Anda di halaman 1dari 23

BAB I

DATA KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Tanggal masuk
Pukul
Rekam medis
Nama
Usia
Pendidikan
Pekerjaan
Agama
Kebangsaan
Alamat

: 18 November 2014
: 22.30 WIB
: 250297
: Ny. S
: 27 tahun
: SMA
: Ibu Rumah Tangga
: Islam
: Indonesia - Jawa
: 15 A, Iring Mulyo, Metro Timur

B. ANAMNESIS
Diambil dari
Tanggal
1. Keluhan
a. Utama
b. Tambahan

: Autoanamnesis
: 19 November 2014 ; Pukul : 10.00 WIB
: Hamil dengan perdarahan pervaginam
:-

2. Riwayat perjalanan penyakit


1 jam SMRS, pasien mengaku keluar darah dari kemaluan, warna darah
merah segar, banyaknya 1 kali ganti celana dalam, R/ perut mules yang
menjalar ke pinggang (-), R/ keluar darah lendir (-), R/ trauma (-), R/ riwayat
post coital (-), R/ minum obat atau jamu (-).Pasien mengaku hamil kurang
bulan, gerakan anak masih dirasakan. 3 minggu yang lalu pasien mengaku
pernah dirawat dengan keluhan yang sama dan dikatakan oleh dokter
plasenta previa.
3. Riwayat Haid
Haid pertama usia
Siklus
Lamanya
Banyaknya
HPHT
Taksiran persalinan

: 13 tahun
: 28 hari
: 7 hari
: 2 kali ganti pembalut
: 14 April 2014
: 21 Januari 2015

4. Riwayat Perkawinan
Perkawinan ke
:1
Usia menikah
: 24 tahun
Usia pernikahan
: 3 tahun
5. Riwayat Obstetrik

No

Tgl/Bln/Thn

Jenis

Berat

Usia

Jenis

persalinan
Keguguran
20-04-2013
Hamil ini

Kelamin
Laki-laki

Badan
3000 g

Kehamilan
39 minggu

Persalinan
Pervaginam

1
2
3

6. Riwayat Penyakit
a. Penyakit dahulu
b. Penyakit dalam keluarga

Penolong

Ket

Bidan

Sehat

: (-)
: (-)

7. Riwayat Operasi
Tidak ada riwayat operasi sebelumnya
8. Riwayat Antenatal
a. Selama hamil diperiksa oleh
b. Keluhan dan kelainan

: Bidan
: Perdarahan pervaginam

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Present
Keadaan umum
Kesadaran

: Tampak sakit sedang


: Compos Mentis

Tekanan darah

: 100/70 mmHg

Nadi

: 80 x/menit, irama reguler, isi cukup, tegangan kuat.

Suhu

: 36,8oC

Pernapasan

: 16 x/menit

Keadaan gizi

: Baik

Tinggi badan

: 155 cm

Berat badan sekarang : 50 Kg


Keadaan gizi

: Gizi baik

2. Status Generalis
Kulit

: Sawo matang, Chloasma gravidarum(-),linea nigra(+)

Kepala

: Normochepal

Muka

: Mimik baik, pucat (-)

Mata
Telinga

: konjungtiva anemis (-), Sklera ikterik (-)


: Auricula dextra dan sinistra simetris

Hidung

: Deviasi septum (-), Chonca hiperemis (-)

Mulut/Gigi

: Stomatitis (-), anemis (-), caries (-)

Leher

: JVP normal (5+1 cmHg), massa (-), struma (-)

Dada

Payudara : Bentuk bulat menggantung, aerola


hiperpigmentasi, puting susu menonjol, striae (-)

Paru

: Vesikuler +/+, Wheezing -/-, Rhonki -/-

Jantung

: Bunyi jantung I/II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

: Bising usus (+), cembung, tidak ada cairan bebas

Hepar

: Sulit dinilai

Limfa

: Sulit dinilai

Ginjal

: Tidak ada nyeri ketok ginjal

Kandung kemih

: Nyeri tekan suprapubik (-), nyeri berkemih (-)

Ekstremitas

: Edema pretibia -/-, varises tidak ada

Sensitabilitas

: Dalam batas normal

3. Pemeriksaan Obstetri
Pemeriksaan Luar
Inspeksi

: Simetris, cembung, striae (-), chloasma gravidarum (-)

Palpasi
Leopold I : TFU 4 jari di bawah procesus xipoidheus (26 cm), pada
fundus ibu teraba bagian besar bulat tidak melenting, Kesan bokong.
Leopold II : Letak memanjang, pada perut bagian sinistra teraba keras
memanjang diperkirakan punggung janin dan disebelah dekstra perut ibu
teraba bagian kecil kecil janin yang diperkirakan tangan dan kaki janin.
Leopold III : Pada perut bagian terbawah terasa bundar, melenting, keras
dan masih dapat digoyangkan, diperkirakan kepala janin belum masuk
PAP
Leopold IV: Kedua tangan Konvergen
His

: (-)

Auskultasi

: DJJ 155 x/menit

Pemeriksaan Dalam

Vaginal toucher
Tidak dilakukan
Pemeriksaan panggul
Tidak dilakukan
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
a. Darah rutin

Hemoglobin
: 9,7 g/dl

Hematokrit
: 29,5 %

Leukosit
: 10,6 x 103/mm3

Hitung jenis
Basophil
: 18,9 %
Granulosit
: 75,7 %
Monosit
: 5,4 %

Trombosit
: 285 x 103/mm3

MCV
: 87 m3

MCH
: 28,8 pg

MCHC
: 33,0 g/dl

MPV
: 7,6 m3
E. RESUME
Ny.S, 27 tahun datang ke RS dengan keluhan keluar darah dari kemaluan 1
jam SMRS. Warna darah merah segar, banyaknya 1 kali ganti celana dalam.
R/ perut mules yang menjalar ke pinggang (-), R/ keluar darah lendir (-), R/
trauma (-), R/ riwayat post coital (-), R/ minum obat atau jamu (-).Pasien
mengaku hamil kurang bulan, gerakan anak masih dirasakan. 3 minggu yang
lalu pasien mengaku pernah dirawat dengan keluhan yang sama dan dikatakan
oleh dokter plasenta previa. Dari hasil pemeriksaan TFU 26 cm, dengan letak
memanjang, punggung kiri, presentasi kepala, DJJ 155 x/menit.
F. DIAGNOSIS
Ny. S G3P1A1 Usia 27 tahun, hamil 32-33 minggu janin tunggal hidup,
intrauterine, memanjang, punggung kiri, presentasi kepala, belum inpartu
dengan hemoragic antepartum e.c plasenta previa totalis.
G. PENATALAKSANAAN
1. Informed consent
2. Observasi Tanda vital ibu, denyut jantung janin
3. IVFD RL gtt xx/ menit
4. Ampicillin 1 g Vial ( 2 x 1 g IV)

5.
6.
7.
8.

Ranitidine 50 mg amp ( 2 x 1 amp IV)


Asam Mefenamat 500 mg tab (3 x 1 pc)
Fe (1 x 1 tab)
Nifedipin 10 mg tab (3 x 1)

H. PROGNOSIS
Ibu
: Dubia ad bonam
Anak
: Dubia ad bonam

I.

FOLLOW UP
Hari/ Tanggal/Waktu
Follow Up
Selasa, 18 November D/ Ny. S G3P1A1 Usia 27 tahun, hamil 32-33 minggu
2014 ; Pukul 23.00 janin
WIB
TD: 100/70 mmHg
N : 80 x/menit
T : 36,80C
RR : 16 x/menit
DJJ : 155 x /menit
Perdarahan pervaginam
(+) tidak aktif.

Rabu,

tunggal

hidup,

intrauterine,

memanjang,

punggung kiri, presentasi kepala, belum inpartu


dengan hemoragic antepartum e.c plasenta previa
totalis.
Th/ Observasi Tanda vital ibu, denyut jantung janin,
perdarahan
1. IVFD RL gtt xx/ menit
2. Ampicillin 1 g Vial ( 2 x 1 g IV)
3. Ranitidine 50 mg amp ( 2 x 1 amp IV)
4. Fe (1 x 1 tab)

19 November D/ Ny. S G3P1A1 Usia 27 tahun, hamil 32-33 minggu

2014 ; Pukul 09.00 janin


WIB
TD: 90/80 mmHg
N : 80 x/menit
T : 36,70C
RR : 16 x/menit
DJJ : 138 x /menit
Perdarahan pervaginam
(+) tidak aktif.

tunggal

hidup,

intrauterine,

memanjang,

punggung kiri, presentasi kepala, belum inpartu


dengan hemoragic antepartum e.c plasenta previa
totalis.
Th/ Observasi Tanda vital ibu, denyut jantung janin,
perdarahan
1. IVFD RL gtt xx/ menit
2. Ampicillin 1 g Vial ( 2 x 1 g IV)
3. Ranitidine 50 mg amp ( 2 x 1 amp IV)
4. Fe (1 x 1 tab)
5. Asam Mefenamat 500 mg tab (3 x 1 pc)
6. Nifedipin 10 mg tab (3 x 1)

Kamis, 20 November D/ Ny. S G3P1A1 Usia 27 tahun, hamil 32-33 minggu


2014 ; Pukul 08.00 janin
WIB
TD: 100/60 mmHg
N : 80 x/menit
T : 36,00C
RR : 16 x/menit
DJJ : 138 x /menit
Perdarahan pervaginam
(-)

tunggal

hidup,

intrauterine,

memanjang,

punggung kiri, presentasi kepala, belum inpartu


dengan hemoragic antepartum e.c plasenta previa
totalis.
Th/ 1. Ranitidine 150 mg tab ( 2 x 1 )
2. Fe (2 x 1 tab)
3. Asam Mefenamat 500 mg tab (3 x 1 pc)
4. Nifedipin 10 mg tab (3 x 1)
5. Utrogestan 2x1
Pasien dipulangkan dengan edukasi
Kontrol Poli
Bed Rest dengan baik di rumah

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Perdarahan Antepartum
Perdarahan antepartum ialah perdarahan pada triwulan terakhir dari
kehamilan. Penyebab utama perdarahan pada riwulan terakhir ialah : plasenta previa
dan solutio plasenta. Kita harus ingat juga bahwa perdarahan dalam kehamilan selain

oleh sebab-sebab tersebut diatas juga dapat ditimbulkan oleh luka pada jalan lahir
seperti karena terjatuh, coitus atau varices yang pecah dan oleh kelainan serviks
seperti carsinoma, erosio atau polip.1
Perdarahan antepartum adalah perdarahan jalan lahir setelah kehamilan 28
minggu.2,3 Karena perdarahan antepartum terjadi pada kehamilan di atas 28 minggu
maka sering disebut atau digolongkan perdarahan pada trimester ketiga .4 Walaupun
perdarahannya sering dikatakan terjadi pada trimester ketiga, akan tetapi tidak jarang
juga terjadi sebelum kehamilan 28 minggu karena sejak itu segmen bawah uterus
telah terbentuk dan mulai melebar serta menipis. Dengan bertambah tuanya
kehamilan, segmen bawah uterus akan lebih melebar lagi, dan serviks mulai
membuka. Apabila plasenta tumbuh pada segmen bawah uterus, pelebaran segmen
bawah uterus dan pembukaan serviks tidak dapat diikuti oleh plasenta yang melekat
di situ tanpa terlepasnya sebagian plasenta dari dinding uterus. Pada saat itu mulailah
terjadi perdarahan.2

Perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber

pada kelainan plasenta. Hal ini disebabkan perdarahan yang bersumber pada kelainan
plasenta biasanya lebih banyak, sehingga dapat mengganggu sirkulasi O2 dan CO2
serta nutrisi dari ibu kepada janin. Sedangkan perdarahan yang tidak bersumber pada
kelainan plasenta seperti kelainan serviks biasanya relatif tidak berbahaya. Oleh
karena itu, pada setiap perdarahan antepartum pertama-tama harus selalu dipikirkan
bahwa hal itu bersumber pada kelainan plasenta.2,5

Perdarahan antepartum dapat berasal dari :4

Kelainan plasenta, yaitu plasenta previa, solutio plasenta (abruption


plasenta), atau perdarahan antepartum yang belum jelas sumbernya,
seperti insersio velamentosa, rupture sinus marginalis dan plasenta
sirkumvalata.

Bukan dari kelainan plasenta, biasanya tidak begitu berbahaya,


misalnya kelainan serviks dan vagina (erosio porsionis uteri, polip
servisis uteri, varices vulva, ca porsionis uteri) dan trauma.

B. Frekuensi
Frekuensi perdarahan antepartum kira-kira 3 % dari seluruh persalinan. Di RS
Tjipto

Mangunkusumo

(1971-1975) dilaporkan 14,3% dari seluruh

persalinan.2
C. Gambaran klinik
Pada umumnya penderita mengalami perdarahan pada triwulan ketiga, atau
setelah kehamilan 28 minggu. Perdarahan antepartum tanpa rasa nyeri
merupakan tanda khas plasenta previa, apalagi kalau disertai tanda-tanda
lainnya, seperti bagian terbawah janin belum masuk ke dalam pintu atas
panggul, atau kelainan letak janin. Karena Tanda pertama adalah perdarahan
sehingga pada umumnya penderita segera datang untuk meminta pertolongan.
Lain halnya dengan solutio plasenta. Kejadiannya tidak segera ditandai oleh
perdarahan pervaginam, sehingga mereka tidak segera datang untuk
mendapatkan pertolongan. Gejala pertamanya ialah

rasa nyeri pada

kandungan yang makin lama makin hebat, dan berlangsung terus menerus.
Nyeri ini sering diabaikan, disangka sebagai tanda permulaan persalinan
biasa. Baru setelah penderita pingsan karena perdarahan retroplasenta yang
banyak, atau setelah tampak ada perdarahan pervaginam, mereka datang
untuk mendapatkan pertolongan. Pada keadaan demikian biasanya janin telah
meninggal dalam kandungan.2

D. Pengawasan antenatal
Pengawasan antenatal dapat dipakai sebagai cara untuk mengetahui atau
menanggulangi perdarahan antepartum, yaitu :2
1.

Penentuan golongan darah ibu dan golongan darah calon donornya

2.

Pengobatan anemia dalam kehamilan

3.

Seleksi ibu untuk bersalin dirumah sakit

4.

Memperhatikan kemungkinan adanya plasenta praevia

5. Mencegah serta mengobati penyakit hipertensi menahun dan preeklampsia.

Para ibu hamil yang patut dicurigai akan mengalami perdarahan antepartum
ialah :2
1.

Para ibu yang umurnya telah lebih dari 35 tahun

2.

Paritasnya 5 atau lebih

3.

Bagian terbawah janin selalu terapung di atas pintu atas panggul, atau

E. Penanganan
Langkah pertama menghadapi setiap pasien dengan perdarahan
banyak adalah segera memberikan infus larutan Ringer Laktat atau larutan
garam fisiologik dan kecepatannya disesuaikan kasus dengan kebutuhan
setiap kasus, serta memeriksa Hb dan golongan darah. Langkah berikutnya
adalah penyediaan darah segar berapapun kadar Hb nya mengingat
perdarahan ulang tau tersembunyi sewaktu-waktu bisa mengancam. Tranfusi
darah diberikan bila kadar hb <10gram% karena pada perdarahan yang
banyak kadar Hb baru nyata berkurang setelah beberapa jam kemudian. Perlu
dipantau waktu ke waktu, tanda-tanda vital ibu hamil dan pemantauan
kesejahteraan janin. Kesempatan yang ada harus dipergunakan untuk
konfirmasi diagnosis bila perlu dengan menggunakan peralatan yang ada
seperti, USG dan konsultasi dengan pihak terkait dan yang berkompeten.
Semua personil dan fasilitas disiagakan jika tindakan operasi pada ibu dan
resusitasi janin sewaktu-waktu diperlukan. Pemeriksaan darah lengkap
termasuk pemeriksaan gangguan mekanisme pembekuan darah perlu
dilakukan terutama pada kasus yang ditengarai menderita solusioplasenta,
dan juga pada ruptur uteri. Komunikasi yang baik dan penuh empati antar
sesama petugas kesehatan dengan pihak keluarga pasien sangat membantu
dalam penanggulangan pasien yang memuaskan semua pihak dan dalam
mempersiapkan rekam medik dan mendapatkan informed consent.2
Perempuan hamil normal mempunyai toleransi terhadap perdarahan 500-1000
ml pada waktu persalinan tanpa bahaya oleh karena adaptasi fisiologik
kardiovaskular dan hematologik selama kehamilan jika perdarahan terus
berlanjut akan timbul fase-fase syok sebagai berikut:2

Fase kompensasi

o Rangsangan/reflek

simpatis:

respon

pertama

terhadap

kehilangan darah adalah vasokontriksi pembuluh darah perifer

untuk mempertahankan pasokan darah ke organ vital.


o Gejala klinik : pucat, takikardi, takipnea
Fase dekompensasi
o Perdarahan lebih dari 1000 ml pada pasien normal atau kurang
karena faktor-faktor yang ada.
o Gejala klinik : sesuai gejala syok diatas
o Terapi yang adekuat pada fase ini adalah memperbaiki

keadaan dengan cepat tanpa meninggalkan efek samping.


Fase kerusakan jaringan dan bahaya kematian
Penanganan perdarahan yang tidak adekuat menyebabkan hipoksia
jaringan yang lama dan kematian jaringan dengan akibat sebagai
berikut :2
o Asidosis metabolik : disem=babkan metabolisme anaerob yang
terjadi karena kekurangan oksigen.
o Dilatasi arteriol : akibat penumpukan hasil metabolisme
selanjutnya menyebabkan penumpukan dan stagnasi darah
dikapiler dan keluarnya cairan kedalam jarinan ekstravaskuler.
o Koagulasi intravaskular yang luas (DIC) disebabkan lepasnya
tromboplastin dari jaringan yang rusak.

o Kegagalan jantung akibat berkurangnya aliran darah koroner.


o Dalam fase ini kematian mengancam. Tranfusi darah saja tidak
adekuat lagi dan jika penyembuhan (recovery) dari fase akut
terjadi, sisa-sisa penyembuhan akibat nekrosis ginjal dan/atau
hipofise akan timbul.
F. Penanganan Syok
Jika terjasi syok tindakan yang harus segera dilakukan antara lain:2
1.
2.
3.
4.

Cari dan hentikan penyebab perdarahan.


Bersihkan saluran napas dan beri oksigen atau pasang selang endotrakeal.
Naikkan kaki keatas untuk meningkatkan aliran darah kesirkulasi sentral
Pasang 2 set infus atau lebih untuk tranfusi, cairan infus dan obat-obatan I.V
bagi pasien yang syok. Jika sulit mencari vena lakukan/pasang kanul
intrafemoral.

5. Kembalikan volume darah dengan:


a. Larutan kristaloid : Ringer laktat, larutan garam fisiologis, glukosa
5%. Pemberian berlebihan menyebabkan edema paru.
b. Larutan koloid : dextran 40 atau 70, HES, fraksi protein plasma atau
plasma segar
c. Darah segar (whole blood) dengan cross matched dari grup yang
sama.
6. Terapi obat-obatan
a. Analgesik : jika ada rasa sakit, kerusakan jaringan atau gelisah.
Morfin 10-15 mg i.v
b. Kortikosteroid : dapat

menurunkan

resistensi

perifer

dan

meningkatkan kerja jantung dan meningkatkan perfusi jaringan.


Hidrokortison 1 g, atau dexamethason 20 mg i.v pelan-pelan
c. Sodium bikarbonat : jika terdapat asidosis. 100 mEq i.v
d. Vasopressor : untuk meningkatkan tekanan darah

dan

mempertahankan perfusi renal. Dopamin : 2,5 mg/kg/min i.v

7. Monitoring
a. Central Venous Pressure ; normal : 10-12 cm air
b. Nadi
c. Tekanan darah
d. produksi urin
e. tekanan kapilar paru: normal 6-18 Torr
f. perbaikan klinik : pucat, sianosis. Sesak, keringat dingin dan
kesadaran.

G.

Etiologi
Perdarahan antepartum yang bersumber pada kelainan plasenta yang secara

klinis biasanya tidak terlalu sukar untuk menentukannya adalah plasenta previa dan
solusio plasenta. Oleh karena itu, klasifikasi klinis perdarahan antepartum dibagi
menjadi plasenta previa, solusio plasenta, dan rupture uteri :2
1.

Plasenta Previa
Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat
abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau
seluruh pembukaan jalan lahir (ostium uteri internum).2,4,6

A. Klasifikasi
Klasifikasi plasenta previa dibuat atas dasar hubungannya dengan ostium
uteri internum pada waktu diadakan pemeriksaan. Dalam hal ini dikenal
empat macam plasenta previa, yaitu :2
a.

b.

c.

d.

Plasenta previa totalis, apabila seluruh pembukaan jalan lahir (ostium


uteri internum) tertutup oleh plasenta.
Plasenta previa lateralis, apabila hanya sebagian dari jalan lahir
(ostium uteri internum) tertutup oleh plasenta.
Plasenta previa marginalis, apabila tepi plasenta berada tepat pada
pinggir pembukaan jalan lahir (ostium uteri internal).
Plasenta letak rendah, apabila plasenta mengadakan implantasi pada
segmen bawah uterus, akan tetapi belum sampai menutupi pembukaan
jalan lahir. Pinggir plasenta berada kira-kira 3 atau 4 cm di atas
pinggir pembukaan sehingga tidak akan teraba pada pembukaan jalan
lahir.1,7

Gambar 1. Klasifikasi Plasenta pervia


Penentuan macamnya plasenta previa tergantung pada besarnya pembukaan
jalan lahir. Misalnya plasenta previa marginalis pada pembukaan 2 cm dapat
menjadi plasenta previa lateralis pada pembukaan 5 cm. Begitu juga plasenta
previa totalis pada pembukaan 3 cm dapat menjadi lateralis pada pembukaan
6 cm. Maka penentuan macamnya plasenta previa harus disertai dengan
keterangan mengenai besarnya pembukaan, misalnya plasenta previa lateralis
pada pembukaan 5 cm.6
B. Etiologi

Penyebab blastokista berimplantasi pada segmen bawah rahim belumlah


diketahui dengan pasti. Mungkin secara kebetulan saja blastokista menimpa
desidua di daerah segmen bawah rahim tanpa latar belakang lain yang
mungkin. Teori lain mengemukakan sebagai salah satu penyebabnya adalah
vaskularisasi desidua yang tidak memadai, mungkin sebagai akibat dari
proses radang atau atrofi. Paritas tinggi, usia lanjut, cacat rahim misalnya
bekas bedah sesar, kerokan, miomektomi, dan sebagainya berperan dalam
proses peradangan dan kejadian atrofi di endometrium yang semuanya dapat
dipandang sebagai faktor risiko bagi terjadinya plasenta previa. Cacat bekas
bedah sesar berperan menaikkan insiden dua sampai tiga kali. Pada
perempuan perokok dijumpai insidensi plasenta previa lebih tinggi 2 kali
lipat. Hipoksemia akibat karbon monoksida hasil pembakaran rokok
menyebabkan plasenta menjadi hipertrofi sebagai upaya kompensasi.
Plasenta yang terlalu besar seperti pada kehamilan ganda dan eristoblasis
fetalis bisa menyebabkan pertumbuhan plasenta melebar ke segmen bawah
rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh
ostium uteri internum.2
C. Faktor risiko plasenta previa
Plasenta previa merupakan salah satu penyebab serius perdarahan pada
periode trimester ketiga. Hal ini biasanya terjadi pada wanita dengan kondisi
berikut:2
a) Multiparitas.
b) Usia ibu lebih dari 35 tahun.
c) Riwayat plasenta previa pada kehamilan sebelumnya.
d) Riwayat pembedahan rahim, termasuk seksio sesaria (risiko meningkat
seiring peningkatan jumlah seksio sesaria).
e) Kehamilan kembar (ukuran plasenta lebih besar).
f) Perokok (kemungkinan plasenta berukuran lebih besar).
D. Tanda dan gejala

Gejala perdarahan awal plasenta previa, pada umumnya hanya berupa


perdarahan bercak atau ringan dan pada umumnya berhenti secara spontan.
Gejala tersebut, kadang-kadang terjadi pada waktu bangun tidur. Tidak
jarang, perdarahan pervaginam baru terjadi pada saat inpartu. Jumlah
perdarahan yang terjadi, sangat tergantung dari jenis plasenta previa.8
Perdarahan tanpa rasa sakit, saat plasenta menjauh dari jangkauan bagian
bawah rahim terkadang sebelum minggu ke 28 namun paling sering antara
minggu ke 34 dan 38, merupakan tanda yang paling sering ditemui pada
plasenta previa, dengan perkiraan 7% sampai 30% wanita dengan posisi
plasenta letak rendah sama sekali tidak mengalami perdarahan sebelum
melahirkan. Perdarahan biasanya berwarna merah cerah, tidak ada rasa sakit
atau perih pada daerah abdominal dan muncul tiba-tiba, tapi juga dipicu oleh
batuk, rasa tegang, atau hubungan seksual. Perdarahan bisa terasa ringan atau
berat, dan terkadang datang dan pergi. Pada wanita yang tidak memiliki
gejala, kondisi dapat ditemukan melalui pemeriksaan rutin ultrasound atau
tidak terdeteksi sampai menjelang persalinan. Jika terjadi perdarahan dan
diduga adanya plasenta previa, diagnosa biasanya dilakukan melalui
ultasound.5
E. Diagnosis
Pada setiap perdarahan antepartum, pertama kali harus dicurigai bahwa
penyebabnya ialah plasenta previa sampai kemudian ternyata dugaan itu
salah. Diagnosis plasenta previa ditegakkan berdasarkankan pada gejala
klinik, pemeriksaan khusus, dan pemeriksaan penunjang.2
a) Anamnesa plasenta previa
(1)
(2)

(3)

Terjadi perdarahan pada kahamilan sekitar 28 minggu.


Sifat perdarahan:
(a) Tanpa rasa sakit terjadi secara tiba-tiba.
(b) Tanpa sebab yang jelas.
(c) Dapat berulang.
Perdarahan menimbulkan penyulit pada ibu maupun janin dalam
rahim.

b) Pada inspeksi dijumpai:


1. Perdarahan pervaginam encer sampai bergumpal.
2. Pada perdarahan banyak ibu tampak anemis.

3. Pemeriksaan fisik ibu


a. Dijumpai keadaan bervariasi dari keadaan normal sampai syok.
b. Kesadaran penderita bervariasi dari kesadaran baik sampai koma.
4. Pada pemeriksaan dapat dijumpai:
(a) Tekanan darah, nadi, dan pernapasan dalam batas normal.
(b) Tekanan darah turun, nadi dan pernapasan meningkat.
(c) Daerah ujung (akral) menjadi dingin.
(d) Tampak anemis.
c) Pemeriksaan khusus kebidanan
(1) Pemeriksaan palpasi abdomen
(a) Janin belum cukup bulan, tinggi fundus uteri sesuai dengan umur
hamil.
(b) Karena plasenta di segmen bawah rahim, maka dapat dijumpai
kelainan letak janin dalam rahim dan bagian terendah masih tinggi.
(2) Pemeriksaan denyut jantung janin
Bervariasi dari normal sampai asfiksia dan kematian dalam rahim.
(3) Pemeriksaan dalam
Pemeriksaan dalam dilakukan diatas meja operasi dan siap untuk
segera mengambil tindakan. Tujuan pemeriksaan dalam untuk:
(a) Menegakkan diagnosis.
(b) Mempersiapkan tindakan untuk melakukan operasi persalinan atau
hanya memecahkan ketuban.
(4) Pemeriksaan penunjang
(a) Pemeriksaan ultasonografi.
(b) Mengurangi pemeriksaan dalam.
(c) Menegakkan diagnosis.
F.

Penanganan
a. Terapi Ekspektatif

Tujuan supaya janin tidak terlahir prematur dan upaya diagnosis dilakukan secara
non invasi.2,4,8,9
1. Syarat terapi ekspektatif :

Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti

Belum ada tanda inpartu

Keadaan umum ibu cukup baik (kadar Hb dan tanda-tanda vital dalam
batas normal)

Janin masih hidup

2. Rawat inap, tirah baring, observasi tanda vital, dan berikan antibiotik
profilaksis.
3. Apabila berhubungan dengan trauma, monitoring sekurang-kurangnya 12-24
jam untuk menyingkirkan kemungkinan solutio plasenta.
4. Pemeriksaan USG untuk menentukan implantasi

plasenta,

kehamilan,letak, dan presentasi janin.


5. Perbaiki anemia dengan pemberian Sulfas ferosus atau Ferous
peroral 60 mg selama 1 bulan.
6. Pastikan sarana untuk melakukan tranfusi
7. Jika perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 minggu

usia

fumarat

masih

lama, pasien dapat dirawat jalan (kecuali rumah pasien di luar kota atau
diperlukan waktu > 2 jam untuk mencapai rumah sakit) dengan pesan segera
kembali ke rumah sakit jika terjadi perdarahan.
8. Jika perdarahan berulang pertimbangkan manfaat dan resiko ibu dan janin
untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.
b. Terapi Aktif (tindakan segera)
Rencanakan terminasi kehamilan jika:

Janin matur

Janin mati atau menderita anomaly atau keadaan yang mengurangi


kelangsungan hidupnya (misalnya anensefali)

Wanita hamil diatas 22 minggu dengan perdarahan pervaginam yang aktif


dan banyak, harus segera ditatalaksanakan secara aktif tanpa memandang
maturitas janin.

Untuk pasien dengan perdarahan aktif dan gangguan hemodinamik, tindakan segera
yang harus dilakukan adalah terminasi kehamilan dan penggantian cairan tubuh.
Selama persiapan proses terminasi kehamilan, dilakukan:

Resusitasi cairan dengan saline atau ringer laktat, 2 jalur, jarum besar
(16G, 18G)

Persiapkan 4 kantung darah yang sesuai golongan darah pasien

Observasi keadaan janin

Berikan O2 murni untuk semua pasien dengan hipotensi (konsumsi O2


pada kehamilan meningkat hingga 20% dan janin sangat rentan terhadap
hipoksia)

Cara menyelesaikan persalinan dengan plasenta previa


Faktor-faktor yang menentukan sikap atau tindakan persalinan mana yang akan
dipilih adalah :

Jenis plasenta previa

Perdarahan: banyak, atau sedikit tapi berulang-ulang

Keadaan umum ibu hamil

Keadaan janin: hidup, gawat janin, atau meninggal

Pembukaan jalan lahir

Paritas atau jumlah anak hidup

Fasilitas penolong dan rumah sakit.

Setelah memperhatikan faktor-faktor diatas, ada 2 pilihan persalinan, yaitu:


Persalinan pervaginam; bertujuan agar bagian terbawah janin menekan
plasenta dan bagian plasenta yang berdarah selama persalinan berlangsung,
sehingga perdarahan berhenti. Cara yang terpilih adalah pemecahan selaput
ketuban (Amniotomi). Indikasi amniotomi pada plasenta previa:

Plasenta previa lateralis atau marginalis atau letak rendah, bila telah ada
pembukaan

Pada primigravida dengan plasenta previa lateralis atau marginalis dengan


pembukaan 4 cm atau lebih

Plasenta previa lateralis/marginalis dengan janin yang telah meninggal.

Apabila amniotomi tidak berhasil, maka terdapat 2 cara lain yang lebih keras
menekan plasenta dan mungkin pula lebih cepat menyelesaikan persalinan, yaitu
pemasangan cunam Willet, dan versi Braxton-Hicks.
Kedua cara tersebut telah ditinggalkan dalam dunia kebidanan muktahir
karena seksio caesaria jauh lebih aman. Kedua cara tersebut cenderung dilakukan

pada janin yang telah meninggal atau yang prognosis untuk hidup di luar uterus tidak
baik. Cara ini, apabila akan dilakukan, lebih tepat dilakukan pada multipara karena
persalinannya dijamin lebih lancar; dengan demikian tekanan pada plasenta
berlangsung tidak terlampau lama.
Seksio sesaria; bertujuan untuk secepatnya mengangkat sumber perdarahan,
dengan demikian memberikan kesempatan kepada uterus untuk berkontraksi
menghentikan perdarahnnya, dan untuk menghindarkan perlukaan serviks
dan segmen bawah uterus yang rapuh apabila dilangsungkan persalinan
pervaginam.
Indikasi seksio caesaria pada plasenta previa:

Semua plasenta previa totalis, janin hidup atau meninggal; semua plasenta
previa partialis, plasenta previa marginalis posterior, karena perdarahan
yang sulit dikontrol dengan cara-cara yang ada.

Semua plasenta previa dengan perdarahan yang banyak dan tidak berhenti
dengan tindakan-tindakan yang ada

G.

Plasenta previa dengan panggul sempit, letak lintang.


Komplikasi 2,10

Pada Ibu

Perdarahan hingga syok akibat perdarahan


Anemia karena perdarahan
Plesentitis
Endometritis pasca persalinan
Robekan-robekan jalan lahir akibat tindakan
Plasenta melekat, sehingga harus dikeluarkan manual dan kalau
perlu dibersihkan dengan kuretase.
Pada Janin
:

H.

Persalinan prematur atau lahir mati


Prolaps tali pusat
Asfiksia berat

Prognosis
Karena dahulu penanganan relatif bersifat konservatif, maka mortalitas dan

morbiditas ibu dan bayi tinggi, mortalitas ibu mencapai 8-10% dan mortalitas janin

50-80%. Sekarang penanganan relatif bersifat operatif dini, maka angka kematian
dan kesakitan ibu dan perinatal jauh menurun. Kematian maternal menjadi 0,1-5%
terutama disebabkan perdarahan, infeksi, emboli udara, dan trauma karena tindakan.
Kematian perinatal juga turun menjadi 7-25%, terutama disebabkan oleh
prematuritas, asfiksia, prolaps funikuli, dan persalinan buatan (tindakan).4
BAB III
ANALISA KASUS
I.

II.

Permasalahan
1. Apakah diagnosis kasus ini sudah tepat ?
2. Apakah penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat ?
Analisa kasus
1. Apakah diagnosis kasus ini sudah tepat ?
Sudah tepat, berdasarkan hasil anamnesa, os mengatakan dirinya hamil
dengan HPHT 14-04-2014 sehingga usia kehamilan saat ini dapat dihitung
yakni 32 minggu atau masih dikatakan kehamilan kurang bulan (preterm).
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan bahwa janin posisi memanjang serta
bagian terbawah adalah kepala. Ibu masih merasakan adanya gerakan janin.
Saat datang ke rumah sakit os mengeluhkan adanya perdarahan pervaginam
yang dialami 1 jam SMRS. Perdarahan yang terjadi pada triwulan terakhir
dari kehamilan disebut perdarahan antepartum atau hemorragic antepartum
(HAP).6
Pada setiap perdarahan antepartum, pertama kali harus dicurigai bahwa
penyebabnya ialah plasenta previa sampai kemudian ternyata dugaan itu
salah. Diagnosis plasenta previa ditegakkan berdasarkankan pada gejala
klinik, pemeriksaan khusus, dan pemeriksaan penunjang.2
Anamnesa plasenta previa :
(1) Terjadi perdarahan pada kahamilan sekitar 28 minggu.
Pada kasus ini pasien mulai terjadi perdarahan pada usia kehamilan 29
minggu atau 3 minggu sebelumnya. Saat ini perdarahan sudah terjadi
yang kedua kalinya.
(2) Sifat perdarahan:
(a) Tanpa rasa sakit terjadi secara tiba-tiba.

Pasien tidak mengeluhkan adanya rasa sakit pada saat terjadinya


perdarahan.
(b) Tanpa sebab yang jelas.
Perdarahan yang muncul memang tanpa sebab yang jelas,
dikarenakan pasien tidak merasakan apa-apa dan hal tersebut
diketahui ketika pasien bangun tidur.6
(c) Dapat berulang.
Pada kasus ini merupakan perdarahan yang kedua kalinya, dimana 3
minggu yang lalu pasien juga mengalami hal yang sama.
Pada kasus ini, selain plasenta previa juga dapat di diagnosis banding dengan
solutio plasenta. Namun terdapat beberapa pertimbangan diantaranya.6
Solutio plasenta
Perdarahan dengan nyeri
Perdarahan segera disusul partus

Plasenta Previa
Perdarahan tanpa nyeri
Perdarahan berulang-ulang sebelum

Perdarahan keluar hanya sedikit


Palpasi sukar
Bunyi jantung anak biasanya tidak

partus
Perdarahan keluar banyak
Bagian depan tinggi
Biasanya ada

ada
Pada toucher biasanya tidak teraba

Teraba jaringan plasenta

plasenta tetapi ketuban yang terus


menerus tegang
Ada impressi pada jaringan plasenta

Robekan selaput maginal

karena hematom
2.

Apakah penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat ?


Penatalaksanaan plasenta previa dibagi dalam 2 golongan yaitu terapi aktif
dan ekspektatif.
Terapi aktif yakni kehamilan segera diakhiri sebelum terjadi perdarahan yang
membawa kematian.6
Syarat dilakukannya terapi aktif :

Janin matur

Janin mati atau menderita anomaly atau keadaan yang mengurangi


kelangsungan hidupnya (misalnya anensefali)

Wanita hamil diatas 22 minggu dengan perdarahan pervaginam yang aktif


dan banyak, harus segera ditatalaksanakan secara aktif tanpa memandang
maturitas janin.

Sedangkan terapi ekpektatif dilakukan tujuan supaya janin tidak terlahir


prematur dan upaya diagnosis dilakukan secara non invasi.2,4,8,9
Syarat terapi ekspektatif :

Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti

Belum ada tanda inpartu

Keadaan umum ibu cukup baik (kadar Hb dan tanda-tanda vital dalam
batas normal)

Janin masih hidup

Pada kasus ini dipilih terapi ekpektatif dengan mempertimbangkan usia


kehamilan preterm (32 minggu), perdarahan yang sedikit, belum ada tandatanda inpartu , keadaan umum ibu baik, dan janin masih hidup.
Jadi, pada dalam kasus ini, pasien ditatalaksana sebagai berikut.2,4,8,9
1. Rawat inap, tirah baring, observasi tanda vital, dan diberikan antibiotik
profilaksis.
Pasien rawat selama 3 hari dengan observasi tanda vital dan
diberikan antibiotik ampicillin 2 x 1 g Intravena.
2. Pemeriksaan USG untuk menentukan implantasi

plasenta,

usia

kehamilan,letak, dan presentasi janin.


Pada kasus ini, implantasi plasenta pada ostium uteri internum dan
seluruh bagiannya tertutup oleh plasenta (plaseta previa totalis), usia
kehamilan 32 minggu, letak memanjang, presentasi kepala.
3. Perbaiki anemia dengan pemberian Sulfas ferosus atau Ferous

fumarat

peroral 60 mg selama 1 bulan.


Pasien diberikan tablet Fe 1 x1 tablet (1-0-0)
4. Pastikan sarana untuk melakukan tranfusi
Tidak dilakukan transfusi pada pasien ini dikarenakan Hb 9,7 g/dL.
5. Jika perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 minggu masih lama,
pasien dapat dirawat jalan (kecuali rumah pasien di luar kota atau diperlukan
waktu > 2 jam untuk mencapai rumah sakit) dengan pesan segera kembali ke
rumah sakit jika terjadi perdarahan.

Karena usia kehamilan pasien masih 32 minggu dan keadaan ibu


sudah membaik, perdarahan sudah tidak ada maka ibu dipulangkan
dengan edukasi (istirahat yang cukup, tidak melakukan aktivitas
seksual selama hamil ini, dan jika terjadi perdarahan segera kembali
ke rumah sakit).

DAFTAR PUSTAKA

1.

Pritchard, Mc., 1991. Obstetri Williams. Edisi 17. Penerbit EGC, Jakarta.

2.

Winkjosastro, H., 1999. Ilmu Kebidanan. Edisi ketiga cetakan V. Penerbit


Yayasan Bina Pustaka, Jakarta.

3.

Manuaba, IBG., 1998. Ilmu Kebidanan,Penyakit Kandungan, dan Keluarga


Berencana untuk Pendidikan Bidan. Penerbit EGC, Jakarta.

4.

Mochtar, R., 1998. Sinopsis Obstetri Fisiologi Patologi. Jilid 1 dan 2. Edisi II.
Penerbit EGC, Jakarta.

5.

Tarigan, D., 1994. Perdarahan Selama Kehamilan. Bagian Anatomi FK USU,


Medan.

6.

Sastrawinata, S., 1984. Obstetri Patologi. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK


UNPAD, Bandung.

7.

Manuaba, IBG., 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri


Ginekologi dan KB. Penerbit EGC, Jakarta.

8.

Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al. Plasenta Previa, Antepartum
hemorrhage. In : Williams Obstetrics, 22st ed, Prentice Hall International Inc.
Appleton and Lange, Connecticut, 2001; 712-716.

9.

Manjoer A, Triyanti K, Savitri R. Plasenta previa. Kapita Selekta,edisi ketiga.


Jakarta:2001; 276-279

10. Bagian Obstetri & Ginekologi Fak.Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung,


Obstetri Patologi, Ed. 1984, Elstar Offset Bandung, hal 110-120.

Anda mungkin juga menyukai