Anda di halaman 1dari 26

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat-Nya,
penulis dapat menyelesaikan makalah laporan kasus dengan judul Polineuropati DM.
Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam kepaniteraan klinik di bagian
Neurologi RSUP Fatmawati.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian makalah ini, terutama kepada :
1. Dr. Fritz Sumantri Usman Sr,SpS, FINS, selaku pembimbing laporan kasus penulis
2. Seluruh dokter dan staff SMF Neurologi RSUP Fatmawati
3. Rekan-rekan kepaniteraan klinik Neurologi RSUP Fatmawati atas bantuan dan
dukungannya
Penulis menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan, oleh karena
itu segala kritik dan saran guna penyempurnaan makalah ini sangat diharapkan.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, terutama dalam bidang
Neurologi.

BAB I
PENDAHULUAN
Neuropati diabetikum (ND) merupakan salah satu komplikasi kronis paling sering
ditemukan pada Diabetes Melitus (DM). Risiko yang dihadapi pasien DM dengan ND antara
lain adalah infeksi berulang, ulkus yang tidak sembuh sembuh dan akhirnya amputasi jari atau
kaki. Kondisi inilah yang menyebabkan bertambahnya angka kesakitan dan kematian,yang
berakibat meningkatnya biaya pengobatan pasien DM dengan ND. Hingga saat ini pathogenesis
ND belum seluruhnya diketahui dengan jelas, namun demikian dianggap bahwa hiperglikemia
persisten merupakan faktor primer. Faktor metabolik ini bukan satu-satunya yang bertanggung
jawab atas terjadinya ND, tetapi terdapat beberapa teori lain yang telah diterima yaitu teori
vaskular, autoimun, dan nerve growth factor. Studi prospektif oleh Solomon dkk, menyebutkan
bahwa selain peran kendali glikemik, kejadian neuropati juga berhubungan dengan risiko
kardiovaskular yang potensialmasih dapat dimodifikasi. Manifestasi ND bisa sangat ber$ariasi,
mulai dari tanpa keluhan dan hanya bisaterdeteksi dengan pemeriksaan elektrofisiologis, hingga
keluhan nyeri yang hebat. bisa juga keluhannya dalam bentuk neuropati lokal atau sistemik, yang
semua itu bergantung padalokasi dan jenis syaraf yang terkena lesi. Mengingat terjadinya ND
merupakan rangkaian proses yang dinamis dan bergantung pada banyak faktor, maka
pengelolaan dan pencegahan ND pada dasarnya merupakan bagian dari pengelolaan diabetes
secara keseluruhan. untuk mencegah agar ND tidak berkembang menjadi ulkus diabetik seperti
ulkus atau gangrene pada kaki, diperlukan berbagai upaya khususnya pemahaman pentingnya
perawatan kaki. bila ND disertai nyeri dapat diberikan berbagai jenis obat obatan sesuai tipe
nyerinya, dengan harapan menghilangkan atau paling tidak mengurangi keluhan, sehingga
kualitas hidup dapat diperbaiki. Dengan demikian, memahami mekanisme terjadinya ND dan
faktor faktor yang berperan merupakan landasan penting dalam pengelolaan dan pencegahan
ND yang lebih rasional.

BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama

: Ny. N

Jenis kelamin : Perempuan

Usia

: 66 tahun

Suku bangsa : Sunda

Status perkawinan

: Menikah

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Pendidikan

: Tamat SLTA

Alamat

: Jalan Jara no.8

Tanggal berobat ke poli : 5 Desember 2014

A. ANAMNESIS
Diambil dari Autoanamnesis dan pada tanggal 5 Desember 2014
Keluhan Utama: Kesemutan dan baal pada kedua kaki sejak 2 tahun SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke Poli Saraf RSUP Fatmawati dengan keluhan kesemutan dan baal pada
kedua kaki sejak 2 tahun SMRS. Awalnya keluhan dirasakan hilang timbul dirasakan terutama
pada saat malam hari dan semakin lama semakin sering. Kesemutan dirasakan menetap pada
kedua kaki dan tidak menjalar. Pasien juga mengeluhkan adanya rasa baal pada kedua telapak
kaki. Selain itu pasien juga mengeluhkan kesemutan pada kedua telapak tangan dan dirasakan
hilang timbul. Rasa panas seperti terbakar dan rasa seperti disetrum disangkal. Karena kakinya
baal pasien juga mengatakan pernah terluka karena menginjak mainan punya cucunya. Keluhan
lain seperti sulit berjalan disangkal. Pasien juga menyangkal adanya kelemahan pada kedua kaki
maupun tangan. Fungsi otonom pasien seperti menahan buang air kecil dan buang air besar
masih baik.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengaku mempunyai riwayat darah tinggi dan kencing manis sejak 8 tahun yang
lalu, namun pasien tidak rutin meminum obatnya.
3

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat DM dalam keluarga (+) ayah pasien. HT (-), sakit jantung (-), ginjal (-).
Riwayat Pengobatan
Metformin ( 500mg) dan glibenklamid ( 5 mg ) namun pasien tidak rutin meminum obat
tersebut.
Riwayat Kebiasaan
Pasien tidak merokok, tidak minum alkohol dan jarang olahraga (+)
B. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis (tanggal 5 Desember 2014)
Keadaan umum

Tampak sakit ringan

Kesadaran

Compos Mentis

Tanda vital

Tekanan darah

: KANAN

KIRI

140/90mmHg 140/80mmHG
Nadi

: 72 x/m, regular, isi cukup

Pernapasan

: 18 x/m

Suhu

: 36,0 0C

Kepala

: Normocephali

Mata

KANAN

KIRI

Konjungtiva anemis

Sklera ikterik

Telinga
Discharge
Mulut

: tidak ada kelainan

Leher
JVP

: 5 + 1 cm H2O.

KGB

: tidak tempak membesar

Thoraks

: normal, simetris
4

Paru Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi

Auskultasi

: Gerak dinding dada pada pernapasan simetris kanan dan kiri


: Gerak dinding dada saat pernapasan simetris kanan dan kiri
Vocal fremitus kanan dan kiri simetris
: Sonor di kedua hemithoraks
Batas paru dan hepar setinggi ICS 5 di linea midklavicularis kanan
dengan peranjakan 2 jari pemeriksa
Batas paru dan lambung setinggi ICS 8 di linea axilaris anterior
Margin of isthmus kronig didapatkan sonor 3 jari pemeriksa.
: Suara dasar vesikular, rhonki -/- , wheezing -/-

Jantung
Inspeksi

: Ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: Ictus cordis teraba pada ICS 6 2 cm medial linea midklavikularis

kiri
Perkusi

: Batas paru dan jantung kanan setinggi ICS 3 5 di linea sternalis


kanan
Batas paru dan jantung kiri setinggi ICS 5 1cm lateral linea
midklavicularis kiri
Batas atas jantung setinggi ICS 3 di linea parasternalis kiri

Auskultasi

: Bunyi jantung I-II reguler normal, Murmur (-), Gallop (-)

Perut
Inspeksi

: Dinding abdomen datar, jaringan parut (-)

Palpasi

: Dinding perut
Hepar, lien, ginjal

: supel
: ttm

Nyeri tekan (-)


Perkusi

: timpani

Auskultasi

: bising usus (+) normal

Anggota Gerak

Kanan

Kiri

Akral hangat

Edema

Akral hangat

Edema

Atas

Bawah

STATUS NEUROLOGIS
a.

GCS

b.

Rangsang Selaput Otak

c.

: E4M6V5

Kaku kuduk

:-

Laseque

: >700 / >700

Kerniq

: > 1350 / > 1350

Brudzinsky I

:-

Brudzinsky II

:-/-

Saraf-saraf Kranialis
N.I (olfaktorius)

: normosmia + / +

N.II (optikus)
Daya penglihatan

: baik/baik

Pengenalan warna

: baik/baik

Lapang pandang

: normal/normal

Tes konfrontasi

: tidak dilakukan/tidak dilakukan

Fundus okuli

: tidak dilakukan/tidak dilakukan

N.III, IV, VI (Occulomotorius, Trochlearis, Abducen)


Kedudukkan bola mata

: ortoposisi + / +

Pergerakkan bola mata

: baik ke segala arah +/+ (nasal, temporal, superior,

inferior, nasal atas dan bawah, temporal atas dan bawah)


Ptosis

:-/-

Exopthalmus

:-/-

Nystagmus

:-/-

Diplopia

:-/-

Pupil
Bentuk

: bulat, isokor, 3mm/3mm

Reflek cahaya langsung

: +/+

Reflek cahaya tidak langsung : +/+


N.V (Trigeminus)
Motorik
6

Gerakan rahang : pasien dapat mempertahankan posisi (saat rahang


digerakkan ke bawah, samping kanan atau kiri) ketika pemeriksa
memberikan dorongan agar rahang kembali ke posisi ditengah

sensorik
o Ophtalmikus : tidak ada perbedaan sensibilitas kanan-kiri
o Maksilaris

: tidak ada perbedaan sensibilitas kanan-kiri

o Mandibularis : tidak ada perbedaan sensibilitas kanan-kiri


o Reflek kornea : baik / baik
N.VII (Fasialis)
Motorik

Orbitofrontalis

: gerakan saat mengangkat alis dan mengerutkan

dahi simetris kanan-kiri

Orbikularis okuli

: pasien dapat memejamkan mata kanan dan kiri

saat diberikan tahanan ringan pada kelopak mata dengan tangan pemeriksa

Orbikularis oris

: sudut bibir dan plica nasolabialis simetris saat

pasien diminta untuk menyeringai (menunjukkan gigi).


Sensorik

Pengecapan 2/3 anterior lidah : (tidak diperiksa)

N.VIII (Vestibulocochlearis)
Vestibular : Vertigo, nistagmus (manuver Hallpike tidak dilakukan)
Koklearis :

tes Rinne

: (tidak dilakukan, terbatas alat)

tes Webber

: (tidak dilakukan, terbatas alat)

tes Swabach

: (tidak dilakukan, terbatas alat)

N.IX, X (Glossopharyngeus, Vagus)


Motorik

: letak uvula ditengah, tidak tertarik ke satu sisi baik statis


maupun dinamis, arkus faring simetris, menelan baik.

Sensorik

: tes pengecapan 1/3 posterior lidah tidak dilakukan

N.XI (Accesorius)

m. Trapezius : pasien dapat melawan tahanan yang diberikan pada saat


mengangkat bahu
7

m. Sternocleidomastoideus : pasien dapat melawan tahanan yang diberikan


pada gerakan menoleh ke satu sisi (kanan/kiri)

N.XII (Hypoglossus)
Saat mulut dibuka (statis), lidah letak ditengah, tidak terlihat deviasi
Saat menjulurkan lidah (dinamis), tidak terlihat deviasi

d.

Atrofi

:-

Fasikulasi

:-

Tremor

:-

Sistem Motorik
Ekstremitas atas

: 5-5-5-5/5-5-5-5

Ekstremitas bawah

: 5-5-5-5/5-5-5-5

e.

Tonus

: normotonus + / +

f.

Trofi

: eutrofi

g.

Sistem Sensorik :
Propioseptif

: hipesthesi dari ujung jari tangan sampai pergelangan tangan,

hipesthesi dari ujung jari kaki sampai mata kaki


Eksteroseptif : hipesthesi dari ujung jari tangan sampai pergelangan tangan,
hipesthesi dari ujung jari kaki sampai mata kaki
h.

Fungsi Otonom
Miksi

: inkontinensia (-) , retensio (-)

Defekasi

: inkontinensia (-) , retensio (-)

Sekresi keringat

: baik

i.

Refleks Fisiologis
Kornea

:+/+

Biceps

: +2 / +2

Triceps

: + 2 / +2

Dinding perut : + / +
Otot perut

:+/+

Patella

: +2/ +2

Achilles

: +1 / +1

Kremaster

: (tidak dilakukan)
8

j.

Refleks Patologis
Hoffman Tromer

:-/-

Babinsky

:-/-

Chaddok

:-/-

Gordon

:-/-

Schaefer

:-/-

Klonus lutut

:-/-

Klonus tumit

:-/-

k.

Keadaan Psikis
Intelegensia

: baik

Tanda regresi

:-

Demensia

:-

l.

Gerakkan Involunter
Tremor

:-/-

Chorea

:-/-

Atetose

:-/-

Miokloni

:-/-

Tics

:-/-

m.

Fungsi Serebelar
Ataxia

: tidak dilakukan

Tes Romberg

: tidak dilakukan

Disdiadokokinesia

:-/-

Jari-jari

: baik / baik

Jari-hidung

: baik / baik

Tumit-lutut

: baik / baik

Rebound phenomenon

:-/-

Hipotoni

:-/-

n.

Fungsi Luhur
Atensi

: baik

Konsentrasi

: baik

Orientasi
9

Waktu
Tempat

: baik
: baik

Orang

: baik

Berbahasa
Disartria

: (-)

Disfonia

: (-)

Disprosodia

: (-)

Afasia

: (-)

Apraxia

: (-)

Memori
Sesaat

: baik

Segera

: kurang

Jangka pendek

: baik

Jangka panjang

: baik

Astereognosia

: (-)

Diabetic Neuropathy Examination (DNE)


Item
A. Kekuatan otot
1. Quadriceps femoris (ekstensi sendi lutut)
2. Tibialis anterior (dorsofleksi kaki)
B. Refleks
3. Tendo Achiles
C. Sensibilitas jari telunjuk
4. Sensitivitas terhadap tusukan jarum
D. Sensibilitas ibu jari kaki
5. Sensitivitas terhadap tusukan jarum
6. Sensitivitas terhadap sentuhan
7. Persepsi getar
8. Sensitivitas terhadap posisi sendi
TOTAL
Note : kriteria diagnostik neuropati bila nilai > 3 dari 16 nilai tersebut.

Max

Score

2
2

2
2

2
2
2
2
16

1
1
1
1
11

Diabetic Neuropathy Syndrome (DNS)


Gejala
1. Jalan tidak stabil

Max
1

Score
1
10

2. Nyeri neuropatik
3. Parestesi
4. Rasa tebal
TOTAL
Nilai postitif polineuropati Diabetikum : 1

1
1
1
4

0
1
1
3

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Laboratorium
PEMERIKSAAN
HEMATOLOGI
Hb
Ht
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
VER/HER/KHER/RDW
VER
HER
KHER
RDW
HEMOSTATIS
APTT
Kontrol APTT
PT
Kontrol PT
INR
KIMIA KLINIK
Ureum Darah
Kreatinin Darah
GDS
ANALISIS GAS DARAH
pH
pCO2
pO2
BP
HCO3
Sa O2
BE
Total CO2

HASIL

NILAI NORMAL

11,0
35
11,9
413
3,97

11,7 15,5 g/dL


42 52 %
(4,8 10,8). 103/uL
(150 450). 103/uL
3.8-5,2 106/uL

88,7
27,7
31,2
13,6

80,0-100,0 fl
26,0-34,0 pg
32,0-36,0 g/dl
11,5-14,5%

35,5
34,6
17,7
12,6
1,39

27,0 30,3 detik


11,3 11,7detik
-

92
3,2
54

20-40 mg/dl
0,6-1,5 mg/dl
70-240 mg/dl

7,319
34,1
108,3
752,0 mmHg
17,1
97,6
-2,9
18,2

7,370 -7,440
35,0-45,0 mmHg
83,0-108,0 mmHg
21,0-28,0 mmol/L
95,0-99,0%
-2,5 2,5 mmol/L
19,0 24,0 mmol/L

RESUME

11

Perempuan, 66 tahun, merasa baal pada kedua telapak kaki. Sejak 2 tahun ini, pasien
mempunyai riwayat sakit DM. Pasien tidak rutin kontrol dan minum obat setiap hari. Awalnya
keluhan dirasakan hilang timbul dirasakan terutama pada saat malam hari dan semakin lama
semakin sering. Kesemutan dirasakan menetap pada kedua kaki dan tidak menjalar. Pasien juga
mengeluhkan adanya rasa baal pada kedua telapak kaki. Selain itu pasien juga mengeluhkan
kesemutan pada kedua telapak tangan dan dirasakan hilang timbul. Rasa panas seperti terbakar
dan rasa seperti disetrum disangkal. Karena kakinya baal pasien juga mengatakan pernah terluka
karena menginjak mainan punya cucunya. Keluhan lain seperti sulit berjalan disangkal. Pasien
juga menyangkal adanya kelemahan pada kedua kaki maupun tangan.
Pada Pemeriksaan fisik didapatkan:

Kesadaran : Compos mentis

Tanda vital

Tekanan darah : 140/90 mmHg

Suhu : 36,5oC

Pernafasan : 16 x / menit

Nadi : 80 x / menit

Pada pemeriksaan neurologis didapatkan :


GCS : E4V5M6

Mata : Pupil bulat isokor, RCL : +/+, RCTL :+/+

TRM : Kaku kuduk (-), Laseq (>70/>70), Kernigue (>135/>135) Brudzinsky I dan II (-)

Nervus Cranialis : parese (-)

Motorik : baik

12

Sensorik : Propioseptif : hipesthesi dari ujung jari tangan sampai pergelangan tangan,
hipesthesi dari ujung jari kaki sampai mata kaki Eksteroseptif

:hipesthesi dari ujung

jari tangan sampai pergelangan tangan, hipesthesi dari ujung jari kaki sampai mata kaki

Otonom : Baik

Refleks fisiologis : ekstremitas atas : +2 / +2, ekstremitas bawah : +1 +1

Refleks Patologis : - / -

DIAGNOSIS KERJA
Diagnosa klinis

: polineuropati DM, suspek nefropati DM

Diagnosa topis

: saraf tepi bagian distal

Diagnosa etiologis

: Diabetes Mellitus

RENCANA PENGELOLAAN
Konsul bagian Penyakit Dalam untuk DM , hipertensi, nefropati DM
Edukasi perawatan kaki
MEDIKA MENTOSA
Neurodex 2 x 1
Metformin 3 x 500 mg
Asam folat 2 x 1
Aspilet 80 mg 1 x 1
Captopril 2 x 25
PROGNOSIS
Ad vitam

: dubia ad bonam

Ad functionam

: dubia ad malam

Ad sanationam

: dubia ad malam

13

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
POLINEUROPATI DIABETIKUM
PENDAHULUAN
Neuropati diabetik telah dikenal sejak 1887 dan sering dijumpai pada negara yang
tergolong makmur dan meliputi sekitar 20% pada penderita diabetes, bahkan menurut sarjana
Mohr dan Comi menyebut angka 50-66%.Di Amerika Serikat, kira-kira 15 juta penderita DM,
separuhnya menderita neuropati diabetik terutama dari jenis simetrik polineuropati, dan
merupakan salah satu penyebab utama dari amputasi nontraumatik.Insiden neuropati diabetik
meningkat bila pemeriksaan dilakukan lebih teliti terutama pemeriksaan sensorik dan
neurofisiologi.
Pada umumnya neuropati diabetik tidak mengakibatkan kematian, namun dapat
menyebabkan berbagai macam cacat jasmani dan penyulitan yang menghambat kegiatan hidup
sehari-hari yang sangat mengganggu seperti rasa panas, rasa tebal, sering buang air kecil, mudah
timbul infeksi/ganggren, retinopati, impotensi dan hipotensi ortostatik. Dengan meng-optimalkan
pengawasan terhadap penderita diabetes, polineuropati diabetik dapat dicegah atau diperlambat.
Dibandingkan dengan polineuropati diabetik, jenis lain dari neuropati diabetik mempunyai
prognosa penyembuhan lebih baik. Dalam artikel ini akan dibicarakan tentang klasifikasi,
gejala-gejala klinis dan diagnosa dari neuropati diabetik.
KLASIFIKASI DAN GEJALA KLINIS.
Klasifikasi diabetik neuropathy, menurut Greene, Stevens and Feldman (1999) dikutip dari
Symposium Diabetic Neuropathy : Progress in Diagnosis and Treatment (The American Journal
of Medicine, Vol. 107, Agust 30 1999) yaitu :
A. Diffuse
1. Distal symmetric sensorimotor polyneuropathy
2. Autonomic neuropathy (neuropati Saraf otonom)
a. Sudomotor
b. Cardiovascular
14

c. Gastrointestinal
d. Genitourinary
3. Symmetric proximal lower limb motor neuropathy (amyotrophy)
B. Focal
1. Cranial neuropathy
2. Radiculopathy / plexopathy
3. Entrapment neuropathy
4. Asymmetric lower limb motor neuropathy (amyotrophy)

A. Difus
1. Symmetric Polyneuropathy
Bentuk ini paling banyak dijumpai dengan gejala-gejala yang sifatnya simetris
dan berlangsung kronis.
Pada permulaan biasanya gangguan pada serabut-serabut halus (small fiber)
ditemukan gejala sensibilitas, dapat berupa parestesi, rasa tebal, rasa nyeri, rasa panas
seperti terbakar dan rasa keram pada bagian distal tungkai. Hipalgesia/analgesia dapat
berupa sarung tangan atau kaos kaki dan kondisi seperti ini memudahkan terjadinya
trauma / ulkus pada kaki.
Degenerasi

serabut-serabut

kasar

(large

fiber)

menyebabkan

gangguan

proprioseptif seperti berkurangnya rasa vibrasi / gangguan rasa posisi dapat pula
ditemukan, kadang-kadang ataksi dapat dijumpai dan bentuk ini mirip dengan tabes
dorsalis, dikenal dengan Diabetic Pseudotabes. Lebih jauh bisa pula timbul kelainan
motorik seperti atrofi, refleks tendo menurun sampai menghilang pada bagian distal
dari ekstremitas. Selanjutnya dapat terjadi autonomic neuropathy dengan gejala
impotensi pada pria dan hypotonic neurogenic bladder.
Kadang-kadang bisa dijumpai rasa nyeri didaerah belakang tubuh / trunkus dan
menyebar pada abdomen dan toraks tanpa kelemahan otot. Keadaan ini disebut
sebagai truncal neuropathy. Keadaan ini sering terdapat pada diabetes yang lama dan
umur lanjut. Ada anggapan bahwa rasa nyeri ini mempunyai sifat self limited
15

2. Autonomic neuropathy (neuropati Saraf otonom)


Sindroma neuropati saraf otonom dapat berdiri sendiri atau bersama-sama dengan
Simmetric Polyneuropathy, baik pada tahap dini maupun pada tahap lanjut. Insidens
kira-kira 25% dari penderita IDDM.
Gejala klinis neuropati saraf otonom Yaitu :
a. Sistem kardiovaskuler
-

Hipotensi ortostatik / postural hypotension timbul akibat

disfungsi

vasomotor yakni denervasi saraf simpatis dan.


-

Denervated Heart.
Terjadi ketidak seimbangan antara simpatis dan para simpatis dan ini dapat
mempengaruhi jantung, biasa dalam bentuk aritmia dan takhikardi /
bradikardi dan dapat dideteksi dengan valsava monouver.

b. sistem pencernaan
-

Gangguan pengecap : daya pengecap berkurang dapat diukur dengan


Elektrogustometer

Kelemahan peristaltik, gejala dapat berupa : disfagia, panas di ulu hati,


muntah-muntah dan pengosongan lambung yang terlambat yang dikenal
dengan gastroparesis.

Disamping itu bisa pula terjadi diare yang intermitten (diabetic - Diarrhea)

c. Sistem urogenitalia
-

Disfungsi Bladder : berupa Hypotonic neurogenic bladder dengan gejala


disuria, retensio urine; insidens 14 - 82% dari penderita diabetes.

Disfungsi seksual : Impotensia, insidens sekitar 35 - 75%. Gejala dini dapat


berupa gangguan ereksi yang berjalan pelan dan gangguan ejakulasi. Pada
impotensia diabetik biasanya kadar prolaktin, gonadotropin testoteron
normal sehingga pemberian testoteron tidak ada pengaruhnya.

d. Disfungsi sudomotor, tulang dan sendi


-

Gangguan keringat berupa hiperhidrosis pada separuh tubuh bagian atas dan
anhidrosis pada separuh tubuh bagian bawah menyebabkan kulit menjadi
kering dan mudah terjadi fisura sehingga menyebabkan timbulnya ulkus
yang sulit sembuh. Berkeringat biasanya pada malam hari.
16

Sendi terutama lutut/kaki membengkak tetapi tidak nyeri, dikenal dengan


Charcots joints.

Tulang, bisa timbul hiperostosis.

3. Simetric proximal lower limb motor neuropathy (amyotrophy) atau disebut juga
sebagai proximal neuropathy.
Menurut Asbury, proximal neuropati merupakan variasi diabetik radikulopati,
yakni kelemahan pada otot dari pelvic girdle yang terjadi secara pelan-pelan dalam
beberapa hari atau minggu. Gejala awal berupa timbulnya rasa nyeri seakan-akan
ditusuk pisau di daerah lumbosakral dan meluas ke paha secara simetris bilateral.
Lebih jauh bisa timbul kelemahan otot femoral sampai atrofi sehingga penderita kalau
jalan sering jatuh.
Bisa pula gejala-gejala timbul asimetri yang dikenal dengan asimetrik / focal
peripheral neuropathy. Adanya atrofi ini menyebabkan keadaan ini disebut pula
sebagai diabetic amyotrophy oleh karena ada anggapan bahwa lesi terdapat pada
kornu anterior. Ada pula yang menyebut sebagai femoral neuropathy atau sacral
plexopathy.
Biasanya proximal neuropathy dijumpai pada penderita diabetes yang berumur 50
tahun ke atas, dimana terdapat penurunan berat badan yang menyolok dan gangguan
metabolik yang hebat. Otot yang sering diserang ialah kuadriceps femoris, ileopsoas
dan abduktur paha. Laki-laki lebih banyak dijumpai daripada perempuan dan
dijumpai pada penderita dengan kontrol gula yang jelek. Prognosa baik bila gangguan
metabolik dikoreksi pada waktunya.
B. Fokal
1. Cranial Neuropathy
Keterlibatan saraf kranial paling sering ialah nervus okulomotorius menyusul
nervus abducens dan nervus fasialis, kadang-kdang dapat pula mengenai nervus
throchlearis dan N.akustis. Kadang-kadang dapat terjadi lebih dari pada satu urat
17

saraf yang dikenal sebagai poli-mononeuropati. Gejala-gejala biasanya berupa nyeri


bola mata, diplopia dan ptosis. Biasanya penyebab ialah oklusi vasanervosum.
Prognosis biasanya baik, perbaikan nyata dalam 6 sampai 8 minggu.
2. Radiculopathy
Bisa berupa brachial dan lumbar plexopathy. Nyeri radikuler dan anestesia
mengikuti dermatom. Biasa dijumpai pada penderita diabetes yang umur tua.
3. Compression Neuropathy.
Carpal tunnel syndrome, ulnar nerve entrapment dan gejala-gejala yang mirip
dengan herniasi diskus sering ditemukan. Oleh karena mengenai satu urat saraf maka
disebut pula sebagai mononeuropati diabetik. Gejala utama ialah rasa nyeri sepanjang
persarafan yang terkena dan paresis. Mononeuropathy, urat saraf yang paling sering
terkena ialah N.iskhiadikus, N.medianus dan N.ulnaris.
4. Asymetric Lower Motor Neuropathy (Amyotrophy)
Bentuk diabetik amiotrophy yang asimetrik mengenai otot-otot lower limb
sehingga timbul kelemahan dan atrofi.
PENDEKATAN DIAGNOSTIK NEUROPATI DIABETIK.
Diagnosa didasarkan pada adanya gejala neuropati pada seorang penderita diabetes (IDDM
lebih 5 tahun, dan semua NIDDM) dimana semua penyebab lain dari neuropati selain diabetes
dapat disingkirkan. Sampai saat ini belum ada test klinis spesifik yang dapat memastikan
neuropati diabetik.
Kriteria Diagnosa neuropati Diabetik :
Minimal didapat kelainan melalui pemeriksaan di bawah ini :
1. Gejala klinis
Berdasarkan anamnese :
a. Sensorik : rasa baal, rasa panas, rasa terbakar, rasa kesemutan, rasa kesetrum,
Alodonia, gambaran seperti sarung tangan/kos kaki
b. Keluhan motorik : tungkai / lengan kurang kuat, sering jatuh, sulit naik tangga, sulit
bangkit dari kursi, sulit buka stoples dll.
c. Keluhan otonom :
18

- gangguan berkeringat
- gangguan/disfungsi seksual : gangguan ereksi, sulit orgasme
- diarrhea
- sulit adaptasi dalam gelap dan terang
-

keluhan hipotensi ortostatik

DNS (diabetic Neuropathy Symptom)


Skor DNS merupakan 4 point yang bernilai untuk skor gejala, dengan prediksi
nilai yang tinggi untuk menyaring polineuropati pada diabetes. Gejala jalan tidak stabil,
nyeri neuropatik, parestesi atau rasa tebal. Satu gejala dinilai skor 1, maksimum skor 4.
Skor 1 atau lebih diterjemahkan sebagai positif polineuropati DM.
2. Pemeriksaan Klinis
a. Inspeksi: ulserasi pada kaki dan Charcot Joint
b. Pemeriksaan Neurologik :
- pemeriksaan motorik didapat kelemahan tipe LMN
- Pemeriksaan sensorik didapat gambaran kos kaki/sarung tangan untuk rasa
nyeri/suhu
- Gangguan vibrasi.
Diabetic Neuropathy Examination (DNE)
Alat ini mempunyai sensitivitas sebesar 96% dan spesifitas sebesar 515. Skor
DNE adalah sebuah sistem skor untuk mendiagnosa polineuropati distal pada DM. DNE
adalah sistem skor yang sensitif dan telah divalidasi dengan baik dan dapat dilakukan
secara cepat dan mudah di praktek klinik. Skor DNE terdiri dari 8 item yaitu: A) kekuatan
otot ; 1. Quadriceps femoris(ekstensi sendi lutut); 2. Tibialis anterior (dorsofleksi kaki).
B) refleks : 3. Triceps surae/tendon achiles. C)Sensibilitas jari telunjuk ; 4. Sensitivitas
terhadap tusukan jarum. D) sensibilitas ibu jari kaki: 5. Sensitivitas terhadap tusukan
jarum ; 6. Sensitivitas terhadap sentuhan; 7. Persepsi getar; dan 8. Sensitivitas terhadap
posisi sendi. Skor 0 adalah normal, skor 1 : defisit ringan atau sedang (kekuatan oto 3-4,
refleks dan sensitivitas menurun); skor 2 : defisit berat (kekuatan otot 0-2, refleks dan
sensitivitas negatif / tidak ada). Nilai maksimal dari 4 macam pemeriksaan tersebut
19

adalah 16. Sedangkan kriteria diagnostik untuk neuropati bila nilai > 3 dari 16 nilai
tersebut.
3. Pemeriksaan elektrodiagnostik
ENMG (Elektroneuromiografi) : meliputi kecepatan hantar saraf motorik/sensorik
(KHSM/KHSS)
4. Tes Sensoris kuantitatif : untuk vibrasi dan suhu dikenal dengan Quantitative Sensoric
testing (QST). QST adalah tehnik untuk mengukur intensitas rangsangan yang diperlukan
untuk memberi persepsi sensorik khas dimana sifat fisik serta intensitas diketahui secara
tepat.
5. Tes Fungsi Otonom
a. CARDIOVASKULER
- Evaluasi hipotensi ortostatik dengan postural blood pressure testing
- Resting heart rate
- Valsava manouver
- R - R variation (beat to beat heart rate variation)
b. Eye
Dark-adapted pupil size after total parasimpathetic testing
c. Sudomotor
- Thermoregulatory sweat test (semikuantitatif)
Penderita dibedaki dengan bedak indikator yang menjadi ungu bila basah
- Potensial kulit
Potensial kulit dapat direkam dengan alat EMG terutama dari telapak tangan
dan telapak kaki
- Sweat imprint quantitation
Rangsangan kulit dengan pilocarpin, diperhatikan tetesan keringat baik
diameter maupun distribusinya.
- Quantitative Sudomotor Axon reflex test (QSART)
Mengukur respons keringat setelah dirangsang dengan transcutaneus
iontoforesis dari asetil kholin.
TEORI-TEORI PATOFISIOLOGI POLINEUROPATI DIABETIKA :
20

Teori Vaskuler
Pada pasien DM yang lama seringkali sudah terjadi mikroangiopati yang menjadi dasar
komplikasi kronik DM berupa retinopati, nefropati, dan neuropati. Mikroangiopati akan merubah
fungsi dan struktur kapiler endoneural sehingga menurunkan penyediaan darah pada saraf yang
terkena (iskemik). Selain itu terjadi penebalan membrana basalisyang menyebabkan kerusakan
blood nerve barrier dan peningkatan permeabilitas sel saraf sehingga metabolit-metabolit yang
toksik masuk ke dalam sel saraf. Biopsi pada nervus suralis pasien neuropati diabetika
ditemukan adanya penebalan pembuluh darah, agregasi trombosit, hiperplasi sel endotel yang
kesemuanya menyebabkan iskemik. Proses iskemik ini juga menyebabkan terganggunya
transport aksonal, aktivitas Na+/K+- ATP ase yang akhirnya menimbulkan degenerasi akson.
Teori Metabolik
Pengendalian kadar glukosa darah sedini mungkin merupakan dasar pengobatanterhadap
DM dan pencegahan timbulnya komplikasi vaskuler. Kondisi hiperglikemia menyebabkan
glukosa dan metabolitnya dipakai oleh beberapa jalur. Beberapa teori yang diajukan untuk
menerangkan dampak negatif hiperglikemia adalah :
a. Penumpukan sorbitol (Polyol Pathway)
Metabolisme glukosa melalui jalur poliol ini terdiri atas dua reaksi yaitu :
1. Reduksi glukosa menjadi sorbitol oleh enzim aldose reductase
2. Oksidasi sorbitol menjadi fruktosa oleh enzim sorbitol dehidrogenase
Pada keadaan normal hanya sebagian kecil metabolisme glukosa yang melalui jalur ini.
Pada keadaan hiperglikemia terjadi peningkatan glukosa intraseluler yangberakibat
meningkatnya jalur ini. Sorbitol dan fruktosa bersifat osmotik sehingga banyak menarik
air, yang akan menimbulkan edema pada sel Schwann dan rusaknya akson. Kerusakan ini
terutama mengakibatkan gangguan penghantaran impuls saraf.
b. Penurunan kadar mioinositol
Mioinositol adalah suatu heksitol siklik yang merupakan bahan utama membran
fosfolipid dan merupakan komponen dari vitamin B. Mioinositol berperan dalam
transmisi impuls, transport elektrolit dan sekresi peptida. Dalam keadaan normal kadar
mioinositol dalam saraf kurang lebih 100 kali dari kadarnya dalamplasma.Hiperglikemia
diduga menurunkan konsentrasi mioinositol melalui 2 cara :
21

1. Glukosa secara kompetitif menghambat transport aktif mioinositol olehsaraf, yang


tergantung dari natrium dan energi
2. Peningkatan aktivitas jalur poliol di dalam sel saraf menyebabkan hilangnya
mioinosit saraf. Karena mioinosit berfungsi dalam transmisi impuls saraf,
akibatnya akan terjadi gangguan hantaran saraf baik motorik maupun sensorik.
c. Glikosilasi non enzimatik
Kondisi hiperglikemia yang berlangsung lama akan menyebabkan terjadinyaproses
glikosilasi protein dengan hasil akhir terbentuknya advanced glycoslated endproducts
(AGE) yang irreversibel dan sangat toksik yang dapat mengubah proteintubuh. Tiga
mekanisme AGE yang dapat menyebabkan perubahan patologis :
1. Terbentuknya AGE intraseluler dengan cepat oleh glukosa, fruktosa dan bahan
perantara sangat reaktif dari jalur metabolik yang secara langsung kan
mengubah fungsi protein pada jaringan target.
2. AGE

dapat

mengubah

alur

transduksi

sinyal

termasuk

ligan

pada matrikekstraseluler
3. AGE

dapat

mengubah

tingkat

ekspresi

gen melalui

reseptor

spesifik

AGE.Akumulasi AGE pada hewan yang dibuat DM berhubungan dengan defek


pada respon vasodilator Nitric oxyde (NO).3.
Teori Hipoksia
Hipotesis ini dikembangkan dari teori vaskuler dan teori metabolik, dimana perubahan
vaskuler dan perubahan metabolik saling terkait satu sama lain. Hiperglikemia kronik
menyebabkan perubahan-perubahan metabolik yaitu :
1. Perubahan pelepasan oksigen dari sel darah merah
2. Perubahan pola aliran darah mikrovaskuler
3. Perubahan pada mikrovaskuler itu sendiri
Secara keseluruhan menyebabkan mikrohipoksia endoneuron yang memengaruhi
perubahan-perubahan struktural dan fungsional pada serabut-serabut saraf.

22

Aliran darah yang menuju ke saraf perifer tikus yang dibuat menderita DM berkurang
akibat terjadinya mikroangiopati dan hiperviskositas. Keadaan ini akan didapatkan penurunan
oksigen endoneural yang selanjutnya akan menurunkan kecepatan saraf,kandungan mioinositol,
transport aksoplasmik, aktivitas Na-K-ATP ase dan konsumsi oksigen. Berkurangnya oksigen
ini akan mengakibatkan kerusakan saraf.
Teori Hormonal
Fungsi saraf perifer pada polineuropati diabetika dipengaruhi oleh 3 hormon : tiroksin,
testoteron dan insulin. Williamson dkk mengamati bahwa ternyata pemberian tiroksin pada tikus
jantan. DM dapat memperbaiki hantaran saraf motorik danpeningkatan aktivitas Na-K-ATP ase.
Sedangkan pemberian insulin dengan maksudmencapai glukosa normal (euglikemia) ternyata
dapat mencegah neuropati diabetika.
Teori Osmotik
Akibat hiperglikemia terjadi penimbunan sorbitol dan fruktosa melalui jalur
poliol didalam

sel

Schwann

yang

menyebabkan

akumulasi

air

didalamnya

dan

terjadipeningkatan tekanan osmotik di dalam sel schwann. Hal ini akan mengakibatkan
kerusakan sel saraf dan selanjutnya terjadi demielinasi.
Teori Nerve Growth Factor (NGF)
NGF berupa protein yagn memberi dukungan besar terhadap kehidupan serabut saraf dan neuron
simpatis. Pada pasien dengan DM terjadi penurunan NGF sehingga transport aksonal yang
retrograde (dari organ target menuju badan sel) terganggu. Penurunan kadar NGF pada kulit
pasien DM berkorelasi positif dengan adanya gejala awal small fibers sensory neuropathy.
FAKTOR-FAKTOR RISIKO POLINEUROPATI DIABETIKA
Menurut Echeverry DM (2001), faktor-faktor risiko terjadinya polineuropati diabetika adalah:
1. Umur
Umur lanjut akan menyebabkan kelainan pada saraf tepi, karena terjadi penurunan
aliran arah pada pembuluh darah yang menuju ke saraf tepi dan berkurangnya secara
progresif serabut-serabut baik yang bermielin atau tak bermielin. Perubahan pada serabut
23

saraf besar karakteristik ditandai dengan hilangnya reflek Achilles dan gangguan
sensitivitas vibrasi pada kaki. Sedangkan pada serabut saraf kecil terjadi penipisan
akson,yang dapat menjelaskan kerentanan umur lanjut terhadap timbulnya neuropati.
2. Lamanya Diabetes
Lamanya menderita diabetes menyebabkan risiko timbulnya komplikasi yang khas
seperti retinopati, nefropati dan neuropati meningkat. Aterosklerosis, suatu fenomena
yang fisiologis pada usia lanjut, timbul lebih idni dan lebih berat pada penderita
diabetes.
Hal ini disebabkan terjadinya peningkatan radikal bebas sedangkan kemampuan
meredam

aktivitas

kerusakanendotel

radikal

vaskuler

bebas
dan

tersebut

menurunkan

menurun,
vasodilatasi

sehingga
yang

menyebabkan
diduga

karena

abnormalitas pada alur produksi NO.


3. Hipertensi
Pada hipertensi esensial terjadi gangguan fungsi endotel disertai peningkatan
permeabilitas endotel yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap aterogenesis.
Disfungsi endotel ini akan menambah tahanan perifer dan komplikasi vaskuler ditambah
lagi penurunan kadar NO.
Disamping itu hipertensi akan memudahkan terjadinya stress oksidatif dalam dinding
arteri, dimana superoksida akan memacul progresifitas aterosklerosis melalui destruksi
NO. Konsentrasi angiotensin II yang meningkat akan memacu aktivitas lipooksigenase
menyebabkan oksidasi LDL dan memacu proses inflamasi yang selanjutnya terbentuk
hidrogen peroksida dan radikal bebas dalam plasma. Proses ini semua akan
mengakibatkan penurunan NO oleh sel endotel,peningkatan adhesi leukosit dan
peningkatan resistensi perifer.
4. Dislipidemia
Kolesterol LDL yang teroksidasi akan merusak alur L-arginin-NO melalui inaktivasi
proteinG1, penurunan penyediaan L-arginin intraseluler dan destruksi NO oleh
superoksida. Kolesterol LDL yang teroksidasi juga menghambat vasodilatasi dan
menstimulasi faktor pertumbuhan menyebabkan hiperproliferasi sel otot polos dan sel
endotel pembuluh darah. Sedangkan HDL memegan peranan penting dalam transport
kolesterol dari jaringan perifer ke hepar.
24

TATA LAKSANA
Terapi Nonmedikamentosa
1.

Edukasi
Edukasi pasien sangat penting dalam tatalaksana neuropati diabetik. Target pengobatan
dibuat serealistik mungkin sejak awal, dan hindari memberi pengahrapan yang berebihan.

2.

Perawatan Umum (kaki)


Jaga kebersihan kaki, hindari trauma kaki seperti sepatu yang sempit. Cegah trauma
berulang padaneuropati kompresi.

3.

Pengendalian Glukosa Darah

Terapi medikamentosa
Dengan menggunakan obat-obat :
1.

Golongan aldolase reductase inhibitor, yang berfungsi menghambat penimbunan sorbitol


danfruktosa

2.

Penghambat ACE

3.

Neutropin- Nerve growth factor- Brain-derived neurotrophic factor

4.

Alpha Lipoic Acid, suatu antioksidan kuat yang dapat membersihkan radikal hidroksil,
superoksida danperoksil serta membentuk kembali glutation.

5.

Pedoman tatalaksana neuropati diabetik dengan nyeri, diantaranya :1. NSAID (ibuprofen
dan sulindac)2. Antidepresan trisiklik (amitriptilin, imipramin, nortriptilin, paroxetine)3.
Antikonvulsan (gabapentin, karbamazepin)4. Antiarimia (mexilletin)5. Topikal :
capsaicin, fluphenazine, transcutaneous electrical nerve stimulation

25

DAFTAR PUSTAKA
1. Asbury, A.K. and Bird, S.J : Disorders of Peripheral nerve, in : Diseases of Nervous
System, Clinical

Neurobiology 2nd ,W.B. Saunders Philadelphia 1992.

2. Beers, M.H. and Berkow, R. : Endocrine and metabolic Disorders in : The Merck manual
17th ed. (centennial Ed). Merck research lab. 1999.
3. Brown, M.J : PENN neurology 2000, Managemnet of Common Neurologic Problems,
University of pennsylvania health System. Alpha medica Press, A Division of Alpha
Medica Inc. Irvington, New York.
4. Djoenaidi Widjaja, : A Diagnostic Approach to Peripheral neuropathy. Bagian/SMF Ilmu
Penyakit Saraf FK-Unair, 2000.
5. Greene, D.A; Stevens, M.J. and feldman, E.L : Diabetic neuropathy : Scope of
Syndrome : in Symposium Diabetic Neuropathy : progress in Diagnosis and Treatment.
The American Journal of Medicine, vol. 107, 1999
6. Meliala, L; Andradi, S. ; Purba, J.S.; Anggraini, H : Nyeri Neuropati Diabetik dalam :
Penuntun Praktis Penanganan Nyeri Neuropatik. Pokdi Nyeri PERDOSSI, 2000.
7. Ward, J. and Goto, Y. : Diabetic Autonomic Neuropathy, in : Diabetic Neuropathy, John
Wiley & Sons, 1990.

26

Anda mungkin juga menyukai