan metode
utilitarian setiap pembeli rokok yang diproduksi oleh DJISAMSOE akan membayar pajak yang
ditangguhkan. Dengan demikian perusahaan tidak lagi membayar pajak, tetapi konsumenlah
yang membayarnya. Dari situ, dapat dilihat bahwa terdapat beberapa kekurangan dari etika
utilitarianisme ini, antara lain adalah :
Konsep manfaat yang begitu luas sehingga pada prakteknya malah menimbulkan masalah.
Contoh : masuknya industrialisasi di daerah pedesaan, kasus Riady Connection, Kasus

Impor Beras.
Hanya memperhatikan nilai suatu tindakan sejauh berkaitan dengan akibatnya. Padahal
sangat mungkin terjadi suatu tindakan pada dasarnya tidak baik tetapi ternyata

mendatangkan keuntungan atau manfaat


Tidak menghargai kemauan atau motivasi baik seseorang
Secara khusus sulit untuk menilai (mengkuantifikasi) variable moral. Contohnya : polusi
udara, hilangnya air bersih, kenyamanan, dsb.

SUMBER

http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/360/jbptunikompp-gdl-uminarinaw-17979-1-teori.pdf
https://r4hm190.wordpress.com/2011/10/11/pengertian-contoh-dari-etika-teleologi-

deontologi-teori-hak-teori-keutamaan/
https://narara.wordpress.com/2011/11/29/pengertian-teoleologi-dan-deontologi/
https://khoyunitapublish.wordpress.com/2013/12/10/teori-teori-etika/
http://marlinanovita.blogspot.com/2011/10/teori-telelogi-egoisme-etis.html
https://zonegirl.wordpress.com/2011/10/16/contoh-teori-etika/
http://ototbisep.blogspot.com/2011/10/teori-etika-bisnis.html
http://anna-w--fpsi09.web.unair.ac.id/artikel_detail-59565-Psikologi%20-Egoisme
%20Etis.html

Anda mungkin juga menyukai