Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Uap atau steam dihasilkan dari proses penguapan. Bahan baku yang
digunakan untuk menghasilkan steam adalah air bersih. Steam merupakan bagian
penting dalam suatu industri. Steam banyak digukan di industri karena steam
dapat dengan mudah dan murah untuk didistribusikan ke titik penggunaan, steam
mudah dikendalikan, energinya mudah ditransfer ke proses, plant steam yang
modern mudah untuk dikendalikan,dan steam bersifat fleksibel.
Steam didistribusikan melalui pipa-pipa dan kran (valve). Pipa pipa
membawa steam ke masing- masing peralatan. Ketika valve pada pipa steam yang
melayani bagian plant dibuka, steam mengalir dari sistem distribusi masuk ke
plant dan terjadi lagi kontak dengan permukaan yang lebih dingin. Steam
kemudian memindahkan energinya dan menghangatkan peralatan.
Dalam pendistribusian steam, valve memiliki peranan yang penting, yaitu
untuk mengatur aliran suatu fluida dengan menutup, membuka atau menghambat
sebagian

dari

jalannya

aliran,

juga

untuk

mengisolasi

perpipaan

untuk maintenance tanpa rintangan unit yang berhubungan dengan yang lain.
Kecepatan steam yang tinggi akan mengerosi ruang valve dan sambungansambungan, suatu kondisi yang dikenal dengan wiredrawing. Steam yang
berkontak dengan pipa yang lebih dingin akan mulai mengembun dengan cepat
menyebabkan adanya tetesan air yang menyebabkan terjadinya korosi pada valve.
Tetesan air juga akan meningkatkan korosi ditambah lagi dengan adanya oksigen
dalam valve dan pipa.
Seperti yang telah diketahui kerugian valve yang terkorosi, yaitu terjadinya
kerusakan dan menyebabkan kebocoran, maka berbagai upaya dilakukan untuk
mencegah dan mengendalikan korosi seperti pemilihan bahan menggunakan
logam tahan korosi dan pelapisan dengan logam lain. Salah

satu

teknik

pelapisan adalah implantasi ion. Oleh karena itu dalam makalah ini dibahas
mengenai implantasi ion TiN pada baja tahan karat AISI 410 sebagai bahan
konstruksi steam valve untuk menurunkan laju korosi. TiN merupakan logam

transisi berbasis nitrida banyak digunakan sebagai bahan pelapis karena


bersifat keras, koefisien gesekan rendah, tahan aus dan tahan korosi sehingga
dapat meningkatkan umur material
1.2. Perumusan masalah
Adapun yang menjadi permasalahan dalam makalah ini adalah bagaimana
proses dan teknik implantasi ion TiN pada baja tahan karat AISI 410 sebagai
bahan konstruksi steam valve untuk menurunkan laju korosi.
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui teknik pengendalian korosi dengan metode implantasi
2. Untuk mengetahui proses implantasi implantasi ion TiN pada baja tahan karat
AISI 410 sebagai bahan konstruksi steam valve
3. Untuk mengetahui dosis implan optimum yang harus ditambahkan pada pada
baja tahan karat AISI 410
1.4. Manfaat
1. Mengetahui teknik pengendalian korosi dengan metode implantasi
2. Mengetahui proses implantasi implantasi ion TiN pada baja tahan karat AISI
410 sebagai bahan konstruksi steam valve
3. Mengetahui dosis implan optimum yang harus ditambahkan pada pada baja
tahan karat AISI 410
1.5. Ruang lingkup
1. Ion implan yang digunakan adalah TiN
2. Targer logam yang diimplan adalah baja tahan karat AISI 410

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Baja Tahan Karat

Baja tahan karat merupakan material yang tidak mudah terkorosi jika
dibandingkan dengan baja karbon. perbedaan antara keduanya yaitu kandungan
kromium dalam material tersebut. Kandungan kromium yang cukup tinggi pada
baja tahan karat menghasilkan lapisan oksida pasif Cr2O3 pada permukaan baja
tahan karat. Lapisan oksida ini yang menjadikan baja tahan karat tidak mudah
terkorosi. Secara umum, baja tahan karat dibagi menjadi 4 kelas, yaitu
(International Stainless Steel Forum)
2.1.1. Baja Tahan Karat Feritik
Baja tahan karat feritik umumnya memiliki kandungan kromium antara
12,5 17 %, dan tidak ada kandungan nikel. Baja tahan karat feritik memiliki
ketahanan korosi dengan tingkat menengah jika dibandingkan dengan baja tahan
karat yang lain.
2.1.2. Baja Tahan Karat Martensitik
Baja tahan karat pertama yang dikembangkan untuk keperluan komersil
adalah baja tahan karat martensitik. Jika dibandingkan dengan baja tahan karat
yang lain, baja tahan karat martensitik memiliki kandungan karbon yang sangat
tinggi (0,2 - 1%), dengan kandungan kromium antara 12 - l8%.
2.1.3. Baja tahan karat austenitik
Penambahan nikel ke baja tahan karat akan menghasilkan struktur milro
austenit. Secara umum, baja tahan karat austenitic memiliki komposisi rata-rata 16
- 26% kromium dan 6 - 12% nikel. Baja tahan karat austenitik memiliki ketahanan
korosi yang sangat baik.
2.1.4.

Baja Tahan Karat Duplex


Baja tahan karat duplex memiliki mikrostruktur gabungan antara feritik

dan austenitik, kandungan kromium antara 18 - 260, serta kandungan nikel antara
4 - 7%. Kandungan nikel yang terlalu rendah tidak memungkinkan untuk
mendapatkan struklur mikro austenitik, sehingga baja tahan karat duplex memiliki
stuktur mikro feritik dan austenitik. Baja tahan karat duplex memiliki kandungan
molibdenum 0 - 4%.
2.1.5. Baja Tahan Karat Martensitik AISI 410

Baja tahan karat martensitik mampu diberi perlakuan panas untuk


meningkatkan sifat mekaniknya (sama seperti low-alloy steel atau plain-carbon
steel). Ketahanan korosi yang dimiliki baja tahan karat martensitik berada pada
tingkat menengah, dimana ketahanan korosinya lebih buruk dibandingkan dengan
baja tahan karat yang lain.
Baja tahan karat merupakan kelompok baja paduan dengan komposisi
kromium (Cr) tidak kurang dari 12 %. Unsur Cr memberikan sifat tahan korosi
pada baja dengan cara membentuk lapisan kromium oksida sehingga menghalangi
terjadinya oksidasi besi. Baja tahan karat martensit digunakan sebagai bahan yang
mempertimbangkan kekuatan/kekerasan sebagai hal utama dan lingkungan yang
tidak terlalu korosif. Baja tahan karat martensit memiliki ketahanan korosi yang
lebih rendah dibandingkan dengan baja tahan karat austenit atau ferit. Baja tahan
karat martensit banyak digunakan sebagai bahan bearing, cetakan, alat potong,
komponen pesawat terbang dan turbin (Cardarelli, 2008).
Salah satu baja tahan karat martensit adalah baja AISI 410 yang
merupakan baja tahan karat dengan komposisi kimia (dalam % berat): 0,12 C;
12,83 Cr; 0,43 Mn; 0,34 Si; 0,21 Ni dan 85,9 Fe. Penggunaan baja AISI 410
paling utama adalah sebagai peralatan potong seperti mata pisau karena
dibutuhkan sifat kekerasan yang baik (Cardarelli, 2008). Selain itu, baja AISI 410
juga digunakan sebagai peralatan potong dan non-cutting pada peralatan bedah
(ASTM F899, 1995). Penggunaan AISI 410 sebagai peralatan potong dan noncutting pada peralatan bedah diharapkan memiliki kekuatan/kekerasan yang baik
serta dapat bertahan lama (durability baik). Tetapi kondisi peralatan dapat
menurun karena efek gesekan dan korosi pada penggunaan yang lama.
Tabel 2.1.5.1. Komposisi baja AISI 410

AISI 410

Mn

Si

Cr

Mo

Ni

Min

11,5

0,75

Max

0,15

1,00

1,00

0,04

0,03

13,5

0,75

2.2. Pencegahan korosi


Stainless Steel (SS) secara mendasar bukanlah logam mulia seperti halnya
Emas (Au) & Platina (Pt) yang hampir tidak mengalami korosi karena pengaruh

kondisi lingkungan, sementara SS masih mengalami korosi. Daya tahan korosi SS


disebabkan lapisan yang tidak terlihat (invisible layer) yang terjadi akibat oksidasi
SS dengan oksigen yang akhirnya membentuk lapisan pelindung anti korosi
(protective layer). Sumber oksigen bisa berasal dari udara maupun air. Material
lain yang memiliki sifat sejenis antara lain Titanium (Ti) dan Aluminium (Al).
Secara umum protective layer terbentuk dari reaksi Kromium + oksigen
secara

spontan

membentuk

Krom-oksida.

Jika

lapisan

oksida

SS

digores/terkelupas, maka protective layer akan segera terbentuk secara spontan,


tentunya jika kondisi lingkungan cukup mengandung oksigen. Walaupun
demikian kondisi lingkungan tetap menjadi penyebab kerusakan protective layer
tersebut. Pada keadaan dimana protective layer tidak dapat lagi terbentuk, maka
korosi akan terjadi. Banyak media yang dapat menjadi penyebab korosi, seperti
halnya udara, cairan/ larutan yang bersifat asam/basa, gas-gas proses (misal gas
asap hasil buangan ruang bakar atau reaksi kimia lainnya), logam yang berlainan
jenis dan saling berhubungan dan sebagainya.
2.2.1. Pencegahan korosi didasarkan pada dua prinsip berikut :
1) Mencegah kontak dengan oksigen dan/atau air
Korosi besi memerlukan oksigen dan air. Bila salah satu tidak ada,
maka peristiwa korosi tidak dapat terjadi. Korosi dapat dicegah dengan
melapisi besi dengan cat, oli, logam lain yang tahan korosi (logam yang lebih
aktif seperti seg dan krom). Penggunaan logam lain yang kurang aktif (timah
dan tembaga) sebagai pelapis pada kaleng bertujuan agar kaleng cepat hancur
di tanah. Timah atau tembaga bersifat mampercepat proses korosi.
2) Perlindungan katoda (pengorbanan anoda)
Besi yang dilapisi atau dihubugkan dengan logam lain yang lebih aktif
akan membentuk sel elektrokimia dengan besi sebagai katoda. Di sini, besi
berfungsi hanya sebagai tempat terjadinya reduksi oksigen. Logam lain
berperan sebagai anoda, dan mengalami reaksi oksidasi. Dalam hal ini besi,
sebagai katoda, terlindungi oleh logam lain (sebagai anoda, dikorbankan).
Besi akan aman terlindungi selama logam pelindungnya masih ada / belum
habis. Untuk perlindungan katoda pada sistem jaringan pipa bawah tanah

lazim digunakan logam magnesium, Mg. Logam ini secara berkala harus
dikontrol dan diganti.
3) Membuat alloy atau paduan logam yang bersifat tahan karat, misalnya
besi dicampur dengan logam Ni dan Cr menjadi baja stainless (72 % Fe, 19
% Cr, 9 % Ni).
2.2.2. Ion TiN
Paduan dengan dasar titanium banyak digunakan untuk peralatan medis
karena memiiiki ketahanan korosi yang tinggi dan biocompatible. Paduan titanium
banyak digunakan karena titanium mumi merupakan material lunak dengan
ketahanan geser permukaan rendah, yang disebabkan karena terbentuknya oksida
secara alami di permukaan titanium. Paduan titanium nitrida banyak digunakan
karena keunggulan sifat yang dimiliki yaitu sifat mekanik dan kimia yang baik,
seperti nilai kekerasan yang tinggi, ketahanan korosi dan ketahanan aus yang
tinggi. Titanium nitrida banyak digunakan sebagai bahan pelapis material untuk
meningkatkan sifat pada permukaan logam, penggunaan titanium nitrida sebagai
bahan pelapis selain bertujuan untuk mendapatkan perbaikan sifat pada
permukaan logam, juga dapat digunakan sebagai pelapis dekoratif .
Tabel 2.2.2.1. Karakteristik Titanium Nitrida

Karakteristik
Komposisi
Berat Molekul
Warna
Massa Jenis
Titik Leleh
Kalor Spesifik
Thermal Expansion
Modulus Elstisitas

Keterangan
TiN 0,6 TiN 1,1
64,95
Keemasan
5,4 g/cm3
29500C
33,74 J/mol.K
9,35 x 10-6/0C
251 Gpa
BAB III

PEMBAHASAN
3.1. Implantasi Ion Tin
Implantasi ion adalah suatu proses penambahan

unsur asing (dopan)

kedalam permukaan material sasaran dengan cara pengionan atom asing


tersebut, pemercepatan dalam tabung akselerator/pemercepat oleh medan

listrik, pemfokusan dalam medan elektromagnet kemudian menembakkannya


ke permukaan material target. Selama proses implantasi, ion-ion akan berinteraksi
dan bertumbukan dengan elektron-elektron dan inti target, sehingga ion-ion yang
diimplantasikan akan kehilangan energi dan akhirnya berhenti pada jarak tertentu.
Proses pencangkokan ion-ion ini dapat mengubah komposisi dan struktur suatu
bahan.

Gambar 3.1.1. prinsip implantasi ion

Gambar 3.2.2. kerusakan susunan atom pada target

Hal yang perlu diperhatikan dalam implantor ion adalah dosis ion. Dosis
ion didefinisikan sebagai jumlah ion yang sampai pada permukaan target
persatuan luas (ion/cm2).

Besaran

ini

akan

menentukan

jumlah

atau

prosentase ion yang terimplantasi. Nilai dosis ion sebagai fungsi arus berkas
ion dan lamanya proses implantasi (detik).
3.2. Rumus Penentuan Dosis Implan

Dosis ion adalah banyaknya ion yang mengenai permukaan target per
satuan luas, sering disebut sebagai berkas ion (ion/cm2). Jumlah ion yang masuk
dalam suatu target akan tergantung pada besaranya berkas arus ion dan waktu
implantasi. Dalam prakteknya dosis ion diperoleh dengan dua metode yaitu
dengan memvariasikan besarnya arus ion sementara waktunya dibuat tetap atau
waktu proses implantasi divariasi dan berkas arus ion dibuat tetap. Dosis
implantasi ion dinyatakan dengan persamaan:

dimana: D = dosis ion per satuan luas (ion/cm2)


I = arus berkas (Ampere)
t = waktu implantasi (second)
q = charge state (+1, +2,..)
e = muatan elektron (1,602 x 1019 coulomb)
A = luas berkas ion (12,57 cm2)
Kedalaman implantasi ion:

dimana: M1 = massa ion dopan (sma)


M2 = massa atom target (sma)
Z1= nomor atom ion dopan
Z2= nomor atom target
E = energi ion dopan (eV)
N0=kerapatan atom target (atom/cm3)
dengan:
(atom/cm3)
Dimana: = rapat massa atom target (g/cm3)
NA= bilangan avogadro (6,02 x 1023 atom/g atom)
3.3. Reaksi Korsi Baja Sebelum / Sesudah Implan Terhadap Laju Korosi

Gambar 3.3.1. Pengaruh waktu implantasi TiN terhadap kekerasan

Gambar 3.1. memperlihatkan bahwa kekerasan meningkat untuk lama


implantasi naik dari 1 sampai 3 jam, dan selanjutnya kekerasannya menurun bila
lama implantasi lebih besar daripada 3 jam. Peningkatan waktu implantasi ion
dapat meningkatkan kekerasan baja AISI 410 hingga mencapai optimalnya pada
waktu implantasi 3 jam, dengan kekerasan mencapai 318,5 HV atau meningkat
52,25% dibandingkan kekerasan raw material. Penambahan waktu implantasi
tidak dapat meningkatkan kekerasan baja AISI 410 kembali, karena proses difusi
mengalami kejenuhan.
Distribusi laju korosi ditunjukkan pada Gambar 3.2. Semakin lama waktu
implantasi, laju korosi memiliki kecenderungan menurun hingga mencapai harga
optimalnya yaitu pada waktu implantasi 3 jam,semakin lama waktu implantasi
laju korosi menunjukkan kecenderungan meningkat kembali.

Gambar 3.3.2. Pengaruh Implantasi Ion TiN Terhadap Laju Korosi Baja Tahan Karat AISI 410

Hubungan antara waktu implantasi dengan laju korosi ditunjukkan pada


Gambar 3.2. Hubungan antara waktu implantasi dengan laju korosi menunjukkan
kesesuaian dengan grafik hubungan antara kekerasan dengan waktu implantasi.
Peningkatan waktu implantasi akan menurunkan laju korosi hingga mencapai

harga optimalnya. Penurunan laju korosi mencapai harga optimal sekitar 2,34
mm/year, atau dapat meningkatkan ketahanan korosi baja AISI 410 sebesar
34,36% dan terjadi pada waktu implantasi antara 3 dan 4 jam, karena keduanya
memberikan harga yang sama, yaitu 2,35 dan 2,34 mm/year. Peningkatan waktu
implantasi selanjutnya akan meningkatkan laju korosinya lagi.
Peningkatan ketahanan korosi sebesar 34,36% pada baja tahan karat AISI
410 diperoleh pada saatmaterial diimplan titanium nitrida pada dosis ion
optimum. Pada dosis ini jumlah ion yang diimplantasikan akan efektif masuk ke
dalam target.Selanjutnya peluang ion dopan untuk menempati celah semakin
besar dan semakin besar pula kemungkinan ion-ion dopan untuk terdistribusi
secara merata. Terdistribusinya secara merata ion-ion dopan akan menyebabkan
susunan atom-atom target menjadi rapat. Dengan demikian keadaan ini akan
menambah daya lekat dari lapisan pelindung yang melindungi logam dibawahnya
dari kontak dengan elektrolit pengkorosi, sehingga dapat menurunkan laju
korosinya.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan ternyata dengan adanya
implantasi ion TiN dosis tertentu pada baja tahan karat martensitik AISI 410secara
keseluruhan dapat menurunkan laju korosi material. Peningkatan dosis diatas
harga optimalnya sudah tidak efektif menurunkan laju korosi. Oleh karena itu
teknik implantasi ion titanium nitride (TiN) dapat meningkatkan ketahanan korosi
baja tahan karat martensitik AISI 410.

http://digilib.its.ac.id/ITS-Undergraduate-3100011043234/15392/steambend-direbus

Anda mungkin juga menyukai