Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Baja tahan karat martensitik AISI 410 digunakan secara luas dalam
berbagai aplikasi industri, seperti: steam valve, water valve, pompa, turbin,
komponen kompresor, poros, alat potong, peralatan bedah, bearing, plastic
mould dan perlengkapan industri kimia.
Ketahanan korosi yang dimiliki baja tahan karat martensitik berada pada
tingkat menengah, dimana ketahanan korosinya lebih rendah dibandingkan
dengan baja tahan karat yang lain. Seperti yang telah diketahui kerugian material
yang terkorosi, yaitu terjadinya kerusakan dan menyebabkan kebocoran pada
peralatan, maka berbagai upaya dilakukan untuk mencegah dan mengendalikan
korosi seperti pemilihan bahan menggunakan logam tahan korosi dan pelapisan
dengan logam lain. Lapisan keras pada permukaan harus mencapai tebal kritis
tertentu, karena jika kurang dari tebal kritisnya, lapisan keras tersebut akan
menghasilkan

lobang

atau

pori

sehingga menyebabkan korosi galvanik,

sedangkan jika terlalu tebal akan menyebabkan inisiasi retak. Salah satu teknik
pelapisan adalah implantasi ion.
TiN merupakan logam transisi berbasis nitride yang banyak digunakan
sebagai bahan pelapis karena bersifat keras, koefisien gesekan rendah, tahan
aus dan tahan korosi sehingga dapat meningkatkan umur material. Oleh karena itu
dalam makalah ini dibahas mengenai implantasi ion TiN pada baja tahan karat
AISI 410 untuk menurunkan laju korosi.
1.2. Perumusan masalah
Adapun yang menjadi permasalahan dalam makalah ini adalah bagaimana
proses dan teknik implantasi ion TiN pada baja tahan karat AISI 410 untuk
menurunkan laju korosi.
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui teknik pengendalian korosi dengan metode implantasi
2. Untuk mengetahui proses implantasi ion TiN pada baja tahan karat AISI 410
3. Untuk mengetahui dosis implan optimum yang harus ditambahkan pada baja
tahan karat AISI 410

1.4. Manfaat
1. Dengan mempelajari metode implantasi, kita dapat mengetahui metode
berbeda untuk mengurangi laju korosi selain inhibitor organik.
2. Dengan mengetahui proses implantasi ini, kita mendapatkan referensi jika
akan dilakukan percobaan ataupun penelitian terhadap tema yang sama.
3. Dengan mengetahui dosis implant optimum ini, kita dapat melakukan
penelitian/percobaan terhadap materi yang sama dengan dosis sebagai
variable tetap.
1.5. Ruang lingkup
1. Ion implan yang digunakan adalah TiN
2. Target logam yang diimplan adalah baja tahan karat martensitik AISI 410

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Baja Tahan Karat

Baja tahan karat merupakan material yang tidak mudah terkorosi jika
dibandingkan dengan baja karbon. perbedaan antara keduanya yaitu kandungan
kromium dalam material tersebut. Kandungan kromium yang cukup tinggi pada
baja tahan karat menghasilkan lapisan oksida pasif Cr2O3 pada permukaan baja
tahan karat. Lapisan oksida ini yang menjadikan baja tahan karat tidak mudah
terkorosi. Secara umum, baja tahan karat dibagi menjadi 4 kelas, yaitu
(International Stainless Steel Forum)
2.1.1. Baja Tahan Karat Feritik
Baja tahan karat feritik umumnya memiliki kandungan kromium antara
12,5 17 %, dan tidak ada kandungan nikel. Baja tahan karat feritik memiliki
ketahanan korosi dengan tingkat menengah jika dibandingkan dengan baja tahan
karat yang lain.
2.1.2. Baja Tahan Karat Martensitik
Baja tahan karat pertama yang dikembangkan untuk keperluan komersil
adalah baja tahan karat martensitik. Jika dibandingkan dengan baja tahan karat
yang lain, baja tahan karat martensitik memiliki kandungan karbon yang sangat
tinggi (0,2 - 1%), dengan kandungan kromium antara 12 - l8%.
2.1.3. Baja tahan karat austenitik
Penambahan nikel ke baja tahan karat akan menghasilkan struktur milro
austenit. Secara umum, baja tahan karat austenitic memiliki komposisi rata-rata 16
- 26% kromium dan 6 - 12% nikel. Baja tahan karat austenitik memiliki ketahanan
korosi yang sangat baik.
2.1.4.

Baja Tahan Karat Duplex


Baja tahan karat duplex memiliki mikrostruktur gabungan antara feritik

dan austenitik, kandungan kromium antara 18 - 260, serta kandungan nikel antara
4 - 7%. Kandungan nikel yang terlalu rendah tidak memungkinkan untuk
mendapatkan struklur mikro austenitik, sehingga baja tahan karat duplex memiliki
stuktur mikro feritik dan austenitik. Baja tahan karat duplex memiliki kandungan
molibdenum 0 - 4%.
2.1.5. Baja Tahan Karat Martensitik AISI 410

Baja tahan karat martensitik mampu diberi perlakuan panas untuk


meningkatkan sifat mekaniknya (sama seperti low-alloy steel atau plain-carbon
steel). Ketahanan korosi yang dimiliki baja tahan karat martensitik berada pada
tingkat menengah, dimana ketahanan korosinya lebih buruk dibandingkan dengan
baja tahan karat yang lain.
Baja tahan karat merupakan kelompok baja paduan dengan komposisi
kromium (Cr) tidak kurang dari 12 %. Unsur Cr memberikan sifat tahan korosi
pada baja dengan cara membentuk lapisan kromium oksida sehingga menghalangi
terjadinya oksidasi besi. Baja tahan karat martensit digunakan sebagai bahan yang
mempertimbangkan kekuatan/kekerasan sebagai hal utama dan lingkungan yang
tidak terlalu korosif. Baja tahan karat martensit memiliki ketahanan korosi yang
lebih rendah dibandingkan dengan baja tahan karat austenit atau ferit. Baja tahan
karat martensit banyak digunakan sebagai bahan bearing, cetakan, alat potong,
komponen pesawat terbang dan turbin.
Baja tahan karat merupakan kelompok baja paduan dengan komposisi
kromium (Cr) tidak kurang dari 12 %. Unsur Cr memberikan sifat tahan korosi
pada baja dengan cara membentuk lapisan kromium oksida sehingga menghalangi
terjadinya oksidasi besi. Baja tahan karat martensit digunakan sebagai bahan yang
mempertimbangkan kekuatan/kekerasan sebagai hal utama dan lingkungan yang
tidak terlalu korosif. Baja tahan karat martensit memiliki ketahanan korosi yang
lebih rendah dibandingkan dengan baja tahan karat austenit atau ferit. Baja tahan
karat martensit banyak digunakan sebagai bahan bearing, cetakan, alat potong,
komponen pesawat terbang dan turbin.
Klasifikasinya yakni 12-14% kromium(Cr), dimana sifat mekanik bajanya
sangat tergantung dari kandungan unsur karbon (C). Baja dengan pengerasan
lanjut, 10-12% Kromium(Cr), 0.12% Karbon (C) dengan sedikit tambahan unsurunsur Mo, V, Nb, Ni dengan kekuatan tekanan mencapai 927 Mpa dipergunakan
untuk bilah turbin gas. Baja kromium tinggi, 17%Cr, 2,5% Ni. Memiliki
ketahanan korosi yang sangat tinggi. Dipergunakan untuk poros pompa, katup dan
fitting yang bekerja pada tekanan dan temperatur tinggi tetapi tidak cocok untuk
kondisi asam.

Salah satu baja tahan karat martensit adalah baja AISI 410 yang
merupakan baja tahan karat dengan komposisi kimia (dalam % berat): 0,12 C;
12,83 Cr; 0,43 Mn; 0,34 Si; 0,21 Ni dan 85,9 Fe. Sejalan dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknik rekayasa material, salah satu metode perlakuan
material yakni dengan minituarisasi tebal material yang akan menghasilkan
lapisan tipis (thin film). Lapisan tipis menawarkan beberapa manfaat yang luas
seperti: untuk meningkatkan kekerasan, tahan aus, tahan korosi dan pelapisan
hiasan dari suatu permukaan.
Salah satu pembuatan lapisan tipis dari bahan yang keras, tahan aus, dan
tahan korosi adalah dengan pembuatan lapisan tipis dari bahan diamond-like
carbon (DLC). DLC adalah metastabil, bahan karbon amorf, yang berisi mikro
kristal fase berlian. DLC juga dapat dianggap sebagai struktur intan (sp3 karbon),
grafit (sp2 karbon) dan hidrogen. Metode yang akan digunakan untuk pelapisan
DLC adalah plasma chemical vapour deposition (plasma CVD). Pada metode
CVD, gas yang dapat digunakan untuk membentuk ikatan sp3/sp2 pada lapisan
DLC adalah metana (CH4), asetilen (C2H2), etilen (C2H4) dan benzene (C6H6).
Baja tahan karat martensitik AISI 410 digunakan secara luas untuk
berbagai peralatan industri maupun peralatan medis. Sifat tahan karat baja AISI
410 dapat ditingkatkan dengan memberikan perlakuan permukaan, salah satunya
dengan sputtering dan implantasi ion. Sputtering dan implantasi ion pada
permukaan memiliki keunggulan, yaitu proses dapat dilakukan pada temperatur
rendah, kedalaman penetrasi dapat diatur dan tidak menyebabkan distorsi.
Implantasi ion adalah modifikasi permukaan dengan menggunakan energi tinggi
dari ion yang akan diimplantasikan pada permukaan substrat, dengan proses
dilakukan dalam ruang hampa (sampai 10-6 torr). Implantasi ion pada permukaan
logam mampu merubah sifat yakni mikrostruktur, aus, fatik, kekerasan, oksidasi,
dan korosi.
Modifikasi baja tahan karat menurut AISI berbeda dengan modifikasi baja
paduan pada umumnya. Baja tahan karat menggunakan tiga angka, angka pertama
menunjukan grup, sedangkan angka kedua dan ketiga hanya menunjukan
modifikasi paduan :

a) Seri 2xx Chromium nickel manganese, non hardenable, austenitic, non


b)
c)
d)
e)

magnetic
Seri 3xx Chromium nickel, non hardenable, austenitic, non maknetic
Seri 4xx chromium, hardenable, martensit, ferritic, maknetic
Seri 4xx Chromium, non hardenable, ferritic, maknetic
Seri 5xx Chromium, low chromium, heat resisting
Salah satu baja tahan karat martensit adalah baja AISI 410 yang

merupakan baja tahan karat dengan komposisi kimia (dalam % berat): 0,12 C;
12,83 Cr; 0,43 Mn; 0,34 Si; 0,21 Ni dan 85,9 Fe. Penggunaan baja AISI 410
paling utama adalah sebagai peralatan potong seperti mata pisau karena
dibutuhkan sifat kekerasan yang baik. Selain itu, baja AISI 410 juga digunakan
sebagai peralatan potong dan non-cutting pada peralatan bedah (ASTM F899,
1995). Penggunaan AISI 410 sebagai peralatan potong dan non-cutting pada
peralatan bedah diharapkan memiliki kekuatan/kekerasan yang baik serta dapat
bertahan lama (durability baik). Tetapi kondisi peralatan dapat menurun karena
efek gesekan dan korosi pada penggunaan yang lama.
Tabel 2.1.5.1. Komposisi baja AISI 410

AISI 410

Mn

Si

Cr

Mo

Ni

Min

11,5

0,75

Max

0,15

1,00

1,00

0,04

0,03

13,5

0,75

2.3. Korosi yang Terjadi pada Baja Tahan Karat


Baja tahan karat atau lebih dikenal dengan stainless steel adalah senyawa
besi yang mengandung setidaknya 10,5% Kromium untuk mencegah proses
korosi (pengkaratan logam). Kemampuan tahan karat diperoleh dari terbentuknya
lapisan film oksida Kromium, dimana lapisan oksida ini menghalangi proses
oksidasi besi (Ferum). Sifat tahan karat baja AISI 410 dapat ditingkatkan dengan
memberikan perlakuan permukaan, salah satunya dengan implantasi ion.
Implantasi ion adalah modifikasi permukaan dengan menggunakan energi tinggi
dari ion yang akan diimplantasikan pada permukaan substrat, dengan proses
dilakukan dalam ruang hampa (sampai 10-6 torr). Korosi didefinisikan sebagai
kerusakan material yang disebabkan karena reaksi dengan lingkungan. Korosi

terjadi sebagai akibat tidak terjadinya lapisan tipis yang mampu melindungi baja
karena kurangnya kromium pada paduan tersebut.
Baja tahan karat sebenarnya (stainless steel) merupakan baja paduan
dengan kadar paduan cukup tinggi (high alloy steel) dengan sifat tahan korosi dan
temperatur tinggi. Sifat tahan korosi diperoleh dari lapisan oksida (terutama
chrom) sangat stabil yang melekat pada permukaan dan melindungi baja terhadap
lingkungan yang korosif. Pada beberapa jenis baja tahan karat juga terdapat
lapisan oksida nickel. Pengaruh perlindungan oksida chrom tidak efektif jika
kandungan chrom rendah dibawah 10,5%.
Erosion corrosion adalah proses perusakan lapisan film pada permukaan
material dengan gaya mekanik dari fasa kedua seperti padatan, gas, dan lain-lain.
Bentuk korosi ini lazim sekali dijumpai di lingkungan industri seperti : industri
perkapalan, perminyakan, dan industri industri kontruksi logam. Erosion
corrosion baja tahan karat A 304 dan baja karbon medium, sehingga dapat
mengetahui pengaruh media korosi terhadap laju korosi, lamanya waktu terjadi
korosi erosi dan struktur serta kompoisi kimia dari material uji.
2.4.

Pencegahan korosi
Stainless Steel (SS) secara mendasar bukanlah logam mulia seperti halnya

Emas (Au) & Platina (Pt) yang hampir tidak mengalami korosi karena pengaruh
kondisi lingkungan, sementara SS masih mengalami korosi. Daya tahan korosi SS
disebabkan lapisan yang tidak terlihat (invisible layer) yang terjadi akibat oksidasi
SS dengan oksigen yang akhirnya membentuk lapisan pelindung anti korosi
(protective layer). Sumber oksigen bisa berasal dari udara maupun air. Material
lain yang memiliki sifat sejenis antara lain Titanium (Ti) dan Aluminium (Al).
Secara umum protective layer terbentuk dari reaksi Kromium + oksigen
secara

spontan

membentuk

Krom-oksida.

Jika

lapisan

oksida

SS

digores/terkelupas, maka protective layer akan segera terbentuk secara spontan,


tentunya jika kondisi lingkungan cukup mengandung oksigen. Walaupun
demikian kondisi lingkungan tetap menjadi penyebab kerusakan protective layer
tersebut. Pada keadaan dimana protective layer tidak dapat lagi terbentuk, maka
korosi akan terjadi. Banyak media yang dapat menjadi penyebab korosi, seperti

halnya udara, cairan/ larutan yang bersifat asam/basa, gas-gas proses (misal gas
asap hasil buangan ruang bakar atau reaksi kimia lainnya), logam yang berlainan
jenis dan saling berhubungan dan sebagainya.
2.4.1. Pencegahan korosi didasarkan pada dua prinsip berikut :
1) Mencegah kontak dengan oksigen dan/atau air
Korosi besi memerlukan oksigen dan air. Bila salah satu tidak ada,
maka peristiwa korosi tidak dapat terjadi. Korosi dapat dicegah dengan
melapisi besi dengan cat, oli, logam lain yang tahan korosi (logam yang lebih
aktif seperti seg dan krom). Penggunaan logam lain yang kurang aktif (timah
dan tembaga) sebagai pelapis pada kaleng bertujuan agar kaleng cepat hancur
di tanah. Timah atau tembaga bersifat mampercepat proses korosi.
2) Perlindungan katoda (pengorbanan anoda)
Besi yang dilapisi atau dihubugkan dengan logam lain yang lebih aktif
akan membentuk sel elektrokimia dengan besi sebagai katoda. Di sini, besi
berfungsi hanya sebagai tempat terjadinya reduksi oksigen. Logam lain
berperan sebagai anoda, dan mengalami reaksi oksidasi. Dalam hal ini besi,
sebagai katoda, terlindungi oleh logam lain (sebagai anoda, dikorbankan).
Besi akan aman terlindungi selama logam pelindungnya masih ada / belum
habis. Untuk perlindungan katoda pada sistem jaringan pipa bawah tanah
lazim digunakan logam magnesium, Mg. Logam ini secara berkala harus
dikontrol dan diganti.
3) Membuat alloy atau paduan logam yang bersifat tahan karat, misalnya
besi dicampur dengan logam Ni dan Cr menjadi baja stainless (72 % Fe, 19
% Cr, 9 % Ni).
2.4.2. Ion TiN
Paduan dengan dasar titanium banyak digunakan untuk peralatan medis
karena memiiiki ketahanan korosi yang tinggi dan biocompatible. Paduan titanium
banyak digunakan karena titanium mumi merupakan material lunak dengan
ketahanan geser permukaan rendah, yang disebabkan karena terbentuknya oksida
secara alami di permukaan titanium. Paduan titanium nitrida banyak digunakan
karena keunggulan sifat yang dimiliki yaitu sifat mekanik dan kimia yang baik,

seperti nilai kekerasan yang tinggi, ketahanan korosi dan ketahanan aus yang
tinggi. Titanium nitrida banyak digunakan sebagai bahan pelapis material untuk
meningkatkan sifat pada permukaan logam, penggunaan titanium nitrida sebagai
bahan pelapis selain bertujuan untuk mendapatkan perbaikan sifat pada
permukaan logam, juga dapat digunakan sebagai pelapis dekoratif .
Tabel 2.2.2.1. Karakteristik Titanium Nitrida

Karakteristik
Komposisi
Berat Molekul
Warna
Massa Jenis
Titik Leleh
Kalor Spesifik
Thermal Expansion
Modulus Elstisitas

Keterangan
TiN 0,6 TiN 1,1
64,95
Keemasan
5,4 g/cm3
29500C
33,74 J/mol.K
9,35 x 10-6/0C
251 Gpa

BAB III
METODOLOGI
3.1. Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan adalah baja tahan karat martensitik
AISI 410. Komposisi kimia bahan yang akan diimplantasi sebagai berikut
(dalam% berat): 0,12 C; 0,34 Si; 0,03 S; 0,02 P; 0,43 Mn;0,21 Ni; 12,83 Cr; 0,03

Mo; 0,06 Cu; 0,01 W; 0,01 Sn; 0,01 Ca; 0,02 Zn; dan 85,90 Fe. Bahan pelapis
adalah TiN dalam bentuk serbuk.
3.2. Proses Implantasi
Baja AISI 410 dibubut dengan mesin bubut menjadi spesimen dengan
diameter 14 mm dan tebal 3 mm. Material dipoles dengan kertas ampelas
silikon karbida mulai grid 400, 600, 800, 1000, 1200, 1500

hingga

2000,

selanjutnya dibersihkan dengan alkohol 70% untuk menghilangkan kotoran


dan minyak yang menempel pada permukaan spesimen.

Gambar 3.2.1. Mesin Implantasi Ion


(Batan Yogyakarta)

Proses implantasi ion TiN dilakukan dengan alat implantor ion yang
berada di Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Baja (PTAPB)-BATAN
Yogyakarta. Sampel baja AISI 410 diletakkan dan tempat target, dalam
kondisi vakum sebesar 10-5 mbar. Energi dan arus ion yang digunakan
dibuat tetap 100 keV dan 10 A, sedangkan waktu implantasi divariasaikan
berturut-turut 1, 2, 3, 4 dan 5 jam.
3.3. Uji Korosi
Uji

korosi

menggunakan

metode potensiostat/galvanostat PGS 201 T

dengan tegangan 2000 mV sampai + 2000 mV dan rentang arus 200 A sampai
2 A. Media korosi menggunakan larutan NaCl 0,9
3.4. Uji Kekerasan

Pengujian kekerasan menggunakan skala mikrohardness Vickers, dengan


beban 10 gf dengan lama indentasi 10 detik.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Implantasi Ion TiN
Implantasi ion adalah suatu proses penambahan

unsur asing (dopan)

kedalam permukaan material sasaran dengan cara pengionan atom asing


tersebut, pemercepatan dalam tabung akselerator/pemercepat oleh medan
listrik, pemfokusan dalam medan elektromagnet kemudian menembakkannya

ke permukaan material target. Selama proses implantasi, ion-ion akan berinteraksi


dan bertumbukan dengan elektron-elektron dan inti target, sehingga ion-ion yang
diimplantasikan akan kehilangan energi dan akhirnya berhenti pada jarak tertentu.
Proses pencangkokan ion-ion ini dapat mengubah komposisi dan struktur suatu
bahan.

Gambar 3.1.1. prinsip implantasi ion

Gambar 3.2.2. kerusakan susunan atom pada target

Hal yang perlu diperhatikan dalam implantor ion adalah dosis ion. Dosis
ion didefinisikan sebagai jumlah ion yang sampai pada permukaan target
persatuan luas (ion/cm2).

Besaran

ini

akan

menentukan

jumlah

atau

prosentase ion yang terimplantasi. Nilai dosis ion sebagai fungsi arus berkas
ion dan lamanya proses implantasi (detik).
3.2. Rumus Penentuan Dosis Implan

Dosis ion adalah banyaknya ion yang mengenai permukaan target per
satuan luas, sering disebut sebagai berkas ion (ion/cm2). Jumlah ion yang masuk
dalam suatu target akan tergantung pada besaranya berkas arus ion dan waktu
implantasi. Dalam prakteknya dosis ion diperoleh dengan dua metode yaitu
dengan memvariasikan besarnya arus ion sementara waktunya dibuat tetap atau
waktu proses implantasi divariasi dan berkas arus ion dibuat tetap. Dosis
implantasi ion dinyatakan dengan persamaan:

dimana: D = dosis ion per satuan luas (ion/cm2)


I = arus berkas (Ampere)
t = waktu implantasi (second)
q = charge state (+1, +2,..)
e = muatan elektron (1,602 x 1019 coulomb)
A = luas berkas ion (12,57 cm2)
Kedalaman implantasi ion:

dimana: M1 = massa ion dopan (sma)


M2 = massa atom target (sma)
Z1= nomor atom ion dopan
Z2= nomor atom target
E = energi ion dopan (eV)
N0=kerapatan atom target (atom/cm3)
dengan:
(atom/cm3)
Dimana: = rapat massa atom target (g/cm3)
NA= bilangan avogadro (6,02 x 1023 atom/g atom)
3.3. Pengaruh waktu Implantasi Ion Terhadap Laju Korosi

Gambar 3.3.1. Pengaruh waktu implantasi TiN terhadap kekerasan

Gambar 3.3.1. memperlihatkan bahwa kekerasan meningkat untuk lama


implantasi naik dari 1 sampai 3 jam, dan selanjutnya kekerasannya menurun bila
lama implantasi lebih besar daripada 3 jam. Peningkatan waktu implantasi ion
dapat meningkatkan kekerasan baja AISI 410 hingga mencapai optimalnya pada
waktu implantasi 3 jam, dengan kekerasan mencapai 318,5 HV atau meningkat
52,25% dibandingkan kekerasan raw material. Penambahan waktu implantasi
tidak dapat meningkatkan kekerasan baja AISI 410 kembali, karena proses difusi
mengalami kejenuhan.
Distribusi laju korosi ditunjukkan pada Gambar 3.3.2. Semakin lama
waktu implantasi, laju korosi memiliki kecenderungan menurun hingga mencapai
harga optimalnya yaitu pada waktu implantasi 3 jam,semakin lama waktu
implantasi laju korosi menunjukkan kecenderungan meningkat kembali.

Gambar 3.3.2. Pengaruh Implantasi Ion TiN Terhadap Laju Korosi Baja Tahan Karat AISI 410

Hubungan antara waktu implantasi dengan laju korosi ditunjukkan pada


Gambar 3.3.2. Hubungan antara waktu implantasi dengan laju korosi
menunjukkan kesesuaian dengan grafik hubungan antara kekerasan dengan waktu
implantasi. Peningkatan waktu implantasi akan menurunkan laju korosi hingga

mencapai harga optimalnya. Penurunan laju korosi mencapai harga optimal sekitar
2,34 mm/year, atau dapat meningkatkan ketahanan korosi baja AISI 410 sebesar
34,36% dan terjadi pada waktu implantasi antara 3 dan 4 jam, karena keduanya
memberikan harga yang sama, yaitu 2,35 dan 2,34 mm/year. Peningkatan waktu
implantasi selanjutnya akan meningkatkan laju korosinya lagi.
Peningkatan ketahanan korosi sebesar 34,36% pada baja tahan karat AISI
410 diperoleh pada saat material diimplan titanium nitrida pada dosis ion
optimum. Pada dosis ini jumlah ion yang diimplantasikan akan efektif masuk ke
dalam target. Selanjutnya peluang ion dopan untuk menempati celah semakin
besar dan semakin besar pula kemungkinan ion-ion dopan untuk terdistribusi
secara merata. Terdistribusinya secara merata ion-ion dopan akan menyebabkan
susunan atom-atom target menjadi rapat. Dengan demikian keadaan ini akan
menambah daya lekat dari lapisan pelindung yang melindungi logam dibawahnya
dari kontak dengan elektrolit pengkorosi, sehingga dapat menurunkan laju
korosinya.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan ternyata dengan adanya
implantasi ion TiN dosis tertentu pada baja tahan karat martensitik AISI 410
secara keseluruhan dapat menurunkan laju korosi material. Peningkatan dosis
diatas harga optimalnya sudah tidak efektif menurunkan laju korosi. Oleh karena
itu teknik implantasi ion titanium nitride (TiN) dapat meningkatkan ketahanan
korosi baja tahan karat martensitik AISI 410.
.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan

1. Teknik pengendalian korosi dengan metode implantasi terjadi dengan


meningkatnya kerapatan pada dinding permukaan material oleh ion dan
terbentuknya FeN ysng memiliki ketahanan korosi yang tinggi.
2. Akselerator ion akan menembakkan ion-ion yang berada pada sumber ion ke
dinding permukaan baja tahan karat AISI 410 dalam ruang hampa agar ion
tidak bereaksi terhadap lingkungan dan ion akan menuju dinding permukaan
baja bertumbukkaan dengan molekul material.
3. Dosis implan optimum yang diberikan pada dinding baja akan
mempengaruhi besar laju korosi yang terjadi, sehingga tingkat ketahanan
dinding baja terhadap korosi meningkat.
4.2. Saran
1. Sebaiknya jumlah dosis yang diimplan terhadap baja dijelaskan lebih rinci.
2. Sebaiknya keterbatasan data dalam jurnal yang membuat penulis kesulitan
dalam memaparkan materi secara rinci dapat diatasi dengan jurnal-jurnal
pendukung.
3. Makalah ini sebaiknya dapat menjadi acuan bagi penulis lainnya sebagai
bahan referensi untuk mengetahui metode implantasi sebagai salah satu cara
untuk menurunkan laju korosi pada logam khususnya baja anti karat AISI
410.

DAFTAR PUSTAKA
Aminjoyo, S, Sudjatmoko. 1999. Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat dan
Kinerja Industri Melalui Pendayagunaan Akselerator. P3TM-BATAN. Buku
1.

Anonim.

2013.

Valve

Sebuah

Pengantar.

http://ngangsukaweruhdotcom.

wordpress.com/2013/03/20/valve-sebuah-pengantar/. Diakses pada tanggal


16 Oktober 2014
Anonim.

2014.

Bab

Pendahuluan.

http://etd.ugm.ac.id/index.php?mod=

download&sub=DownloadFile&act=view&typ=html&file=337244.pdf&fty
p=potongan&tahun=2014&potongan=S2-2014-337244-chapter1.pdf.
Diakses pada tanggal 15 Oktober 2014
Darsono. 2008. Peran Teknologi Akselerator Dalam Mendukung Industri. ISSN.
Vol 10.
Fayuang.

2014.

Bab

VI.

https://www.scribd.com/doc/226405307/BAB-VI-

docx#download. Diakses pada tanggal 15 Oktober 2014


Jatisukamto, G, dkk. 2011. Perbaikan Sifat Korosi Baja Tahan Karat AISI 410
Dengan Perlakuan Implantasi Ion TiN. Jurnal Ilmiah Teknik Mesin. Vol 5,
No,1.
Jatisukamto, Gaguk., Viktor Malau, M. Noer Ilman, dan Priyo Tri Iswanto. 2012.
Aplikasi Sputtering Tungsten dan Implantasi Nitrogen pada Baja AISI 410
sebagai Cutting Instrument Peralatan Medis. Jurnal Teknik Mesin Rotasi
Vol. 14, No. 2, April 2012: 17-22
Murwani, L Susita Retno. 2010. Pengaruh Implantasi Yttrium dan Cerium
Terhadap Struktur Mikro Paduan TiAl. Prosiding Pertemuan Ilmiah XXVI
Jateng dan DIY. Hal 94-103.
Salahudin Xander, Sri widodo, Nani mulyaningsih. 2014karakteristik lapisan
Titanium Nitrida yang di deposisi dengan metode sputtering pada baja AISI
410. Vol. 40 No.2. Februari 2014.
Sujitno, T. 2006. Pemanfaatan Implantor Ion 150 keV/2MA Untuk Surface
Treatment. ISSN. Edisi Khusus.
Tampai,

Meltom

A.

2011.

Implantasi

Ion.

http://etom-

tampai.blogspot.com/2011/05/implantasi-ion.html. Diakses 10 Oktober 2014

Anda mungkin juga menyukai