Anda di halaman 1dari 7

Seminar Nasional Sains dan Teknik 2012 (SAINSTEK 2012)

Kupang, 13 Nopember2012

PENGARUH FRAKSI VOLUME TERHADAP KARAKTERISASI MEKANIK


GREEN COMPOSITE WIDURI EPOXY
Yeremias M. Pell
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknik, Universitas Nusa Cendana
Jl. Adisucipto-Penfui Kupang, Telp. (0380)8037977
E-mail:jimmy_pellpart@yahoo.com

ABSTRAK
Serat widuri (calotropis gigantea fiber) merupakan salah satu serat alam yang berpotensi sebagai penguat material
komposit. Salah satu faktor penting yang menentukan karakterisasi komposit adalah perbandingan serat dengan
matriksnya yang ditunjukkan dalam bentuk fraksi volume. Riset ini bertujuan untuk mengetahui karakterisasi
mekanik dari serat widuri tanpa perlakuan kimia yang diistilahkan sebagai green composite dengan matriks resin
epoksi dengan variasi fraksi volume, yaitu 15 %, 30 % dan 45 %. Karakterisasi mekanik yang sudah diteliti adalah
kekuatan tarik, regangan dan modulus elastisitas, kekuatan bending dan ketangguhan impak. Dengan pendekatan
analisa variance dan standar deviasi, diperoleh hasil sebagai berikut: kekuatan tarik, regangan tarik dan modulus
elastis tertinggi diperoleh pada fraksi volume 45% sebesar 93.04 10.51 MPa, 3.82 0.38 %, dan 3.64 0.97
GPa. Demikian juga kekuatan bending dan impak diperoleh nilai tertinggi pada fraksi volume 45%, yaitu: 88.23
5.66 MPa dan 38.36 kJ/m2 . Selanjutnya dilakukan analisa kualitatif melalui foto SEM dan foto makro. Berdasarkan
kedua cara analisa ini, menunjukkan bahwa dengan meningkatnya fraksi volume, maka nilai-nilai yang
menunjukkan karakterisasi mekanik green composite widuri epoksi, semakin meningkat.
Kata Kunci: Komposit, Serat Widuri, Epoksi, Fraksi Volume, Karakterisasi Mekanik.

1.

PENDAHULUAN
Alasan untuk memilih serat alam sebagai
penguat komposit menurut beberapa peneliti antara
lain: (1) komposit serat alam ramah lingkungan,
mempunyai sifat mekanik yang baik (bisa bersaing
dengan serat sintetis), relatif murah [Liu & Dai,
2007]; (2) berat jenis serat alam lebih kecil dalam
kisaran 1,25 1,5 gr/cm3 dibandingkan dengan Eglass (2,54 gr/cm3) dan serat Carbon (1,8 2,1
gr/cm3), [Mallick, 2007]. Oleh karena itu menurut
Mallick (2007), serat alam jauh lebih ringan
sehingga konsumsi energi untuk menghasilkannya
lebih kecil. Selain itu serat alam juga dapat
diperbaharui (renewable) dan selalu tersedia.
Alasan-alasan
inilah
yang
mendorong
berkembangnya penelitian tentang rekayasa material
di bidang komposit, baik yang sudah ada maupun
yang masih baru.
Untuk membentuk komposit ada tiga syarat
utama yang harus dipenuhi, yaitu pertama terdiri
dari dua material atau lebih yang mempunyai sifat
berbeda, kedua, memiliki ikatan yang kuat antara
matriks dan seratnya dan ketiga, penggabungan
material yang berbeda akan menghasilkan material
baru yang mempunyai sifat yang berbeda pula dari
material-material
pembentuknya
(sebelum
digabung). Berkaitan dengan hal itu, maka salah
satu aspek yang penting diperhatikan, yaitu
informasi ikatan antar muka (interface) antara serat
dan matriks, dimana hal ini akan sangat
berpengaruh pada sifat mekaniknya. Banyak peneliti

mengungkapkan fakta bahwa untuk meningkatkan


ikatan interface itu dapat dilakukan dengan
memberikan perlakuan kimia pada serat. Wang
(2004), menjelaskan bahwa ikatan antara serat dan
matriks dipengaruhi oleh moisture absorption dan
wettability, dimana debonding dapat terjadi dengan
mudah apabila serat mempunyai moisture
absorption yang tinggi dan wettability yang jelek.
Salah satu parameter wettability yaitu sudut kontak
antara serat dan matriks, telah juga disampaikan
oleh Pell (2010), dimana sudut kontak di atas 450
mempunyai wettability yang rendah. Itu berarti
ikatan interface menjadi lemah. Hal ini biasa terjadi
pada serat tanpa perlakuan kimia. Sebelumnya
Marsyahyo (2005), Korte (2006), Candra (2009),
juga telah mengungkapkan fakta bahwa dengan
perlakuan alkali pada serat maka akan
meningkatkan mechanical interlocking antara serat
dan matriksnya. Kemudian Ray, dkk (2004) dan
Umar (2009) menjelaskan bahwa perlakuan alkali
pada
serat,
meningkatkan
sifat
mekanik
komposit dibandingkan dengan komposit serat
tanpa perlakuan (green composite).
Informasi-informasi
diatas
semuanya
mengungkapkan bahwa sifat mekanik akan lebih
baik jika serat mendapat perlakuan awal seperti
perlakuan kimia, dan sedikit sekali informasi
tentang bagaimana karakteristik komposit itu jika
dibentuk dari serat tanpa perlakuan atau yang
diistilahkan green composite. Tentunya hal ini pun
mempunyai alasan tertentu. Oleh karena itu riset ini
T-114

Seminar Nasional Sains dan Teknik 2012 (SAINSTEK 2012)


Kupang, 13 Nopember2012

bertujuan untuk mengetahui bagaimana karakteristik


mekanik komposit khususnya green composite
widuri-epoxy. Diyakini jika komposit serat widuri
tanpa perlakuan dengan matriks epoksi ini, sudah
mampu berikatan, maka informasi ini menjadi
acuan bahwa untuk serat widuri yang sudah
mendapat perlakuan pasti akan mempunyai
karakteristik yang jauh lebih bagus dari green
compoasite ini. Dengan kata lain bahwa riset ini
juga bertujuan untuk memprediksikan karakteristik
mekanik komposit widuri - epoksi jika seratnya
sudah diberi perlakuan kimia.
2. METODE PENULISAN
2.1 Materi
Salah satu faktor penting yang menentukan
karakteristik mekanik dari komposit yaitu
perbandingan serat dan matriknya. Umumnya
perbandingan ini dapat ditunjukkan dalam bentuk
fraksi volume serat (f) atau fraksi berat serat (wf).
Namun formulasi kekuatan komposit lebih banyak
menggunakan fraksi volume serat. Menurut Gibson
(1994), fraksi volume serat dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan-persamaan berikut:
Fraksi volume serat dan matriks :
f = Vf / Vc = fraksi volume serat
m = Vm / Vc = fraksi volume matriks . (1)
v = Vv / Vc = fraksi volume void
dimana: f + m + v = 1
dan Vc = Vf + Vm + Vv
keterangan: Vf = volume serat; Vm = volume
matriks; Vv = volume void.
Jika dalam pembuatan komposit diketahui berat
serta densitas serat dan matriks, perhitungannya
dapat berdasarkan kedua hal ini, yaitu :
Fraksi berat serat dan matriks :
wf = Wf / Wc = fraksi berat serat
wm = Wm / Wc = fraksi berat matriks . (2)
dimana:
Wc = Wf + Wm = berat komposit

dimana : c = tegangan teknik (MPa); F = beban


(N); Ao = luas penampang awal (mm2).
Regangan komposit dapat dihitung dengan
persamaan :
L - Lo
L
c = =
Lo
Lo

Berdasarkan
kurva hasil pengujian, maka
modulus elastis, E (GPa) dapat dihitung dengan
persamaan :
c
Ec =
c

f = (3PL) / (2bd2)

Analisis teoritis tentang karakteristik mekanik


komposit biasanya didasarkan pada asumsi bahwa
ikatan antara serat dan matriks terjadi secara
sempurna. Walaupun dalam kenyataannya tidak
demikian, karena pergeseran antara muka dan
deformasi
pasti
terjadi
dalam
komposit.
Karakteristik mekanik yang ditampilkan dalam riset
ini terdiri dari kekuatan tarik, kekuatan bending dan
ketangguhan impak.
Kekuatan Tarik
Kekuatan tarik dapat dihitung dengan
persamaan :
F
c =
Ao

. (7)

Keterangan :
f = tegangan bending (MPa); P
= beban (N); L = panjang spesimen (mm); b = lebar
spesimen (mm) dan d = tebal spesimen (mm).
Ketangguhan Impak
Ketangguhan, yaitu: kemampuan bahan menahan
beban impak atau beban kejut yang diukur dengan
besarnya energi yang diperlukan untuk mematahkan
spesimen dengan palu ayun atau pendulum.
Besarnya energi itu dapat dihitung dengan
persamaan :
W=

G R (cos cos )

. (8)

Setelah energi impak diperoleh, barulah dapat


dihitung ketangguhan impak dengan persamaan:
Is =

. (3)

. (6)

Kekuatan Bending
Kekuatan bending adalah kemampuan material
menahan beban tekan dari luar. Sifat ini dapat
diketahui dari pengujian bending, dimana dalam
pengujian ini defleksi akan terjadi pada titik
pembebanannya, yang mengindikasikan kekakuan
material. Kekuatan bending dapat dihitung dengan
persamaan:

Jika diketahui densitas maka :


c Vc = f Vf + m Vm
c = f f + m m

. (5)

W/A

. (9)

Keterangan: W = energi patah (Joule); G = berat


pendulum (N); R = Jarak pendulum ke pusat rotasi
(mm); = sudut pendulum setelah mematahkan
= sudut pendulum sebelum
spesimen (0);
mematrahkan spesimen (0) dan A = luas penampang
spesimen pada bagian bertakik, ( A = b x h); b =
lebar spesimen (mm) dan h = tebal spesimen (mm).
2.2 Alat dan Bahan
Alat: timbangan digital, mesin uji bending, mesin uji
tarik servopulser, mesin uji impak tipe charpy, SEM,
camera digital, cetakan komposit dan peralatan
pendukung lain.
Bahan: serat kulit batang (bast fiber) tanaman
widuri dan resin epoksi.

. (4)
T-115

Seminar Nasional Sains dan Teknik 2012 (SAINSTEK 2012)


Kupang, 13 Nopember2012

standar pengujian yang digunakan baik bentuk


maupun ukurannya. Pembentukan spesimen
dengan menggunakan gergaji listrik.
Spesimen siap diuji.

2.3 Proses Penelitian


Proses-proses yang sudah dilakukan dalam
penelitian ini yaitu:
Pemisahan Serat (Dekortikasi)
Proses pemisahan serat atau dekortikasi
dilakukan secara manual dengan cara sebagai
berikut:
- Membuang daging kulit bagian terluar dengan
ketebalan 1 mm, sedangkan serat tetap
menempel pada batangnya.
- Setelah batang dibiarkan sedikit layu serat
ditarik atau dilepaskan dari batang secara
manual sambil dicuci dengan air.
- Serat dibiarkan mengering pada temperatur
ruangan selama 1-3 jam.
- Penguraian lebih lanjut untuk mendapatkan
serat yang benar-benar bersih.
Pembuatan Komposit Serat Widuri Epoksi
Komposit yang dibuat terdiri dari 2 bahan
utama yaitu serat kulit batang widuri sebagai
penguat dan resin epoksi sebagai matriksnya. Serat
yang digunakan adalah serat tanpa perlakuan
(green), dengan terlebih dahulu dibuang kadar
airnya dengan cara serat dioven selama 3 jam pada
temperatur 1100C. Proses pembuatan komposit
adalah:
- Serat terlebih dahulu dianyam dalam arah
sejajar 0o.
- Pembuatan cetakan. Cetakan komposit dibuat
dalam berbagai ukuran yang disesuaikan dengan
jenis pengujian masing-masing, yaitu untuk
pengujian tarik, impak dan bending yang
dilengkapi dengan pembatas ketebalan untuk
mendapatkan variasi fraksi volume yang
diinginkan yaitu 15 %, 30 % dan 45 %. Bahan
cetakan dari kaca dengan tebal 5 mm.
- Pengolesan wax pada dinding cetakan untuk
memudahkan pengambilan spesimen dari
cetakannya.
- Pembuatan komposit yang terdiri dari 1 - 2
lamina (epoksi serat epoksi serat - epoksi)
dengan metode hand-lay-up. Serat diletakkan
dalam arah 00 kemudian menuangkan resin
epoksi di atasnya, kemudian mengulanginya
lagi sampai batas ketebalan yang sudah
ditentukan.
- Penutupan bagian atas cetakan dengan kaca dan
diberi tekanan berupa pengepresan dengan
menggunakan plat yang dikencangkan dengan
baut dan mur.
- Selanjutnya cetakan dibiarkan mengeras dan
kering pada temperatur ruang selama 8 jam.
Semua proses pembuatan komposit ini
dilakukan dengan metode dan peralatan yang
sama untuk masing-masing fraksi volume serat.
- Pelepasan
plat komposit dari cetakannya
dengan cutter.
- Pembentukan spesimen uji sesuai dengan

Pengujian Tarik
Pengujian tarik komposit menggunakan mesin
servopulser untuk mengetahui kekuatan tarik
material komposit dan sifat mekanik lainnya. Bentuk
spesimen dan proses pengujian tarik seperti pada
Gambar 1.

(a)

(b)

Gambar 1 (a) Spesimen Uji Tarik Komposit Standar


ASTM D638-02, (b) Proses Pengujian Tarik

Pengujian Bending
Bentuk spesimen uji bending dan prosedur
pengujian bending menggunakan metode tree-point
bending seperti pada Gambar 2.

(a)

(b)

Gambar 2 a) Spesimen Uji Bending Standar ASTM


D790-02. b) Model Pengujian Tree-point Bending

Pengujian Impak
Bentuk spesimen uji impak dan prosedur
pengujian impak menggunakan alat uji impak tipe
chrapy seperti pada Gambar 3.

(a)

(b)

Gambar 3 a) Spesimen Uji Impak Standar ASTM


D256-02, b) Prosedur Pengujian Impak

2.4

Analisa Data

Data yang diperoleh dari pengujian selanjutnya


dianalisa menggunakan analisa varians dan standar
deviasi. Analisa kualitatif juga dilakukan dengan
foto SEM dan foto makro untuk membedah profil
permukaan benda. Dalam penelitian ini dibutuhkan
T-116

Seminar Nasional Sains dan Teknik 2012 (SAINSTEK 2012)


Kupang, 13 Nopember2012

studi mikroskopis untuk mengetahui karakteristik


komposit khususnya pada daerah patahan komposit
akibat tegangan tarik, tegangan bending dan
ketangguhan impak yang bekerja. Perangkat
pengujian SEM dengan spesifikasi: manufaktur
JEOL, model J5M T300, Serial No. MP167049
43, buatan Jepang.

150

Tegangan, Mpa

125
100
serat
75

matriks

50

vf = 15%

25

vf = 30%
vf = 45%

3.

HASIL DAN DISKUSI

Tabel 1 Sifat Mekanik Serat Tunggal Tanpa


Perlakuan, Resin Epoksi dan Kompositnya

Resin
epoksi
Serat tanpa
perlakuan
Komposit
vf = 15%
Komposit
vf = 30%
Komposit
vf = 45%

Tegangan
tarik
(MPa)
42.02

4.8
392.72
122.68
71.56

13.23
87.63

9.55
93.04

10.51

1.5

2.5

3.5

4.5

Regangan
(%)
2.8
0.1
4.26
1.33
2.83
0.06
3.56
0.04
3.82
0.38

Modulus
Young
(GPa)
1.8

0.25
9.65

2.33
2.75

0.37
2.92

0.13
3.64

0.97

Gambar 5 Karakteristik Sifat Tarik Serat Tunggal


Tanpa Perlakuan, Matriks Resin Epoksi
dan Kompositnya.

Sedangkan dalam Gambar 5, memperlihatkan grafik


gabungan hubungan kekuatan tarik dan regangan
dari serat tunggal, matriks dan komposit diperkuat
serat widuri tanpa perlakuan. Gambar ini
menunjukkan bahwa komposit yang diperkuat serat
widuri tanpa perlakuan, mempunyai regangan
kegagalan serat lebih besar dari pada regangan
kegagalan matriks [Gibsons, 1994]. Kondisi ini
menunjukkan bahwa pada material kompositnya
matriks akan mengalami kegagalan terlebih dahulu
daripada serat pada saat komposit menerima
tegangan tarik. Hal ini sudah dapat membuktikan
bahwa serat widuri dapat berfungsi sebagai penguat
komposit.

Nilai kekuatan tarik matriks resin epoksi yang


diperoleh dari hasil penelitian Candra (2009) dan
Umar (2009) sebesar 42.02 4.8 MPa. Selanjutnya
nilai-nilai dalam Tabel 1 diplotkan ke dalam bentuk
grafik seperti pada Gambar 4 dan Gambar 5. Dalam
Gambar 4 dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan
kekuatan tarik, regangan dan modulus Young-nya,
dimana dengan bertambahnya fraksi volum serat
menyebabkan kekuatan tarik, regangan dan modulus
Young-nya pun bertambah. Kekuatan tarik, regangan
dan modulus Young tertinggi diperoleh pada fraksi
volum 45% dengan nilai 93.04 10.51 MPa, 3.82
0.38 % dan 3.64 0.97 GPa.

Tegangan, Mpa

Regangan, %

3.1 Hasil Pengujian Tarik Komposit


Hasil perhitungan dari uji tarik komposit
diperoleh nilai-nilai sifat mekanik material komposit
serat widuri-resin epoksi seperti yang tercantum
dalam Tabel 1.

Jenis
material

0.5

95
85
75
65
55
45
35
25
15
5
-5

(a)

f = 30 %

vf = 15%
vf = 30%
vf = 45%

0.5

1.5

2.5

3.5

4.5

Regangan, %

(b) f = 45 %
Gambar 4 Karakteristik Sifat Tarik Komposit
Serat Widuri-Resin Epoksi pada Fraksi Volum
Berbeda

Gambar 6 Hasil Foto SEM Material Komposit Epoksi


Diperkuat Serat Widuri Tanpa Perlakuan

T-117

Seminar Nasional Sains dan Teknik 2012 (SAINSTEK 2012)


Kupang, 13 Nopember2012

Dalam Gambar 6, dapat dilihat bahwa ada


beberapa peristiwa kegagalan dalam ikatan antara
serat dan matriks. Pada Gambar 1, dikenal dengan
istilah fiber pull-out. Kegagalan ini lebih didominasi
oleh lepasnya ikatan (debonding) antara serat
dengan matriks yang diakibatkan oleh tegangan
geser dipermukaan serat yang rendah. Bentuk
debonding yang lain seperti yang ditunjuk nomor 2
dalam Gambar 6. Diperlihatkan bahwa akibat
tegangan yang bekerja, maka matriks dan serat
terlepas dari ikatannya tetapi ada sebagian serat yang
masih berikatan dengan matriks sehingga serat
tersebut belum dapat tercabut. Namun hal ini patut
dihindari karena akan sangat menurunkan kekuatan
kompositnya. Hal yang mengejutkan justru terjadi
dalam gambar mikro ini, yaitu walaupun
kompositnya diperkuat serat widuri tanpa perlakuan,
namun ikatan antara serat dan matriks sudah dapat
terjadi dengan baik. Hal ini dapat dilihat pada nomor
3 dan 4 dalam Gambar 6.
Pada nomor 3
memperlihatkan serat-serat yang putus dan tidak
tercabut, dan pada nomor 4 terlihat adanya retak
mikro yang menunjukkan bahwa serat dan matriks
berikatan kuat.
Adanya tegangan yang bekerja di daerah
tersebut masih belum sanggup mencabut serat dari
matriks atau melepaskan serat dari matriksnya.
Akibat gaya perlawanan inilah sehingga munculnya
retak mikro tersebut. Selain itu juga pada nomor 5,
terlihat hamburan matriks pada permukaan.
Peristiwa ini selain menunjukkan bahwa ada
kekuatan yang cukup besar dalam hal ini tegangan
geser yang harus dilawan oleh serat sebagai penguat
tetapi juga menunjukkan bahwa komposit bersifat
getas. Keadaan yang ada pada Gambar 6 ditemukan
pada komposit dengan fraksi volume serat yang
besar yaitu, pada f = 30% dan f = 45%.
Sedangkan pada fraksi volume serat yang rendah
yaitu 15%, kegagalan terjadi didominasi oleh
peristiwa fiber pull-out. Hal ini tidak ditampilkan
melalui foto SEM tetapi cukup dengan foto makro
seperti pada Gambar 7.

kekuatan tarik yang rendah karena didominasi oleh


kondisi fiber pull-out. Sedangkan pada fraksi volum
30% dan 45%, diperoleh jenis patahan banyak
(splitting in multiple area). Umumnya komposit
dengan jenis patahan pada Gambar 7b dan 7c
memiliki kekuatan tarik yang tinggi (Diharjo, 2006).
Hal ini terbukti bahwa pada komposit dengan fraksi
volum 30% dan 45% diperoleh harga kekuatan tarik
rata-rata sebesar 87.63 9.55 MPa dan 93.04
10.51 MPa. Hasil pengamatan komposit melalui foto
SEM pada kondisi ini memberikan informasi bahwa
masih ada sejumlah kecil fenomena fiber pull-out,
seperti yang sudah dijelaskan dalam Gambar 5. Hal
ini disebabkan karena kompositnya diperkuat oleh
serat tanpa perlakuan.
3.2 Hasil Pengujian Bending
Tabel 2 Hasil Perhitungan Pengujian Bending

Fraksi
volume (%)
15 %
30 %
45 %

b. vf = 30 %

Gambar 7 Bentuk
Patahan Spesimen Uji
Tarik Komposit

c. vf = 45 %
Gambar 7 memberi penjelasan yang berbeda dari
Gambar 6 yaitu, menampilkan bentuk patahan pada
komposit dengan fraksi volum serat 15% (Gambar
7a) adalah jenis patahan tunggal yang mempunyai

Modulus
Elastis (GPa)
6.22 3.39
8.83 0.72
9.99 1.97

Dalam Tabel 2 diperoleh nilai kekuatan bending


(flexural strength), dimana bertambahnya fraksi
volum dari 15%, 30% dan 45% ternyata tidak terlalu
besar berpengaruh terhadap nilai kekuatan
bendingnya. Hal ini dapat dilihat dari nilai-nilai
yang diperoleh yaitu, mengalami kenaikan kecil.
Walaupun demikian secara keseluruhan perolehan
nilai ini membuktikan bahwa komposit serat widuri
epoksi ini mampu menahan beban lenturan dalam
batas nilai dalam Tabel2, tetapi dengan hasil
modulus elastisitas yang rendah, maka komposit ini
bersifat getas. Itu berarti, komposit ini kurang cocok
menerima pembebanan lentur. Dengan kata lain
hasil ini menunjukkan bahwa ketika mencapai
pembebanan maksimum, maka komposit langsung
mengalami kegagalan.
3.3

a. vf = 15 %

Kekuatan
Bending (MPa)
86.84 8.5
87.88 7.43
88.23 5.66

Hasil Pengujian Impak


Ketangguhan impak adalah kemampuan material
dalam menyerap energi sebelum patah atau dalam
menahan beban impak, yang dapat dihitung dari
jumlah energi yang diserap per satuan luas
penampang material. Berdasarkan perhitungan
tersebut, diperoleh hasil ketangguhan impak dengan
variasi fraksi volum 15%, 30% dan 45% sebagai
berikut: 9.34 kJ/m2, 35.21 kJ/m2 dan 38.3 kJ/m2
seperti yang dapat dilihat pada Gambar 8.
Nilai-nilai ini menunjukkan bahwa pada fraksi
volume yang kecil, harga kekuatan impak cenderung
kecil, sedangkan pada fraksi volume yang lebih
besar dalam hal ini 35% dan 45% diperoleh nilai
ketangguhan impak yang lebih tinggi. Hal ini
disebabkan karena pada fraksi volume yang rendah
mempunyai ikatan antara serat dan matriks yang
T-118

Seminar Nasional Sains dan Teknik 2012 (SAINSTEK 2012)


Kupang, 13 Nopember2012

lemah maka, ketika matriksnya gagal pada saat yang


bersamaan serat juga mengalami kegagalan serupa.
Sedangkan pada fraksi volume yang lebih tinggi,
ketika matriksnya gagal, serat masih mempunyai
kesempatan untuk menerima transfer beban dari
matriks dan hal itu dapat dilihat bahwa tidak semua
seratnya patah atau putus seperti yang ada dalam
Gambar 9. Kondisi ini pun sudah diperlihatkan pada
uji tarik dan uji bending.

Ketangguhanimpak, kJ/m2

45
40
35

35.21

38.3
6

30
25
20
15
10

9.34

5
0
1vf = 15 %

vf
2 = 30 %

vf
3 = 45 %

Gambar 8 Histogram Ketangguhan Impak Rata-Rata


pada Fraksi Volum yang Berbeda

rendah (15%) mempunyai ikatan antara serat dan


matriks yang rendah karena didominasi oleh
peristiwa fiber pull-out. Sedangkan pada fraksi
volume yang tinggi (35% dan 45%) mempunyai
ikatan antara serat dan matriks yang baik yang
ditandai dengan sangat sedikit terjadinya
peristiwa fiber pull-out pada komposit, dan
timbulnya retak mikro pada permukaan
komposit. Adanya sejumlah kecil peristiwa fiber
pull-out yang terjadi pada fraksi volume yang
tinggi karena kompositnya diperkuat oleh serat
tanpa perlakuan.
3. Sifat tarik komposit seperti kekuatan tarik,
regangan dan modulus Young, kekuatan bending
dan ketangguhan impak akan meningkat seiring
dengan bertambahnya fraksi volume seperti
dalam penelitian ini, yaitu: vf = 15%, 30% dan
45%.
5.

PENGHARGAAN DAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih di sampaikan kepada Bapak


Prof. Ir. Jamasri, Ph.D, yang telah memberikan
arahan kepada penulis dalam penelitian ini, dan juga
kepada semua pihak yang sudah membantu demi
terselesaikan tulisan ini.
(a) vf = 15 %

(b) vf = 30 % dan 45 %

DAFTAR PUSTAKA
,ASTM D 256-00, Standard Test Methods for
Determining Izod Pendulum Impact Resistance
of Plastics, Philadelphia, 2001.

Gambar 9 Patahan Komposit yang Mendapat


Pembebanan Impak

Dalam Gambar 9 menunjukkan pula bahwa baik


pada fraksi volume yang rendah maupun diperoleh
bentuk patahan tunggal, yang mengindikasikan
bahwa material komposit bersifat getas. Patahan
tunggal juga terjadi pada fraksi volume yang tinggi
namun pada fraksi volume yang lebih tinggi
ternyata memberikan penjelasan yang lebih rinci.
Artinya, bahwa matriks memang bersifat getas
tetapi ikatan serat dan matriks berlangsung kuat
karena tidak semua serat putus atau patah.
Dari bukti-bukti yang diperoleh dari semua
pengujian ini, menunjukkan satu hal penting yaitu,
bahwa jika serat widuri tanpa perlakuan saja sudah
memberikan nilai kuantitatif maupun kualitatif yang
baik untuk dijadikan penguat komposit, apalagi jika
serat widuri terlebih dahulu diberi perlakuan kimia.
4.

,ASTM D 638-02, Standard Test Methods for


Tensile Strength of Plastic, Philadelphia, 2002.
,ASTM D 790-02, Standard Test Methods for
Flexural Properties of Unreinforced and
Reinforced Plastic Electrical Insulating
Materials, Philadelphia, 2002.
Candra, S., Pengaruh Perlakuan Permukaan Serat Batang
Melinjo (Gnetum Gnemon) terhadap Wettability
dan Kemampuan Rekat Dengan Matriks EpoxyResin. Tesis S2 Program Studi Teknik Mesin
Universitas Gadjah Mada, 2009.
Diharjo, K., Pengaruh Perlakuan Alkali terhadap Sifat
Tarik Bahan Komposit Serat Rami-Polyester.
Jurnal Teknik Mesin, vol. 8, No. 1, hal. 8-13,
Fak.Teknologi Industri, Universitas Kristen
Petra. 2006.

SIMPULAN
Gibson,

1. Komposit yang diperkuat serat widuri tanpa


perlakuan, mempunyai regangan kegagalan serat
lebih besar dari pada regangan kegagalan
matriks, yang berarti matriks akan mengalami
kegagalan terlebih dahulu daripada serat pada
saat komposit patah atau putus.
2. Hasil foto SEM dan foto makro pada spesimen
dari semua pengujian (tarik, bending dan impak),
memperlihatkan bahwa pada fraksi volume yang

F.R., Principles of Composite Materials


Mechanics, McGraw-Hill, Singapore. 1994.

Korte, S., Processing-Property Relationships of Hemp


Fibre, A Thesis
Degree of Master of
Engineering, University of Canterbury. 2006.
Liu,

T-119

X.Y., and G.C.Dai, Surface Modification and


Micromechanical Properties of Jute Fiber mat
Reinforced Polypropylene Composites, Journal
eXPRESS Polymer Letters, vol.1, N0. 5, page
299-307. 2007.

Seminar Nasional Sains dan Teknik 2012 (SAINSTEK 2012)


Kupang, 13 Nopember2012

Mallick, P.K., Fiber-reinforced composites : materials,


manufacturing, and design 3rd ed. CRC Press
Taylor & Francis Group. 2007.

Ray, D and Sarkar, B.K., Characterization of Alkali


Treated Jute Fibers for Physical and Mechanical
Properties. J. Appl. Polym. Sci., 80, 1013. 2001.

Marsyahyo, dkk,. Penelitian Awal Pengaruh Perlakuan


Alkali X % NaOH terhadap Karakteristik
Morfologi Permukaan Serat Ramie. 2005.

Umar, K., Pengaruh Perlakuan Permukaan Serat dan


Perendaman Air Laut terhadap Sifat Fisik dan
Mekanik Komposit Serat Kulit Batang Melinjo
(Gnetum Gnemon) dengan Resin Epoksi. Tesis
S2 Program Studi Teknik Mesin Universitas
Gadjah Mada. 2009.

Pell, Yeremias.M., Karakterisasi Perlakuan Permukaan


Serat Kulit Batang Widuri (Calotropis gigantea)
terhadap Wettability dan Mampu Rekat Serat
Tunggal, dan Sifat Mekanik Komposit dengan
Matriks Resin Epoksi. Tesis. 2010.
Pell, Yeremias.M., Pengaruh Perlakuan NaOH Terhadap
Sifat Tarik Serat Tunggal dan Komposit Widuri
Epoksi Pada Fraksi Volume Yang Berbeda.
Jurnal Biotropikal Sains. vol. 9, No. 2: 27-41.
2012.

Wang B., Pre-Treatment of Flax Fibers for Use In


Rotationally Molded Biocomposites. Thesis
Department of Agricultural and Bioresource
Engineering University of Saskatchewan,
Saskatoon, Saskatchewan. 2004.

T-120

Anda mungkin juga menyukai