PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Istilah anestesi dikemukakan pertama kali oleh O.W. Holmes berasal
dari bahasa Yunani anaisthsia (dari an tanpa + aisthsis sensasi) yang
berarti tidak ada rasa sakit. Anestes dibagi menjadi 2 kelompok yaitu: (1)
anestesi lokal, yakni hilangnya rasa sakit tanpa disertai kehilangan
kesadaran; (2) anestesi umum adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri
atau sakit secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan dapat pulih
kembali (reversible). Komponen trias anestesi ideal terdiri dari hipnotik,
analgesik, dan relaksasi otot. Sejak zaman dahulu, anestesi dilakukan untuk
mempermudah tindakan operasi atau bedah. Obat anestesi umum adalah
obat atau agen yang dapat menyebabkan terjadinya efek anestesi umum
yang ditandai dengan penurunan kesadaran secara bertahap karena adanya
depresi susunan saraf pusat. Menurut rute pemberiannya, anestesi umum
dibedakan menjadi anestesi inhalasi dan intravena. Keduanya berbeda dalam
hal farmakodinamik.
I.2. Tujuan Praktikum
a.
Melakukan anestesi umum pada tikus putih.
b.
Mengamati stadium anestesi yang terjadi melalui parameter-parameter
antara lain respon nyeri, lebar pupil, jenis pernafasan, frekuensi
jantung, dan tonus otot.
BAB II
DASAR TEORI
II.1. Teori Umum
Anestesi bearti suatu keadaan dengan tidak ada rasa nyeri. Anestesi
(pembiunsan, berasal dari bahasa Yunani an- tidak, tanpa dan astethos
persepsi, kemampuan untuk merasa). Secara umum berarti suatu tindakan
menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai
prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Anestesi umum
ialah suatu keadaan yang ditandai dengan hilangnya presepsi terhadap
semua sensasi akibat induksi obat. Dalam hal ini, selain hilnganya rasa nyeri
kesadaran juga hilang. Anestesi umum memungkinkan pasien untuk
menoleransi prosedur bedah yang dalam kondisi normal akan menimbulkan
sakit yang tak tertahankan, beresiko eksaserbasi, fisiologis yang ekstrim dan
menghasilkan kenangan yang tak menyenangkan. Anestesi umum dapat
menggunakan agen intravena (injeksi) atau inhalasi. Meskipun injeksi lebih
cepat yaitu memberikan hasil yang diinginkan 10 hingga 20 detik.
(Katzung,1997)
Anestesi seimbang, suatu kombinasi obat-obatan yang sering dipakai
dalam anestesi umum. Anestesi seimbang terdiri dari :
a.
b.
c.
d.
e.
(pentotal)
Gas inhalan, seperti trous oksida dan desigen
Pelemas otot jika diperlukan
(Sudjud,2012)
Stadium-stadium anestesi terbagi menjadi 4 tahap, stadium I (induksi
a.
b.
c.
dapat terjadi
Stadium III (surgical) pernafasan yang teratur dan terhentinya anggota
gerak (plane I). Respirasi thoraco abdominal dan bola mata
d.
lokal
a.
Anestesi umum
1)
Obat anestesi gas (inhalasi) obat ini bekerja secara spontan
menekan dan membangkitkan aktivitas neuron berbagai didalam
2)
3)
halogen
misalnya
halotan,
metoksifluren,
b.
Ketamin
Ketamin akan meningkatkan tekanan darah, frekuensi nadi
dan curah jantung kurang lebih 20%. Sebagian besar ketamin
mengalami dealkilasi dan dihidrolisis di hati, kemudian
b.
c.
Tikus
Tikus putih memiliki ekor panjang, sedikit bulu dan
memiliki deretan lingkaran sisik. Klasifikasi:
Kingdom : Animalia
Kelas
: Mamalia
Ordo
: Rodentia
Famili
: Muridae
Genus
: Rattus
Spesies
: Rattus norvegiens
(Yuwana, 2004)
BAB III
METODE KERJA
III.1. Alat dan Bahan
III.1.1 Alat
a. Botol vial
b. Pipet tetes
c. Spoid 1 mL dan 5 mL
d. Stopwatch
e. Timbangan analitik
f.Toples kaca
III.1.2 Bahan
a. Etanol 70 %
b. NaCl 0,9 %
c. Kapas
d. Ketamin HCl
e. Kloroform
III.1.3 Hewan Coba
a. Tikus putih (Rattus novergiens)
III.2. Prosedur Kerja
III.2.1 Anestesi ketamin
a. Disiapkan alat dan bahan
b. Ditimbang berat badan 2 tikus putih yang sehat
c. Dihitung konversi dosis dan volume pemberian
d. Diberikan alkohol pada tikus dibagian yang akan diinjeksikan
e. Diinjeksi tikus I dengan dosis wajar yaitu 2 mg/0,1 mL dan
diinjeksikan tikus II dengan dosis yang over yaitu 4 mg/0,1 mL
pada bagian otot paha
f. Diamati dan dihitung waktu tiap stadium
III.2.2 Anestesi kloroform
a. Disiapkan alat dan bahan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1. Hasil
IV.1.1. Tabel Pengamatan
a. Ketamin
BB hewan
(Dosis)
Fase I
110 gram
53
(0,055 mL)
92 gram
detik
30
(0,046 mL)
b. Kloroform
detik
Waktu (Menit)
Fase
Fase
Fase II
III
IV
1 menit
58 detik
2 menit
38 detik
Recovery
33 menit
Waktu (Menit)
Fase I
Fase II Fase III
Fase IV
Uji
1 menit 30 menit
Tikus 1
9 detik 23 detik
20 detik
2 detik
1 menit 27 menit
Tikus 2 10 detik 30 detik
45 detik 45 detik
Keterangan: Fase I
= Rasa sakit hilang
27 detik
Hewan
Fase II
Recovery
Maka:
B. Dosis Ketamin 4 mL
Ketamin HCl secara intramuscular 20 mg/kg BB
Maka:
2. Ketamin 4 mL
IV.2 Pembahasan
Anastesi secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit
ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang
menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Anastesi dibagi menjadi dua kelompok
yaitu anastesi umum dan anestesi lokal. Pada anastesi umum hilangnya rasa
sakit disertai hilangnya kesadaran sedangkan pada anastesi lokal hilangnya
rasa sakit tanpa disertai hilang kesadaran.
Anestetikum akan bekerja mempengaruhi dua jenis reseptor yaitu
Reseptor amino butiric acid (GABA) terutama reseptor GABA A. Gammaamino butiric acid merupakan neurotransmiter inhibitor utama di otak,
disintesis dari glutamat dengan bantuan enzim glutamic acid decarboxylase
(GAD), didegradasi oleh GABA-transaminase. Sekali dilepaskan, GABA
berdifusi menyeberangi celah sinap untuk berinteraksi dengan reseptornya
sehingga menimbulkan aksi penghambatan fungsi SSP. Neurotransmiter
GABA lepas dari ujung syaraf gabanergik, berikatan dengan reseptornya,
membuka saluran ion Cl, ion Cl masuk ke dalam sel, terjadi hiperpolarisasi
sel syaraf , terjadi efek penghambatan transmisi syaraf , dan depresi SSP.
Reseptor GABA sebagi tempat terikatnya GABA terdiri dari dua jenis, yaitu
iono tropik (GABA yang merupakan reseptor inhibitori, dan 2. Reseptor
Glutamat yang merupakan reseptor eksitatori kususnya pada sub tipe Nmethyl D-aspartat (NMDA). Gamma-amino butiric acid merupakan
neurotransmiter inhibitori utama di otak, disintesis dari glutamat dengan
bantuan enzim glutamic acid decarboxylase (GAD), didegradasi oleh
GABA-transaminase. Sekali dilepaskan, GABA berdifusi menyeberangi
celah sinap untuk berinteraksi dengan reseptornya sehingga menimbulkan
aksi penghambatan fungsi SSP. Neurotransmiter GABA lepas dari ujung
syaraf gabanergik, berikatan dengan reseptornya, membuka saluran ion Cl,
ion Cl masuk ke dalam sel, terjadi hiperpolarisasi sel syaraf , terjadi efek
penghambatan transmisi syaraf , dan depresi SSP. Reseptor GABA sebagi
tempat terikatnya GABA terdiri dari dua jenis, yaitu ionotropik (GABA A)
dan metabotropik (GABAB). Reseptor GABAA terletak di postsinaptik dan
cukup penting karena merupakan tempat aksi obat-obat benzodiazepin dan
kerjanya
yaitu
melalui
metabolik
reaktifnya,
radikal
triklorometil yang secara kovalen mengikat protein dan lipid tidak jenuh dan
menyebabkan peroksida lipid, membran sub sel sangat kaya akan peroksida
lipid yang menyebabkan bersifat sangat rentan. Perubahan kimia dalam
membran dapat menyebabkan pecahnya membran.
Ketamin merupakan arycydohexylamine yang memiliki struktur mirip
dengan phenycyclidine. Ketamin kurang digemari untuk induksi anestesi
karena sering menimbulkan takikardi, hipertensi, hipersalivasi, nyeri kepala
dan pandangan kabur. Mekanisme kerja ketamin yaitu dengan memblok
reseptor opiat dalam otot dan medulla spinalis yang akan memberikan efek
analgesik, sedangkan interaksi terhadap reseptor metil aspartat dapat
menyebabkan anestesi umum dan juga efek analgesik.
Pengujian pertama yaitu anestesi menggunakan ketamin. Dilakukan
induksi ketamin pada dua ekor tikus dimana satu tikus diberi ketamin
dengan dosis normal dan tikus dua diberi ketamin dengan dosis yang
dinaikkan dua kali lipat. Pemberian ketamin dilakukan secara intramuscular
karena hewan coba yang digunakan berukuran kecil sehingga dipilih
pemberian secara intramuskular. Intramuskular adalah injeksi pada bagian
dalam paha dimana terdapat jaringan muskular. Sebelum diinjeksi diberikan
sedikit alkohol menggunakan kapas pada bagian yang akan disuntik untuk
memperlebar pembuluh darah dan mensterilkan daerah sekitar paha yang
akan diinjeksikan tersebut. Setelah diinjeksi diamati stadium-stadiumnya,
pada tikus I hanya mencapai stadium II dalam durasi satu menit lima puluh
delapan detik, dimana tidak terjadi hilangnya kesadaran namun hanya
berkurangnya kesadaran. Hal ini karena dosis yang diberikan tidak cukup.
Pada tikus II waktu berlangsung lebih lama yaitu dengan durasi dua menit
dua puluh delapan detik karena dosis yng diberikan lebih besar dibanding
tikus I namun didapatkan hasil yang sama yaitu hanya berada pada tahap II
dimana tikus yang digunakan bertahan kesadarannya.
Pengujian kedua yaitu anestesi dengan menggunakan kloroform,
anestesi kloroform pada dua ekor tikus dimana tikus I dimasukkan kedalam
toples I yang telah dijenuhkan dengan 1 mL kloroform dan tikus II
dimasukkan kedalam toples II yang
pemberian yang benar agar anestesi dapat bekerja dengan baik dan sesuai
dengan apa yang diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA
Katzung,G.B. 1997.Farmakologi Dasar & Klinik Edisi VI. EGC : Jakarta.
Lestari, W. 2011. Penggunaan Penangkapan Untuk Pengendalian Mencit. Jurnal
Penelitian. Vol. 3 (2).
Purwanto, H. 2008. Data Obat di Indonesia Edisi XII. PT. Muliapura Jaya. Jakarta
Sudjud,R. 2012. Perbandingan Efek Anastesi Spind dengan Anastesi Umum
terhadap Kejadian Hipotensi dan Nilai APGAR Bayi pada Seksio Sesarea.
Jurnal Anastesi Properatif Vol.2(2)
Yuwana,S.E. 2004. Pengaruh Ritampisin Terhadap Obat dan Darah Anastesi
Tiopental pada Tikus Sparague Dawley. Jurnal Sains Vet XXII Vol.2(4)