Anda di halaman 1dari 9

HUKUM ISLAM TENTANG PERKAWINAN

KELAS XII.IPA.4
KELOMPOK 5 :
- ELLI SUSANTI
- EVA ANGELIA
- INGGRID TRESNA
- RESNA WAHIDIAWATI
- RISNA RISTIANI
- SITI SALSABILA
- WENNY AMELINA

Kelompok 5

HUKUM ISLAM TENTANG PERKAWINAN


A. PENGERTIAN DAN HUKUM PERNIKAHAN
Menurut segi bahasa : adalah kumpul atau mengumpulkan (addammu wal jamu)
Menurut istilah fuqahaa : akad yang menghalalkan pergaulan
antara seorang laki-laki dan perempuan yang bukan mahram
sehingga menimbulkan hak dan kewajiban antara keduanya.
Menurut UU No. 1 tahun 1947 : ikatan lahir dan batin antara
seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan
tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia
dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Allah Swt. Berfirman dalam al-Quran surat an-Nur ayat 32 :

Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang[1] di antara


kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah)[2] dari hambahamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka
miskin, Allah akan memberikan kemampuan kepada mereka dengan
karunia-Nya[3]. Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya) lagi Maha
Mengetahui
B. HUKUM NIKAH
a. Mubah, artinya diperbolehkan dan inilah yang menjadi dasar
hukum pernikahan. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh
Ahmad at-Tirmidzi, Rasulullah saw. Bersabda: ada empat hal
yang merupakan ajaran para rasul, yaitu memiliki rasa malu,
memakai wangi-wangian, berswak, dan menikah
b. Sunah, perkawinan hukumnya sunah bagi mereka yang telah
mampu dan berkeinginan untuk menikah. Pekawinan yang
mendapat pahala dari Allah Swt. Sabda Rasulullah Saw. Yang
artinya : hai para pemuda, barangsiapa di antra kamu yang
mampu serta berkeinginan untuk menikah, hendaklah dia
Kelompok 5

menikah. Karena sesungguhnya perkawinan itu dapat


menundukan pandangan mata terhadap orang yang tidak halal
dilihat dan akan memeiharanya dari godaan syahwat. Dan
barang siapa yang tidak mampu menikah, hendaklah berpuasa.
Karena dengan puasa hawa nafsunya terhadap perempuan akan
berkurang.
c. Wajib, pernikahan yang dilakukan seseorang yang sudah
memiliki kemampuan, baik secara materi maupun mental
hukumnya wajib. Jika ia menangguhkannya, justru dikhawatirkan
akan terjerumus ke dalam kesesatan.
d. Makruh, yaitu apabila orang yang akan melakukan pernikahan itu
telah mempunyai keinginan atau hasrat yang kuat, tetapi ia
belum mempunyai bekal untuk memberi nafkah tanggungannya.
e. Haram, perkawinan menjadi haram hukumnya apabila dilakukan
oleh seseorang yang bertujuan tidak baik dalam perkawinannya.
Misalnya untuk menyakiti hati seseorang.
C. TUJUAN NIKAH
a. Untuk menegakkan rumah tangga yang tenteram penuh dengan
limpahan kasih sayang.
b. Untuk memperoleh keturunan yang sah.
c. Untuk menjaga kehormatan dan harkat manusia.
d. Menciptakan ketenangan dan ketentraman jiwa.
Tujuan pernikahan sebagai mana firman Allah Swt dalam suart ar-

Rum ayat 21

Dan di antara ayat-ayat-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istriistri dari jenismu sendiri, supaya kamu merasa nyaman kepadanya,
dan dijadikan-Nya di antaramu mawadah dan rahmah.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tandatanda bagi kaum yang berpikir
Kelompok 5

D. RUKUN NIKAH
a. Ijab dan Kabul itu dilafalkan oleh orang yang balig dan berakal.
Apabila salah satu pihak tidak cakap bertindak hukum, maka iajb
dan kabulnya dihukumkan sah apabila diwakili oleh walinya.
Contohnya, laki-laki yang bodoh atau dungu,akad nikah laki-laki
yang seperti ini sah apabila akad nikahnya diwakili oleh wali atau
seseorang yang dianggap sah mewakilinya.
b. Ijab dan Kabul harus dilafalkan pada satu majelis
Artinya, antara ijab Kabul tidak diselingi dengan persoalan lain
atau sesuai dengan adat istiadat setempat melakukan sesuatu
yang dianggap tidak dalm satu majelis lagi.
c. Kabul tidak berbeda dengan ijab, kecuali dalam hal-hal yang
sifatnya lebih baik atau lebih sempurna.
d. Orang yang mengungkapkan ijab tidak mencabut ijabnya atau
tidak menunjukan sikap berpaling dari suasana ijab sebelum
Kabul diucapka.
e. Kedua belah pihak mendengar ijab dan Kabul itu secara jelas dan
memahami maksudnya dengan baik.
f. Ijab dan Kabul itu bersifat tuntas atau tidak dikaitkan dengan
syarat lainnya yang dapat membatalkan akad tersebut.
E. SYARAT PERKAWINAN
a. Ada calon suami
b. Ada calon istri
c. Wanita yang halal untuk dinikahi
d. Sigat (lafal) ijab dan Kabul
e. Wali a) wali nasab :wali yang berdasarkan ikatan pertalian
darah menurut ukuran yang terdekat dari calon mempelai
perempuan. Misalnya bapak, kakak laki-laki, dsb.
b) wali hakim : wali yang dianggkat oleh calon pengantin
apabila wali nasab sudah tidak ada, berhalangan hadir,
atau karena diberi wewenang oleh wali nasab.
Syarat-syarat wali : - mukalaf (dewasa,beragama islam, dan
sehat akalnya
-adil
-laki-laki
f. mahar (mas kawin)
berkaitan dengan mahar, Allah Swt berfirman dalam surat anNisa ayat 4
Kelompok 5

Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu


nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika
mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu
dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai
makanan) dengan penuh kelahapan lagi baik akibatnya.
F. MAHRAM
Menurut bahasa mahram adalah diharamkan.
Menurut istilah ilmu fikih adalah perempuan-perempuan yang haram
dinikahi dengan sebab-sebab tertentu, diantaranya :
a. Haram dinikahi karena nasab atau keturunan.
1. Ibu kandung dan seterusnya ke atas (nenek dari ibu
maupu nenek dari ayah).
2. Anak perempuan kandung danseterusnya kebawah
(cucu dst)
3. Saudara perempuan (sekandung sebapak seibu)
4. Saudara perempuan dari ayah
5. Saudara perempuan dari ibu
6. Anak perempuan dari saudara laki-laki
7. Anak perempuan dari saudara perempuan
b. Haram dinikahi kaarena hubungan sesusuan
1. Ibu yang menyusui;
2. Saudara perempuan sesusuan
c. Haram dinikahi karena perkaiwnan
1. Ibu dari istri
2. Anak tiri jika suanmi sudah berkumpul denganibunya
3. Ibu tiri, baik sesudah cerai maupun belum
4. Istri dari ank laki-laki (menantu), baik sudah cerai
maupun belum
d. Perempuan yang haram dinikahi karena mempunyai
pertalian mahram dengan istri, misalnya memperistri
sekaligus dua orang bersaudara, terhadap seorang
perempuan dengan keponakannya, terhadap seorang
perempuan dengan bibinya.
G. TALAK
Menurut bahasa berarti pisah atau lepas.

Kelompok 5

Menurut istilah syarak adalah, pernyataan baik secara lisan


maupun dalam bentuk lain dari seorang suami kepada istrinya
bahwa ia telah menceraikannya.
Macam-macam talak
a. Talak rajI, talak yang dijatuhkan suami terhadap istrinya
unuk pertama atau kedua kalinya da suami boleh rujuk
kembali kepada istri yang telah ditalaknya selam masih
dalam masa iddah. Juga dapat menikah kembali setelah
habis masa iddah.
b. Talak bain, talak yang suaminya tidak boleh rujuk
kembali kepada istrinya melainkan harus dengan akad
baru.
c. Talak tuwuffiyah, talak yang dengan sebab ditinggal
mati oleh suami
d. Talak sunni, talak yang diberikan suami ketika istri
dalam keadaan suci yang belum dicampuri
e. Talak bidi, talak yang diberikan suami ketika istri dalam
keadaaan tidak suci
f. Bain sugra, talak yang disebabkan hal-hal berikut :
1) Nusyuz, istri berbuat durhaka
2) Syiqaq, perselisihan yang terjadi antara suami
dan istri yang tidak mungkin untuk diislahkan lagi.
3) Lian, suami menuduh istri berbuat zina yang
disertai dengan sumpah laknat dan istripun
membela diri dengan sumpah laknat pula.
4) Dhihar, suami menyerupakan istri dengan
punggung ibunya.
5) Fasakh, batalnya pernikahan karena tidak
terpenuhi syarat atau rukun pernikahan atau halhal yang baru, contohnya, murtad
6) Khuluk, talak yang dijatuhkan suami atas
permintaan istri
7) Ila, suami bersumpah tidak akan mencampuri
istri, baik waktunya ditentukan maupun tidak.

Hukum talak ini adalah boleh, hal ini berdasarkan firman Allah Swt.
Dalam surat al-Baqarah ayat 227

Kelompok 5

Dan jika mereka berazam (bertetap hati untuk) talak, maka


sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

H. HADHANAH
Hadhanah, yaitu hak untuk mengasuh, memelihara, dan
mendidik anak yang masih kecil ketika terjadi perceraian antara
kedua orang tuanya.
* ketentuan hadhanah
Jika anak masih kecil, maka yang berhak mengasuh adalah
ibunya dan segala biaya ditanggung oleh ayahnya
Jika ibuya menikah lagi maka hadhanah itu berpindah
kepada ayahnya
Jika anak telah dewasa, maka ia diberi kebebasan untuk
memilih antara ibu dan ayahnya.
I. IDDAH
Iddah, yaitu masa menunggu bagi seorang istri yang dicerai oleh
suaminya untuk diperbolehkan menikah dengan laki-laki lain.
*Lamanya masa iddah :
a. Iddah tuwuffiyah, adalah 130 hari (4 bln 10 hari) dan ia berhak
untuk mewarisi harta peninggalan suaminya.
b. Iddah quru, wanita yang masih haid adalah 3 kali quru (suci/haid)
c. Iddah syhur (menopause/wanita yg tidak haid) adalah 3 bulan
d. Iddah hamil, sampai melahirkan dan masih berhak atas belanja,
pakaian, dan tempat tinggal.
e. Istri yang belum pernah dicampuri, maka tanpa masa iddah.
J. RUJUK
Rujuk, yaitu kembalinya suami istri pada ikatan perkawinan selama
masih dalam masa iddah.
HUKUM RUJUK
1. Sunnah, apabila untuk memperbaiki masa lalunya.
2. Wajib, apabila kewajiban suami belum disempurnakan.
3. Makruh, apabila dengan cerai akan lebih baik bagi keduanya.
4. Haram, apabila rujuknya untuk menyakiti istri
K. HIKMAH PERKAWINAN
1. Memeperoleh keturunan yang sah.
2. Menghindarkan diri dari kemaksiatan
3. Memperkuat tali persaudaraan
Kelompok 5

4. Menenteramkan jiwa
5. Memupuk rasa tanggung jawab

PERKAWINAN MENURUT UNDANGUNDANG DI INDONESIA


A. KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG HUUM PERKAWINAN
kompilasi Hukum Islam terdapat dalam Instruksi Presiden Republik
Indonesia Nomor 1 Tahun 1991. hukum perkawinan terdapat dalam
Buku Kompilasi Hukum Islam.
a. PERKAWINAN MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM
1. Perkawinan menurut hukum islam adalah akad yang sangat
kuat atau misaqan galian untuk menaati perintah Allah Swt.
dan melaksanakannya merupakan ibadah.
2. Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan rumah tangga yang
sakinah, mawadah, dan rahmah, seperti dalam pasal 3
Kompilasi Hukum Islam.
3. Perkawinan yang sah menurut pasal 4, yaitu perkawinan yang
dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan pasal 2 ayat
(1) Undang-Undan No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.
b. KEWAJIBAN PENCATATAN PERKAWINAN
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, pasal 2 ayat 2 menegaskan
bahwa setiap pekawinan dicatat menurut perundang-undangan
yang berlaku. Dijelaskan sebagai berikut :
1. Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat islam
2. Pencatatan perkawinan dilakukan oleh pegawai pencatat
nikah sebagaimana diatur dalam UU No. 22 Tahun 1946 dan
UU No. 32 Tahun 1954
3. Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan akta nikah yang
dibuat oleh pegawai pencatat nikah.
B. PERKAWINAN MENURUT UU NO. 1 TAHUN 1947
1. Dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 dijelaskan bahwa
perkawinan ialah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan
wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa.
2. Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia
dan kekal. Perkawinan sah jika dilakukan menurut hukum
masina-masing dan kepercayaannya. Tiap perkawinan dicatat
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kelompok 5

C. PERAN PERADILAN AGAMA


Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 pasal 39 ayat 1 menyatakan
bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang
pengadilan, setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan
tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
Adapun menurut Undang-Undang No. 7 tahun 1989. pasal 49
pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa,
memutuskan, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat
pertama antara orang-orang yang beragama islam dalam bidang :
1. Perkawinan.
2. Kewarisan, wasiat, hibah yang dilakukan berdaskan hukum
Isalam.
3. Wakaf dan sedekah.

Kelompok 5

Anda mungkin juga menyukai