Anda di halaman 1dari 41

BAB 1

PENDAHULUAN

Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari
lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 1,5 m2 dengan berat kira-kira 15
% berat badan. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan
cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastic dan sensitive,
bervariasi pada iklim, umur, seks, ras dan juga bergantung pada lokasi tubuh.
Warna kulit berbeda-beda, dari kulit yang berwarna terang (fair skin),
pirang dan hitam, warna merah muda pada telapak kaki dan tangan bayi, serta warna
hitam kecokelatan pada genitalia orang dewasa.
Demikian pula kulit bervariasi mengenai lembut, tipis dan tebalnya; kulit
yang elastic dan longgar terdapat pada palpebra, bibir dan preputium. Kulit yang tebal
dan tegang terdapat pada muka, yang lembut pada leher dan badan dan yang
berambut kasar terdapat pada kepala.
Kulit dapat dengan mudah dilihat dan diraba, hidup dan menjamin
kelangsungan hidup. Kulit pun menyokong penampilan dan kepribadian seseorang.
Dengan demikian kulit manusia memiliki peranan yang penting, selain fungsi utama
yang menjamin kelangsungan hidup juga mempunya arti lain yaitu estetik, ras,
indikator sistemik dan sarana komunikasi non verbal antara individu satu dengan
yang lain.
Fungsi utama kulit ialah proteksi, absorbs, sekresi, persepsi, pengaturan
suhu tubuh (termoregulasi), pembentukan pigmen, pembentukan vitamin D dan
keratinisasi.
Kulit manusia tidak bebas hama (steril). Kulit steril hanya didapatkan
pada waktu yang sangat singkat setelah lahir. Kulit manusia tidak steril mudah
dimengerti oleh karena permukaan kulit mengandung banyak makanan (nutrisi) untuk
pertumbuhan organism, antara lain lemak, nitrogen, mineral dan lain-lain yang

merupakan hasil tambahan proses keratinisasi atau hasil apendiks kulit. Mengenai
hubungannya dengan manusia, bakteri dapat bertindak sebagai parasit yang dapat
menimbulkan penyakit atau sebagai komensal yang merupakan flora normal.
Saat ini dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi,
semakin banyak pabrik-pabrik dibangun, jumlah kendaraan bermotor dan pencemaran
air limbah dimana-mana menyebabkan banyaknya penyakit yang menyerang kulit
manusia. Pada dasarnya, pola hidup manusia itu sendiri dapat merusak system
integument mereka sendiri. Oleh karena itu diperlukan edukasi dan promosi
kesehatan untuk mendidik masyarakat akan pentingnya menjaga organ kulit mereka.
Dalam makalah ini akan dipaparkan beberapa penyakit yang menyerang
system integument manusia.

BAB 2
ANATOMI SISTEM INTEGUMEN
2.1 GAMBARAN UMUM KULIT
Kulit merupakan selimut yang menutupi permukaan tubuh dan
memiliki fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan
rangsangan luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah mekanisme
biologis, seperti pembentukan lapisan tanduk secara terus menerus (keratinisasi dan
pelepasan sel-sel yang sudah mati), respirasi dan pengaturan suhu tubuh , produksi
sebum dan keringat dan pembentukan pigmen melanin untuk melindungi kulit dari
bahaya sinar ultraviolet matahari, sebagai peraba dan perasa, serta pertahanan
terhadap tekanan dan infeksi dari luar. Selain itu, kulit merupakan suatu kelenjar
holokrin yang besar (Montagna, Renault, Debreuil).
Kulit terbagi atas 2 lapisan utama, yaitu :
1. Epidermis (kulit ari) sebagai lapisan yang paling luar.
2. Dermis (korium, kutis, kulit jangat)
Di bawah dermis terdapat subkutis atau jaringan lemak bawah kulit.
Para ahli histology
membagi epidermis dari
bagian terluar hingga ke
dalam

menjadi

lapisan, yakni :
1. Lapisan
tanduk
(stratum

corneum)

sebagai lapisan yang


paling atas
2. Lapisan
(stratum
disebut

jernih
lucidum)
juga

lapisan barrier
3. Lapisan
berbutirbutir (stratum granulosum)

4. Lapisan malphigi (stratum spinosum) yang selnya seperti berduri


5. Lapisan basal (stratum germinativum) yang hanya tersusun oleh satu lapis sel-sel
basal
2.1.1

Epidermis
Dari sudut kosmetik, epidermis merupakan bagian kulit yang menarik karena

kosmetik dipakai pada epidermis itu. Meskipun ada beberapa jenis kosmetik yang
digunakan sampai ke dermis, namun tetap penampilan epidermis yang menjadi tujuan
utama. Dengan kemajuan teknologi, dermis menjadi tujuan dalam kosmetik medic.
Ketebalan epidermis berbeda-beda pada berbagai bagian tubuh. Yang paling
tebal berukuran 1 mm misalnya pada telapakkaki dan telapak tangan. Lapisan yang
tipis berukuran 0,1 mm terdapat pada kelopak mata, pipi, dahi dan perut. Sel-sel
1.

epidermis ini disebut keratinosit.


Lapisan Tanduk (Stratum Corneum) terdiri atas beberapa lapis sel yang pipih, mati,
tidak memiliki inti, tidak mengalami proses metabolism, tidak berwarna dan
sangat sedikit mengandung air. Lapisan ini sebagian besar terdiri atas keratin,
jenis protein yang tidak larut dalam air dan sangat resisten terhadap bahan-bahan
kimia. Hal ini berkaitan dengan fungsi kulit untuk memproteksi tubuh dari
pengaruh luar. Secara alami, sel-sel yang sudah mati di permukaan kulit akan
melepaskan diri untuk beregenerasi. Permukaan stratum corneum dilapisi oleh
suatu lapisan pelindung lembab tipis yang bersifat asam disebut Mantel Asam

2.

Kulit.
Lapisan Jernih (Stratum Lucidum) terletak tepat di bawah stratum corneum,
merupakan lapisan yang tipis, mengandung eleidin, sangat tampak jelas pada
telapak tangan dan telapak kaki. Antara stratum lucidum dan stratum granulosum
terdapat lapisan keratin tipis yang disebut reins barrier (Szakall) yang tidak bisa

3.

ditembus (impermeable).
Lapisan Berbutir-Butir (Stratum Granulosum) tersusun oleh sel-sel keratinosit
yang berbentuk polygonal, berbutir kasar dan berinti mengkerut. Stoughton
menemukan di dalam butir keratohyalin itu terdapat bahan logam, khususnya

4.

tembaga yang menjadi katalisator proses pertandukan kulit.


Lapisan Malphigi (Stratum Spinosum/Malphigi Layer) memiliki sel yang
berbentuk kubus dan seperti berduri. Intinya besar dan oval. Setiap sel

berisifilamen-filamen kecil yang terdiri atas serabut protein. Cairan limfe masih
5.

ditemukan mengitari sel-sel dalam lapisan malphigi ini.


Lapisan Basal (Stratum Germinativum/MEmbran Basalis) adalah lapisan
terbawah epidermis. Di dalam stratum germinativum juga terdapat sel-sel
melanosit yaitu sel-sel yang tidak mengalami keratinisasi dan fungsinya hanya
membentuk pigmen melanin dan memberikannya pada sel-sel keratinosit melalui
dendrite-dendritnya. Satu sel melanosit melayani sekitar 36 sel keratinosit.
Kesatuan ini diberikan nama unit melanin epidermal (Queveda et al, 1974).
2.1.2

Dermis
Berbeda dengan epidermis yang tersusun oleh sel-sel dalamberbagai bentuk

dan keadaan. Dermis terdiri dari bahan dasar serabut kolagen dan elastin, yang berada
di substansi dasar yang bersifat koloid dan terbuat dari gelatin mukopolisakarida.
Serabut kolagen dapat mencapai 72 % dari keseluruhan berat kulit manusia bebas
lemak.
Di dalam dermis terdapat adneksa-adneksa kulit seperti folikel rambut, papilla
rambut, kelenjar keringat, saluran keringat, kelenjar sebasea, otot penegak rambut,
ujung pembuluh darah dan ujung saraf, juga sebagian serabut lemak yang terdapat
pada lapisan lemak bawah kulit (subkutis/hypodermis).
A. Keratinisasi
Sel-sel keratinosit pada lapisan basal atau lapisan induk akan memperbanyak
diri, berdiferensiasi, terdesak menuju ke permukaan kulit sehingga akhirnya
menjadi sel-sel yang mati, kering dan pipih pada stratum corneum. Kandungan
lemak dalam sel stratum germinativum sekitar 13-14 % turun menjadi 10 %
dalam stratum granulosum dan hanya tinggal 7 % atau kurang dalam stratum
corneum. Air yang terkandung dalam sel stratum corneum hanya sekitar 25 %,
sedangkan dalam lapisan lainnya hanya 70 %.
Proses pendewasaan dari stratum germinativum sampai menjadi sel tanduk
dalam stratum corneum dinamakan keratinisasi yang lamanya 14-21 hari dan
sering disebut Cell Turn Over Time.
B. Susunan Kimia Kulit dan Keratin
Struktur kimia dari sel-sel epidermis manusia memiliki komposisi berikut :
1. Protein
27 %

2. Lemak
3. Garam mineral
4. Air dan bahan-bahan larut air

2%
0,5 %
70,5 %

Protein terpenting adalah albumin, globulin, musin, elastin, kolagen dan


keratin. Secara kasar 40 % dari bahan-bahan yang larut air terdiri dari asam-asam
amino bebas (Webber, Lustig, Gohlke, Benk)
Menurut peneliti LEonhardi, Glassenapp dan Bruhl, 22 asam amino
ditemukan di dalam ekstrak kulit, yaitu asam aspartat, asam glutamate, serine,
glycocol, threonine, alanine, tyrosine, triptofan, valine, fenilanin, leucine, lysine,
arginine, glutamine, citrulline, histidine, ornithine, taurine, cystine, oxyproline,
proline dan asam alfa-aminobutirat. Sebagai tambahan, asam alfa-pyrolidone
karboksilat, suatu produk dehidrasi dari asam glutamate ditemukan di dalam
komponen-komponen yang larut dalam air.
Kehadiran asam laktat, asam hidrochlorat, di samping asam formiat , asam
sitrat dan asam fosfat, juga telah ditetapkan dengan baik. Jika glutamine dan
methionine hadir dalam jumlah besar, triptofan dapat disintesa di dalam sel.
Evolusi sel-sel kulit hidup (bukan sel tanduk yang sudah mati) juga
membutuhkan hadirnya asam-asam sitrat, formiat, laktat, chloride, natrium,
kalium, ammonium, urea, kalsium, magnesium, uric dan glukonik, dalam bentuk
yang larut air. Sel pada lapisan stratum corneum tersusun oleh keratin yang
berasal dari protein, juga merupakan penyusun utama rambut dan kuku manusia.
C. Susunan Pokok Kimia Protein
Setiap molekul protein tersusun oleh gabungan molekul asam amino, yaitu
senyawa yang mengandung gugus amino (-NH2) dan gugus karboksil (-COOH)
membentuk suatu gugus amida (-CONH-).
Keratin terbangun dari kelompok-kelompok yang bersifat asam dan basa. Di
dalam kajian analitisnya dengan menggunakan sinar X, astbruy, et al menemukan
bahwa kelompok asam amino keratin saling berhubungan membentuk rantai
yang panjang dalam bentuk alfa yang tertekuk atau beta yang terentang. Rantai
tersebut berhubungan satu sama lain.
D. Kelenjar Keringat dan Perspirasi
Ada dua jenis kelenjar keringat, yaitu :

1. Kelenjar keringat ekrin mensekresi cairan jernih, yaitu keringat yang


mengandung 95-97 % air dan mengandung beberapa mineral, seperti
garam, sodium klorida, granula minyak, glusida dan sampingan dari
metabolism seluler. Kelenjar ini terdapat di seluruh kulit, mulai dari telapak
tangan dan kaki sampai kulit kepala. Bentuknya langsing, bergulunggulung dan salurannya bermuara langsung pada permukaan kulit yang tidak
ada rambutnya.
2. Kelenjar keringat apokrin lebih besar daripada ekrin, hanya terdapat di
daerah ketiak, putting susu, daerah kelamin dan menghasilkan cairan yang
agak kental serta berbau khas pada setiap orang. Muaranya berdekatan
dengan muara kelenjar sebasea pada saluran folikel rambut. Kelenjar
keringat apokrin jumlahnya tidak terlalu banyak dan hanya sedikit cairan
yang disekresikan dari kelenjar ini.
E. Kelenjar Sebasea dan Sebum
Kelenjar sebasea atau kelenjar minyak menghasilkan minyak kulit (sebum)
yang berguna untuk meminyaki kulit dan rambut agar tidak kering. Kelenjar
sebasea terletak lebih dekat ke permukaan kulit dibandingkan kelenjar keringat
dan bermuara pada saluran folikel rambut dapat bersama kelenjar keringat
apokrin di beberapa tempat. Bentuknya berupa kantong-kantong yang
mengalirkan sekresinya melalui satu saluran bersama yang bermuara pada saluran
folikel rambut. Sifat sekresinya adalah holokrin, artinya mensekresikan bersamasama dengan sel-sel yang dilepaskan dari dindingnya.

BAB 3
DAFTAR PENYAKIT KULIT
3.1 VERUKA VULGARIS
3.1.1 Batasan
Veruka (warts) disebabkan oleh Human Papilloa Virus (HPV) yang terdiri
dari berbagai tipe (lihat tabel 3.1).
Serotype HPV
HPV 1
HPV 2
HPV 3
HPV 4
HPV 6
HPV 16, 18

Penyakit yang berhubungan


Veruka yang dalam, veruka vulgaris
Veruka vulgaris, veruka mozaik
Veruka plana
Veruka vulgaris
Kondiloma akuminata (kutil kelamin)
Kanker penis, kanker vulva, kanker serviks, dysplasia,
penyakit bowen, papulosis bowenoid

3.1.2

Patofisiologi
Kutil ini terutama terdapat pada anak, tetapi juga terdapat pada dewasa

dan orang tua. Tempat predileksinya terutama di ekstremitas bagian ekstensor.


Walaupun demikian penyebarannya dapat ke bagian tubuh lain termasuk mukosa
mulut dan hidung. Kutil ini berbentuk bulat berwarna abu-abu, besarnya
lentikularnatau kalau berkonfluensi berbentuk plakat, permukaan kasar
(verukosa). Dengan goresan dapat timbul inokulasi sepanjang goresan (fenomena
Kobner).
Dikenal pula induk kutil yang suatu saat menimbulkan kutil pada anakanak dalam jumah yang banyak. Ada pendapat yang menggolongkan penyakit
yang sembuh sendiri tanpa pengobatan. Varian veruka vulgaris yang terdapat di
daerah muka dan kulit kepala berbentuk sebagai penonjolan yang tegak lurus

pada permukaan kulit dan permukaannya verukosa disebut sebagai verukosa


filiformis.
3.1.3 Gejala
Paling sering timbul pada jari-jari, dorsum tangan, daerah paronikia,
wajah, lutut dan siku.
3.1.4 Penatalaksanakan
Jika gambaran klinis tidak jelas dapat dilakukan pemeriksaan
histopatologik melalui biopsy kulit. Gambaran histopatologis dapat membedakan
bermacam-macam papilloma.
Macam-macam obat terapi topical :
1. Bahan kaustik, misalnya larutan AgNO3 25 %, asam trikolosetat 50 %
dan fenol likuifaktum.
2. Bedah beku, misalnya CO2, N2, dan N2O.
3. Bedah scalpel
4. Bedah listrik
5. Bedah laser
3.1.5 Prognosis
Penyakit ini sering residif, walaupun diberikan pengobatan yang adekuat.
3.2 KONDILOMA AKUMINATA
3.2.1 Batasan
Kondiloma akuminatum adalah vegetasi oleh human papilloma virus tiper
tertentu, bertangkai dan permukannya berjonjot. Frekuensinya pada pria dan
wanita sama. Tersebar kosmopolita dan transmisi melalui kontak kulit langsung.
3.2.2 Patofisiologi
HPV ialah virus DNA yang tergolong dalam keluarga virus Papova.
Beberapa tipe HPV tertentu mempunyai potensi onkogenik yang tinggi, yaitu tipe
16 dan 18. Tipe ini adalah jenis virus yang paling sering dijumpai pada kanker
serviks. Sedangkan tipe 6 dan 11 lebih sering dijumpai pada kondiloma
akuminatum dan neoplasia intraepithelial serviks derajat ringan.
3.2.3 Gejala
Penyakit ini terutama terdapat di daerah lipatan yang lembab, misalnya
daerah genitalia eksterna. Pada pria tempat predileksinya di perineum dan sekitar
anus, sulkus koronarius, glans penis, muara uretra eksterna, korpus dan pangkal
penis. Pada wanita di daerah vulva dan sekitarnya, introitus vagina, kadangkadang porsio uteri. Pada wanita yang banyak mengeluarkan flour albus atau
wanita yang hamil pertumbuhan penyakit lebih cepat.

Kelainan kulit berupa vegetasi yang bertangkai dan berwarna kemerahan


kalau masih baru. Jika telah lama agak kehitaman. Permukaannya berjonjot
sehingga pada vegetasi yang besar dapat dilakukan percobaan sondase. Jika
timbul infeksi sekunder warna kemerahan akan berubah menjadi keabu-abuan
dan berbau tidak enak.
Vegetasi yang besar disebut giant condyloma (Buschke) yang pernah
dilaporkan menimbulkan degenerasi maligna sehingga harus dilakukan biopsy.
3.2.4 Penatalaksanakan
1. Kemoterapi
a. Podofilin
Yang digunakan adalah tingtur podofilin 25 %. Kulit di sekitarnya
dilindungi vaselin atau pasta agar tidak terjadi iritasi, setelah 4-6 jam
dicuci. Cara pengobatan dengan podofilin ini sering dipakai.
Hasilnya baik pada lesi yang baru, tetapi kurang memuaskan pada
lesi yang lama atau yang berbentuk pipih.
b. Asam Triklorasetat
Digunakan larutan dengan konsentrasi 50 % dioleskan setiap
minggu. Pemberiannya harus hati-hati karena dapat menimbulkan
ulkus yang dalam. Dapat diberikan pada wanita hamil.
c. 5-fluorourasil
Konsentrasinya antara 1-5 % dalam krim, dipakai terutama pada
lesi di meatus uretra. Pemberiannya diberikan setiap hari sampai lesi
menghilang. Sebaiknya penderita tidak miksi selama 2 jam setelah
2.
3.
4.
5.

pengobatan.
Bedah listrik (elektrokauterisasi)
Bedah beku (N2, N2O cair)
Bedah scalpel
Laser karbondioksida
Luka lebih cepat sembuh dan meninggalkan sedikit jaringan parut bila

dibandingkan bedah listrik.


6. Interferon
Dapat diberikan dalam bentuk suntikan (im atau intralesi) dan topical
(krim). Interferon alfa diberikan dengan dosis 4-6 mU, i.m 3 kali
seminggu selama 6 minggu atau dengan dosis 1-5 mU im selama 6
minggu.
7. Imunoterapi
10

Pada penderita dengan lesi yang luas dan resisten terhadap


3.2.5

pengobatan dapat diberikan pengobatan bersama dengan imunostimulator.


Prognosis
Walaupun sering mengalami residif, prgnosisnya baik. Factor predisposisi

dicari, misalnya hygiene, adanya flour albus atau kelembapan pada pria akibat
disirkumsisi.
3.3 HERPES
3.3.1 Batasan
Herpes zoster adalah salah satu penyakit kulit (radang kulit) disebabkan
oleh virus Varisella zoster dan memiliki sifat yang khas yaitu terdapat vesikel
yang tersusun berkelompok sepanjang persyarafan sensorik sesuai dengan
dermatomnya dan biasanya unilateral.
3.3.2 Patofisiologi
Masa tunasnya 7-12 hari masa aktif penyakit berupa lesi baru dan yang
tetap timbul berlangsung kira-kira 1-2 minggu virus berdiam di ganglion
posterior susunan syaraf tepi dan ganglion kronialis.
3.3.3

Gejala
1. Gejala prodormal
Gejala sistemik seperti demam, pusing, malaise, dan lokal (nyeri
otot, tulang, gatal, pegal dsb) pada dermatom yang terserang.
2. Stadium
Timbul popula atau plakat berbentuk urtika setelah 1-2 hari akan
timbul gerombolan vesikel dengan dasar kulit yang eritematosa dan
odema vesikel air berisi cairan yang jernih.
Stadium Krutasi
Vesikel menjadi puruler dapat menjadi pustula dan krusta kadangkadang vesikel mengandung darah disebut herpes zoster haemorasik
krusta akan lepas dalam waktu 1-2 minggu dapat timbul infeksi
sekunder sehingga menimbulkan ulkus dengan penyumbatan tanpa
sikasrek sering terjadi neuralgia pasca hepatica terutama pada orangtua
yang dapat berlangsung berbulan-bulan yang bersifat sementara.
Ciri khas herpes zoster :

11

Nyeri radikuler

Unilateral

Gerombolan vesikel yang tersebar sesuai dengan dermatom yang


meruasi oleh satu ganglion syaraf sensorik.

Gejala lainnya :

Pembesaran KGB regional

Kelainan motorik berupa kelainan sentral daripada perifer

Fuper parostesi pada daerah yang terkena

Kelainan pada muka akibat gangguan trigenirus (dengan gangguan


gaseri) atau n. fasialis & optikus (dari gangguan garikulotum)

Klasifikasi Herpes Zoster

Herpes Zoster Optalnikus terjadi infeksi cabang pertama N.


Trigenirus yang menimbulkan kelainan pada mata cabang kedua
dan ketiga yang menyebabkan kelainan kulit pada daerah
persyarafan.

Sindrom Ramsay Hurt diakibatkan gangguan N. Fasiolis dan


optikus sehingga memberikan gejala paralysis otot muka (paralisis
Bell) kelainan kulit sesuai tingkat persyarafan, kliris vertigo,
gangguan pendengaran, regtagnius dan raisea juga terdapat
gangguan pengecapan.

Herpes Zoster Abortif berlangsung dalam waktu singkat dan


kelainan kulitnya hanya berupa beberapa vesikel dan eritem.

Herpes Zoster Generaligata kelainan kulit unilateral dan segmental


ditambah yang menyebar secara generalisata berupa vesikel soliter
dan ada umbilikasi. Kasus ini terutama terjadi pada orang tua atau

12

pada orang yang kondisi fisiknya sangat lemah, misalnya penderita


Umforra malignum.
3.3.4

Penatalaksanakan
1. Therapi sistemik umumnya bersifat simptomatik untuk nyeri
diberikan analgetik jika disertai infeksi sekunder diberikan
antibiotik.
2. Bila syaraf oftalnikus cabang dari syaraf trigenirus terkena muka
dirujuk ke arah mata karena dapat terjadi perporasi kornea.
3. Pemberian kortikosteroid sistemik diri dapat mencegah timbulnya
neuralgia post herpatica dan untuk mencegah fibrosis garcialia.
4. Therapi topical bergantung pada stadium : Stadium vesikel agar
tidak terjadi infeksi sekunder. Bila erosif diberikan kompres
terbuka. Bila ulserasi dapat diberikan salep antibiotik.
5. Kompres pada daerah yang terserang : Bila lokal kering, bedak
berisi aodum berikulm 10%, Oksisum Zursi 10% dan mentol 1%.
Bila basah kompres garam tadi, kompres solutio burowl
6. Istirahat

3.3.5

Prognosis
Umumnya baik, pada herpes zoster oftalmikus prognosis bergantung

pada tindakan perawatan secara dini.


3.4 VARISELA
3.4.1 Batasan
Varicella atau Chickenpox adalah penyakit yang disebabkan oleh
Varicella Zooster Virus (disingkat dengan VZV, atau disebut juga Human
Herpes Virus-3 / HHV-3), ditandai dengan adanya lesi berupa makula eritem,
papul, vesikel, pustula, dan krusta, dan penyembuhannya kira kira setelah 16
hari, serta demam yang terjadi biasanya subfebril (100 - 102F), namun dapat
pula tinggi hingga 106F.
3.4.2 Patofisiologi
Varicella primer disebabkan oleh infeksi Varicella Zooster Virus, suatu
Herpes Virus. Penularan melalui inhalasi (droplet) atau kontak langsung dengan
lesi di kulit penderita.
Infeksi biasanya terjadi dengan menembus selaput konjungtiva atau

13

lapisan mukosa saluran napas atas penderita. Kemudian terjadi replikasi virus di
limfonodi setelah dua sampai empat hari sesudahnya, dan diikuti viremia
primer yang terjadi setelah empat sampai enam hari setelah inokulasi awal.
Virus kemudian menggandakan diri di liver, spleen, dan organ lain yang
memungkinkan.
Viremia kedua, ditandai dengan adanya partikel partikel virus yang
menyebar di kulit 14 sampai 16 hari sejak paparan awal, menyebabkan typical
vesicular rash. Ensefalitis, hepatitis, atau pneumonia dapat terjadi pada saat itu.
Periode inkubasi biasanya berlangsung antara 10 sampai 21 hari. Pasien
mampu menularkan penyakitnya sejak satu sampai dua hari sebelum muncul
rash sampai muncul lesi yang mengeras, biasanya lima sampai enam hari
setelah muncul rash pertama kali. Meskipun kebanyakan infeksi varicella
menimbulkan kekebalan seumur hidup, pernah dilaporkan infeksi ulangan pada
anak yang sehat.
Hal lain yang harus dijelaskan, setelah infeksi primer VZV bertahan
hidup dengan cara menjadi dormant di system saraf sensorik, terutama
Geniculatum, Trigeminal, atau akar Ganglia Dorsalis dan dormant. Mekanisme
imunologi host gagal menekan replikasi virus, namun VZV diaktifkan kembali
jika mekanisme host gagal menampilkan virus. Kadang kadang terjadi setelah
ada trauma langsung. Viremia VZV sering terjadi bersama dengan herpes
zoster. Virus bermigrasi dari akar saraf sensoris dan menimbulkan kehilangan
sensoris pada dermatom dan rash yang nyeri dan khas.
3.4.3

Gejala
1. Anamnesis
Pada masa prodormal, gejala gejala yang muncul sangat bervariasi.
Masa inkubasi adalah 10 sampai 20 hari.

Varicella yang terjadi pada anak anak sering tidak didahului dengan
gejala prodormal, melainkan ditandai dengan exanthema.

Pada orang dewasa dan remaja sering didahului dengan gejala


prodormal yaitu, mual, mialgia, anoreksia, sakit kepala, batuk pilek,

14

atau nyeri tenggorok

Satu sampai dua hari setelah seseorang terinfeksi virus, timbul rash
berupa vesikel vesikel, dan setelah empat sampai lima hari
kemudian, vesikel vesikel tersebut pecah dan menjadi krusta.

Adanya trias berupa munculnya rash, malaise, dan demam subfebril


menandakan onset dari varicella.

Pada daerah wajah, badan, kepala, dan ekstremitas proksimal, sering


terlihat adanya makula eritem yang dengan cepat menjadi papul,
vesikel yang jernih, dan pustula dengan umbilikasi di daerah sentral
selama 12 sampai 14 hari.

Kadang vesikel dapat muncul di telapak tangan dan kaki, membran


mukosa yang dirasakan nyeri. Gatal seringkali dirasakan pada saat
muncul vesikel.

2. Pemeriksaan Fisik
a. Adanya rash

Tiap lesi dimulai dari macula eritem, papul, vesikel, pustula,


dan krusta

Bila di sekitar lesi berwarna kemerahan, dan sedikit


membengkak, harus dicurigai terjadi superinfeksi bakteri

Beberapa lesi dapat muncul di daerah orofaring

Lesi yang ditemukan pada mata jarang ditemukan

Lesi akan mengalami erupsi setelah 3 5 hari

Lesi biasanya berubah menjadi krusta selama 6 hari dan


penyembuhan terjadi setelah 16 Hari

Pemanjangan waktu erupsi pada lesi yang baru atau


penyembuhan dapat terjadi pada seseorang dengan imunitas
seluler rendah

b.

Demam yang terjadi biasanya subfebril (100 - 102F), namun


dapat pula tinggi hingga 106F. Demam lama harus dicurigai

15

terjadinya komplikasi atau imunodefisiensi.


3.4.4

Penatalaksanakan
1. Laboratorium
Tzanck smear pada cairan vesikuler menunjukkan adanya giant cell
yang multinuklear dan badan inklusi eosinofil intranuklear pada sel
epitel
Isolasi virus VZV dengan melakukan kultur cairan vesikel
merupakan diagnosis defenitif, walaupun pembiakan virus VZV
merupakan cara yang sulit dan hasil positif diperoleh kurang dari 40%.
Dapat digunakan dua teknik pemeriksaan, yaitu :
1. Teknik imunofluoresensi langsung
Lebih sensitif dan cepat bila dibandingkan dengan kultur jaringan
2. Teknik PCR
Sangat sensitif dalam mengidentifikasi VZV. Dapat pula dilakukan
pemeriksaan serologis seperti EIA, IFA, Complemen fixation,
FAMA, dan Tes Aglutinasi Latex (4).
2. Pencitraan
Foto thoraks diindikasikan bila pada penderita menunjukkan adanya
tanda tanda gangguan pulmonal, untuk menyingkirkan kemungkinan
terjadinya pneumonia. Pada foto thoraks dapat ditemukan normal atau
adanya infiltrat bilateral yang difus pada pneumonia yang disebabkan
varicella.
3. Pemeriksaan Lain
1. Lumbal Punksi
Anak anak dengan tanda tanda gangguan neurologis
sebaiknya dilakukan pemeriksaan LCS melalui lumbal punksi.
LCS pada penderita dengan encefalitis varicella ditemukan
beberapa atau banyak sel, yaitu PMN atau mononuklear.

3.4.5

2. Kadar glukosa sering normal


Kadar protein dapat normal atau sedikit meningkat.
Prognosis
16

Dengan perawatan yang teliti dan memperhatikan hygiene member


prognosis yang baik dan jaringan parut yang timbul sangat sedikit.
3.5 MORBILI
3.5.1 Batasan
Morbili adalah penyakit virus akut, menular yang ditandai dengan 3
stadium, yaitu stadium prodormal

( kataral ), stadium erupsi dan stadium

konvalisensi, yang dimanifestasikan dengan demam, konjungtivitis dan bercak


koplik ( Ilmu Kesehatann Anak Edisi 2, th 1991. FKUI).
Morbili adalah penyakit anak menular yang lazim biasanya ditandai
dengan gejalagejala utama ringan, ruam serupa dengan campak ringan atau
demam, scarlet, pembesaran serta nyeri limpa nadi ( Ilmu Kesehatan Anak vol
2, Nelson, EGC, 2000 ).
3.5.2

Patofisiologi
Virus campak ditularkan lewat droplet, menempel dan berbiak pada

epitel nasofaring. Virus ini masuk melalui saluran pernafasan terutama bagian
atas, juga kemungkinan melalui kelenjar air mata. Dua sampai tiga hari setelah
invasi, replikasi dan kolonisasi berlanjut pada kelenjar limfe regional dan
terjadi viremia yang pertama. Virus menyebar pada semua sistem
retikuloendotelial dan menyusul viremia kedua setelah 5-7 hari dari infeksi
awal. Adanya giant cells dan proses keradangan merupakan dasar patologik
ruam dan infiltrat peribronchial paru. Juga terdapat udema, bendungan dan
perdarahan yang tersebar pada otak. Kolonisasi dan penyebaran pada epitel dan
kulit menyebabkan batuk, pilek, mata merah (3 C : coryza, cough and
conjuctivitis) dan demam yang makin lama makin tinggi. Gejala panas, batuk,
pilek makin lama makin berat dan pada hari ke 10 sejak awal infeksi (pada hari
penderita kontak dengan sumber infeksi) mulai timbul ruam makulopapuler
warna kemerahan. Virus dapat berbiak juga pada susunan saraf pusat dan
menimbulkan gejala klinik encefalitis. Setelah masa konvelesen pada turun dan
hipervaskularisasi mereda dan menyebabkan ruam menjadi makin gelap,

17

berubah menjadi desquamasi dan hiperpigmentasi. Proses ini disebabkan karena


pada awalnya terdapat perdarahan perivaskuler dan infiltrasi limfosit.
3.5.3 Gejala
1. Inkubasi
Biasanya tanpa gejala dan berlangsung 10-12 hari.
2. Prodromal
Biasanya berlangsung 2-5 hari. Gejala yang utama muncul adalah
demam, yang terus meningkat hingga mencapai puncaknya suhu 39,4 0
40,60C pada hari ke- 4 atau 5, yaitu pada saat ruam muncul. Gejala lain
yang juga bisa muncul batuk, pilek, farings merah, nyeri menelan,
stomatitis, dan konjungtivitis.
Bercak koplik berwarna putih kelabu, sebesar ujung jarum dikelilingi
eritema hampir selalu didapatkan pada akhir stadium prodromal. Bercak
Koplik ini muncul pada 1-2 hari sebelum muncul rash (hari ke-3 4) dan
menghilang setelah 1-2 hari munculnya rash. Cenderung terjadi
berhadapan dengan molar bawah, terutama molar 3, tetapi dapat
menyebar secara tidak teratur pada mukosa bukal yang lain.
3. Erupsi (Rash)
Terjadinya eritema berbentuk makula-papula disertai menaiknya suhu
badan. Ruam ini muncul pertama pada daerah batas rambut dan dahi,
serta belakang telinga kemudian menyebar dengan cepat pada seluruh
muka, leher, lengan atas dan bagian atas dada pada sekitar 24 jam
pertama. Selama 24 jam berikutnya ruam menyebar ke seluruh punggung,
abdomen, seluruh lengan, dan paha. Ruam umumnya saling rengkuh
sehingga pada muka dan dada menjadi confluent. Bertahan selama 5-6
hari. Suhu naik mendadak ketika ruam muncul dan sering mencapai 4040,5 C. Penderita saat ini mungkin tampak sangat sakit, tetapi dalam 24
jam sesudah suhu turun mereka pada dasarnya tampak baik. Selain itu,
batuk dan diare menjadi bertambah parah sehingga anak bisa mengalami
sesak nafas atau dehidrasi. Tidak jarang pula disertai muntah dan
anoreksia. Otitis media, bronkopneumonia, dan gejala-gejala saluran
cerna, seperti diare dan muntah, lebih sering pada bayi dan anak kecil.
18

Kadang-kadang

terdapat

perdarahan

ringan

pada

kulit.

Terjadi

pembesaran kelenjar getah bening di sudut mandibula dan di daerah leher


belakang. Dapat pula terjadi sedikit splenomegali.
Ketika ruam mencapai kaki pada hari ke 2-3, ruam ini mulai
menghilang dari muka. Hilangnya ruam menuju ke bawah pada urutan
yang sama dengan ketika ruam muncul. Ruam kulit menjadi kehitaman
dan mengelupas (hiperpigmentasi) yang akan menghilang setelah 1-2
minggu. Hiperpigmentasi merupakan gejala yang patognomonik untuk
morbili

3.5.4

Penatalaksanakan
Terapi pada campak bersifat suportif, terdiri dari:
a. pemberian cairan yang cukup, misal air putih, jus buah segar, teh,
dll untuk mengembalikan cairan tubuh yang hilang karena panas
dan berkeringat karena demam.
b. kalori yang sesuai dan jenis makanan yang disesuaikan dengan
c.
d.
e.
f.
g.

tingkat kesadaran dan adanya komplikasi


suplemen nutrisi
antibiotik diberikan apabila terjadi infeksi sekunder
anti konvulsi apabila terjadi kejang
anti piretik bila demam, yaitu non-aspirin misal acetaminophen.
pemberian vitamin A
1. Terapi vitamin A untuk anak-anak dengan campak di negaranegara berkembang terbukti berhubungan dengan penurunan
angka kejadian morbiditas dan mortalitas.
2. Dosis 6 bulan 1 tahun : 100.000 IU per oral sebagai dosis
tunggal. 1 tahun : 200.000 IU per oral sebagai dosis tunggal
3. Ulangi dosis hari berikutnya dan minggu ke-4 bila didapatkan

keluhan oftalmologi sehubungan dengan defisiensi vitamin A


h. antivirus
Antivirus seperti ribavirin (dosis 20-35 mg/kgBB/hari i.v) telah
dibuktikan

secara

in

vitro

terbukti

bermanfaat

untuk

penatalaksanaan penderita campak berat dan penderita dewasa yang

19

immunocompromissed. Namun penggunaan ribavirin ini masih

3.5.5

dalam tahap penelitian dan belum digunakan untuk penderita anak.


i. pengobatan komplikasi
Prognosis
Prognosis baik.

3.6 LEPRA
3.6.1 Batasan
Lepra disebabkan oleh kuman mycobacterium leprat, kuman ini dapat
menyerang semua umur, akan tetapi sangat rentan terhadap anak-anak
dibandingkan dengan dewasa. Lepra searing dihubungkan dengan latara
belakanag social ekonomi yang rendah dan keadaan lingkungan yang buruk.
3.6.2

Patofisiologi
Pada tahun 1960 Shepard berhasil Menginokulasikan M .Leprae

kedalam. Telapak kaki Mencit, yang berkembang biak disekitar tempat


suntikan. Ternyata tidak ada perbedaan spesies dari dari manapun bahanitu
didapat dari negeri manapun, dan dari macam lesi apapun. Untuk tumbuhnya
diperlukan jumlah minimum M.Leprae yang disuntikan dan kalau melampaui
jumlah maksimum, tidak akan meningkatkan perkembangbiakan.
Inokulasi pada mencit yang telah diambil timusnya diikuti oleh Irradiasi
(goor) sehingga kehilangan respon imun selulernya, akan menghasilkan
Granuloma penuh basil yang menyeluruh, terutama pada daerah yang dingin
yaitu : hidung, cuping telinga, kaki & ekor. Basil tersebut umtuk lanjut dapat
Diinokulasikan lagi. Berarti memenuhi salah satu Postulat Koch, meskipun
belum dipenuh.
M.leprae berproduksi di daerah-daerah yang lebih dingin. Sebenarnya
M.Leprae mempunyai Patogenetas dan daya Invasif yang rendah, sebab
penderita yang mengandung kuman jauh lebih banyak belum tentu memberikan
gejala yang lebih berat,bahkan dapat sebaliknya, ketidakseimbangan antara
derajat infeksi dan derajat penyakit, tidak lain disebabkan oleh sistem imun
yang berbeda yang mencegah timbulnya reaksi Granuloma setempat dan

20

menyeluruh yang dapat sembuh sendiri /Progresif. Oleh karena itu penyakit
kusta dapat disebut penyakit imunologik.
3.6.3

Gejala
Gejala dan tanda yang muncul tergantung kepada respon kekebalan

penderita. Gejala pertamanya berupa penebalan pada kulit yang berubah


warnanya berupa bercak keputih-putihan (maculahypopigmentasi) yang kurang
atau hilang perasaannya (anaesthesia). Pengenalan tanda pertama ini sangat
penting untuk berhasilnya pengobatan dan pencegahan kecacatan akibat lepra.
Bila mengenai kulit muka akan mengakibatkan tampang seseorang menjadi
sangat menakutkan yang disebut facies leonina (muka singa)
3.6.4

Penatalaksanakan
Mengingat

bahwa

pengobatan

dapat

menghentikan

penularan

maka

pemberantasannya dapat dilakukan dengan 3 usaha pokok yaitu:


1.

Mencari dan menemukan semua penderita (case finding) dalam

2.
a.

masyarakat untuk diberikan pengobatan yang sebaik-baiknya.


Mengobati dan mengikuti penderita (case holding)
Pengobatan dilaksanakan di poliklinik yang semudah mungkin

b.

dicapai penderita.
Bila penderita tidak datang berobat ke poliklinik, dilakukan

kunjungan rumah untuk diberikan pengobatan dan penerangan


4. Pendidikan kesehatan tentang penyakit lepra kepada masyarakat:
a.
Agar masyarakat mempunyai pengertian yang wajar tentang
b.

pengertian lepra tanpa membesar-besarkannya atau mengecilkannya


Agar masyarakat dapat mengenal gejala penyakit lepra pada tingkat
awal,

sehingga

pengobatan

dapat

segera

diberikan

supaya

memudahkan penyembuhan dan mencegah terjadinya kecacatan

3.6.5

Prognosis
Baik.
3.7 TINEA PEDIS
3.7.1 Batasan
Tinea pedis merupakan infeksi dermatofita pada kaki terutama
mengenai sela jari dan telapak kaki sedangkan yang terdapat pada bagian dorsal
pedis dianggap sebagai tinea korporis. Keadaan lembab dan hangat pada sela
jari kaki karena bersepatu dan berkaos kaki disertai daerah tropis yang lembab
mengakibatkan pertumbuhan jamur makin subur. Efek ini lebih nyata pada sela
21

jari kaki keempat dan kelima, dan lokasi ini paling sering terkena.
Kenyataaannya, tinea pedis jarang ditemukan pada populasi yang tidak
menggunakan sepatu. Sinonim dari tinea pedis adalah foot ringworm, athlete
foot, foot mycosis.
3.7.2 Patofisiologi
Jamur superfisial harus menghadapi beberapa kendala saat menginvasi
jaringan keratin. Jamur harus tahan terhadap efek sinar ultraviolet, variasi suhu
dan kelembaban, persaingan dengan flora normal, asam lemak fungistatik dan
sphingosines yang diproduksi oleh keratinosit. Setelah proses adheren, spora
harus tumbuh dan menembus stratum korneum dengan kecepatan lebih cepat
daripada proses proses deskuamasi. Proses penetrasi ini dilakukan melalui
sekresi proteinase, lipase, dan enzim musinolitik, yang juga memberikan
nutrisi. Trauma dan maserasi juga membantu terjadinya penetrasi. Mekanisme
pertahanan baru muncul setelah lapisan epidermis yang lebih dalam telah
dicapai, termasuk kompetisi dengan zat besi oleh transferin tidak tersaturasi dan
juga penghambatan pertumbuhan jamur oleh progesteron. Di tingkat ini, derajat
peradangan sangat tergantung pada aktivasi sistem kekebalan tubuh.
Keadaan basah dan hangat dalam sepatu memainkan peran penting
dalam pertumbuhan jamur. Selain itu hiperhidrosis, akrosianosis dan maserasi
sela jari merupakan faktor predisposisi timbulnya infeksi jamur pada kulit.
Sekitar 60-80% dari seluruh penderita dengan gangguan sirkulasi (arteri dan
vena) kronik akibat onikomikosis dan/atau tinea pedis. Jamur penyebab ada di
mana-mana dan sporanya tetap patogenik selama berbulan-bulan di lingkungan
sekitar manusia seperti sepatu, kolam renang, gedung olahraga, kamar mandi
dan karpet.
Bukti eksperimen menunjukkan bahwa pentingnya faktor maserasi pada
infeksi dermatofita sela jari. Keadaan basah tersebut menunjang pertumbuhan
jamur dan merusak stratum korneum pada saat yang bersamaan. Peningkatan
flora bakteri secara serentak mungkin dan bisa juga memainkan peran. Terdapat
bukti tambahan bahwa selama beberapa episode simtomatik pada tinea pedis

22

kronik, bakteri seperti coryneform bisa berperan sebagai ko-patogenesis


penting, tetapi apakah bakteri tersebut membantu memulai infeksi baru masih
belum diketahui.
3.7.3

Gejala

1. Interdigitalis
Bentuk ini adalah yang tersering terjadi pada pasien tinea pedis. Di
antara jari IV dan V terlihat fisura yang dilingkari sisik halus dan tipis.
Kelainan ini dapat meluas ke bawah jari (subdigital) dan juga ke sela
jari yang lain. Oleh karena daerah ini lembab, maka sering terdapat
maserasi. Aspek klinis maserasi berupa kulit putih dan rapuh. Bila
bagian kulit yang mati ini dibersihkan, maka akan terlihat kulit baru,
yang pada umumnya juga telah diserang oleh jamur.(1) Jika perspirasi
berlebihan (memakai sepatu karet/boot, mobil yang terlalu panas) maka
inflamasi akut akan terjadi sehingga pasien terasa sangat gatal.(7)
Bentuk

klinis

ini

dapat

berlangsung

bertahun-tahun

dengan

menimbulkan sedikit keluhan sama sekali. Kelainan ini dapat disertai


infeksi sekunder oleh bakteri sehingga terjadi selulitis, limfangitis dan
limfadenitis.
2. Moccasin foot (plantar)
Tinea pedis tipe moccasin atau Squamous-Hyperkeratotic Type
umumnya bersifat hiperkeratosis yang bersisik dan biasanya asimetris
yang disebut foci.

(7)

Seluruh kaki, dari telapak, tepi sampai punggung

kaki terlihat kulit menebal dan bersisik; eritema biasanya ringan dan
terutama terlihat pada bagian tepi lesi. Di bagian tepi lesi dapat pula
dilihat papul dan kadang-kadang vesikel.(1) Tipe ini adalah bentuk kronik
tinea yang biasanya resisten terhadap pengobatan.
3. Lesi Vesikobulosa
Bentuk ini adalah subakut yang terlihat vesikel, vesiko-pustul dan
kadang-kadang bula yang terisi cairan jernih. Kelainan ini dapat mulai

23

pada daerah sela jari, kemudian meluas ke punggung kaki atau telapak
kaki. Setelah pecah, vesikel tersebut meninggalkan sisik yang berbentuk
lingkaran yang disebut koleret. Keadaan tersebut menimbulkan gatal
yang sangat hebat. Infeksi sekunder dapat terjadi juga pada bentuk
selulitis, limfangitis dan kadang-kadang menyerupai erisipelas. Jamur
juga didapati pada atap vesikel.
4. Tipe Ulseratif
Tipe ini merupakan penyebaran dari tipe interdigiti yang meluas ke
dermis akibat maserasi dan infeksi sekunder (bakteri); ulkus dan erosi
pada sela-sela jari; dapat dilihat pada pasien yang imunokompromais
dan pasien diabetes
3.7.4

Penatalaksanakan
Secara umum penatalaksanaan tinea pedis didasarkan atas klasifikasi

dan tipenya
Tabel 1. Klasifikasi jenis Tinea Pedis dan pengobatannya
Tipe
Moccasin

Organisme
Penyebab
Trichophyton
rubrum
Epidermophyton
floccosum
Scytalidium
hyalinum
S. dimidiatum

Interdigital

T. mentagrophytes
(var. interdigitale)
T. rubrum
E. floccosum
S. hyalinum

Gejala Klinis

Pengobatan

Hiperkeratosis
yang difus, eritema
dan retakan pada
permukaan telapak
kaki; pada
umumnya sifatnya
kronik dan sulit
disembuhkan;
berhubungan
dengan defisiensi
Cell Mediated
Immunity (CMI)

Antifungal
topikal disertai
dengan obatobatan keratolitik
asam salisilat,
urea dan asam
laktat untuk
mengurangi
hiperkeratosis;
dapat juga
ditambahkan
dengan obatobatan oral
Obat-obatan
topikal; bisa juga
menggunakan
obat-obatan oral
dan pemberian
antibiotik jika
terdapat infeksi

Tipe yang paling


sering; eritema,
krusta dan
maserasi yang
terjadi pada selasela jari kaki,

24

S. dimidiatum
Candida spp.
Inflamasi /
Vesikobulosa

3.7.5

T. mentagrophytes
(var.
mentagrophytes)

Vesikel dan bula


pada pertengahan
kaki; berhubungan
dengan reaksi
dermatofit

bakteri; kronik :
ammonium
klorida
hexahidrate 20 %
Obat-obatan
topikal biasanya
cukup pada fase
akut, namun
apabila dalam
keadaan berat
maka indikasi
pemberian
glukokortikoid

Prognosis
Baik

3.8 SKABIES
3.8.1 Batasan
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan infestasi dan sensitasi
terhadap sarcoptei scabei var, hominis dan produknya.
3.8.2

Patofisiologi
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi

juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Penularan dapat terjadi karena
bersalaman atau bergandengan tangan yang lama sehingga terjadi kontak kulit
yang kuat, menyebabkan kuman skabies berpindah ke lain tangan, kuman
skabies dapat menyebabkan bintil (papul, gelembung berisi air, vesikel dan
kudis) pada pergelangan tangan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi
terhadap sekret dan ekskret tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan
setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan
ditemukannya papul,vesikel, urtikaria dan lain-lain. Dengan garukan dapat
timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder.

25

3.8.3

Gejala
Ada 4 tanda cardinal :

1.

Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan


karena aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab

2.

dan panas.
Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok, misalnya
dalam sebuah keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena
infeksi. Begitu pula dalam sebuah perkampungan yang padat
penduduknya, sebagian besar tetangga yang berdekatan akan
diserang oleh tungau tersebut. Dikenal keadaan hiposensitisasi,
yang seluruh anggota keluarganya terkena, walaupun mengalami
infestasi tungau, tetapi tidak memberikan gejala. Penderita ini

3.

bersifat sebagai pembawa (carrier).


Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi
yang berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau
berkelok dengan rata-rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan ini
ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam
kulitnya menjadi polimarf (pustule, ekskoriasi dan lainlain). Tempat
predileksinya biasanya merupakan tempat dengan stratum korneum
yang tipis, yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian
volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola mammae
(wanita), umbilicus, bokong, genitalia eksterna (pria) dan perut
bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan

4.
3.8.4

telapak kaki.
Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat
ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini.
Penatalaksanakan
1. Belerang endap (sulfur prespitatum) dengan kadar 4-20% dalam
bentuk salep dan krim, tidak efektif pada stadium telur.
Penggunaanya tidak boleh kurang dari 3 hari. Dapat dipakai pada
bayi berumur 2 tahun

26

2. Emulsi benzil-benzoas 20-25%, efektif terhadap semua stadium,


diberikan setiap malam 3 kali. Sering menimbulkan iritasi, kadang
semakin gatal bila dipakai
3. Gamma benzena heksa klorida (gameksan), kadarnya 1% dalam
krim atau losio, termasuk obat pilihan karena efektif untuk semua
stadium, mudah digunakkan dan jarang iritasi. Obat ini tidak
dianjurkan pada anak umur di bawah 6 tahun dan wanita hamil
5.

karena dapattoksik terhadap sususnan saraf pusat.


Krotamiton 10% dalam krim atau losio, mempunyai duaefek
sebagai antiskabies dan antigatal.
5. Permetrin, dengan kadar 5 % dalam krim, kurang toksik
dibandingkan gameksan, aplikasinya hanya sekali dan dihapus
setelah 10 jam, bila sembuh diulangi setelah seminggu. Obat ini

3.8.5

tidak dianjurkanpada bayi dibawah umur kurang dari 2 bulan.


Prognosis
Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat serta syarat

pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi, penyakit ini dapat


diberantas dan memberikan prognosis yang baik.

3.9 PEDIKULOSIS
3.9.1 Batasan
Merupakan infeksi kulit dan rambut kepala yang disebabkan oleh
pediculus humanus var. capitis.
3.9.2

Patofisiologi
Seekor kutu dewasa adalah 1 sampai 2 mm, yang memanjang, pipih

dorsoventral, dan bersayap. Kutu memiliki tiga pasang cakar kaki yang telah
disesuaikan untuk menangkap rambut dan dapat melakukan perjalanan hingga
23 cm per menit. Larva kutu, disebut nimfa atau instar, tampak seperti miniatur
kutu dewasa. Seekor kutu dewasa harus mengambil darah sebelum kopulasi.
Seekor kutu betina dapat menghasilkan 5 sampai 10 telur sehari selama masa
hidupnya dari 30 hari. kutu biasanya bertahan hidup hanya 1 sampai 2 hari dari

27

kulit kepala, meskipun di bawah kondisi yang menguntungkan bertahan hidup


hingga empat hari jauh dari kulit kepala . Kelainan kulit yang timbul
disebabkan oleh garukan untuk menghilangkan rasa gatal. Gatal tersebut timbul
karena pengaruh liur dan ekskreta dari kutu yang dimasukkan ke dalam kulit
waktu mengisap darah.
3.9.3

Gejala
Pedikulosis kapitis biasanya terbatas pada kulit kepala dengan telur kutu

paling sering ditemukan di daerah oksipital dan retroauricular. Meskipun pasien


dapat tanpa gejala, namun gejala yang paling umum adalah gatal dengan
melihat seringnya anak-anak menggaruk kepala mereka, terutama pada daerah
oksiput dan temporal serta dapat meluas ke seluruh kepala. Kemudian karena
garukkan, terjadi erosi, ekskoriasi, dan infeksi sekunder seperti pus dan krusta.
Bila infeksi sekundernya berat, rambut akan menggumpal disebabkan oleh
banyaknya pus dan krusta dan disertai pembesaran kelenjar getah bening
regional (oksiput dan retroaurikuler).
Pada keadaan tersebut kepala memberikan bau yang busuk. Pruritus
diyakini hasil dari reaksi hipersensitivitas terhadap air liur diproduksi oleh
seekor kutu dewasa selama makan. Feces dari seekor kutu dewasa juga
dianggap berkontribusi. kadang dapat menjadi krusta hemoragik kecil hal ini
menunjukkan bahwa seekor kutu dewasa telah mengambil makanan berupa
darah. Telur kutu hidup di dekat ke kulit kepala karena telur sangat bergantung
pada kehangatan dan kelembaban inkubasi. Dengan demikian jarak telur kutu
tersebut dari kulit kepala sepanjang batang rambut adalah bukti durasi kutu
3.9.4 Penatalaksanakan
Pengobatan bertujuan memusnahkan kutu dan telur serta mengobati
infeksi sekunder. Pengobatan terbaik dengan malathion 0,5% atau 1% dalam
bentuk losio atau spray. Di Indonesia, obat yang mudah didapat adalah
gameksan % dioleskan dan didiamkan 12 jam lalu dicuci dan disisir dengan
serit. Dapat diulang seminggu kemudian. Pilihan lain adalah emulsi benzil
benzoate 25% dipakai dengan cara yang sama. Pada keadaan infeksi sekunder
yang berat dapat diobati dengan antibiotik sistemik dan topikal.

28

3.9.5
3.10

Prognosis
Prognosis baik bila higiene diperhatikan

DERMATITIS
3.10.1 Batasan
Dermatitis berasal dari kata dermo- (kulit) -itis (radang/inflamasi),
sehingga dermatitis dapat diterjemahkan sebagai suatu keadaan di mana kulit
mengalami inflamasi.
Dermatitis adalah suatu peradangan pada dermis dan epidermis yang
dalam perkembangannya memberikan gambaran klinik berupa efloresensi
polimorf dan pada umumnya memberikan gejala subjektif gatal. (Mulyono :
1986)
Dermatitis adalah peradangan epidermis dan dermis yang memberikan
gejala subjektif gatal dan dalam perkembangannya memberikan efloresensi
yang polimorf. (Junaidi Purnawan : 1982)
3.10.2 Patofisiologi
Dermatitis merupakan peradangan pada kulit, baik pada bagian dermis
ataupun epidermis yang disebabkan oleh beberapa zat alergen ataupun zat
iritan.
Zat tersebut masuk kedalam kulit yang kemudian menyebabkan
hipersensitifitas pada kulit yang terkena tersebut. Masa inkubasi sesudah terjadi
sensitisasi permulaan terhadap suatu antigen adalah 5-12 hari, sedangkan masa
reaksi setelah terkena yang berikutnya adalah 12-48 jam. Bahan iritan ataupun
allergen yang masuk ke dalam kulit merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin,
menyingkirkan lemak lapisan tanduk, dan mengubah daya ikat air kulit.
Keadaan ini akan merusak sel dermis maupun sel epidermis sehingga
menimbulkan kelainan kulit atau dermatitis.
Adapun faktor-faktor yang ikut mendorong perkembangan dermatitis
adalah gesekan, tekanan, balutan, macerasi, panas dan dingin, tempat dan luas
daerah yang terkena dan adanya penyakit kulit lain.
3.10.3 Gejala

29

Secara umum manifestasi klinis dari dermatitis yaitu secara Subyektif


ada tandatanda radang akut terutama pruritus ( sebagai pengganti dolor).
Selain itu terdapat pula kenaikan suhu (kalor), kemerahan (rubor), edema atau
pembengkakan dan gangguan fungsi kulit (function laisa). Sedangkan secara
Obyektif, biasanya batas kelainan tidak tegas dan terdapat lesi polimorfi yang
dapat timbul secara serentak atau beturut-turut.
a)

Dermatitis Kontak. Gatal-gatal , rasa tidak enak karena kering, kulit

b)

berwarna coklat dan menebal.


Dermatitis Atopik. Gatal-gatal , muncul pada beberapa bulan
pertama setelah bayi lahir, yang mengenai wajah, daerah yang

c)

tertutup popok, tangan, lengan dan kaki.


Dermatitis Perioral. Gatal-gatal bahkan menyengat, disekitar bibir

d)

tampak beruntus-beruntus kecil kemerahan.


Dermatitis Statis. Awalnya kulit merah dan bersisik, setelah

beberapa minggu / bulan , warna menjadi coklat.


3.10.4 Penatalaksanakan
a)

Terapi umum
-

b)

Hindari faktor penyebab.


Jaga kulit bayi/anak jangan sampai kering pelembab.
Berikan pengertian untuk tidak digaruk.

Terapi Lokal
-

c)

Salep / krim / losio kortikosteroid.


Terapi Sistemik

Anti histamin.

Kortikosteroid ; dosis 40-60 mg.

Antibiotik ; Eritromisin, Dewasa 4x 250 mg/hr.

3.10.5 Prognosis
Baik.
3.11

URTIKARIA
3.11.1 Batasan
Urtikaria adalah suatu reaksi pada kulit yang timbul mendadak (akut)
karena pengeluaran histamin yang mengakibatkan pelebaran pembuluh darah

30

dan perembesan cairan dari pembuluh darah.


Urtikaria adalah erupsi pada kulit yang berbatas tegas dan menimbul
(bentol), berwarna merah, memutih bila ditekan, dan disertai rasa gatal.
Dalam perjalanan penyakitnya dikenal 2 macam urtikaria, yaitu :
1. urtikaria akut yang timbul mendadak dan hilang dengan cepat serta
urtikaria kronis yang timbul berulang-ulang atau berlangsung tiap
hari selama lebih dari 6 minggu.
2. Urtikaria kronik ditandai dengan bengkak yang edema, diikuti
dengan rasa gatal, papul atau plak pada kulit
3.11.2 Patofisiologi
Pada gangguan urtikaria menunjukkan adanya dilatasi pembuluh darah

dermal di bawah kulit dan edema (pembengkakan) dengan sedikit infiltrasi sel
perivaskular, di antaranya yang paling dominan adalah eosinofil. Kelainan ini
disebabkan oleh mediator yang lepas, terutama histamin, akibat degranulasi sel
mast kutan atau subkutan, dan juga leukotrien dapat berperan.
Histamin akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah di bawah kulit
sehingga kulit berwarna merah (eritema). Histamin juga menyebabkan
peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga cairan dan sel, terutama
eosinofil, keluar dari pembuluh darah dan mengakibatkan pembengkakan kulit
lokal. Cairan serta sel yang keluar akan merangsang ujung saraf perifer kulit
sehingga timbul rasa gatal. Terjadilah bentol merah yang gatal.
Bila pembuluh darah yang terangsang adalah pembuluh darah jaringan
subkutan, biasanya jaringan subkutan longgar, maka edema yang terjadi tidak
berbatas tegas dan tidak gatal karena jaringan subkutan mengandung sedikit
ujung saraf perifer, dinamakan angioedema. Daerah yang terkena biasanya
muka (periorbita dan perioral).Urtikaria disebabkan karena adanya degranulasi
sel mast yang dapat terjadi melalui mekanisme imun atau nonimun.
Degranulasi sel mast dikatakan melalui mekanisme imun bila terdapat
antigen (alergen) dengan pembentukan antibodi atau sel yang tersensitisasi.
Degranulasi sel mast melalui mekanisme imun dapat melalui reaksi

31

hipersensitivitas tipe I atau melalui aktivasi komplemen jalur klasik.


Faktor infeksi pada tubuh diantaranya infeksi viru (demam, batuk dan
pilek) merupakan faktor pemicu pada urtikaria yang paling sering terjadi namun
sering diabaikan
Beberapa macam obat, makanan, atau zat kimia dapat langsung
menginduksi degranulasi sel mast. Zat ini dinamakan liberator histamin,
contohnya kodein, morfin, polimiksin, zat kimia, tiamin, buah murbei, tomat,
dan lain-lain. Masih belum jelas mengapa zat tersebut hanya merangsang
degranulasi sel mast pada sebagian orang saja, tidak pada semua orang.
Faktor fisik seperti cahaya (urtikaria solar), dingin (urtikaria dingin),
gesekan atau tekanan (dermografisme), panas (urtikaria panas), dan getaran
(vibrasi) dapat langsung menginduksi degranulasi sel mast.
Latihan jasmani (exercise) pada seseorang dapat pula menimbulkan
urtikaria yang dinamakan juga urtikaria kolinergik. Bentuknya khas, kecil-kecil
dengan diameter 1-3 mm dan sekitarnya berwarna merah, terdapat di tempat
yang berkeringat. Diperkirakan yang memegang peranan adalah asetilkolin
yang terbentuk, yang bersifat langsung dapat menginduksi degranulasi sel mast.
Faktor psikis atau stres pada seseorang dapat juga menimbulkan
urtikaria. Bagaimana mekanismenya belum jelas.

3.11.3 Gejala
Klinis tampak bentol (plaques edemateus) multipel yang berbatas tegas,
berwarna merah dan gatal. Bentol dapat pula berwarna putih di tengah yang
dikelilingi warna merah. Warna merah bila ditekan akan memutih. Ukuran tiap
lesi bervariasi dari diameter beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter,
berbentuk sirkular atau serpiginosa (merambat).
Tiap lesi akan menghilang setelah 1 sampai 48 jam, tetapi dapat timbul
lesi baru.
Pada dermografisme lesi sering berbentuk linear, pada urtikaria solar
lesi terdapat pada bagian tubuh yang terbuka. Pada urtikaria dingin dan panas
32

lesi akan terlihat pada daerah yang terkena dingin atau panas. Lesi urtikaria
kolinergik adalah kecil-kecil dengan diameter 1-3 milimeter dikelilingi daerah
warna merah dan terdapat di daerah yang berkeringat. Secara klinis urtikaria
kadang-kadang disertai angioedema yaitu pembengkakan difus yang tidak gatal
dan tidak pitting dengan predileksi di muka, daerah periorbita dan perioral,
kadang-kadang di genitalia. Kadang-kadang pembengkakan dapat juga terjadi
di faring atau laring sehingga dapat mengancam jiwa.
3.11.4 Penatalaksanakan
Identifikasi dan pengobatan adalah menghindari factor resiko,
ini yang paling penting dan hanya ini yang efektif untuk terapi jangka panjang.
Menghindari aspirin atau zat-zat aditif pada makanan, diharapkan dapat memperbaiki
kondisi sekitar 50% pasien dengan urtikaria kronik idiopatik
Pengobatan local
1.

Kompres air es atau mandi air hangat dengan mencampurkan koloid

Aveeno oatmeal yang bisa mengurangi gatal.


2.

Lotion anti pruritus atau emulsi dengan 0,25% menthol bisa membantu

dengan atau tanpa 1% fenol dalam lotion Calamine


Pengobatan sistemik
a.
b.
c.
d.
e.

Anti histamine dengan antagonis H1 adalah terapi pilihan


Doxepin, yaitu anti depresan trisiklik dengan efek antagonis H1 dan H2
Kombinasi antihistamin H1 dan H2, misalnya simetidin
Cyproheptadin, mungkin lebih efektif daripada antihistamin
Korticosteroid, biasanya digunakan untuk mengontrol vascukitis

f.
g.

urtikaria.
Profilaksis dengan steroid anabolic, misalnya : danazol, stanozolol
Hormon tyroid juga dilaporkan dapat meringankan urtikaria kronis dan

h.

angioderma
Terapi antibiotic juga dilaporkan bisa pada pasien yang terinfeksi

Helicobacter pylory dengan urtikaria kronis


3.11.5 Prognosis
Pada umumnya prognosis urtikaria adalah baik, dapat sembuh spontan
atau dengan obat.Tetapi karena urtikaria merupakan bentuk kutan anafilaksis
sistemik, dapat saja terjadi obstruksi jalan nafas karena adanya edema laring
33

atau jaringan sekitarnya, atau anafilaksis sistemik yang dapat mengancam jiwa.
Urtikaria akut prognosisnya lebih baik karena penyebabnya cepat dapat
diatasi.Kebanyakan kasus dapat disembuhkan dalam 1-4 hari.Urtikaria kronik
lebih sulit diatasi karena penyebabnya sulit dicari.Hal ini juga tergantung dari
penyebab dari urtikaria itu sendiri.
3.12 LUKA BAKAR
3.12.1 Batasan

Luka bakar merupakan ruda paksa yang disebakan oleh tehnis.


Kerusakan yang terjadi pada penderita tidak hanya mengenai kulit saja, tetapi
juga organ lain. Penyebab ruda paksa tehnis ini berupa api, air, panas, listrik,
bahkan kimia radiasi, dll.
Luka bakar adalah suatu keadaan dimana integritas kulit atau mukosa
terputus akibat trauma api, air panas, uap metal, panas, zat kimia dan listrik atau
radiasi.
Luka bakar adalah luka yang disebabkan kontak dengan suhu tinggi
seperti api, air panas, bahkan kimia dan radiasi, juga sebab kontak dengan suhu
rendah (frosh bite). (Mansjoer 2000 : 365)
3.12.2 Patofisiologi
Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan.
Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas tinggi. Sel
darah yang ada didalamnya ikut rusak sehingga dapat menjadi anemia.
Mengingat permeabilitas menyebabkan udem dan menimbulkan bula dengan
serta

elektrolit.

Hal

itu

menyebabkan

berkurangnya

volume

cairan

intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebakan kehilangan cairan


tambahan karena penguapan yang berlebihan, cairan masuk kebula yang
terbentuk pada luka bakar derajat III dan pengeluaran cairan dari keropeng luka
bakar derajat III.
Akibat luka bakar, fungsi kulit yang hilang berakibat terjadi perubahan
fisiologi. Diantaranya adalah :

34

1.

Hilang daya lindung terhadap infeksi

2.

Cairan tubuh terbuang

3.

Hilang kemampuan mengendalikan suhu

4.

Kelenjat keringat dan uap

5.

Banyak kehilangan reseptor sensori

Luka bakar mengakibatkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah


sehingga air, natrium, klorida dan protein akan keluar dari sel dan menyebabkan
terjadinya edema yang dapat berlanjut pada keadaan hipovolemia dan hemo
konsentrasi. Donna (1991) menyatakan bahwa kehilangan cairan tubuh pada
pasien luka bakar dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:
1.

Peningkatan mineralo kortikoid

a.

Retensi air, natrium dan klorida

b.

Ekskresi kalium

2.

Peningkatan permeabilitas pembuluh darah ; keluarnya elektrolit

dan protein dari pembuluh darah.


3.

Perbedaan tekan osmotik intra dan ekstrasel.

Kehilangan volume cairan akan mempengaruhi nilai normal cairan dan


elektolit tubuh yang selanjutnya akan terlihat dari hasil laboratorium.
Luka bakar akan mengakibatkan tidak hanya kerusakan kulit tetapi juga
mempengaruhi sistem tubuh pasien. Seluruh sistem tubuh menunjukkan
perubahan reaksi fisiologis sebagai respon kompensasi terhadap luka bakar,
yang luas (mayor) tubuh tidak mampu lagi untuk mengkompensasi sehingga
timbul berbagai macam komplikasi
Burn shock (syok hipovolemik)
Burn shock atau shock luka bakar merupakan komplikasi yang sering
dialami pasien dengan luka bakar luas karena hipovolemik yang tidak segera
diatasi.
Manifestasi sistemik tubuh terhadap kondisi ini (Burgess 1991) adalah
berupa :
1.

Respon kardiovaskuler

35

Perpindahan cairan dari intravaskuler ke ekstravaskuler melalui


kebocoran kapiler yang mengakibatkan kehilangan Na, air dan protein plasma
serta edema jaringan yang diikuti dengan penurunan curah jantung,
hemokonsentrasi sel darah merah, penurunan perfusi pada organ mayor dan
edema menyeluruh.
2.

Respon renalis

Dengan menurunnya volume intravaskuler, maka aliran plasma ke ginjal


dan GFR (laju filtrasi glomelular) mengakibatkan haluaran urine akan menurun.
Jika resusitasi cairan untuk kebutuhan intravaskuler tidak adekuat atau
terlambat diberikan, maka akan memungkinkan terjadinnya gagal ginjal akut.
Dengan resusitasi cairan yang adekuat, maka cairan interstitial dapat ditarik
kembali ke intravaskuler dan akan terjadi fase diuresis.
3.

Respon gastro intestinal

Respon umum yang biasa terjadi pada pasien luka bakar >20% adalah
penurunan aktifitas gastrointestinal. Hal ini disebabkan oleh kombinasi efek
respon hipovolenik dan neurologik serta respon endokrin terhadap adanya
perlukaan luas. Pemasangan NGT akan mencegah distensi abdomen, muntah
dan potensi aspirasi. Dengan resusitasi yang adekuat, aktifitas gastrointestinal
akan kembali normal pada 24 48 jam setelah luka bakar.
4.

Respon imunologi

a.

Respon barier mekanik

Kulit berfungsi sebagai mekanisme pertahanan diri yang penting dari


organisme yang mungkin masuk. Terjadi gangguan integritas kulit akan
memungkinkan mikroorganisme masuk kedalam tubuh.
b.

Respon imun seluler

3.12.3 Gejala
Derajat luka bakar
a.

Derajat I

Tampak merah dan agak menonjol dari kulit normal disekitarnya, kulit
kering, sangat nyeri dan sering disertai sensasi menyengat. Jaringan yang

36

rusak hanya epidermis, lama sembuh 5 hari dan hasil kulit kembali normal.
b.

Derajat II

Derajat IIa

Jaringan yang rusak sebagian epidermis, dimana folikel rambut dan


kelenjar keringat utuh disertai rasa nyeri dan warna lesi merah atau
kuning, lepuh, luka basah, lama sembuh 7 14 hari dan hasil kulit
kembali normal atau pucat.

Derajat IIb

Jaringan yang rusak sampai epidermis, dimana hanya kelenjar


keringat saja yang utuh. Tanda klinis sama dengan derajat IIa, lama
sembuh 14-21 hari. Hasil kulit pucat, mengkilap, kadang ada cikatrix
atau hipertrofi.
c. Derajat III
Jaringan yang rusak seluruh epidermis dan dermis. Kulit tampak pucat,
abu abu gelap atau hitam, tampak retak retak atau kulit tampak terkelupas,
avaskuler, sering dengan bayangan trombosis vena, tidak disertai rasa nyeri.
3.12.4 Penatalaksanakan
Tindakan yang dilakukan terhadap luka bakar :
1. Jauhkan korban dari sumber panas, jika penyebabnya api, jangan
biarkan korban berlari, anjurkan korban untuk berguling guling atau bungkus
tubuh korban dengan kain basah dan pindahkan segera korban ke ruangan yang
cukup berventilasi jika kejadian luka bakar berada diruangan tertutup
2. Buka pakaian dan perhiasan yang dikenakan korban
3. Kaji kelancaran jalan nafas korban, beri bantuan pernafasan korbam
dan oksigen bila diperlukan
4. Beri pendinginan dengan merendam korban dalam air bersih yang
bersuhu 200C selama 15 20 menit segera setelah terjadinya luka bakar
5. Jika penyebab luka bakar adalah zat kimia, siram korban dengan air
sebanyak banyaknya untuk menghilangkan zat kimia dari tubuhnya
6. Kaji kesadaran, keadaan umum, luas dan kedalaman luka bakar
serta cedera lain yang menyertai luka bakar
7. Segera bawa korban ke rumah sakit untuk penanganan lebih lanjut

37

b. Penanganan luka bakar di unit gawat darurat


Tindakan yang harus dilakukan terhadap pasien pada 24 jam pettama
yaitu :
1. Penilaian keadaan umum pasien. Perhatikan A : Airway (jalan
nafas), B : Breathing (pernafasan), C : Circulation (sirkulasi)
2. Penilaian luas dan kedalaman luka bakar
3. Kaji adanya kesulitan menelan atau bicara dan edema saluran
pernafasan
4. Kaji adanya faktor faktor lain yang memperberat luka bakar
seperti adanya fraktur, riwayat penyakit sebelumnya (seperti diabetes,
hipertensi, gagal ginjal, dll)
5. Pasang infus (IV line), jika luka bakar >20% derajat II / III biasanya
dipasang CVP (kolaborasi dengan dokter)
6. Pasang kateter urin
7. Pasang NGT jika diperlukan
8. Beri terapi oksigen sesuai kebutuhan
9. Berikan suntikan ATS / toxoid
10. Perawatan luka :
Cuci luka dengan cairan savlon 1% (savlon : NaCl = 1 : 100)
Biarkan lepuh utuh (jangan dipecah kecuali terdapat pada sendi yang
mengganggu pergerakan
Selimuti pasien dengan selimut steril
11. Pemberian obat obatan (kolaborasi dokter)
Antasida H2 antagonis
Roborantia (vitamin C dan A)
Analgetik
Antibiotik
12. Mobilisasi secara dini
13. Pengaturan posisi
Keterangan :
Pada 8 jam I diberikan dari kebutuhan cairan
Pada 8 jam II diberikan dari kebutuhan cairan
Pada 8 jam III diberikan sisanya
c. Penanganan luka bakar di unit perawatan intensif
Hal yang perlu diperhatikan selama pasien dirawat di unit ini meliputi :
1. Pantau keadaan pasien dan setting ventilator. Kaji apakah pasien
mengadakan perlawanan terhadap ventilator
2. Observasi tanda tanda vital; tekanan darah, nadi, pernafasan,
setiap jam dan suhu setiap 4 jam
38

3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.

Pantau nilai CVP


Amati neurologis pasien (GCS)
Pantau status hemodinamik
Pantau haluaran urin (minimal 1ml/kg BB/jam)
Auskultasi suara paru setiap pertukaran jaga
Cek asalisa gas darah setipa hari atau bila diperlukan
Pantau status oksigen
Penghisapan lendir (suction) minimal setiap 2jam dan jika perlu
Perawatan tiap 2jam (beri boraq gliserin)
Perawatan mata dengan memberi salep atau tetes mata setiap 2jam
Ganti posisi pasien setiap 3jam (perhatikan posisi yang benar bagi

pasien)
14. Fisoterapi dada
15. Perawatan daerah invasif seperti daerah pemasangan CVP, kateter
dan tube setiap hari
16. Ganti kateter dan NGT setiap minggu
17. Observasi letak tube (ETT) setiap shift
18. Observasi setiap aspirasi cairan lambung
19. Periksa laboratorium darah : elektrolit, ureum/kreatinin, AGD,
proteim (albumin), dan gula darah (kolaborasi dokter)
20. Perawatan luka bakar sesuai protokol rumah sakit
21. Pemberian medikasi sesuai dengan petunjuk dokter
d. Perawatan luka bakar di unit perawatan luka bakar
Terdapat dua jenis perawatan luka selama dirawat di bangsal yaitu :
1. Perawatan terbuka
Yakni luka yang telah diberi obat topical dibiarkan terbuka tanpa balutan
dan diberi pelindung cradle bed. Biasanya juga dilakukan untuk daerah yang
sulit dibalut seperti wajah, perineum, dan lipat paha
Keuntungan :
Waktu yang dibutuhkan lebih singkat
Lebih praktis dan efisien
Bila terjadi infeksi mudah terdeteksi
Kerugian :
Pasien merasa kurang nyaman
Dari segi etika kurang
2. Perawatan tertutup
Yakni penutupan luka dengan balutan kasa steril setelah dibeikan obat
topical.
39

Keuntungan :

Luka tidak langsung berhubungan dengan udara ruangan


(mengurangi kontaminasi)
Pasien merasa lebih nyaman
Kerugian :
Balutan sering membatasi gerakan pasien
Biaya perawatan bertambah
Butuh waktu perawatan lebih lama
Pasien merasa nyeri saat balutan dibuka
Urutan prosedur tindakan perawatan luka pada pasien luka bakar antara
lain :
1. Cuci / bersihkan luka dengan cairan savlon 1% dan cukur rambut
yang tumbuh pada daerah luka bakar sperti pada wajah, aksila, pubis, dll
2. Lakukan nekrotomi jaringan nekrosis
3. Lakukan escharotomy jika luka bakar melingkar (circumferential)
dan eschar menekan pembuluh darah. Eskartomi dilakukan oleh dokter
4. Bullae (lepuh) dibiarkan utuh sampai hari ke 5 post luka bakar,
kecuali jika di daerah sendi / pergerakan boleh dipecahkan dengan
menggunakan spuit steril dan kemudian lakukan nekrotomi
5. Mandikan pasien tiap hari jika mungkin
6. Jika banyak pus, bersihkan dengan betadin sol 2%
7. Perhatikan ekspresi wajah dan keadaan umum pasien selama
merawat luka
8. Bilas savlon 1% dengan menggunakan cairan NaCl 0,9%
9. Keringkan menggunakan kasa steril
10. Beri salep silver sulfadiazine (SSD) setebal 0,5cm pada seluruh
daerah luka bakar (kecuali wajah hanya jika luka bakar dalam [derajat III] dan
jika luka bakar pada wajah derajat I/II, beri salep antibiotika)
11. Tutup dengan kasa steril (perawatan tertutup atau biarkan terbuka
(gunakan cradle bed)
e. Terapi psikiater
Mengingat pasien dengan luka bakar mengalami masalah psikis
maka perawat perlu bekerja sama dengan psikiatri untuk membantu
pasien mengatasi masalah psikisnya, namun bukan berarti menggantikan
peran perawat dalam memberikan support dan empati, sehingga
diharapkan pasien dapat dapat menerima keadaan dirinya dan dapat
kembali kemasyarakat tanpa perasaan terisolasi.
Hal lain yang perlu diingat bahwa sering kali pasien mengalami
luka bakar karena upaya bunuh diri atau mencelakakan dirinya sendiri
40

dengan latar belakang gangguan mental atau depresi yang dialaminya


sehingga perlu terapi lebih lanjut oleh psikiatris.
f. Terapi fisioterapis
Pasien luka bakar mengalami trauma bukan hanya secara fisik
namun secara psikis juga. Pasien juga mengalami nyeri yang hebat
sehingga pasien tidak berani untuk menggerakkan anggota tubuhnya
terutama ynag mengalami luka bakar. Hal ini akan mengakibatkan
berbagai komplikasi terhadap pasien diantaranya yaitu terjadi kontraktur
dan defisit fungsi tubuh.
Untuk mencegah terjadinya kontraktur, deformitas dan
kemunduran fungsi tubuh, perawat memerlukan kerjasama dengan
anggota tim kesehatan lain yaitu fisioterapis. Pasien luka bakar akan
mendapatkan latihan yang sesuai dengan kebutuhan fisiknya. Dengan
pemberian latihan sedini mungkin dan pengaturan posisi yang sesuai
dengan keadaan luka bakar, diharapkan terjadinya kecacatan dapat
dicegah atau dinminimalkan. Rehabilitasi dini dapat dilakukan sejak
pasien mengalami luka bakar. Hal yang dapat dilakukan oleh perawat
adalah dengan memberi posisi.
g. Terapi nutrisi
Ahli gizi diharapkan dapat membantu pasien dalam pemenuhan
nutrisi yang tidak hanya memenuhi kecukupan jumlah kalori, protein,
lemak, dll tapi terutama juga dalam hal pemenuhan makanan dan cara
penyajian yang menarik karena hal ini akan sangat mempengaruhi nafsu
makan pasien. Dengan pemberian nutrisi yang kuat serta menu yang
variatif, diharapkan pasien dapat mengalami proses penyembuhan luka
secara optimal.
Ahli gizi bertugas memberikan penyuluhan tentang gizi pada
pasien dan dengan dukungan perawat dan keluarga dalam memberikan
motivasi untuk meningkatkan intake nutrisinya maka diharapkan
kebutuhan nutrisi yang adekuat bagi pasien terpenuhi.
3.12.5 Prognosis
Baik jika dilakukan dengan penanganan yang tepat dan tergantung
derajat luka bakar.

41

Anda mungkin juga menyukai