Anda di halaman 1dari 6

History taking :

1. Terjadi secara tiba-tiba atau tidak


2. Apakah didahului gejala lainnya ?
a. Kelemahan sebelah anggota tubuh
b. Keadaan bingung
c. Sakit kepala, demam, kejang, gangguan penglihatan atau
muntah
3. Riwayat penggunaan obat-obatan dan alkohol
4. Riwayat penyakit, seperti sakit liver kronik, ginjal, paru-paru,
jantung, atau sakit lainnya
General physical examination :
1. Inspeksi kulit, kuku dan membrane mukosa
Hal ini untuk menilai adanya pucat, jaundice, sianosis, cherry
redness,

keringat,

uremic

frost,

myxedema,

hipo-

atau

hiperpigmentasu, petechiaem dehidrasi, decubitus, dll.


2. Bau nafas
Bertujuan untuk menilai adanya acetone, alkohol atau fetor
hepaticus
3. Tanda-tanda trauma
Inspeksi bagian kepala, cari :
a. Raccoon eyes
b. Battle sign
c. Hemotympanum
d. Cerebrospinal fluid (CSF) rhinorrhea or otorrhea
Palpasi bagian kepala, cari:
a. Depressed skull fracture
b. Pembengkakan jaringan lunak
4. Tekanan darah
Jika didapat adanya Hipertensi bisa merefleksikan bahwa
orang tersebut sudah memiliki darah tinggi sejak lama yang
menyebabkan

timbulnya

perdarahan

subarachnoid dan stroke.


Hipotensi dapat disebabkan

oleh

intracerebral
alkohol,

atau

keracunan

barbiturate, perdarahan internal, myocardial infarct, sepsis,


dan hipotiroidism.
5. Temperature
Hipotermi dapat terjadi pada kondisi penurunan kesadaran
yang biasa dapat disebabkan oleh ethanol atau sedative drug

intoxication, hipoglikemi, Wernicke encephalopathy, hepatic

encephalopathy, hipotiroidism dan myxedema.


Koma disertai dengan hipertermia dapat terjadi pada heat
stroke, status epilepticus, malignant hyperthermia yang
berhubungan dengan inhalation anesthetics, keracunan obat
antikolinergik, perdarahan pontine, dan lesi di hipotalamus,

infeksi, meningitis atau ensefalitis.


6. Laju nafas
Tachypnea dapat menandakan kondisi asidosis sistemik atau
pneumonia.
7. Tanda rangsang meningeal
Tanda ini sangat penting

untuk

mengetahui

adanya

meningitis atau perdarahan subarachnoid, tetapi tanda ini


akan hilang pada kondisi koma dalam.
8. Funduskopi
Jika terdapat papilledema atau perdarahan retina maka dapat
disimpulkan orang tersebut memiliki hipertensi akut maupun
kronik atau peningkatan tekanan intracranial
Status neurologi :
1. GCS
2. Fungsi motoric
Penilaian yang harus diperhatikan :
o Simetris dari tonus dan pergerakan
o Respon terhadap rangsang nyeri
Rangsang nyeri dapat dilakukan

dengan

memberi

tekanan pada supraorbital maupun pada kuku. Sebisa


mungkin hindari pemberian tekanan atau rangsang nyeri
pada sternum karena akan menimbulkan memar atau
distress pada pasien. Dengan pemberian rangsang nyeri,
maka kita harus menilai respon yang diberikan oleh
pasien, terlebih jika ada gerakan yang asimetris. Adapun
respon yang dapat di berikan oleh pasien :
a. Decorticate
Merupakan respon dengan posisi tubuh fleksi pada
tungkai atas namun ekstensi pada tungkai bawah.

Respon ini menandakan adanya lesi pada bagian


batang otak sebelum otak tengah.
b. Decerebrate
Merupakan respon tubuh dengan posisi tubuh ekstensi
baik pada tungkai atas maupun bawah. Respon ini
mengindikasikan adanya gangguan yang lebih berat
dengan prognosis yang buruk. Gannguan ini terdapat
pada traktus motoric pada otak tengah atau bagian
caudal dari diencephalon.
c. Tidak ada respon atau respon menurun
Jika saat diberi rangsang nyeri tetapi pasien tidak
memberi respon apapun atau respon yang minimal,
maka dapat dicurigai jika pasien tersebut mengalami
paralisis dari tungkainya yang dapat disebabkan oleh
trauma pada cervical, Guillain-Barre neuropathy, or
the locked in state.
o Tanda lateralisasi
a. Pupil yang tidak sama
b. Deviasi mata menuju satu sisi
c. Wajah yang asimetris
d. Kepala menoleh ke satu sisi
e. Hipo atau hipertonus pada satu sisi
f. Reflex dalam yang asimetris
g. Babinski pada satu sisi
3. Pupil
Hal-hal yang harus dinilai dari pupil adalah ukuran, posisi,

kesamaan kanan dan kiri serta reaksi terhadap cahaya.


Lesi pada struktur otak akan menimbulkan pupil yang
asimetris dan kehilangan dari reflek cahaya
o Lesi tectal pada midbrain : pupil bulat, regular, ukuran
medium tetapi tidak reaksi terhadap cahaya
o Lesi nucleus pada midbrain : irregular, berbeda kanan
dan kiri, ukuran medium, dan pupil tidak bereaksi
terhadap rangsangan apapun
o Lesi pada saraf kranial III : pupil dilatasi dan tidak dapat

bergerak pada sisi yang sama terhadap lesi.


Gangguan metabolic seperti metabolic encephalopathy atau
lesi

pada

kedua

hemisfer

seperti

hidrosefalus

atau

perdarahan pada thalamus dapat menyebabkan kedua pupil

reactive namun berukuran kecil (1-2,5 mm) walaupun tidak

sampai menyebabkan pinpoint.


Penggunaan narkotika atau barbiturate yang berlebihan serta
perdarahan hebat pada pons dapat menyebabkan pupil

menjadi sangat kecil (<1mm) tapi masih reaktif.


4. Ocular movement
Hal yang harus dinilai adalah posisi mata saat istirahat,
adanya pergerakan spontan dari mata dan respon terhadap

maneuver oculocephalic dan oculovestibular.


Pertama, observasi posisi mati dengan mengangkat kelopak

mata bagian atas dan menilai posis mata saat istirahat


Kelopak mata yang masih dapat tertutup pada pasien
dengan penurunan kesadaran dapat di artikan bahwa fungsi
dari pons bagian bawah masih baik dan juga kemampuan
pasien untuk berkedip dapat menandakan fungi dari system

reticular masih ada.


Pada kondisi :
o Gangguan pada cerebral yang luas : memperlambat
pergerakan dari mata
o Lesi pada lobus frontalis : deviasi pada mata ke sisi
dimana lesi tersebut berada
o Lesi pada lateral pons :

deviasi

dari

mata

kesisi

sebaliknya dari lesi


o Lesi pada otak tengah : deviasi mata ke arah bawah dan

dalam.
Respons oculocephalic

adalah

respon

mata

terhadap

pergerakan kepala dari kanan ke kiri. Jika mata bergerak ke


sisi yang berlawanan dari pergerakan kepala maka dapat
diartikan bahwa respon terhadap pergerakan ini positif dan
pons masih berfungsi dengan baik (dolls eye). Jika pasien
tidak memiliki respon ini, maka hal ini menandakan adanya
kerusakan pada batang otak atau akibat mengkonsumsi obat

secara berlebihan.
Respons oculovestibular
Tes ini dilakukan dengan cara irigasi pada external auditory
canal menggunakan air dingin

sebanyak 30-100 mL untuk

menstimulasi labirin. Setelah beberapa saat, hasilnya adalah

deviasi tonic pada kedua mata kearah dimana air tersebut


berasal dan nystagmus ke arah yang berlawanan. Jika hasil
tidak sesuai, hal ini mengindikasikan adanya kerusakan pada
daerah batang otak. Jika pada tes ini tidak didapat adanya
nystagmus, maka hal ini mengindikasikan adanya kerusakan

pada cerebral atau gangguan pada metabolic.


Reflek kornea
Hal ini dilakukan dengan cara menyentuh bagian kornea
dengan menggunakan ujung kapas, dalam keadaan normal
maka kelopak mata akan langsung menutup.

Hal in

berkaitan dengan kerja nervus V dan VII, adanya obat-obatan


yang kerjanya menghambat otak maka reflek ini pun dapat
menghilang setelah adanya gangguan pada pergerakan bola
mata. Reflek kornea pun dapat menghilang pada sisi tubuh
yang mengalami hemiplegia.
5. Respiratory pattern
Dalam kondisi penurunan kesadaran fungsi dari pernafasan
biasanya akan terganggu sehingga pasien tersebut dapat
memiliki pola pernafasan yang tidak seperti biasanya dan setiap
pola dan menunjukan dimana letak dari lesi pada orang
tersebut. Adapun beberapa tipe dari pola pernafasan :
a. Pernafasan Cheyne-Stokes
Adalah pola pernafasan yang terdiri dari pernafasan yang
cepat (hiperpnea) namun diantaranya terdapat kondisi henti
nafas (apnea). Pada kondisi ini dapat menandakan adanya
penyakit atau kondisi yang mengenai kedua cerebral, seperi
herniasi transtentorial, lesi bagian atas dari batang otak dan
metabolic encephalopathy.
b. Apneustic
Adalah pola pernafasan yang di sebabkan oleh lesi pada pons
dan menyebabkan adanya henti nafas yang penuh pada saat
inspirasi
c. Kussmaul
Adalah pola pernafasan yang cepat dan dalam. Hal ini di
akibatkan oleh keadaan asidosi metabolic tetapi dapat juga

disebabkan oleh lesi pada pontomesencephalic, kongesti


paru, ensefalopati hati dan stimulasi dari obat anti nyeri.
d. Cluster
Suatu pola pernafasan yang menggambarkan adanya lesi
pada fosa bagian posterior atau adanya kenaikan tekanan
intracranial.
e. Ataxic
Pola pernafasan ini disebabkan oleh adanya lesi pada
medulla oblongata yang ditandai dengan pernafasan yang
irregular dengan pola yang berubah-ubah antara pernafasan
dalam dan dangkal dan dapat berakhir dengan henti nafas.
Pemeriksaan penunjang :
1. Analisa gas darah
Hal ini penting terutama untuk mengetahui adanya penyakit
pada paru-paru dan gangguan pada asam-basa.
2. Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan ini berguna untuk memeriksa elektrolit, glukosa,
kalsium, osmolaritas, fungsi ginjal dan hepar.
3. Analisa toxikologi dari darah maupun urine
4. Kultur darah maupun csf
5. Radiology :
a. CT scan
Hal ini terutama dilakukan jika penyebab dari penurunan
kesadaran tetap tidak dapat diketahui dengan tes lainnya.
b. MRI
5. EEG
Hal ini sangat berguna terutama pada orang dengan
gangguan metabolic atau berhubungan dengan penggunaan
obat-obatan.
6. Lumbal pungsi
Tes ini jarang dilakukan, karena dengan radiologi sudah dapat
diketahui dan menyingkirkan penyebab dari koma, baik yang
berasal dari intracerebral maupun adanya perdarahan diruang
subarachnoid.
menegakan
encephalitis.

Namun
diagnosis

tes
pada

ini

tetap

kasus

dilakukan

meningitis

untuk
ataupun

Anda mungkin juga menyukai