Anda di halaman 1dari 11

PENGADAAN OBAT KUSTA

Dr. Donna Partogi, SpKK


NIP. 132 308 883

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


FK.USU/RSUP H.ADAM MALIK/RS.Dr.PIRNGADI
MEDAN
2008

Donna Partogi : Pengadaan Obat Kusta, 2008


USU e-Repository 2009

PENGADAAN OBAT KUSTA


PENDAHULUAN
Penyakit kusta adalah penyakit menular yang menahun dan disebabkan oleh
infeksi Mycobacterium Leprae (M. Leprae) yang menyerang saraf tepi, kulit dan jaringan
tubuh lainnya. 1,2,3
Sampai saat ini kusta masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat
di Indonesia, meskipun pada pertengahan tahun 2002 Indonesia sudah mencapai
eliminasi kusta. Hal ini disebabkan karena sampai akhir tahun 2002 masih ada 13
Propinsi dan 111 kabupaten yang belum dapat dieliminasi. Eliminasi yaitu suatu kondisi
dimana penderita kusta tercatat (angka prevalensi) kurang dari 1 per 10.000 penduduk,
diperkirakan penyakit tersebut akan hilang secara alamiah.4
Pemberantasan penyakit kusta di Indonesia telah dimulai pada tahun 1969 secara
integrasi di Unit Pelayanan Kesehatan Umum. Pengobatan pada waktu itu hanya
menggunakan Dapson. Sekalipun ada keberhasilan tetapi program P2 Kusta berjalan
sangat lambat karena pengobatan dengan mono Dapson membutuhkan waktu yang sangat
lama bahkan ada penderita yang harus minum obat seumur hidup. 5
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan di bidang pemberantasan
penyakit kusta di dunia, maka Indonesia telah ikut melaksanakan program MDT sejak
tahun 1983 yaitu 1 tahun setelah WHO merekomendasikan pengobatan MDT untuk
kusta. 5
OBAT-OBAT YANG DIGUNAKAN DALAM REGIMEN MDT WHO1,4,6
1.DDS (Dapson)
a) Singkatan dari Diamino Diphenyl Sulfone
b) Bentuk obat berupa tablet putih dengan ukuran 50 mg/tab dan 100 mg/tab
c) Sifat bakteriostatik dengan menghambat enzim dihidrofolat sintetase.
d) Dosis dewasa 50-100 mg/hari, anak-anak 1-2 mg/hari
e) Obat ini sangat murah, efektif, dan relatif aman.

Donna Partogi : Pengadaan Obat Kusta, 2008


USU e-Repository 2009

f) Efek samping yang mungkin timbul antara lain: erupsi obat , anemia hemolitik,
leukopenia, insomnia, neuropatia, methemoglobinemia. Namun efek samping
tersebut jarang dijumpai pada dosis lazim.

2. Lamprene juga disebut Clofazimine


a) Bentuk kapsul warna coklat dengan takaran 50 mg/kapsul dan 100 mg/hari
b) Sifat bakteriostatik setara dengan dapson. Bekerja mungkin melalui gangguan
metabolisme radikal oksigen. Disamping itu mempunyai efek antiinflamasi
sehingga berguna untuk pengobatan reaksi kusta.
c) Cara pemberian secara oral, diminum setelah makan untuk menghindari gangguan
gastrointestinal
d) Dosis untuk kusta adalah 50 mg/hari atau 100 mg tiga kali seminggu dan untuk
anak-anak 1 mg/kgbb/hari. Selain itu dosis bulanan 300 mg juga diberikan setiap
bulan untuk mengurangi reaksi tipe 1 dan tipe 2.
e) Dapat menyebabkan pigmentasi kulit yang sering merupakan masalah pada
ketaatan berobat penderita.
f) Efek sampingnya hanya terjadi pada dosis tinggi berupa gangguan gastrointestinal
(nyeri abdomen, diare, anoreksia dan vomitus)

3. Rifampisin
a) Bentuk kapsul atau tablet takaran 150 mg, 300 mg, 450 mg dan 600 mg
b) Sifat bakterisidal kuat, bekerja dengan menghambat enzim polymerase RNA yang
berikatan secara irreversible.
c) Dosis tunggal 600 mg/hari (atau 5-15 mg/kgbb) mampu membunuh kuman kirakira 99,9% dalam waktu beberapa hari.
d) Cara pemberian obat secara oral, bila diminum setengah jam sebelum makan
maka penyerapan lebih baik
e) Efek samping yang harus diperhatikan adalah hepatotoksik, nefrotoksik, gejala
gastrointestinal dan erupsi kulit.

Donna Partogi : Pengadaan Obat Kusta, 2008


USU e-Repository 2009

Regimen Pengobatan MDT 2,6


Regimen pengobatan MDT di Indonesia sesuai dengan regimen pengobatan yang
direkomendasikan oleh WHO. Regimen tersebut adalah sebagai berikut:
1. Penderita Pauci Baciler (PB)
a. Penderita Pauci Baciler (PB) lesi Satu
Diberikan dosis tunggal ROM.

Rifampisin

Ofloxacin

Minocyclin

Dewasa 50-70 kg

600 mg

400 mg

100 mg

Anak 5-14 tahun

300 mg

200 mg

50 mg

1. obat ditelan didepan petugas


2. anak dibawah 5 tahun dan ibu hamil tidak diberikan ROM
3. Pengobatan sekali saja dan langsung dinyatakan RFT. Dalam program ROM
tidak pergunakan, penderita satu lesi diobati dengan regimen PB selama 6 bulan

b. Penderita Pauci Baciler (PB) lesi 2-5


Dapson

Rifampisin

Dewasa

100 mg/hari

600 mg/bulan, diawasi

Anak 10-14 tahun

50 mg/hari

450 mg/bulan, diawasi

2. Penderita Multi Basiler

Dewasa

Dapson

Rifampisin

Klofazimin

100 mg/hari

600 mg/bulan, diawasi

50

mg/hari

dan

300

mg/bulan diawasi
Anak 10-14 tahun

50 mg/hari

450 mg/bulan, diawasi

50 mg selang sehari dan


150 mg/bulan diawasi

Donna Partogi : Pengadaan Obat Kusta, 2008


USU e-Repository 2009

PENGADAAN OBAT KUSTA MDT 6

MDT yang diberikan secara gratis oleh WHO disediakan dalam kemasan blister
untuk penderita kusta tipe MB dan PB dewasa dan anak-anak. WHO memperkirakan
kebutuhan MDT suatu negara berdasar pada data terakhir yang dikumpulkan melalui
suatu standard format tahunan (World Heath Organization Leprosy Elimination Project,
Government Request for MDT Drugs Supply by WHO in 2005) dan standard format
laporan tribulanan (World Health Organization Leprosy Elimination Project, Quarterly
Report)
Dalam beberapa tahun terakhir terjadi masalah dalam pengelolaan obat kusta di
Indonesia. Masalah tersebut antara lain terjadinya kekurangan obat di beberapa daerah
endemik terutama daerah endemik tinggi yang mengakibatkan adanya penderita yang
belum mendapatkan pengobatan. Dilain pihak ada beberapa daerah yang kelebihan,
sehingga banyak obat kusta yang kadaluarsa.
Terjadinya kekurangan dan kelebihan MDT ini kemungkinan disebabkan karena
Pusat (Subdit Kusta) tidak menerima informasi data tepat waktu dan lengkap seperti yang
diminta oleh WHO antara lain: jumlah kasus baru yang ditemukan, jumlah penderita
yang sembuh, stok obat yang masih ada di Puskesmas, Kabupaten dan Propinsi. Akibat
ketidaktepatan informasi tersebut WHO mengirimkan obat kusta tidak sesuai dengan
kebutuhan Indonesia.
Penyebab lainnya adalah overdiagnosis, salah dalam klasifikasi, pemberian
pengobatan diperpanjang (lebih dari 6 atau 12 bulan), penderita yang berobat tidak
teratur, tidak adanya penghapusan kasus yang sudah Release From Treatmen (RFT) dari
register. Maka diperlukan pedoman pengelolaan logistik MDT di Indonesia sesuai
dengan cara menghitung perkiraan kebutuhan MDT oleh WHO.
PENGELOLAAN LOGISTIK MDT6

Pengelolaan MDT adalah suatu rangkaian kegiatan meliputi perencanaan


kebutuhan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, penggunaan, pencatatan dan
pelaporan serta monitoring dan evaluasi.

Donna Partogi : Pengadaan Obat Kusta, 2008


USU e-Repository 2009

Tujuan utama dari pengelolaan MDT ini untuk memastikan ketersediaan obat bagi
penderita kusta tepat waktu di Unit Pelayanan Kesehatan (UPK). Pengelolaan MDT juga
meliputi penggunaan obat yang aman, efektif dan berkualitas. Pengelolaan yang efisien
juga tergantung pada pelaksanaan program dan kepatuhan penderita dalam pengobatan.
Untuk mengobati penderita kusta di Indonesia dipakai regimen sesuai standard
rekomendasi WHO yaitu regimen MDT MB dan MDT PB dalam kemasan blister untuk
dewasa dan anak.
Pengelolaan MDT yang efisien membutuhkan arus pelaporan informasi penting
dan tepat waktu untuk memperhitungkan kebutuhan obat yang meliputi permintaan,
penyediaan, pengiriman ke UPK dan penyimpanan yang benar termasuk pengawasan
penggunaan dan sisa MDT. Berbagai kesulitan geografi dan operasional serta endemisitas
suatu daerah harus dipertimbangkan ketika menghitung kebutuhan dan persediaan.
Persediaan MDT yang cukup, tidak terputus dan tepat waktu di fasilitas kesehatan
diperlukan untuk melayani penderita kusta agar tidak putus berobat. Kondisi ini
seluruhnya tergantung pada efisiensi pengelolaan MDT di Puskesmas, Kabupaten,
Provinsi dan Pusat. Selain itu pengelolaan yang efisien juga akan mencegah obat
terbuang karena rusak dan kadaluarsa.
PEDOMAN PENGELOLAAN MDT6

Pedoman pengelolaan MDT telah dikembangkan oleh Subdit Kusta bersama


penanggung jawab program Kusta dari Propinsi terpilih, konsultan WHO, konsultan NLR
serta Ahli Kesehatan Masyarakat.

Berikut adalah beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengelolaan MDT agar tidak
tidak terjadi kekurangan dan kelebihan.
1. Kebutuhan MDT dihitung dalam blister masing-masing menurut kategori MB
dewasa, MB anak, PB dewasa dan PB anak. Perhitungan menggunakan blister ini
selain untuk memudahkan persediaan dan mengawasi penggunaannya juga
disesuaikan dengan cara WHO menghitung kebutuhan MDT.

Donna Partogi : Pengadaan Obat Kusta, 2008


USU e-Repository 2009

2. Satu bulan persediaan pada setiap tingkatan propinsi, kabupaten dan


puskesmas/upk

ditambahkan

pada

kebutuhan

sesungguhnya

untuk

mengantisipasi keterlambatan pengiriman (Lead Time).


3. Register stok obat untuk masing-masing kategori (Stok MDT Register 1,2,3,4)
dibuat seragam disetiap tingkat dan harus selalu digunakan. Daftar stok obat
dimonitor oleh petugas penanggung jawab program selama kunjungan supervisi
mereka. Reg 1 MB dewasa, Reg 2 MB Anak, Reg 3 PB Dewasa, Reg 4 PB Anak.
4. Formulir standar permintaan MDT harus digunakan untuk menghitung kebutuhan
sesuai penjelasan di formulir. Provinsi

Form 1, kabupaten form 2,

Puskesmas/UPK Form3, Daerah sulit Form 4.


5. Format baku digunakan untuk memonitor permintaan dan suplai propinsi oleh
Pusat .
6. Untuk memperlancar persediaan dan mengurangi jumlah obat yang terbuang,
frekuensi yang digunakan untuk permintaan dan pengiriman persediaan MDT
adalah sebagai berikut:
Propinsi: Semester, Kabupaten: tribulanan, Puskesmas dan UPK : tribulanan
Daerah sulit : tahunan
7. Propinsi perlu mengirimkan format permintaan sedikitnya tiga bulan sebelumnya
ke Subdit Kusta untuk menghindari kekurangan dan memudahkan pengepakan
serta pengiriman agar sampai di provinsi tepat waktu. Hal ini akan memudahkan
provinsi menyediakan obat ke kabupaten pada setiap tribulan.
8. Puskesmas dan rumah sakit yang mengobati penderita kusta harus mengikuti
standard definisi sesuai pedoman Program Pemberantasan Kusta untuk
menghitung kebutuhan MDT, yaitu definisi kasus baru, jangka waktu pengobatan
MDT, pengurangan dari register kasus yang sembuh (RFT), kasus tidak dapat
dikontrol (OOC) dan kasus pindah tempat.
9. Perkiraan kebutuhan MDT secara Nasional
Kebutuhan MDT secara Nasional setiap tahunnya akan dihitung oleh WHO
dengan menggunakan formula khusus. Akan tetapi formula ini sulit untuk dipakai
untuk menghitung kebutuhan di setiap propinsi. Subdit Kusta akan mengirimkan
informasi yang diperlukan ke WHO sesuai format yang ditentukan.

Donna Partogi : Pengadaan Obat Kusta, 2008


USU e-Repository 2009

FORMULIR-FORMULIR6

1. Kartu stok MDT 1,2,3,4


Masing-masing kategori MDT harus mempunyai register stok.
Kartu stok MDT 1: MB dewasa, MDT 2 MB anak, MDT 3PB dewasa, MDT 4 PB
anak.
Keempat kartu stok MDT ini harus ada dan dipergunakan di pusat, propinsi,
kabupaten, puskesmas dan UPK lainnya seperti rumah sakit. Obat dengan tanggal
kadaluarsa lebih dahulu harus digunakan pertama untuk mencegah jumlah obat
terbuang. Petugas penanggung jawab di berbagai tingkatan perlu melakukan
verifikasi stok MDT pada saat kunjungan supervisi.

2. Formulir Permintaan MDT 1 : Propinsi


Penanggung jawab program di propinsi akan mengisi format ini dua kali dalam
satu tahun (tiap semester) dan mengirimkannya kepada Subdit Kusta, sedikitnya
tiga bulan sebelum permulaan semester berikutnya.

Idealnya kebutuhan propinsi dihitung berdasar pada permintaan dari kabupaten,


akan tetapi biasanya permintaan dari semua kabupaten tidak diterima tepat waktu.
Untuk

menghindari

keterlambatan

memperoleh

MDT

dari

pusat

serta

menghindari keterlambatan pendistribusian ke kabupaten, maka kebutuhan


dihitung berdasarkan pada laporan tribulanan terakhir yang tersedia dari semua
kabupaten di propinsi itu.

3. Formulir Permintaan MDT 2: Kabupaten


Kebutuhan MDT di kabupaten harus siap sebelum permulaan tribulan uintuk
didistribusikan ke UPK (Puskesmas). Penanggung jawab program harus
melengkapi formulir ini berdasarkan laporan kasus atau formulir permintaan
MDT tribulan sebelumnya untuk menghindari keterlambatan penyediaan dan
pendistribusian.

Donna Partogi : Pengadaan Obat Kusta, 2008


USU e-Repository 2009

4. Formulir Permintaan MDT 3: Unit Pelayanan Kesehatan (Puskesmas/Rumah


Sakit)
Formulir ini diisi oleh penanggung jawab program setiap tribulan dan
disampaikan sewaktu mengirimkan salinan register kohort ke kabupaten dan
sekaligus mengambil kebutuhannya.

5. Formulir Permintaan MDT 4: Kabupaten/Puskesmas daerah sulit


Daerah yang secara geografis sukar dijangkau dimana transportasi mahal dan
sulit, formulir permintaan ini harus digunakan. Kebutuhan akan dikirimkan sekali
setahun ke lokasi ini.
Satu bulan persediaan stok akan mengatasi keterlambatan pengadaan dan
pemberian pada penderita didaerah sulit yang diberikan MDT sekaligus 1 paket
(Accompanied-MDT).

6. Formulir Monitoring MDT 5: Pusat


Formulir ini akan digunakan untuk memantau permintaan dan penyediaan bagi
masing-masing propinsi. Kadang-kadang persediaan obat di pusat tidak mungkin
memenuhi 100% kebutuhan propinsi karena hal ini tergantung pada pengiriman
dari WHO. Monitoring ini akan membantu pusat untuk mengatur kembali
penyediaan dimana diperlukan.

KESIMPULAN
1. Penyakit kusta masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.
2. Sejak tahun 1983 Indonesia telah ikut melaksanakan program MDT sesuai dengan
rekomendasi dari WHO dan obat diberikan secara gratis dari WHO.
3. Persediaan MDT yang cukup, tidak terputus dan tepat waktu di fasilitas kesehatan
diperlukan untuk melayani penderita kusta agar tidak putus berobat.
4. Diperlukan pengelolaan logistik MDT sesuai dengan cara menghitung perkiraan
kebutuhan MDT oleh WHO sehingga tidak terjadi kekurangan dan kelebihan obat
MDT.

Donna Partogi : Pengadaan Obat Kusta, 2008


USU e-Repository 2009

DAFTAR PUSTAKA

1. Ditjen PPM & PL Departemen Kesehatan RI, Buku pedoman pemberantasan


Penyakit kusta, Jakarta, 2001:5-22.
2. Amirudin MD, Hakim Z, Darwis ER. Diagnosis penyakit kusta. Dalam: Daili
ESS, Menaldi SL, Ismiarto SP, Nilasari H, editor. Kusta. Edisi ke 2. Jakarta: Balai
Penerbit FK UI, 2003:12-32.
3. WHO. A guide to leprosy control. 2nd ed. Geneva: WHO, 1998:103-6
4.

Rachmat H. Program Pemberantasan Penyakit Kusta di Indonesia. Dalam: Daili


ESS, Menaldi SL, Ismiarto SP, Nilasari H, editor. Kusta. Edisi ke 2. Jakarta: Balai
Penerbit FK UI, 2003:1-11

5. Hasibuan Y. Situasi penderita kusta di Indonesia dan masalah-masalah yang


dihadapi dalam pemberantasannya. Dalam: Kumpulan Makalah Ilmiah. Konas
VII PERDOSKI. Bukit Tinggi, 1992: 17-33.
6. Ditjen PPM & PL Departemen Kesehatan RI. Buku Pedoman Nasional
Pemberantasan Penyakit Kusta,. Jakarta, 2004: 98-105

Donna Partogi : Pengadaan Obat Kusta, 2008


USU e-Repository 2009

Donna Partogi : Pengadaan Obat Kusta, 2008


USU e-Repository 2009

Anda mungkin juga menyukai